Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dinas Kesehatan Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Era globalisasi telah melahirkan isu-isu pasar bebas, Masyarakat
Ekonomi Asean (MEA), demokratisasi, penegakan hukum, transparansi,
masyarakat madani (civil society), pemerintahan yang bersih (good governance),
perdagangan bebas, dan sebagainya. Negara-negara diera globalisasi sekarang ini,
dalam penyelenggaraan pemerintahan, menghadapi permasalahan dan tantangan
yang berbeda dengan kurun waktu sebelumnya. Perkembangan lingkungan
strategis nasional dan internasional dewasa ini dan dimasa datang mensyaratkan
perubahan paradigma pemerintahan, pembaharuan sistem kelembagaan, dan
peningkatan

kompetensi

sumber

daya

manusia


dalam

penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan bangsa dan dalam hubungan antar bangsa yang
mengacu pada terselenggaranya sistem pemerintahan yang baik ( Nawawi, 2013).
Terselenggaranya pemerintahan yang baik di Indonesia yang lebih dikenal
dengan (Good Governance) tidak mudah diselenggarakan, hal ini menurut
presiden Joko Widodo memerlukan gerakan revolusi mental yang dimulai dari
birokrasi. Birokrasi adalah instrumen negara dalam menjalankan pelayanan
pemerintahan dan pembangunan sehari-hari. Di samping itu, karena peran dan
fungsinya, birokrasi menjadi tolok ukur utama kinerja negara kepada rakyat.
Sikap mental birokrasi yang bersih dengan pelayanan profesional tentu akan
meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada negara. Sebaliknya, birokrasi yang
koruptif dan diskriminatif dengan sendirinya akan menimbulkan ketidak
1
Universitas Sumatera Utara

percayaan masyarakat ( Riwu Kaho, 2007).

Salah satu upaya pemerintah dalam mengembalikan kepercayaan
masyarakat adalah melakukan gerakan revolusi mental kepada para pemimpin
birokrasi (birokrat) sesungguhnya bukan sekadar anjuran untuk menjadi
pemimpin berperilaku santun.Lebih dari itu,ada keinginan yang kuat untuk
menjadikan pemimpin yang siap menghadapi isu perubahan. Ini berarti bahwa
revolusi mental menyangkut perubahan pola pikir. Tegasnya, revolusi mental
adalah perubahan cara berpikir yang fleksibel dalam menghadapi perubahan,
yakni senantiasa fokus kepada tujuan organisasi, bertindak cepat dalam merespons
permasalahan, mempunyai kelenturan relatif dalam gerakan dan selalu ramah
dalam berpenampilan. Gagasan revolusi mental adalah berasal dari Nawa Cita
yang pada agenda ke-5 berbunyi” Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia
” melalui revolusi karakter bangsa.
Karakter bangsa dapat dimulai dari karakter pemimpinnya. Pemimpin
yang berkarakter mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perilaku bawahannya.
Salah satu perbedaan kunci kepemimpinan dengan manajemen ialah kemampuan
untuk menginspirasi. Hampir setiap orang dapat mengelola atau menjalankan
tugas jika menerima instruksi yang tepat. Pendelegasian pekerjaan, penyusunan
rencana kerja, dan pengelolaan anggaran bisa dilakukan oleh seorang manajer.
Namun, para pemimpin menginspirasi orang-orang dan membuat visi tunggal.
Ketika staf benar-benar termotivasi, hasil akhirnya adalah produk yang jauh lebih

baik yang melibatkan kesatuan tim (Cooper, 1990). Bahkan, manakala diberi
pilihan, orang sejatinya “lebih suka mengikuti pemimpin daripada manajer”

Universitas Sumatera Utara

(McLean, 2010).
Idealnya, seorang manajer dapat menjadi pemimpin besar. Beberapa orang
berpendapat bahwa kepemimpinan adalah salah satu peran manajer. McLean
membatasi pemimpin sebagai orang “yang dianugerahi kekuatan dari pengikut
yang memungkinkan dia untuk memengaruhi tindakan mereka” (2005). Hal ini
berarti bahwa pemimpin diberi orang-orang kekuasaan untuk mengikutinya,
berbeda dengan manajer yang ditunjuk untuk perannya. Kekuatan ini dilengkapi
dengan kemampuan untuk memengaruhi pengikut dan memiliki efek pada hasil
mereka (Peter, 2001).
Manajer dan pemimpin melihat perubahan dalam organisasi dengan cara
yang berbeda. Untuk membahasnya, beberapa informasi diperlukan sebagai dasar
perbandingan. Faktanya, perubahan merupakan tantangan yang mesti dihadapi
seorang pemimpin atau manajer. Mengelola perubahan adalah suatu persoalan
sulit.Perubahan dalam desain organisasi, struktur organisasi, dan kepemimpinan
justru diperlukan untuk bertahan dalam lingkungan baru. Saat perubahan

organisasi dilaksanakan, ketegangan yang dihasilkan oleh hubungan baru tidak
terelakkan. Sebelum menilai perubahan dalam organisasi, seorang manajer harus
mempertimbangkan faktor yang memengaruhi perubahan dalam organisasi,
strategi yang diterapkan untuk mengelola perubahan dalam organisasi, perbedaan
pemimpin dan manajer dalam menangani perubahan?
Derajat kesehatan merupakan indikator investasi dalam pembangunan
sumber daya manusia yang proaktif secara sosial dan secara ekonomi. Dalam
Undang Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN Tahun 2005–2025

Universitas Sumatera Utara

dinyatakan dengan jelas bahwa dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia
(SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, kesehatan bersama-sama dengan
pendidikan dan peningkatan daya beli masyarakat merupakan tiga pilar utama
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.Komposit dari ketiga pilar ini
dikenal dengan nama Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Arah pembangunan kesehatan dalam jangka panjang dicantumkan secara
ringkas dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).
Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar
rakyat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang kesehatan

yang menegaskan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan. Kebijakan dalam
pembangunan kesehatan terutama diarahkan pada (1) peningkatan jumlah jaringan
dan kualitas sarana dan prasarana kesehatan, (2) peningkatan kualitas dan
kuantitas tenaga kesehatan, (3) pengembangan sistem jaminan kesehatan terutama
bagi penduduk miskin, (4) peningkatan sosialisasi kesehatan lingkungan dan pola
hidup sehat, (5) peningkatan pendidikan kesehatan pada masyarakat sejak usia
dini, dan (6) pemerataan dan peningkatan kualitas fasilitas kesehatan dasar dan
sebaran tenaga kesehatan. Untuk itu pemerintah membentuk organisasi yang
bergerak dalam bidang kesehatan mulai dari hulu, yakni kementerian kesehatan
hingga hilir, yakni puskesmas di tanah air Indonesia.
Pemimpin di bidang kesehatan masyarakat berbeda dengan pemimpin di
bidang lain karena pekerjaan itu selalu berkembang. Mengelola tugas-tugas ini
tidak sederhana, terutama ketika berhadapan dengan masyarakat yang belum
paham dengan program kesehatan. Begitu juga dengan beban kerja yang

Universitas Sumatera Utara

berlebihan mulai dari target sasaran, metode, dan rencana aksi yang berubah. Hal
ini berpengaruh terhadap minat, stamina, dan semangat karyawan.
Organisasi kesehatan akan efektif dalam mencapai cita-citanya jika mampu

menerapkan praktik manajemen yang berorientasi pada keterbukaan, berfokus
pada perubahan yang kontinu, dan mampu mengembangkan kepemimpinan
kolektif. Untuk itu diperlukan sistem pengelolaan organisasi yang melibatkan
seluruh komponen organisasi, khususnya komponen sumberdaya manusia. Peran
pemimpin dalam mengelola sumberdaya manusia sebagai aset berharga dan
sebagai motor penggerak organisasi sangat diperlukan.
Kepemimpinan yang kuat tetap diperlukan. Pemimpin mempunyai tugas
mengawasi dan mengontrol jalannya organisasi sehingga peran pemimpin sangat
strategis dalam menjamin dan memastikan organisasi berjalan dengan baik dan
mencapai tujuan yang ditargetkan (Siagian, 2003). Selain itu, kepemimpinan
merupakan suatu proses memengaruhi perilaku orang lain agar perilakunya sesuai
dengan yang dikehendaki. Pemimpin juga harus mempunyai kemampuan
manajerial, yakni mampu mengatur, mengordinasikan, dan menggerakkan para
bawahan ke arah pencapaian tujuan yang telah ditentukan organisasi.
Seorang pemimpin dapat mempunyai gaya kepemimpinan sesuai dengan
teori Path-goal. House (2008) merumuskan empat gaya kepemimpinan, yakni (1)
Gaya direktif, yaitu pemimpin menunjukkan dominasi dalam mengarahkan,
mengawasi, dan mengatur bawahan secara ketat seperti apa yang seharusnya
dikerjakan bawahan, (2) Gaya suportif, yaitu pemimpin menunjukan perhatian
besar pada kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan serta mendukung bawahan,


Universitas Sumatera Utara

(3) Gaya partisipatif, yaitu pemimpin selalu meminta pertimbangan staf dan
mendiskusikan masalah pada bawahan sebelum membuat keputusan, dan (4) Gaya
orientasi prestasi, yaitu pemimpin menetapkan tujuan dan target yang jelas
sehingga menjadi tantangan besar untuk bawahan.
Fleksibilitas kepemimpinan menekankan gaya kepemimpinan situasional,
yaitu kemampuan seorang pemimpin untuk menyesuaikan gaya kepemimpinannya
pada situasi yang berbeda. Kemampuan dan pengalaman bawahan harus terusmenerus dinilai sebagai bahan masukan dalam penentuan kombinasi gaya
kepemimpinan yang tepat.Gaya kepemimpinan akan efektif apabila pemimpin
mengadaptasikan gayanya sesuai dengan situasi yang dihadapi. Sebaliknya,
pemimpin relatif kaku dalam gaya kepemimpinan jika bekerja dengan efektif
dalam situasi yang paling cocok dengan gaya mereka. Tipe pemimpin seperti ini
akan menghambat karier pribadi kepemimpinannya dan menyebabkan tugas
organisasi dalam menyelenggarakan fungsi manajemen secara efektif menjadi
rumit (Stoner, 2000).
Gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin melaksanakan
kegiatannya dalam membimbing, memandu, mengarahkan, dan mengendalikan
pikiran, perasaan, atau perilaku seseorang atau sejumlah orang untuk mencapai

tujuan tertentu. Gaya kepemimpinan berkontribusi besar terhadap keberhasilan
seorang pemimpin dalam memengaruhi perilaku pengikutnya. Gaya ini secara
umum dapat dibatasi sebagai cara yang dipergunakan untuk memengaruhi
pengikutnya (Wiyono, 2000).
Menurut Bass (1997) mengemukakan bahwa untuk mengelola dan
mengendalikan berbagai fungsi subsistem dalam organisasi agar tetap konsisten

Universitas Sumatera Utara

dengan tujuan organisasi dibutuhkan seorang pemimpin yang fleksibel. Alasannya
ialah bahwa pemimpin menjadi bagian penting dari organisasi yang mengarahkan
fungsi organisasi melalui peningkatan kinerja para pegawai yang ada dalam
organisasi itu sesuai dengan keadaan. Sejalan dengan itu, Tjokroamidjojo (2013)
menyatakan

bahwa

seorang

pemimpin


pemerintahan

harus

senantiasa

memperhatikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat serta kebutuhan dan
kepentingan organisasi pemerintahan karena pemimpin bertanggung jawab
terhadap kesejahteraan anggotanya serta terwujudnya tujuan organisasi.
Efektif tidaknya kepemimpinan dapat dilihat dari hasil kepemimpinannya.
As'ad (2004) menyatakan kriteria kepemimpinan yang efektif sebagai berikut:
“Kepemimpinan efektif adalah hasil dari kerjasama atau prestasi
kelompok yang dipimpin atau unit bagiannya. Seorang pimpinan
yang efektif tidak hanya bisa mempengaruhi bawahannya, tapi juga
bisa menjaminbahwa para bawahanya tersebut dapat bekerja dengan
seluruh kemampuan yang mereka miliki.”
Pada era yang penuh kompetisi sangat diperlukan kemampuan seorang
pemimpin dan sumber daya aparatur untuk memberikan tanggapan atau respon
terhadap berbagai tantangan secara akurat, bijaksana, adil, dan efektif. Munculnya

partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan politik merupakan
konsekuensi dari komitmen terhadap demokrasi sehingga perlu diupayakan agar
pemimpin dalam otonomi daerah dapat membangkitkan partisipasi dari seluruh
lapisan masyarakat dalam mewujudkan program-program pemerintah.
Pelayanan kesehatan kepada masyarakat tidak semata-mata berdasar pada
pertimbangan efisiensi, tetapi juga berdasar pada pertimbangan kebersamaan
(equality). Dengan demikian, diperlukan kesetaraan antara nilai efisiensi dan
demokrasi, khususnya dalam penyelenggaraan otonomi didaerah.

Universitas Sumatera Utara

Siagian (2008) juga berpendapat bahwa dalam sistem administrasi negara
dan penyelenggaraan pembangunan nasional, kedudukan pemimpin sangat
penting dan menentukan. Pemimpin seperti itu berperan membuat kebijakan dan
implementasi kebijakan dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan nasional
kesehatan
Hakikat kesehatan di Negara Republik Indonesia ditetapkan berdasarkan
UUD 1945 Pasal 28 H ayat 1 dan UU No 36 Tahun 2014.
“Kesehatan merupakan hak azasi sekaligus investasi yang perlu
ditingkatkan agar dapat mewujudkan derajad kesehatan masyarakat

yang optimal.”
Untuk mencapai tujuan organisasi diperlukan gaya kepemimpinan.
Kartono (2008) menyatakan:
“Gaya kepemimpinan merupakan pola tingkah laku yang dirancang
untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu
untuk mencapai suatu tujuan tertentu.”
Gitosudarmo (2000) menjelaskan dua gaya kepemimpinan, yaitu gaya
yang berorientasi tugas dan gaya yang berorientasi hubungan karyawan. Gaya
kepemimpinan yang berorientasi tugas adalah perilaku pemimpin yang
menekankan bahwa tugas harus dilaksanakan dengan baik, dengan mengarahkan
dan mengendalikan bawahan dengan ketat. Gaya kepemimpinan yang berorientasi
hubungan karyawan adalah perilaku pemimpin yang menekankan pemberian
motivasi pada bawahan, melibatkan bawahan pada pengambilan keputusan,
hubungan yang bersahabat, saling percaya dan saling menghormati. Pemimpin
yang mampu menerapkan gaya dengan baik akan memberikan semangat kerja
yang pada gilirannya meningkatkan prestasi kerja karyawan.

Universitas Sumatera Utara

Seperti pemimpin organisasi lain, kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
juga menghadapi berbagai keadaan dan tantangan dalam memimpin organisasi
administrasi daerah. Keadaan dan tantangan kepala dinas kesehatan itu, antara
lain,ialah terbatasnya kemampuan dalam menjalankan otonomi secara mandiri,
kecilnya kontribusi pendapatan asli daerah, kurang produktifnya potensi budaya,
rendahnya kualitas sumber daya aparatur sehingga menuntut upaya pemberdayaan
aparatur yang kontinyu, serta kearifan lokal.
Tugas dan tanggungjawab kepala dinas kesehatan begitu berat sehingga
tidak heran apabila pejabat kepala dinas kesehatan tersebut dituntut oleh
persyaratan kualitas yang cukup berat (Riwu Kaho, 2007).
Peranan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota secara kolektif sangat
strategis dan menentukan dalam pencapaian tujuan negara pada bidang kesehatan.
Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota adalah wakil dari kepala daerah otonom
pemerintahan bidang kesehatan.
Dinas kesehatan sebagai pelaksana pemerintah daerah yang mengurus
sektor kesehatan didorong menjadi lembaga yang berfungsi sebagai penyusun
kebijakan dan regulator. Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota bertanggung
jawab sebagai penyelenggara organisasi kesehatan di kabupaten/kota yang
berfokus mewujudkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Beban
yang diberikan kedaerah menuntut peningkatan peran yang lebih besar dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian terhadap perkembangan sektor
kesehatan di daerah (Trisnantoro, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Pembangunan kesehatan di Provinsi Sumatera Utara bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang.
Derajat kesehatan yang baik sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti
yang tercantum dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945.
Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
titik berat pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah adalah pada
kabupaten/kota. Pengertian otonomi daerah adalah pemberian hak dan kekuasaan
kepada daerah untuk membuat peraturan perundang-undangan dalam pelaksanaan
kewenangan pemerintah. Urusan pemerintah terdiri atas urusan pemerintah
absolut, urusan pemerintah konkuren, dan urusan pemerintahan umum.
Dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota yang berperan dalam fungsi
regulator didaerah perlu menyesuaikan diri atau berubah menjadi lebih powerfull
dari keadaan sebelumnya (Trisnantoro, 2005). Sebagai manajer bidang kesehatan
daerah otonom, kepala dinas kesehatan kabupaten/kota berkedudukan sebagai
perangkat daerah otonom yang dipilih oleh bupati/walikota melalui hak prerogatif
kepala daerah.
Dinas kesehatan kabupaten/kota sebagai SKPD (Satuan Kerja Perangkat
Daerah) berdasarkan PERMENPAN No 53 Tahun 2014 wajib menyusun laporan
kinerja instansi pemerintah. Setelah sebelumnya ditulis mengenai Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah ( SAKIP) yang mana salah satu tahapan
SAKIP yakni Penyusunan Perjanjian Kinerja.
Sesuai dengan gambaran dari laporan kinerja instansi pemerintah (LAKIP)
kondisi pencapaian MDGs di Provinsi Sumatera Utara, target balita yang

Universitas Sumatera Utara

ditimbang berat badannya pada tahun 2013 adalah 70% dan tercapai 68%.Target
tahun2013 sebesar 80% dengan capaian 74,8%. Sementara itu, persentase balita
gizi buruk yang mendapatkan perawatan target pada tahun 2013 dan tahun 2014
tercapai sesuai dengan target 100 %. Prevalensi bayi usia 0-56 bulan yang
mendapatkan ASI eksklusif tahun 2014 di Sumatera Utara masih sangat rendah,
yaitu 34,2% dari target 48%. Berdasarkan persentase dari semua target MDGs,
penurunan angka kematian ibu secara global masih rendah. Di Sumatera Utara,
angka kematian ibu yang melahirkan (MMR/Maternal Mortalitiy Rate) menurun
dari 373 pada tahun 1995 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2007. Namun, target pencapaian MDGs sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2015 sangat sulit dicapai bila kinerjanya biasa-biasa saja. Diperlukan
kerja keras untuk mencapai target tersebut.Prioritas Pemerintah Provinsi Sumatera
Utara ke depan dalam peningkatan kesehatan ibu adalah (1) Perluasan dan
peningkatan pelayanan kesehatan berkualitas dan sinergitas dengan program
bidang infrastruktur di daerah tertinggal dan pulau kecil, (2) Pelayanan obstetric
yang komprehensif, (3) Peningkatan pelayanan keluarga berencana, dan (4)
Pengembangan pusat pelayanan informasi dan edukasi tentang kesehatan ibu
kepada masyarakat. Target MDGs ke-6 adalah memerangi HIV/AIDS, malaria
dan penyakit menular lain. Prevalensi HIV/AIDS cenderung meningkat di
Sumatera Utara, terutama pada kelompok risiko tinggi, yaitu pengguna narkoba
suntik dan pekerja seks.
Sebagaimana tugas dalam mewujudkan pencapaian target indikator
derajad kesehatan tersebut diatas mencerminkan betapa beratnya tugas seorang

Universitas Sumatera Utara

kepala

dinas

kesehatan

kabupaten/kota.

Sedangkan

pola

penjaringan

kepemimpinan dinas kesehatan kabupaten/kota dilakukan pemerintah daerah
kabupaten/kota masih berdasarkan masing masing daerah sebagai bentuk
kewenangan dalam mengatur wilayahnya. Pada era Globalisasi rekruitmen sumber
daya pimpinan kesehatan oleh pemerintah daerah belum terlaksana dengan baik,
yakni belum maksimalnya peran lembaga Baperjakat. Hal ini ditandai dengan
pengangkatan pimpinan dinas kesehatan yang belum transparan, sarat muatan
politis, mengakomodasi kepentingan kelompok (tim sukses), termasuk kebiasaan
lama yang tidak produktif, praktik jual beli jabatan, pemberian jabatan sebagai
balas budi, beraroma praktik lelang gratifikasi/menyuburkan praktik KKN yang
bertentangan dengan prinsip-pinsip clean governance (Malarangeng, 2000). Di
sisi lain, praktik seperti ini juga menutup peluang kandidat lain yang lebih
berkompetensi, jujur, berkualitas, berintegritas, serta berprestasi namun terbatas
kemampuan finansial dan talenta politik untuk dipilih sebagai pimpinan
kesehatan.
Bertolak dari kenyataan di atas dipandang perlu untuk membahas dan
mengkaji secara mendalam keadaan apa sebenarnya dilapangan tentang capaian
program kesehatan dengan kemampuan fleksibilitas kepemimpinan dinas
kesehatan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. Untuk mengetahui hal
tersebut, penelitian ini berjudul “Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara”.

Universitas Sumatera Utara

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, rumusan masalah
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana hubungan faktor karakteristik individu dengan kemampuan
fleksibilitas kepemimpinan pada dinas kesehatan kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara.
2. Bagaimana hubungan gaya kepemimpinan dengan kemampuan fleksibilitas
kepemimpinan pada dinas kesehatan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera
Utara.
3. Adakah dimensi lain dari kemampuan fleksibilitas kepemimpinan pada dinas
kesehatan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.
4. Bagaimanakah hubungan capaian program kesehatan dengan kemampuan
fleksibilitas kepemimpinan pada dinas kesehatan kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara?

1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui hubungan karakteristik individu dengan kemampuan
fleksibilitas kepemimpinan pada dinas kesehatan kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui hubungan gaya kepemimpinan dengan kemampuan
fleksibilitas kepemimpinan pada dinas kesehatan kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara.
3. Untuk mengetahui adanya dimensi lain dari kemampuan fleksibilitas
kepemimpinan pada dinas kesehatan kabupaten/kota di ProvinsiSumatera

Universitas Sumatera Utara

Utara.
4. Untuk mengetahui hubungan capaian program kesehatan dengan kemampuan
fleksibilitas kepemimpinan pada dinas kesehatan kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara?

1.4 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, hipotesis penelitian ini ialah
sebagai berikut:
1. Ada hubungan faktor karakteristik individu dengan kemampuan fleksibilitas
kepemimpinan pada dinas kesehatan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera
Utara.
2. Ada hubungan gaya kepemimpinan dengan kemampuan fleksibilitas
kepemimpinan pada dinas kesehatan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera
Utara.
3. Ada dimensi lain dari kemampuan fleksibilitas kepemimpinan pada dinas
kesehatan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.
4. Ada hubungan capaian program kesehatan dengan kemampuan fleksibilitas
kepemimpinan pada dinas kesehatan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera
Utara?

1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi:
1. Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara mendapatkan masukan dalam

Universitas Sumatera Utara

merumuskan kebijakan dan strategi tentang manajemen pembinaan sumber
daya manusia pimpinan dinas kesehatan kabupaten/kota guna mendukung
percepatan pembangunan daerah Provinsi Sumatera Utara.
2. Pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara mendapatkan
masukan dalam merumuskan kebijakan dan strategi tentang manajemen
pengadaan sumber daya manusia kepala dinas kesehatan guna mendukung
percepatan pembangunan di daerah kabupaten/kota.
3. Peneliti lain mendapatkan masukan untuk menemukan dimensi lain
kemampuan fleksibilitas kepemimpinan di dinas kesehatan kabupaten/kota di
Provinsi Sumatera Utara atau ditempat lain untuk dijadikan kontribusi bagi
pengembangan ilmu pengetahuan terutama ilmu kemampuan fleksibilitas
kepemimpinan kesehatan.

Universitas Sumatera Utara