DESAIN DIDAKTIS MATERI PERMUTASI DAN KOM

DESAIN DIDAKTIS MATERI PERMUTASI DAN KOMBINASI
PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS XI
PROGRAM IPA MAN 1 BANJARMASIN
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Oleh: Mawarni

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan suatu alternatif pembelajaran
terkait materi permutasi dan kombinasi yang dilatarbelakangi adanya hambatan
belajar (learning obstacle) khususnya yang bersifat epistemologis, yakni kesulitan
dalam menggunakan pengetahuan yang dimiliki apabila dihadapkan pada konteks
berbeda. Desain didaktis yang dikembangkan juga dilengkapi dengan prediksi
respon siswa serta antisipasinya.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif
berupa penelitian desain didaktis (Didactical Design Research). Adapun teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik triangulasi
dengan subjek penelitian yaitu kelas XII IPA untuk identifikasi learning obstacle
awal, dan kelas XI IPA 3 untuk implementasi desain didaktis serta identifikasi
learning obstacle akhir sebagai dampak dari desain didaktis yang
diimplementasikan.
Hasil temuan yang diperoleh terdapat 3 tipe learning obstacles yaitu, tipe

1: learning obstacle terkait konsep permutasi dan kombinasi, tipe 2: learning
obstacle terkait strategi atau rumus penyelesaian yang digunakan , tipe 3: learning
obstacle terkait prosedur operasi hitung faktorial. Secara umum respon siswa saat
implementasi desain didaktis sesuai dengan yang telah diprediksikan, sehingga
diantisipasi dengan antisipasi yang telah disiapkan. Hasil identifikasi learning
obstacle akhir menunjukkan terjadi penurunan siswa yang mengalami learning
obstacle. Sehingga dapat disimpulkan bahwa desain didaktis ini merupakan salah
satu alternatif desain pembelajaran terkait materi permutasi dan kombinasi.
Kata Kunci: Desain Didaktis, Permutasi dan Kombinasi, Learning Obstacle

PENDAHULUAN
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran untuk
menjadikan dirinya manusia yang berilmu dan berakhlak. Hal ini sejalan dengan
Undang-Undang RI No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan.
Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar merupakan
kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan
pendidikan bergantung banyak pada bagaimana proses belajar yang dialami oleh
siswa sebagai peserta didik.1 Pelaksanaan pembelajaran di sekolah termasuk di
dalamnya pembelajaran matematika. Permendiknas No. 22 Tahun 2006

menyatakan bahwa pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta
didik dimulai dari sekolah dasar dengan tujuan siswa dapat memiliki kemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif dan kemampuan bekerja sama
secara efektif.
Tak bisa dipungkiri begitu pentingnya mata pelajaran matematika untuk
diajarkan. Namun sampai saat ini masih banyak siswa yang merasa matematika
sebagai mata pelajaran yang sulit, tidak menyenangkan, bahkan momok yang
menakutkan. Hal ini dikarenakan masih banyak siswa yang mengalami kesulitankesulitan dalam mengerjakan soal-soal matematika.2
Secara khusus, pembelajaran matematika pada dasarnya berkaitan dengan
Guru,

Siswa,

dan

Materi

Matematika.

Menurut


Suryadi,

keberhasilan

pembelajaran antara lain terkait erat dengan desain bahan ajar (desain didaktis)
1 Muh. Ilyas Ismail, Ilmu Pengetahuan Dasar: Ilmu Pendidikan Praktis, (Jakarta: Ganeca
Exact, 2008), h.7
2Rostina Sundayana, Media Pembelajaran Matematika, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 2

yang dikembangkan guru. Oleh karena itu jika terlalu memfokuskan saja pada
cara atau metode pembelajaran tanpa memperhatikan kualitas bahan ajar yang
disajikan, maka hambatan-hambatan yang dihadapi belum tentu dapat diselesaikan
dengan baik. Sehingga materi ajar yang kurang berkualitas meskipun disajikan
dengan metode pembelajaran yang baik sekalipun maka hasil yang akan dicapai
belum tentu optimal. Salah satu cara untuk meminalisir kesulitan siswa pada mata
pelajaran matematika adalah dengan membuat bahan ajar yang telah memprediksi
kesulitan-kesulitan belajar siswa (learning obstacles) serta dilengkapi dengan
antisipasinya.3
Salah satu materi yang terdapat dalam kurikulum matematika tingkat

SMA/MA adalah permutasi dan kombinasi yang merupakan sub bab dari materi
peluang. Materi ini penting dikuasai siswa karena selain merupakan prasyarat
materi peluang juga penting dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang
ditemukan pada kelas XI IPA 3 MAN 1 Banjarmasin adalah rendahnya
pencapaian matematika yaitu dengan rata-rata kemampuan siswa 59,23.
Pencapaian ini lebih rendah dari 2 kelas lainnya yaitu kelas XI IPA 1 dengan ratarata kemampuan siswa 60,19 dan XI IPA 2 dengan rata-rata kemampuan siswa 80.
Dari observasi awal kelas XII IPA 1 dan XI IPA 3 ditemukan sebagian besar siswa
mengalami kesulitan dalam materi permutasi dan kombinasi, khususnya dalam
membedakan soal yang menggunakan konsep permutasi dan kombinasi.

3Anggara, Benny, et.al., Desain Didaktis Materi Program Linier Dalam Pembelajaran
Matematika SMA Kelas XI IPA. http://www.e-journal.unswagati-crb.ac.id/ diakses pada 13
Desember 2015

Sedangkan dari penelitian terdahulu, Fitria menyimpulkan bahwa
kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam membedakan antara soal yang
menggunakan permutasi dan kombinasi.4
Jadi dalam mengembangkan suatu pembelajaran materi permutasi dan
kombinasi, upaya yang perlu dilakukan seorang guru adalah perlu menyusun
rancangan belajar (Desain Didaktis) sebagai langkah awal sebelum pembelajaran.

Desain didaktis merupakan suatu rancangan bahan ajar yang dapat mendidik dan
membelajarkan siswa yang disusun berdasarkan penelitian mengenai hambatan
belajar (learning obstacle), dalam hal ini adalah hambatan yang bersifat
epistemologis (epistemological obstacle). Duroux mengemukakan bahwa
Epistemological Obstacle pada hakikatnya merupakan pengetahuan seseorang
yang hanya terbatas pada konteks tertentu. Jika orang tersebut dihadapkan pada
konteks berbeda, maka pengetahuan yang dimiliki menjadi tidak bisa digunakan
atau dia mengalami kesulitan untuk menggunakannya. Suryadi mengemukakan
bahwa learning obstacle khususnya yang bersifat epistemologis merupakan salah
satu aspek yang perlu menjadi pertimbangan guru dalam mengembangkan
antisipasi didaktik dan pedagogis.
Dengan adanya suatu desain didaktis yang berorientasi pada penelitian
mengenai hambatan-hambatan yang dialami oleh siswa pada suatu konsep tertentu
pada matematika, diharapkan siswa tidak lagi mengalami hambatan-hambatan
yang berarti pada saat proses pemahaman konsep serta dapat lebih memahami dan
mengaplikasikan konsep yang dipelajarinya. Berdasarkan uraian yang telah

4Noer Lailiyatul Fitria, “Pengembangan Lembar Kerja SIswa (LKS) Materi Permutasi
dan Kombinasi Menggunakan Masalah Kontekstual”, http://jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/,
diakses pada 11 Januari 2015. k


dipaparkan

di

PERMUTASI

atas,

maka

DAN

penelitian

KOMBINASI

DESAIN
PADA


DIDAKTIS

MATERI

PEMBELAJARAN

MATEMATIKA KELAS XI PROGRAM IPA MAN 1 BANJARMASIN perlu
dilakukan. Masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: (1)
Bagaimana gambaran learning obstacle dalam pembelajaran matematika terkait
materi permutasi dan kombinasi?; (2) Bagaimana desain didaktis untuk mengatasi
learning obstacle yang teridentifikasi terkait materi permutasi dan kombinasi?; (3)
Bagaimana implementasi desain didaktis materi permutasi dan kombinasi,
khususnya ditinjau dari respon siswa?; (4) Bagaimana gambaran learning
obstacle akhir sebagai dampak dari implementasi desain didaktis materi permutasi
dan kombinasi?
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan pendekatan
kualitatif dan metode deskriptif. Pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif
adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa gambaran dari
permasalahan yang terjadi secara rinci, baik itu berupa kata-kata, gambar, maupun

perilaku, dan tidak dituangkan berupa bilangan atau angka statistik, melainkan
dalam bentuk kualitatif.
Penelitian desain didaktis dengan pendekatan kualitatif dan metode
deskriptif menurut Suryadi memiliki beberapa langkah formal yaitu:
1.

Analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran yang wujudnya berupa Desain
Didaktis Hipotesis termasuk ADP (Antisipasi Didaktis dan Pedagogis).

2.

Analisis metapedadidaktik, yaitu analisis situasi dan berbagai respon saat
desain didaktis konsep permutasi dan kombinasi diimplementasikan.

3.

Analisis retrosfektif, yakni analisis yang mengaitkan hasil analisis situasi
didaktis hipotesis dengan hasil analisis metapedadidaktis.
Fokus penelitian ini adalah mengkaji learning obstacle yang dihadapi


siswa, kemudian dijadikan acuan untuk menyusun desain didaktis materi
permutasi dan kombinasi yang diharapkan dapat mengatasi learning obstacle
yang teridentifikasi.
Subjek dalam penelitian ini terbagi 2 yaitu subjek untuk identifikasi
learning obstacle awal, dan subjek untuk implementasi desain didaktis serta
identifikasi learning obstacle akhir. Subjek untuk identifikasi learning obstacle
awal adalah siswa yang telah mendapat pengajaran materi permutasi dan
kombinasi. Mereka adalah 73 siswa dari kelas kelas XII IPA 1 dan XII IPA 3.
Subjek untuk implementasi desain didaktis serta identifikasi learning obstacle
akhir adalah siswa yang akan mendapat penajaran materi permutasi dan
kombinasi. Mereka adalah siswa kelas XI IPA 3 yang berjumlah 34 siswa.
Pemilihan subjek ini berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika
tentang kemampuan rata-rata siswa setiap kelas tersebut.
Menurut Sugiyono, dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah orang
atau human instrument, yaitu peneliti itu sendiri. Selain itu, dibuat instrumen
tambahan yaitu instrumen tes. Instrumen tes dalam penelitian ini berbentuk

essay (uraian) dan mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Pengujian instrumen tes dilakukan sebanyak dua kali, yaitu tes awal pada saat
pengambilan data untuk mengidentifikasi jenis learning obstacle yang dihadapi

siswa terkait materi permutasi dan kombinasi, dan tes akhir setelah implementasi

desain didaktis untuk mengetahui gambaran learning obstacle sebagai dampak
dari implementasi desain didaktis. Tidak ada perbedaan antara tes awal dan tes
akhir yakni instrumen tes yang terdiri dari 8 soal berbentuk uraian. Instrumen tes
dapat dilihat pada lampiran 5. Sebelum tes diujikan kepada responden, terlebih
dahulu dilakukan validitas muka dan validitas isi melalui judgment 3 orang
penimbang yang dianggap ahli, yaitu 3 orang guru di tempat penelitian.
Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Data
yang diperoleh kemudian dikumpulkan untuk selanjutnya diolah secara
sistematik. Aktifitas analisis data yaitu meliputi: reduksi data (data reduction),
penyajian data (data display), menarik kesimpulan/verifikasi (conclusion
drawing/verification).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Langkah pertama dalam Penelitian Desain Didaktis (Didactical Design
Research) yaitu analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran yang wujudnya
berupa Desain Didaktis Hipotesis termasuk ADP (Antisipasi Didaktis dan
Pedagogis). Berikut hasil identifikasi learning obstacle awal serta desain didaktis
yang diharapkan dapat mengatasi learning obstacle yang teridentifikasi.

Dari hasil tes identifikasi, ditemukan 3 tipe learning obstacles:
Tipe 1: Learning obstacle terkait pemahaman konsep permutasi dan kombinasi.
Tipe 2: Learning obstacle terkait strategi atau rumus yang digunakan dalam
menyelesaikan soal.
Tipe 3: Learning obstacle terkait prosedur operasi hitung faktorial.

Learning obstacle tipe 1 terkait pemahaman konsep permutasi dan
kombinasi. Yaitu siswa tidak dapat menjelaskan perbedaan antara permutasi dan
kombinasi, serta tidak dapat menentukan atau mengklasifikasikan soal yang
menggunakan konsep permutasi dan yang menggunakan konsep kombinasi. Dari
hasil wawancara sebagian besar siswa mengaku kesulitan membedakan antara
soal permutasi dan kombinasi, serta tidak mampu menyebutkan ciri-cirinya. Ada 6
soal yang mewakili tipe ini, yaitu soal nomor 1, 4, 5, 6, 7, dan 8. Berikut contoh
respon siswa.
Soal Nomor 1. Jelaskan perbedaan antara permutasi dan kombinasi!

Gambar 4.1 Contoh Jawaban Siswa terkait Kesalahan Konsep
Dari jawaban siswa pada Gambar 4.1 di atas, terlihat bahwa siswa hanya
mengingat kata kunci “berurutan dan tidak berurutan”, tetapi tidak memahami
maksud kata tersebut. Seharusnya dalam permutasi memperhatikan urutan (
AB ≠ BA ), sedangkan kombinasi tidak memperhatikan urutan ( AB=BA
).
Soal Nomor 5. Panitia akan membuat nomor undian yang terdiri dari 5 angka
yang dipilih dari 0 sampai 9. Berapa banyak nomor undian yang bisa dibuat jika
tidak boleh ada angka berulang?

Gambar 4.3. Contoh Jawaban Siswa terkait Kesalahan Konsep
Begitu juga dengan jawaban siswa pada gambar 4.3 di atas, siswa masih
belum mampu membedakan antara soal yang menggunakan konsep permutasi
atau kombinasi. Soal tersebut seharusnya menggunakan konsep permutasi karena
dalam membentuk suatu kode urutan diperhatikan. Misal 12345



12354.

Selain itu siswa juga kurang teliti dalam menentukan unsur n, seharusnya n= 10.
Learning obstacle tipe 2, terkait strategi atau rumus yang digunakan untuk
menyelesaikan suatu permasalahan permutasi dan kombinasi. Ketika diberikan
permasalahan, siswa mampu mengklasifikasikan apakah termasuk permutasi atau
kombinasi, tetapi siswa masih belum benar

dalam menentukan strategi atau

rumus yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Sebagian siswa
mengaku kebingungan dengan rumus yang bermacam-macam, khususnya
permutasi. Ada 7 soal yang mewakili tipe ini yaitu soal nomor 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan
8. Berikut contoh respon siswa.
Soal Nomor 2. Tentukan banyak permutasi tiga huruf dari huruf-huruf A, B, C !

Gambar 4.4. Contoh Jawaban Siswa terkait Strategi Penyelesaian

Dari jawaban siswa pada Gambar 4.4 di atas, terlihat bahwa siswa belum
tepat dalam memilih strategi penyelesaian yang digunakan, siswa menggunakan

rumus permutasi berulang, yaitu
atau

n

Pn

r

n

, padahal seharusnya rumus

n

Pr =

n!
( n−r ) !

n ! . Alasan siswa karena permutasinya sama dengan jumlah n

=

unsur yang tersedia, yaitu 3.
Soal Nomor 6. Berapa banyak kata yang dapat dibentuk dari huruf-huruf penyusun kata
MATEMATIKA?

Gambar 4.5 Contoh Jawaban Siswa terkait Strategi Penyelesaian
Dari jawaban siswa pada Gambar 4.5 di atas, terlihat bahwa siswa sudah
mampu membedakan soal yang menggunakan konsep permutasi atau kombinasi.
Hanya saja siswa masih belum benar dalam menentukan strategi penyelesaian,
siswa menggunakan rumus permutasi n unsur yang di ambil sebanyak n unsur,

yaitu

Pnn=

sama yaitu

n!
=n ! . Seharusnya rumus permutasi dengan k, l, m unsur yang
( n−n ) !

P=

n!
k ! l! m!

Learning obstacle tipe 3, terkait prosedur operasi hitung faktorial. Namun
hanya sebagian kecil siswa yang mengaku masih kesulitan terhadap operasi hitung

faktorial, khususnya dalam rumus kombinasi, karena ada 2 operasi faktorial di
penyebutnya. Ada 7 soal yang mewakili tipe ini yaitu soal nomor 2, 3, 4, 5, 6, 7,
dan 8. Berikut contoh respon siswa.
Soal Nomor 4. Suatu pertemuan dihadiri 10 peserta. Berapa banyak jabat tangan
yang terjadi jika setiap peserta saling berjabat tangan dengan peserta lainnya?

Gambar 4.7 Contoh Jawaban Siswa terkait Kesalahan Prosedur Operasi Faktorial
Soal Nomor 7. Dalam suatu ulangan matematika, setiap siswa disuruh menjawab
5 soal dari 8 soal yang diajukan. Berapa banyak cara memilih 5 soal tersebut?

Gambar 4.8 Contoh Jawaban Siswa terkait Kesalahan Operasi Faktorial
Pada Gambar 4.7 dan 4.8 di atas, siswa sudah mampu mengklasifikasikan
soal yang menggunakan konsep permutasi dan kombinasi serta mampu
menentukan strategi yang digunakan, tetapi masih belum benar dalam melakukan
prosedur operasi faktorial.

Dari hasil identifikasi tersebut, diperoleh rata-rata tipe learning obstacle
seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.3. Persentase Rata-Rata Tipe Learning Obstacle
No.

Tipe Learning Obstacle

Rata-rata (%)

1.

Tipe 1: terkait pemahaman konsep

2.

Tipe 2: terkait strategi atau rumus yang
digunakan dalam menyelesaikan soal

56, 16

3.

Tipe 3: terkait prosedur operasi hitung
faktorial

49,32

64,38

Setelah peneliti memperoleh learning obstacle terkait materi permutasi
dan kombinasi, langkah selanjutnya adalah menyusun suatu desain didaktis yang
diharapkan dapat mengatasi learning obstacle tersebut. Selain dilatarbelakangi
learning obstacle, desain didaktis yang disusun juga berdasarkan teori-teori
belajar yang relevan. Desain didaktis yang disusun berupa Lembar Kerja Siswa
(LKS). Masalah yang disajikan dalam LKS adalah beberapa soal yang mewakili
tipe-tipe learning obstacle yang teridentifikasi.
Urutan tahap pengembangan desain didaktis pertama pengembangan
desain didaktis terkait konsep permutasi dan kombinasi. Dalam menciptakan
situasi didaktis, siswa diarahkan untuk menemukan konsep yang berlaku umum
dengan memberikan contoh-contoh yang relevan dengan pembelajaran. Hal ini
sesuai dengan teori pembelajaran Jerume Bruner tentang pembelajaran konsep
(concept learning). Selanjutnya pengembangan desain didaktis terkait strategi

penyelesaian dan operasi hitung faktorial. Siswa dikuatkan kembali mengenai
operasi hitung faktorial terkait permutasi dan kombinasi. Terkait strategi
penyelesaian, siswa diminta menentukan banyak permutasi dan kombinasi dengan
berbagai cara. Siswa yang kesulitan diminta berdiskusi dengan temannya serta di
beri bantuan dengan teknik scaffolding. Sesuai dengan teori Vygotsky dengan
kontriktivisme sosialnya yang menekankan pembelajaran pada pentingnya
interaksi sosial dan dialog/diskusi dengan orang yang lebih berkompeten. Bantuan
yang diberikan disebut scaffolding.
Selanjutnya analisis metapedadidaktik, yaitu analisis situasi dan berbagai
respon saat desain didaktis konsep permutasi dan kombinasi diimplementasikan.
Pada saat menciptakan situasi didaktis, terdapat tiga kemungkinan yang bisa
terjadi terkait respon siswa, yaitu seluruhnya sesuai prediksi, sebagian sesuai
prediksi, atau tidak ada satupun yang sesuai prediksi. Hasil implementasi desain
didaktis materi permutasi dan kombinasi pada dasarnya sesuai dengan prediksi
respon siswa, sehingga diantisipasi dengan antisipa yang telah disiapkan. Adapun
respon yang tidak sesuai dengan prediksi diantisipasi dengan tindakan yang
diambil pada saat pembelajaran berlangsung. Untuk membantu kesulitan tersebut,
peneliti menggunakan teknik scaffolding, yaitu dengan mengarahkan proses
berpikir siswa dengan untuk mengatasi kesulitannya.
Langkah terakhir yaitu analisis retrosfektif, yakni analisis yang
mengaitkan hasil analisis situasi didaktis hipotesis dengan hasil analisis
metapedadidaktis. Untuk mengetahui dampak implementasi desain didaktis
terhadap situasi didaktis awal, maka selanjutnya dilaksanakan uji tes learning

obstacle akhir. Dari hasil identifikasi diperoleh gambaran bahwa learning
obstacle setiap tipe masih muncul tetapi mengalami penurunan persentase seperti
pada tabel berikut.
Tabel 4.7 Persentase Rata-Rata Learning Obstacle Akhir
No.

Tipe Learning Obstacle

Rata-rata (%)

1.

Tipe 1: terkait pemahaman konsep

26,47

2.
3.

Tipe 2: terkait strategi penyelesaian yang
tepat
Tipe 3: terkait prosedur operasi hitung
faktorial

28, 46
20, 59

SIMPULAN
1.

Learning obstacle yang teridentifikasi terkait materi permutasi dan kombinasi
terbagi 3 tipe, yaitu:
Tipe 1: Learning obstacle terkait pemahaman konsep permutasi dan
kombinasi.
Tipe 2: Learning obstacle terkait strategi atau rumus yang digunakan dalam

2.

menyelesaikan soal permutasi dan kombinasi.
Tipe 3: Learning obstacle terkait prosedur operasi hitung faktorial.
Desain didaktis materi permutasi dan kombinasi yang dikembangkan berupa
Lembar Kerja Siswa (LKS) yang meliputi:
a. Pengembangan desain didaktis terkait konsep permutasi dan kombinasi,
b. Pengembangan desain didaktis terkait strategi penyelesaian dan prosedur
operasi hitung faktorial.
Desain didaktis yang dikembangkan selain berdasarkan learning obstacle

3.

yang teridentifikasi, juga berdasarkan teori belajar yang releven.
Hasil implementasi desain didaktis materi permutasi dan kombinasi pada
dasarnya sesuai dengan prediksi respon siswa, adapun respon yang tidak

sesuai dengan prediksi diantisipasi dengan tindakan yang diambil pada saat
4.

pembelajaran berlangsung.
Gambaran learning obstacle setelah desain didaktis diimplementasikan
adalah masih muncul tetapi mengalami penurunan persentase banyaknya
siswa yang mengalami kesulitan. Sehinga desain didaktis materi permutasi
dan kombinasi dapat digunakan sebagai alternatif bahan ajar.