Analisis Kandungan Mineral Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium Pada Biji Kakao (Theobroma cacao Linn.) Non Fermentasi dan Fermentasi Secara Spektrofotometri Serapan Atom

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kakao

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan komoditas perkebunan andalan yang terus dipacu pengembangannya guna menjadi berbagai macam produk baru yang bernilai ekonomi tinggi, terutama untuk memenuhi kebutuhan beberapa industri seperti industri makanan, minuman, farmasi dan kosmetik. Indonesia merupakan produsen biji kakao terbesar ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana. Produksi biji kakao Indonesia secara signifikan terus meningkat, tetapi mutu yang dihasilkan sangat rendah akibat beberapa faktor antara lain minimnya sarana pengolahan, lemahnya pengawasan mutu, biji kurang terfermentasi dan kadar air tinggi. Namun, disisi lain kakao Indonesia juga mempunyai keunggulan yaitu mengandung lemak coklat yang tinggi dan tidak cepat meleleh (Ulfaniah, dkk., 2014).

Berdasarkan tipe populasinya, kakao dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu kakao mulia yang berasal dari varietas criollo dengan kulit buah berwarna merah dan kakao lindak yang berasal dari varietas forastero dengan kulit buah berwarna hijau (Poedjiwidodo, 1996).

Bagi industri makanan dan minuman cokelat, mutu biji kakao merupakan persyaratan mutlak. Dengan demikian, bagi produsen kakao sebaiknya mutu biji kakao menjadi perhatian agar posisi bersaing (bargaining position) menjadi lebih baik, keuntungan dari harga jual menjadi optimal dan memberikan kepuasan


(2)

kepada pelanggan tanpa banyak memerlukan biaya yang tinggi (Hayati, dkk., 2012).

2.1.1 Standar Mutu Biji Kakao

Standar mutu biji kakao Indonesia terbagi atas dua persyaratan yaitu, persyaratan umum dan persyaratan khusus yang diatur dalam standar nasional indonesia biji kakao sebagaimana tertera pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Persyaratan Umum Mutu Biji Kakao

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Serangga hidup - tidak ada

2 Kadar air % fraksi massa maks. 7,5

3 Biji berbau asap dan atau hammy dan

atau berbau asing - tidak ada

4 Kadar benda asing - tidak ada

Sumber: SNI 2323:2008, 2008

Tabel 2.2 Persyaratan Khusus Mutu Biji Kakao

Jenis mutu Persyaratan

Kakao Mulia (Fine Cocoa) Kakao Lindak (Bulk Cocoa) Kadar biji berjamur (gram) Kadar bii slaty (gram) Kadar biji berserangga (gram) Kadar kotoran waste (gram) Kadar biji berkecambah (gram) I – F I – B Maks. 2 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 1,5 Maks. 2 II – F II - B Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 2,0 Maks. 3 III – F III - B Maks. 4 Maks. 20 Maks. 2 Maks. 3,0 Maks. 3 Sumber: SNI 2323:2008, 2008

Keterangan:

I : biji kakao mutu I II : biji kakao mutu II III : biji kakao mutu III

F : Fine cacao (kakao mulia) B : Bulk cacao (kakao lindak)


(3)

Untuk mendapatkan mutu biji kakao yang memenuhi standar, maka setiap tahapan proses pengawasan dan kontrol mutu biji kakao harus diawasi secara teratur agar pada saat terjadi penyimpangan terhadap mutu biji kakao, suatu tindakan koreksi yang tepat sasaran dapat segera dilakukan (Hatmi, dkk., 2012).

2.1.2 Panen dan Pascapanen

Panen dan pascapanen kakao merupakan kegiatan yang penting, karena berpengaruh terhadap mutu biji kakao (cokelat) yang dihasilkan. Produktivitas yang tinggi tanpa diikuti cara panen dan pascapanen yang benar tidak akan menjamin pendapatan yang tinggi. Pada saat panen buah kakao harus diperhatikan tingkat kemasakan buah dan cara panennya. Sedangkan pada pascapanen kakao kegiatan yang dilakukan adalah fermentasi, pengeringan atau penjemuran dan penyimpanan (Poedjiwidodo, 1996).

2.1.2.1 Panen

Buah kakao yang sudah masak harus segera dipetik agar bijinya tidak tumbuh. Tanda-tanda buah masak antara lain terjadinya perubahan warna. Buah muda yang berwarna hijau berubah menjadi berwarna kuning, sedangkan buah muda yang berwarna merah akan berubah menjadi jingga. Disamping itu, biji-biji terlepas dari kulit buahnya sehingga akan berbunyi bila digoyang-goyang. Tingkat kemasakan buah berpengaruh terhadap hasil fermentasi. Panen yang terlalu awal menyebabkan mutu biji kering sangat rendah, karena biji yang dihasilkan gepeng dan keriput. Sebaliknya, panen yang terlambat akan menyebabkan biji tumbuh di dalam buah (Susanto, 1994).

Buah kakao dipanen dengan menggunakan gunting potong, pisau tajam, atau sabit. Untuk buah yang letaknya terlalu tinggi dapat dipanen dengan sabit


(4)

bergalah. Pengambilan buah melalui pemutaran dengan tangan sebaiknya dihindarkan karena dapat merusak bantalan buah, yang mengakibatkan bunga tidak tumbuh lagi ditempat itu pada periode berikutnya. Pemanenan buah dilakukan dengan memotong tangkai buah tepat di batang atau cabang tempat tumbuhnya, tanpa meninggalkan sisa tangkai buah sehingga pertumbuhan bunga pada periode berikutnya tidak terhalangi. Setelah buah dipanen kemudian dikumpulkan pada suatu tempat kemudian dilakukan sortasi buah yang busuk, terserang hama atau penyakit, buah muda, dan buah yang terlalu masak dipisahkan dari buah yang baik (Poedjiwidodo, 1996).

2.1.2.2 Pascapanen

Proses pengolahan menentukan produk akhir kakao dalam proses ini terjadi pembentukan citarasa khas kakao dan pengurangan cita rasa yang tidak dikehendaki, misalnya rasa pahit dan sepat. Dalam proses pengolahan khususnya fermentasi senyawa-senyawa tersebut akan mengalami perubahan. Biji kakao yang tidak diolah dengan baik tidak diterima di pasaran atau rendah harganya, karena tidak memiliki sifat khas tersebut (Poedjiwidodo, 1996).

2.1.3 Fermentasi

Fermentasi merupakan tahap paling menentukan dalam proses pengolahan biji kakao. Tujuan utama fermentasi adalah membebaskan ataau melepaskan biji kakao dari pulp. Proses fermentasi merupakan tahapan biji kakao yang sangat penting untuk menjamin dihasilkannya citarasa maupun aroma cokelat yang baik, dapat mengurangi rasa pahit dan sepat serta memperbaiki kenampakan biji. Fermentasi yang sempurna menentukan citarasa biji kakao dan produk olahannya, termasuk juga karena buah yang masak serta pengeringan yang


(5)

baik. Jika fermentasi yang dilakukan kurang atau tidak sempurna, dihasilkan citarasa khas cokelat yang pahit dan akan timbul biji slaty, yaitu biji yang memiliki tekstur seperti keju (Elisabeth, 2007).

Fermentasi biji kakao merupakan suatu proses pengolahan pascapanen yang mempengaruhi mutu biji kakao. Dalam proses ini, terjadi penguraian gula menjadi alkohol yang dilakukan oleh beberapa jenis khamir yang dilanjutkan dengan penguraian alkohol menjadi asam asetat dan asam laktat oleh beberapa jenis bakteri. Selain itu, selama proses fermentasi juga berlangsung pembentukan senyawa-senyawa organik yang merupakan senyawa calon pembentukan aroma pada biji kakao akibat aktivitas mikroorganisme. Mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi biji kakao yaitu khamir, bakteri asam cuka dan bakteri asam laktat (Ambardini, 2009).

Fermentasi biji kakao berlangsung secara alami oleh mikroba dengan bantuan oksigen dari udara. Proses fermentasi akan berjalan baik jika tersedia cukup oksigen dan akan muncul panas yang merupakan hasil oksidasi senyawa gula di dalam pulpa (lendir). Mikroba memanfaatkan senyawa gula yang ada di dalam pulpa sebagai media tumbuh sehingga lapisan pulpa terurai menjadi cairan yang encer dan keluar lewat lubang-lubang di dasar dan dinding peti fermentasi (Widyotomo, 2008).

Fermentasi secara tradisional terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu : 1) fermentasi dengan menggunakan keranjang, 2) fermentasi dengan penimbunan diatas permukaan tanah yang dialasi daun pisang, dan 3) fermentasi dengan menggunakan kotak kayu. Penggunaan kota kayu sebagai wadah fermentasi


(6)

memberikan kualitas biji kakao yang lebih baik dari dua cara fermentasi tradisional lainnya (Hatmi, dkk., 2012).

Fermentasi dilakukan dengan memasukkan biji kakao ke dalam peti fermentasi dan ditutup. Fermentasi berlangsung selama 5-7 hari untuk kakao lindak dan 3-4 hari untuk kakao mulia. Selama fermentasi dilakukan pengadukan agar proses fermentasi berjalan merata. Di samping itu, harus dijaga agar biji tidak berhubungan langsung dengan logam supaya tidak terjadi kontaminasi (Poedjiwidodo, 1996).

Peningkatan mutu biji kakao selama proses fermentasi berhubungan erat dengan panas yang dihasilkan. Panas menyebabkan suhu biji meningkat secara bertahap dari 45⁰ - 60⁰C sehingga mempercepat terbentuknya asam dari pulp. Kerja zat-zat racun mematikan biji tanpa merusak kegiatan enzim yang ada dalam biji sehingga proses-proses enzimatis untuk membentuk aroma, rasa dan warna dapat terus berlangsung (Poedjiwidodo, 1996).

Biji kakao tanpa atau kurang fermentasi biasanya memiliki citarasa cokelat yang sangat rendah atau rasa pahit dan biji yang slaty, umumnya dihasilkan dari proses fermentasi yang terlalu singkat (kurang dari 3 hari). Sedangkan biji rapuh dan berbau kurang sedap atau kadang berjamur adalah produk dari proses fermentasi yang terlalu lama (lebih dari 5 hari), biji kakao berjamur atau hitam tidak memiliki citarasa cokelat yang baik. Biji dengan waktu fermentasi tepat 5 hari mempunyai warna belahan cokelat agak tua dan tekstur berongga, sehingga akan menghasilkan rasa dan aroma khas cokelat. (Widyotomo, 2008).


(7)

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam proses fermentasi adalah sebagai berikut:

a. Jumlah biji

Jumlah biji minimum yang baik untuk fermentasi adalah 10 kg dengan menggunakan kotak fermentasi berukuran (40 x 40 x 20) cm. Bila jumlah biji 20-60 kg fermentasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan kotak kecil yang tingginya tidak kurang dari 20 cm (Poedjiwidodo, 1996).

b. Tempat fermentasi

Secara tradisional tempat fermentasi dapat berupa keranjang bambu yang diberi lapisan daun pisang dan bagian atasnya ditutup dengan goni. Dewasa ini tempat untuk fermentasi biji kakao berupa kotak kayu dengan bermacam-macam ukuran, tergantung jumlah biji yang akan difermentasi. Kotak fermentasi yang terlalu dalam akan menyebabkan proses fermentasi hanya terjadi pada bagian atas saja. Setiap sisi kotak pada peti fermentasi bagian dalam dilubangi dengan jarak yang sama dari setiap titik lubang. Lubang-lubang ini dimaksudkan untuk tempat keluar masuknya udara yanag terdapat dalam kedua dinding tersebut sehingga panas yang diperlukan selama proses fermentasi dapat terkendali (Poedjiwidodo, 1996).

c. Tebal lapisan biji dan pengadukan

Suhu optimal dalam proses fermentasi adalah 48⁰ - 50⁰C. Untuk mencapai suhu itu diperlukan ketebalan biji tertentu. Untuk fermentasi skala kecil (<100 kg) dengan metode sime-cadbury ketebalan biji antara 20 – 30 cm. Apabila ketebalan lebih dari 30 cm menyebabkan suhu bagian tengah terlalu tinggi, karena aerasi udara kurang sehingga kegiatan mikroorganisme terganggu. Apabila


(8)

ketebalan biji terlalu tipis maka tidak dapat tercapai suhu optimal untuk fermentasi. Dengan demikian fermentasi tidak berjalan sempurna (Poedjiwidodo, 1996).

Proses pembalikan pada saat fermentasi harus dilakukan setelah 48 jam. Hal ini untuk diperolehnya keseragaman fermentasi biji kakao. Biji kakao yang tidak dibalik saat difermentasi, maka biji kakao yang ditengah dihasilkan panas optimum sehingga fermentasi maksimal, sedangkan yang diatas, di bawah dan samping akan berakibat sebaliknya (Hatmi, dkk., 2012).

Agar fermentasi terjadi secara merata pada seluruh biji diperlukan pengadukan. Pengadukan biasanya dilakukan 2 atau 3 kali tergantung tebal lapisan biji. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa untuk mendapatkan fermentasi yang optimal dilakukan pengadukan pada 12 jam pertama, kemudian setiap 2 hari sekali selama 6 hari. Pengadukan yang hanya dilakukan sekali akan menyebabkan tumbuhnya jamur pada bagian lapisan atas yang dapat mengakibatkan slaty. Sebaliknya, bila pengadukan berlebihan akan menyebabkan kulit biji berwarna gelap, biji tengik, dan rapuh. Biji yang difermentasi penuh ditandai dengan adanya warna cokelat gelap pada 80% kulit luar biji, lendir yang melekat pada biji mudah dilepas (Poedjiwidodo, 1996).

d. Lamanya fermentasi

Fermentasi merupakan kunci keberhasilan pengolahan biji kakao, maka waktu fermentasi harus tepat agar mendapatkan hasil yang baik. Waktu fermentasi yang terlalu cepat akan menghasilkan biji kakao bermutu rendah yaitu biji slaty, biji yang teksturnya seperti keju. Sedangkan bila terlalu lama akan diperoleh biji


(9)

yang rapuh dan timbul citarasa yang tidak baik, tetapi pada umumnya lama fermentasi sekitar 5-7 hari (Poedjiwidodo, 1996).

2.1.4 Pengeringan

Tahap pengolahan selanjutnya baik untuk biji yang dicuci maupun yang tidak dicuci adalah pengeringan. Pada biji yang tidak dicuci tujuan pengeringan ini adalah untuk menghentikan proses fermentasi agar tidak terjadi over fermented. Secara umum tujuan pengeringan adalah untuk menurunkan kadar air biji kakao dari sekitar 60% menjadi 6-7%. Pengeringan dapat dilakukan dengan sinar matahari (Poedjiwidodo, 1996).

Teknik pengeringan biji kakao ada 3, yaitu pengeringan dengan sinar matahari, pengeringan menggunakan alat pengering, dan perpaduan keduanya. Pengeringan yang biasa dilakukan oleh petani selama ini adalah menggunakan sinar matahari. Pengeringan menggunakan sinar matahari memiliki sisi positif dan negatif. Sisi positifnya adalah akan diperoleh warna biji kakao coklat kemerahan dan tampak lebih cemerlang. Warna dan kenampakan yang demikian inilah yang diharapkan dari biji kakao kering, sehingga pengeringan dibawah sinar matahari lebih disarankan untuk biji kakao. Namun demikian, pengeringan sinar matahari memiliki kendala disebabkan kondisi cuaca terutama saat hujan. Metode pengeringan ini memerlukan waktu 5 hingga 7 hari untuk mencapai kadar air dibawah 7,5% (Hatmi, dkk., 2012).

2.1.5 Pengolahan Kakao Sederhana

Biji kakao dapat diproses secara sederhana untuk campuran bahan makanan, minuman, permen, dan lain-lain. Pengolahan kakao dalam industri rumah tangga dapat dilakukan dengan proses berikut: biji kakao yang sudah


(10)

kering, digoreng tanpa menggunakan minyak. Lamanya penggorengan sekitar 40 menit. Selanjutnya kulit dikupas dengan tangan. Setelah bersih, biji kakao tersebut ditumbuk dengan alat penumbuk tradisional. Selanjutnya, hasil tumbukan dipres dengan tujuan untuk memisahkan kandungan lemak dan tepung. Tepung yang masih mengandung lemak berkadar rendah ini selanjutnya dikeringkan lagi secara alami dibawah sinar matahari atau dengan oven. Setelah kering, kemudian diayak untuk mendapatkan tepung yang halus. Akhirnya diperoleh bubuk kakao yang bagus. Bubuk kakao inilah yang dimanfaatkan sebagai campuran minuman serta untuk membuat permen cokelat (Susanto, 1994).

2.1.6 Sistematika Tanaman Kakao

Adapun sistematika tanaman kakao menurut Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (2004)., Poedjiwidodo (1996)., dan Susanto (1994) adalah sebagai berikut:

Devisi : Spermatophyta Anak devisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Anak kelas : Dialypetalae Bangsa : Malvales Suku : Sterculiaceae Marga : Theobroma

Jenis : Theobroma cacao, L.

2.1.7 Kandungan Dan Manfaat Kakao

Kakao mengandung lebih banyak zat besi dari hampir semua sayuran lainnya (10,5 mg/100g). Komposisi mineral dari coklat bubuk tiap 100 gram


(11)

mengandung 2058 mg kalium, 9 mg natrium, 170 mg kalsium, 594 mg magnesium, 14 mg zat besi, 795 mg fosfor, 8 mg seng, 5 mg tembaga dan 5 mg mangan (Knight, 1999).

Kakao merupakan sumber makanan yang kaya akan senyawa-senyawa bioaktif, terutama polifenol yang mempunyai khasiat sebagai antioksidan dan antimikroba. Biji kakao mempunyai potensi sebagai bahan antioksidan alami yang mempunyai kemampuan untuk menjaga dan mempertahankan sistem imun serta untuk pencegahan penyakit jantung koroner. Kandungan antioksidan yang tinggi dari biji kakao sangat bermanfaat bagi kesehatan, efektif menghilangkan radikal bebas dalam tubuh serta berperan penting untuk mempertahankan produk pangan. Biji kakao mengandung antioksidan yang kuat seperti, epikatekin yang telah terbukti untuk membantu mengurangi efek kanker, diabetes dan penyakit jantung. Mengkonsumsi biji kakao telah terbukti baik untuk menurunkan tekanan darah (Ulfaniah, dkk., 2014).

2.1.8 Biji Kakao

Dalam setiap buah terdapat sekitar 20-50 butir biji, yang tersusun dalam lima baris dan menyatu pada bagian poros buah. Biji dibungkus oleh daging buah atau pulp yang berwarna putih dan rasanya asam manis. Apabila buah sudah matang biji akan terlepas dari kulit buah sehingga akan berbunyi saat diguncang. Biji yang dibungkus oleh daging buah (pulpa) yang berwarna putih rasanya asam manis (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).

2.2 Mineral

Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun


(12)

fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral juga berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim, serta menjaga keseimbangan ion-ion tubuh (Almatsier, 2004).

Mineral merupakan unsur esensial bagi fungsi normal sebagian enzim dan sangat penting dalam pengendalian komposisi cairan tubuh 65% adalah air dalam bobot tubuh. Tanaman yang ditanam di atas tanah akan menyerap mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan kemudian disimpan dalam akar, batang, daun, bunga, dan buah. Hewan makan tanaman dan akan menyimpan mineral dalam tubuhnya. Manusia memperoleh mineral melalui konsumsi pangan nabati maupun hewani. Mineral dalam bahan makanan tidak semuanya dapat dimanfaatkan, keadaan tersebut tergantung ketersediaan biologisnya (tingkat zat gizi yang dimakan yang dapat diabsorpsi oleh tubuh). Faktor yang mempengaruhi ketersediaan biologis mineral antara lain interaksi dengan senyawa lain (Almatsier, 2004).

Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari seperti kalsium, fosfor, magnesium, natrium, kalium dan klor. Sedangkan mineral mikro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh kurang dari 100 mg sehari seperti besi, seng, iodium, mangan, selenium, dan kromium (Budiyanto, 2004).

2.2.1 Kalsium

Tubuh manusia mengandung sekitar 22 gram kalsium per kg berat badan tanpa lemak. Kira-kira 99 persen kalsium terdapat dalam tulang dan gigi. Bahan makanan yang kaya akan kalsium adalah susu dan hasil olahannya seperti keju


(13)

dan es krim. Disamping itu, brokoli, kacang-kacangan dan buah-buahan juga merupakan sumber kalsium (Budiyanto, 2004).

Kalsium juga dapat diperoleh dalam jumlah yang cukup dari air mineral yang dapat mengandung sampai 50 mg/liter. Kalsium diekskresikan lewat urine serta feses dan untuk mencegah kehilangan ini diperlukan kalsium melalui makanan. Peranan kalsium tidak saja sebagai pembentukan tulang dan gigi, fungsi lain dari kalsium yaitu dalam cairan jaringan berfungsi untuk pengendalian kerja jantung, proses pembekuan darah, serta memberikan kekerasan dan ketahanan terhadap pengeroposan (Budiyanto, 2004).

Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Semua orang dewasa terutama sesudah usia 50 tahun, kehilangan kalsium dari tulangnya. Tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Hal ini dinamakan osteoporosis yang dapat dipercepat oleh keadaan stres sehari-sehari. Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki dan lebih banyak pada orang kulit putih daripada kulit berwarna. Disamping itu, osteoporosis lebih banyak terjadi pada perokok dan peminum alkohol. Konsumsi kalsium hendaknya tidak melebihi 2500 mg sehari. Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal atau gangguan ginjal (Almatsier, 2004).

2.2.2 Magnesium

Dalam tubuh manusia terdapat sekitar 0,5 gram per kilogram jaringan bebas lemak, dimana kira-kira 60 persennya berada dalam jaringan tulang. Sumber dari magnesium di antaranya adalah sayur-sayuran hijau, biji-bijian dan kacang-kacangan. Daging, susu dan hasilnya serta cokelat juga merupakan


(14)

sumber magnesium yang baik. Sedangkan fungsi dari magnesium adalah sebagai obat pencuci perut, meningkatkan tekanan osmotik, dan membantu mengurangi getaran otot. Magnesium mencegah kerusakan gigi dengan cara menahan kalsium di dalam email gigi (Budiyanto, 2004).

Kekurangan magnesium menyebabkan kurang nafsu makan, gangguan dalam pertumbuhan, mudah tersinggung, gugup, kejang, gangguan sistem saraf pusat, halusinasi, koma dan gagal jantung. Sedangkan akibat kelebihan magnesium belum diketahui dengan pasti, kelebihan magnesium biasanya terjadi pada penyakit gagal ginjal (Almatsier, 2004).

2.2.3 Kalium

Kalium merupakan kation penting di dalam cairan intraseluler yang berperan dalam keseimbangan pH dan osmolaritas. Tubuh manusia mengandung 2,6 mg kalium per kilogram berat badan bebas lemak. Sumber kalium di antaranya adalah cokelat dan kopi. Sedangkan fungsi kalium diantaranya adalah membantu menjaga tekanan osmotik, memegang peranan dalam pemeliharaan keseimbangan cairan dan eletrolit, serta membantu mengaktifkan reaksi enzim. Kebutuhan kalium per hari sekitar 2 - 6 gram (Budiyanto, 2004).

Kekurangan kalium karena makanan jarang terjadi, selama seseorang cukup makan sayuran dan buah segar. Kekurangan kalium menyebabkan lemah, lesu, kehilangan nafsu makan, dan kelumpuhan. Jantung akan berdebar detaknya, dan menurunkan kemampuannya untuk memompa darah. Kelebihan kalium dapat terjadi bila ada gangguan fungsi ginjal (Almatsier, 2004).


(15)

2.2.4 Natrium

Tubuh manusia mengandung 1,8 gram natrium per kilogram berat badan bebas lemak, dimana sebagian besar terdapat dalam cairan ekstraseluler. Sumber natrium di antaranya adalah keju, ikan asin, udang, sayur-sayuran, buah-buahan, susu, telur dan daging. Sedangkan fungsi dari natrium di antaranya adalah berperan dalam menghasilkan tekanan osmotik yang mengatur pertukaran cairan antara sel, menentukan volume dalam cairan ekstraseluler, dan untuk mempertahankan keseimbangan tubuh. Natrium harus terdapat dalam jumlah yang cukup pada makanan agar kecukupan natrium ini dapat terjamin tubuh sendiri dan dapat mengeluarkan kelebihan natrium melalui urin (Budiyanto, 2004).

Kekurangan natrium menyebabkan kejang dan kehilangan nafsu makan. Kekurangan natrium dapat terjadi sesudah muntah, diare, dan keringat berlebihan. Bila kadar natrium darah turun, perlu diberikan natrium dan air untuk mengembalikan keseimbangan. Sedangkan kelebihan natrium dapat menimbulkan keracunan yang dalam keadaan akut menyebabkan hipertensi, hal ini dapat diatasi dengan banyak minum (Almatsier, 2004).

2.3 Destruksi

Destruksi merupakan suatu perlakuan pemecahan senyawa menjadi unsur-unsurnya sehingga dapat dianalisis. Istilah destruksi ini disebut juga perombakan, yaitu dari bentuk organik logam menjadi bentuk logam-logam anorganik. Pada dasarnya ada dua jenis destruksi yang dikenal dalam ilmu kimia yaitu destruksi basah (oksida basah) dan destruksi kering (oksida kering). Kedua destruksi ini memiliki teknik pengerjaan dan lama pemanasan atau pendestruksian yang berbeda (Kristianingrum, 2012).


(16)

Destruksi basah adalah perombakan sampel dengan asam-asam kuat baik tunggal maupun campuran, kemudian dioksidasi dengan menggunakan zat oksidator. Berbagai cara yang ditempuh untuk memperbaiki cara kering yang biasanya memerlukan waktu yang lama serta adanya kehilangan karena pemakaian suhu tinggi yaitu antara lain dengan destruksi basah ini. Pelarut-pelarut yang dapat digunakan untuk destruksi basah antara lain asam nitrat, asam sulfat, asam perklorat, dan asam klorida. Kesemua pelarut tersebut dapat digunakan baik tunggal maupun campuran. Kesempurnaan destruksi ditandai dengan diperolehnya larutan jernih pada larutan destruksi, yang menunjukkan bahwa semua konstituen yang ada telah larut sempurna. Senyawa garam yang terbentuk setelah destruksi merupakan senyawa garam yang stabil dan disimpan selama beberapa hari (Kristianingrum, 2012).

Destruksi kering merupakan perombakan organik logam di dalam sampel menjadi logam anorganik dengan cara pengabuan sampel dalam krus porselin dan memerlukan suhu pemanasan tertentu. Pada umumnya destruksi kering dibutuhkan suhu pemanasan antara 400-800°C, tetapi suhu ini sangat tergantung pada jenis sampel yang akan dianalisis. Untuk menentukan suhu pengabuan dengan sistem ini, terlebih dahulu ditinjau jenis logam yang akan dianalisis. Kemudian oksida dilarutkan ke dalam pelarut asam encer baik tunggal maupun campuran, setelah itu dianalisis menurut metode yang digunakan. Metode yang digunakan untuk penentuan logam-logam yaitu metode spektrofotometer serapan atom. Metode ini digunakan secara luas untuk penentuan kadar unsur logam dalam jumlah kecil (Kristianingrum, 2012).


(17)

2.4 Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode yang digunakan untuk mendeteksi atom-atom logam dalam fase gas. Metode ini mengandalkan nyala untuk mengubah logam dalam larutan sampel menjadi atom-atom logam berbentuk gas. Metode ini secara luas digunakan untuk analisis kuantitatif logam dalam matriks yang kompleks. Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral, dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau sinar ultraviolet (Gandjar dan Rohman, 2009).

Atom-atom menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, dan hal itu tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang tertentu memiliki energi yang cukup untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Dengan adanya absorbsi energi, berarti diperoleh energi yang lebih banyak sehingga suatu atom yang berada pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi (Khopkar, 2003).

Cara kerja spektrofotometri serapan atom berdasarkan penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung di dalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengabsorpsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda yang mengandung unsur yang akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu menurut jenis logamnya (Darmono, 1995).

Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur mineral dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur mineral dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul mineral dalam sampel tersebut.


(18)

Cara ini cocok untuk analisis sekelumit mineral karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaanya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit (Gandjar dan Rohman, 2009).

Bagian instrumentasi spektrofotometer serapan atom adalah sebagai berikut ini:

a. Sumber Radiasi

Sumber radiasi yang digunakan yaitu lampu katoda yang mampu menghasilkan garis radiasi resonansi sangat tajam. Lampu ini terdiri atas anoda dan katoda dalam suatu tabung silinder borosilikat atau kuarsa yang berisi gas mulia, argon, atau helium pada tekanan rendah. Katoda tersebut berbentuk silinder berongga yang permukaannya dilapisi dengan unsur yang sama dengan unsur yang dianalisis. Pemberian tekanan dengan potensial tinggi pada arus tertentu antara anoda dan katoda, akan menyebabkan logam mulia, memijar sehingga menabrak atom-atom logam katoda hingga terlempar keluar dan tereksitasi dan memancarkan radiasi pada panjang gelombang tertentu yang sama dengan panjang gelombang atom yang dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2009).

b. Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan dasar. Ada berbagai macam alat yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi uap atom-atomnya, yaitu:

- Dengan nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat


(19)

dicapai oleh nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen-udara, suhunya sebesar 2200°C. Sumber nyala asetilen-udara ini merupakan sumber nyala yang paling banyak digunakan. Pada sumber nyala ini asetilen sebagai bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi. Sedangkan dengan gas dinitrogen oksida-asetilen suhunya sebesar 3000°C (Gandjar dan Rohman, 2009).

- Tanpa nyala (Flameless)

Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil sedikit (hanya beberapa L), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2009).

c. Monokromator

Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian banyak spektrum yang dihasilkan lampu katoda berongga. Monokromator digunakan untuk menyempitkan lebar pita radiasi yang sedang diperiksa sehingga diatur untuk memantau panjang gelombang yang sedang dipancarkan oleh lampu katoda berongga (Gandjar dan Rohman, 2009).


(20)

d. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton (Gandjar dan Rohman, 2009).

e. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai pencatatan hasil. Pembacaan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi, hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2009).

Gambar 2.1 Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom (Harris, 2007).

2.4.1 Gangguan-Gangguan Pada Spektrofotometri Serapan Atom

Gangguan-gangguan (interference) pada Spektrofotometri Serapan Atom adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2009).


(21)

Secara luas dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yakni interferensi spektral dan interferensi kimia. Interferensi spektral disebabkan karena tumpang tindih absorpsi antara spesies pengganggu dan spesies yang diukur, karena rendahnya resolusi monokromator. Sedangkan interferensi kimia disebabkan adanya reaksi kimia selama atomisasi, sehingga mengubah sifat absorpsi (Khopkar, 2003).

Menurut Gandjar dan Rohman (2009), gangguan-gangguan yang dapat terjadi pada spektrofotometri serapan atom adalah:

a. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala.

b. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala.

c. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala.

d. Gangguan oleh penyerapan non-atomik.

2.5 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).

Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis menurut Harmita (2004) adalah sebagai berikut:


(22)

a. Kecermatan (accuracy)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu:

1. Metode simulasi

Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).

2. Metode penambahan baku

Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat ditemukan kembali. Rentang persen perolehan kembali yang diizinkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks, dapat dilihat pada Table 2.3 berikut ini:


(23)

Tabel 2.3 Rentang Persen Perolehan Kembali Yang Diizinkan Pada Analit Sampel

Jumlah analit pada sampel Persen perolehan kembali yang diizinkan (%)

1 ppm 80-110

100 ppb 80-110

10 ppb 60-115

1 ppb 40-120

Sumber: Harmita (2004) b. Keseksamaan (precision)

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan (Harmita, 2004).

Dari penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa simpangan baku relatif atau RSD meningkat seiring dengan menurunnya kadar analit yang dianalisis. Pada kadar satu per sejuta (ppm) RSDnya adalah 16% dan pada kadar satu per bilion (ppb) adalah 32% (Harmita, 2004).

c. Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang ada di dalam sampel. Selektivitas seringkali dinyatakan sebagai derajat penyimpangan metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran dan dibandingkan dengan


(24)

hasil analisis yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan (Harmita, 2004).

d. Linearitas dan Rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik secara langsung ataupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang dapat ditetapkan secara cermat, seksama dan dalam linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004).

e. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Sedangkan batas kuantitasi merupakan parameter uji batas, batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).


(1)

dicapai oleh nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen-udara, suhunya sebesar 2200°C. Sumber nyala asetilen-udara ini merupakan sumber nyala yang paling banyak digunakan. Pada sumber nyala ini asetilen sebagai bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi. Sedangkan dengan gas dinitrogen oksida-asetilen suhunya sebesar 3000°C (Gandjar dan Rohman, 2009).

- Tanpa nyala (Flameless)

Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil sedikit (hanya beberapa L), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2009).

c. Monokromator

Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian banyak spektrum yang dihasilkan lampu katoda berongga. Monokromator digunakan untuk menyempitkan lebar pita radiasi yang sedang diperiksa sehingga diatur untuk memantau panjang gelombang yang sedang dipancarkan oleh lampu katoda berongga (Gandjar dan Rohman, 2009).


(2)

d. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton (Gandjar dan Rohman, 2009).

e. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai pencatatan hasil. Pembacaan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi, hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2009).

Gambar 2.1 Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom (Harris, 2007).

2.4.1 Gangguan-Gangguan Pada Spektrofotometri Serapan Atom

Gangguan-gangguan (interference) pada Spektrofotometri Serapan Atom adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2009).


(3)

Secara luas dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yakni interferensi spektral dan interferensi kimia. Interferensi spektral disebabkan karena tumpang tindih absorpsi antara spesies pengganggu dan spesies yang diukur, karena rendahnya resolusi monokromator. Sedangkan interferensi kimia disebabkan adanya reaksi kimia selama atomisasi, sehingga mengubah sifat absorpsi (Khopkar, 2003).

Menurut Gandjar dan Rohman (2009), gangguan-gangguan yang dapat terjadi pada spektrofotometri serapan atom adalah:

a. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala.

b. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala.

c. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala.

d. Gangguan oleh penyerapan non-atomik.

2.5 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).

Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis menurut Harmita (2004) adalah sebagai berikut:


(4)

a. Kecermatan (accuracy)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu:

1. Metode simulasi

Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).

2. Metode penambahan baku

Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat ditemukan kembali. Rentang persen perolehan kembali yang diizinkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks, dapat dilihat pada Table 2.3 berikut ini:


(5)

Tabel 2.3 Rentang Persen Perolehan Kembali Yang Diizinkan Pada Analit Sampel

Jumlah analit pada sampel Persen perolehan kembali yang diizinkan (%)

1 ppm 80-110

100 ppb 80-110

10 ppb 60-115

1 ppb 40-120

Sumber: Harmita (2004) b. Keseksamaan (precision)

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan (Harmita, 2004).

Dari penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa simpangan baku relatif atau RSD meningkat seiring dengan menurunnya kadar analit yang dianalisis. Pada kadar satu per sejuta (ppm) RSDnya adalah 16% dan pada kadar satu per bilion (ppb) adalah 32% (Harmita, 2004).

c. Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang ada di dalam sampel. Selektivitas seringkali dinyatakan sebagai derajat penyimpangan metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran dan dibandingkan dengan


(6)

hasil analisis yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan (Harmita, 2004).

d. Linearitas dan Rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik secara langsung ataupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang dapat ditetapkan secara cermat, seksama dan dalam linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004).

e. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Sedangkan batas kuantitasi merupakan parameter uji batas, batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).


Dokumen yang terkait

Analisis Kandungan Mineral Kalium, Kalsium, Magnesium Dan Natrium Pada Buah Strawberry (Fragaria Ananassa Duchesne.) Secara Spektrofotometri Serapan Atom

1 38 91

Analisis Kandungan Mineral Kalium, Kalsium, Natrium Dan Magnesium Pada Tomat (Solanum lycopersicum Mill.) Secara Spektrofotometri Serapan Atom

4 56 98

Analisis Kandungan Mineral Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium Pada Biji Kakao (Theobroma cacao Linn.) Non Fermentasi dan Fermentasi Secara Spektrofotometri Serapan Atom

11 35 135

Analisis Kandungan Mineral Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium Pada Biji Kakao (Theobroma cacao Linn.) Non Fermentasi dan Fermentasi Secara Spektrofotometri Serapan Atom

1 14 135

Analisis Kandungan Mineral Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium Pada Biji Kakao (Theobroma cacao Linn.) Non Fermentasi dan Fermentasi Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 15

Analisis Kandungan Mineral Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium Pada Biji Kakao (Theobroma cacao Linn.) Non Fermentasi dan Fermentasi Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 2

Analisis Kandungan Mineral Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium Pada Biji Kakao (Theobroma cacao Linn.) Non Fermentasi dan Fermentasi Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 5

Analisis Kandungan Mineral Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium Pada Biji Kakao (Theobroma cacao Linn.) Non Fermentasi dan Fermentasi Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 1 3

Analisis Kandungan Mineral Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium Pada Biji Kakao (Theobroma cacao Linn.) Non Fermentasi dan Fermentasi Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 65

Analisis Kandungan Mineral Kalium, Kalsium, Natrium Dan Magnesium Pada Tomat (Solanum lycopersicum Mill.) Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 43