PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN (1)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN

A.

Pentingnya memberdayakan masyarakat
Dalam rangka mewujudkan visi dan misi sekolah sesuai dengan paradigma baru

manajemen pendidikan, disarankan perlunya memberdayakan masyarakat dan lingkungan
sekolah secara optimal.
Hal ini penting, karena sekolah memerlukan masukan dari masyarakat dalam
menyusun program yang relevan, sekaligus memerlukan dukungan masyarakat dalam
melaksanakan program tersebut. Di sisi lain, masyarakat memerlukan jasa sekolah untuk
mendapatkan program-program pendidikan sesuai dengan yang diinginkan. Jalinan
semacam itu dapat terjadi, jika kepala sekolah aktif dan dapat membangun hubungan yang
saling menguntungkan (mutualisme). Sebenarrnya di sekolah sudah ada petugas khusus
untuk membina hubungan dengan masyarakat, yaitu wakil kepala sekolah urusan humas.
Dengan demikian, yang penting adalah bagaimana mengoptimalkan peran dan fungsi
petugas tersebut.
Sutisna (1987: 145) mengemukakan maksud hubungan sekolah dengan masyarakat (1)
untuk mengembangkan pemahaman tentang maksud-maksud dan saran-saran dari sekolah,
(2) untuk menilai program sekolah, (3) untuk mempersatukan orang tua murid dan guru

dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak didik, (4) untuk mengembangkan kesadaran
tentang pentingnya pendidikan sekolah dalam era pembangunan, (5) untuk membangun dan
memelihara kepercayaan masyarakat terhadap sekolah, (6) untuk memberitahu masyarakat
tentang pekerjaan sekolah, (7) untuk mengerahkan dukungan dan bantuan bagi
pemeliharaan dan peningkatan program sekolah.
Hubungan sekolah dengan masyarakat sangat besar manfaat dan artinya bagi
kepentingan pembinaan dukungan moral, material, dan pemanfaatan masyarakat sebagai
sumber belajar. Selanjutnya bagi masyarakat dapat mengetahui berbagai hal mengenai
sekolah dan inovasi-inovasi yang dihasilkan, menyalurkan kebutuhan berpartisipasi dalam
pendidikan, melakukan tekanan, dan tuntutan terhadap sekolah. Berbagai teknik dan media

dapat dilakukan dalam konteks ini, seperti mengadakan rapat atau pertemuan, surat
menyurat, buku penghubung, buletin sekolah, dan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang
bermanfaat bagi peserta didik maupun orang tua.
Model manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan seluruh proses
kegiatan sekolah yang direncanakan dan diusahakan secara sengaja dan bersungguhsungguh, serta pembinaan secara kontinyu untuk mendapatkan simpati dari masyarakat
pada umumnya, khususnya masyarakat yang berkepentingan langsung dengan sekolah.
Dengan demikian, kegiatan operasional pendidikan, kinerja, dan produktivitas sekolah
diharapkan semakin efektif, dan efisien. Pada hakikatnya, sekolah merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari masyarakat, seperti para orang tua yang tergabung dalam Badan

Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3), dan atasan langsung. Demikian pula hasil
pendidikan yang berupa lulusan, akan menjacli harapan dan dambaan masyarakat.
Oleh karena itu, sekolah tidak boleh menjadi menara gading bagi masyarakat.
Keterbatasan pemerintah dalam pengadaan sarana dan prasarana, serta pembiayaan
pendidikan, menyebabkan dukungan serta partisipasi masyarakat menjadi semakin penting,
terutama masyarakat yang terkait langsung dengan sekolah yang bersangkutan. Pendidikan
sebagai lembaga sosial akan semakin lancar dan berhasil dalam melaksanakan tugasnya,
serta memperoleh simpati dari masyarakat, jika dapat menjalin hubungan yang akrab dan
serasi dengan segenap masyarakat dan lingkungan, melalui manajemen pengembangan
hubungan sekolah dengan masyarakat.
Hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakikatnya merupakan sarana yang sangat
berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di
sekolah. Dalam hal ini, sekolah sebagai sistem sosial merupakan bagian integral dari sistem
sosial yang lebih besar, yaitu masyarakat. Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan yang
sangat erat dalam mencapai tujuan sekolah atau pendidikan secara efektif dan efisien.
Sebaliknya sekolah juga harus menunjang pencapaian tujuan atau pemenuhan kebutuhan
masyarakat, khususnya kebutuhan pendidikan. Oleh karena itu, sekolah berkewajiban
memberi penerangan tentang tujuan-tujuan, program-program, kebutuhan, serta keadaan
masyarakat. Sebaliknya, sekolah juga harus mengetahui dengan jelas apa kebutuhan,
harapan, dan tuntutan masyarakat, terutama terhadap sekolah. Dengan perkataan lain,


antara sekolah dan masyarakat harus dibina dan dikembangkan suatu hubungan yang
harmonis.
Memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekitar ini semakin dirasakan pentingnya
pada masyarakat yang telah menyadari dan memahami pentingnya pendidikan. Namun tidak
berarti pada masyarakat yang masih kurang menyadari pentingnya pendidikan, hubungan
kerja sama ini tidak perlu dibina dan dikembangkan. Pada masyarakat yang kurang
menyadari akan pentingnya pendidikan, sekolah dituntut lebih aktif dan kreatif untuk
mengembangkan hubungan kerja sama ini tidak perlu dibina dan dikembangkan. Pada
masyarakat yang kurang menyadari akan pentingnya pendidikan, sekolah dituntut lebih aktif
dan kreatif untuk mengembangkan hubungan kerja sama yang harmonis.
Jika hubungan sekolah dengan masyarakat berjalan dengan baik, rasa tanggung jawab
dan partisipasi masyarakat untuk memajukan sekolah juga akan baik dan tinggi. Agar
tercipta hubungan dan kerja sama yang baik antara sekolah dan masyarakat, masyarakat
perlu mengetahui dan memiliki gambaran yang jelas tentang sekolah yang bersangkutan.
Gambaran dan kondisi sekolah ini dapat diinformasikan kepada masyarakat melalui laporan
kepada orang tua murid, buletin bulanan, penerbitan surat kabar, pameran sekolah, open
house, kunjungan ke sekolah, kunjungan ke rumah murid, penjelasan oleh tenaga
kependidikan sekolah, radio dan televisi, serta laporan tahunan.
Dalam memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekitar sekolah, kepala sekolah

dan guru merupakan kunci keberhasilan, yang harus menaruh perhatian terhadap apa yang
terjadi pada peserta didik di sekolah dan apa yang dipikirkan orang tua dan masyarakat
tentang sekolah. Kepala sekolah dituntut untuk senantiasa berusaha membina dan
mengembangkan hubungan kerja sama yang baik antara sekolah dan masyarakat guna
mewujudkan sekolah yang efektif dan efisien. Hubungan yang harmonis ini akan membentuk
1) saling pengertian antara sekolah, orang tua, masyarakat, dan lembaga-lembaga lain yang
ada di masyarakat, termasuk dunia kerja; 2) saling membantu antara sekolah dan
masyarakat karena mengetahui manfaat, arti dan pentingnya peranan masing-masing; 3)
kerja sama yang erat antara sekolah dengan berbagai pihak yang ada di masyarakat dan
mereka merasa bangga dan ikut bertanggung jawab atas suksesnya pendidikan di sekolah.
Dengan memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekitar sekolah diharapkan

tercapai tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat, yaitu meningkatnya kinerja sekolah
dan terlaksananya proses pendidikan di sekolah secara produktif, efektif, dan efisien
sehingga menghasilkan lulusan yang produktif dan berkualitas. Lulusan yang berkualitas ini
tampak dari penguasaan peserta didik terhadap berbagai kompetensi dasar yang dapat
dijadikan bekal untuk bekerja di dunia usaha, melanjutkan pendidikan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi, hidup di masyarakat secara layak, dan belajar untuk terns
meningkatkan diri sesuai dengan asas belajar sepanjang hayat (life long learning).

B.


Menggalang partisipasi orang tua
Partisipasi orang tua merupakan keterlibatan tua secara nyata dalam suatu kegiatan.

Partisipasi itu bisa berupa gagasan, kritik membangun, dukungan dan pelaksanaan
pendidikan. Dalam konteks MBS dan KBK, partisipasi orang tua, sangat diperlukan, karena
sekolah merupakan partner orang tua dalam mengantarkan cita-cita dan membentuk pribadi
peserta didik.
Karakteristik orang tua, misalnya pengusaha, petani, nelayan, pedagang, pegawai,
kaya, miskin akan mewarnai kondisi dan kualitas sekolah. Perbedaan karakteristik orang tua
tersebut membuat harapannya terhadap sekolah terutama, lulusannya berbeda pula. Oleh
karena itu sekolah harus menjalin hubungan, kerjasama dengan orangtua, peserta didik.
Orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam pendidikan dan kemajuan sekolah, oleh
karena itu penting mengkaji dan memahami cara-cara yang dapat ditempuh untuk
menggalang partisipasi orang tua terhadap kegiatan pendidikan di sekolah.
Dari berbagai sumber dapat dikemukakan bahwa peran paling penting dan efektif dari
orang tua adalah menyediakan lingkungan belajar yang kondusif, sehingga peserta didik
dapat belajar dengan tenang dan menyenangkan.
Beberapa hal yang dapat disarankan kepala, sekolah terhadap orang tua untuk
membentuk lingkungan belajar yang kondusif di rumah, antara lain :

1.

Menciptakan budaya belajar di rumah. Pada jam-jam belajar, orang tua juga sebaiknya
ikut belajar, misalnya membaca tafsir atau ayat-ayat Al Qur'an membaca majalah,

menulis puisi, dan menulis program kerja, sehingga tercipta budaya belajar.
2.

Memprioritaskan tugas yang terkait secara langsung dengan pembelajaran di sekolah.
Jika banyak kegiatan yang harus dilakukan anak, maka utamakan yang terkait dengan
tugas pembelajaran.

3.

Mendorong anak untuk aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi sekolah, baik
yang bersifat kurikuler maupun ekstrakurikuler.

4.

Memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan gagasan, ide, dan berbagai

aktivitas yang menunjang kegiatan belajar.

5.

Menciptakan situasi yang demokratis di rumah, agar terjadi tukar pendapat dan pikiran
sebagai sarana belajar dan membelajarkan.

6.

Memahami apa yang telah, sedang, dan akan dilakukan oleh sekolah, dalam
mengembangkan potensi anaknya.

7.

Menyediakan sarana belajar yang memadai, sesuai dengan kemampuan orang tua dan
kebutuhan sekolah.

Mengingat bahwa salah satu kunci sukses menggalang partisipasi orang tua adalah
menjalin hubungan yang harmonis, maka perlu diprogramkan beberapa hal sebagai berikut :
1.


Melibatkan orang tua secara proporsional, dan profesional dalam mengembangkan
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program sekolah. Misalnya dalam
mengembangkan program unggulan sekolah, dan life skill.

2.

Menjalin komunikasi secara intensif. Secara proaktif sekolah menghubungi orang tua
peserta didik dengan cara sebagai berikut :
a)

Mengucapkan selamat datang dan bergabung dengan sekolah dan dewan
pendidikan serta komite sekolah, bagi orang tua peserta didik baru. Setelah itu
perlu dilakukan perkenalan dan orientasi singkat agar mereka mengetahui
sekolah dengan berbagai program dan aktivitasnya.

b)

Mengadakan rapat secara rutin dengan orang tua, sehingga rapat dapat efektif
dan orang tua dapat saling kenal.


c)

Mengirimkan berita tentang sekolah secara periodik, sehingga orang tua
mengetahui program, dan perkembangan sekolah.

d)

Membagikan daftar tenaga kependidikan secara lengkap termasuk alamat nomor
telepon dan tugas pokok sehingga orang tua dapat berhubungan secara tepat
waktu dan tepat sasaran.

e)

Mengundang orang tua dalam rangka mengembangkan kreatifitas dan prestasi
peserta didik.

f)

Mengadakan


kunjungan

rumah

untuk

memecahkan

masalah

dan

mengembangkan pribadi peserta didik.
g)

Mengadakan pembagian tugas dan tanggung jawab antara sekolah dengan orang
tua dalam pembinaan pribadi peserta didik.



Melibatkan orang tua dalam berbagai program dan kegiatan di sekolah
yang bersifat sosial kemasyarakatan, seperti bakti sosial, perpisahan,
peringatan hari besar nasional, keagamaan, dan pentas seni. Pelibatan
orang tua disesuaikan dengan hobi, kemampuan, dan pekerjaan mereka
dengan program dan kegiatan yang akan dilakukan sekolah.



Melibatkan orang tua dalam mengambil berbagai keputusan, agar mereka
merasa bertanggung jawab untuk melaksanakannya.



Mendorong guru untuk mendayagunakan orang tua sebagai sumber belajar
dan menunjang keberhasilan belajar peserta didik.

Untuk merealisasikan program di atas dan mendorong partisipasi orang tua dalam
kegiatan sekolah, kepala sekolah harus melakukan hal-hal sebagai berikut :
1.

Mengidentifikasi kebutuhan sekolah dan partisipasi orang tua dalam program dan

kegiatan sekolah. Upayakan untuk melibatkan guru, tenaga kependidikan, dan wakil
dewan pendidikan serta komite sekolah dalam identifikasi tersebut.
2.

Menyusun tugas-tugas yang dapat dilakukan bersama dengan orang tua secara
fleksibel.

3.

Membantu guru mengembangkan program pelibatan orang tua dalam berbagai
aktivitas sekolah, dan pembelajaran.

4.

Menginformasikan secara luas program sekolah, dan membuka peluang bagi orang tua
untuk melibatkan diri dalam program tersebut.

5.

Mengundang orang tua untuk menjadi relawan dalam berbagai aktivitas sekolah.

6.

Memberi penghargaan secara proporsional dan profesional terhadap keterlibatan
orang tua dalam berbagai program dan kegiatan sekolah.

C.

Menggalang partisipasi masyarakat
Partisipasi masyarakat mengacu kepada adanya keikutsertaan masyarakat secara nyata

dalam suatu kegiatan. Partisipasi itu bisa berupa gagasan, kritik membangun, dukungan dan
pelaksanaan pendidikan. Dalam sistem pemerintahan yang kebijakannya bersifat top-down,
partisipasi masyarakat dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat dan diimplementasikan tidak
begitu dipermasalahkan, namun pada sistem pemerintahan yang bottom-up, tingginya
partisipasi masyarakat dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan kebijakan tersebut.
Koentjaraningrat, (1982) menggolongkan partisipasi masyarakat kedalam tipologinya,
ialah patisipasi kuantitatif dan partisipasi kualitatif. Partisipasi kuantitatif menunjuk pada
frekuensi keikutsertaan masyarakat terhadap implementasi kebijakan, sedangkan partisipasi
kualitatif menunjuk kepada tingkat dan derajatnya. Partisipasi masyarakat juga dapat dikelompokkan berdasarkan posisi individu dalam kelompoknya. Pertama, partisipasi masyarakat
dalam aktivitas bersama dalam proyek khusus. Kedua, partisipasi anggota masyarakat
sebagai individu dalam aktifitas bersama pembangunan. Thoha (1984) menggolongkan
partisipasi masyarakat ke dalam tiga kelompok, yaitu partisipasi mandiri yang merupakan

usaha berperan serta yang dilakukan secara mandiri oleh pelakunya, partisipasi mobilisasi,
dan partisipasi seremoni.
Partisipasi masyarakat juga dapat dilihat dari cakupannya. Partisipasi secara sempit,
partisipasi secara luas dan partisipasi yang merupakan lawan dari kegiatan politik. Secara
luas, partisipasi dapat diartikan sebagai demokratisasi politik. Di dalamnya masyarakat
menentukan tujuan, strategi dan perwakilannya dalam pelaksanaan kebijakan dan pembangunan. Secara sempit partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan masyarakat dalam
keseluruhan proses perubahan dan pengembangan masyarakat sesuai dengan arti
pembangunan sendiri. Sebagai lawan dari kegiatan politik, partisipasi dapat diartikan sebagai
upaya mendidik golongangolongan masyarakat yang berbeda-beda kepentingannya untuk
mengajukan secara rasional keinginannya dan menerima secara suka rela keputusan
pembangunan.
Dalam rangka desentralisasi dan demokratisasi pendidikan, partisipasi masyarakat
sangat diperlukan. Masyarakat harus menjadi partner sekolah dalam melaksanakan pendidikan dan pembelajaran, karena keriasama di antara keduanya sangat penting dalam
membentuk pribadi peserta didik. Dalam suasana yang demikian, sekolah memiliki dua
fungsi utama, yaitu sebagai partner masyarakat dan sebagai penghasil tenaga kerja terdidik.
Sebagai partner masyarakat, sekolah akan dipengaruhi oleh corak pengalaman seseorang di
dalam lingkungan masyarakat, bahan bacaan, tontonan, dan kondisi sosial ekonomi. Sekolah
juga harus bertanggung jawab terhadap perubahan masyarakat, yang dapat dilakukan
melalui fungsi layanan bimbingan, dan forum komunikasi antara sekolah dengan masyarakat.
Di sisi lain, kesadaran peserta didik untuk mendayagunakan masyarakat sebagai sumber
belajar dipengaruhi oleh kegiatan dan pengalaman belajar yang diikutinya di sekolah.
Berdasarkan kondisi tersebut, dapat dikemukakan bahwa sekolah dan masyarakat
merupakan partnership dalam berbagai aktivitas yang berkaitan dengan aspek-aspek
pendidikan, di antaranya:
1.

Sekolah dengan masyarakat merupakan satu keutuhan dalam menyelenggarakan
pendidikan dan pembinaan pribadi peserta didik.

2.

Sekolah dengan tenaga kependidikan menyadari pentingnya kerjasama dengan

masyarakat, bukan saja dalam melakukan pembaruan tetapi juga dalam menerima
berbagai konsekuensi dan dampaknya, serta mencari alternatif pemecahannya.
3.

Sekolah dengan masyarakat sekitar memiliki andil dan mengambil bagian serta
bantuan dalam pendidikan di sekolah, untuk mengembangkan berbagai potensi secara
optimal sesuai dengan harapan peserta didik.

Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan rasional yaitu (1) adanya kesesuaian
antara fungsi pendidikan yang dimainkan oleh sekolah dengan kebutuhan masyarakat; (2)
ketetapan sasaran dan target pendidikan yang ditangani oleh sekolah ditentukan oleh
kejelasan perumusan kontrak antara sekolah dan masyarakat; dan (3) keberhasilan
penunaian fungsi sekolah sebagai layanan pesanan masyarakat sangat dipengaruhi oleh
ikatan objektif antara sekolah dan masyarakat. Ikatan objektif ini dapat berupa perhatian,
penghargaan, dan bantuan tertentu; seperti dana, fasilitas, dan bentuk bantuan lain, baik
bersifat ekonomis maupun nonekonomis, yang memberikan makna penting pada eksistensi
dan hasil pendidikan (Depdikbud, 1990: 5-19).
Sejalan dengan bergulirnya roda reformasi yang didorong oleh para mahasiswa dan
masyarakat pada umumnya, persepsi dan pemahaman masyarakat akan pentingnya
pendidikan menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini, terutama berangkat dari tumbuhnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya membekali anaknya dengan berbagai pengetahuan
dan teknologi sebagai bekal menghadapi berbagai tantangan dimasa depan. Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat perlu senantiasa
dikembangkan. Sebagaimana diungkapkan Leslie (1980) bahwa:
School public relation is process of communication between the school and
community for purpose for increasing citizen understanding of educational needs
and practice and encouraging intelligent citizen interest and co-operation in the
work of improving the school.

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa hubungan sekolah dengan masyarakat
merupakan suatu proses komunikasi untuk meningkatkan pengertian warga masyarakat

tentang kebutuhan dan praktek, serta mendorong minat, dan kerjasama dalam usaha
memperbaiki sekolah, karena komunikasi itu merupakan lintasan dua arah, yaitu dari arah
sekolah ke masyarakat, dan sebaliknya.
Hubungan dengan masyarakat akan tumbuh jika masyarakat juga merasakan manfaat
dari keitkutsertaannya dalam program sekolah. Manfaat dapat diartikan luas, termasuk rasa
diperhatikan dan rasa puas karena dapat menyumbangkan kemampuannya bagi
kepentingan sekolah. Jadi, prinsip menumbuhkan hubungan dengan masyarakat adalah
dapat saling memberikan kepuasan. Salah satu jalan penting untuk membina hubungan
dengan masyarakat adalah menetapkan komunikasi yang efektif.
Beberapa pendekatan yang dapat digunakan oleh kepala sekolah dan tenaga
kependidikan untuk menggalang partisipasi masyarakat, yaitu :
1.

Melibatkan masyarakat dalam berbagai program dan kegiatan di sekolah yang bersifat
sosial kemasyarakatan, seperti bakti sosial, perpisahan, peringatan hari besar nasional,
keagamaan, dan pentas seni. Pelibatan masyarakat disesuaikan dengan hobi,
kemampuan, dan pekerjaan mereka dengan program dan kegiatan yang akan
dilakukan sekolah.

2.

Mengidentifikasi tokoh masyarakat, yaitu orang-orang yang mampu mempengaruhi
masyarakat pada umumnya. Tokoh tersebut yang pertama kali harus dihubungi, diajak
kompromi, konsultasi, dan diminta bantuan untuk menarik masyarakat berpartisipasi
dalam program dan kegiatan sekolah. Tokoh-tokoh tersebut mungkin berasal dari
orang tua peserta didik, figur masyarakat (Kiai), olahragawan, seniman, informal
leaders, psikolog, dokter, dan pengusaha.

3.

Melibatkan tokoh masyarakat tersebut dalam berbagai program dan kegiatan sekolah
yang sesuai dengan minatnya. Misalnya olahragawan dapat dilibatkan dalam
pembinaan olah raga di sekolah, dokter dapat dilibatkan dalam Usaha Kesehatan
Sekolah (UKS), atau Palang Merang Remaja (PMR), psikolog dapat dilibatkan dalam
kegiatan bimbingan dan penyuluhan. Selanjutnya tokoh masyarakat tersebut dijadikan
mediator dengan masyarakat pada umumnya.

4.

Memilih waktu yang tepat untuk melibatan masyarakat sesuai dengan kondisi dan
perkembangan masyarakat. Misalnya awal pelibatan olahragawan dikaitkan dengan
kegiatan PORDA, ketika minat masyarakat terhadap olahraga sedang meningkat, awal
pelibatan dokter dimulai pada hari Kesehatan Nasional.

Tak ke al

aka tak saya g , itulah pepatah ya g harus dijadika

doro ga

agi

sekolah untuk memperkenalkan program dan kegiatannya kepada masyarakat. Program dan
kegiatan yang dikembangkan harus menguntungkan kedua belah pihak (mutualisme),
sehingga masyarakat dapat merasakan manfaat secara langsung jika membantu program
sekolah. Untuk kepentingan tersebut, dan dalam rangka menggalang partisipasi masyarakat,
Depdiknas (2000), mengemukakan bahwa sekolah dapat :
1.

Melaksanakan program-program kemasyarakatan, misalnya kebersihan lingkungan,
dan membantu lalu lintas di sekitar sekolah. Program sederhana seperti itu, secara
perlahan tapi pasti akan menumbuhkan simpati masyarakat.

2.

Mengadakan open house yang memberi kesempatan masyarakat luas untuk
mengetahui program dan kegiatan sekolah. Tentu saja dalam kesempatan semacam itu
sekolah perlu menonjolkan program-program yang menarik minat masyarakat.

3.

Mengadakan buletin sekolah, majalah atau lembar informasi yang secara berkala
memuat kegiatan dan program sekolah, untuk diinformasikan kepada masyarakat.

4.

Mengundang tokoh untuk menjadi pembicara atau pembina suatu program sekolah.
Misalnya mengundang dokter yang tinggal di sekitar sekolah atau orang tua murid
untuk menjadi pembicara atau pembina program kesehatan sekolah.

5.

Membuat program kerja sama sekolah dengan masyarakat, misalnya dalam perayaan
hari nasional dan keagamaan.

Dalam menyusun dan melaksanakan program tersebut, tokoh masyarakat harus sudah
dilibatkan, sehingga dapat berperan mempromosikan kepada masyarakat luas. Secara lebih

operasional, kepala sekolah dapat menggalang partisipasi masyarakat melalui dewan
sekolah, rapat bersama, konsultasi, radio dan televisi, surat dan telepon, pameran sekolah,
serta ceramah.
Melalui dewan sekolah; dewan sekolah merupakan suatu lembaga yang perlu dibentuk
dalam rangka pelaksanaan MBS. Anggota dewan sekolah terdiri dari kepala sekolah, guru,
beberapa tokoh masyarakat, serta orang tua yang memiliki potensi dan perhatian besar
terhadap pendidikan di sekolah. Pada hakikatnya dewan sekolah ini dibentuk untuk
membantu menyukseskan kelancaran proses belajar-mengajar di sekolah, baik menyangkut
perencanaan, pelaksanaan, maupun penilaian. Dibentuknya dewan sekolah terutama dalam
kaitannya dengan manajemen berbasis sekolah (MBS) agar apa yang dilaksanakan di sekolah
sejalan dan selaras dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.
Melalui rapat bersama, sekolah dapat mengundang lembaga, yayasan, atau seseorang
yang bersimpati terhadap pendidikan untuk mengadakan rapat bersama guna membahas
suatu masalah. Rapat bersama tersebut dipimpin oleh kepala sekolah atau tenaga ahli yang
ditunjuk. Adapun materi yang dibahas rapat tersebut, misalnya, disiplin nasional, pendidikan
lingkungan, serta etika dan tatakrama untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
perkembangan dan pembentukkan pribadi peserta didik.
Melalui konsultasi; sekolah dapat melakukan konsultasi mengenai peserta didiknya
dengan seorang ahli yang ada dimasyarakat, misalnya seorang peserta didik yang mengalami
gangguan penglihatan atau pendengaran, guru dapat berkonsultasi dengan dokter
ahli, yang hasilnya dapat digunakan untuk mencari solusi yang tepat.
Melalui radio dan televisi; pada umumnya masyarakat sekarang dengan sudah sangat
terbiasa denan radio dan televisi. Kebiasaan ini dapat

menjalin

kerja

sama

antara

masyarakat dan sekolah, artinya sekolah dapat menyampaikan masalah-masalah yang
dihadapi di sekolah melalui program radio dan televisi. Masyarakat dapat memberi
tanggapan atau bantuan langsung ke sekolah yang bersangkutan atau melalui lembaga lain
yang ditunjuk.
Melalui surat dan telepon; apabila sulit berhubungan langsung dengan para ahli, selain
melalui radio dan televisi,

dapat dilakukan lewat surat atau telepon. Melalui surat dan

telepon tersebut ditanyakan cara penanganan peserta didik yang nakal atau sering
melakukan pelanggaran disiplin disekolah kepada ahli ilmu jiwa atau konsultan pendidikan
yang ada di masyarakat (seperti di media massa). Hasil konsultasi dapat digunakan sebagai
pedoman dalam membina peserta didik di sekolah.
Pameran sekolah dapat dilakukan pada akhir tahun ajaran, sekolah dapat
memprogramkannya secara kontinyu
didik termasuk

untuk memamerkan hasil-hasil karya peserta

pementasan karya tulis, seni, keterampilan dan sebagainya. Pameran

ini dapat digunakan sebagai arena untuk menciptakan hubungan sekolah dengan masyarakat
sekitar, sekaligus mencari dana untuk kepentingan perkembangan dan kelancaran
pendidikan di sekolah. Pameran ini dapat diorganisasikan oleh para guru bersama para
peserta didik dengan melibatkan para tokoh masyarakat. Melalui pameran ini, diharapkan
masyarakat dapat membeli barang-barang karya peserta didik, yang hasilnya dapat
dihimpun untuk kepentingan sekolah. Melalui ceramah; guru dapat minta seorang ahli
dalam masyarakat untuk memberikan ceramah di sekolah, misalnya, mengenai keagamaan,
kesehatan, pendayagunaan lingkungan dan mengenai pokok bahasan lain yang diperlukan.
Pelaksanaan ceramah ini dapat diadakan pada waktu libur, sore dan pada malam hari.
ceramah ini juga dapat dipadukan dan digabungkan dengan pameran sekolah; pada waktu
pembukaan pameran atau ketika penutupan pameran. Materi ceramah sebaiknya dipilih
yang menarik, bermanfaat, dan yang paling banyak mendapat perhatian masyarakat pada
saat itu.
Dalam pelaksanaannya, sering terjadi tokoh masyarakat yang dilibatkan dalam
kegiatan sekolah memiliki gagasan yang berbeda dengan program pengembangan sekolah.
Dalam menghadapi kasus tersebut dapat ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :
1.

Sekolah harus tetap menghargai setiap gagasan yang datang dari masyarakat, tetapi
tidak harus dilakukan jika tidak sesuai dengan program sekolah. Kepala sekolah harus
menjelaskan bahwa gagasan tersebut tidak dapat dilaksanakan karena tidak sesuai
dengan program induk sekolah.

2.

Sekolah harus mampu mempertimbangkan peran tokoh masyarakat yang bersikeras
terhadap ide dan gagasannya, sehingga apabila yang bersangkutan tidak aktif lagi,
maka sekolah harus siap mengatasinya.

3.

Kepala sekolah harus netral dalam menyelesaikan konflik antara tokoh masyarakat
yang sama-sama aktif dalam program dan kegiatan sekolah. Kedua belah pihak harus
diajak musyawarah dengan pedoman keterlaksanaan program pengembangan sekolah.

Seperti program lain, menggalang partisipasi masyarakat juga harus diprogramkan dan
dievaluasi secara berkala. Penyusunan program dan evaluasi berkala sebaiknya sudah
melibatkan orang tua peserta didik dan tokoh masyarakat di sekitar sekolah.
Ada beberapa upaya untuk menggalang partisipasi masyarakat dalam pendidikan di
sekolah. Pertama, menawarkan sanksi terhadap masyarakat yang tidak mau berpartisipasi,
baik berupa hukuman, denda, dan kerugian-kerugian yang harus diderita oleh pelanggar.
Kedua, menawarkan hadiah kepada mereka yang mau berpartisipasi. Ketiga, melakukan
persuasi

bahwa

keikutsertaan

masyarakat

dalam

pendidikan

di

sekolah

akan

menguntungkan masyarakat sendiri, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka
panjang. Keempat, menghimbau masyarakat untuk turut berpartisipasi melalui serangkaian
kegiatan. Kelima, menghubungkan partisipasi masyarakat dengan layanan sekolah yang
lebih baik. Keenam, menggunakan tokoh masyarakat yang memiliki khalayak banyak untuk
ikut serta dalam kegiatan sekolah, agar masyarakat banyak yang menjadi pengikutnya juga
sekaligus ikut serta dalam kegiatan pendidikan yang diimplementasikan di sekolah. Ketujuh,
menghubungkan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan sekolah dengan kepentingan
mereka. Dalam hal ini masyarakat harus diyakinkan bahwa banyak kepentingan mereka yang
terlayani dengan baik jika mereka berpartisipasi dalam kegiatan pendidikan di sekolah.
Kedelapan, menyadarkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan
sekolah untuk mewujudkan aspirasinya.

D.

Mengembangkan program kewirausahaan di sekolah
Pada saat ini banyak sekolah swasta yang maju dan kualitasnya lebih baik dibanding

sekolah negeri, karena tidak terikat oleh alokasi dana dari pemerintah. Hal tersebut
menantang sekolah negeri untuk mampu mandiri seperti sekolah swasta. Oleh karena itu

kepala sekolah harus memahami prinsip kewirausahaan, kemudian menerapkannya dalam
mengelola sekolah.
Berbicara wirausaha menurut Hisrich & Peters (1992) adalah berbicara mengenai
"perilaku", yang mencakup pengambilan inisiatif, mengorganisasi dan mereorganisasi
mekanisme sosial dan ekonomi terhadap sumber dan situasi kedalam praktek, dan
penerimaan resiko atau kegagalan. Para ahli ekonomi mengemukakan bahwa wirausaha
adalah orang yang dapat meningkatkan nilai tambah terhadap sumber tenaga kerja, alat,
bahan, dan asset lain, serta orang yang memperkenalkan perubahan, inovasi, dan cara-cara
baru.
Berwirausaha di sekolah berarti memadukan kepribadian, peluang, keuangan, dan
sumber daya yang ada di lingkungan sekolah guna mengambil keuntungan. Kepribadian ini
mencakup pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku. Dari Steinhoff (1993) dapat
diidentifikasikan karakteristik kepribadian wirausaha sebagai berikut :
1.

Memiliki kepercayaan diri (self confidence) yang tinggi, terhadap kerja keras, mandiri,
dan memahami bahwa resiko yang diambil adalah bagian dari keberhasilan. Dengan
modal tersebut mereka bekerja dengan tenang, optimis, dan tidak dihantui oleh rasa
takut gagal.

2.

Memiliki kreatifitas diri (self creativity) yang tinggi dan kemampuan mencari jalan
untuk merealisasikan berbagai kegiatannya melalui kewirausahaan.

3.

Memiliki pikiran positif (positive thinking), dalam menghadapi suatu masalah atau
kejadian, dan melihat aspek positifnya. Dengan demikian mereka selalu melihat
peluang dan memanfaatkannya untuk mendukung kegiatan yang dilakukan.

4.

Memiliki orientasi pada hasil (output oriented), sehingga hambatan tidak membuat
mereka menyerah, tetapi justru tertantang untuk mengatasi, sehingga mencapai hasil
yang diharapkan.

5.

Memiliki keberanian untuk mengambil risiko, baik risiko terhadap kecelakaan,
kegagalan, maupun kerugian. Dalam melaksanakan tugas, pribadi wirausaha tidak
takut gagal atau rugi, sehingga tidak takut melakukan pekerjaan, meskipun dalam hal

baru.
6.

Memiliki

jiwa

pemimpin,

yang

selalu

ingin

mendayagunakan

orang

dan

membimbingnya, serta selalu tampil ke depan untuk mencari pemecahan atas
berbagai persoalan, dan tidak membebankan atau menyalahkan orang lain.
7.

Memiliki pikiran orisinal, yang selalu punya gagasan baru, baik untuk mendapatkan
peluang maupun mengatasi masalah secara kreatif dan inovatif.

8.

Memiliki orientasi ke depan, dengan tetap menggunakan pengalaman masa lalu
sebagai referensi, untuk mencari peluang dalam memajukan pekerjaannya.

9.

Suka pada tantangan, dan menemukan diri dengan merealisasikan ide-idenya.

Jika dikaitkan dengan kegiatan sekolah, maka kepala sekolah harus mampu
menafsirkan berbagai kebijakan dari pemerintah sebagai kebijakan umum, sedangkan
operasionalisasi kebijakan tersebut untuk mencapai hasil yang maksimal perlu ditunjang
oleh kiat-kiat kewirausahaan. Misalnya, jika dana bantuan dari pemerintah terbatas,
sedangkan kegiatan yang harus dilakukan cukup banyak, maka kepala sekolah harus mampu
mencari peluang untuk mendayagunakan berbagai potensi masyarakat dan lingkungan
sekitar.
Dalam perspektif MBS dan KBK sekolah akan menjadi unit layanan masyarakat yang
sangat diperlukan. Oleh karena itu, kepala sekolah harus mampu menjaga dan meningkatkan
kualitas sekolah. Jika kualitas sekolah baik, masyarakat, khususnya orang tua akan bersedia
berperan aktif di sekolah, karena yakin anaknya akan mendapat pendidikan yang baik.
Disanalah pentingnya pribadi wirausaha kepala sekolah, untuk mencari jalan meningkatkan
kualitas sekolah agar masyarakat dan orang tua percaya terhadap produktivitas sekolah, dan
mau berpartisipasi dalam berbagai program dan kegiatan sekolah.
Terdapat beberapa tahap yang sebaiknya diterapkan dalam mengembangkan
kewirausahaan di sekolah, agar berhasil dengan baik, yaitu (1) mengidentifikasi tujuan yang
akan dicapai; (2) siap atas resiko yang akan diterima, baik tenaga, uang, maupun waktu; (3)

yakin akan kemampuan membuat rencana, mengorganisasi, mengkoordinasi, dan
melaksanakannya; (4) komitmen terhadap kerja keras sepanjang waktu, dan merasa penting
atas keberhasilan kewirausahaannya; (5) kreatif dan yakin dapat mengembangkan hubungan
baik dengan pelanggan, tenaga kependidikan, orang tua, masyarakat, dunia usaha yang
berpengaruh terhadap kegiatan pendidikan di sekolah; (6) menerima tantangan dan penuh
tanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalannya.
Berdasarkan uraian di atas, jika ingin sukses mengembangkan program kewirausahaan
di sekolah, maka kepala sekolah, tenaga kependidikan baik guru maupun non guru, dan
peserta didik harus dilatih dan dibiasakan berpikir wirausaha. Oleh karena itu, kepala
sekolah harus mampu membimbing mereka untuk memahami dan mengembangkan sikap
kewirausahaan sesuai dengan tugas masing-masing.

E.

Mengelola perubahan sekolah
Keliru kalau ada u gkapa

Di du ia i i tidak ada ya g a adi , karena perubahan

merupakan sesuatu yang abadi dalam kehidupan. Perubahan terjadi sepanjang hidup.
Sekolah berkembang, artinya berubah menjadi lebih baik misalnya sekolah berubah dari
kurang disiplin menjadi memiliki disiplin tinggi. Perubahan di sekolah selalu melibatkan
banyak pihak, tenaga kependidikan, peserta didik, orang tua, dan masyarakat sekitar. Tugas
kepala sekolah adalah menjadi agen perubahan (change agent) yang mendorong dan
mengelola agar semua pihak termotivasi dan berperan aktif dalam perubahan tersebut.
Havelock (1996) mengungkap proses lahirnya inovasi, dan mengemukakan bahwa
pemecahan masalah itu bisa berlangsung secara sederhana tetapi bisa juga secara rasional
dan rinci. Selanjutnya is mengemukakan empat fungsi agen perubahan dalam proses inovasi
yang Saling melengkapi, yakni sebagai "catalyst, solution giver, process helper, dan resources
linker".
Catalyst berperan meyakinkan orang lain tentang perlunya perubahan menuju kondisi
yang lebih baik. Misalnya kepala sekolah meyakinkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam
membina kepribadian peserta didik.

Solution givers berperan mengingatkan terhadap tujuan akhir dari perubahan. Metode
dan strategi boleh berubah, tetapi tujuan akhir harus tetap dipertahankan.
Process helpers berperan membantu kelancaran proses perubahan, khususnya
menyelesaikan masalah, dan membina hubungan antara pihak-pihak terkait. Misalnya
mendorong partisipasi masyarakat dan orang tua dalam melakukan penilaian terhadap
keberhasilan pendidikan di sekolah.
Resource linkers berperan menghubungkan orang dengan sumber dana yang
diperlukan. Misalnya menghubungkan sekolah dengan dunia usaha (usahawan) yang ada
disekitarnya.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, terutama dalam rangka memberdayakan
masyarakat dan lingkungan sekitar, kepala sekolah dituntut untuk mampu berperan ganda,
baik sebagai catalyst, solution giper, process helper, maupun resource linker.
Selanjutnya Havelock menjelaskan secara rinci mengenai "Agen perubahan sebagai
process helper", yang dilukiskan dalam enam tahap sebagai berikut :

Tahap I
Membangun Hubungan
Keberhasilan seorang agen perubahan sangat ditentukan oleh kemampuannya dalam
membangun hubungan baik dengan sistem klien. Peran agen perubahan yang menciptakan
rasa aman merupakan suatu wadah yang kondusif untuk memulai suatu hubungan.
Beberapa orang tertentu mungkin menerima situasi seperti ini sebagamana adanya karena
mereka sudah memiliki jalinan hubungan yang baik dengan klien, sementara yang lainnya
masih mencari informasi baru mengenai hal itu. Contoh :
Sam seorang kepala sekolah yang baru diangkat di suatu daerah. Pada awal masa
jabatannya, ia belajar di sekolah sebagai notaris untuk pergantian guru, kemudian ia
menetapkan bekerja di sekolah itu sebagai awal pekerjaannya. ia beberapa kali
mengikuti pertemuan dan penilaian di sekolah, ia ngobrol dengan kelompok-kelompok

guru dan mulai sadar akan kebutuhan dan minatnya. Kemudian ia mencoba menjalin
hubungan untuk mengembangkan kepercayaan dan membantu tenaga kependidikan
(guru) di sekolah tersebut.

Tahap 2
Mendiagnosis Masalah
Jika hubungan dengan sistem klien telah terjalin dengan baik, selanjutnya agen
perubahan melakukan diagnosis masalah. Dalam tahap ini, ia harus menganalisis kebutuhan
klien dan memahaminya, agar mereka sadar akan kebutuhannya, dan jika klien memiliki
kemampuan untuk menunjukkan kebutuhannya, mereka akan mengajukan beberapa
pertanyaan, contoh :
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terhadap teknik mengajar yang
digunakan oleh para guru di kelas, Sam curiga bahwa metode belajar beregu tidak
dapat diterapkan secara efektif di sekolah tersebut. Ia menemukan keterangan tentang
kurangnya kerja sama di antara para guru dalam regu-regu mengajar. Karena sejumlah
guru tersebut sebelumnya sudah di kelas, mereka sulit mengatur waktu untuk
menyesuaikan metode baru ini dan akibatnya timbul kecemasan dan kecurigaan di
antara para guru.

Tahap 3
Mendapatkan Sumber-bumber yang Tepat
Setelah melakukan diagnosis masalah dan sudah dibatasi dengan baik, sistim klien
harus sanggup mengindentifikasi dan mendapatkan sumber-sumber yang relevan untuk
pemecahan masalah. Contoh :
Sam perlu mendapatkan sumber-sumber yang relevan agar dapat membantu para
guru. Ia menemukan bahwa guru-guru belajar lebih banyak tentang penyesuaian diri

ketika mengajar di kelas. Kemudian la mengalihkan perhatiannya kepada temannya
yang memiliki pengalaman mengajar lebih lama. Teman ini memberitahukan sejumlah
artikel yang mungkin bermanfaat, dan mengusulkan suatu badan yang bisa dimintai
bantuan dalam pelatihan guru untuk kepentingan interaksi kelompok.

Tahap 4.
Memilih Solusi yang Tepat
Dengan masalah yang sudah dibatasi dan sejumlah informasi yang sesuai telah dikumpulkan,
kini klien perlu menarik implikasi, menghasilkan seperangkat alternatif, dan menentukan
suatu Solusi. Solusi yang baik perlu disesuaikan dengan karakteristik-karakteristik khusus
yang dimiliki klien. Contoh :
Sam berasumsi bahwa usaha yang tidak berhasil dalam pembelajaran beregu sering
merupakan akibat dari salah konsep tentang perlunya kerja sama. Ia membangun team
guru untuk membicarakan temuan-temuan penelitian dan mendiagnosisnya. Secara
bersama-sama mereka memutuskan bahwa guru-guru memerlukan suatu program
pendidikan dalam metode-metode, tujuan-tujuan, nilai-nilai yang terlibat dalam
pembelajaran beregu. Setelah mempertimbangkan cara-cara yang berbeda, inovasi
sebagai program pendidikan yang diusulkan dapat dikenalkan kepada guru-guru lain.
Sam dan komite sekolah memutuskan untuk melakukan suatu lokakarya yang lebih
efisien. Selanjutnya dibuat suatu perencanaan yang dirancang dengan sedikit
mengganggu waktu belajar, tetapi hasilnya cukup memuaskan.
Tahap 5
Memperoleh Penerimaan
Setelah mengembangkan dan mengadopsi suatu inovasi, maka hal tersebut perlu
disebarkan

penerimaan

dan

pengadopsiannya

ke

dalam

sistem

klien.

Dengan

mendeskripsikan, mendiskusikan, dan mendemonstrasikan, tim perubahan membantu klien
memperoleh pemahaman, mengembangkan minat, menilai, menguji dan mengadopsi

inovasi itu. Agar pelaksanaannya lancar, mereka membuka saluran informasi sebanyakbanyaknya dan memanfaatkan tokoh-tokoh masyarakat secara maksimum, serta
menggunakan komunikasi informal. Contoh :
Sam dan kelompoknya memiliki suatu solusi yang telah dikonsep dengan baik, namun
mereka masih perlu meminta guru-guru dan administrator sekolah lain meneruskan.
Mereka mendekati beberapa Kepala Sekolah dan mengutarakan apa yang mereka
pikirkan, dan menelusuri proses yang mereka simpulkan. Kepala Sekolah kemudian
mengadakan pertemuan dengan stafnya dan membicarakan rencana itu. Sejumlah
guru

mengajukan

keberatannya

dengan

alasan

keterbatasan

waktu,

dan

mengungkapkan kekhawatirannya bahwa pengembangan program yang ada masih
relevan. Sam mendengarkan dan menyusun program guru pengganti untuk
mengurangi beban guru yang sedang mengikuti lokakarya.

Tahap 6
Menstabilkan dan Memperbaharui diri
Pada tahap ini klien mengembangkan suatu kemampuan awal untuk mempertahankan
dan memanfaatkannya hasil inovasi secara wajar tanpa bantuan luar. Agen perubahan
mendorong anggota sistem klien menjadi agen-agen perubahan untuk dirinya sendiri dan
mulai mengerjakan masalah lain dengan cara yang sama. Jika kemampuan memperbaiki diri
mulai tumbuh, memungkinkan terciptanya hubungan timbal balik, dan agen perubahan
dapat pindah ke masalah dan klien lainnya. Contoh :
Dengan memanfaatkan pengalamannya itu sebagai model, Sam menunjukkan kepada
guru-guru bagaimana mereka menjadi agen perubahan sendiri dengan membangun
suatu kekuatan internal untuk kepentingan diagnosis, penyimpanan informasi dan
pemecahan masalah. Guru-guru percaya pada dirinya sendiri untuk mencoba
pendekatan ini pada masalah lain. Sam membiarkan mereka menyelesaikannya, dan
menjadi konsultan ketika mereka ada masalah.

Berdasarkan uraian dan contoh di atas, dapat diidentifikasikan bahwa tahap yang
diperlukan dalam mengelola perubahan di sekolah adalah sebagai berikut :
1.

Menemukan. Misalnya kepala sekolah menemukan adanya tenaga kependidikan yang
kurang disiplin dalam melaksanakan tugasnya.

2.

Mengkomunikasikan. Temuan tersebut dikomunikasikan dengan pihak terkait (wakil
kepala sekolah) untuk mendapatkan konfirmasi apakah hal tersebut benar–benar
terjadi.

3.

Mengkaji dan menganalisis. Masalah tersebut dikaji untuk ditemukan faktor
penyebabnya melalui berbagai data yang relevan, kemudian dianalisis secara cermat.

4.

Mencari dukungan. Untuk meyakinkan bahwa masalah benar-benar terjadi, kepala
sekolah mencari sumber, baik orang maupun sarana yang menguatkan adanya
masalah dan mencari jalan untuk melakukan perubahan.

5.

Mencoba. Dalam tahap ini ditentukan langkah-langkah perubahan yang akan
ditempuh, termasuk para pelaksananya.

6.

Menerima perubahan. Pada tahap ini perubahan dimulai, sebagai problem solving
untuk memecahkan masalah.

Dalam paradigma baru manajemen pendidikan, perubahan akan terjadi dan berjalan
dengan baik, jika kepala sekolah mampu berperan sabagai pemimpin yang visioner, yang
memiliki gambaran tentang sekolah yang dicita-citakan, serta mampu membimbing,
mendorong dan mengorganisasikan tenaga kependidikan, masyarakat, dan lingkungan
sekitar dengan baik.

F.

Peran kepala sekolah
Dalam memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekitar, kepala sekolah merupakan

kunci keberhasilan yang harus menaruh perhatian tentang apa yang terjadi pada peserta

didik di sekolah dan apa yang dipikirkan orang tua dan masyarakat tentang sekolah. Kepala
sekolah dituntut untuk senantiasa berusaha membina dan mengembangkan hubungan kerja
sama yang baik antara sekolah dan masyarakat guna mewujudkan sekolah yang efektif dan
efisien. Hubungan yang harmonis ini akan membentuk 1) saling pengertian antara sekolah,
orang tua, masyarakat, dan lembaga-lembaga lain yang ada di masyarakat, termasuk dunia
kerja; 2) saling membantu antara sekolah dan masyarakat karena mengetahui manfaat, arti
dan pentingnya peranan masing-masing; 3) kerja sama yang erat antara sekolah dengan
berbagai pihak yang ada di masyarakat dan mereka merasa ikut bertanggung jawab atas
suksesnya pendidikan di sekolah.
Kepala sekolah profesional tidak saja dituntut untuk melaksanakan berbagai tugasnya
di sekolah, tetapi ia juga harus mampu menjalin hubungan/ kerja sama dengan masyarakat
dalam rangka membina pribadi peserta didik secara optimal. Kerja sama ini penting karena
banyak persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh sekolah secara sepihak, atau sering
terjadi kesalahpahaman, perbedaan persepsi antara pihak sekolah dengan masyarakat.
Misalnya, dalam masalah agama yang akhir-akhir ini banyak dipersoalkan dalam RUU,
sekolah bisa saja memberikan informasi tentang agama lain kepada peserta didik, misalnya
dala

a ara religion fair , spiritual fair atau pekan raga agama , tetapi

u gki ora g

tua tidak bisa menerima hal tersebut. Bahkan bisa saja orang tua menyalahkan sekolah,
karena memberikan informasi tentang agama lain kepada anaknya. Lebih parah lagi kalau
orang tua langsung mencabut anaknya, dan memindahkannya ke sekolah lain. Ini semua bisa
terjadi kalau hubungan antara sekolah dengan masyarakat, tidak cair, sehingga orang tua
tidak mengerti atau tidak mau mengerti apa yang terjadi di sekolah, dan rencana apa yang
akan dilakukan sekolah pada masa yang akan datang.
Hubungan sekolah dengan masyarakat, yang selama ini terjadi hanya sebatas
pemberitahuan pungutan dana, atau pengambilan buku laporan pendidikan. Itu pun kalau di
kota-kota banyak yang diwakili oleh sopir atau pembantu.
Dalam hal ini kepala sekolah harus mampu mencari jalan ke luar untuk mencairkan
hubungan sekolah dengan masyarakat yang selama ini terjadi, agar masyarakat khususnya
orang tua peserta didik bisa mengerti, memahami dan maklum dengan dengan ide-ide serta
visi yang sedang berkembang di sekolah. Hal ini bisa dilakukan oleh pihak sekolah dipimpin

oleh kepala sekolah, misalnya melalui dialog rutin antara pihak sekolah dengan orang tua,
sehingga mereka bisa memahami kondisi sekolah dengan berbagai permasalahannya. Lebih
dari itu, diharapkan masyarakat bisa membantu sekolah dalam mewujudkan visi dan
tujuannya.
Disadari memang bahwa partisipasi masyarakat, terhadap pendidikan masih relatif
rendah (utamanya dalah hal sumbangan pemikiran), meskipun sudah ada wadah-wadah dan
saluran-saluran ke arah peningkatan partisipasi tersebut. Wadah-wadah tersebut, antara lain
POMG dan BP-3, yang sekarang berkembang menjadi Komite Sekolah dan Dewan
Pendidikan. Meskipun wadah yang baru ini berbeda visi dan misinya, tetapi substansinya
sama, yakni menjalin hubungan antara sekolah dengan masyarakat. Kita berharap wadah
dan saluran atau lembaga-lembaga baru tersebut bisa menjembatani kesenjangan antara
sekolah dengan orang tua/ masyarakat. Namun demikian, semua itu kembali kepada niat
kedua belah pihak dalam memajukan pendidikan dan pembangunan masyarakat pada
umumnya, khususnya dalam pengembangan pribadi anak-anak. Oleh karena itu kita (pihak
sekolah) harus berani memulai dari awal, sejak penerimaan murid baru (PMB) misalnya.
Dalam hal ini pihak sekolah harus memiliki program yang jelas, yang bisa ditawarkan kepada
masyarakat. Selama ini kita maklum bahwa sekolah terlalu berorientasi pada kegiatankegiatan kurikuler atau akademis, yang lebih dipersempit lagi pada pemindahan
pengetahuan (mengisi kepala anak dengan sejumlah pengetahuan tertentu). Demikian
halnya masyarakat, perhatiannya hanya terfokus pada kondisi sekolah, sehingga
perhatiannya hanya terfokus pada bagaimana agar anaknya mendapat nilai ujian yang tinggi.
Kondisi semacam ini yang telah melahirkan budaya nyontek di kalangan peserta didik,
kebocoran-kebocoran di pihak pengelola, yang pada akhirnya bermuara pada ketidak
percayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan. Di sinilah pentingnya kepala sekolah
profesional tampil sebagai pigur yang harus mampu memimpin tenaga kependidikan di
sekolah, agar bisa bekerja sama dengan orang tua dan masyarakat pada umumnya. Karena
itulah, kepala sekolah dituntut untuk mampu menciptakan iklim yang kondusif demi lahirnya
partisipasi dan kolaborasi masyarakat secara profesional, transparan, dan demokratis.
Dengan cara demikianlah, kita akan memulai memperbaiki kualitas pendidikan dan
mengembangkan anak bangsa untuk masa depan.

G.

Dewan pendidikan dan komite sekolah
Dalam rangka memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekolah, peran dewan

pendidikan dan komite sekolah antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.

Memberi pertimbangan (advisory agency) dalam memberdayakan masyarakat dan
lingkungan sekolah, serta menentukan dan melaksanakan kebijakan pendidikan.

2.

Mendukung (supporting agency) kerja sama sekolah dengan masyarakat, baik secara
finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan.

3.

Mengontrol (controling agency) kerja sama sekolah dengan masyarakat dalam rangka
transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan output pendidikan.

4.

Mediator antara sekolah, pemerintah (eksekutif), dewan perwakilan rakyat daerah
(DPRD/ legislatif), dengan masyarakat.

5.

Mendorong

tumbuhnya

perhatian

dan

komitmen

masyarakat

terhadap

penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
6.

Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan atau organisasi), dan dunia
kerja, pemerintah, dan DPRD dalam rangka penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas.

7.

Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan dan berbagai kebutuhan
masyarakat terhadap pendidikan.

8.

Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada pemerintah daerah
dan DPRD, berkaitan dengan:
a)

kebijakan dan program pendidikan;

b)

kriteria kinerja pendidikan di daerahnya;

c)

kriteria tenaga kependidikan, termasuk kepala sekolah;

d)

kriteria sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan kemampuan daerah; dan

e)
9.

berbagai kebijakan pendidikan lain.

Mendorong orang tua dan masyarakat untuk secara aktif berpartisipasi dalam
pendidikan guna mendukung peningkatan kualitas, relevansi, dan pemerataan
pendidikan.

10.

Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap perencanaan, pelaksanaan kebijakan,
program, dan output pendidikan.