PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KREATIF DAN PRODUKTIF DALAM PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA SMA.

(1)

PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA SMA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Fisika

Oleh:

SURYOADHI WIRAWAN NIM. 0605969

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

PRODUKTIF DALAM PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

DAN HASIL BELAJAR SISWA SMA

Oleh

Suryoadhi Wirawan

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Suryoadhi Wirawan 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KREATIF DAN PRODUKTIF DALAM PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN

BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA SMA

Oleh : Suryoadhi Wirawan

NIM. 0605969

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: Pembimbing I

Drs. Yuyu Rachmat Tayubi, M.Si. NIP. 195806081987031003

Pembimbing II

Mimin Iryanti, S.Si., M.Si. NIP. 197712082001122001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Fisika

Dr. Ida Kaniawati, M.Si. NIP. 196807031992032001


(4)

DALAM PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA

SMA

Suryoadhi Wirawan NIM. 0605969

Pembimbing I : Drs. Yuyu Rachmat Tayubi, M.Si. Pembimbing II : Mimin Iryanti, S.Si., M.Si.

Jurusan Pendidikan Fisika, FPMIPA-UPI

ABSTRAK

Berdasarkan hasil observasi di salah satu SMA di Bandung, diperoleh informasi bahwa keterampilan berpikir siswa dalam pembelajaran fisika masih kurang dilatihkan dan nilai tes hasil belajar pada ranah kognitif siswa belum mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal. Model pembelajaran kreatif dan produktif merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat dijadikan solusi dalam proses pembelajaran fisika untuk mengatasi permasalahan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar pada ranah kognitif siswa dengan menerapkan model pembelajaran kreatif dan produktif dalam pembelajaran fisika. Metode yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain one group pretest-posttest design dan jumlah sampel 40 siswa. Berdasarkan hasil penelitian, interpretasi nilai gain yang dinormalisasi pada keterampilan berpikir kritis diperoleh dengan kriteria sedang dan hasil belajar pada ranah kognitif dengan kriteria sedang. Dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kreatif dan produktif dalam pembelajaran fisika dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar pada ranah kognitif siswa.

ABSTRACT

Based on observations at one high school in Bandung, obtained information that students thinking skills in learning physics is still less practiced, and the test scores learning outcomes in the cognitive domain students have not reached a value of minimum completeness criteria. Creative and productive learning model is a learning model that can be used as a solution in the process of learning physics to overcome these problems. The purpose of this study was to determine the improvement of critical thinking skills, and learning outcomes in the cognitive domain students, by implementing creative and productive learning model in learning physics. The method used is a quasi-experimental methods, with the one-group pretest-posttest design, and the sample size of 40 students. Based on the results of the study, interpretation of the normalized gain value on critical thinking skills acquired by the criteria of medium, and learning outcomes in the cognitive domain with the criteria of medium. It can be concluded that the application of creative and productive learning model in teaching physics, can improve critical thinking skills and learning outcomes in the cognitive domain of students.


(5)

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 5

D. Variabel Penelitian ... 6

E. Definisi Operasional ... 6

F. Tujuan Penelitian ... 7

G. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

A. Model Pembelajaran ... 9

B. Model Pembelajaran Kreatif dan Produktif ... 10

C. Belajar ... 11

D. Hasil Belajar ... 13


(7)

F. Keterkaitan Model Pembelajaran Kreatif dan Produktif

dengan Keterampilan Berpikir Kritis ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

A. Metode dan Desain Penelitian ... 23

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 24

C. Instrumen Penelitian ... 24

D. Teknik Pengumpulan Data ... 26

E. Prosedur Penelitian ... 28

F. Teknik Analisis Instrumen Penelitian ... 31

G. Hasil Uji Coba Instrumen Tes ... 35

H. Teknik Pengolahan Data ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Pelaksanaan Penelitian ... 42

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

LAMPIRAN ... 54


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. LatarBelakang

Sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah no. 19 tahun 2005 bahwa “Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan alam dan teknologi dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi lanjut akan ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri”.

Dari kutipan tersebut dapat dikatakan bahwa tujuan pembelajaran fisika diantaranya adalah mengembangkan kemampuan intelektual (pengetahuan) dan melatihkan keterampilan akademis salah satunya adalah keterampilan berpikir kritis. John Dewey (Johnson, 2009:187) mengatakan bahwa “sekolah harus mengajarkan cara berpikir yang benar pada anak-anak”. Oleh karena itu penulis berpendapat bahwa berpikir kritis perlu dilatihkan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. Untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut maka di dalam peraturan pemerintah no. 19 tahun 2005 dikatakan bahwa

“Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di salah satu SMA swasta di Kota Bandung, dari hasil wawancara dengan guru diketahui bahwa dalam mengajar guru lebih banyak menggunakan metode ceramah dan kadang-kadang demonstrasi. Sedangkan dari pengamatan di kelas, pada saat kegiatan pembelajaran dimulai sebagian besar siswa memperhatikan penjelasan materi dari guru dan sebagian kecil yang menjawab pertanyaan yang diajukan guru, ketika guru terus menjelaskan materi terlihat seorang siswa yang mengantuk, sebagian besar tidak memperhatikan apa yang sedang disampaikan oleh guru,


(9)

hanya sebagian kecil yang terus memperhatikan materi yang dijelaskan guru dan hanya empat siswa yang terlihat aktif bertanya dan menjawab pertanyaan guru. Sehingga dari awal kegiatan pembelajaran sampai akhir pembelajaran, siswa harus memperhatikan apa yang dijelaskan oleh guru. Ini menunjukkan dalam proses pembelajaran di kelas masih kurang interaktif dan memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif.

Selain itu penulis melakukan tes dengan memberikan soal untuk mengetahui pencapaian hasil belajar siswa pada ranah kognitif. Soal terdiri 8 buah soal dalam bentuk pilihan ganda yang mencangkup 4 ranah kognitif menurut Bloom yaitu pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis (C4). Dari jawaban siswa kemudian diolah sehingga didapat data berupa persentase jumlah siswa yang dapat menjawab benar. Berdasarkan hasil pengolahan didapat data sebagai berikut, tingkat pengetahuan (C1) rata-rata siswa yang menjawab benar 86,25%; tingkat pemahaman (C2) rata-rata-rata-rata siswa yang menjawab benar 62,50%; tingkat penerapan (C3) rata-rata siswa yang menjawab benar 45,00%; tingkat analisis (C4) rata-rata siswa yang menjawab benar 12,50%. Berdasarkan hasil tes diketahui bahwa jumlah siswa yang mendapat nilai di atas nilai KKM sebanyak delapan siswa. Sedangkan nilai keseluruhan pencapaian hasil belajar pada ranah kognitif rata-rata siswa adalah 51,56, nilai tersebut masih dibawah nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 70,00. Ini diperkuat dengan pernyataan guru pada saat wawancara bahwa rata-rata nilai siswa masih dibawah nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran di kelas masih lebih berpusat pada guru sehingga kegiatan pembelajaran masih kurang interaktif dan siswa kurang berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini mungkin yang mengakibatkan siswa masih kurang mengerti dan memahami materi yang dipelajarinya sehingga nilai tes siswa masih dibawah nilai KKM. Seperti diketahui bahwa berpikir kritis merupakan salah satu bagian dari berpikir tingkat tinggi dan ranah


(10)

kognitif pada aspek penerapan (C3) dan analisis (C4) termasuk dalam aspek kognitif tingkat tinggi sehingga jika melihat hasil tes pada aspek penerapan (C3) dan analisis (C4) yang rendah, maka dapat dikatakan bahwa keterampilan berpikir kritis siswa masih kurang dilatihkan. Berpikir kritis merupakan kemampuan memberi alasan dan reflektif yang difokuskan pada apa yang diyakini dan dikerjakan. Reflektif berarti mempertimbangkan secara aktif, tekun dan hati-hati terhadap segala alternatif sebelum mengambil keputusan.

Untuk dapat melatihkan berpikir kritis, maka siswa perlu terlibat dalam kegiatan pembelajaran sehingga siswa dapat berpartisipasi aktif. Apabila proses pembelajaran diselenggarakan secara interaktif yaitu dengan adanya interaksi antara siswa dengan guru, interaksi antara siswa dengan siswa, interaksi antara siswa dengan media pembelajaran, dan interaksi antara siswa dengan materi pelajaran, maka dapat memberi pengalaman siswa untuk memberikan penjelasan, mengambil keputusan, dan menyimpulkan sehingga dengan pengalaman tersebut siswa merasa ikut terlibat dalam menemukan konsep yang sedang dipelajarinya. Beberapa pengalaman yang didapatkan siswa tersebut masuk dalam bagian keterampilan berpikir kritis.

Berdasarkan penjelasan dari data studi pendahuluan di atas penulis menyimpulkan bahwa salah satu kemungkinan penyebab rendahnya hasil belajar siswa pada ranah kognitif dan kurangnya melatihkan keterampilan berpikir kritis siswa dikarenakan pelaksanaan pembelajaran fisika di sekolah terlalu berpusat pada guru.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut maka perlu adanya upaya perbaikan proses pembelajaran agar siswa lebih banyak terlibat dalam proses pembelajaran. Dengan adanya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran akan memudahkan mereka menemukan dan memahami konsep-konsep yang dipelajarinya. Makin banyak siswa terlibat dalam proses pembelajaran, diharapkan semakin terlatih keterampilan berpikir kritisnya dan diharapkan makin tinggi kemungkinan hasil belajar yang dicapainya.


(11)

Salah satu model pembelajaran yang dipandang dapat membantu dan memfasilitasi untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar siswa adalah model pembelajaran kreatif dan produktif. “Model pembelajaran kreatif dan produktif merupakan model yang dikembangkan dengan mengacu kepada berbagai pendekatan pembelajaran yang diasumsikan mampu meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar” (Kemendikbud, 2011: 60). Salah satu karakteristik dari model pembelajaran ini adalah melibatkan siswa secara intelektual dan emosional dalam pembelajaran. Sehingga melalui model pembelajaran kreatif dan produktif diharapkan dapat dibentuk kemampuan berpikir kritis dan kreatif, bertanggung jawab, serta bekerja sama; yang semuanya merupakan tujuan pembelajaran jangka panjang (Kemendikbud, 2011: 61-62). Selain itu tujuan yang dicapai dari model pembelajaran kreatif dan produktif diantaranya adalah pemahaman terhadap suatu nilai, konsep, atau masalah tertentu dan kemampuan menerapkan konsep/ memecahkan masalah. Dari penjelasan tersebut maka diharapkan dengan menggunakan model pembelajaran ini keterampilan berpikir kritis siswa dapat dilatih secara optimal dan ditingkatkan serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada ranah kognitif.

Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai penerapan model pembelajaran kreatif dan produktif untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar siswa, dengan judul penelitian ”Penerapan Model Pembelajaran Kreatif dan Produktif Dalam Pembelajaran Fisika Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa SMA”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:


(12)

1. Bagaimana peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa setelah diterapkan model pembelajaran kreatif dan produktif?

2. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa pada ranah kognitif setelah diterapkan model pembelajaran kreatif dan produktif?

C. Batasan Masalah

Untuk memfokuskan masalah yang akan dikaji maka masalah dalam penelitian ini akan dibatasi yaitu:

1. Peningkatan keterampilan berpikir kritis yang dimaksud adalah perubahan yang positif pada keterampilan berpikir kritis siswa berdasarkan nilai gain atau selisih hasil tes setelah dilakukan pembelajaran (posttest) dengan sebelum pembelajaran (pretest) yang kemudian dianalisis nilai gain ternormalisasinya. Nilai gain ternormalisasi yaitu perbandingan gain rata aktual dengan gain rata-rata maksimum yang diintrepetasikan menurut Hake. Keterampilan berpikir kritis yang dimaksud yaitu menurut Ennis (Costa, 1985: 54) yang meliputi 5 keterampilan berpikir kritis, 12 sub keterampilan berpikir kritis dan 62 indikator keterampilan berpikir kritis. Dalam penelitian ini keterampilan berpikir kritis dibatasi hanya pada lima indikator yaitu mencari persamaan dan perbedaan, memberikan alasan, menggeneralisasi, berhipotesis, dan mengaplikasikan konsep.

2. Peningkatan hasil belajar yang dimaksud adalah perubahan yang positif pada hasil belajar ranah kognitif berdasarkan nilai gain atau selisih hasil tes setelah dilakukan pembelajaran (posttest) dengan sebelum pembelajaran (pretest) yang kemudian dianalisis nilai gain ternormalisasinya. Nilai gain ternormalisasi yaitu perbandingan gain rata-rata aktual dengan gain rata-rata-rata-rata maksimum yang diintrepetasikan menurut Hake. Hasil belajar pada ranah kognitif yang dimaksud yaitu menurut taksonomi Bloom (Sagala, 2009: 33) meliputi aspek pengetahuan yang dinyatakan sebagai C1, aspek pemahaman yang


(13)

dinyatakan sebagai C2, aspek penerapan yang dinyatakan sebagai C3, aspek analisis sebagai C4, aspek sintesis yang dinyatakan sebagai C5 dan aspek penilaian yang dinyatakan sebagai C6. Dalam penelitian ini hasil belajar pada ranah kognitif dibatasi hanya C2 sampai C4.

3. Model pembelajaran kreatif dan produktif yang dimaksud yaitu model yang dinyatakan oleh Kemendikbud. Secara garis besar langkah-langkah pembelajaran kreatif dan produktif adalah (1) Tahap Orientasi, (2) Tahap Eksplorasi, (3) Tahap Interpretasi, (4) Tahap Re-Kreasi, dan (5) Evaluasi. Dalam penelitian ini keterlaksanaan model pembelajaran kreatif dan produktif dibatasi sebesar 90% oleh guru dan 80% oleh siswa.

D. Variabel Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kreatif dan produktif, sedangkan variabel terikatnya adalah keterampilan berpikir kritis siswa dan peningkatan hasil belajar siswa.

E. Definisi Operasional

Supaya tidak terjadi perbedaan persepsi maka akan dijelaskan beberapa istilah yang menjadi variabel penelitian ini, definisi operasional variabel penelitian yang dimaksud dijelaskan sebagai berikut:

1. Model Pembelajaran kreatif dan produktif merupakan model yang dikembangkan dengan mengacu kepada berbagai pendekatan pembelajaran. Secara garis besar langkah-langkah pembelajaran kreatif dan produktif adalah (1) Tahap Orientasi, (2) Tahap Eksplorasi, (3) Tahap Interpretasi, (4) Tahap Re-Kreasi, dan (5) Evaluasi. Keterlaksanaan pencapaian dengan menggunakan model pembelajaran kreatif dan produktif diukur melalui lembar observasi aktivitas guru dan siswa yang dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran.

2. Robert H. Ennis menyatakan bahwa berpikir kritis ialah kemampuan memberi alasan dan reflektif yang difokuskan pada apa yang diyakini


(14)

dan dikerjakan (Alec Fisher, 2009). Ennis membagi keterampilan berpikir kritis menjadi lima kategori dengan setiap kategori terdiri dari sub-keterampilan berpikir kritis yang terdiri dari aspek-aspek keterampilan berpikir kritis. Dalam penelitian ini keterampilan berpikir kritis yang ditinjau menurut Ennis (Ennis, 2011: 2) terdiri dari lima aspek keterampilan berpikir kritis, kelima aspek tersebut yaitu mencari persamaan dan perbedaan, kemampuan memberi alasan (ability to give a reasons), menggeneralisasi (to generalizations), berhipotesis (to explanatory hypotheses), dan mengaplikasikan konsep (prima facie application of acceptable principles). Keterampilan berpikir kritis siswa diukur melalui soal pretest dan posttest berbentuk pilihan ganda terhadap pokok bahasan yang dipelajari.

3. Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar atau proses belajar (Nana Sudjana, 2008: 22). Hasil belajar siswa pada ranah kognitif dalam penelitian ini adalah ranah kognitif menurut taksonomi Bloom (Sagala, 2009: 33) meliputi aspek pemahaman (C2), aspek penerapan (C3), dan aspek analisis (C4). Hasil belajar siswa pada ranah kognitif diukur melalui soal pretest dan posttest berbentuk pilihan ganda terhadap pokok bahasan yang dipelajari.

F. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa setelah

diterapkan model pembelajaran kreatif dan produktif.

2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada ranah kognitif setelah diterapkan model pembelajaran kreatif dan produktif.


(15)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi peneliti, guru, sekolah maupun institusi pendidikan lainnya.

1. Bagi peneliti, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai peningkatan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar pada ranah kognitif siswa melalui penerapan model pembelajaran kreatif dan produktif. Selain itu memberikan pengalaman dalam menggunakan model pembelajaran kreatif dan produktif.

2. Bagi guru, diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan sebagai sebuah alternatif dari strategi pembelajaran dalam upaya meningkatkan hasil belajar dan keterampilan berpikir kritis siswa.

3. Bagi sekolah dan institusi pendidikan lainnya, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan informasi dan kajian dalam pengembangan pembelajaran IPA khususnya fisika.


(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode quasi eksperimen (eksperimen semu) karena tujuan metode ini adalah “untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasi semua variabel yang

relevan” (Panggabean, 1996: 27).

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah one group pretest-posttest design. Desain ini adalah suatu rancangan pretest dan

posttest, dimana sampel penelitian diberi perlakuan selama waktu tertentu.

Pretest dilakukan sebelum perlakuan, dan posttest dilakukan setelah perlakuan, jadi akan terlihat bagaimana pengaruh perlakuan yang berupa model pembelajaran kreatif dan produktif pada keterampilan berpikir kritis.

Pola one group pretest-posttest design ditunjukkan pada tabel dibawah ini.

Pretest Treatment Posttest

T1 X T2

(Panggabean, 1996:31) Gambar 3.1.

Desain Penelitian One Group Pretest-Posttest Design

Gambar 3.1 menunjukkan bahwa kelas dikenakan pretest (T1) untuk mengukur keterampilan berpikir kritis dan kemampuan kognitif siswa sebelum diberikan perlakuan (treatment), kemudian diberi treatment (X) berupa pembelajaran dengan model pembelajaran kreatif dan produktif, setelah itu diberi posttest (T2) dengan menggunakan instrumen yang sama dengan pretest.

Instrumen yang digunakan sebagai pretest dan posttest dalam penelitian ini merupakan instrumen untuk mengukur keterampilan berpikir kritis dan


(17)

hasil belajar pada ranah kognitif yang telah di-judgement dan diujicobakan terlebih dahulu.

Pada penelitian ini diasumsikan siswa tidak mendapatkan pembelajaran dari luar. Jadi tidak ada pengaruh lain selain pembelajaran dengan model pembelajaran kreatif dan produktif.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Luhut Panggabean (2001:3) mengemukakan bahwa populasi merupakan totalitas semua nilai yang mungkin baik hasil menghitung pengukuran kuantitatif maupun kualitatif dari karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang dibatasi oleh kriterium atau pembatasan tertentu.

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Suharsimi Arikunto, 2006: 130). Senada dengan pernyataan tersebut Luhut Panggabean (2001: 3) menyatakan bahwa sampel adalah sebagian dari populasi yang dianggap mewakili seluruh karakteristik populasi (sampel representatif).

Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X di salah satu SMA Swasta di kota Bandung semester genap tahun ajaran 2012/2013 yang terdiri dari 8 kelas. Adapun yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah kelas X-4 dengan jumlah siswa sebanyak 42 orang yang dilakukan secara purposive sampling.

C. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini peneliti membuat seperangkat instrumen penelitian. Instrumen-instrumen adalah sebagai berikut:

1. Instrumen Tes

Tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang yang sudah ditentukan (Suharsimi Arikunto, 2009: 53). Tes ini terdiri dari tes keterampilan berpikir kritis dan tes hasil belajar siswa


(18)

pada ranah kognitif. Tes ini dimaksudkan untuk mengukur peningkatan keterampilan berpikir kritis dan tes hasil belajar siswa pada ranah kognitif terhadap konsep fisika yang diberikan.

Bentuk tes yang akan digunakan pada pretest dan posttest ini adalah pilihan ganda dengan 5 (lima) pilihan dengan kisi-kisi ditunjukan pada lampiran untuk kisi-kisi soal tes keterampilan berpikir kritis dan lampiran untuk kisi-kisi soal tes hasil belajar siswa pada ranah kognitif. Untuk tes awal dan tes akhir digunakan soal yang sama berdasarkan anggapan bahwa peningkatan hasil belajar siswa pada ranah kognitif dan keterampilan berpikir kritis siswa akan benar-benar dapat dilihat dan diukur dengan soal yang sama. Butir-butir soal dalam tes keterampilan berpikir kritis mencakup soal-soal yang menuntut siswa untuk mampu mencari persamaan dan perbedaan, memberi alasan, menggeneralisasi, berhipotesis, dan mengaplikasikan konsep. Kelima kemampuan tersebut ini sesuai dengan sebagian indikator keterampilan berpikir kritis Robert H. Ennis. Sedangkan butir-butir soal dalam tes hasil belajar siswa pada ranah kognitif meliputi pemahaman (Comprehension/C2), penerapan (Application/C3), dan analisis (Analysis/C4).

2. Instrumen Non-Tes

Instrumen non-tes yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah format wawancara dengan guru, lembar observasi aktivitas guru dan siswa. Format wawancara dengan guru serta lembar angket respon siswa terhadap pelajaran dan pembelajaran fisika ini digunakan untuk mengetahui kendala-kendala yang muncul dalam pembelajaran fisika serta respon siswa terhadap pelajaran dan pembelajaran fisika. Sedangkan lembar observasi aktivitas guru dan siswa digunakan untuk melihat sejauhmana keterlaksanaan model pembelajaran kreatif dan produktif oleh guru dan siswa. Observasi ini tidak dilakukan oleh guru melainkan oleh observer. Format observasi sebagaimana terdapat dalam lampiran untuk lembar observasi aktivitas guru dan lampiran untuk lembar observasi aktivitas siswa.


(19)

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang dilakukan untuk memperoleh data-data yang mendukung pencapaian tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan ialah melakukan wawancara, menyebarkan angket, melakukan observasi aktivitas guru dan siswa, serta memberikan instrumen tes.

1. Wawancara

Teknik wawancara digunakan pada saat observasi awal. Instrumen wawancara berbentuk uraian yang ditujukan kepada guru mata pelajaran fisika dengan maksud untuk mengetahui kendala-kendala yang muncul dalam pembelajaran fisika. Data yang terkumpul dianalisis sebagai dasar untuk melakukan penelitian.

2. Angket

Angket merupakan daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain dengan maksud agar orang yang diberi daftar tersebut bersedia memberikan respon sesuai dengan permintaan pengguna (Suharsimi Arikunto, 2006:225). Teknik angket digunakan pada saat studi pendahuluan untuk mengetahui respon siswa terhadap pelajaran dan pembelajaran fisika. Beberapa butir pertanyaan dalam angket hanya untuk memperkuat butir-butir pertanyaan yang lainnya. Data yang terkumpul dianalisis sebagai dasar untuk melakukan penelitian.

3. Observasi

Observasi dilakukan pada dua objek yaitu guru dan siswa. Observasi ini digunakan untuk melihat sejauhmana keterlaksanaan model pembelajaran kreatif dan produktif oleh guru dan siswa. Observasi ini dibuat dalam bentuk cheklist (). Jadi dalam pengisiannya, observer memberikan tanda cheklist () pada kolom yang telah disediakan.


(20)

4. Instrumen Tes

Instrumen tes (soal pilihan ganda) ini dimaksudkan untuk mengukur peningkatan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada ranah kognitif terhadap konsep fisika yang diberikan.

a. Tes Keterampilan Berpikir Kritis

Tes keterampilan berpikir kritis mencakup soal-soal yang menuntut siswa untuk mampu mencari persamaan dan perbedaan, kemampuan memberikan alasan, menggeneralisasi, berhipotesis, dan mengaplikasikan konsep. Kelima kemampuan tersebut ini sesuai dengan sebagian indikator keterampilan berpikir kritis Robert H. Ennis.

b. Tes Hasil Belajar Siswa Pada Ranah Kognitif

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal yang menguji pemahaman siswa ditinjau berdasarkan taksonomi Bloom dengan aspek pemahaman (comprehension) yang dinyatakan sebagai C2, aspek penerapan (aplication) yang dinyatakan sebagai C3, dan aspek analisis (analysis) yang dinyatakan sebagai C4.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam menyusun instrumen penelitian adalah sebagai berikut:

 Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran untuk materi yang akan diberikan.

 Membuat kisi-kisi instrumen penelitian untuk materi yang akan diberikan.

 Menyusun instrumen penelitian berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat.

 Melakukan judgement terhadap instrumen penelitian yang telah dibuat.

 Melakukan uji coba instrumen penelitian terhadap siswa.

 Setelah instrumen diujicobakan kemudian diolah dengan menghitung validitas, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan reliabilitasnya untuk


(21)

mengetahui apakah instrumen itu dapat digunakan untuk melakukan

pretest dan posttest.

E. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu:

1. Tahap Persiapan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan meliputi:

 Menentukan masalah yang akan dikaji. Untuk menentukan masalah yang akan dikaji, peneliti melakukan kegiatan observasi, yaitu melakukan wawancara terhadap guru mata pelajaran fisika dan mengamati kegiatan pembelajaran fisika di dalam kelas,.

 Melakukan tes untuk mengetahui kemampuan siswa pada pembelajaran fisika.

 Studi literatur, dilakukan untuk memperoleh teori yang akurat mengenai permasalahan yang akan dikaji.

 Melakukan studi kurikulum mengenai pokok bahasan yang dijadikan penelitian untuk mengetahui kompetensi dasar yang hendak dicapai.

 Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, dan Skenario Pembelajaran yang mengacu pada tahapan model pembelajaran kreatif dan produktif.

 Membuat dan menyusun instrumen penelitian.

 Melakukan judgement instrumen penelitian oleh dua orang dosen ahli.

 Memperbaiki instrument hasil judgement.

 Melakukan uji coba instrumen penelitian.

 Menganalisis hasil uji coba instrumen penelitian dan kemudian menentukan soal yang layak digunakan sebagai instrumen penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan


(22)

 Memberikan tes awal (pretest) untuk mengukur keterampilan berpikir kritis dan kemampuan kognitif siswa sebelum diberi perlakuan (treatment).

 Memberikan perlakuan yaitu dengan cara menerapkan model pembelajaran kreatif dan produktif pada pembelajaran fisika dan diamati oleh observer selama pembelajaran.

 Memberikan tes akhir (posttest) untuk mengukur peningkatan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada ranah kognitif setelah diberi perlakuan.

3. Tahap Akhir

Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini antara lain :

 Mengolah data hasil pretest dan posttest serta menganalisis instrumen tes lainnya.

 Membandingkan hasil analisis data instrumen tes antara sebelum diberi perlakuan (pretest) dan setelah diberi perlakuan (posttest) untuk melihat dan menentukan apakah terdapat peningkatan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada ranah kognitif setelah diterapkan model pembelajaran kreatif dan produktif.

 Memberikan kesimpulan berdasarkan hasil yang dipeoleh dari pengolahan data.

 Memberikan saran-saran terhadap aspek-aspek penelitian yang kurang sesuai.

Untuk lebih jelasnya, alur penelitian yang dilakukan dapat digambarkan sebagai gambar 3.1 berikut:


(23)

Gambar 3.2

Diagram Alur Proses Penelitian

F. Teknik Analisis Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitian. Kualitas instrumen sebagai alat pengambil data harus teruji kelayakannya dari segi validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran.

Tahap Persiapan

Pengolahan Data Kesimpulan

Pretest

Observasi

Kegiatan Belajar Mengajar dengan

Model Kreatif dan Produktif Posttest Rumusan Masalah

Solusi Pembuatan Instrumen Penelitian

(Judgement, Uji Coba dan Analisis) dan Perangkat Pembelajaran

Studi Litelatur Studi Pendahuluan

Tahap Pelaksanaan


(24)

1. Analisis validitas instrumen uji coba

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Suharsimi Arikunto, 2006: 168). Scarvia B. Anderson (Suharsimi Arikunto, 2007: 65) menyatakan bahwa sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Nilai validitas dapat ditentukan dengan menggunakan perumusan:

p t

pbi

t

M M p

S q

  

(Suharsimi Arikunto, 2007: 79) Keterangan:

γpbi = koefisien korelasi biserial

Mp = rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari validitasnya.

Mt = rerata skor total

St = standar deviasi dari skor total siswa p = proporsi siswa yang menjawab benar q = proporsi siswa yang menjawab salah

Untuk menginterpretasikan nilai koefisien korelasi biserial yang diperoleh dari perhitungan di atas, digunakan kriteria validitas butir soal seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1

Interpretasi Validitas Butir Soal

Interval Kriteria

0,81 – 1,00 Sangat Tinggi

0,61 – 0,80 Tinggi

0,41 – 0,60 Cukup

0,21 – 0,40 Rendah 0,00 – 0,20 Sangat Rendah


(25)

2. Analisis reliabilitas instrumen uji coba

Reliabilitas adalah tingkat kejegan (konsistensi) suatu tes, yakni sejauh mana tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg (konsisten) walaupun diteskan pada situasi yang berbeda-beda (Syambasri Munaf, 2001: 59).

Nilai reliabilitas dapat ditentukan dengan menentukan koefisien reliabilitas. Teknik yang digunakan untuk menentukan reliabilitas tes dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode yang diketemukan oleh Kuder dan Richardson, yaitu rumus K-R. 20. Teknik ini digunakan karena banyak item soal yang digunakan berjumlah ganjil yaitu sebanyak 25 soal. Oleh karena itu, jika dibelah dua tidak terdapat keseimbangan antara belahan yang pertama dan belahan yang kedua. Rumus K-R. 20 tersebut adalah:

2

11 2

1

s pq

n r

n s

  

 

 



Keterangan:

r11 = reliabilitas instrumen tes secara keseluruhan p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar

q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q=1-p)

Σpq = jumlah hasil perkalian antara p dan q n = banyaknya item

S = standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar varians) (Suharsimi Arikunto, 2007: 100-101) Untuk menginterpretasikan nilai r11 yang diperoleh dari perhitungan di atas, digunakan kriteria reliabilitas instrumen tes seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.2.


(26)

Tabel 3.2

Interpretasi Reliabilitas Instrumen Tes

Koefisien Korelasi Kriteria

0,80 < r11 ≤ 1,00 Sangat Tinggi 0,60 < r11 ≤ 0,80 Tinggi 0,40 < r11 ≤ 0,60 Cukup 0,20 < r11≤ 0,40 Rendah

0,00 < r11 ≤ 0,20 Sangat Rendah

(Suharsimi Arikunto, 2007: 75)

3. Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal

Tingkat kesukaran merupakan bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya sesuatu soal (Suharsimi Arikunto, 2007: 207). Tingkat kesukaran dapat juga disebut sebagai taraf kemudahan. Menurut Syambasri Munaf (2001: 62) taraf kemudahan suatu butir soal ialah proporsi dari keseluruhan siswa yang menjawab benar pada butir soal tersebut.

Analisis tingkat kesukaran dimaksudkan untuk mengetahui apakah soal tersebut tergolong mudah atau sukar. Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal.

Untuk menghitung tingkat kesukaran tiap butir soal digunakan persamaan:

B P

JS

(Suharsimi Arikunto, 2007: 208) Keterangan:

P = indeks kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar

JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

Nilai P yang diperoleh dapat diinterpretasikan untuk menentukan tingkat kesukaran butir soal dengan menggunakan kriteria pada tabel 3.3.


(27)

Tabel 3.3

Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Soal

Nilai P Kriteria

0,00-0,30 Sukar

0,31-0,70 Sedang

0,71-1,00 Mudah

(Suharsimi Arikunto, 2007: 210)

4. Analisis Daya Pembeda Butir Soal

Daya pembeda merupakan kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. (Suharsimi Arikunto, 2009: 211).

Untuk menentukan nilai daya pembeda maka digunakan rumus sebagai berikut :

A B

A B

A B

B B

DP P P

J J

   

(Suharsimi Arikunto, 2007: 213) Keterangan:

DP = daya pembeda butir soal.

BA = banyak peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar.

BB = banyak peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar.

JA = banyaknya peserta kelompok atas.

JB = banyaknya peserta kelompok bawah.

Nilai DP yang diperoleh dapat diinterpretasikan untuk menentukan daya pembeda butir soal dengan menggunakan kriteria pada Tabel 3.4.


(28)

Tabel 3.4

Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal

Nilai DP Kriteria

Negatif Soal Dibuang

0,00 – 0,20 Jelek

0,21 – 0,40 Cukup

0,41 – 0,70 Baik

0,71 – 1,00 Baik Sekali

(Suharsimi Arikunto, 2007: 218)

G. Hasil Uji Coba Instrumen Tes

Untuk memperoleh instrumen tes yang baik, maka instrumen tes harus diujicobakan terlebih dahulu. Uji coba instrumen tes ini dilakukan di kelas XI IPA yang telah mempelajari materi yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian di sekolah yang sama dengan tempat akan dilakukannya penelitian. Data hasil uji coba kemudian dianalisis dengan menghitung nilai validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembedanya agar diperoleh instrumen yang baik dan layak digunakan dalam penelitian.

Instrumen tes dibuat dalam dua perangkat soal, yaitu seperangkat soal tes keterampilan berpikir kritis dan seperangkat soal hasil belajar siswa pada ranah kognitif sehingga analisis terhadap kedua instrumen ini pun dipisahkan.

1. Hasil Uji Coba Tes Keterampilan Berpikir Kritis

Tabel 3.5

Hasil Analisis Uji Coba Tes Keterampilan Berpikir Kritis No

Soal

Validitas Tingkat

Kesukaran Daya Pembeda Keputusan Nilai Kriteria Nilai Kriteria Nilai Kriteria

1 0,35 Rendah 0,88 Mudah 0,24 Cukup Diperbaiki 2 0,32 Rendah 0,86 Mudah 0,29 Cukup Diperbaiki 3 0,43 Cukup 0,21 Sukar 0,24 Cukup Digunakan 4 0,50 Cukup 0,19 Sukar 0,29 Cukup Digunakan 5 0,47 Cukup 0,60 Sedang 0,43 Baik Digunakan 6 0,33 Rendah 0,64 Sedang 0,24 Cukup Diperbaiki 7 0,01 Sangat

Rendah 0,14 Sukar 0,00 Jelek

Tidak digunakan 8 0,42 Cukup 0,19 Sukar 0,29 Cukup Digunakan 9 0,52 Cukup 0,19 Sukar 0,38 Cukup Digunakan


(29)

No Soal

Validitas Tingkat

Kesukaran Daya Pembeda Keputusan Nilai Kriteria Nilai Kriteria Nilai Kriteria

10 0,38 Rendah 0,67 Sedang 0,29 Cukup Diperbaiki 11 0,13 Sangat

Rendah 0,45 Sedang 0,24 Cukup

Tidak digunakan 12 0,45 Cukup 0,60 Sedang 0,33 Cukup Digunakan 13 0,39 Rendah 0,67 Sedang 0,29 Cukup Diperbaiki 14 0,46 Cukup 0,71 Mudah 0,29 Cukup Digunakan 15 0,08 Sangat

Rendah 0,17 Sukar 0,14 Jelek

Tidak digunakan 16 0,44 Cukup 0,69 Sedang 0,33 Cukup Digunakan 17 0,50 Cukup 0,14 Sukar 0,29 Cukup Digunakan 18 0,40 Rendah 0,62 Sedang 0,38 Cukup Diperbaiki 19 -0,07 Tidak

Valid 0,29 Sukar -0,10 Dibuang Dibuang 20 0,47 Cukup 0,67 Sedang 0,29 Cukup Digunakan

Reliabilitas 0,64 Kriteria Tinggi Hasil perhitungan tingkat kesukaran tes, daya pembeda, validitas, dan reabilitas serta hasil interpretasi untuk instrumen tes keterampilan berpikir kritis dapat dilihat pada tabel di atas. Hasil perhitungan menunjukan bahwa tingkat kesukaran dari 20 soal yang diujicobakan dengan kategori mudah sebesar 15% atau sebanyak tiga butir soal, kategori sedang sebesar 45% atau sebanyak 9 butir soal, dan kategori sukar sebesar 40% atau sebanyak tujuh butir soal. Daya pembeda dari 20 soal yang diujicobakan dengan kategori jelek sebesar 10% atau sebanyak dua butir soal, kategori cukup sebesar 80% atau sebanyak 16 butir soal, kategori baik sebesar 5% atau sebanyak satu butir soal, dan kategori dibuang sebesar 5% atau sebanyak satu butir. Selain itu dari tabel tersebut diperoleh informasi bahwa validitas tes dari 20 soal yang diujicobakan dengan kategori sangat rendah sebesar 15% atau sebanyak tiga butir soal, kategori rendah sebesar 30% atau sebanyak enam butir soal, kategori cukup sebesar 50% atau sebanyak 10 butir soal, dan tidak valid sebesar 5% atau sebanyak satu butir soal. Sedangkan hasil perhitungan reliabititas tes semua soal dinyatakan reliabel dengan kriteria tinggi yaitu 0,64.


(30)

Setelah menganalisis hasil uji coba soal tersebut maka soal yang digunakan peneliti berjumlah 16 soal dari 20 soal yang dibuat dengan membuang soal dengan kategori tidak valid dan sangat rendah, serta memperbaiki beberapa soal yang dianggap masih kurang baik yaitu soal yang memiliki validitas rendah. Soal-soal tersebut diperbaiki dari segi konsep, bahasa, dan kesesuainnya dengan indikator. Setelah dirasa cukup melakukan perbaikan, penulis menetapkan untuk menggunakan soal-soal tersebut dalam penelitian.

2. Hasil Uji Coba Tes Hasil Belajar pada Ranah Kognitif

Tabel 3.6

Hasil Analisis Uji Coba Tes Hasil Belajar pada Ranah Kognitif No Validitas

Tingkat

Kesukaran Daya Pembeda Keputusan Nilai Kriteria Nilai Kriteria Nilai Kriteria

1 0,47 Cukup 0,50 Sedang 0,43 Baik Digunakan 2 0,36 Rendah 0,60 Sedang 0,24 Cukup Diperbaiki 3 0,47 Cukup 0,69 Sedang 0,43 Baik Digunakan 4 0,29 Rendah 0,60 Sedang 0,24 Cukup Diperbaiki 5 0,52 Cukup 0,69 Sedang 0,43 Baik Digunakan 6 0,51 Cukup 0,64 Sedang 0,43 Baik Digunakan 7 0,40 Cukup 0,76 Mudah 0,29 Cukup Digunakan 8 0,35 Rendah 0,86 Mudah 0,19 Jelek Tidak

digunakan 9 0,06 Sangat

Rendah 0,29 Sukar -0,10

Dibuan g

Tidak digunakan 10 0,34 Rendah 0,21 Sukar 0,33 Cukup Diperbaiki 11 0,45 Cukup 0,38 Sedang 0,29 Cukup Digunakan 12 0,42 Cukup 0,76 Mudah 0,38 Cukup Digunakan 13 0,35 Rendah 0,69 Sedang 0,33 Cukup Diperbaiki 14 0,00 Sangat

Rendah 0,88 Mudah -0,05

Dibuan

g Dibuang

15 0,36 Rendah 0,17 Sukar 0,24 Cukup Digunakan 16 0,32 Rendah 0,67 Sedang 0,29 Cukup Digunakan 17 0,06 Sangat

Rendah 0,21 Sukar 0,05 Jelek

Tidak digunakan 18 0,48 Valid 0,17 Sukar 0,33 Cukup Digunakan 19 0,55 Cukup 0,21 Sukar 0,43 Baik Digunakan

Reliabilitas 0,65 Kriteria Tinggi


(31)

Hasil perhitungan tingkat kesukaran tes, daya pembeda, validitas, dan reabilitas serta hasil interpretasi untuk instrumen tes hasil belajar pada ranah kognitif dapat dilihat pada tabel di atas. Hasil perhitungan menunjukan bahwa tingkat kesukaran dari 19 soal yang diujicobakan dengan kategori mudah sebesar 21% atau sebanyak empat butir soal, kategori sedang sebesar 47% atau sebanyak sembilan butir soal, dan kategori sukar sebesar 32% atau sebanyak enam butir soal. Daya pembeda dari 19 soal yang diujicobakan dengan kategori jelek sebesar 10,5% atau sebanyak dua butir soal, kategori cukup sebesar 52,6% atau sebanyak sepuluh butir soal, kategori baik sebesar 26,4% atau sebanyak lima butir soal, dan kategori dibuang sebesar 10,5% atau sebanyak dua butir soal. Selain itu dari tabel tersebut diperoleh informasi bahwa validitas tes dari 19 soal yang diujicobakan dengan kategori sangat rendah sebesar 16% atau sebanyak tiga butir soal, kategori rendah sebesar 42% atau sebanyak 8 butir soal, kategori cukup sebesar 42% atau sebanyak 8 butir soal. Sedangkan hasil perhitungan reliabititas tes semua soal dinyatakan reliabel dengan kriteria tinggi yaitu 0,65.

Setelah menganalisis hasil uji coba soal tersebut maka soal yang digunakan peneliti berjumlah 15 soal dari 19 soal yang dibuat dengan membuang soal dengan kategori tidak valid, sangat rendah dan kategori daya pembeda jelek, serta memperbaiki beberapa soal yang dianggap masih kurang baik yaitu soal yang memiliki validitas rendah. Soal-soal tersebut diperbaiki dari segi konsep, bahasa, dan kesesuainnya dengan indikator. Setelah dirasa cukup melakukan perbaikan, penulis menetapkan untuk menggunakan soal-soal tersebut dalam penelitian.

H. Teknik Pengolahan Data 1. Data Skor Tes

Dalam penelitian ini, data skor tes digunakan untuk mengukur penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa. Skor tes ini berasal dari nilai tes awal dan tes akhir. Teknik pengolahan data yang


(32)

dilakukan untuk masing-masing nilai tes pemahaman konsep dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Pemberian Skor

Skor untuk soal pilihan ganda ditentukan berdasarkan metode

Rights Only, yaitu jawaban benar diberi skor satu dan jawaban salah atau butir soal yang tidak dijawab diberi skor nol. Skor setiap siswa ditentukan dengan menghitung jumlah jawaban yang benar.

Pemberian skor dihitung dengan menggunakan rumus berikut.

S  R

Keterangan:

S = Skor siswa

R = Jawaban siswa yang benar b. Perhitungan Skor Gain

Skor gain (gain aktual) diperoleh dari selisih skor tes awal dan tes akhir. Perbedaan skor tes awal dan tes akhir ini diasumsikan sebagai efek dari treatment (Panggabean, 1996). Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai gain adalah:

f i

GSS

Keterangan :

G = gain

Sf = skor tes awal

Si = skor tes akhir

c. Perhitungan Gain yang Dinormalisasi

Perhitungan nilai gain yang dinormalisasi diinterpretasikan sebagai kriteria untuk menunjukkan besarnya peningkatan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada ranah kognitif berdasarkan skor pretest dan posttest. Untuk perhitungan nilai gain yang dinormalisasi dan pengklasifikasiannya akan digunakan persamaan (Hake,1997) sebagai berikut:


(33)

Rata-rata gain yang dinormalisasi (<g>) dirumuskan sebagai :

(% % )

%

% (100 % )

f i maks i S S G g G S                 Keterangan :

g = rata-rata gain yang dinormalisasi

G = rata-rata gain aktual

Gmaks= gain maksimum yang mungkin terjadi

Sf  = rata-rata skor tes akhir

Si = rata-rata skor tes awal

Nilai g yang diperoleh diinterpretasikan dengan klasifikasi pada tabel 3.7.

Tabel 3.7

Interpretasi Nilai Gain yang Dinormalisasi

Nilai gKlasifikasi

g 0,7 Tinggi 0,7 > g 0,3 Sedang

g < 0,3 Rendah

(Hake, 1997)

2. Analisis Data Hasil Observasi

Observasi guru dilakukan untuk mengetahui keterlaksanaan model pembelajaran analogi. Adapun tahapan analisis data observasi keterlaksanaan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Menjumlahkan keterlaksanaan indikator model pembelajaran analogi yang terdapat pada lembar observasi yang telah diamati oleh observer.

b. Menghitung persentase keterlaksanaannya dengan menggunakan rumus:

Persentase = Skor Hasil Observasi x 100%

Skor Total

Pada penelitian ini persentase minimal keterlaksanaan model pembelajaran oleh guru dibatasi sebesar 90%, sedangkan persentase


(34)

minimal keterlaksanaan model pembelajaran oleh siswa sebesar 80%. Untuk mengetahui kategori keterlaksanaan model pembelajaran kreatif dan produktif yang dilakukan oleh guru dan siswa, dapat diinterpretasikan pada tabel 3.8 berikut:

Tabel 3.8

Kriteria Keterlaksanaan Model Pembelajaran Persentase (%) Kategori

0,00 - 24,90 Sangat Kurang

25,00 - 37,50 Kurang

37,60 - 62,50 Sedang

62,60 - 87,50 Baik

87,60 - 100,00 Sangat Baik


(35)

Suryoadhi Wirawan , 2013

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di salah satu SMA Swasta di Kota Bandung pada kelas X-4 Semester II, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Keterampilan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran fisika meningkat setelah diterapkan model pembelajaran kreatif dan produktif dengan kategori sedang.

2. Hasil belajar siswa pada ranah kognitif pada mata pelajaran fisika meningkat setelah diterapkan model pembelajaran kreatif dan produktif dengan kategori sedang.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat di ajukan beberapa saran, antara lain:

1. Hasil belajar pada penelitian ini hanya terbatas pada pokok bahasan Listrik Dinamis. Sehingga dapat dikembangkan pada pokok bahasan fisika lainnya dengan menerapkan model pembelajaran kreatif dan produktif.

2. Pada penelitian ini hanya terbatas untuk mengetahui peningkatan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar pada ranah kognitif. Oleh karena ini dapat dikembangkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui korelasi peningkatan keterampilan berpikir kritis dengan hasil belajar pada ranah kognitif.


(36)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Costa , Arthur L. (1985). Developing Mind.

Ennis, Robert H. (2011). The Nature of Critical Thinking: An Outline of Critical Thinking Dispositions and Abilities.

Fisher, Alec. (2001). Critical Thinking: an Introduction.

Hake, Richard. R. (1997). Interactive Engagement Methods In Introductory Mechanics Courses. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/IEM-2b.pdf, accessed on. [20 Juli 2010]

Johnson, Elaine B. (2007). Contextual Teaching & Learning. Bandung: MIZAN Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2011). Peningkatan kualitas

Pembelajaran.

Nuh, Usep. (2007). Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan. Panggabean, Luhut P. (1996). Penelitian Pendidikan. Bandung: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA IKIP BANDUNG.

Pribadi, Benny A. (2010). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat

Rusman. (2011). Model-model Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.

Sagala, syaiful (2009). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: ALFABETA Sanjaya, Wina. (2007). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Sudjana. (1996). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito

Sudjana, Nana. (2011). Penilaian Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosdakarya.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2008). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas pendidikan Indonesia.


(1)

Hasil perhitungan tingkat kesukaran tes, daya pembeda, validitas, dan reabilitas serta hasil interpretasi untuk instrumen tes hasil belajar pada ranah kognitif dapat dilihat pada tabel di atas. Hasil perhitungan menunjukan bahwa tingkat kesukaran dari 19 soal yang diujicobakan dengan kategori mudah sebesar 21% atau sebanyak empat butir soal, kategori sedang sebesar 47% atau sebanyak sembilan butir soal, dan kategori sukar sebesar 32% atau sebanyak enam butir soal. Daya pembeda dari 19 soal yang diujicobakan dengan kategori jelek sebesar 10,5% atau sebanyak dua butir soal, kategori cukup sebesar 52,6% atau sebanyak sepuluh butir soal, kategori baik sebesar 26,4% atau sebanyak lima butir soal, dan kategori dibuang sebesar 10,5% atau sebanyak dua butir soal. Selain itu dari tabel tersebut diperoleh informasi bahwa validitas tes dari 19 soal yang diujicobakan dengan kategori sangat rendah sebesar 16% atau sebanyak tiga butir soal, kategori rendah sebesar 42% atau sebanyak 8 butir soal, kategori cukup sebesar 42% atau sebanyak 8 butir soal. Sedangkan hasil perhitungan reliabititas tes semua soal dinyatakan reliabel dengan kriteria tinggi yaitu 0,65.

Setelah menganalisis hasil uji coba soal tersebut maka soal yang digunakan peneliti berjumlah 15 soal dari 19 soal yang dibuat dengan membuang soal dengan kategori tidak valid, sangat rendah dan kategori daya pembeda jelek, serta memperbaiki beberapa soal yang dianggap masih kurang baik yaitu soal yang memiliki validitas rendah. Soal-soal tersebut diperbaiki dari segi konsep, bahasa, dan kesesuainnya dengan indikator. Setelah dirasa cukup melakukan perbaikan, penulis menetapkan untuk menggunakan soal-soal tersebut dalam penelitian.

H. Teknik Pengolahan Data 1. Data Skor Tes

Dalam penelitian ini, data skor tes digunakan untuk mengukur penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa. Skor tes ini berasal dari nilai tes awal dan tes akhir. Teknik pengolahan data yang


(2)

39

Suryoadhi Wirawan , 2013

Penerapan Model Pembelajaran Kreatif Dan Produktif Dalam Pembelajaran Fisika Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Dan Hasil Belajar Siswa Sma

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dilakukan untuk masing-masing nilai tes pemahaman konsep dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Pemberian Skor

Skor untuk soal pilihan ganda ditentukan berdasarkan metode

Rights Only, yaitu jawaban benar diberi skor satu dan jawaban salah

atau butir soal yang tidak dijawab diberi skor nol. Skor setiap siswa ditentukan dengan menghitung jumlah jawaban yang benar.

Pemberian skor dihitung dengan menggunakan rumus berikut.

S  R

Keterangan:

S = Skor siswa

R = Jawaban siswa yang benar b. Perhitungan Skor Gain

Skor gain (gain aktual) diperoleh dari selisih skor tes awal dan tes akhir. Perbedaan skor tes awal dan tes akhir ini diasumsikan sebagai efek dari treatment (Panggabean, 1996). Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai gain adalah:

f i

GSS

Keterangan :

G = gain

Sf = skor tes awal

Si = skor tes akhir

c. Perhitungan Gain yang Dinormalisasi

Perhitungan nilai gain yang dinormalisasi diinterpretasikan sebagai kriteria untuk menunjukkan besarnya peningkatan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada ranah kognitif berdasarkan skor pretest dan posttest. Untuk perhitungan nilai gain yang dinormalisasi dan pengklasifikasiannya akan digunakan persamaan (Hake,1997) sebagai berikut:


(3)

Rata-rata gain yang dinormalisasi (<g>) dirumuskan sebagai :

(% % )

%

% (100 % )

f i

maks i

S S

G g

G S

      

   

    

Keterangan :

g = rata-rata gain yang dinormalisasi G = rata-rata gain aktual

Gmaks= gain maksimum yang mungkin terjadi Sf  = rata-rata skor tes akhir

Si = rata-rata skor tes awal

Nilai g yang diperoleh diinterpretasikan dengan klasifikasi pada tabel 3.7.

Tabel 3.7

Interpretasi Nilai Gain yang Dinormalisasi

Nilai gKlasifikasi

g 0,7 Tinggi 0,7 > g 0,3 Sedang g < 0,3 Rendah

(Hake, 1997)

2. Analisis Data Hasil Observasi

Observasi guru dilakukan untuk mengetahui keterlaksanaan model pembelajaran analogi. Adapun tahapan analisis data observasi keterlaksanaan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Menjumlahkan keterlaksanaan indikator model pembelajaran analogi yang terdapat pada lembar observasi yang telah diamati oleh observer.

b. Menghitung persentase keterlaksanaannya dengan menggunakan rumus:

Persentase = Skor Hasil Observasi x 100%


(4)

41

Suryoadhi Wirawan , 2013

Penerapan Model Pembelajaran Kreatif Dan Produktif Dalam Pembelajaran Fisika Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Dan Hasil Belajar Siswa Sma

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

minimal keterlaksanaan model pembelajaran oleh siswa sebesar 80%. Untuk mengetahui kategori keterlaksanaan model pembelajaran kreatif dan produktif yang dilakukan oleh guru dan siswa, dapat diinterpretasikan pada tabel 3.8 berikut:

Tabel 3.8

Kriteria Keterlaksanaan Model Pembelajaran Persentase (%) Kategori

0,00 - 24,90 Sangat Kurang

25,00 - 37,50 Kurang

37,60 - 62,50 Sedang

62,60 - 87,50 Baik

87,60 - 100,00 Sangat Baik


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di salah satu SMA Swasta di Kota Bandung pada kelas X-4 Semester II, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Keterampilan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran fisika meningkat setelah diterapkan model pembelajaran kreatif dan produktif dengan kategori sedang.

2. Hasil belajar siswa pada ranah kognitif pada mata pelajaran fisika meningkat setelah diterapkan model pembelajaran kreatif dan produktif dengan kategori sedang.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat di ajukan beberapa saran, antara lain:

1. Hasil belajar pada penelitian ini hanya terbatas pada pokok bahasan Listrik Dinamis. Sehingga dapat dikembangkan pada pokok bahasan fisika lainnya dengan menerapkan model pembelajaran kreatif dan produktif.

2. Pada penelitian ini hanya terbatas untuk mengetahui peningkatan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar pada ranah kognitif. Oleh karena ini dapat dikembangkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui korelasi peningkatan keterampilan berpikir kritis dengan hasil belajar pada ranah kognitif.


(6)

Suryoadhi Wirawan , 2013

Penerapan Model Pembelajaran Kreatif Dan Produktif Dalam Pembelajaran Fisika Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Dan Hasil Belajar Siswa Sma

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Costa , Arthur L. (1985). Developing Mind.

Ennis, Robert H. (2011). The Nature of Critical Thinking: An Outline of Critical

Thinking Dispositions and Abilities.

Fisher, Alec. (2001). Critical Thinking: an Introduction.

Hake, Richard. R. (1997). Interactive Engagement Methods In Introductory

Mechanics Courses. Tersedia:

http://www.physics.indiana.edu/~sdi/IEM-2b.pdf, accessed on. [20 Juli 2010]

Johnson, Elaine B. (2007). Contextual Teaching & Learning. Bandung: MIZAN Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2011). Peningkatan kualitas

Pembelajaran.

Nuh, Usep. (2007). Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dalam

Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa. Skripsi pada

Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan. Panggabean, Luhut P. (1996). Penelitian Pendidikan. Bandung: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA IKIP BANDUNG.

Pribadi, Benny A. (2010). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat

Rusman. (2011). Model-model Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.

Sagala, syaiful (2009). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: ALFABETA Sanjaya, Wina. (2007). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Sudjana. (1996). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito

Sudjana, Nana. (2011). Penilaian Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosdakarya.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2008). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas pendidikan Indonesia.