Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Masuk 2012 dan 2014 Tentang Merokok Sebagai Faktor Risiko PPOK

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan (Knowledge)

Menurut KBBI 2002, Pengetahuan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang diketahui, segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran). Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo 2003).

Ada 2 cara untuk memperoleh pengetahuan (Notoatmodjo 2005), yaitu: 1. Cara Tradisional atau Non-ilmiah

a. Trial and error

Cara ini telah digunakan sebelum munculnya kebudayaan atau bahkan sebelum munculnya peradaban. Pada waktu itu, ketika seseorang dihadapkan dengan suatu persoalan atau masalah, cara penyelesaiannya dilakukan dengan coba-coba saja. Sampai sekarang pun metode ini masih digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun pendekatan ini untuk beberapa masalah lebih

praktis sering tidak efisien.

b. Kekuasaan atau Otoritas

Pada prinsip ini, masyarakat langsung menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang lain yang memiliki autoritas lebih tinggi, seperti pemimpin pemerintahan, tokoh agama, maupun orang dengan keahlian tertentu, contohnya dokter, perawat, tanpa membuktikan atau menguji kebenarannya. Maka jika pendapatnya berasal dari pengalaman pribadi, seringkali pengetahuannya tidak teruji secara ilmiah.


(2)

c. Pengalaman Pribadi

Cara ini dilakukan dengan mengulang pengalaman atau pengetahuan yang didapat ketika memecahkan suatu masalah pada telah diselesaikan pada masa yang lampau.

d. Jalan Pikiran atau Secara Logis

Dengan perkembangan kebudayaan dan pengetahuan sebelumnya, pemikiran manusia ikut berkembang. Manusia mampu menggunakan nalar atau jalan pikirnya nya untuk memecahkan suatu masalah.

2. Cara Modern atau Cara Ilmiah (Metode Ilmiah)

Cara yang paling tepat untuk mencari suatu kebenaran. Dikarenakan lebih sistematis, berdasar pada pengetahuan yang terstruktur, dan analisa data dengan menggunakan prinsip validitas dan reabilitas (Nursalam, dalam Notoatmodjo 2005).

2.1.1 Tingkatan-tingkatan dalam pengetahuan

Menurut Benyamin Bloom, proses pembelajaran dari suatu pengetahuan terbagi atas tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain kognitif adalah perilaku yang paling sederhana dalam hirarki perilaku dan pengetahuan sekaligus yang terpenting.

Menurut Notoatmodjo, pengetahuan dibagi menjadi 6 tingkat di dalam domain kognitif :

1. Tahu (Know)

Tahu merupakan kegiatan mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan dan materi yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima sebelumnya. Kemampuan tahu ini dapat diketahui dengan kata kerja menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan lain-lain.


(3)

2. Memahami (Comprehension)

Memahami adalah kemampuan untuk menjelaskan dengan benar tentang objek yang diketahui serta menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

Kata kerja untuk pengukuran tingkatan memahami adalah menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi didefinisikan sebagai penggunaan materi yang telah dipelajari pada suatu kondisi yang sesungguhnya (real). Aplikasi diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum- hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis diartikan sebagai suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Orang yang mampu menyintesis suatu materi harus dapat menyusun, merencanakan, menyesuaikan, dan lainnya terhadap rumusan yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi merujuk pada kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Pengukuran evaluasi dapat dilihat dari kata kerja membandingkan, menanggapi, menafsirkan, dan sebagainya.


(4)

Untuk mengukur pengetahuan seseorang, dapat digunakan kuesioner atau pun wawancara. Indikator yang dapat digunakan dapat dikelompokkan menjadi:

a. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit

Antara lain : penyebab penyakit, gejala atau tanda-tanda penyakit, cara pengobatan, cara pencegahan, cara penularan, dan sebagainya

b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat

Antara lain : bahaya merokok, jenis-jenis makanan bergizi, manfaat makan makanan bergizi, pentingnya olahraga, pentingnya istirahat cukup, dan sebagainya.

c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan

Antara lain : manfaat air bersih, cara pembuangan limbah yang sehat, manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat, akibat polusi bagi kesehatan, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

2.2 Sikap (Attitude)

Sikap adalah perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan pada pendirian, keyakinan (KBBI). Sikap dapat dianggap sebagai suatu predisposisi umum untuk berespon atau bertindak secara positif atau negatif terhadap suatu objek atau orang disertai emosi positif atau negatif (Maramis 2006). Newcomb, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo 2003).


(5)

Menurut Bem (dalam Maramis 2006), sikap biasanya sedikit banyak berhubungan dengan kepercayaan Hal ini sejalan dengan pendapat Allport (dalam Notoatmodjo 2007), bahwa sikap terdiri dari tiga komponen pokok yaitu kepercayaan terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek, dan kecenderungan untuk bertindak. Contohnya, seorang mahasiswa telah mengetahui penyebab, akibat, dan sebagainya tentang PPOK. Pengetahuan ini akan membawa mahasiswa tersebut untuk berpikir dan berusaha supaya tidak terkena PPOK. Dalam pemikiran, komponen keyakinan dan emosi ikut berpengaruh sehingga mahasiswa itu menghindari asap rokok untuk mencegah PPOK. Mahasiswa ini mempunyai sikap tertentu terhadap objek yang berupa PPOK.

2.2.1 Tingkatan-tingkatan Sikap

Sama halnya dengan pengetahuan, sikap juga terdiri dari hirarki tingkatan. Ada empat tingkatan dalam sikap :

1. Menerima (Receiving)

Sikap menerima dilakukan ketika subjek (seseorang) mau dan memerhatikan objek (stimulus) yang diberikan.

2. Merespon (Responding)

Sikap merespon adalah bila seseorang memberikan jawaban bila diberi pertanyaan, mengerjakan, atau menyelesaikan suatu tugas yang diberikan. 3. Menghargai (Valuing)

Sikap menghargai diartikan bila seseorang mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan tentang suatu masalah.

4. Bertanggung Jawab (Responsible)

Pada tingkat sikap yang paling tinggi ini, seseorang mampu bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risikonya. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.


(6)

Bila secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Indikator untuk sikap kesehatan, juga sejalan dengan pengetahuan kesehatan, antara lain :

a. Sikap terhadap sakit dan penyakit

Sikap mengenai bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap gejala penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit, dan sebagainya.

b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat

Sikap mengenai bagaimana penilaian sesorang terhadap makanan, minuman, olahraga, relaksasi, merokok, dan sebagainya

c. Sikap terhadap kesehatan lingkungan

Sikap mengenai bagaimana pendapat seseorang terhadap lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan, misalnya terhadap air bersih, polusi, dan sebagainya.

Sikap menggambarkan suka atau tidak suka sesorang terhadap objek. Sikap membuat seseorang mendekati atau pun menjauhi objek lain. Sikap positif terhadap nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal-hal yang memengaruhinya, antara lain:

a. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu. b. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada

pengalaman orang lain.

c. Sikap diwujudkan atau tidak diwujudkan berdasarkan banyak sedikitnya pengalaman seseorang.

d. Sikap dipengaruhi oleh nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelengggarakan hidup bermasyarakat (Teori WHO, dalam Notoatmodjo 2007).


(7)

2.3 Kategori Pengukuran Pengetahuan dan Sikap

Menurut Arikunto (dalam Budiman dan Riyanto 2013), tingkat pengetahuan dan sikap responden dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu: baik, cukup, dan kurang. Hasilnya dapat didapat berdasarkan penilaian berikut ini:

Nilai = Jumlah skor akhir respondenJumlah skor maksimum × % Dengan perincian :

a. Kategori baik apabila responden mempunyai nilai ≥ 75% b. Kategori cukup apabila responden mempunyai nilai 56-74% c. Kategori kurang apabila responden mempunyai nilai ≤ 55% 2.3 Perilaku

Perilaku berdasarkan KBBI, berarti tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Skiner (1938) seorang ahli psikologi, menyatakan perilaku adalah respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Teori Skiner ini disebut juga teori “S-O-R” atau Stimulus Organisme Respon. Perilaku diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan respon perilaku terhadap stimulus, yaitu:

a. Perilaku tertutup (covert behavior)

Reaksi stimulus masih dalam batas perhatian, persepsi, pengetahuan, dan sikap, dan belum dapat diamati jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

Reaksi stimulus dalam bentuk tindakan nyata, berupa tindakan atau praktik. Perilaku ini sudah dapat dilihat oleh orang lain.


(8)

2.3.1 Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku

Berdasarkan tim kerja WHO, penyebab seseorang berperilaku disebabkan adanya 4 hal pokok, yaitu : Pemikiran dan perasaan, orang penting sebagai referensi, sumber daya, dan kebudayaan.

a. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling) 1. Pengetahuan

2. Kepercayaan, sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek 3. Sikap

b. Orang penting sebagai referensi (personal reference)

Perilaku orang, terutama anak kecil banyak dipengaruhi orang yang dianggap penting. Contohnya : Guru, pemuka agama, kepala desa, dan sebagainya. c. Sumber-sumber daya (resources)

Hal ini meliputi fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan lain-lain.

d. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber dalam suatu masyarakat yang menghasilkan pola hidup yang disebut juga kebudayaan (culture). Kebudayaan terbentuk dalam waktu yang lama dan selalu berubah, baik perlahan atau pun cepat, sesuai dengan perkembangan manusia.

Secara sederhana teori WHO dapat dirumuskan sebagai berikut B = f(TF, PR, R, C)

B-Behavior f-Fungsi

TF-Thoughts about feeling PR-Personal Reference R-Resources


(9)

Dari batasan perilaku oleh Skiner, perilaku kesehatan dapat didefinisikan sebagai suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Perilaku kesehatan dibagi menjadi tiga menurut (Becker, dalam Notoatmodjo 2003):

a. Perilaku hidup sehat

Berhubungan dengan usaha seseorang untuk menjaga atau meningkatkan kesehatannya.

Contoh perilaku hidup sehat : - Makan dengan menu seimbang - Olahraga teratur

- Tidak merokok. Merokok merupakan kebiasaan buruk dengan berbagai efek penyakit. Ironisnya, kebiasaan merokok di Indonesia sangat membudaya

- Tidak minum-minuman keras dan narkoba - Istirahat cukup

- Pengendalian stress, dan sebagainya b. Perilaku sakit

Merupakan respon seseorang terhadap sakit dan penyakit, antara lain: persepsi terhadap penyakit, pengetahuan tentang penyakit, dan lainnya.

c. Perilaku peran sakit

Perilaku ini dimaksudkan bahwa pasien mengetahui hak dan kewajiban orang-orang sakit. Meliputi:

- Tindakan untuk sembuh

- Mengetahui sarana pelayanan kesehatan yang layak

- Mengetahui hak (contoh: memeroleh pelayanan kesehatan) dan kewajibannya (contoh: memberitahukan penyakitnya kepada orang lain, tidak menularkan penyakitnya, dan lain-lain).


(10)

2.3.2 Perilaku Merokok dan Faktor-faktor yang memengaruhinya

Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa (Sitepoe 2000). Perilaku merokok disebabkan karena adanya dorongan psikologis dan dorongan fisiologis. Perilaku merokok sendiri digolongkan menjadi empat jenis berdasarkan Management of Affect Theory oleh Tomkins, yaitu:

a. Perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan positif

Pelaku beranggapan semakin banyak merokok, semakin bertambah rasa positif dalam dirinya. Ia menjadi percaya diri, tenang, nyaman, dan lainnya dengan merokok.

b. Perilaku merokok yang diperngaruhi perasaan negatif

Seseorang yang merokok untuk mengalihkan kecemasannya, menenangkan emosi-emosi negatif dari dirinya.

c. Perilaku merokok yang adiktif (ketergantungan fisiologis)

Perilaku ini menyebabkan seseorang akan terus meningkatkan dosis rokok yang dihisap setiap hari setelah efek rokok tersebut berkurang.. Hal ini biasanya disebabkan nikotin.

d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan (ketergantungan psikologis) Perilaku yang otomatis dilakukan, baik secara sadar atau tidak sengaja. Perokok tidak mampu menolak permintaan dari dalam dirinya.

2.4 Rokok

Dalam Pasal 1 PP No.19 2003, Tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, Rokok diartikan sebagai hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.


(11)

Di Indonesia, perkebunan tembakau dimulai pada tahun 1864, sedangkan pabrik rokok mulai tumbuh pada 1925. Tembakau diperoleh dari daun tembakau yang dirajang lalu dikeringkan. Dari daun tembakau kering itu, tembakau dikonsumsi berbagai cara. Secara garis besar, penggunaan tembakau dibagi menjadi dua, yaitu a. Pemakaian Tembakau Tanpa Membakar (Tanpa Mengeluarkan Asap) atau

Smokeless Tobacco Contoh penggunaannya :

- Tembakau kunyah, yaitu daun tembakau kering tersebut digulung lalu diisap-isap.

- Tembakau minuman, daun tembakau segar dibuat menjadi jus yang dicampur garam atau bahan rempah-rempah lainnya.

- Tembakau jilatan, jus tembakau ditambahkan tepung ubi lalu digoreskan di gigi, gusi, atau pun lidah.

- Tembakau sebagai supositoria, tembakau kering dimasukkan melalui anus. Awalnya untuk mengobati kecacingan dan sembelit, namun sekarang telah menjadi kebiasaan.

- Tembakau hirup, daun tembakau kering digiling dan diayak, lalu dihirup. - Tembakau digunakan melalui kulit atau jaringan tubuh lain, ada yang

melekatkan tembakau pada kulit dengan plester atau pun meneteskan cairan atau asap rokok daun tembakau ke mata.

Namun perlu diingat bahwa, smokeless tobacco juga dapat mengganggu kesehatan. Pada smokeless tobacco, tembakau yang diisap mengandung N nitrosonornikotin yang bersifat karsinogenik. Nikotin juga bisa memberikan adiksi, dapat meningkatkan tekanan darah (Benowitz et al.1988), kanker mulut (Simarak et al. 1977), dan penyakit Burger (O’Dell et al.1987 dalam Sitepoe 2000).


(12)

b. Tembakau sebagai Rokok

Tembakau terdiri dari berbagai bentuk dan jenis. Salah satunya, pembagian rokok berdasarkan pembungkusnya,

1. Pembungkus kertas, misalnya rokok kretek dan rokok putih.

2. Pembungkus daun nipah, yaitu pelepah tongkol jagung, disebut rokok kelobot

3. Pembungkus dengan daun tembakau sendiri disebut rokok cerutu 4. Tanpa pembungkus, misalnya pada rokok pipa

Sedangkan berdasarkan bahan bakunya, rokok dibedakan menjadi : 1. Rokok Putih, hanya berbahan baku tembakau.

2. Rokok kretek, berbahan baku tembakau dan cengkeh.

3.Rokok kelembak atau rokok siong, berbahan baku tembakau dan ditambahkan kemenyan dan kelembak. Rokok ini sangat khas dan diminati di beberapa daerah Jawa.

Salah satu kekhususan rokok di Indonesia adalah rokok kretek, yang terdiri dari bahan baku tembakau dan cengkeh. Jenis ini berbeda dengan rokok putih yang beredar di seluruh dunia, komponen utamanya hanya tembakau. Menurut Wise and Guerin (1986) perbandingan tembakau dan cengkeh adalah 60:40 pada rokok kretek. Rokok kretek diproduksi dengan dua cara yaitu dengan mesin, yang disebut rokok kretek mesin, dan dapat juga diproduksi secara manual menggunakan banyak tenaga kerja, yang disebut rokok kretek tangan. Di beberapa daerah Jawa, perokok bahkan dapat menggulung sendiri rokok yang akan diisap, rokok ini disebut rokok tingwe.

Berdasarkan penggunaan filter, rokok dibagi menjadi dua yaitu rokok filter dan non-filter. Pada rokok filter, bagian pangkalnya terdapat gabus untuk mengurangi asap yang keluar dari rokok. Sedangkan rokok non-filter lebih berbahaya daripada rokok yang menggunakan filter.


(13)

2.5 Jenis-Jenis Perokok

Secara umum, perokok dibedakan menjadi dua, yaitu perokok aktif dan perokok pasif. Perokok aktif ialah perokok yang mempunyai kebiasaan merokok atau orang yang mengisap rokok. Sedangkan perokok pasif adalah orang yang berada disekitar perokok aktif, dan menghisap asap rokok perokok aktif (Susanna, Hartono dan Fauzan 2003). Perokok pasif rentan menjadi korban penyakit akibat rokok karena menghirup asap sampingan yang mempunyai bahaya tiga kali lebih besar (Crofton dan Simpson 2009).

Dari survei yang dibuat oleh Departemen Kesehatan (1990), derajat perokok dibedakan menjadi empat

a. Perokok ringan (1-10 batang/hari) b. Perokok sedang (11-20 batang/hari) c. Perokok berat (>20 batang/hari) d. Perokok yang berhenti merokok

Menurut hasil Riskesdas 2013, diketahui bahwa rerata batang rokok yang dihisap per hari per orang di Indonesia adalah 12,3 batang (setara satu bungkus), artinya rata-rata perokok di Indonesia termasuk perokok sedang.

Klasifikasi lainnya menurut PDPI (2000), derajat merokok seseorang dapat diukur dengan Indeks Brinkman, dimana perkalian antara jumlah batang rokok yang dihisap dalam sehari dikalikan dengan lama merokok dalam satu tahun, akan menghasilkan pengelompokan sebagai berikut :

1) Perokok ringan : 0-200 batang per tahun 2) Perokok sedang : 200-600 batang per tahun 3) Perokok berat : lebih dari 600 batang per tahun


(14)

2.6 Zat-zat yang terkandung dalam rokok Tabel 2.1 Zat Kimia dalam Rokok

Primary Toxic and Carcinogenic components of Cigarette Smoke including vapour-phase and particulate vapour-phase components

Agent Toxic Ciliotoxic Carcinogenic

Co-carcinogenic / Promoter Carbon Monoxide x

Nitrogen Oxides (NOx) x

Hydrogen Cyanide x x

Formaldehyde x x

Acrolein x

Acetaldehyde x

Ammonia x

Hydrazine x

Vinyl Chloride x

Urethane x

2-Nitropropane x

Quinoline x

Benzo[a]pyrene x x

Dibenz[a,h]anthracene x x

Benzo[b]fluoranthene x x

Benzo[j]fluoranthene x x

Dibenzo[a,h]pyrene x x

Dibenzo[a,i]pyrene x x

Dibenz[a,j]acridine x x

Indeno[1,2,3-cd]pyrene x x


(15)

Benzo[e]pyrene x x

Chrysene x x

Methylchrysene x x

Mehtylfluoranthene x x

Dibenz[a,c]anthracene x x

Dibenz[a,h]acridine x x

Dibenzo[c,g]carbazole x x

Mehtylnaphtalenes x

1-Methylindoles x

Dichlorostilbene x

Catechol x

3-Methycatechol x

4-Methycatechol x

4-Ethycatechol x

4-n-Propylcatechol x

Nitrosodimethylamine x

Nitrosoethymethylamine x

Nitrosodiethylamine x

Nitrosodi-n-propylamine x

Nitrosodi-n-butylamine x

Nitrosopyrrolidine x

Nitrosopiperidine x

Nitrosomorpholine x

N'-Nitrosonornicotine x

4-(methylnitrosamino)-

1-(3-pyridyl)-1-butanone


(16)

N'-Nitrosoanabasine x

N'-Nitrosoanatabine x

Aromatic Amines x

Aromatic

Nitrohydrocarbons x

Polonium-210 x

Nickel x

Arsenic x

Cadmium x

Sumber : Stephen Mulcahy. The Toxicology of Cigarette Smoke and Environmental Tobacco Smoke, dalam Report Assignment-Biochemical Toxicology,1997.

Pada saat merokok, asap rokok yang diisap atau asap rokok yang dihirup melalui dua komponen, yaitu: komponen yang lekas menguap berbentuk gas dan komponen yang bersama gas terkondensasi dan berubah menjadi komponen partikulat. Maka, asap rokok yang diisap umumnya 85% gas dan 15% partikel (Faucci 2008). Asap rokok sendiri dibedakan menjadi dua :

a. Mainstream smoke (MS), yaitu asap rokok yang diisap melalui mulut

b. Sidestream smoke (SS), yaitu asap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang terbakar dan dihembuskan ke udara. Sidestream smoke inilah yang dihirup oleh perokok pasif. Temperatur pada saat pembentukan MS jauh lebih tinggi dibandingkan temperatur SS, akibatnya SS mengandung lebih banyak zat berbahaya dibandingkan MS.

Asap rokok diperkirakan mengandung lebih dari 7000 zat kimia dan 70 karsinogen. Meskipun komposisi asap rokok tergantung dari berbagai faktor, yaitu jenis tembakau, pemrosesan tembakau, kekeringan tembakau, berat bahan baku rokok, bahan pembungkus rokok, dan ada tidaknya filter, seluruh jenis rokok akan mengganggu kesehatan seseorang bila ia merokok terus menerus.


(17)

Berikut ini adalah zat-zat utama berbahaya yang ada dalam setiap rokok a. Nikotin

Kandungan zat ini terdapat dalam asap rokok dan tembakau yang tidak dibakar. Nikotin bersifat toksis terhadap jaringan saraf, juga menyebabkan tekanan darah meningkat. Hal ini disebabkan efek nikotin menyebabkan perangsangan terhadap hormon kathekolamin (adrenalin) yang bersifat memacu jantung dan tekanan darah. Jantung tidak diberikan kesempatan istirahat dan akibatnya terjadi peningkatan tekanan darah, yang berakhir dengan hipertensi. Efek lain nikotin adalah, merangsang berkelompoknya trombosit (sel pembekuan darah), trombosit akan menggumpal dan akhirnya akan menyumbat pembuluh darah yang sudah sempit akibat asap yang mengandung CO yang berasal dari rokok. Hal ini akan memperparah kejadian penyakit kardiovaskular. Nikotin juga memegang peranan penting dalam ketagihan merokok. Menurut Benowitz (1994) menyatakan kadar nikotin sejumlah 4-6 mgr per hari dapat menimbulkan ketagihan terhadap rokok. Dengan bioavabilitas nikotin 40% dari rokok yang diisap, Benowitz memperhitungkan ambang batas nikotin agar tidak ketagihan adalah sebesar 0,4-0,5 mgr/batang rokok.

Gambar 2.1 Skema metabolisme nikotin


(18)

b. Tar

Tar disebut juga (NFDPM = Nicotine Free Dry Particulate Matter), diartikan sebagai total particulate matter (TPM) tanpa air dan tanpa nikotin. TPM ditemukan dalam filter Cambride pada mesin rokok dari mainstream smoke. Sumber tar adalah tembakau, cengkeh, pembungkus rokok, dan bahan organik yang dibakar

Hubungan antara konsentrasi tar dengan efeknya terhadap kesehatan masih belum jelas. Namun diketahui ada hubungan antara rokok dengan kanker, zat karsinogenik dalam tar yaitu polisiklik hidrokarbon aromatis yang memicu kanker paru. Tar juga mengandung benzopyrene, yang menyebabkan noda di gigi, kuku dan paru-paru. Konsentrasi tar yang terkandung dalam rokok bervariasi, dan dapat dikelompokkan menjadi tiga

- Kadar tar tinggi: <22 mg/batang rokok - Kadar tar sedang : 15-21 mg/batang rokok - Kadar tar rendah : <14 mg/batang rokok c. Karbon Monoksida (CO)

Gas bersifat toksis yang bersaing dengan oksigen dalam mengikat hemoglobin. CO tidak berwarna dan tidak berbau. CO dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna dari karbon. Dalam rokok terdapat 2-6% gas CO saat merokok, sehingga kadar karboksi-hemoglobin dalam darah dapat meningkat dari 1% pada bukan perokok hingga 2-16% pada perokok. Apabila hal ini berlanjut, maka dapat terjadi polisitemia yang memengaruhi saraf pusat, penciutan pembuluh darah, aterosklerosis, hingga meninggal.


(19)

2.7 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 2.7.1 Definisi dan Faktor Risiko

PPOK adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, umumnya ditandai dengan keterbatasan aliran udara persistent yang biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronis pada saluran napas dan paru karena partikel/ atau gas berbahaya. Eksaserbasi dan komorbiditas secara keseluruhan berkontribusi pada keparahan penyakit pasien (GOLD 2015).

Keterbatasan aliran udara ditandai dengan adanya penyakit pada saluran pernapasan kecil (obstruktif bronkiolitis) dan kerusakan parenkim paru (emfisema). Inflamasi kronik menyebabkan perubahan struktural dan mengecilnya saluran pernapasan. Hal yang sama terjadi pada kerusakan parenkim paru, proses inflamasi menyebabkan hilangnya hubungan antara alveoli dengan saluran pernapasan kecil dan menurunkan elastisitas recoil paru. Perubahan-perubahan inilah yang menyebabkan ekspirasi pada proses pernapasan terganggu.

Merokok merupakan faktor risiko utama terbesar untuk PPOK, namun juga ada banyak faktor lain yang memengaruhi terjadinya dan perkembangan PPOK, antara lain:

- Genetik

Defisiensi alpa-1 antitripsin. Gen lainnya belum diketahui jelas - Umur dan jenis kelamin

- Pertumbuhan dan perkembangan paru sejak dalam kandungan sampai dewasa Ditemukan adanya hubungan positif antara BBLR dengan VEP1 yang menurun ketika dewasa

- Eksposur terhadap partikel berbahaya Rokok

Debu & bahan kimia dari lingkungan kerja, contohnya : Serbuk kayu, arang, kotoran hewan, dan sebagainya


(20)

- Status sosioekonomi (kemiskinan) - Asma / hiperaktivitas bronkus - Bronkitis kronik

Adanya hubungan hipersekresi mukus pada bronkitis kronik dengan penurunan VEP1 dan risiko timbulnya PPOK

- Infeksi

Infeksi berulang/berat pada masa kanak-kanak menyebabkan penurunan fungsi paru

2.7.2 Patologi, Patogenesis, dan Patofisiologi PPOK Patologi PPOK

Dalam GOLD (2015) disebutkan bahwa perubahan karakteristik pada PPOK ditemukan pada saluran pernapasan, parenkim paru, dan vaskularisasi saluran pernapasan. Perubahan patologis tersebut meliputi peningkatan jumlah sel-sel inflamasi spesifik pada paru dan perubahan struktur paru serta saluran pernapasan.

Patogenesis

Secara umum, perubahan pada saluran napas tersebut disebabkan respon inflamasi oleh kronik iritan, yaitu rokok. PPOK juga dapat terjadi pada orang yang tidak merokok, namun respon inflamasi pada pasien seperti ini masih belum diketahui. Stres Oksidatif dan berlebihnya proteinase pada paru juga berpengaruh dalam inflamasi paru. Semua mekanisme tersebut berujung pada perubahan karakteristik pada penderita PPOK. Inflamasi pada saluran pernapasan menetap pada orang yang berhenti merokok meskipun mekanismenya belum diketahui, diperkirakan autoantigen dan mikroorganisme berperan dalam hal ini.


(21)

Berikut adalah faktor-faktor yang berperan dalam perubahan karakteristik saluran napas :

a. Oxidative stress

b. Ketidakseimbangan Protease-Antiprotease c. Sel-sel inflamatori

d. Mediator Inflamasi Patofisiologi PPOK

a. Keterbatasan aliran udara dan udara yang terperangkap dalam paru (Air Trapping)

Inflamasi, fibrosis, dan eksudat pada saluran pernafasan kecil menyebabkan penurunan VEP1 dan rasio VEP1/KPV. Obstruksi pada saluran napas perifer ini sedikit demi sedikit memerangkap udara ketika ekspirasi, yang berujung pada hiperinflasi. Hiperinflasi menurunkan kapasitas inspirasi dan meningkatkan kapasitas residual fungsional,terutama ketika berolahraga (hiperinflasi dinamis), yang menyebabkan dispnea. Faktor-faktor ini berkontribusi pada kerusakan otot respiratori, dan menyebabkan peningkatan sitokin (pro-inflammatory cell).

b. Abnormalitas pertukaran gas

Hal ini menyebabkan hipoksemia dan hiperkapnia. Umumnya, pertukaran oksigen dan karbon dioksida akan semakin memburuk seiring perjalanan penyakit, yang berujung pada retensi karbon dioksida.

c. Hipersekresi mukus

Hipersekresi mukus menyebabkan batuk kronik berdahak pada penderita PPOK. Meskipun tidak semua pasien PPOK mengalami hipersekresi mukus. Hipersekresi mukus disebabkan oleh meningkatnya jumlah sel-sel goblet dan pembesaran kelenjar submukosa sebagai respon iritasi kronik karena rokok atau partikel berbahaya lainnya. Mediator inflamasi dan protease mengstimulasi hipersekresi mukus melalui aktivasi epidermal growth factor receptor (EGFR).


(22)

d. Hipertensi Pulmonal.

Biasanya terjadi karena hipoksia yang disebabkan vasokonstriksi pada arteri pulmonal kecil, dan akhirnya berakibat pada perubahan struktural berupa hyperplasia otot polos. Hilangnya capillary bed berkontribusi dalam peningkatan tekanan darah pulmonal. Hipertensi pulmonal progresif bisa mengkaibatkan gagal jantung kanan. e. Eksaserbasi

Eksaserbasi PPOK dapat dipicu oleh bakteri atau pun virus dan polusi lingkungan. Selama eksaserbasi akut, terjadi hiperinflasi dan air trapping, serta penurunan ekspirasi, yang berkibat dispnea. Kondisi lain seperti pneumonia, thromboemboli, dan gagal jantung akut memiliki karakteristik yang sama dengan eksaserbasi, atau pun dapat memicu eksaserbasi.


(23)

2.7.3 Diagnosis PPOK

Diagnosis PPOK perlu dilakukan dengan spirometri. Spirometri dilakukan jika salah satu indikator di bawah ini terdapat pada pasien dengan usia di atas 40 tahun (GOLD 2015), yaitu:

1) Dyspnea :

a) Progresif (bertambah berat seiring berjalannya waktu) b) Bertambah berat dengan adanya aktifitas

c) Persisten (terjadi setiap hari)

2) Batuk kronik (dapat terjadi intermiten dan dapat tidak produktif)

3) Produksi sputum kronik (semua bentuk produksi sputum kronis dapat mengarah pada indikasi PPOK)

4) Riwayat terpapar faktor resiko - Merokok

- Asap masakan - Debu pekerjaan

5) Riwayat Keluarga PPOK

Spirometri digunakan untuk menegakan diagnosis PPOK. Penderita PPOK menunjukkan penurunan baik VEP1 dan KVP. Terdapatnya VEP1/KVP < 70% menegaskan bahwa terdapat hambatan aliran udara dan PPOK. Maka tindakan selanjutnya :

1. Nilai simptom

Dengan menggunakan COPD Assessment Test (CAT) atau Clinical COPD Questionnaire (CCQ)


(24)

Tabel 2.2 Klasifikasi PPOK berdasarkan Spirometri Pada Pasien dengan VEP1/KVP < 0.70

GOLD 1 Mild VEP1 ≥ 80% predicted

GOLD 2 Moderate 50% ≤ VEP1 < 80% predicted GOLD 3 Severe 30% ≤ VEP1 < 50% predicted GOLD 4 Very Severe VEP1 < 30% predicted

Sumber : GOLD Report 2015

3. Nilai risiko kemungkinan eksaserbasi akut pada PPOK

Dilihat apakah sebelumnya pernah mengalami eksaserbasi akut atau tidak, seberapa sering.

4. Nilai apakah ada penyakit lainnya, seperti penyakit kardiovaskuler, osteoposis, kecemasan atau ansietas, disfungsi otot skeletal, sindrom metabolik, kanker paru, dan sebagainya.

5. Kombinasi penilaian PPOK


(25)

Patient Characteristic Spirometric Classification

Exacerbations

per year CAT mMRC

A Low Risk

Less Symptoms GOLD 1-2 ≤ 1 < 10 0-1

B Low Risk

More Symptoms GOLD 1-2 ≤ 1 ≥ 10 ≥ 2

C High Risk

Less Symptoms GOLD 3-4 ≥ 2 < 10 0-1

D High Risk

More Symptoms GOLD 3-4 ≥ 2 ≥ 10 ≥ 2


(1)

- Status sosioekonomi (kemiskinan) - Asma / hiperaktivitas bronkus - Bronkitis kronik

Adanya hubungan hipersekresi mukus pada bronkitis kronik dengan penurunan VEP1 dan risiko timbulnya PPOK

- Infeksi

Infeksi berulang/berat pada masa kanak-kanak menyebabkan penurunan fungsi paru

2.7.2 Patologi, Patogenesis, dan Patofisiologi PPOK Patologi PPOK

Dalam GOLD (2015) disebutkan bahwa perubahan karakteristik pada PPOK ditemukan pada saluran pernapasan, parenkim paru, dan vaskularisasi saluran pernapasan. Perubahan patologis tersebut meliputi peningkatan jumlah sel-sel inflamasi spesifik pada paru dan perubahan struktur paru serta saluran pernapasan.

Patogenesis

Secara umum, perubahan pada saluran napas tersebut disebabkan respon inflamasi oleh kronik iritan, yaitu rokok. PPOK juga dapat terjadi pada orang yang tidak merokok, namun respon inflamasi pada pasien seperti ini masih belum diketahui. Stres Oksidatif dan berlebihnya proteinase pada paru juga berpengaruh dalam inflamasi paru. Semua mekanisme tersebut berujung pada perubahan karakteristik pada penderita PPOK. Inflamasi pada saluran pernapasan menetap pada orang yang berhenti merokok meskipun mekanismenya belum diketahui, diperkirakan autoantigen dan mikroorganisme berperan dalam hal ini.


(2)

Berikut adalah faktor-faktor yang berperan dalam perubahan karakteristik saluran napas :

a. Oxidative stress

b. Ketidakseimbangan Protease-Antiprotease c. Sel-sel inflamatori

d. Mediator Inflamasi Patofisiologi PPOK

a. Keterbatasan aliran udara dan udara yang terperangkap dalam paru (Air Trapping)

Inflamasi, fibrosis, dan eksudat pada saluran pernafasan kecil menyebabkan penurunan VEP1 dan rasio VEP1/KPV. Obstruksi pada saluran napas perifer ini sedikit demi sedikit memerangkap udara ketika ekspirasi, yang berujung pada hiperinflasi. Hiperinflasi menurunkan kapasitas inspirasi dan meningkatkan kapasitas residual fungsional,terutama ketika berolahraga (hiperinflasi dinamis), yang menyebabkan dispnea. Faktor-faktor ini berkontribusi pada kerusakan otot respiratori, dan menyebabkan peningkatan sitokin (pro-inflammatory cell).

b. Abnormalitas pertukaran gas

Hal ini menyebabkan hipoksemia dan hiperkapnia. Umumnya, pertukaran oksigen dan karbon dioksida akan semakin memburuk seiring perjalanan penyakit, yang berujung pada retensi karbon dioksida.

c. Hipersekresi mukus

Hipersekresi mukus menyebabkan batuk kronik berdahak pada penderita PPOK. Meskipun tidak semua pasien PPOK mengalami hipersekresi mukus. Hipersekresi mukus disebabkan oleh meningkatnya jumlah sel-sel goblet dan pembesaran kelenjar submukosa sebagai respon iritasi kronik karena rokok atau partikel berbahaya lainnya. Mediator inflamasi dan protease mengstimulasi hipersekresi mukus melalui aktivasi epidermal growth factor receptor (EGFR).


(3)

d. Hipertensi Pulmonal.

Biasanya terjadi karena hipoksia yang disebabkan vasokonstriksi pada arteri pulmonal kecil, dan akhirnya berakibat pada perubahan struktural berupa hyperplasia otot polos. Hilangnya capillary bed berkontribusi dalam peningkatan tekanan darah pulmonal. Hipertensi pulmonal progresif bisa mengkaibatkan gagal jantung kanan. e. Eksaserbasi

Eksaserbasi PPOK dapat dipicu oleh bakteri atau pun virus dan polusi lingkungan. Selama eksaserbasi akut, terjadi hiperinflasi dan air trapping, serta penurunan ekspirasi, yang berkibat dispnea. Kondisi lain seperti pneumonia, thromboemboli, dan gagal jantung akut memiliki karakteristik yang sama dengan eksaserbasi, atau pun dapat memicu eksaserbasi.


(4)

2.7.3 Diagnosis PPOK

Diagnosis PPOK perlu dilakukan dengan spirometri. Spirometri dilakukan jika salah satu indikator di bawah ini terdapat pada pasien dengan usia di atas 40 tahun (GOLD 2015), yaitu:

1) Dyspnea :

a) Progresif (bertambah berat seiring berjalannya waktu) b) Bertambah berat dengan adanya aktifitas

c) Persisten (terjadi setiap hari)

2) Batuk kronik (dapat terjadi intermiten dan dapat tidak produktif)

3) Produksi sputum kronik (semua bentuk produksi sputum kronis dapat mengarah pada indikasi PPOK)

4) Riwayat terpapar faktor resiko - Merokok

- Asap masakan - Debu pekerjaan

5) Riwayat Keluarga PPOK

Spirometri digunakan untuk menegakan diagnosis PPOK. Penderita PPOK menunjukkan penurunan baik VEP1 dan KVP. Terdapatnya VEP1/KVP < 70% menegaskan bahwa terdapat hambatan aliran udara dan PPOK. Maka tindakan selanjutnya :

1. Nilai simptom

Dengan menggunakan COPD Assessment Test (CAT) atau Clinical COPD Questionnaire (CCQ)


(5)

Tabel 2.2 Klasifikasi PPOK berdasarkan Spirometri Pada Pasien dengan VEP1/KVP < 0.70

GOLD 1 Mild VEP1 ≥ 80% predicted

GOLD 2 Moderate 50% ≤ VEP1 < 80% predicted GOLD 3 Severe 30% ≤ VEP1 < 50% predicted GOLD 4 Very Severe VEP1 < 30% predicted

Sumber : GOLD Report 2015

3. Nilai risiko kemungkinan eksaserbasi akut pada PPOK

Dilihat apakah sebelumnya pernah mengalami eksaserbasi akut atau tidak, seberapa sering.

4. Nilai apakah ada penyakit lainnya, seperti penyakit kardiovaskuler, osteoposis, kecemasan atau ansietas, disfungsi otot skeletal, sindrom metabolik, kanker paru, dan sebagainya.

5. Kombinasi penilaian PPOK


(6)

Patient Characteristic Spirometric Classification

Exacerbations

per year CAT mMRC

A Low Risk

Less Symptoms GOLD 1-2 ≤ 1 < 10 0-1

B Low Risk

More Symptoms GOLD 1-2 ≤ 1 ≥ 10 ≥ 2

C High Risk

Less Symptoms GOLD 3-4 ≥ 2 < 10 0-1

D High Risk

More Symptoms GOLD 3-4 ≥ 2 ≥ 10 ≥ 2


Dokumen yang terkait

Perbandingan Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Stambuk 2014 Dengan Stambuk 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara mengenai Basic Life Support

7 67 65

Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2008 Terhadap Makanan yang Mengandung Natrium

4 58 63

Pengetahuan Dan Sikap Tentang Bahaya Merokok Terhadap Kebiasaan Merokok Dikalangan Mahasiswa Laki-Laki Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

0 38 53

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Terhadap Rokok

1 35 74

Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Masuk 2012 dan 2014 Tentang Merokok Sebagai Faktor Risiko PPOK

0 6 100

Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Masuk 2012 dan 2014 Tentang Merokok Sebagai Faktor Risiko PPOK

0 0 14

Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Masuk 2012 dan 2014 Tentang Merokok Sebagai Faktor Risiko PPOK

0 0 2

Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Masuk 2012 dan 2014 Tentang Merokok Sebagai Faktor Risiko PPOK

0 0 5

Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Masuk 2012 dan 2014 Tentang Merokok Sebagai Faktor Risiko PPOK

0 0 4

Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Masuk 2012 dan 2014 Tentang Merokok Sebagai Faktor Risiko PPOK

0 0 28