Analisis Pelaksanaan Pemberian Rujukan Pasien Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Padang Bulan Selayang II Pada Tahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asuransi Kesehatan
2.1.8 Pengertian Asuransi Kesehatan
Asuransi adalah perjanjian antar dua pihak atau lebih yang pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi
asuransi untuk memberikan pergantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul
akibat suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran
yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
(UU RI No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Peransuransian)
Asuransi

yang dikutip dari

Ather suatu instrument

sosial

yang


menggabungkan resiko individu menjadi resiko kelompok dan menggunakan dana
yang dikumpulkan oleh kelompok tersebut untuk membayar kerugian yang
diderita. Dalam asuransi kesehatan, resiko sakit secara bersama-sama di tanggung
oleh peserta dengan mengumpulkan premi ke perusahaan atau badan
penyelenggara asuransi kemudian pihak asuransi mentransfer resiko individu
kesuatu kelompok dan membagi bersama jumlah kerugian dengan proporsi yang
adil oleh seluruh anggota kelompok (Ilyas, 2006)

9
Universitas Sumatera Utara

2.1.9 Jaminan Kesehatan Nasional
Kata “Jaminan” secara bahasa dapat diartikan asuransi (insurance),
peyakinan (assurance), janji (promise), dan dapat berarti pengamanan (security)
kata Jaminan yang berarti asuransi di Indonesia berakar dari proses pengumpulan
dana bersama untuk kepentingan bersama yang memiliki arti transfer resiko.
(Thabrany, 2014)
Dalam Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Dalam
Sistem Jaminan Sosial Nasional, beberapa pengertian yang patut diketahui terkait

dengan asuransi tersebut adalah Asuransi sosial merupakan mekanisme
pengumpulan iuran yang bersifat wajib dari peserta, guna memberikan
perlindungan kepada peserta atas risiko sosial ekonomi yang menimpa mereka
dan atau anggota keluarganya.
Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah tata cara penyelenggaraan program
Jaminan Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan
BPJS Ketenagakerjaan. Jaminan Sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk
menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang
layak.
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia
merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan
Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan
Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar
semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka

10
Universitas Sumatera Utara

dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak. (UU SJSN

No.40 tahun 2004)
2.1.10 Prinsip-prinsip Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN)
Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) berikut:
1. Prinsip Kegotongroyongan
Gotong-royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam
hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan
kita. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu
membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang
sakit atau yang berisiko tinggi. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN
bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan
demikian,

melalui

prinsip

gotong

royong


jaminan

sosial

dapat

menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Prinsip Nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba ( for profit oriented ).
Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya
kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana
amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesarbesarnya untuk kepentingan peserta.

11
Universitas Sumatera Utara

3. Prinsip Keterbukaan
Kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Dengan prinsip

manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal
dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.
4. Prinsip Portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan
jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah
pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
5. Prinsip Kepesertaan Bersifat Wajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta
sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh
rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat
dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama
dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal
dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.
6. Prinsip Dana Amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada
badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.


12
Universitas Sumatera Utara

7. Prinsip Hasil Pengelolaan Dana Jaminan Sosial
Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk
sebesar-besar kepentingan peserta (Kemenkes, 2014).
2.1.11 Kepesertaan Peserta Jaminan Kesehatan Nasional
Dalam Peraturan Presiden nomor 12 Tahun 2013, Peserta adalah setiap
orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di
Indonesia, yang telah membayar Iuran. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja
dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain. Pemberi Kerja
adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang
mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang mempekerjakan
pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.
Peserta tersebut meliputi Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN
dengan rincian sebagai berikut:
a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin
dan orang tidak mampu.
b. Peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang
tidak mampu yang terdiri atas :

1. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu :
a. Pegawai Negeri Sipil;
b. Anggota TNI;
c. Anggota Polri;
d. Pejabat Negara;
e. Pegawai Pemerintahan Non Pegawai Negeri

13
Universitas Sumatera Utara

f. Pegawai Swasta; dan
g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai huruf f yang menerima
upah.
2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
a. Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri;
b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima upah;
c. Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga
negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam)
bulan.
3. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:

a. Investor;
b. Pemberi Kerja;
c. Penerima Pensiun;
d. Veteran;
e. Perintis Kemerdekaan; dan
f. Bukan pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai huruf e yang
mampu membayar iuran.
4. Penerima pensiun terdiri atas:
a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
b. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
c. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
d. Penerima Pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c;

14
Universitas Sumatera Utara

e. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang
mendapat hak pensiun;
f. Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi:

a) Istri atau suami yang sah dari peserta;
b) Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari
peserta, dengan kriteria: tidak atau belum pernah menikah atau
tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan belum berusia 21
tahun atau belum berusia 25 tahun yang masih melanjutkan
pendidikan formal;
c) Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan
anggota keluarga yang lain.
5. WNI di Luar Negeri
Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri
diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri. (PP
No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan)
2.1.12 Pembiayaan
a.

Iuran
Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara

teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau pemerintah untuk program Jaminan
Kesehatan.

b.

Pembayar Iuran
• Bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah.

15
Universitas Sumatera Utara

• Bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya dibayar oleh Pemberi Kerja
dan Pekerja.
• Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja
iuran dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.
• Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui Peraturan
Presiden dan di tinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan
sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak.

c. Pembayaran Iuran
Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan
berdasarkan Presentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau
sejumlah nominal tertentu (bukan peneriama upah dan PBI).

Setiap pemberi

kerja

wajib memungut

iuran dari

pekerjanya,

menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan
membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara
berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulannya). Apabila tanggal 10
(sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari berikutnya.
Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda administratif sebesar
2 % (dua persen) perbulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh
Pemberi Kerja. Peserta pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan
Pekerja wajib membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling
lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan.
Pembayaran iuran JKN dapat dilakukan diawal. BPJS Kesehatan menghitung

16
Universitas Sumatera Utara

kelebihan atau kekurangan iuran JKN sesuai dengan Gaji atau Upah Peserta.
Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS
Kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada Pemberi Kerja dan/atau
Peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya iuran
diperhitungkan dengan pembayaran iuran bulan berikutnya. Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara diatur dengan peraturan BPJS Kesehatan. (PP No.12
Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan)
2.1.13 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas 2 jenis, yaitu manfaat
medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non medis meliputi akomodasi
dan ambulans. Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas
kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis
habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis. Manfaat pelayanan promotif dan
preventif meliputi pemberian pelayanan:
a. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan
mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan
sehat.
b. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmette Guerin (BCG), Difteri Pertusis
Tetanus dan Hepatitis B (DPTHB), Polio, dan Campak.
c. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan
tubektomi bekerjasama dengan lembaga yang membidangi keluarga

17
Universitas Sumatera Utara

berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar
disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk
mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko
penyakit tertentu. Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat
komprehensif, masih ada manfaat yang tidak dijamin meliputi:
1. Tidak sesuai prosedur;
2. Pelayanan di luar Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS;
3. Pelayanan bertujuan kosmetik;
4. General checkup;
5. Pengobatan alternative;
6. Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi;
7. Pelayanan kesehatan pada saat bencana;
8. Pasien Bunuh Diri /Penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk
menyiksa diri sendiri/ Bunuh Diri/Narkoba (Kemenkes, 2014).
2.1.14 Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional
Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012
Tentang Sistem Kesehatan Nasional BAB V tentang cara penyelenggaraan JKN
menerangkan:
1. Pendayagunaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
a. Pemerintah bekerjasama dengan Pemerintah Daerah melakukan upaya
penempatan

tenaga

kesehatan

yang

ditujukan

untuk

mencapai

pemerataan yang berkeadilan dalam pembangunan kesehatan.

18
Universitas Sumatera Utara

b. Dalam rangka penempatan tenaga kesehatan untuk kepentingan
pelayanan publik dan pemerataan, Pemerintah/ Pemerintah Daerah
melakukan berbagai pengaturan untuk memberikan imbalan material atau
non material kepada tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan
kesehatan di daerah yang tidak diminati, seperti daerah terpencil, daerah
sangat terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, pulau-pulau terluar
dan terdepan, serta daerah bencana dan rawan konflik.
c. Dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia kesehatan yang
memiliki kompetensi sesuai standar kompetensi yang telah disahkan oleh
pemerintah,

perlu

dikembangkan

dan

melaksanakan

program

pendayagunaan sumber daya manusia kesehatan yang dibiayai oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau swasta.
2. Pembinaan dan Pengawasan Mutu Sumber Daya Manusia Kesehatan
a. Pembinaan,

penyelenggaraan,

pengembangan,

dan

pemberdayaan

sumberdaya manusia kesehatan diberbagai tingkatan dan/atau organisasi
memerlukan komitmen yang kuat dari Pemerintah dan Pemerintah
Daerahserta

dukungan

peraturan

perundang-undangan

mengenai

pengembangandan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan
tersebut.
b. Pembinaan dan pengawasan praktik profesi bagi tenaga kesehatan
dilakukan melalui uji kompetensi, sertifikasi, registrasi, dan pemberian
izin praktik/ izin kerja bagi tenaga kesehatan yang memenuhi syarat.

19
Universitas Sumatera Utara

c. Pengawasan sumber daya manusia kesehatan dilakukan untuk mencegah
terjadinya pelanggaran etik/disiplin/hukum yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan maupun tenaga pendukung/penunjang kesehatan yang bekerja
dalam bidang kesehatan. Pelanggaran etik dapat dikenakan sanksi etik
oleh organisasi profesi yang bersangkutan. Pelanggaran disiplin dapat
dikenakan sanksi disiplin sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Apabila pelanggaran tersebut menyebabkan kerugian
kepada pihak lain, maka dalam rangka melindungi masyarakat, yang
bersangkutan dapat dikenakan sanksi hukum sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Subsistem Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan
a. Pengertian
Subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan adalah
pengelolaan berbagai upaya yang menjamin keamanan, khasiat/manfaat,
mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. Sediaan farmasi
adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
b. Tujuan
Tujuan penyelenggaraan subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
makanan adalah tersedianya sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
makanan yang terjamin aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, dan
khusus untuk obat dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya guna
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

20
Universitas Sumatera Utara

c. Unsur-unsur
Unsur-unsur subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan
yang terdiri dari:
a. komoditi;
b. sumber daya;
c. pelayanan kefarmasian;
d. pengawasan; dan
e. pemberdayaan masyarakat.
Fasilitas sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan adalah
peralatan atau tempat yang harus memenuhi kebijakan yang telah
ditetapkan, baik di fasilitas produksi, distribusi maupun fasilitas
pelayanan

kesehatan

primer,

sekunder,

dan

tersier.

Pelayanan

kefarmasian ditujukan untuk dapat menjamin penggunaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan, secara rasional, aman, dan bermutu disemua
fasilitas pelayanan kesehatan dengan mengikuti kebijakan yang
ditetapkan. (PP No. 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehtan Nasional)
2.2 Pelaksanaan rujukan di Indonesia
Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan
kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal. Rujukan vertical
merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan dan dapat
dilakukan dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan

21
Universitas Sumatera Utara

yang lebih tinggi atau sebaliknya. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang
lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:
a.

Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;

b.

Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atauketenagaan.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan

pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila:
a. Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan
kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;
b. Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih
baik dalam menangani pasien tersebut;
c. Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan,
efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan
d. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatandan/atau
ketenagaan.
Rujukan horizontal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu
tingkatan dan dilakukan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas,
peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap. (PMK No.
001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan)

22
Universitas Sumatera Utara

23
Universitas Sumatera Utara

2.2.1 Syarat-syarat pelaksanaan rujukan
Adapun dengan demikian pelaksanaan rujukan yang ada di Indonesia
mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:
a. Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang, sesuai kebutuhan medis
dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama;
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari
pelayanan kesehatan tingkat pertama;
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari
pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama;
d. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter
gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama;
e. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ketentuan diatas dikecualikan pada
keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan kesehatan pasien,
dan pertimbangan geografis;
f. Sistem rujukan diwajibkan bagi pasien yang merupakan peserta jaminan
kesehatan atau asuransi kesehatan sosial dan pemberi pelayanan kesehatan;
g. Peserta asuransi kesehatan komersial mengikuti aturan yang berlaku sesuai
dengan ketentuan dalam polis asuransi dengan tetap mengikuti pelayanan
kesehatan yang berjenjang;
h. Setiap orang yang bukan peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan
sosial, dapat mengikuti sistem rujukan.
i. Rujukan harus mendapatkan persetujuan dari pasien dan/atau keluarganya.

24
Universitas Sumatera Utara

j. Persetujuan diberikan setelah pasien dan/atau keluarganya mendapatkan
penjelasan dari tenaga kesehatan yang berwenang.
k. Penjelasan tersebut sekurang-kurangnya meliputi:
diagnosis dan terapi dan/atau tindakan medis yang diperlukan; alasan dan
tujuan dilakukan rujukan; risiko yang dapat timbul apabila rujukan tidak
dilakukan; transportasi rujukan; dan risiko atau penyulit yang dapat timbul
selama dalam perjalanan. (PMK No. 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan
Pelayanan Kesehatan Perorangan)
2.3 Sistem Rujukan Berjenjang
2.3.1 Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan
Dalam Buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang Badan
penyelenggara Jaminan Sosial kesehatan tahun 2014 Sistem rujukan pelayanan
kesehatan adalah Penyelenggaraan Pelayanan kesehatan yang mengatur
pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik
baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan
kesehatan atau asuransi kesehatan sosial dan seluruh fasilitas kesehatan.

Gambar 2.2 Alur Pelayanan Kesehatan

25
Universitas Sumatera Utara

2.3.2

Ketentuan Umum

1. Pelayanan Kesehatan perorangan terdiri dari 3 tingkatan yaitu:
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua, dan
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga
2. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan
dasar yang diberi oleh fasilitas kesehatan tingakat pertama;
3. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan
spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis
yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik;
4. Pekayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub
spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub
spesialis yang menggunakan teknologi kesehatan sub spesialistik;
5. Dalam menjalankan pelayanan kesehatan fasilitas kesehatan tingakat
pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan
mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6. Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan
system rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak
sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS
kesehatan;
7. Fasilitas kesehatan yang tidak menerapakan sistem rujukan maka BPJS
kesehatan akan melakukan pemeriksaan secara berkala terhadap kinerja

26
Universitas Sumatera Utara

fasilitas kesehatan tersebut dan dapat berdampak pada lanjutan tingkat
pertama;
8. Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertical;
9. Rujukan horizontal merupakan rujukan yang dilakukan antar pelayanan
kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberi
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan individu ketenagaan yang sifatnya sementara atau
menetap;
10. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan
yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih
rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya;
11. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan
pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:
a. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau sub
spesialistik;
b. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau
ketenagaan.
12. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan
pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila:
a. Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan
kewenangannya;

27
Universitas Sumatera Utara

b. Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua
lebih baik dalam menangani pasien tersebut;
c. Membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan,
efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan
d. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan
dan/atau ketenagaan.

Gambar 2.3 Sistem Rujukan Berjenjang

28
Universitas Sumatera Utara

2.3.3 Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang
1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai
kebutuhan medis, yaitu:
a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas
kesehatan tingkat pertama;
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat
dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua;
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat
diberikan atas rujukan dari faskes primer;
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat
diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes
tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana
terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes
tersier.
3. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:
a. Terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi kegawat daruratan mengikuti
ketentuan yang berlaku;
b. Bencana, kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau
Pemerintah Daerah;
c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah
ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan
di fasilitas kesehatan lanjutan;

29
Universitas Sumatera Utara

d. Pertimbangan geografis; dan
e. Pertimbangan ketersediaan fasilitas.
4. Pelayanan oleh bidan dan perawat
a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan
kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundangundangan;
b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau
dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam
kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien,
yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi pemberi
pelayanan kesehatan tingkat pertama.
5. Rujukan Parsial
a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi
pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau
pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di
fasilitas kesehatan tersebut;
b. Rujukan parsial dapat berupa:
1. Pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau
tindakan;
2. Pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang.
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan
pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.

30
Universitas Sumatera Utara

2.3.4 Forum Komunikasi Antar Fasilitas Kesehatan
Untuk dapat mengoptimalisasikan sistem rujukan berjenjang, maka perlu
dibentuk forum komunikasi antar Fasilitas Kesehatan baik faskes yang setingkat
maupun antar tingkatan faskes, hal ini bertujuan agar fasilitas kesehatan tersebut
dapat melakukan koordinasi rujukan antar fasilitas kesehatan menggunakan
sarana komunikasi yang tersedia agar:
a. Faskes perujuk mendapatkan informasi mengenai ketersediaan sarana dan
prasarana serta kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan serta dapat
memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien sesuai
dengan kebutuhan medis;
b. Faskes tujuan rujukan mendapatkan informasi secara dini terhadap kondisi
pasien sehingga dapat mempersiapkan dan menyediakan perawatan sesuai
dengan kebutuhan medis. Forum Komunikasi antar Faskes dibentuk oleh
masing-masing Kantor Cabang BPJS Kesehatan sesuai dengan wilayah
kerjanya dengan menunjuk Person In charge (PIC) dari masing-masing
Faskes. Tugas PIC Faskes adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan
dalam rangka pelayanan rujukan.
2.3.5 Pembinaan Dan Pengawasan Sistem Rujukan Berjenjang
1. Ka Dinkes Kab/Kota dan organisasi profesi bertanggung jawab atas
pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat
pertama;

31
Universitas Sumatera Utara

2. Ka Dinkes provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab atas
pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat
kedua;
3. Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada
pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
2.3.6 Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Sistem Rujukan Berjenjang
1. Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem
rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai
dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan,
kecuali dalam kondisi tertentu yaitu kondisi gawat darurat, bencana,
kekhususan permasalahan pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan
ketersediaan fasilitas;
2. Untuk pasien diperbatasan, jika atas pertimbangan geografis dan keselamatan
pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan rujukan dalam satu kabupaten,
maka diperbolehkan rujukan lintas kabupaten. (Panduan Praktis Sistem
Rujukan Berjenjang)
2.4 Puskesmas
Pemerintah di Indonesia menyelenggarakan pelayanan kesehatan mulai dari
pelayanan

kesehatan

primer

di

tingkat

Pusat

Kesehatan

Masyarakat

(Puskesmas), pelayanan keseehatan skunder di tingkat rumah sakit dengan
pelayanan spesialis dan pelayanan kesehatan tertier yaitu rumah sakit dengan
pelayanan sub spesialis.

32
Universitas Sumatera Utara

Dalam lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang
Puskesmas disebutkan bahwa Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
di wilayah kerjanya.
Puskesmas berkewajiban menyelenggarakan pelayanan tingkat pertama secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat
pertama yang menjadi tanggung jawab puskesmas meliputi:
a. Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi
(private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan
kesehatan perseorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan
pencegahan penyakit. Pelayanan perseorangan tersebut adalah rawat jalan dan
untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap;
b. Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik ( public
goods) dengan tujuan utama untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan

serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain
promosi

kesehatan,

pemberantasan

penyakit,

penyehatan

lingkungan,

perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, serta
berbagai program kesehatan masyarakat lainnya. (PMK No. 75 Tahun 2014)

33
Universitas Sumatera Utara

2.4.1 Prinsip-Prinsip Puskesmas
Prinsip-prinsip puskesmas meliputi:
1.

Paradigma sehat, Puskesmas mendorong seluruh pemagku kepentingan
untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko
kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

2.

Pertanggungjawaban wilayah, Puskesmas menggerakkan dan bertanggung
jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.

3.

Kemandirian masyarakat, Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat
bagi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

4.

Pemerataan, Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang
dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat diwilayah kerjanya
secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan
kepercayaan.

5.

Teknologi tepat, Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan
dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan
pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi
lingkungan.

6.

Keterpaduan dan kesinambungan, guna Puskesmas mengintegrasikan dan
mengoordinasikan penyelenggraan UKM dan UKP lintas program dan
lintas sektor serta melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung dengan
manajemen Puskesmas. (PMK No. 75 Tahun 2014)

34
Universitas Sumatera Utara

2.4.2 Tujuan Puskesmas
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat yang:
a.

Memiliki

perilaku

sehat

yang

meliputi

kesadaran,

kemauan

dankemampuan hidup sehat;
b.

Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu;

c.

Hidup dalam lingkungan sehat; dan

d.

Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga
kelompok dan masyarakat. (PMK No. 75 Tahun 2014)

2.4.3 Sarana dan Prasarana di Puskesmas
Kelengkapan sarana maupun prasaran di Puskesmas adalah salah satu
alasan mengapa masyarakat ingin berobat ke Puskesmas. Puskesmas harus
memiliki prasarana yang berfungsi paling sedikit terdiri atas:
a.

Sistem Penghawaan (ventilasi);

b.

Sistem Pencahayaan;

c.

Sistem Sanitasi;

d.

Sistem Kelistrikan

e.

Sistem Komunikasi;

f.

Sistem Gas Medik;

g.

Sistem Proteksi Petir;

h.

Sistem Proteksi Kebakaran;

i.

Sistem pengendalian kebisingan;

j.

Sistem transportasi vertikal untuk bangunan lebih dari 1 (satu)lantai;

35
Universitas Sumatera Utara

k.

Kendaraan Puskesmas keliling;

l.

Kendaraan ambulans.

Sarana puskesmas sebagai berikut:
1. Sarana Kesehatan;
-

Kulkas

-

Imunisasi KIT

-

Meja Ginekologi

-

Tempat tidur

-

Lemari

-

Kursi

-

White board

2. Sarana Pendukung
-

POLIKLINIK SET

-

KIA KIT

-

PHN KIT

-

Imunisasi KIT

-

Dental KIT

-

Laboratorium sederhana

-

Gynekologi bed

-

Timbangan dewasa

-

Timbangan bayi

-

Puskesmas keliling

(Lampiran PMK No. 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas)

36
Universitas Sumatera Utara

2.4.4 Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia Puskesmas terdiri atas Tenaga Kesehatan dan tenaga
non kesehatan. Jenis dan jumlah Tenaga Kesehatan dan tenaga non kesehatan
dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dengan mempertimbangkan jumlah
pelayanan

yang

diselenggarakan,

jumlah

penduduk

dan

persebarannya,

karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan pembagianwaktu kerja.
Jenis Tenaga Kesehatan paling sedikit terdiri atas:
a. dokter atau dokter layanan primer;
b. dokter gigi;
c. perawat;
d. bidan;
e. tenaga kesehatan masyarakat;
f. tenaga kesehatan lingkungan;
g. ahli teknologi laboratorium medik;
h. tenaga gizi; dan
i. tenaga kefarmasian.
Tenaga non kesehatan sebagaimana harusdapat mendukung kegiatan
ketatausahaan, administrasi keuangan,sistem informasi, dan kegiatan operasional
lain di Puskesmas. (PMK No. 75 tahun 2014 tentang Puskesmas)
2.5 Standar Kompetensi Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui

37
Universitas Sumatera Utara

pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Kompetensi adalah seperangkat
tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat
untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di
bidang pekerjaan tertentu. Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan
keterampilan di bidang kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga
pendidikan. Dari pengertian tersebut dapat di tarik kesimpulan bahwa tenaga
kesehatan baik Dokter maupun tenaga kesehatan masyarakat harus mempunyai
kompetensi agar masyrakat percaya terhadap mereka.
Penting bagi puskesmas untuk merekrut tenaga kesehatan yang kompeten
agar masyarakat mau menggunakan pelayanan kesehatan yang ada di puskesmas.
(UU No. 36 Tahun 2014 tentang Kesehatan)
2.5.3 Standar Kompetensi Dokter
1. kasus-kasus etika dalam pelayanan kedokteran; Agama sebagai nilai moral
yang menentukan sikap dan perilaku manusia;
2. Aspek agama dalam praktik kedokteran;
3. Pluralisme keberagamaan sebagai nilai sosial di masyarakat dan toleransi;
4. Konsep masyarakat (termasuk pasien) mengenai sehat dan sakit;
5. Aspek-aspek sosial dan budaya masyarakat terkait dengan pelayanan
kedokteran (logiko sosio budaya);
6. Hak, kewajiban, dan tanggung jawab manusia terkait bidang kesehatan;
7. Pengertian bioetika dan etika kedokteran (misalnya pengenalan teori-teori
bioetika, filsafat kedokteran, prinsip-prinsip etika terapan, etika klinik);

38
Universitas Sumatera Utara

8. Kaidah Dasar Moral dalam praktik kedokteran;
9. Pemahaman terhadap KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) ,
KODERSI (Kode Etik Rumah Sakit Indonesia), dan sistem nilai lain yang
terkait dengan pelayanan kesehatan;
10. Teori-teori pemecahan
11. Penjelasan mengenai hubungan antara hukum dan etika (persamaan dan
perbedaan);
12. Prinsip-prinsip dan logika hukum dalam pelayanan kesehatan;
13. Peraturan perundang-undangan dan peraturan-peraturan lain di bawahnya
yang terkait dengan praktik kedokteran;
14. Permasalahan etiko medico legal dalam pelayanan kesehatan dan cara
pemecahannya;
15. Hak dan kewajiban dokter;
16. Profesionalisme dokter (sebagai bentuk kontrak sosial, pengenalan
terhadap karakter profesional, kerja sama tim, hubungan interprofesional
dokter dengan ptenaga kesehatan yang lain);
17. Penyelenggaraan praktik kedokteran yang baik di Indonesia;
18. Dokter sebagai bagian dari masyarakat umum dan masyarakat profesi (IDI
dan organisasi profesi lain yang berkaitan dengan profesi kedokteran);
19. Dokter sebagai bagian Sistem Kesehatan Nasional;
20. Pancasila dan kewarganegaraan dalam konteks sistem pelayanan
kesehatan.
(KKI, Standar Kompetensi Dokter Indonesia 2012)

39
Universitas Sumatera Utara

2.5.4 Kompetensi Perawat
a. Praktik Professional, etis, legal dan peka budaya
1. Bertanggung gugat terhadap praktik profesional
2. Melaksanakan praktik keperawatan ( SECARA ETIS DAN PEKA
BUDAYA)
3. Melaksanakan praktik secara legal
b. Pemberian asuhan dan manajemen asuhan keperawatan.
1. Menerapkan prinsip-prinsip pokok dalam pemberian dan manajemen
asuhan keperawatan
2. Melaksanakan upaya promosi kesehatan dalam pelayanan keperawatan
3. Melakukan pengkajian keperawatan
4. Menyusun rencana keperawatan
5. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana
6. Mengevaluasi asuhan tindakan keperawatan
7. Menggunakan komunikasi terapeutik dan hubungan interpersonal dalam
pemberian pelayanan
8. Menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang aman
9. Menggunakan hubungan interprofesional dalam pelayanan keperawatan/
pelayanan kesehatan
10. Menggunakan

delegasi

dan

supervisi

dalam

pelayanan

asuhan

Keperawatan
(PPNI, Standar Kompetensi Perawat, 2005)

40
Universitas Sumatera Utara

2.6

Kerangka Berpikir
Ketersediaan Puskesmas :
a. Sumber daya Manusia
b. Alat Laboratorium
c. Fasilitas sarana

RUJUKAN

Kesehatan di ruang
pemeriksaan umum.
d. Bahan Farmasi.
Berdasarkan kerangka berpikir diatas, ketersediaan dan kompetensi Sumber
Daya Manusia dalam melayani dan menangani pasien, ketersediaan alat
laboratorium sebagai sarana pendukung pemeriksaan medik, ketersediaan fasilitas
sarana kesehatan di ruang pemeriksaan umum dalam pengambilan keputusan
rujukan dan ketersediaan bahan farmasi adalah faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pelaksanaan pemberian rujukan terhadap pasien.

41
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Pelaksanaan Pemberian Rujukan Pasien Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Padang Bulan Selayang II Pada Tahun 2016

3 55 124

Analisis Pelaksanaan Rujukan Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Pada Puskesmas Susoh Dan Puskesmas Blangpidie Di Kabupaten Aceh Barat Daya

0 0 15

Analisis Pelaksanaan Rujukan Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Pada Puskesmas Susoh Dan Puskesmas Blangpidie Di Kabupaten Aceh Barat Daya

0 0 2

Analisis Pelaksanaan Rujukan Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Pada Puskesmas Susoh Dan Puskesmas Blangpidie Di Kabupaten Aceh Barat Daya

1 4 8

Analisis Pelaksanaan Rujukan Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Pada Puskesmas Susoh Dan Puskesmas Blangpidie Di Kabupaten Aceh Barat Daya

0 0 21

Analisis Pelaksanaan Pemberian Rujukan Pasien Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Padang Bulan Selayang II Pada Tahun 2016

0 0 16

Analisis Pelaksanaan Pemberian Rujukan Pasien Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Padang Bulan Selayang II Pada Tahun 2016

0 0 2

Analisis Pelaksanaan Pemberian Rujukan Pasien Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Padang Bulan Selayang II Pada Tahun 2016

0 0 8

Analisis Pelaksanaan Pemberian Rujukan Pasien Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Padang Bulan Selayang II Pada Tahun 2016

0 0 2

Analisis Pelaksanaan Pemberian Rujukan Pasien Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Padang Bulan Selayang II Pada Tahun 2016

0 0 19