STUDI KOMPARATIF: TARI LAWEUT PADA MASYARAKAT PIDIE DAN LHOKSEUMAWE.

(1)

(2)

(3)

(4)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT, yang senantiasa memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik dan tepat waktu yang direncanakan. Adapun judul Skripsi ini adalah “Studi Komparatif: Tari Laweut Pada Masyarakat Pidie Dan Lhokseumawe”.

Skripsi ini dibuat sebagai persyaratan yang telah ditetapkan untuk meraih Gelar Sarjana Pendidikan Seni Tari. Penulis sangat menyadari ketidak sempurnaan Skripsi ini, baik dalam metode penulisan, pengungkapan ide, maupun dalam mendeskripsikan kata-kata. Banyak kendala yang dialami penulis selama proses penelitian, baik dalam hal materi, moril dan juga pencarian sumber-sumber yang sulit didapat, tetapi selama menghadapi kendala-kendala tersebut penulis sangat terbantu oleh beberapa pihak. Tiada kata yang dapat diungkapkan untuk menyampaikan rasa terima kasih, oleh sebab itu pada kesempatan yang baik ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si, selaku Rektor Universitas Negeri Medan.

2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum sebagai Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.

3. Dra. Tuty Rahayu, M.Si selaku Ketua Jurusan Sendratasik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

4. Ibu Nurwani, S.S.T, M.Hum, selaku Ketua Prodi Seni Tari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan


(5)

iii

5. Ibu Yusnizar Henywati S.S.T, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Martozet S.Sn., M.A selaku Pembimbing Skripsi II

6. Bapak Iskandar Muda, S.Sn, M.Sn selaku Dosen Pembimbing Akademik 7. Semua Dosen Jurusan Sendratasik yang telah memberikan banyak ilmu

selama perkuliahan yang tidak dapat disebutkan secara satu persatu.

8. Teristimewa kepada orangtua ayahanda Sulaiman Surbakti, Ibunda tercinta Siti Khadijah Dalimunte serta keluarga besar yang mendoakan, memberikan kasih sayang, motivasi dan memberikan bantuan sepenuhnya dari awal perkuliahan sampai akhir mendapat gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Negeri Medan.

9. Kepada Ibu Rahmi dan abang Angga selaku narasumber serta Sanggar Pusaka Nangroe dan Sanggar Genta Seuramoe yang dalam penelitian ini telah memberikan informasi kepada penulis dalam penyelesaian Skripsi ini.

10.Kepada teman- teman stambuk 2010.

Tak ada gading yang tak retak, untuk itu penulis menyadari bahwa dalam penulisan ataupun penelitian ini masih banyak kekurangan, selanjutnya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2014 Penulis,


(6)

i ABSTRAK

Putri Sinal Sally Surbakti, NIM 2101142021. Studi Komparatif: Tari Laweut Pada Masyarakat Pidie Dan Lhokseumawe, Skripsi. Medan : Fakultas

Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan tari Laweut dari Pidie dan juga Lhokseumawe. Sampel pada penelitian ini adalah penari serta seniman yang banyak mengetahui tentang tari Laweut dan kesenian Aceh yang berada di Pidie dan Lhokseumawe. Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Pidie Kecamatan Sigli dan Kota Lhokseumawe Kecamatan Lilawangsa, tepatnya di Pidie pada sanggar Pusaka Nanggroe dan Lhokseumawe pada sanggar Genta Seuramoe. Waktu penelitian dilakukan sejak bulan Juli sampai dengan Agustus. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif kualitatif, yang memberikan gambar, uraian, keterangan, tentang suatu keadaan yang sedang terjadi berdasarkan fakta-fakta. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi lapangan, wawancara dengan beberapa narasumber yang berkompeten pada masalah penelitian ini dan perekaman (video dan audio visual).

Setelah penelitian dapat diketahui perbandingan tari Laweut dari daerah Pidie dan Lhokseumawe. Persamaan dan Perbedaan yang ada dari bentuk penyajiannya terutama dari gerak. Gerak yang ada pada daerah Pidie dominan pada gerak petik jari (ketrep jaroe) dan pada daerah Lhokseumawe dominan pada gerak tepukkan tangan, syairnya juga mempunyai banyak perbedaan. Persamaan hanya terletak pada struktural tari Laweut yaitu babakannya, saleuem, likok, saman, kisah, dan ekstrak atau lanie. Mengetahui bagaimana asal-usul masuknya tari Laweut dari Pidie yang merupakan daerah awal mula tari Laweut tercipta dan berkembang hingga ke Lhokseumawe.

Berkembangnya tari Laweut dari Pidie ke Lhokseumawe dikarenakan masyarakat Pidie yang hijrah atau mencari kehidupan baru ke Lhokseumawe membawa semua tradisi ataupun kebudayaannya kemudian mengembangkannya di daerah Lhokseumawe dan beradaptasi di daerah tersebut dan akhirnya membawa bentuk baru agar terlihat bahwa inilah tari Laweut Lhokseumawe yang akan membedakan dengan daerah aslinya melalui pengembangan gerak, syair, pola, kostum dan sebagainya.


(7)

DAFTAR TABEL Tabel

4.1. Bentuk Gerak tari Laweut Pidie dan Lhokseumawe ... 41


(8)

DAFTAR GAMBAR Gambar

4.1. Letak Geografis Kabupaten Pidie Kec. Sigli ... ... 22

4.2. Letak Geografis Kota Lhokseumawe Kec. Lilawangsa ... 24

4.3. Pakaian tari Laweut Pidie... 36

4.4. Pakaian tari Laweut Lhokseumawe ... 36

4.5. Celana tari Laweut Pidie ... 37

4.6. Cela tari Laweut Lhokseumawe ... 37

4.7. Kain Songket tari Laweut Pidie ... 38

4.8. Kain Songket tari Laweut Lhokseumawe ... 38

4.9. Selendang atas baju tari Laweut Pidie ... 39


(9)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 (Glosarium)

Lampiran 2 (Biodata Narasumber) Lampiran 3 (Daftar Riwayat Hidup)


(10)

1

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman budaya yang bersejarah dan bernilai tinggi, hal ini disebabkan karena setiap suku mempunyai pandangan hidup, cara mengekspresikan diri dan kebiasaan hidup yang berbeda. Setiap suku memiliki budaya yang khas, yang membedakan jati diri mereka dari suku bangsa budaya lain, demikian juga bentuk keseniannya.

Dewasa ini kata kebudayaan diartikan sebagai perwujudan kehidupan setiap orang dan setiap kelompok orang yang berupaya mengolah dan mengubah alam sehingga membedakan dirinya dengan hewan. Kebudayaan tidak hanya mencakup hasil-hasil material seperti karya seni, ilmu pengetahuan, alat-alat, pakaian, melainkan juga termasuk cara mengahayati kematian, cara melaksanakan perkawinan, dan lain-lain.Kebudayaan adalah gejala manusiawi dari kegiatan berpikir (mitos, ideologi, ilmu), komunikasi (sistem masyarakat), kerja (ilmu-ilmu alam dan teknologi) dan lain-lain kegiatan yang lebih sederhana.1

Pendapat pakar tersebut, menyatakan bahwa kebudayaan merupakan wujud dari setiap perilaku manusia yang dilakukan secara turun temurun dan dipengaruhi oleh norma dan adat istiadat tersebut manusia belajar dan bertindak untuk dapat

1Mudji Sutrisno, Filsafat Kebudayaan. Ikhtiar Sebuah Teks. In Bene editor. Jakarta, 2008: hlm.3


(11)

2

memahami kebudayaan, sehingga kita patut menjaga dan melestarikannya. Salah satu unsur yang ada didalam budaya tersebut adalah kesenian.

Kesenian adalah salah satu produk budaya yang dalam kehidupannya selalu tidak pernah terlepas dari masyarakat. Kesenian adalah aktifitas dari masyarakat itu sendiri, yang menggambarkan kehidupan masing–masing daerah setempat kesenian itu hidup dan berkembang. Dengan demikian masyarakat memegang peranan penting dalam penyangga kebudayaan, termasuk dalam hal ini seni tari.

Seni merupakan bahagian dari berbagai kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat untuk tujuan–tujuan tertentu. Kegiatan–kegiatan yang dilaksanakan dengan melibatkan seni, menjadi bagian yang selalu ada, dan tidak terpisahkan dalam kehidupan mereka. Masyarakat melihat seni sebagai tempat penuangan keinginan, agar apa yang mereka inginkan, harapan, serta doa–doa kepada yang mereka percayai memberikan kekuatan, agar apa yang mereka inginkan dapat terwujud. Bentuk–bentuk seni yang dilakukan dalam setiap kegiatan, terdiri dari beberapa cabang antara lain, seni musik, seni tari, seni rupa, seni drama, seni sastra, puisi dan lain sebagainya.

Tari adalah ekspresi estetis yang menjelma dalam bentuk gerakan yang teratur menurut irama yang menggerakkan. Tari juga merupakan gerak tubuh yang mempunyai makna walaupun tidak nyata maksudnya sesuatu hal untuk penyampaian makna yang akan disampaikan berupa sesuatu benda nyata tetapi

diungkapkan melalui gerak yang tidak nyata. Tari tumbuh dan berkembang dalam ketiga unsur budaya yaitu bahasa, adat istiadat, dan norma–norma kehidupan, seperti


(12)

3

yang dikemukakan Edi Sedyawati (2007:70) bahwa: “tari merupakan warisan budaya Indonesia yang harus dikembangkan selaras dengan perkembangan masyarakat”. Untuk itulah tari di Indonesia haruslah menjadi tradisi yang hidup dan harus tetap dijaga dan dilestarikan.

Aceh merupakan salah satu wilayah Indonesia yang memiliki aneka ragam budaya yang menarik khususnya dalam bentuk tarian, kerajinan dan perayaan. Di provinsi Aceh terdapat empat suku utama yaitu, suku Aceh, suku Gayo, suku Alas, suku Tamiang. Aceh merupakan kelompok mayoritas yang mendiami suatu kawasan pesisir Aceh. Orang Aceh mendiami kawasan Aceh Barat dan Aceh Selatan terdapat sedikit perbedaan kultur yang nampaknya banyak dipengaruhi oleh gaya kebudayaan Minangkabau. Hal ini dikarenakan nenek moyang mereka yang pernah bertugas di wilayah itu dibawah protektorat kerajaan Aceh tempo dulu dan mereka berasimilasi dengan penduduk disana. Kabupaten Pidie dan Lhokseumawe adalah merupakan Kabupaten yang ada di provinsi NAD. Masyarakat Aceh Pidie dan Lhokseumawe juga memiliki bermacam kesenian menarik dalam bentuk tari, dalam hal ini yang akan diteliti yaitu tari Laweut yang tidak dimiliki oleh etnik Aceh lainnya.

Tari Laweut merupakan salah satu tari tradisional, tari Laweut sendiri diambil dari kata Seulaweut (Shalawat). Shalawat bentuk jamak dari kata Salla atau Salat yang berarti doa, keberkahan, kemuliaan, kesejahteraan, dan ibadah. Arti bershalawat dapat dilihat dari pelakunya, jika shalawat ini datanganya dari Allah SWT berarti memberi rahmat kepada makhluk, shalawat dari malaikat berarti memberi ampunan


(13)

4

sedangkan shalawat dari orang-orang mukmin berarti suatu doa agar Allah SWT memberi rahmat dan kesejahteraan kepada Nabi Muhammad SAW dan keluarganya2. Tarian ini dahulunya bernama tari Akoon atau tari Seudati Inong. Namun, ketika Pekan Kebudayaan Aceh II (PKA II) pada tahun 1972, tarian ini berubah nama menjadi tari Laweut.3

Perkembangan Kebudayaan di Aceh baru terlihat sejak dimunculkan ide mengenai pembentukan suatu wadah dimana semua suku dan daerah Kabupaten atau Kota dapat memunculkan kebudayaannya masing-masing maupun jenis kesenian menasional. Wadah untuk menunjukkan kekayaan kebudayaan tersebut dikenal dengan nama Pekan Kebudayaan Aceh. Dalam PKA ini para seniman pencipta maupun pelaku seni dapat menunjukkan kebolehan masing-masing dalam kemajuan pembinaan kebudayaan di daerah masing-masing. Pada tanggal 6 september 1957 atas prakarsa beberapa orang tokoh daerah yang mempunyai perhatian terhadap kebudayaan Aceh dibentuklah Lembaga Kebudayaan Aceh (LKA). Atas Prakarsa Mayor Teuku Hamzah (Alm.) dirintislah kelahiran Pekan Kebudayaan Aceh ke-1 dan seterusnya terus dilaksanakan.4

Seudati Inong yang berarti Seudati Perempuan karena ditarikan oleh kaum perempuan. Didalam pertunjukan tarian-tarian berasal dari Aceh tidak diperkenankan para penari wanita dan pria disatukan didalam pertunjukan karena mengikuti Syariah

2www.Masuk-Islam.com, website diakses pada tanggal 1 april 2014

3Gudangbudayakita.blogspot.com, website diakses pada tanggal 1 april 2014 4


(14)

5

Islam bahwa keduanya tidak muhrimnya, dapat dikatakan demikian karena masyarakat Aceh yang mayoritasnya adalah beragama Islam.5

Dahulu tari Laweut ini dimainkan untuk kalangan sendiri oleh dara-dara Aceh dimalam hari setelah selesai pengajian. Sejak zaman penjajahan Belanda tari Laweut ini telah mulai dipertontonkan kepada umum dan pada zaman pendudukan Jepang mengalami masa suram setelah itu setelah kemerdekaan hingga sekarang mulai hidup lagi dikalangan masyarakat. Asal-usul tari Laweut ini sebenarnya tidak diketahui, dan menurut cerita orang-orang tua di Aceh Utara bahwa tari Laweut mula-mula berkembang di daerah Pidie kemudian ke Aceh Utara dan Lhokseumawe.

Secara spesifik tari Laweut ini menggambarkan kegembiraan dan kebersamaan. Ciri khas tari Laweut ini ada pada gerakan meloncat, melangkah, tepuk paha (peh fa), petik jari (ketrep jaroe) dan menghentakkan kaki ke lantai (geddham kaki) sehingga menimbulkan bunyi dengan irama tertentu. Gerakan-gerakan tersebut adalah gerak pokok atau gerak dasar dalam gerak tari Laweut. Tari Laweut biasanya ditarikan oleh 10 orang penari, 2 sebagai Aneuk syahi, 1 sebagai syekh, 1 sebagai apet syekh dan 6 sebagai anggota penari.

Dewasa ini tari Laweut masih sering ditarikan oleh masyarakat Pidie dan sering di pentaskan sebagai salah satu tari hiburan diluar tari–tari lain yang ada, akan tetapi penyajiannya telah mengalami sedikit perubahan. Dalam penampilannya tari

5Pertunjukan dan Seminar Etnografi TV Eng Ong Tradisi Lisan Aceh, Universitas Negeri Medan. Medan, 11 April 2014.


(15)

6

Laweut memiliki beberapa babakan. Adapun babakannya terdiri dari saleuem, likok, saman, kisah dan ekstra atau lanie pada penutupnya. Walaupun penyajiannya berbeda dalam perkembangannya disetiap daerah Aceh. Salah satu daerah yang juga sering membawakan tari Laweut adalah Lhokseumawe dan yang menjadi topik kajian ini adalah kedua daerah tersebut karena perkembangannya disetiap daerah berbeda-beda maka penulis mengambil 2(dua) daerah saja yang akan diteliti untuk menjadi bahan penelitian.

Bentuk penyajian tari Laweut baik daerah Lhokseumawe maupun Pidie adalah berbeda, hanya sedikit persamaan. Perbedaan dan persamaan banyak dijumpai pada gerak-gerak yang ada di daerah Pidie dan Lhokseumawe. Lhokseumawe banyak mengembangkan gerak tari Laweut dari Pidie dikarenakan tari Laweut sendiri berasal berasal dari Pidie dan disini terlihat jelas bahwa di daerah Lhokseumawe sudah menghilangkan ciri khas tari Laweut, sedangkan tari Laweut yang ada di Pidie masih kental terhadap tradisi dengan syair dan nada-nadanya yang masih lama dan nanti akan dijabarkan lebih luas pada Bab IV. Tari Laweut pernah dipentaskan dalam acara–acara kesenian rakyat, namun sampai dewasa ini tari Laweut sudah mulai terus berkembang di sebagian Aceh.

Penulis merasa tertarik ingin melihat lebih jauh tentang perbedaan tari ini. Penulis merasa perlu melakukan penelitian lebih mendalam untuk mengetahui bagaimana sebenarnya perbedaan tari Laweut dari kedua daerah tersebut, pada Sanggar Genta Seuramoe Lhokseumawe dan Sanggar Pintu Pusaka Nanggroe Pidie.


(16)

7

Sehingga penulis mengajukan judul penelitian ini dengan “Studi Komparatif : Tari

Laweut pada Masyarakat Pidie dan Lhokseumawe”.

B.Identifikasi Masalah

Penelitian ilmiah penting untuk dilakukannya identifikasi masalah dengan benar, yang dimana tujuan identifikasi masalah agar penelitian menjadi terarah serta cakupan masalah yang dibahas tidak terlalu luas dan melebar.

Azis Alimut Hidayat menyatakan :

“Masalah adalah bagian penting dari suatu penelitian, karena masalah membutuhkan proses pemecahan yang sistematis, logis dan ilmiah dengan menerapkan scientific method, proses ilmiah tersebut akan selalu dikembangkan sejak identifikasi masalah”. Azis Alimut Hidayat (2007,30)

Sesuai dengan pendapat tersebut, dapat diperoleh gambaran yang luas agar dapat mengetahui hal yang akan diteliti. Adapun identifikasi masalah dan topik ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana asal–usul tari Laweut ? 2. Bagaimana fungsi tari Laweut ?

3. Bagaimana bentuk penyajian tari Laweut Pidie ?

4. Bagaimana bentuk penyajian tari Laweut Lhokseumawe ?


(17)

8

C.Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan masalah, dan ternyata banyak faktor yang dapat diteliti lebih lanjut dalam permasalahan ini maka arah penelitian harus dibatasi. Hal ini dilakukan agar dalam proses penelitian dan penganalisaan data nantinya pembahasan tidak meluas dan melebar sehingga penulis lebih terarah. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis merasa perlu membatasi masalah, dengan demikian pembatasan masalah di dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana asal–usul tari Laweut ?

2. Bagaimana bentuk penyajian tari Laweut Pidie ?

3. Bagaimana bentuk penyajian tari Laweut Lhokseumawe ?

4. Sejauh mana perbedaan dan persamaan tari Laweut di kedua daerah tersebut ?

D.Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan suatu titik fokus sebuah penelitian yang hendak dilakukan, mengingat sebuah penelitian merupakan upaya untuk menemukan jawaban pertanyaan, maka dari itu perlu dirumuskan dengan baik, sehingga dapat mendukung untuk menemukan jawaban pertanyaan, hal ini sesuai dengan pendapat Sumadi Suryabrata (1994:65), yang mengatakan bahwa:

“Setelah masalah diidentifikasi, dipilih maka perlu dirumuskan perumusan ini penting, karena hasilnya akan menjadi penuntun bagi langkah–langkah selanjutnya. Masalahnya hendaknya dirumuskan dalam bentuk tanda tanya. Perumusan masalah hendaknya padat dan jelas. Rumusan hendaknya memberi petunjuk tentang mungkinnya


(18)

9

mengumpulkan data guna menjawab pertanyaan yang terkandung dalam rumusan ini”.

Berdasarkan pendapat diatas, sekaligus berdasarkan uraian latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut “Studi Komparatif: Tari Laweut pada Masyarakat Pidie dan Lhokseumawe”

E.Tujuan Penelitan

Setiap kegiatan selalu mengarah pada tujuan, yang merupakan keberhasilan penelitian yaitu tujuan penelitian, dan tujuan penelitian merupakan jawaban atas pertanyaan dalam penelitian. Berhasil tidaknya suatu kegiatan penelitian yang dilaksanakan terlihat pada tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto (1978:68) yang menyatakan “Penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya hasil yang diperoleh setelah penelitian ini selesai”. Pernyataan tersebut jelas memberi pencerahan terhadap penelitian agar memiliki tujuan yang jelas agar penelitian menjadi lebih terarah dan jelas. Maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan asal–usul tari Laweut

2. Mendeskripsikan bentuk penyajian tari Laweut dari Pidie


(19)

10

4. Mendeskripsikan sejauh mana perbedaan dan persamaan tari Laweut di kedua daerah tersebut

F. Manfaat Penelitian

Sejalan dengan tujuan penelitian akan sekaligus mendatangkan manfaat kepada masyarakat luas. Manfaat penelitian diharapkan akan mengisi kebutuhan segala komponen masyarakat baik instansi terkait, lembaga-lembaga kesenian maupun praktisi kesenian. Manfaat penelitian yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai masukan kepada penulis dalam menambah wawasan mengenai tari Laweut yang ada di Aceh khususnya Pidie dan Lhokseumawe.

2. Sebagai bahan referensi bagai penulis–penulis lainnya yang hendak meneliti bentuk kesenian ini lebih lanjut.

3. Sebagai informasi tertulis agar masyarakat atau lembaga yang mengembangkan visi dan misi kebudayaan, khususnya seni tari.

4. Bahan motivasi bagi setiap pembaca, khususnya masyarakat Pidie dan Lhokseumawe agar tetap melestarikan kebudayaan khususnya seni tari.

5. Menunjukkan bahwa tari Laweut mempunyai keunikan dan nilai-nilai disetiap daerah Aceh terutama Pidie dan Lhokseumawe.


(20)

61

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, tentang tari Laweut pada masyarakat Pidie dan Lhokseumawe, secara menyeluruh gerakan-gerakannya merupakan gerakan yang menggambarkan kegembiraan dan kebersamaan. Tari Laweut dari kedua daerah tersebut mempunyai perbedaan dan persamaan, maka penulis dapat memperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Tari Laweut diambil dari kata Seulaweut (Shalawat) yang berarti doa, keberkahan, kemuliaan, kesejahteraan, dan ibadah. Dahulunya tari ini bernama Akoon atau tari Seudati Inong. Namun, ketika Pekan Kebudayaan Aceh II (PKA II) pada tahun 1972, tarian ini berubah nama menjadi tari Laweut.

2. Tari Laweut ini berasal dari Pidie kemudian berkembang ke Aceh Utara. Tari ini ditarikan oleh 10 orang penari, 2 sebagai Aneuk Syahi, 1 sebagai Syekh, 1 sebagai Apet Syekh dan 6 sebagai anggota penari. Adapun babakannya terdiri dari Saleuem, likok, saman, kisah dan ekstra atau lanie pada penutupnya.

3. Bentuk penyajian tari Laweut dan Pidie mempunyai perbedaan dan persamaan. Pada Lirik lagu mempunyai perbedaan dan pada gerakan juga mempunyai perbedaan walaupun ada yang sama pada bagian tertentu, pada bagian kostum juga ada perbedaan, dapat disimpulkan bahwa didalam tari Laweut yang ada di Pidie lebih tradisi daripada Lhokseumawe yang mempunyai gerak yang lebih banyak dikreasikan


(21)

62

atau perbendaharaan gerak yang lebih banyak daripada di daerah Pidie yang geraknya lebih monoton karena tidak meninggalkan ketradisian didalam gerakannya.

4. Berkembangnya tari Laweut dari Pidie ke Lhokseumawe dikarenakan masyarakat Pidie yang hijrah atau mencari kehidupan baru ke Lhokseumawe membawa semua tradisi ataupun kebudayaannya kemudian mengembangkannya di daerah Lhokseumawe dan beradaptasi di daerah tersebut dan akhirnya membawa bentuk baru agar terlihat bahwa inilah tari Laweut Lhokseumawe yang akan membedakan dengan daerah aslinya melalui pengembangan gerak, syair, pola, kostum dan sebagainya.

B. Saran

Dalam melestarikan kebudayaan sebaiknya adalah menjaga kebudayaan itu sendiri, oleh karena itu untuk melestarikan tari Laweut sebagai budaya daerah dan sebagai aset Nasional perlu disarankan hal-hal berikut :

1. Tari Laweut sebagai budaya daerah yang mempunyai gerakan yang menggambarkan kegembiraan dan kebersamaan perlu diperkenalkan lagi dan diajarkan kepada generasi penerus dan bukan hanya di daerah Aceh Pidie dan Lhokseumawe saja tetapi bisa diperkenalkan diluar Aceh.

2. Selain menarikan tari Laweut perlu diperkenalkan tentang tari Laweut secara menyeluruh dan nilai budaya yang terdapat didalamnya.


(22)

63

3. Perlu adanya perhatian pihak-pihak ataupun PEMDA di Pidie dan juga Lhokseumawe untuk melestarikan tari Laweut ini.

4. Perlu dilakukan sebuah pertemuan ataupun kongres seni tradisional Aceh yang didalamnya membicarakan tentang pembakuan gerakan tari Laweut .

5. Pembinaan dan pelestarian tari Laweut perlu dilakukan dengan serius oleh Dinas Pariwisata yang ada di Pidie maupun Lhokseumawe. Dengan demikian, tari Laweut akan menjadi tidak asing bagi generasi muda nantinya, sehingga tari tradisional Aceh, khususnya tari Laweut akan benar-benar dikuasai dan digemari oleh generasi muda Aceh lainnya.


(23)

61

61

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, Teuku, DKK (1990) Pedoman Umum Adat Aceh. Lembaga Adat dan Depdikbud (1987). Pengantar Pengetahuan Tari Untuk SMKI. Jakarta. Alimut, Aziz Hidayat. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Tehnik Analisis

Data. Surabaya : Salemba Media.

Amalia, Arki Winarti. 2009. Karakteristik Tari Seudati Pada Masyarakat Kabupaten Pidie (Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan), FBS, Unimed, Medan.

Arikunto, Suharsimi. (2006) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. (edisi revisi IV). Jakarta : Rineka Cipta

Fakultas Bahasa dan Seni.2012. Buku Pedoman Standar Operasional Prosedur (SOP) Penyelesaian Tugas Akhir (Skripsi). Medan : Universitas Negeri Medan.

Huthoari, Haryanti. 2013. Fungsi Dan Makna Gerak Tari Rampoe Aceh Pada Masyarakat Kota Langsa (Nanggroe Aceh Darusalam ) (Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan), FBS, Unimed, Medan.

Indriyani, Dwi. 2011.Perbandingan Tari Hadrah Desa Baru Batang Kuis Deli Serdang Dengan Tari Hadrah Sinar Deli Rengas Pulau Medan)(Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan), FBS, Unimed, Medan.

Kebudayaan Aceh (laka) Propinsi Nangroe Aceh Darussalam.

Koentjaraningrat (1995) Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta : UI –Press. Paeni, Mukhlis (2009) Sejarah Kebudayaan Indonesia.Jakarta : Rajawali Pers. Poerwadarminta, W.J.S (1976). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta :

Rieneka Cipta.

Ramadayani, Suci. 2012. Studi Komparatif Tari Ine Aceh Tamiang Dengan Tari Inai Serdang Bedagai Dalam Upacara Perkawinan (Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan), FBS, Unimed, Medan.


(24)

62

62

RHD, Nugrahaningsih dan Yusnizar, Heniwaty. 2012. Tari Identitas Dan Resistensi. Medan : Unimed Press.

Sedyawati, Edi (2007) Budaya Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers. Sutrisno, Mudji (2008) Filsafat Kebudayaan. Jakarta : In Bene

Suryabrata, Sumadi. 1994, Metodologi Penelitian, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Tampubolon, Serwinto. 2009. Studi Komparatif Fungsi Gondang Hasapi Dan Gondang Sabangunan Pada Masyarakat Batak Toba Di Kota Medan (Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan), FBS, Unimed, Medan.

Thalib, Ahmad. 1980. Lokakarya Penelitian Kesenian Tradisional Aceh. Aceh: Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kotamadya Banda Aceh. Ulfah, Nazria. 2011. Keberadaan Dan Perkembangan Tari Laweut Pada

Masyarakat Aceh Langsa (Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan), FBS, Unimed, Medan.

_______,2009. Budaya Aceh. Aceh : Pemerintah Aceh http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya

http://id.wikipedia.org/wiki/Teori http://Gudangbudayakita.blogspot.com www.Masuk-Islam.com


(1)

4. Mendeskripsikan sejauh mana perbedaan dan persamaan tari Laweut di kedua daerah tersebut

F. Manfaat Penelitian

Sejalan dengan tujuan penelitian akan sekaligus mendatangkan manfaat kepada masyarakat luas. Manfaat penelitian diharapkan akan mengisi kebutuhan segala komponen masyarakat baik instansi terkait, lembaga-lembaga kesenian maupun praktisi kesenian. Manfaat penelitian yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai masukan kepada penulis dalam menambah wawasan mengenai tari Laweut yang ada di Aceh khususnya Pidie dan Lhokseumawe.

2. Sebagai bahan referensi bagai penulis–penulis lainnya yang hendak meneliti bentuk kesenian ini lebih lanjut.

3. Sebagai informasi tertulis agar masyarakat atau lembaga yang mengembangkan visi dan misi kebudayaan, khususnya seni tari.

4. Bahan motivasi bagi setiap pembaca, khususnya masyarakat Pidie dan Lhokseumawe agar tetap melestarikan kebudayaan khususnya seni tari.

5. Menunjukkan bahwa tari Laweut mempunyai keunikan dan nilai-nilai disetiap daerah Aceh terutama Pidie dan Lhokseumawe.


(2)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, tentang tari Laweut pada masyarakat Pidie dan Lhokseumawe, secara menyeluruh gerakan-gerakannya merupakan gerakan yang menggambarkan kegembiraan dan kebersamaan. Tari Laweut dari kedua daerah tersebut mempunyai perbedaan dan persamaan, maka penulis dapat memperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Tari Laweut diambil dari kata Seulaweut (Shalawat) yang berarti doa, keberkahan, kemuliaan, kesejahteraan, dan ibadah. Dahulunya tari ini bernama Akoon atau tari Seudati Inong. Namun, ketika Pekan Kebudayaan Aceh II (PKA II) pada tahun 1972, tarian ini berubah nama menjadi tari Laweut.

2. Tari Laweut ini berasal dari Pidie kemudian berkembang ke Aceh Utara. Tari ini ditarikan oleh 10 orang penari, 2 sebagai Aneuk Syahi, 1 sebagai Syekh, 1 sebagai Apet Syekh dan 6 sebagai anggota penari. Adapun babakannya terdiri dari Saleuem, likok, saman, kisah dan ekstra atau lanie pada penutupnya.

3. Bentuk penyajian tari Laweut dan Pidie mempunyai perbedaan dan persamaan. Pada Lirik lagu mempunyai perbedaan dan pada gerakan juga mempunyai perbedaan walaupun ada yang sama pada bagian tertentu, pada bagian kostum juga ada perbedaan, dapat disimpulkan bahwa didalam tari Laweut yang ada di Pidie lebih tradisi daripada Lhokseumawe yang mempunyai gerak yang lebih banyak dikreasikan


(3)

atau perbendaharaan gerak yang lebih banyak daripada di daerah Pidie yang geraknya lebih monoton karena tidak meninggalkan ketradisian didalam gerakannya.

4. Berkembangnya tari Laweut dari Pidie ke Lhokseumawe dikarenakan masyarakat Pidie yang hijrah atau mencari kehidupan baru ke Lhokseumawe membawa semua tradisi ataupun kebudayaannya kemudian mengembangkannya di daerah Lhokseumawe dan beradaptasi di daerah tersebut dan akhirnya membawa bentuk baru agar terlihat bahwa inilah tari Laweut Lhokseumawe yang akan membedakan dengan daerah aslinya melalui pengembangan gerak, syair, pola, kostum dan sebagainya.

B. Saran

Dalam melestarikan kebudayaan sebaiknya adalah menjaga kebudayaan itu sendiri, oleh karena itu untuk melestarikan tari Laweut sebagai budaya daerah dan sebagai aset Nasional perlu disarankan hal-hal berikut :

1. Tari Laweut sebagai budaya daerah yang mempunyai gerakan yang menggambarkan kegembiraan dan kebersamaan perlu diperkenalkan lagi dan diajarkan kepada generasi penerus dan bukan hanya di daerah Aceh Pidie dan Lhokseumawe saja tetapi bisa diperkenalkan diluar Aceh.

2. Selain menarikan tari Laweut perlu diperkenalkan tentang tari Laweut secara menyeluruh dan nilai budaya yang terdapat didalamnya.


(4)

3. Perlu adanya perhatian pihak-pihak ataupun PEMDA di Pidie dan juga Lhokseumawe untuk melestarikan tari Laweut ini.

4. Perlu dilakukan sebuah pertemuan ataupun kongres seni tradisional Aceh yang didalamnya membicarakan tentang pembakuan gerakan tari Laweut .

5. Pembinaan dan pelestarian tari Laweut perlu dilakukan dengan serius oleh Dinas Pariwisata yang ada di Pidie maupun Lhokseumawe. Dengan demikian, tari Laweut akan menjadi tidak asing bagi generasi muda nantinya, sehingga tari tradisional Aceh, khususnya tari Laweut akan benar-benar dikuasai dan digemari oleh generasi muda Aceh lainnya.


(5)

61

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, Teuku, DKK (1990) Pedoman Umum Adat Aceh. Lembaga Adat dan Depdikbud (1987). Pengantar Pengetahuan Tari Untuk SMKI. Jakarta. Alimut, Aziz Hidayat. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Tehnik Analisis

Data. Surabaya : Salemba Media.

Amalia, Arki Winarti. 2009. Karakteristik Tari Seudati Pada Masyarakat Kabupaten Pidie (Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan), FBS, Unimed, Medan.

Arikunto, Suharsimi. (2006) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. (edisi revisi IV). Jakarta : Rineka Cipta

Fakultas Bahasa dan Seni.2012. Buku Pedoman Standar Operasional Prosedur (SOP) Penyelesaian Tugas Akhir (Skripsi). Medan : Universitas Negeri Medan.

Huthoari, Haryanti. 2013. Fungsi Dan Makna Gerak Tari Rampoe Aceh Pada Masyarakat Kota Langsa (Nanggroe Aceh Darusalam ) (Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan), FBS, Unimed, Medan.

Indriyani, Dwi. 2011.Perbandingan Tari Hadrah Desa Baru Batang Kuis Deli Serdang Dengan Tari Hadrah Sinar Deli Rengas Pulau Medan)(Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan), FBS, Unimed, Medan.

Kebudayaan Aceh (laka) Propinsi Nangroe Aceh Darussalam.

Koentjaraningrat (1995) Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta : UI –Press. Paeni, Mukhlis (2009) Sejarah Kebudayaan Indonesia.Jakarta : Rajawali Pers. Poerwadarminta, W.J.S (1976). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta :

Rieneka Cipta.

Ramadayani, Suci. 2012. Studi Komparatif Tari Ine Aceh Tamiang Dengan Tari Inai Serdang Bedagai Dalam Upacara Perkawinan (Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan), FBS, Unimed, Medan.


(6)

62

62

RHD, Nugrahaningsih dan Yusnizar, Heniwaty. 2012. Tari Identitas Dan Resistensi. Medan : Unimed Press.

Sedyawati, Edi (2007) Budaya Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers. Sutrisno, Mudji (2008) Filsafat Kebudayaan. Jakarta : In Bene

Suryabrata, Sumadi. 1994, Metodologi Penelitian, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Tampubolon, Serwinto. 2009. Studi Komparatif Fungsi Gondang Hasapi Dan Gondang Sabangunan Pada Masyarakat Batak Toba Di Kota Medan (Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan), FBS, Unimed, Medan.

Thalib, Ahmad. 1980. Lokakarya Penelitian Kesenian Tradisional Aceh. Aceh: Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kotamadya Banda Aceh. Ulfah, Nazria. 2011. Keberadaan Dan Perkembangan Tari Laweut Pada

Masyarakat Aceh Langsa (Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan), FBS, Unimed, Medan.

_______,2009. Budaya Aceh. Aceh : Pemerintah Aceh http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya

http://id.wikipedia.org/wiki/Teori http://Gudangbudayakita.blogspot.com www.Masuk-Islam.com