Analisis Determinan Ketahanan Pangan di Kota Tebing Tinggi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Landasan Teori

2.1.1

Konsep Ketahanan Pangan
Pengertian pangan sendiri memiliki dimensi yang luas. Mulai dari pangan

yang esensial bagi kehidupan manusia yang sehat dan produktif (keseimbangan
kalori, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, serat, dan zat esensial lain); serta
pangan yang dikonsumsi atas kepentingan sosial dan budaya, seperti untuk
kesenangan, kebugaran, kecantikan dan sebagainya. Dengan demikian, pangan
tidak hanya berarti pangan pokok, dan jelas tidak hanya berarti beras, tetapi
pangan yang terkait dengan berbagai hal lain. Pangan merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia yang merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM),
sebagaimana tertuang dalam Deklarasi HAM Universal (Universal Declaration of
Human Right) tahun 1948, serta UU No 7 Tahun 1996 tentang Pangan.

Pengertian pangan dalam Suharjo (1988) adalah bahan-bahan yang
dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan,
kerja, penggantian jaringan dan mengatur proses-proses di dalam tubuh. Selain itu
ada pula pengertian yang dimaksud pangan pokok, yaitu bahan pangan yang
dimakan secara teratur oleh sekelompok penduduk dalam jumlah cukup besar,
untuk menghasilkan sebagian besar sumber energi. Pangan dikonsumsi manusia
untuk mendapatkan energi yang berupa tenaga untuk melakukan aktivitas hidup
(antara lain bernapas, bekerja, membangun, dan mengganti jaringan yang rusak).
Pangan merupakan bahan bakar yang berfungsi sebagai sumber energi.
7
Universitas Sumatera Utara

2.1.2

rogram Peningkatan Ketahanan Pangan
Program ini bertujuan untuk :
1. Meningkatkan keanekaragaman produksi, ketersediaan dan konsumsi
pangan bersumber dari tanaman pangan, holtikultura serta produkproduk olahannya.
2. Mengembangkan kelembagaan produksi pangan yang mendukung
peningkatan ketersediaan dan distribusi, serta konsumsi pangan.

3. Mengembangkan kelembagaan produksi pangan yang mendukung
peningkatan ketersediaan dan distribusi, serta konsumsi pangan.
4. Menjamin ketersediaan pangan dan gizi yang baik bagi masyarakat.
Sasaran program ini adalah :
1. Meningkatnya produksi dan ketersediaan pangan, beras secara
berkelanjutan serta mempertahankan swasembada pangan.
2. Meningkatnya keaneka ragaman dan kualitas konsumsi pangan
masyarakat perkapita dan menurunnya konsumsi beras.
3. Meningkatnya sektor mutu pola pangan harapan dan berkurangnya
keluarga rawan pangan dan gizi.
4. Meningkatnya pemanfaatan tehnologi produksi pangan dan pengolahan
bahan pangan.
5. Meningkatnya kuantitas dan kualitas pangan yang dipasarkan
6. Meningkatnya partisipasi masyarakat dan investasi swasta dalam
pengembangan bisnis pangan.

8
Universitas Sumatera Utara

2.1.3


Kebijakan Pertanian
Sistem otonomi daerah dan desentralisasi mendominasi serta populer

dalam pelaksanaan tata kepemerintahan. Kewenangan tata kepemerintahan
sebagian besar dilimpahkan kepada daerah. Sebuah pelimpahan kewenangan yang
besar ini juga disertai tanggung jawab yang besar pula. Amanah UU No 22 tahun
1999 menegaskan pelaksanaan otonomi daerah diwujudkan dalam pemberian
wewenang yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah
secara proporsional melalui pengaturan, pembagian, pemanfaatan sumber daya
nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta
dilandasi prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan,
keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.
Kebijakan

pertanian

tesebut

meliputi


pengembangkan

pertanian

berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif dengan optimalisasi sumber
daya pertanian yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan serta mewndorong
usaha-usaha pertanian yang efesien, berkeadilan dan kondusif terhadap investasi
dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat dan PAD. Pembangunan
Pertanian berperan besar dalam rangka penyediaan pangan untuk mendukung
ketahanan pangan nasional dan menyumbang penerimaan devisa dan pendapatan
produk domestik bruto daerah (PDRB). Revitalisasi pembangunan pertanian yang
akan menentukan kondisi keamanan pangan amat tergantung kepada masalah
sarana produksi termasuk pupuk. Di hampir seluruh Kabupaten/Kota di Sumatera
Utara program pupuk bersubsidi masih bermasalah. Hal ini harus segera diakhiri

9
Universitas Sumatera Utara

dengan menindak tegas para pelaku penyimpangan agar program yang vital ini

tidak gagal.
2.1.4

Ketersediaan Beras

2.1.4.1 Produksi Beras
Beras merupakan bahan makanan pokok hampir seluruh masyarakat
Indonesia. Yang ketersediaannya sangat diharapkan untuk mencapai ketersediaan
beras yang cukup, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Hal tersebut tercipta
dari produksi padi yang siap untuk diproduksi menjadi beras. Menurut Suryana (
2004:93)Terwujudnya ketahanan pangan menuntut agar seluruh rumah tangga
dapat menjangkau kebutuhan pangannya dalan jumlah dan kualitas yang cukup
sepanjang waktu.
2.1.4.2 Teori Produksi
Produksi merupakan proses pengolahan input menjadi output. Produksi
pertanian merupakan kemampuan para petani dalam menghasilkan produk
pertanian dengan menggunakan faktor produksi yang dimiliki . Dalam proses
produksi yang bertujuan menghasilkan output harus menggunakan berbagai input.
Menurut Kadariah ( 1994 : 99 )Dalam pengambilan keputusan produksi terbagi
menjadi tiga jangka waktu yaitu :

1.

Keputusan jangka pendek merupakan keputusan tentang bagaimana
memanfaatkan pabrik dan alat-alat produksi yang ada dengan sebaik-baiknya.

2.

Keputusan jangka panjang merupakan keputusan tentang pemilihan pabrik
dan alat-alat produksi

dan proses produksi

baru dengan melihat

kemungkinan-kemungkinan teknik yang diketahui.

10
Universitas Sumatera Utara

3.


Keputusan jangka sangat panjang merupakan keputusan tentang bagaimana
memberanikan diri atau menyesuaikan diri dengan penemuan-penemuan
baru.

Pada dasarnya faktor produksi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1.

Fixel input yaitu faktor-faktor produksi yang tidak dapat diubah dengan
segera untuk memenuhi perubahan produksi yang diminta oleh pasar. Namun
dalam jangka panjang input ini dapat diubah.

2.

Variabel input yaitu faktor-faktor produksi yang dapat diubah dengan segera
sesuai dengan perubahan produksi yang diminta oleh pasar.

2.1.4.3 Fungsi Produksi
Fungsi produksi merupakan suatu fungsi yang menunjukkan hubungan
antara tingkat output dengan input yang digunakan. Suatu fungsi produksi akan

menggambarkan tentang metode produksi yang efisien secara teknis, dalam arti
dalam metode produksi tertentu kualitas input yang digunakan adalah minimal
dan begitu juga barang modal yamg lain. Metode produksi yang minimal
merupakan hal yang diharapkan oleh semua produsen. Petani sebagai produsen
hasil pertanian mengharapkan hasil yang diperoleh lebih besar dibandingkan
dengan modal yang telah dikeluarkan.
Secara umum fungsi produksi menunjukkan bahwa jumlah hasil produksi
tergantung pada jumlah dan kualitas faktor produksi yang digunakan. Fungsi
produksi dapat dinyatakan sebagai berikut :
Q = f ( K,L,R,T )
Dimana:

11
Universitas Sumatera Utara

Q : Output
K : Kapital / modal
L : Labour / Tenaga kerja
R : Resources / sumber daya
T : Teknologi

Persamaan tersebut merupakan suatu pernyataan matematik yang pada
dasarnya berarti bahwa tingkat produksi suatu barang tergantung pada jumlah
modal, jumlah tenaga kerja, jumlah sumberdaya alam, dan tingkat teknologi yang
digunakan. Jumlah produksi yang berbeda-beda dengan sendirinya akan
memerlukan berbagai faktor produksi yang berbeda-beda pula. Disamping itu,
untuk tingkat suatu produksi tertentu, dapat pula digunakan gabungan factor
produksi yang berbeda. Untuk produksi sejumlah hasil pertanian tertentu perlu
digunakan tanah yang lebih luas apabila bibit unggul dan pupuk tidak digunakan;
tetapi luas lahan dapat dikurangi apabila pupuk dan bibit unggul dan teknik
bercocok taman modern digunakan.
Fungsi produksi terbagi menjadi dua jangka waktu yaitu :
1. Fungsi produksi jangka pendek merupakan fungsi yang menunjukkan bahwa
hanya variabel input yang dapat berubah untuk merubah output, sedangkan
input tetap tidak dapat berubah. Dalam produksi jangka pendek dapat
didefinisikan tiga konsep produksi yaitu :
 Total Product ( TP = Q ) yaitu total output yang dihasilkan oleh produsen
dengan menggunakan input tertentu sedangkan input lain dianggap tetap.
Sehingga :

12

Universitas Sumatera Utara

TP = f ( L )
 Average Product ( AP ) yaitu rata-rata output yang dihasilkan oleh produsen
dengan menggunakan input tertentu. Secara matematis APL Dapat
dituliskan :
APL= TP/L


Marginal Product ( MP ) yaitu pertambahan terhadap total produk sebagai
akibat pertambahan satu unit input yang dipakai sedangkan input lain
dianggap konstan. Secara matematis dapat diformulasikan menjadi :
MP= ∆ TP/∆ L

2. Fungsi produksi jangka panjang. Dalam fungsi produksi jangka panjang telah
menggunakan dua input produksi, baik input variabel maupun input fixel
keduanya dapat mengalami perubahan. Hal ini dapat dituliskan :
Q = f ( K, L )
K = Modal
L = Tenaga kerja

Penggunaan dua macam input produksi yaitu K dan L dapat diperoleh
kurva Isoquant atau Isokuan disebut juga Isoproduk. Kurva Isoquant suatu kurva
yang menunjukkan kombinasi dua jenis input K dan L yang dapat memberikan
tingkat output yang sama ( Simbolon,2007 : 97).

13
Universitas Sumatera Utara

K

IQ3
IQ2
IQ1
L
Gambar 2.1 Kurva Isoquant

Pada gambar 2.1 ( yang dapat diukur dengan pengertian kardinal ) dapat
dihasilkan dengan menggunakan input K sebesar K1 dan input L sebesar L1 atau
menggunakan input K sebesar K2 dan input L sebesar L2. apabila dihubungkan
dengan titik-titik kombinasi, antara K dan L atau ditarik suatu garis dari A ke B
ini disebut kurva Isoquant (lq1). Jumlah produk yang paling besar ditunjukkan
pada isoquant yang paling tinggi seperti lq2. Untuk menghasilkan lq2 digunakan
input K sebear k’ dan L sebesar L’ atau input K sebesar K’’ dan L sebesar L’’. hal
ini akan menunjukkan output yang sama.
Ciri-ciri dari kurva isoquant yaitu :
1. Mempunyai garis dari kiri atas kekanan bawah dengan kemiringan negatif.
2. Kurva cembung kearah titik origin.
3. Kurva isoquant tidak saling berpotongan.

14
Universitas Sumatera Utara

Isoquant dari fungsi produksi akan menunjukkan jenis teknologi yang
digunakan dalam proses produksi. Pada kurva isoquant dapat digambarkan dengan
menggunakan fungsi produksi “ Cobb-Douglas” dengan rumus sebagai berikut :
Q = F ( K,L ) = AKaLb A,a,b = bilangan konstan yang positif.
2.1.4.4 Tahap-Tahap produksi
Hukum penambahan hasil yang semakin berkurang dalam produksi jangka
pendek dikatakan bahwa ada faktor produksi yang bersifat tetap ( fixel input) dan
ada faktor produksi yang yang bersifat berubah ( variable input). Jika faktor
produksi yang bersifat variabel tersebut terus menerus ditambah maka produksi
total akan semakin meningkat hingga sampai pada suatu tingkat tertentu ( titik
maksium), dan apabila sudah pada tingkat maksimum tersebut faktor produksinya
terus ditambah produksi total akan semakin menurun. Ini berarti bahwa hukum
tambahan hasil yang semakin berkurang ( The Low Of Diminishing Return ) mulai
berlaku.
Hukum hasil lebih yang semakin berkurang menyatakan bahwa apabila
faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya ( misalnya tenaga kerja) terus
menerus ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin
banyak pertambahannya, tetapi sesudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi
tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya akan mencapai nilai negatif. Sifat
pertambahan produksi seperti ini menyebabkan pertambahan produksi total
semakin lambat dan akhirnya ia mencapai tingkat yang maksimum dan kemudian
menurun (Sukirno, 193).

15
Universitas Sumatera Utara

TP
I

II

III

AP
L
MP
Gambar 2.2 Kurva Tahapan-Tahapan Produksi

2.1.4.5 Biaya Produksi
Biaya produksi merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
menghasilkan output baik biaya implisit maupun biaya eksplisit.
Biaya produksi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu :
1.

Biaya produksi jangka pendek ( short run) yaitu suatu jangka waktu
perencanaan yang cukup singkat sehingga produsen tidak mampu mengubah
biaya-biaya produksi tetap ( fixel cost ) tetapi hanya dapat mengubah biaya
variabel ( variable cost ). Analisis biaya jangka pendek terdiri dari dua
konsep yaitu konsep total dan konsep sacara rata-rata dan marginal. Konsep
total terdiri dari :
a. Total fixel cost (TFC) atau biaya total tetap yaitu total biaya yang tetap
jumlahnya dibayar oleh produsen walaupun berapa tingkat outputnya.
Biaya ini juga dikeluarkan walaupun produsen tidak melakukan produksi.

16
Universitas Sumatera Utara

b. Total variable cost (TVC) atau biaya variabel total yaitu total biaya yang
dikeluarkan produsen untuk membayar input produksi yang jumlahnya
berubah sesuai dengan perubahan output yang diproduksi.
c. Total cost (TC) atau biaya total merupakan penjumlahan dari biaya tetap
total dengan biaya variabel total.
TC = TFC + TVC
Untuk konsep rata-rata dan marginal terdiri dari :
 Average fixel cost (AFC) atau biaya tetap rata-rata merupakan biaya tetap
yang dibebankan pada setiap unit output yang dihasilkan. Untuk
memperoleh nilai ini TFC dibagi dengan output yang dihasilkan.
AFC =
 Average variable cost (AVC) atau biaya rata-rata merupakan total
variabel cost yang yang dibagi dengan output yang dihasilkan atau semua
biaya-biaya lain yang dibebankan pada setiap unit output yang
dihasilkan.
AVC =
 Average total cost (ATC) atau biaya total rata-rata merupakan biaya
produksi dari setiap unit output yang dihasilakan.
ATC =
 Marginal cost (MC) atau biaya marginal merupakan pertambahan
terhadap biaya total sebagai akibat pertambahan satu unit output yang
dihasilakn.

17
Universitas Sumatera Utara

MC =
2.

Biaya produksi jangka panjang (Long run) yaitu suatu jangka waktu
perencanaan yang cukup panjang bagi produsen sehingga baik fixel cost
maupun variable cost dapat dirubah.

2.1.5

Luas Panen

2.1.5.1 Pengertian Luas Panen
Luas areal panen padi adalah jumlah seluruh lahan yang dapat
memproduksi padi. Areal panen yang memadai merupakan salah satu syarat untuk
terjaminnya produksi beras yang mencukupi. Peningkatan luas areal panen padi
secara tidak langsung akan meningkatkan produksi padi. Hal ini sangat
dipengaruhi oleh kondisi alam yang terjadi pada suatu musin tanam. Apabila
kondisi alam bersahabat dalam artian tidak terjadi kekeringan maupun kabanjiran,
maka dapat diharapkan terjadi peningkatan dalam luas areal panen padi, sehingga
berpengaruh terhadap produksi beras.
2.1.5.2 Pengertian Lahan
Menurut Sutanto (1979), lahan diperlakukan sebagai ruang atau tempat di
permukaan bumi yang dipergunakan oleh manusia untuk melakukan segala
macam kegiatan. Lahan menurut Supraptoharjo (1975), adalah suatu daerah
tertentu di permukaan bumi termasuk ke dalamnya atmosfir, tanah, geologi,
topografi, hidrologi, tumbuh-tumbuhan, dan hewan serta kegiatan manusia masa
lalu dan masa sekarang yang mempunyai pengaruh terhadap penggunaan lahan
oleh manusia sekarang dan masa yang akan datang ( http://www.pdfsearcher.com/pdf/teori-lahan-produktif.html ).
18
Universitas Sumatera Utara

Dalam praktek budidaya pertanian sendiri sering menimbulkan dampak
pada degradasi lahan sehingga dapat mengurangi produksi pertanian. Dua faktor
penting dalam usaha pertanian yang potensial menimbulkan dampak pada
sumberdaya lahan, yaitu tanaman dan manusia (sosio kultural) yang menjalankan
pertanian. Diantara kedua faktor, faktor manusialah yang berpotensi berdampak
positif atau negatif pada lahan, tergantung cara menjalankan pertaniannya.
Apabila dalam menjalankan pertaniannya benar maka akan berdampak positif,
namun apabila cara menjalankan pertaniannya salah maka akan berdampak
negatif. Kegiatan menjalankan pertanian atau cara budidaya pertanian yang
menimbulkan dampak antara lain meliputi kegiatan pengolahan tanah,
penggunaan sarana produksi yang tidak ramah lingkungan (pupuk dan insektisida)
serta sistem budidaya termasuk pola tanam yang digunakan oleh para petani.
2.1.6

Jenis-Jenis Lahan Pertanian
Jenis-jenis lahan pertanian terbagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Lahan sawah
Yang dimaksud dengan lahan sawah adalah lahan pertanian yang

berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang ( galengan ), saluran untuk
menahan/menyalurkan air, yang biasanya ditanami padi sawah tanpa memandang
dari mana diperolehnya atau status tanah tersebut. Termasuk di sini lahan yang
terdaftar di Pajak Hasil Bumi, Iuran Pembangunan Daerah, lahan bengkok, lahan
serobotan, lahan rawa yang ditanami padi dan lahan-lahan bukaan baru
(transmigrasi dan sebagainya).
Berdasarkan pengairannya lahan sawah dibedakan menjadi :

19
Universitas Sumatera Utara

1.

Lahan Sawah Berpengairan (Irigasi).
Yaitu lahan sawah yang memperoleh pengairan dari sistem irigasi, baik

yang bangunan penyadap dan jaringan-jaringannya diatur dan dikuasai dinas
pengairan PU maupun dikelola sendiri oleh masyarakat.
Lahan sawah irigasi terdiri atas :

2.



Lahan sawah irigasi teknis.



Lahan sawah irigasi setengah teknis.



Lahan sawah irigasi sederhana.



Lahan sawah irigasi non PU

Lahan Sawah Tak Berpengairan (Non Irigasi) Yaitu lahan sawah yang tidak

memperoleh pengairan dari sistem irigasi tetapi tergantung pada air alam seperti :
air hujan, pasang surutnya air sungai/laut dan air rembesan. Lahan sawah non
irigasi meliputi :


Lahan sawah tadah hujan.



Lahan sawah pasang surut.



Lahan sawah lainnya (lebak, polder, rembesan, lahan rawa yang
dapat ditanami padi dan lain-lain).

2. Lahan Bukan Sawah
Yang dimaksud dengan lahan bukan sawah adalah semua lahan
selain lahan sawah seperti lahan pekarangan, huma, ladang, tegalan/kebun,
lahan perkebunan, kolam, tambak, danau, rawa, dan lainnya. Lahan yang
berstatus lahan sawah yang sudah tidak berfungsi sebagai lahan sawah
lagi, dimasukkan dalam lahan bukan sawah.

20
Universitas Sumatera Utara

2.1.7

Konversi Lahan Pertanian
Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting

dalam perekonomian nasional dan kelangsungan hidup masyarakat, terutama
dalam sumbangannya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja dan penyediaan
pangan dalam negeri. Kesadaran terhadap peran tersebut menyebabkan sebagian
besar masyarakat masih tetap memelihara kegiatan pertanian mereka meskipun
negara telah menjadi negara industri.
Sehubungan dengan itu, pengendalian lahan pertanian merupakan salah
satu kebijakan nasional yang strategis untuk tetap memelihara industri pertanian
primer dalam kapasitas penyediaan pangan, dalam kaitannya untuk mencegah
kerugian social ekonomi dalam jangka panjang mengingat sifat multifungsi lahan
pertanian. Pembahasan dan penanganan masalah alih fungsi lahan pertanian yang
dapat mengurangi jumlah lahan pertanian, terutama lahan sawah, telah
berlangsung sejak dasawarsa 90-an. Akan tetapi sampai saat ini pengendalian alih
fungsi lahan pertanian belum berhasil diwujudkan. Selama ini berbagai
kebijaksanaan yang berkaitan dengan masalah pengendalian konversi lahan sawah
sudah banyak dibuat. Setidaknya ada 10 peraturan/perundangan yang berkenaan
dengan masalah tersebut.

21
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1
Peraturan/perundangan terkait dengan alih-guna lahan pertanian
No.
1.
2.
3.

Peraturan
/Perundangan
UU no. 24/1992
Kepres
No.
53/1989
Kepres No.33/1990

4.

SE MNA/KPPN
410-1851/1994

5.

SE MNA/KPPN
410-2261/1994
SE/KBAPPENAS
5335/MK/9/1994
SE MNA/KBPN
5335/MK/1994
SE MNA/KBPN
5417/MK/10/1994
SE MENDAGRI
474/4263/SJ/1994
SE MNA/KBPN
460-1594/1996

6.
7.
8.
9.
10.

Garis besar isi, khususnya yang terkait dengan
alih guna lahan pertanian
Penyusunan RTRW harus mempertimbangkan
budidaya pangan/ SIT
Pembangunan kawasan industry, tidak boleh konversi
SIT/ tanah pertanian subur
Pelarangan pemberian izin perubahan fungsi lahan
basah dan pengairan beririgasi bagi kawasan
pembangunan kawasan industry
Pencegahan penggunaan tanah sawah beririgasi
teknis untuk penggunaannon pertanian melalui
penyusunan RTR
Izin lokasi tidak boleh mengkonversi sawah irigasi
teknis (SIT)
Pelarangn konversi lahan sawah irigasi teknis untuk
non pertanian
Penyusunan RTRW Dati II melarang konversi lahan
sawah irigasi teknis untuk non pertanian
Efisiensi pemanfaatan lahan bagi pembangunan
perumahan
Mempertahankan sawah irigasi teknis untuk
mendukung swasembada pangan
Mencegah konversi dan irigasi teknis mnjadi tanah
kering

Sumber : www.bappenas.go.id

Seiring dengan proses pembangunan di Indonesia, masalah ketersediaan
sumber daya lahan semakin terbatas. Prioritas kebijakan pemerintah untuk
memacu pertumbuhan ekonomi dan investasi justru makin memacu proses
industrialisasi dan memarjinalkan sektor pertanian. Karena ada anggapan
pembangunan sektor industri lebih menguntungkan untuk berinvestasi dan
memacu pertumbuhan ekonomi lebih cepat, sehingga pembangunan sektor
pertanian terabaikan dan dianggap sektor

yang inferior

yang kurang

menguntungkan.

22
Universitas Sumatera Utara

Kondisi ini terus berjalan sampai dengan saat ini, di mana para pembuat
kebijakan maupun perencana pembangunan cenderung lebih banyak mengadopsi
teori-teori barat dengan berdasarkan pengalaman keberhasilan negara-negara
Eropa dan Amerika. Hal ini berakibat sektor pertanian yang sebenarnya lebih
cocok dengan iklim dan budaya masyarakat Indonesia (mayoritas tinggal di
perdesaan) semakin terdesak, termasuk dalam penggunaan sumber daya lahannya.
Kondisi ini dapat dilihat di dunia nyata bahwa makin pesatnya laju konversi lahan
pertanian suburban dan produktif beralih fungsi ke penggunaan non pertanian
seperti industri dan permukiman.
Proses terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian
disebabkan oleh beberapa faktor. Kustiwan (1997) dalam Lestari (2009)
menyatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor penting yang menyebabkan
terjadinya alih fungsi lahan sawah yaitu:
1.

Faktor Eksternal. Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika
pertumbuhan perkotaan (fisik maupun spasial), demografi maupun ekonomi.

2. Faktor Internal. Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi
sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.
3. Faktor Kebijakan. Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah
pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan
pertanian.
Pasandaran dalam Lestari ( 2009) menjelaskan paling tidak ada tiga faktor,
baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang merupakan determinan konversi
lahan sawah, yaitu:

23
Universitas Sumatera Utara

1.

Kelangkaan sumberdaya lahan dan air

2.

Dinamika pembangunan

3.

Peningkatan jumlah penduduk

2.1.8

Harga Dasar Beras
Menurut Ratna Anindita (2008), harga produk dibidang pertanian berbeda

dengan harga produk dibidang industri dimana harga produk dibidang industri
relatif konstan atau lebih banyak ditentukan oleh perusahaan, sedangkan harga
produk pertanian relatif berfluktuasi karena produk pertanian mempunyai
beberapa sifat yaitu:
1.

Keadaan biologi di lingkungan pertanian, seperti hama dan penyakit begitu
juga iklim menyebabkan output pertanian bersifat musiman dan tidak
kontinu.

2.

Adanya time lags (waktu yang terlambat ketika keputusan dalam
menggunakan input dan menjual output) dibidang industri waktu ini sangat
dekat.

3.

Keadaan pasar, khususnya struktur pasar dan berbagai anggapan tentang
pasar pertanian yang menyebabkan semakin tidak menentunya harga dibidang
pertanian.

4.

Dampak dari institusi, seperti BULOG dan komitmen perdagangan (antara
lain pengurangan tarif dan lain-lain).

24
Universitas Sumatera Utara

2.1.9

Kebijakan Harga
Kebijakan harga dan non-harga untuk komoditas pangan telah lama

dikenal dalam literatur ekonomi pertanian. Namun, kebijakan harga bagi
kepentingan petani padi dan beras pertama sekali diperkenalkan di Indonesia pada
tahun 1969. Sejak itu, kebijakan harga dan non-harga dilaksanakan secara
bersamaan, sehingga Indonesia mampu meningkatkan produksi gabah yang tinggi.
Kualitas gabah dan beras adalah salah satu kunci daya saing industri padi
dan beras nasional. Oleh karena itu, kebijakan harga dan insentif pendukung
lainnya perlu dirancang untuk saling memperkuat keterkaitan tersebut, sehingga
mampu memperkuat industri primer (padi) dan industri sekunder (beras).
Pemerintah mendorong petani untuk meningkatkan produksi melalui program
bimbingan massal (BIMAS) pada pertengahan 1960an.
Pada awalnya, pemerintah mendorong petani untuk meningkatkan
produksi padi melalui kebijakan non-harga, seperti memperkenalkan varietas
unggul padi, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, perbaikan
pengairan, dan perbaikan teknik pertanian. Namun kebijakan non-harga saja
ternyata belum cukup ampuh untuk mendorong petani meningkatkan produksi,
karena harga gabah/beras yang diterima petani seringkali di bawah biaya produksi
Pemerintah melalui Inpres no. 9 tahun 2001 mengganti kebijakan HDG( harga
dasar gabah) menjadi Harga Dasar Pembelian Pemerintah ( HDPP ), dan
selanjutnya diubah lagi menjadi Harga Pembelian Pemerintah ( HPP ) melalui
Inpres No.2 tahu 2005. Kebijakan HPP memang berbeda dengan kebijakan
HDG,walaupun keduanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu menyangga harga

25
Universitas Sumatera Utara

gabah supaya tidak anjlok utamanya pada musim panen raya melalui intervensi
peningkatan permintaan pembelian harga gabah.
Volume pembelian dan harga gabah pada kebijaka HPP telah ditentukan
dengan kemampuan menajemen pemerintah (misalnya 2 juta ton beras dengan
harga Rp 3550 per kg), sehingga diharapkan dengan jumlah pembelian sebesar
itu, tekanan terhadap anjloknya harga gabah pada musim panen raya dapat
dikurangi. Dengan demikian kebijakan HPP tidak menjamin bahwa harga gabah
di pasar, utamanya pada panen raya, di atas HPP yang telah ditetapkan
pemerintah.
Kebijakan harga melalui jaminan harga dasar dapat memperkecil resiko
dalam berusahatani, karena petani terlindungi dari kejatuhan harga jual
gabah/beras di bawah ongkos produksi, yang sering terjadi dalam musim panen
raya. Manakala resiko suatu usaha dapat ditekan sekecil mungkin, maka
ketersediaan beras dari produksi dalam negeri lebih terjamin.

26
Universitas Sumatera Utara

2.1.10 Penelitian Terdahulu

No.
1.

2.

3.

Tabel 2.2
Ringkasan penelitian terdahulu
Nama penelitian
Judul penelitian
Hasil penelitian
Rofiah
Analisisi
variabel Luas Panen dan Harga
(2011)
Determinasi
Dasar
Beras
mempunyai
Ketahanan Pangan di pengaruh yang positif terhadap
Kota
Ketersediaan
Beras
yang
Padangsidimpuan
mewakili Ketahanan Pangan di
Kota Padangsidimpuan dan
masing-masing signifikan pada
tingkat kepercayaan 1% untuk
Luas Panen dan 10% untuk
vareabel Harga Dasar Beras, dan
nilai R-Square sebesar 0,9170
Doni
Silalahi, Analisis Ketahanan Bahwa variabel luas areal panen
Rachmad Sitepu, Pangan
Provinsi padi dan produktivitas lahan
Gim Tarigan
Sumaetera Utara
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
rasio
ketersediaan
beras,
jumlah
konsumsi beras berpengaruh
negatif
dan
signifikan,
sedangkan
stok
beras
berpengauh positif namun tidak
signifikan , dan harga beras
berpengaruh negatif namun tidak
signifikan
terhadap
rasio
ketersediaan beras di sumatera
utara.
Denny Afrianto
Analisis
Pengaruh Bahwa variabel stok beras
(2010)
Stok Beras, Luas berpengaruh positif namun tidak
Panen,
Rata-Rata signifikan
terhadap
rasio
Produksi,
Harga ketersediaan beras , luas panen
Beras, dan Jumlah rata-rata produksi berpengaruh
Konsumsi Terhadap posotif dan signifikan terhadap
Ketahanan Panan Di rasio ketersediaan beras,a harga
Jawa Tengah
beras
berpengaruh
negatif
namun tidak signifikan terhadap
rasio ketersediaan beras, dan
jumlah konsumsi berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap
rasio ketersediaan beras.

Sumber : data diolah oleh penulis

27
Universitas Sumatera Utara

2.2

Kerangka Konseptual
Beras sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia, memegang peranan

penting dalam menyokong terwujudnya ketahanan pangan nasional. Namun
ketersediaan beras juga tergantung pada beberapa faktor, seperti luas areal panen
padi, dan harga beras di tiap kabupaten/kota. Secara matematis kerangka
pemikiran ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Y = f (LP , HDB )
Dimana :
Y = rasio ketersediaan beras
LP = luas panen padi
HDB = harga dasar beras
Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut :
Luas panen Ha

Ketersediaan beras ton
Harga dasar beras RP

28
Universitas Sumatera Utara

2.3

Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang

menjadi objek penelitian, dimana tingkat kebenarannya masih perlu dibuktikan
atau diuji secara empiris.
Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka hipotesis yang
dapat dibuat penulis adalah:
1.

Luas panen berpengaruh positif terhadap persediaan pangan beras,ceteris
paribus.

2.

Harga dasar beras berpengaruh positif terhadap Ketersediaan pangan beras,
ceteris paribus

29
Universitas Sumatera Utara