Analisis Determinan Ketahanan Pangan di Kota Padangsidimpuan

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS DETERMINAN KETAHANAN PANGAN DI KOTA PADANGSIDIMPUAN

SKRIPSI Diajukan Oleh:

R O F I A H

070501005

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Ekonomi 2011


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI

Nama : Rofiah NIM : 070501005

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan Regional

Judul Skripsi :Analisis Determinan Ketahanan Pangan di Kota Padangsidimpuan

Tanggal, Pembimbing Skripsi

NIP. 19551003 198103 1 004 (Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin)


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

Hari : Kamis

BERITA ACARA UJIAN

Tanggal : 24 Maret 2011 Nama : Rofiah

NIM : 070501005

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan Regional

Judul Skripsi :Analisis Determinan Ketahanan Pangan di Kota Padangsidimpuan

Ketua Departemen Pembimbing Skripsi

(Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec

NIP. 19730408 199802 1 001 NIP. 19551003 198103 1 004 (Prof.Dr.Sya’ad Afifuddin)

Penguji I Penguji II

(Ilyda Sudardjad M. Si)

NIP. 19730325 200801 2 007 NIP. 19490808 198103 1 003 (Drs.Rahcmat Sumanjaya Hsb., M.Si)


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK

Nama : Rofiah NIM : 070501005

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan Regional

Judul Skripsi :Analisis Determinan Ketahanan Pangan di Kota Padangsidimpuan

Tanggal, Ketua Departemen

NIP. 19730408 199802 1 001 (Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec)

Tanggal, Dekan

NIP. 19550810 198303 1 004 (Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec)


(5)

ABSTRACT

The purpose of this study was to analyze determinant Padangsidimpuan Food Security in the City for three years 2008-2010 that were examined based on monthly data. The independent variables used in this study is Harvested and Price of Rice.

The method used in the analysis of Food Security in the City Padangsidimpuan is Ordinanary Least Square method (OLS) using analytical tools to process data by using Eviews 6.0.

The estimation results show that, the variable Area Harvested and Price of Rice has a positive effect on the availability of rice representing Padangsidimpuan Food Security in the City and each is significant at 1% level of confidence for the Area and 10% for vareabel Basic Price of Rice, and value R-Square of 0.9170.

Keywords: Padangsidimpuan, Availability Rice, Harvested Area, and the ceiling price of rice.


(6)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Determinan Ketahanan Pangan di Kota Padangsidimpuan selama tiga tahun 2008-2010 yang dikaji berdasarkan data bulanan. Adapun variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Luas Panen dan Harga Dasar Beras.

Metode yang digunakan dalam analisis terhadap Ketahanan Pangan di Kota Padangsidimpuan adalah metode Ordinanary Least Square (OLS) dengan menggunakan alat analisis untuk mengolah data yaitu dengan menggunakan eviews 6.0.

Hasil estimasi menunjukkan bahwa, variabel Luas Panen dan Harga Dasar Beras mempunyai pengaruh yang positif terhadap Ketersediaan Beras yang mewakili Ketahanan Pangan di Kota Padangsidimpuan dan masing-masing signifikan pada tingkat kepercayaan 1% untuk Luas Panen dan 10% untuk vareabel Harga Dasar Beras, dan nilai R-Square sebesar 0,9170.

Kata kunci: Padangsidimpuan, Ketersediaan Beras,Luas Panen, dan Harga Dasar Beras.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Determinan Ketahanan Pangan di Kota Padangsidimpuan”

Skripsi ini membahas tentang determinan besarnya Ketahanan Pangan di Kota Padangsidimpuan. Tujuan dari skripsi ini salah satunya adalah untuk memberikan pengetahuan terutama untuk mahasiswa Universitas Sumatera Utara mengenai pentingnya peningkatan Ketahanan pangan sehingga masyarakat lebih mudah untuk mengakses pangan secara mudah.

Usaha dan kerja yang telah dilakukan penulis tidak akan berjalan sukses tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, dengan rasa tulus dan ikhlas penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta Pak Samijan dan Bu Pasri yang selama ini telah banyak memberikan doa, semangat, kekuatan dan kesabaran serta materi, dan hal-hal lain yang dibutuhkan penulis dalam setiap langkah. Dan kepada keluarga besar yang banyak memberikan dorongan dan bantuan yang tidak ternilai khususnya kakak dan adik penulis (Kak Susanti dan Novita Sari), dan kepada semua pihak yang mendukung dalam penyelesaian skripsi ini terutama kepada :


(8)

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec sebagai ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, Msoc, Sc, PhD selaku Ketua Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universutas Sumatera Utara. 5. Bapak Paidi Hidayat, SE. M,Si selaku Sekretaris Program Studi S-1 Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, memberi bimbingan dan masukan dari awal pengerjaan sampai dengan selesainya skripsi ini.

7. Ibu Ilyda Sudarjat, MSi dan Bapak Drs. Rachmat Sumanjaya Hsb., MSi selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan petunjuk dan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini.

8. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Ekonomi terkhusus Departemen Ekonomi Pembangunan atas pengajaran, bimbingan, dan bantuannya kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.


(9)

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal ini karena masih kurangnya pengalaman dan terbatasnya ilmu pengetahuan penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam pencapaian kesempurnaan skripsi ini pada masa yang akan datang dan juga untuk penyempurnaan penulisan yang sejenis. Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, Maret 2010

Penulis


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1... Lat ar Belakang... 1

1.2... Per umusan Masalah ... 6

1.3... Hip otesis ... 6

1.4... Tuj uan Penelitian ... 6

1.5... Ma nfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ketahanan Pangan... 8

2.1.1 Program Peningkatan ketahanan Pangan ... 10

2.2 Kebijakan Pertanian ... 12

2.3 Ketersediaan Beras... 15

2.3.1 Produksi Beras ... 16

2.3.2 Teori Produksi ... 14

2.3.3 Fungsi Produksi ... 16

2.3.4 Tahap-Tahap Produksi ... 20

2.3.5 Biaya Produksi ... 23

2.4 Luas Panen. ... 27

2.4.1 Pengertian Luas Panen ... 27

2.4.2 Pengertian Lahan ... 27

2.4.3 Jenis-Jenis Lahan Pertanian ... 28

2.4.4 Konversi Lahan Pertanian ... 30

2.5 Harga Dasar Beras ... 33


(11)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 37

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 37

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data... 37

3.4 Pengolahan Data ... 38

3.5 Model Analisis Data... 38

3.6 Uji Kesesuaian ( Test Of Goodness Of Fit ) ... 39

3.6.1 Uji Koefisien Determinasi ( R-Square )... 40

3.6.2 Uji t-Statistik ( Partial Test ) ... 40

3.6.3 Uji F-Statistik ( Uji Keseluruhan ) ... 41

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 44

3.7.1 Multikolinieritas ( Multicolinierity ) ... 44

3.7.2Uji Autokorelasi ... 45

3.8 Definisi Operasional ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian... 47

4.1.1 Sejarah Terbentuknya Kota Padangsidimpuan ... 47

4.1.2 Kondisi Geografis dan Iklim ... 48

4.1.3 Kondisi Demografi ... 52

4.1.4 Potensi Wilayah ... 53

4.1.5 Potensi Pertanian ... 54

4.1.6 Perkembangan Ketersediaan Beras ... 56

4.1.7 Perkembangan Luas Panen ... 57

4.1.8 Perkembangan Harga Dasar Beras... 59

4.2 Hasil dan Analisa ... 61

4.3.Test Of Goodness Of Fit ) ... 61

4.3.1 Uji Koefisien Determinasi ( R-Square /R2) ... 62

4.3.2 Uji t-Statistik ( Parsial Test ) ... 62

4.3.3 Uji F-Statistik ... 65

4.4 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 68

4.4.1 Multikolinieritas ( Multicolinierity ) ... 68

4.4.2 Uji Autokorelasi ... 70

4.5 Pembahasan ... 72

4.5.1 Pengaruh Luas Panen Terhadap Ketersediaan Beras... 72

4.5.2 Pengaruh Harga Dasar Beras Terhadap Ketersediaan Beras ... 72

4.5.3 Pembahasan Model ... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 74


(12)

5.2 Saran ... 75 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1. : Peraturan/Perundangan Terkait dengan Alih Fungsi

Lahan Pertanian ... 31 4.1. :Jumlah Kelurahan dan Desa di Kota Padangsidimpuan ... 50 4.2 : Indikator Ekonomi Kota Padangsidimpuan Tahun 2007 ... 54 4.3 : Perkembangan Produksi Beras Kota Padangsidimpuan

Tahun 2008-2010 ... 57 4.4 : Perkembangan Luas Panen Padi Kota Padangsidimpuan

Tahun 2008-2010 ... 58 4.5 : Perkembangan Harga Beras di Kota Padangsidimpuan

Tahun 2008-2010 ... 60 4.7 : Corelation Matrix ... 69


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 : Kurva Isoquant ... 19

2.2 : Kurva Tahapan-Tahapan Produksi ... 21

2.3 : Kurva Biaya Total, Rata-Rata, dan Marginal Dalam Jangka Pendek ... 26

3.1 : Kurva Uji t-statistik ... 41

3.2 : Kurva Uji F-Statistik ... 43

3.3 : Kurva Uji Durbin Watson ... 46

4.1 : Kurva Uji t-statistik Variabel Luas Panen ... 64

4.2 : Kurva Uji t-Statistik Variabel Harga Dasar Beras ... 65

4.3 : Kurva Uji F-Statistik ... 67


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Halaman

1... Data Ketahanan Pangan ... 78 2... Hasil Regres Model Persamaan 1 ... 80 3 Hasil Regresi Model Persamaan 2 ... 81


(16)

ABSTRACT

The purpose of this study was to analyze determinant Padangsidimpuan Food Security in the City for three years 2008-2010 that were examined based on monthly data. The independent variables used in this study is Harvested and Price of Rice.

The method used in the analysis of Food Security in the City Padangsidimpuan is Ordinanary Least Square method (OLS) using analytical tools to process data by using Eviews 6.0.

The estimation results show that, the variable Area Harvested and Price of Rice has a positive effect on the availability of rice representing Padangsidimpuan Food Security in the City and each is significant at 1% level of confidence for the Area and 10% for vareabel Basic Price of Rice, and value R-Square of 0.9170.

Keywords: Padangsidimpuan, Availability Rice, Harvested Area, and the ceiling price of rice.


(17)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Determinan Ketahanan Pangan di Kota Padangsidimpuan selama tiga tahun 2008-2010 yang dikaji berdasarkan data bulanan. Adapun variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Luas Panen dan Harga Dasar Beras.

Metode yang digunakan dalam analisis terhadap Ketahanan Pangan di Kota Padangsidimpuan adalah metode Ordinanary Least Square (OLS) dengan menggunakan alat analisis untuk mengolah data yaitu dengan menggunakan eviews 6.0.

Hasil estimasi menunjukkan bahwa, variabel Luas Panen dan Harga Dasar Beras mempunyai pengaruh yang positif terhadap Ketersediaan Beras yang mewakili Ketahanan Pangan di Kota Padangsidimpuan dan masing-masing signifikan pada tingkat kepercayaan 1% untuk Luas Panen dan 10% untuk vareabel Harga Dasar Beras, dan nilai R-Square sebesar 0,9170.

Kata kunci: Padangsidimpuan, Ketersediaan Beras,Luas Panen, dan Harga Dasar Beras.


(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Pembangunan adalah proses multidimensional yang dilakukan secara sadar, terencana dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dapat juga dikatakan sebagai proses perubahan keadaan menjadi lebih baik. Peningkatan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan diartikan sebagai keberhasilan dari proses pembangunan.

Menurut Mahyudi (2004:1) Pembangunan ekonomi merupakan pertumbuhan ekonomi yang dapat menyebabkan perubahan-perubahan, menurunnya perubahan terjadi terutama pada tingkat pertumbuhan penduduk dan perubahan dari struktur ekonomi, baik peranannya terhadap pembentukan pendapatan nasional, maupun peranannya dalam menyediakan lapangan kerja. Pangan, merupakan kebutuhan primer manusia yang tidak dapat ditawar-tawar lagi pemenuhannya. Pengabaian atas kewajiban pemenuhan pangan merupakan pelanggaran hak asasi manusia, yang akan menimbulkan dampak serius baik dalam skala individu maupun pada tatanan stabilitas sebuah negara. Dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat maka dapat dipastikan bahwa kebutuhan akan pangan juga akan semakin meningkat, dengan kata lain terjadi peningkatan konsumsi. Namun adanya peningakatan dalam hal konsumsi terkadang tidak dapat diimbangi dengan adanya peningkatan produksi.

Bagi Indonesia, Pangan diidentikkan dengan suatu jenis hasil tanaman yaitu beras, karena pangan jenis ini merupakan makanan yang dijadikan bahan


(19)

makanan pokok utama. Beras dijadikan hampir seluruh penduduk indonesia sebagai pemenuhan kebutuhan kalori harian. Sehingga tidak salah jika penggunaan istilah pangan disini mengacu pada perberasan nasional.

Dengan pertimbangan pentingnya beras secara ekonomi dan politik tersebut pemerintah selalu berupaya agar ketersediaan beras tersebut mencukupi dan tentu saja harus juga dibarengi oleh keterjangkauan daya beli oleh masyarakat. Pertimbangan tersebut semakin penting bagi kondisi bangsa ini mengingat jumlah penduduknya yang semakin besar dengan sebaran populasi yang meyebar dan cakupan geografis yang luas dan tersebar pula.

Dalam pemenuhan akan kebutuhan beras pemerintah selalu berusaha mengupayakan pengadaan dan produksi dalam negeri dan hal tersebut dapat sukses dilakukan oleh Indonesia pada dekade tahun 1980-an yang mengantarkan Indonesia Swasembada Pangan. Dengan Swasembada Pangan tersebut menyebabkan perekonomian yang stabil, ketersediaan lapangan pekerjaan khususnya dipedesaan, dan tentu terciptanya ketahanan pangan.

Namun kondisi tahun-tahun setelahnya, swasembada pangan telah mengalami perubahan. Produksi beras dalam negeri terus mengalami kemerosotan sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan jumlah penduduk yang terus meningkat. Kondisi ini pun akhirnya memaksa kita untuk melakukan pemenuhan pangan nasional yang berasal dari pengadaan luar negeri atau sering diistilahkan sebagai impor beras. Kondisi ini diakibatkan oleh kebijakan pemerintah yang mulai mengenyampingkan sektor pertanian dan lebih terfokus pada pembangunan yang berbasis industri.


(20)

Lahan-lahan produktif pertaniaan banyak yang beralih fungsi sebagai pabrik dan pemukiman, para petani lebih memilih berpindah ke kota untuk mengadu nasib dari pada mengaharapkan hasil dari pertaniannya yang sudah tidak kompetitif dan menguntungkan. Sehingga dari tahun-ketahun pengadaan luar negeri/impor beras selalu menambah daftar ketahanan pangan nasional. Permasalahan yang timbul dari impor beras adalah terdapatnya ketergantungan Indonesia terhadap beras dari negara lain. Karena bantuan pangan sering kali dijadikan sebagai alat penekanan politik dan ekonomi oleh negara pengekspor kepada negara-negara yang membutuhkan bantuan pangan.

Dalam Pasal 1 PP No.68 tahun 2002 menerangkan bahwa Ketahanan Pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin pada tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman merata, dan terjangkau.

Ketahanan pangan berarti adanya kemampuan mengakses pangan secara cukup untuk mempertahankan kehidupan yang sehat. Lebih jauh lagi, dalam konteks sebuah Negara, kedaulatan pangan berarti terpenuhinya hak masyarakat untuk memiliki kemampuan guna memproduksi kebutuhan pokok pangan secara mandiri. Dari pengertian diatas dapat terlihat bahwa kemampuan aksesibilitas masyarakat terhadap pangan merupakan hal yang amat penting disamping ketersediaan pangan itu sendiri.

Seiring dengan proses otonomi daerah yang diataur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2000 Tentang Otonomi Daerah yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, peranan daerah dalam


(21)

meningkatkan ketahanan pangan di wilayahnya menjadi semakin meningkat. Searah dengan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat berperan aktif dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan di wilayah kerjanya ( Suryana,2004: 79).

Dengan adanya otonomi daerah tersebut kota Padangsidimpuan sebagai kabupaten kota mempunyai kewajiban untuk dapat memenuhi pangan daerahnya sesuai dengan isi Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000. Sektor pertanian kota Padangsidimpuan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang perekonomian dan kehidupan masyarakatnya harus dapat dikembangkan secara efisien, sehingga mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas produk-produk sektor pertanian.

Pengembangan sektor pertanian sangat diharapkan dalam menunjang sasaran pembangunan kota Padangsidimpuan sebagai daerah yang sebagian besar penduduknya bekerja disektor pertanian. Pembangunan pertanian tanaman pangan yang dilakukan perlu memperhatikan antara jenis tanah, topografi, iklim, budaya serta faktor pendukung teknis lainnya, terutama kesesuaian antara kemampuan, kemauan dan keinginan penduduk dengan peluang pengembangan pertanian tanaman pangan dan dorongan serta kebijaksanaan dari pemerintah untuk memacu pertumbuhan sub sektor tanaman pangan.

Harga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ketersediaan pangan beras, harga yang relatif stabil dan wajar akan lebih memberikan kepastian penghasilan dan insentif berproduksi kapada petani dan sekaligus menjaga kelangsungan daya beli konsumen. Dalam era perdagangan bebas dan reformasi


(22)

pemerintah saat ini, fungsi dan kewenangan lembaga-lembaga Negara seperti Departemen Keuangan (DEPKEU ), Bank Indonesia (BI), Bank Rakyat Indonesia ( BRI ), Badan Urusan Logistik ( BULOG ), termasuk kebijakan subsidi yang dahulu sangat berperan dalam menunjang stabilitas sistem perberasan, telah mengalami deregulasi mengikuti azas mekanisme pasar bebas.

Lahan sebagai objek pertanian yang ketersediaannya sangat berpengaruh terhadap hasil pertanian, Yang sekarang ini sedang menghadapi masalah serius. Alih fungsi lahan serta berkurangnya unsur hara pada tanah menjadi masalah yang paling utama yang sedang dihadapi oleh lahan pertanian Indonesia.

Penguatan ketahanan pangan diperlukan dalam rangka menyediakan sumberdaya manusia sehat dan berkualitas untuk meningkatkan produktifitas dan daya saing nasional. Penguatan ketahanan pangan juga meningkatkan keamanan nasional. Tersedianya akses terhadap pangan yang cukup bagi semua dapat mencegah terjadinya permasalahan-permasalahan kerawanan sosial di masyarakat yang dipicu oleh situasi kerawanan pangan.

Berdasarkan uraian di atas bahwa betapa pentingnya pangan bagi baik individu maupun suatu Negara, penulis ingin menganalisa lebih lanjut mengenai ketersediaan pangan beras di kota Padangsadimpuan, maka penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul “Analisis Determinan Ketahanan Pangan Di Kota Padangsidimpuan”.


(23)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh luas panen terhadap ketersediaan pangan beras di Kota Padangsidimpuan?

2. Bagaimana pengaruh harga dasar beras terhadap ketersediaan pangan beras di Kota Padangsidimpuan?

1.3Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian, dimana tingkat kebenarannya masih perlu dibuktikan atau diuji secara empiris.

Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka hipotesis yang dapat dibuat penulis adalah:

1. Luas panen berpengaruh positif terhadap persediaan pangan beras,ceteris paribus.

2. Harga dasar beras berpengaruh positif terhadap Ketersediaan pangan beras, ceteris paribus.

1.4Tujuan penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah diuraikan di atas maka penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh luas panen terhadap ketahanan pangan di kota Padangsidimpuan.


(24)

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh harga dasar beras terhadap ketahanan pangan di kota Padangsidimpuan.

1.5Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

1. Memberi masukan bagi pengambilan keputusan dalam ketersediaan beras di Kota Padangsidimpuan.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya mahasiawa/i Departemen Ekonomi Pembangunan.

3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti lainnya yang berhubungan dengan ketersediaan pangan beras di Kota Padangsidimpuan. 4. Sebagai penambah wawasan bagi peneliti mengenai ketahanan pangan.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ketahanan Pangan

Undang-undang no 7 tahun 1996 tentang pangan mengartikan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

Sesuai Dengan pengertian dalam undang-undang tersebut, mewujudkan ketahanan pangan dapat diatikan lebih lanjut sebagai berikut ( Suryana, 2004 : 103):

1. Terpenuhinya pangan yang cukup diartikan ketersediaan pangan.

2. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran biologis, kimia dan benda / zat lain yang dapat menggangu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta aman dari kaidah agama.

3. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, dapat diartikan pangan harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air.

4. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh oleh setiap rumah tangga dengan harga yang terjangkau.

Ketahanan pangan merupakan suatu sistem ekonomi pangan yang terintegrasi yang terdiri atas berbagai subsistem. Subsistem utamanya adalah ketersediaan pangan, distribusi pangan, dan konsumsi pangan. Terwujudnya ketahanan pangan merupakan sinergi dan interaksi dari ketiga subsistem tersebut.


(26)

1. Subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan serta keseimbangan antar ekspor dan impor pangan.

2. Subsistem distribusi pangan mencakup akspek aksesibilitas secara fisik dan ekonomi atas pangan secara merata yang tercermin oleh harga dan daya beli masyarakat.

3. Subsistem konsumsi menyangkut upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan yang baik, sehingga dapat mengelola konsumsinya secara optimal.

Ditinjau dari sistem kelembagaan pangan, terwujudnya ketahanan pangan dihasilkan oleh bekerjanya secara sinergis suatu sistem yang terdiri dari subsistem rumah tangga, subsistem lingkungan masyarakat, dan subsistem pamerintahan. Subsistem rumah tangga mencakup pengaturan pola konsumsi, pola pengadaan, pola cadangan; subsistem lingkunagn masyarakat mencakup pengaturan produksi, distribusi dan pemasaran; dan subsistem pemerintahan mencakup kebijakan, fasilitas dan pengamanan.

Terpenuhinya pangan di suatu daerah mengurangi ketergantungan terhadap penyediaan pangan nasional sehingga akan memperkecil kemungkinan impor beras. Selain itu kelebihan produksi akan membantu penyediaan pangan daerah lain.


(27)

2.1.1 Program Peningkatan Ketahanan Pangan Program ini bertujuan untuk :

1. Meningkatkan keanekaragaman produksi, ketersediaan dan konsumsi pangan bersumber dari tanaman pangan, holtikultura serta produk-produk olahannya.

2. Mengembangkan kelembagaan produksi pangan yang mendukung peningkatan ketersediaan dan distribusi, serta konsumsi pangan.

3. Mengembangkan usaha bisnis pangan yang kompetitif yang menghindarkan monopoli usahabisnis pangan.

4. Menjamin ketersediaan pangan dan gizi yang baik bagi masyarakat.

Sasaran program ini adalah :

1. Meningkatnya produksi dan ketersediaan pangan, beras secara berkelanjutan serta mempertahankan swasembada pangan.

2. Meningkatnya keaneka ragaman dan kualitas konsumsi pangan masyarakat perkapita dan menurunnya konsumsi beras.

3. Meningkatnya sektor mutu pola pangan harapan dan berkurangnya keluarga rawan pangan dan gizi.

4. Meningkatnya pemanfaatan tehnologi produksi pangan dan pengolahan bahan pangan.

5. Meningkatnya kuantitas dan kualitas pangan yang dipasarkan

6. Meningkatnya partisipasi masyarakat dan investasi swasta dalam pengembangan bisnis pangan


(28)

Kegiatan Pokok meliputi :

1. Peningkatan produktivitas faktor – faktor produksi pangan beras dan non beras dari masyarakat petani

2. Mengembangkan prasarana dan sarana pendukung ketahanan pangan (melalui program pembangunan agenda ke lima membangun prasarana dan sarana daerah)

3. Memanfaatkan lahan tidur dan lahan kurang produktif yang mengacu pada rencana tata ruang wilayah.

4. Peningkatan bantuan tambahan pangan dalam jangka pendek kepada keluarga miskin/ rawan pangan

5. Pengembangan pengolahan persediaan pangan termasuk pengembangan lumbung desa dan pengembangan cadangan serta pengembangan budidaya serta perternakan.

6. Peningkatan penegakan hukum dalam pemanfaatan dan pelestarian sumber daya hayati.

7. Peningkattan upaya pengendalian hama, penyakit dan gulma secara terpadu.

8. Peningkatan kualitas SDM masyarakat dan petugas pertanian 9. Pengembangan prasarana dan sarana pertanian.

10 Pengembangan bengkel – bengkel alat mesin pertanian (alsintan)

11.Pembinaan kredit – kredit yang menunjang peningkatan ketahanan pangan.


(29)

2.2 Kebijakan Pertanian

Sistem otonomi daerah dan desentralisasi mendominasi serta populer dalam pelaksanaan tata kepemerintahan. Kewenangan tata kepemerintahan sebagian besar dilimpahkan kepada daerah. Sebuah pelimpahan kewenangan yang besar ini juga disertai tanggung jawab yang besar pula. Amanah UU No 22 tahun 1999 menegaskan pelaksanaan otonomi daerah diwujudkan dalam pemberian wewenang yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah secara proporsional melalui pengaturan, pembagian, pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta dilandasi prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

Kebijakan pertanian tesebut meliputi pengembangkan pertanian berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif dengan optimalisasi sumber daya pertanian yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan serta mewndorong usaha-usaha pertanian yang efesien, berkeadilan dan kondusif terhadap investasi dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat dan PAD. Pembangunan Pertanian berperan besar dalam rangka penyediaan pangan untuk mendukung ketahanan pangan nasional dan menyumbang penerimaan devisa dan pendapatan produk domestik bruto daerah (PDRB). Revitalisasi pembangunan pertanian yang akan menentukan kondisi keamanan pangan amat tergantung kepada masalah sarana produksi termasuk pupuk. Di hampir seluruh Kabupaten/Kota di Sumatera Utara program pupuk bersubsidi masih bermasalah. Hal ini harus segera diakhiri


(30)

dengan menindak tegas para pelaku penyimpangan agar program yang vital ini tidak gagal.Arah dari kebijakan pertanian tersebut diantaranya :

1. Meningkatkan Ketahanan Pangan serta meningkatkan pendapatan petani,diarahkan pada :

1) Peningkatan serta ketersediaan bahan pangan dengan cara intensifikasi, difersifikasi bahan pangan dan pengembangan agrobisnis didukung oleh sistem agropolitan.

2) Optimalisasi pemanfaatan, rehabilitasi dan pengembangan prasarana dan sarana Mendukung ketahanan pangan seperti prasarana, distribusi, transportasi, pergudangan, dan sarana produksi pupuk, benih, dan permodalan.

3) Peningkatan akses petani terhadap modal tehnologi, benih / bibit pasar dan informasi bisnis pangan serta peningkatan efesiensi tehnologi, benih/bibit, dan informasi bisnis pangan, melalui penyediaan kredit agribisnis dan penyerapan tehnologi spesifik lokasi.

4) Pengembangan dan pembinaan kemitraan usaha dan kelembagaan bisnis pangan serta pembinaan prilaku bisnis pangan sesuai kebutuhan pasar.

5) Koordinasi kebijakan dan pelaksanaan antara kabupaten/kota propinsi dan pusat.


(31)

6) Pengembangan produk olahan (agroindustri) pangan karbohidrat. Dan protein dalam rangka diversifikasi pangan.

7) Pencegahan dan penanggul angan masalah pangan.

2. Meningkatkan pengembangan agribisnis tanaman pangan dan hortikultura diarahkan untuk :

1) Meningkatkan akses dan optimalisasi Sumber Daya lahan dan air bagi komoditi komersial.

2) Peningkatan akses terhadap modal.

3) Peningkatan akses terhadap saran dan prasarana

4) Meningkatkan penyediaan dan akses terhadap tehnologi

5) Repitalisasi penyuluhan

6) Meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman pangan dan hortikultura (TPH)

7) Meningakatkan akses terhadap pasar.

8) Menumbahkan usaha agribisnis/agroindustri.

9) Peningkatan / perbaikan data statsitik tanaman pangan dan hortikultura.


(32)

2.3 Ketersediaan Beras 2.3.1 Produksi Beras

Beras merupakan bahan makanan pokok hampir seluruh masyarakat Indonesia. Yang ketersediaannya sangat diharapkan untuk mencapai ketersediaan beras yang cukup, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Hal tersebut tercipta dari produksi padi yang siap untuk diproduksi menjadi beras.

Menurut Suryana ( 2004:93)Terwujudnya ketahanan pangan menuntut agar seluruh rumah tangga dapat menjangkau kebutuhan pangannya dalan jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu.

2.3.2Teori Produksi

Produksi merupakan proses pengolahan input menjadi output. Produksi pertanian merupakan kemampuan para petani dalam menghasilkan produk pertanian dengan menggunakan faktor produksi yang dimiliki . Dalam proses produksi yang bertujuan menghasilkan output harus menggunakan berbagai input. Menurut Kadariah ( 1994 : 99 )Dalam pengambilan keputusan produksi terbagi menjadi tiga jangka waktu yaitu :

1. Keputusan jangka pendek merupakan keputusan tentang bagaimana memanfaatkan pabrik dan alat-alat produksi yang ada dengan sebaik-baiknya.


(33)

2. Keputusan jangka panjang merupakan keputusan tentang pemilihan pabrik dan alat-alat produksi dan proses produksi baru dengan melihat kemungkinan-kemungkinan teknik yang diketahui.

3. Keputusan jangka sangat panjang merupakan keputusan tentang bagaimana memberanikan diri atau menyesuaikan diri dengan penemuan-penemuan baru.

Pada dasarnya faktor produksi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu :

1. Fixel input yaitu faktor-faktor produksi yang tidak dapat diubah dengan segera untuk memenuhi perubahan produksi yang diminta oleh pasar. Namun dalam jangka panjang input ini dapat diubah.

2. Variabel input yaitu faktor-faktor produksi yang dapat diubah dengan segera sesuai dengan perubahan produksi yang diminta oleh pasar.

2.3.3 Fungsi Produksi

Fungsi produksi merupakan suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara tingkat output dengan input yang digunakan. Suatu fungsi produksi akan menggambarkan tentang metode produksi yang efisien secara teknis, dalam arti dalam metode produksi tertentu kualitas input yang digunakan adalah minimal dan begitu juga barang modal yamg lain. Metode produksi yang minimal merupakan hal yang diharapkan oleh semua produsen. Petani sebagai produsen hasil pertanian mengharapkan hasil yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan modal yang telah dikeluarkan.


(34)

Secara umum fungsi produksi menunjukkan bahwa jumlah hasil produksi tergantung pada jumlah dan kualitas faktor produksi yang digunakan. Fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai berikut :

Q = f ( K,L,R,T )

Dimana: Q : Output

K : Kapital / modal

L : Labour / Tenaga kerja

R : Resources / sumber daya

T : Teknologi

Persamaan tersebut merupakan suatu pernyataan matematik yang pada dasarnya berarti bahwa tingkat produksi suatu barang tergantung pada jumlah modal, jumlah tenaga kerja, jumlah sumberdaya alam, dan tingkat teknologi yang digunakan. Jumlah produksi yang berbeda-beda dengan sendirinya akan memerlukan berbagai faktor produksi yang berbeda-beda pula. Disamping itu, untuk tingkat suatu produksi tertentu, dapat pula digunakan gabungan factor produksi yang berbeda. Untuk produksi sejumlah hasil pertanian tertentu perlu digunakan tanah yang lebih luas apabila bibit unggul dan pupuk tidak digunakan; tetapi luas lahan dapat dikurangi apabila pupuk dan bibit unggul dan teknik bercocok taman modern digunakan.


(35)

Fungsi produksi terbagi menjadi dua jangka waktu yaitu :

1. Fungsi produksi jangka pendek merupakan fungsi yang menunjukkan bahwa hanya variabel input yang dapat berubah untuk merubah output, sedangkan input tetap tidak dapat berubah. Dalam produksi jangka pendek dapat didefinisikan tiga konsep produksi yaitu :

Total Product ( TP = Q ) yaitu total output yang dihasilkan oleh produsen dengan menggunakan input tertentu sedangkan input lain dianggap tetap. Sehingga :

TP = f ( L )

Average Product ( AP ) yaitu rata-rata output yang dihasilkan oleh produsen dengan menggunakan inpu tertentu. Secara matematis APL Dapat dituliskan :

APL= TP/L

Marginal Product ( MP ) yaitu pertambahan terhadap total produk sebagai akibat pertambahan satu unit input yang dipakai sedangkan input lain dianggap konstan. Secara matematis dapat diformulasikan menjadi :

MP=

2. Fungsi produksi jangka panjang. Dalam fungsi produksi jangka panjang telah menggunakan dua input produksi, baik input variabel maupun input fixel keduanya dapat mengalami perubahan. Hal ini dapat dituliskan :


(36)

Q = f ( K, L ) K = Modal

L = Tenaga kerja

Penggunaan dua macam input produksi yaitu K dan L dapat diperoleh kurva Isoquant atau Isokuan disebut juga Isoproduk. Kurva Isoquant suatu kurva yang menunjukkan kombinasi dua jenis input K dan L yang dapat memberikan tingkat output yang sama ( Simbolon,2007 : 97).

K

K' C

K1 A

K'' D lq2 K2 B lq1

0 L1 L' L2 L'' L

Gambar 2.1 Kurva Isoquant

Pada gambar 2.1 ( yang dapat diukur dengan pengertian kardinal ) dapat dihasilkan dengan menggunakan input K sebesar K1 dan input L sebesar L1 atau menggunakan input K sebesar K2 dan input L sebesar L2. apabila dihubungkan


(37)

dengan titik-titik kombinasi, antara K dan L atau ditarik suatu garis dari A ke B ini disebut kurva Isoquant (lq1).

Jumlah produk yang paling besar ditunjukkan pada isoquant yang paling tinggi seperti lq2. Untuk menghasilkan lq2 digunakan input K sebear k’ dan L sebesar L’ atau input K sebesar K’’ dan L sebesar L’’. hal ini akan menunjukka n output yang sama.

Ciri-ciri dari kurva isoquant yaitu :

1. Mempunyai garis dari kiri atas kekanan bawah dengan kemiringan negatif. 2. Kurva cembung kearah titik origin.

3. Kurva isoquant tidak saling berpotongan.

Isoquant dari fungsi produksi akan menunjukkan jenis teknologi yang digunakan dalam proses produksi. Pada kurva isoquant dapat digambarkan dengan menggunakan fungsi produksi “ Cobb-Douglas” dengan rumus sebagai berikut :

Q = F ( K,L ) = AKaLb A,a,b = bilangan konstan yang positif

2.3.4 Tahap-Tahap produksi

Hukum penambahan hasil yang semakin berkurang dalam produksi jangka pendek dikatakan bahwa ada faktor produksi yang bersifat tetap ( fixel input) dan ada faktor produksi yang yang bersifat berubah ( variable input). Jika faktor produksi yang bersifat variabel tersebut terus menerus ditambah maka produksi total akan semakin meningkat hingga sampai pada suatu tingkat tertentu ( titik maksium), dan apabila sudah pada tingkat maksimum tersebut faktor produksinya


(38)

terus ditambah produksi total akan semakin menurun. Ini berarti bahwa hukum tambahan hasil yang semakin berkurang ( The Low Of Diminishing Return ) mulai berlaku.

Hukum hasil lebih yang semakin berkurang menyatakan bahwa apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya ( misalnya tenaga kerja) terus menerus ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi sesudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya akan mencapai nilai negatif. Sifat pertambahan produksi seperti ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan akhirnya ia mencapai tingkat yang maksimum dan kemudian menurun (Sukirno, 193)

Output (Q)

B C

TP

Tahap I Tahap II Tahap III

A AP

0 L1 L2 L3 MP Labour ( L)


(39)

Keterangan gambar

Tahap I berlaku hukum penambahan hasil yang semakin meningkat ( Low Of Increasing Returns). Tahap ini mencakup jarak penggunaan input variabel, dimana terlihat bahwa produk rata-rata meningkat. Yang ditunjukkan mulai dari titik origin (0) hingga ke titik B, dimana produksi rata-rata (AP) maksimum. Pada tahap ini AP mengalami kenaikan, MP positif dan MP lebih besar dari AP. Dengan kenaikan AP berarti biaya produksi per unit semakin kecil dengan semakin ditambahnya produksi.

Dengan menggunakan anggapan bahwa faktor produksi tenaga kerja saja yang merupakan input variabel, sedangkan input lainnya adalah tetap, maka pada gambar diatas dapat dilihat bahwa, dengan semakin bertambahnya tenaga kerja yang digunakan, produksi total akan semakin naik dan kemudian mencapai titik maksimum yang akhirnya akan menurun.

Pada kurva MP (marginal product) mula-mula naik kemudian mencapai titik maksimum dan akhirnya menurun yang akhirnya pula akan mencapai titik dimana MP-nya bernilai nol ( pada gambar terlihat MP = 0 jika TP = maksimum). Produksi total mencapai maksimum dan marginal produk = 0.

Pada tahap I tidak ada pilihan lain bagi produsen yang rasional kecuali menambah jumlah tenaga kerjanya. Dalam tahap ini kita juga dapat melihat bahwa laju kenaikan produksi marginal semakin besar ( lihat kurva MP). Hal tersebut menjadi kemungkinan karena adanya spesialisasi faktor produksi tenaga kerja. Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan semakin memungkinkan


(40)

produsen melakukan spesialisasi tenaga kerja sehingga dapat meningkatkan produktifitasnya. Sementara itu produksi rata-rata pada tahap I terus meningkat hingga mencapai titik puncak pada saat penggunaan tenaga kerja sebanyak L₂ atau pada saat total produksi ( kurva TP ) berada pada titik belok A. dan pada saat itu kurva MP berpotongan dengan kurva AP. Pada kondisi demikian jika tenaga kerja terus ditambah lagi penggunaannya hingga mencapai L₃ atau masuk pada tahap II, maka total produksi terus meningkat hingga mencapai Q₃ atau mencapai titik optimum produksi.

Pada tahap II tersebut pruduksi total terus meningkat sedangkan produksi rata-rata mulai menurun dan produksi marginal bertambah dengan proporsi yang semakin menurun pula hingga pada akhirnya produksi marginal mencapai titik nol. Hal demikian berarti berlaku hukum penambahan hasil produks i yang semakin berkurang ( Low OF Diminishing Return). Dan jika pada kondisi terssebut penggunaan tenaga kerja masih saja ditambah maka memasuki tahap III merupakan penambahan tenaga kerja yang akan menyebabkan turunnya total produksi. Jadi penggunaan tenaga kerja sudah terlalu banyak hingga produksi rata-rata menurun dan produksi marginal menjadi negatif. Oleh sebab itu tidak ada pilihan lain kecuali mengurangi penggunaan tenaga kerja.

2.3.5 Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan output baik biaya implisit maupun biaya eksplisit.


(41)

1. Biaya produksi jangka pendek ( short run) yaitu suatu jangka waktu perencanaan yang cukup singkat sehingga produsen tidak mampu mengubah biaya-biaya produksi tetap ( fixel cost ) tetapi hanya dapat mengubah biaya variabel ( variable cost ). Analisis biaya jangka pendek terdiri dari dua konsep yaitu konsep total dan konsep sacara rata-rata dan marginal. Konsep total terdiri dari :

a. Total fixel cost (TFC) atau biaya total tetap yaitu total biaya yang tetap jumlahnya dibayar oleh produsen walaupun berapa tingkat outputnya. Biaya ini juga dikeluarkan walaupun produsen tidak melakukan produksi.

b. Total variable cost (TVC) atau biaya variabel total yaitu total biaya yang dikeluarkan produsen untuk membayar input produksi yang jumlahnya berubah sesuai dengan perubahan output yang diproduksi.

c. Total cost (TC) atau biaya total merupakan penjumlahan dari biaya tetap total dengan biaya variabel total.

TC = TFC + TVC

Untuk konsep rata-rata dan marginal terdiri dari :

a. Average fixel cost (AFC) atau biaya tetap rata-rata merupakan biaya tetap yang dibebankan pada setiap unit output yang dihasilkan. Untuk memperoleh nilai ini TFC dibagi dengan output yang dihasilkan.


(42)

AFC =

b. Average variable cost (AVC) atau biaya rata-rata merupakan total variabel cost yang yang dibagi dengan output yang dihasilkan atau semua biaya-biaya lain yang dibebankan pada setiap unit output yang dihasilkan.

AVC =

c. Average total cost (ATC) atau biaya total rata-rata merupakan biaya produksi dari setiap unit output yang dihasilakan.

ATC =

d. Marginal cost (MC) atau biaya marginal merupakan pertambahan terhadap biaya total sebagai akibat pertambahan satu unit output yang dihasilakn.

MC =

2. Biaya produksi jangka panjang (Long run) yaitu suatu jangka waktu perencanaan yang cukup panjang bagi produsen sehingga baik fixel cost maupun variable cost dapat dirubah.


(43)

Cost TC

TVC

TFC

0 Q

Biaya MC

ATC

AVC

AFC

0 Q

Gambar 2.3 Kurva Biaya Total, Rata-Rata dan Marginal dalam Jangka Pendek


(44)

2.4 Luas Panen

2.4.1 Pengertian Luas Panen

Luas areal panen padi adalah jumlah seluruh lahan yang dapat memproduksi padi. Areal panen yang memadai merupakan salah satu syarat untuk terjaminnya produksi beras yang mencukupi. Peningkatan luas areal panen padi secara tidak langsung akan meningkatkan produksi padi. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kondisi alam yang terjadi pada suatu musin tanam. Apabila kondisi alam bersahabat dalam artian tidak terjadi kekeringan maupun kabanjiran, maka dapat diharapkan terjadi peningkatan dalam luas areal panen padi, sehingga berpengaruh terhadap produksi beras.

2.4.2 Pengertian Lahan

Menurut Sutanto (1979), lahan diperlakukan sebagai ruang atau tempat di permukaan bumi yang dipergunakan oleh manusia untuk melakukan segala macam kegiatan. Lahan menurut Supraptoharjo (1975), adalah suatu daerah tertentu di permukaan bumi termasuk ke dalamnya atmosfir, tanah, geologi, topografi, hidrologi, tumbuh-tumbuhan, dan hewan serta kegiatan manusia masa lalu dan masa sekarang yang mempunyai pengaruh terhadap penggunaan lahan oleh manusia sekarang dan masa yang akan datang ( http://www.pdf-searcher.com/pdf/teori-lahan-produktif.html ).

Dalam praktek budidaya pertanian sendiri sering menimbulkan dampak pada degradasi lahan sehingga dapat mengurangi produksi pertanian. Dua faktor penting dalam usaha pertanian yang potensial menimbulkan dampak pada


(45)

sumberdaya lahan, yaitu tanaman dan manusia (sosio kultural) yang menjalankan pertanian. Diantara kedua faktor, faktor manusialah yang berpotensi berdampak positif atau negatif pada lahan, tergantung cara menjalankan pertaniannya. Apabila dalam menjalankan pertaniannya benar maka akan berdampak positif, namun apabila cara menjalankan pertaniannya salah maka akan berdampak negatif. Kegiatan menjalankan pertanian atau cara budidaya pertanian yang menimbulkan dampak antara lain meliputi kegiatan pengolahan tanah, penggunaan sarana produksi yang tidak ramah lingkungan (pupuk dan insektisida) serta sistem budidaya termasuk pola tanam yang digunakan oleh para petani. 2.4.3 Jenis-Jenis Lahan Pertanian

Jenis-jenis lahan pertanian terbagi menjadi dua bagian yaitu : 1. Lahan sawah

Yang dimaksud dengan lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang ( galengan ), saluran untuk menahan/menyalurkan air, yang biasanya ditanami padi sawah tanpa memandang dari mana diperolehnya atau status tanah tersebut. Termasuk di sini lahan yang terdaftar di Pajak Hasil Bumi, Iuran Pembangunan Daerah, lahan bengkok, lahan serobotan, lahan rawa yang ditanami padi dan lahan-lahan bukaan baru (transmigrasi dan sebagainya). Berdasarkan pengairannya lahan sawah dibedakan menjadi :


(46)

1. Lahan Sawah Berpengairan (Irigasi).

Yaitu lahan sawah yang memperoleh pengairan dari sistem irigasi, baik yang bangunan penyadap dan jaringan-jaringannya diatur dan dikuasai dinas pengairan PU maupun dikelola sendiri oleh masyarakat. Lahan sawah irigasi terdiri atas :

• Lahan sawah irigasi teknis.

• Lahan sawah irigasi setengah teknis. • Lahan sawah irigasi sederhana. • Lahan sawah irigasi non PU

2. Lahan Sawah Tak Berpengairan (Non Irigasi)

Yaitu lahan sawah yang tidak memperoleh pengairan dari sistem irigasi tetapi tergantung pada air alam seperti : air hujan, pasang surutnya air sungai/laut dan air rembesan. Lahan sawah non irigasi meliputi :

• Lahan sawah tadah hujan. • Lahan sawah pasang surut.

• Lahan sawah lainnya (lebak, polder, rembesan, lahan rawa yang dapat ditanami padi dan lain-lain).


(47)

2. Lahan Bukan Sawah

Yang dimaksud dengan lahan bukan sawah adalah semua lahan selain lahan sawah seperti lahan pekarangan, huma, ladang, tegalan/kebun, lahan perkebunan, kolam, tambak, danau, rawa, dan lainnya. Lahan yang berstatus lahan sawah yang sudah tidak berfungsi sebagai lahan sawah lagi, dimasukkan dalam lahan bukan sawah.

2.4.4 Konversi Lahan Pertanian

Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting dalam perekonomian nasional dan kelangsungan hidup masyarakat, terutama dalam sumbangannya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja dan penyediaan pangan dalam negeri. Kesadaran terhadap peran tersebut menyebabkan sebagian besar masyarakat masih tetap memelihara kegiatan pertanian mereka meskipun negara telah menjadi negara industri.

Sehubungan dengan itu, pengendalian lahan pertanian merupakan salah satu kebijakan nasional yang strategis untuk tetap memelihara industri pertanian primer dalam kapasitas penyediaan pangan, dalam kaitannya untuk mencegah kerugian social ekonomi dalam jangka panjang mengingat sifat multifungsi lahan pertanian. Pembahasan dan penanganan masalah alih fungsi lahan pertanian yang dapat mengurangi jumlah lahan pertanian, terutama lahan sawah, telah berlangsung sejak dasawarsa 90-an. Akan tetapi sampai saat ini pengendalian alih fungsi lahan pertanian belum berhasil diwujudkan. Selama ini berbagai kebijaksanaan yang berkaitan dengan masalah pengendalian konversi lahan sawah


(48)

sudah banyak dibuat. Setidaknya ada 10 peraturan/perundangan yang berkenaan dengan masalah tersebut.

Tabel 2.1

Peraturan/perundangan terkait dengan alih-guna lahan pertanian No Peraturan /Perundangan Garis besar isi, khususnya yang terkait dengan

alih guna lahan pertanian

1 UU no. 24/1992 Penyusunan RTRW harus mempertimbangkan budidaya pangan/ SIT:

2 Kepres No. 53/1989 Pembangunan kawasan industry, tidak boleh konversi SIT/ tanah pertanian subur:

3 Kepres No.33/1990 Pelarangan pemberian izin perubahan fungsi lahan basah dan pengairan beririgasi bagi kawasan pembangunan kawasan industry:

4 SE MNA/KPPN 410-1851/1994

Pencegahan penggunaan tanah sawah beririgasi teknis untuk penggunaannon pertanian melalui penyusunan RTR

5 SE MNA/KPPN 410-2261/1994

Izin lokasi tidak boleh mengkonversi sawah irigasi teknis (SIT)

6 SE/KBAPPENAS 5335/MK/9/1994

Pelarangn konversi lahan sawah irigasi teknis untuk non pertanian

7 SE MNA/KBPN 5335/MK/1994

Penyusunan RTRW Dati II melarang konversi lahan sawah irigasi teknis untuk non pertanian 8 SE MNA/KBPN

5417/MK/10/1994

Efisiensi pemanfaatan lahan bagi pembangunan perumahan

9 SE MENDAGRI 474/4263/SJ/1994

Mempertahankan sawah irigasi teknis untuk mendukung swasembada pangan

10 SE MNA/KBPN 460-1594/1996

Mencegah konversi dan irigasi teknis mnjadi tanah kering:


(49)

Seiring dengan proses pembangunan di Indonesia, masalah ketersediaan sumber daya lahan semakin terbatas. Prioritas kebijakan pemerintah untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan investasi justru makin memacu proses industrialisasi dan memarjinalkan sektor pertanian. Karena ada anggapan pembangunan sektor industri lebih menguntungkan untuk berinvestasi dan memacu pertumbuhan ekonomi lebih cepat, sehingga pembangunan sektor pertanian terabaikan dan dianggap sektor yang inferior yang kurang menguntungkan.

Kondisi ini terus berjalan sampai dengan saat ini, di mana para pembuat kebijakan maupun perencana pembangunan cenderung lebih banyak mengadopsi teori-teori barat dengan berdasarkan pengalaman keberhasilan negara-negara Eropa dan Amerika. Hal ini berakibat sektor pertanian yang sebenarnya lebih cocok dengan iklim dan budaya masyarakat Indonesia (mayoritas tinggal di perdesaan) semakin terdesak, termasuk dalam penggunaan sumber daya lahannya. Kondisi ini dapat dilihat di dunia nyata bahwa makin pesatnya laju konversi lahan pertanian suburban dan produkt if beralih fungsi ke penggunaan non pertanian seperti industri dan permukiman.

Proses terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian disebabkan oleh beberapa faktor. Kustiwan (1997) dalam Lestari (2009) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah yaitu:


(50)

1. Faktor Eksternal. Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan (fisik maupun spasial), demografi maupun ekonomi. 2. Faktor Internal. Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi

sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.

3. Faktor Kebijakan. Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian.

Pasandaran dalam Lestari ( 2009) menjelaskan paling tidak ada tiga faktor, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang merupakan determinan konversi lahan sawah, yaitu:

1. Kelangkaan sumberdaya lahan dan air 2. Dinamika pembangunan

3. Peningkatan jumlah penduduk

Para pemilik atau pengguna lahan yang mempunyai hak kepemilikan lahan yang lebih luas lebih berpeluang mengalih fungsikan lahan mereka ke penggunaan lainnya, karena dengan semakin luasnya kepemilikan lahan maka banyak alternatif bagi penggunaan lahannya. Sementara mata pencaharian turut pula menentukan dalam perubahan penggunaan lahan, mereka yang bukan petani akan memiliki kecenderungan mengalih fungsikan lahan pertanian yang dimiliki ke penggunaan lainnya.

2.5 Harga Dasar Beras

Menurut Ratna Anindita (2008), harga produk dibidang pertanian berbeda dengan harga produk dibidang industri dimana harga produk dibidang industri


(51)

relatif konstan atau lebih banyak ditentukan oleh perusahaan, sedangkan harga produk pertanian relatif berfluktuasi karena produk pertanian mempunyai beberapa sifat yaitu:

1. Keadaan biologi di lingkungan pertanian, seperti hama dan penyakit begitu juga iklim menyebabkan output pertanian bersifat musiman dan tidak kontinu.

2. Adanya time lags (waktu yang terlambat ketika keputusan dalam menggunakan input dan menjual output) dibidang industri waktu ini sangat dekat.

3. Keadaan pasar, khususnya struktur pasar dan berbagai anggapan tentang pasar pertanian yang menyebabkan semakin tidak menentunya harga dibidang pertanian.

4. Dampak dari institusi, seperti BULOG dan komitmen perdagangan (antara lain pengurangan tarif dan lain-lain).

2.5.1 Kebijakan Harga

Kebijakan harga dan non-harga untuk komoditas pangan telah lama dikenal dalam literatur ekonomi pertanian. Namun, kebijakan harga bagi kepentingan petani padi dan beras pertama sekali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1969. Sejak itu, kebijakan harga dan non-harga dilaksanakan secara bersamaan, sehingga Indonesia mampu meningkatkan produksi gabah yang tinggi.

Kebijakan harga gabah/beras untuk produsen dapat terlaksana karena adanya pengadaan, dalam hal ini BULOG sebagai lembaga pengesekusi.


(52)

Pengadaan gabah/beras dapat terealisasi karena adanya mekanisme penyalurannya. Penyaluran beras pengadaan tersebut akan terhambat apabila kualitas gabah/beras tetap rendah.

Kualitas gabah dan beras adalah salah satu kunci daya saing industri padi dan beras nasional. Oleh karena itu, kebijakan harga dan insentif pendukung lainnya perlu dirancang untuk saling memperkuat keterkaitan tersebut, sehingga mampu memperkuat industri primer (padi) dan industri sekunder (beras).

Pemerintah mendorong petani untuk meningkatkan produksi melalui program bimbingan massal (BIMAS) pada pertengahan 1960an. Pada awalnya, pemerintah mendorong petani untuk meningkatkan produksi padi melalui kebijakan non-harga, seperti memperkenalkan varietas unggul padi, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, perbaikan pengairan, dan perbaikan teknik pertanian. Namun kebijakan non-harga saja ternyata belum cukup ampuh untuk mendorong petani meningkatkan produksi, karena harga gabah/beras yang diterima petani seringkali di bawah biaya produksi

Pemerintah melalui Inpres no. 9 tahun 2001 mengganti kebijakan HDG( harga dasar gabah) menjadi Harga Dasar Pembelian Pemerintah ( HDPP ), dan selanjutnya diubah lagi menjadi Harga Pembelian Pemerintah ( HPP ) melalui Inpres No.2 tahu 2005. Kebijakan HPP memang berbeda dengan kebijakan HDG,walaupun keduanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu menyangga harga gabah supaya tidak anjlok utamanya pada musim panen raya melalui intervensi peningkatan permintaan pembelian harga gabah.


(53)

Volume pembelian dan harga gabah pada kebijaka HPP telah ditentukan dengan kemampuan menajemen pemerintah (misalnya 2 juta ton beras dengan harga Rp 3550 per kg), sehingga diharapkan dengan jumlah pembelian sebesar itu, tekanan terhadap anjloknya harga gabah pada musim panen raya dapat dikurangi. Dengan demikian kebijakan HPP tidak menjamin bahwa harga gabah di pasar, utamanya pada panen raya, di atas HPP yang telah ditetapkan pemerintah.

Kebijakan harga melalui jaminan harga dasar dapat memperkecil resiko dalam berusahatani, karena petani terlindungi dari kejatuhan harga jual gabah/beras di bawah ongkos produksi, yang sering terjadi dalam musim panen raya. Manakala resiko suatu usaha dapat ditekan sekecil mungkin, maka ketersediaan beras dari produksi dalam negeri lebih terjamin.


(54)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisa pengaruh luas lahan produktif dan harga dasar beras terhadap ketahanan pangan kota Padangsidimpuan dalam kurun waktu 36 bulan selama 3 tahun ( 2008-2010 )

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk times series yang bersifat kuantitatif yaitu data-data yang berupa angka-angka, sedangkan sumber data diperoleh dari publikasi Badan Ketahanan Pangan dan Badan Pusat Statistik Kota Padangsidimpuan dengan kurun waktu 36 bulan selama 3 tahun ( 2008-2010), serta bahan-bahan kepustakaan jurnal, serta website-website yang terkait.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan melalui bahan-bahan kepustakaan berupa tulisan-tulisan ilmiah, jurnal, artikel dan laporan-laporan penelitian yang ada hubungannya dengan topik yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melakukan pencatatan secara langsung dari sumber informasi yang berkaitan dengan penelitian ini.


(55)

3.4 Pengolahan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan program komputer Eviews 6.0 untuk pengolahan data. Disamping itu penulis juga menggunakan program Microsoft Office Word 2007 dalam penulisan penelitian dan Microsoft Excel 2007 sebagai program pembantu, dengan tujuan untuk meminimalkan kesalahan dalam pencatatan data jika dibandingkan dengan pencatatan ulang secara manual.

3.5 Model Analisis Data

Model analisis yang digunakan dalam menganalisa data adalah model ekonometrika. Dalam menganalisis data yang diperoleh untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel – variabel bebas terhadap variabel terikat maka digunakan model ekonometrika dengan meregresikan variabel – variabel yang ada dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (ordinary least squared ). Data yang digunakan dianalisa secara kuantitatif dengan menggunakan analisis statistika yaitu persamaan regresi linier berganda.

Model persamaannya adalah sebagai berikut:

= f ( , )………...………...(1)

Kemudian fungsi tersebut dispesifikasikan ke dalam bentuk model persamaan regresi linier sebagai berikut:


(56)

Dimana :

L : Ketersediaan beras pada waktu t (ton)

: Intercept / konstan

: Koefisien regresi

: Luas Panen pada waktu t (Ha)

: Harga dasar beras pada waktu t (Rp/kg)

: Term of error (kesalahan pengganggu)

Bentuk hipotesisnya sebagai berikut :

> 0, artinya apabila (Luas Panen ) mengalami kenaikan, maka

(ketersediaan beras) juga akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.

> 0, artinya apabila (harga dasar beras) mengalami kenaikan, maka

(ketersediaan beras) juga akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.

3.6 Uji Kesesuaian (Test Of Goodness Of Fit)

Uji kesesuaian (Test of Goodness Fit) dilakukan untuk mengetahui kesesuian garis regresi sampel mencocokan data. Untuk menganalisa model tersebut dilakukan pengujian sebagai berikut:


(57)

Sbi t-statistik =

3.6.1 Uji Koefisien Determinasi ( R-Square )

Uji koefisien determinasi (R2) dilakukan untuk mendeteksi ketepatan paling baik dari garis regresi. Uji ini digunakan untuk melihat sebarapa besar variabel-variabel bebas secara bersama mampu memberikan penjelasan mengenai variabel terikat dimana nilai koefisien determinasi (R2) adalah antara 0 sampai dengan 1 (0≤R2≤1)

Koefisien determinasi bernilai nol berarti tidak ada hubungan antara variabel-variabel bebas dengan variabel terikat, sebaliknya nilai koefisien determinasi 1 berarti ada hubungan sempurna antara variabel bebas dengan terikat.

3.6.2 Uji t-Statistik (Partial Test)

Uji t merupakan suatu pengujian apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel terikat dengan menganggap variabel bebas lainnya konstan. Nilai t-statistik dapat diperoleh dengan rumus: (bi – b)

Dimana:

bi = Keofisien variabel bebas ke-i b = Nillai hipotesis nol

Sbi = Simpangan baku dari variabel ke-i Dalam hal ini digunakan hipotesis sebagai berikut:


(58)

Ha : β1 ≠ 0

Dengan ketentuan sebagai berikut: Ho diterima jika t-statistik < ttabel Dalam program Eviews:

a. Probabilitas Xi > 0,01 bila α = 1% b. Probabilitas Xi > 0,05 bila α = 5% c. Probabilitas Xi > 0,10 bila α = 10%

Artinya variabel-variabel bebas tidak mempengaruhi variabel terikat. Ha diterima jika t-statistik > ttabel

Dalam program Eviews:

a. Probabilitas Xi < 0,01 bila α = 1% b. Probabilitas Xi < 0,05 bila α = 5% c. Probabilitas Xi < 0,10 bila α = 10%

Artinya variabel-variabel bebas mempengaruhi variabel terikat.

Ho diterima

Ha diterima Ha diterima

-tα/2 0 tα/2


(59)

3.6.3 Uji F-statistik ( Uji Keseluruhan )

Merupakan pengujian untuk melihat seberapa besar variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Nilai dapat diperoleh melalui rumus berikut ini :

=

Dimana :

R² : koefisien determinan

k : jumlah variabel bebas dari intercept

n : jumlah sampel

untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut :

: = = 0

: β1≠ β2≠ β3≠ 0

Pengujian ini dilakukan untuk membadingkan nilai F-statistik dengan Ftabel dengan kriteria sebagai berikut:

Ho diterima jika F-statistik < Ftabel Dalam program Eviews:

a. Probabilitas Y > 0,01 bila α = 1% b. Probabilitas Y > 0,05 bila α = 5% c. Probabilitas Y > 0,10 bila α = 10%


(60)

Artinya seluruh variabel bebas secara nyata mempengaruhi variabel terikat.

Ha diterima jika F-statistik > Ftabel Dalam program Eviews:

a. Probabilitas Y < 0,01 bila α = 1% b. Probabilitas Y < 0,05 bila α = 5% c. Probabilitas Y < 0,10 bila α = 10%

Artinya seluruh variabel bebas secara nyata mempengaruhi variabel terikat

Ho diterima Ha diterima

0

Gambar 3.2 Kurva Uji F-statistik 3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

3.7.1 Multikolinieritas ( Multicolinierity )

Multikolinaeritas adalah uji untuk mengetahui apakah ada hubungan yang kuat (kombinasi linier) diantara variabel bebas. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai R2 dan nilai F-statistik, nilai t-statistik serta standard error. Suatu model regresi linier akan menghasilkan estimasi yang baik apabila model tersebut tidak mengandung multikolinearitas.


(61)

Multikolinearitas terjadi karena adanya hubungan yang kuat antara sesama variabel bebas dari suatu model estimasi. Adanya multikolinearitas ditandai dengan :

1. Tidak ada satupun t-statistik y ang signifik an p ad a α = 1 %, α = 5 %, α = 10%.

2. Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori. 3. R-Square sangat tinggi.

Untuk pengujian dapat diperoleh dengan melakukan beberapa langkah yaitu : 1. Melakukan regresi model Y = f ( X₁,… ) sehingga diperoleh nilai

R-square.

2. Melakukan regresi X₁ terhadap seluruh X lainnya, maka diperoleh nilai -square ( regresi ini disebut auxiliary regression).

3. Membandingkan nilai -square dengan R-square. Hipotesa yang dapat dipakai adalah

Ho diterima apabila -square < R-square

Artinya model pertama tidak mengalami multikolinearitas, Ha diterima apabila -square > R-square

Artinya model pertama mengalami multikolinearitas. 3.7.2 Uji Autokorelasi

Uji ini merupakan hubungan variabel-variabel dari serangkaian yang tersusun dalam rangkaian waktu. Autokorelasi juga menunjukkan hubungan nilai-nilai yang berurutan dari variabel yang sama. Autokorelasi dapat terjadi jika


(62)

d =

∑et2 ∑(et – et – 1)2

kesalahan pengganggu suatu periode korelasi dengan kesalahan pengganggu periode sebelumnya.

Untuk menguji apakah hasil-hasil estimasi tidak mengandung autokorelasi, maka dipergunakan Uji Durbin-Watson (D.W), dimana terlebih dahulu harus ditentukan besarnya nilai kritis dari du dan dl berdasarkan jumlah pengamatan dari variabel bebasnya.

Untuk pengujian ini digunakan hipotesis sebagai berikut: Ho : ρ = 0, tidak ada gejala autokorelasi

Ha : ρ ≠ 0, ada gejala autokorelasi Dengan kriteria sebagai berikut:

Ho diterima jika (du < d < 4 − dl)

Artinya data pengamatan tidak terdapat autokorelasi. Ha ditolak jika (d < dl) atau (d > 4 − dl)


(63)

Autokolerasi (−) Autokolerasi (+)

Ho diterima

dl du 2 4 – du 4 – dl

Gambar 3.3 Kurva Uji Durbin Watson

3.8 Definisi Operasional

1. Ketersediaan beras ( ) adalah banyaknya beras yang berasal dari gabah kering giling menjadi produksi beras untuk kota Padangsidimpuan yang tersedia mengatasi permintaan total konsumsi beras dalam satuan ton. 2. Luas Panen ( ) adalah luas area atau lahan pertanian yang siap panen

untuk menghasilkan padi sawah di Kota Padangsidimpuan yang diukur dalam satuan Ha.

3. Harga dasar beras ( )adalah rata-rata harga eceran tertinggi yang berlaku di pasar Kota Padangsidimpuan yang diukur dalam satuan Rp/kg.


(64)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1 Sejarah Terbentuknya Kota Padangsidimpuan

Melalui aspirasi masyarakat dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1982 dan melalui Rekomendasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD) Kabupaten Tapanuli Selatan Nomor 15/KPTS/1992 dan Nomor 16/KPTS/1992 Kota Administratif Padangsidimpuan diusulkan menjadi Kota Madya daerah tingkat II, bersamaan dengan pengusulan pembentukan Kabupaten daerah tingkat II Mandailing Natal, Angkola Sipirok dan Kabupaten Padang Lawas.

Setelah dibentuknya Kabupaten Mandailing Natal, maka melalui :

1. Surat Bupati Tapanuli Selatan Nomor 135/1078/2000 tanggal 30 November 2000, dan

2. Keputusan DPRD Tapanuli Selatan Nomor 01/PIMP/2001 tanggal 25 Januari 2001, serta

3. Surat Gubernur Sumatera Utara Nomor 135/1595/2001

Maka diusulkan pembentukan Kota Padangsidimpuan yang menghasilkan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 4 tahun 2001 tentang pembentukan Kota Padangsidimpua Berdasarkan undang-undang tersebut pembentukan Kota Padangsidimpuan bertujuan sebagai upaya meningkatkan efektivitas pendayagunaan sumberdaya, memperpendek rentang kendali pemerintahan,


(65)

mempercepat penyebaran dan pemerataan hasil-hasil pembangunan, sehingga dapat memotivasi masyarakat berpartisipasi aktif dalam pembangunan dan peningkatan kesejahteraannya.

Selain itu, tata kepemerintahan dikonsentrasikan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat guna tercapainya suatu pelayanan prima dalam rangka implementasi otonomi daerah yang nyata, luas, dinamis dan bertanggung jawab. Sejalan dengan itu, masyarakat Kota Padangsidimpuan memiliki mandat berupa semboyan dan fungsi pengembangan kota yang dijadikan sebagai arah kebijakan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan.

. Pada tanggal 17 Oktober tahun 2001 oleh Menteri Dalam Negeri, Atas nama Presiden Replublik Indonesia, Diresmikan Padangsidimpuan sebagai kota dan pada tanggal 9 November 2001 oleh Gubernur Sumatera Utara melantik Drs. Zulkarnain Nasution sebagai pejabat Walikota Padangsidimpun.

4.1.2 Kondisi Geografis dan Iklim

Kota Padangsidimpuan dibentuk atas dasar Undang-Undang Nomor 4 tahun 2001. Kota yang terletak pada 432 Km dari Kota Medan, sedangkan secara geografis terletak pada 01º28’19” Lintang Utara — 01º18’07” Lintang Utara dan 99º 18’53” Bujur Timur — 99º 20’ 35” Bujur Timur dan berada pada ketinggian 260,0 — 1100 M diatas permukaan laut. Secara administratif Padangsidimpuan berbatasan oleh :


(66)

Sebelah Utara : Kabupaten Tapanuli Selatan ( Kecamatan Angkola Timur)

Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Selatan ( Kecamatan Batang Angkola dan Kecamatan Angkola Selatan)

Sebelah Barat : Kabupaten Tapanuli Selatan ( Kecamatan Angkola Barat / Kecamatan Angkola Selatan )

Sebelah Timur : Kabupaten Tapanuli Selatan ( Kecamatan Angkola Timut ).

Dengan luas Wilayah Kota Padangsidimpuan 14.685.680 Ha dan luas dataran Kota Padangsidimpuan 14.685 Km². yang dikelilingi oleh beberapa bukit serta dilalui oleh beberapa sungai dan anak sungai. Kota Padangsidimpuan terdiri dari enam (6) wilayah kecamatan, lima puluh delapan (58) desa dan dua puluh (20) kelurahan. Yaitu :


(67)

Tabel 4.1 :

Jumlah Kelurahan dan Desa di kota Padangsidimpuan

No Kecamatan Kelurahan / Desa Keterangan

1 Padangsidimpuan Utara 1. Kel. Wek I

2. Kel Wek II

3. Kel. Wek III

4. Kel. Wek IV

5. Kel. Sadabuan

6. Kel. Lesung Batu

7. Kel. Tobat

8. Kel. Tanobato

9. Kel. Bonan Dolok

10. Kel.Batang Ayumi Jae

11. Kel.Batang Ayumi Julu

12. Kel. Panyanggar

12 Kelurahan

2 Padangsidimpuan Selatan 1. Kel. Wek V

2. Kel.Ujung Padang

3. Kel.Ujung Padang

4. Kel.Aek Tampang

5. Kel.Padang Matinggi

6. Kel. Silandit

7. Kel. Losung

8. Kel. Sitamiang

9. Desa Sidangkal

10. Desa Hanopan

8 Kelurahan 2 Desa


(68)

3 Padangsidimpuan Tenggara 1. Sihitang 2. Palopat P.K 3. Salambue 4. Purbatua P.K 5. Sigulang 6. Pijor Koling 7. Manunggang Julu 8. Goti

9. Manegen 10. hutakoje 11. Hutalimbong 12. Hutapadang 13. Perkebunan P.K 14. Labuhan Labo 15. Huta Lombang 16. Manunggang Jae 17. Labuhan Rasoki 18. Tarutung Baru

18 Desa

4 Padangsidimpuan Batunadua 1. Batunadua I 2. Batunadua II 3. Batunadua II 4. Batunadua Tonga 5. Purbatua

6. Galagala Torop 7. Hapinis

8. Rimbasoping 9. Simatohir


(69)

10. Mompang 11. Purwodadi 12. Gunung

Hasahatan 13. Ujung Gurap 14. Aek Tuhul 15. Baruas 16. Siloting 17. Aek Bayur 18. Puduan Jae 19. Puduan Julu 20. Batang Bahal 21. Aek Najaji 22. Simirik

23. Bargot Topang 5 Padangsidimpuan Hutaimbaru 1. Hutaimbaru

2. Partihaman Saroha

3. Palopat Maria 4. Sabungan Jae 5. Sabungan

Sipabangun 6. Singali

7. Lembah Lubuk Manik

8. Batu Layan 9. Huta Padang 10. Joring Natobang 11. Joring Lombang


(70)

12. Lubuk Raya 13. Simasom 14. Pintu Langit Jae 15. Tinjoman Lama 6 Padangsidimpuan Angkola Julu

Sumber : Peraturan daerah kota Padangsidimpuan Nomor 08 tahun 2003

Berdasarkan luas daerah menurut kecamatan , luas wilayah terbesar berada di Kecamatan Batunadua dengan luas 37,74 Km² atau sekitar 25,70 persen dari luas total Padangsidimpuan, diikuti oleh Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu dengan luas 28,18 Km² atau sekitar 19,19 persen, Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara dengan luas 27,69 Km² atau sekitar 18,86 persen, Kecamatan Hutaimbaru dengan luas 22,34 Km² atau sekitar 15,21 persen, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan dengan luas 15,81 Km² atau sekitar 10,77 persen, sedangkan Kecamatan Padangsidimpuan Utara mempunyai luas wilayah terkecil yaitu 14,09 Km² atau sekitar 10,77 dari luas Padangsidimpuan.

Kota Padangsidimpuan terletak dekat garis Khatulistiwa sehingga daerah ini beriklim tropis. Secara umum, Padangsidimpuan tergolong kedalam daerah yang beriklim sedang, dengan suhu 22,5ºC — 24ºC. Sebagaimana Kabupaten / Kota lainnya, Kota Padangsidimpuan mempunyai dua musim, yaitu musim Panas ( Kemarau ) dimana musim ini terjadi pada bulan Maret sampai dengan bulan Agustus. Sedangkan musim Penghujan terjadi pada bulan September sampai dengan bulan Februari. Diantara dua musim diselingi musim pancaroba.


(71)

4.1.3 Kondisi Demografi

Hasil sensus penduduk tahun 2010 penduduk Kota Padangsidimpuan berjumlah 191.554 jiwa dengan kepadatan 1.671 orang / km² untuk penduduk laki-laki berjumlah 93.354 jiwa dan perempuan berjumlah 98.200 jiwa. Sex Ratio merupakan perbandingan jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan menunjukkan angka 95,67 persen. Hal tersebut berarti jumlah penduduk perempuan lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki sekitar 5,33 persen.

Berdasarkan agama yang dianut, persentase penduduk yang beragama Islam sebesar 90,50 persen, Khatolik sebesar 0,62 persen, Kristen lainnya sebesar 8,4 persen dan Budha sebesar 0,44 persen serta agama lainnya sebesar 0,01.

4.1.4 Potensi Wilayah

Pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan cara memperluas lapangan kerja, mengarahkan pendapatan masyarakat yang semakin merata, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan mengusahakan perluasan kegiatn ekonomi dari sektor primer menuju kesektor sekunder dan tersier. Dengan kata lain , arah dari pembangunan ekonomi adalah mempercepat tingkat pertumbuhan ekonomi agar pertumbuhan pendapatan masyarakat meningkat serta diikuti oleh pemerataan yang lebih baik.

Kota Padangsidimpuan merupakan kota yang berdiri pada tahun 2001 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2001 mempunyai potensi baik dari


(72)

letak geografis maupun sumber daya alamnya. Posisinya memiliki akses darat yang memadai dan sangat strategis, karena berada di jalur utama bagian barat menuju Ibukota Provinsi Sumatera Utara. Terdapat dua jalur, yaitu timur/selatan menuju Ibukota Mandailing Natal, Panyabungan dan ke Provinsi Sumatera Barat, berlanjut ke Ibukota Indonesia DKI Jakarta. Sedangkan timur/utara menuju Langga Payung, Kabupaten Labuhan Batu, yang terhubung dengan Trans Sumatera Highway jalur timur/utara yang dapat menghubungkan semua ibukota provinsi di Sumatera dan Jawa. Yang dapat menghubungkan sembilan kabupaten dan kota di Sumatera, yaitu Kabupaten Pasaman Timur, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Padanglawas, Kabupaten Padanglawas Utara, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga. Dengan strategisnya letak Padangsidimpuan tersebut diharapkan dapat mempercepat pembangunan baik bidang ekonomi maupun kegiatan lainnya.

4.1.5 Potensi Pertanian

Sebagai daerah yang beriklim tropis, sektor pertanian merupakan tulang punggung perekonomian daerah baik sebagai mata pencaharian maupun sebagai penyedia lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi penyunbang Pendapatan Domestik Regional Bruto ( PDRB) Padangsidimpuan. Sektor pertanian menempati urutan ketiga setelah sector perdagangan, hotel dan restoran, jasa-jasa. Seperti yang yang tertera dalam table.


(73)

Tabel 4.2 Indikator Ekonomi

Kota Padangsidimpuan Tahun 2007

Indikator Satuan Jumlah (1) (2) (3)

PDRB ADH Berlaku Milyar Rp 1,51 PDRB ADH Konstan Milyar Rp 0,79 Pertumbuhan Ekonomi Milyar Rp 6,16 Struktur Ekonom

Perdagangan, hotel dan restoran Persen 23,84 Jasa-jasa Persen 17,90 Pertanian Persen 16,43 PDRB Perkapita Juta Rp 8,17 Tingkat Inflasi Persen 5,87 Sumber : BPS Kota Padangsidimpuan

Selain itu pertanian yang ada di Padangsidimpuan terdiri dari tanaman bahan makanan, perkebunan rakyat, perkebunan besar, peternakan, perikanan,dan kehutanan. Untuk tamnaman bahan makanan terdiri dari padi sawah, jagung, ubi kayu, ubi rambat, kacang tanah, kacangkedelai,kacang hijau,dan tanaman sayur-sayuran.


(74)

4.1.6 Perkembangan Ketersediaan Beras

Padi adalah bahan dasar dari beras yang merupakan bahan makan pokok bagi hampir seluruh masyarakat Indonesia. Dalam hal ini,ketersediaan beras dicerminkan berdasarkan pada produksi beras yang dapat dihasilkan.

Perkembangan produksi beras di kota Padangsidimpuan dari tahun 2008 hingga 2010 mengalami peningkatan. Untuk tahun 2008 produksi beras terendah terjadi pada bulan Februari sebesar 1.966,09 ton, sedangkan produksi tertinggi ditahun ini terjadi dibulan April sebesar 2.346,90 ton. Pada tahun 2009 produksi beras tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 3.835,29 ton, sedangkan produksi terendah terjadi dibulan April sebesar 2.221,37 ton. Ditahun 2010 terjadi produksi beras yang benar-benar sangat tinggi yaitu sebesar 11.242,57 ton yang merupakan produksi paling tinggi selama tiga tahun belakangan ini, biarpun demikian produksi terendah tejadi di level 2.134,71 ton.


(75)

Tabel 4.3

Perkembangan Produksi Beras Kota Padangsidimpuan Tahun 2008-2010

No Bulan Produksi Beras

2008 (Ton)

Produksi Beras 2009 (Ton)

Produksi Beras 2010 (Ton)

1 Januari 2.093,10 3.124,97 2.179,98

2 Februari 1.966,09 2.636,92 2.392,15

3 Maret 2.060,84 2.832,96 2.392,45

4 April 2.346,90 2.221,37 2.182,23

5 Mei 2.108,72 2.355,45 2.134,71

6 Juni 2.267,53 2.367,95 2.190,19

7 Juli 1.981,43 2.573,94 2.414,36

8 Agustus 2.013,75 2.599,18 4.350,84

9 September 2.076,69 2.886,93 2.914,14

10 Oktober 2.267,35 3.009,22 11.242,57

11 November 2.092,94 3.637,34 3.014,34

12 Desember 2.343,46 3.835,29 4.109,29

Total 25.618,80 34.081,18 41.517,25

Sumber : Badan Ketahanan Pangan Kota Padangsidimpuan, data diolah

Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa total produksi beras tertinggi terjadi ditahun 2010 yang mencapai 41.517,25 ton, hal ini mengalami peningkatan sebesar 7.436,07 ton dari 34.081,18 ton ditahun 2009.

4.1.7 Perkembangan Luas Panen

Peningkatan luas panen padi dari bulan-kebulan dapat diamati pada tabel 4.4. dimana terlihat bahwa setiap bulannya mengalami perubahan.


(76)

Perubahan tersebut dapat berupa peningkatan maupun penurunan luas panen padi, hal ini dapat terjadi akibat iklim yang kurang mendukung serta serta akibat hama yang menyerang. Panen terluas selama kurun waktu tiga tahun (2008-2010) terjadi pada bulan Oktober 2010 yang mencapai 3.491 Ha, sedangkan luas panen terendah terjadi pada bulan Februari 2008.

Tabel 4.4

Perkembangan Luas Panen Padi Kota Padangidimpuan Tahun 2008-2010

No Bulan Luas Panen

Padi 2008 (Ha) Luas Panen Padi 2009 (Ha) Luas Panen Padi 2010 (Ha)

1 Januari 660 956 678

2 Februari 620 807 743

3 Maret 650 867 743

4 April 740 680 678

5 Mei 665 721 666

6 Juni 715 725 680

7 Juli 625 788 750

8 Agustus 635 796 1.350

9 September 655 884 905

10 Oktober 715 921 3.491

11 November 660 1.113 936

12 Desember 739 982 1.276

Total 8.079 10.240 12.896


(77)

4.1.8 Perkembangan Harga Dasar Beras

Harga beras yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga beras yang ada di pasar-pasar tradisional di kota Padangsidimpuan. Harga ini merupakan harga rata-rata dari lima jenis beras yang dijual di pasar yaitu IR 64,Sipulo Pandan, Silatihan, Kukubalan,dan Siporang. Perkembangan rata-rata harga beras selama tiga tahun terakhir mengalami peningkatan yang sangat nyata, perkembangan rata-rata harga ini dapat dilihat secara bulanan. Untuk tahun 2008 harga terendah terjadi pada bulan Januari yang berkisar rata-rata Rp 5.597,64 dan yang tertinggi terjadi pada bulan Desember yang berkisar rata-rata Rp 5.944,79. Untuk tahun 2009 harga terendah terjadi pada bulan Juli yang berkisar rata-rata Rp 5.904,13 dan yang tertinggi terjadi pada bulan Desember yang berkisar rata-rata Rp 6.575,87. Untuk tahun 2010 harga terendah terjadi pada bulan April yang berkisar rata-rata Rp 6.614,64 dan yang tertinggi terjadi pada bulan Desember yang berkisar rata-rata Rp 7967,30.


(78)

Tabel 4.5

Perkembangan Harga Beras di Kota Padangsidimpuan Tahun 2008-2010

No Bulan Harga Dasar Beras

2008 (Rp)

Harga Dasar Beras 2009 (Rp)

Harga Dasar Beras 2010 (Rp)

1 Januari 5.597,64 5.988,76 6.988,39

2 Februari 5.967,41 6.267,05 6.897,16

3 Maret 5.874,26 6.252,78 6.663,59

4 April 5.837,11 6.113,92 6.614,64

5 Mei 5.900,80 5.985,75 6.701,73

6 Juni 5.998,07 5.970,79 6.734,46

7 Juli 5.893,27 5.904,13 6.830,43

8 Agustus 5.880,02 5.899,98 6.731,94

9 September 5.882,88 5.985,72 6.900,00

10 Oktober 5.885,07 6.083,67 7.102,41

11 November 5.890,50 6.229,08 7.311,22

12 Desember 5.944,79 6.575,87 7.967,30

Sumber : BPS Padangsidimpuan

Tabel 4.4 menggambarkan perkembangan harga beras di kota Padangsidimpuan, rata-rata harga beras mengalami perubahan setiap bulannya. Perubahan tersebut dapat meningkat ataupun menurun yang jelas sejak tahun 2008 hingga 2010 harga tertinggi terjadi pada Desember 2010 yang mencapai Rp 7.967,30.


(1)

Hasyim, Hasman, 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras di Sumatera Utara. Thesis, Universitas Sumatera Utara.

http://www.pdf-searcher.com/pdf/teori-lahan-pertanian-produktif.html

Lestari, Tri, 2009. Dampak Konversi Lahan Bagi Taraf Hidup Petani. Makalah Kolokium. Institute Pertanian Bogor.

Mahyudi, Ahmad, 2004. Ekonomi Pembangunan dan Analisis data Empiris. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Nuraini, Ida, 2005. Pengantar Ekonomi Mikro. Malang : UMM press

Pratomo, Wahyu Ario Dan Paidi Hidayat, 2007. Pedoman Praktis Penggunaan Eviews Dalam Ekonometrika, Medan: USU Press.

Sawit, M Husein, 2009. Reformasi Kebijkan Harga Produsen Dan Dampaknya Terhadap Daya Saing Beras.(Jurnal Elektronik) diakses pada tanggal 03

Desember 2010 :

108/7 - 2010-07-10]

Simbolon, Sahat, 2007. Teori Ekonomi Mikro. Medan : USU press.

Sukirno, Sadono. 2002. Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Suryana, Ahmad. 2003. Kapita Selekta Evolusi Pemikiran Kebijakan Ketahanan pangan. Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta.


(2)

LAMPIRAN 1. DATA DATA KETAHANAN PANGAN

No Bulan Produksi

Beras Ton

Luas Panen Ha

Harga Dasar Beras Rp 1 Januari 2.093,10 660 5.597,64 2 Februari 1.966,09 620 5.967,41 3 Mater 2.060,84 650 5.874,26 4 April 2.346,90 740 5.837,11 5 Mei 2.108,72 665 5.900,80 6 Juni 2.267,53 715 5.998,07 7 Juli 1.981,43 625 5.893,27 8 Agustus 2.013,75 635 5.880,02 9 September 2.076,69 655 5.882,88 10 Oktober 2.267,35 715 5.885,07 11 November 2.092,94 660 5.890,50 12 Desember 2.343,46 739 5.944,79 13 Januari 3.124,97 956 5.988,76 14 Februari 2.636,92 807 6.267,05 15 Maret 2.832,96 867 6.252,78 16 April 2.221,45 680 6.113,92 17 Mei 2.355,45 721 5.985,75 18 Juni 2.367,95 725 5.970,79 19 Juli 2.573,94 788 5.904,13 20 Agustus 2.599,18 796 5.889,98 21 September 2.886,93 884 5.985,72 22 Oktober 3.009,22 921 6.083,67 23 November 3.637,34 1.113 6.229,08 24 Desember 3.835,29 982 6.575,87


(3)

26 Februari 2.392,15 743 6.897,16 27 Maret 2.392,45 743 6.663,59 28 April 2.182,23 678 6.614,64 29 Mei 2.134,71 666 6.701,73 30 Juni 2.190,19 680 6.734,46 31 Juli 2.414,36 750 6.830,43 32 Agustus 4.350,84 1.350 6.731,94 33 September 2.914,14 905 6.900,00 34 Oktober 11.242,57 3.491 7.102,41 35 November 3.014,34 936 7.311,22 36 Desember 4.109,29 1.276 7.967,30


(4)

2. HASIL REGRES MODEL PERSAMAAN 1

Dependent Variable: LY Method: Least Squares Date: 02/26/11 Time: 00:17 Sample: 2008M01 2010M12 Included observations: 36

Coefficie

nt Std. Error t-Statistic Prob. C 6.876821 0.200176 34.35395 0.0000 X1 0.000599 3.66E-05 16.34573 0.0000 X2 7.44E-08 3.34E-08 2.228737 0.0328 R-squared 0.917079 Mean dependent var 7.865255 Adjusted R-squared 0.912053 S.D. dependent var 0.320490 S.E. of regression 0.095044 Akaike info criterion -1.78929 Sum squared resid 0.298101 Schwarz criterion -1.65733 Log likelihood 35.20738 Hannan-Quinn criter. -1.74324 F-statistic 182.4837 Durbin-Watson stat 1.702804 Prob(F-statistic) 0.000000


(5)

3. HASIL REGRES MODEL PERSAMAAN 2

Dependent Variable: X1 Method: Least Squares Date: 02/26/11 Time: 00:19 Sample: 2008M01 2010M12 Included observations: 36

Coeffici

nt Std. Error t-Statistic Prob. C -1515.10 900.6466 -1.682243 0.1017 X2 0.000377 0.000142 2.653994 0.0120 R-squared 0.171614 Mean dependent var 867.0833 Adjusted R-squared 0.147250 S.D. dependent var 481.9678 S.E. of regression 445.0706 Akaike info criterion 15.08830 Sum squared resid 6734987. Schwarz criterion 15.17627 Log likelihood -269.589 Hannan-Quinn criter. 15.11900 F-statistic 7.043683 Durbin-Watson stat 2.144986 Prob(F-statistic) 0.012010


(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Rofiah

NIM : 070501005

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Fakultas : Ekonomi

Adalah benar telah membuatskripsi dengan judul “ Analisis Determinan Ketahanan Pangan di Kota Padangsidimpuan ” guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenar-benarnya untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Medan, Februari 2011 Yang membuat pernyataan

( R o f i a h) NIM : 070501005