TUGAS BESAR ETIKA DAN ASPEK HUKUM INDUST

TUGAS BESAR
ETIKA DAN ASPEK HUKUM INDUSTRI KONSTRUKSI
RENDAHNYA PENERAPAN UU KESELAMATAN KERJA DALAM JASA
KONSTRUKSI

MIFTAH RAHMATULLAH
1106003926

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga Makalah Tugas Besar Mata Kuliah Etika dan Aspek
Hukum Industri Konstruksi ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.

Makalah dengan judul “Rendahnya Penerapan Uu Keselamatan Kerja Dalam Jasa
Konstruksi” disusun berdasarkan studi literatur yang dilakukan dan juga telaah

mengenai keadaan jaminan kesehatan dan keselamatan kerja di Indonesia.
Penulis ingin berterima kasih sebesar-besarnya kepada para pihak yang ikut
serta membantu dalam penulisan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah
ini masih sangat jauh dari kesempurnaan dalam penyusunannya. Untuk itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak yang
mengerti dan lebih banyak mengetahui tentang makalah ini sehingga pada
kesempatan berikutnya penulis dapat membuat makalah yang lebih baik.

Depok, Agustus 2014

Penulis

Page |1

ABSTRAK
Semakin pesat pembangunan di Indonesia memiliki pengaruh besar di bidang
konstruksi,kini dapat dilihat hamper disetiap sudut kota besar sangat gencar
membangun infrastruktur. Namun semakin tingginya angka pembangunan
Indonesia tidak diiringi dengan berkurangnya angka kecelakaan pada saat kerja
konstruksi. Salah satu penyebabnya tidak diterapkann secara maksimalnya UU

tentang keselamatan kerja. Dalam makalah ini juga dibahas mengenai keadaan
nyata tentang penerapan keselamatan kerja serta apa yang harus dilakukan agar
penyedia jasa dapat menjalankan UU Keselamatan kerja secara maksimal

Page |2

TABLE OF CONTENTS
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
ABSTRAK..............................................................................................................iii
TABLE OF CONTENTS........................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN...................................................................................................1
I.1

Latar Belakang...................................................................................................1

I.2

Identifikasi Masalah...........................................................................................2


I.3

Rumusan Masalah..............................................................................................2

I.4

Tujuan Penulisan................................................................................................2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................4
II.1

Undang-undang Tentang Jasa Konstruksi...........................................................4

II.2

Undang-Undang No.1/1970 tentang Keselamatan Kerja....................................5

II.3


Peraturan Perundangan Lain...............................................................................8

BAB III9
METODE PENYELESAIAN..................................................................................9
BAB IV
PEMBAHASAN....................................................................................................10
IV.1

Peraturan Perundangan Jasa Konstruksi dan Keselamatan Kerja di Indonesia. 10

IV.2

Penyebab Tingginya Angka Kecelakan Kerja...................................................11

IV.3 Peran UU Keselamatan Kerja dalam menanggulangi Tingginya Angka
Kecelakaan Kerja.........................................................................................................12
IV.4

Solusi untk keselamatan kerja dalam bidang Konstruksi..................................15


BAB V
PENUTUP..............................................................................................................16
V.1

Simpulan..........................................................................................................16

V.2

Saran................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA

Page |3

BAB I
PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang

Sejak merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 , Indonesia telah menjadi
salah satu negara berkembang yang berusah untuk menjadi salah satu negara
besar . Dengan sumber daya yang luas tentu pembangunan Indonesia dapat
tumbuh dengan pesat terutama di bidang konstruksi. Sejak pemerintahan
Presiden Soekarno dan Soeharto tahun 1945-1967 hingga sekarang, sektor
jasa konstruksi sempat memberikan kontribusi sebesar 42 Triliun rupiah pada
PDB, sebelum akhirnya menurun ketika terjadi krisis moneter tahun 1998.
Menghadapi krisis moneter yang pernah terjadi pada tahun 1998, saat ini
industri

konstruksi

mencoba

untuk

berkembang

kembali.


Proyek

pembangunan saat ini banyak dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia.
Bahkan meningkat pesat saat terjadi krisis moneter global yang membuat jasa
konstruksi mampu menyumbang negara sebesar 484 M.
Dengan meningkatnya permintaan pembangunan di bidang konstruksi,
maka akan banyak sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan
pembangunan tersebut. Salah satu hal yang penting adalah pekerja konstruksi,
baik tenaga ahli maupun buruh kerja.
Banyaknya pembangunan konstruksi menjadikan bidang ini sebagai salah
satu bidang usaha yang menyerap begitu banyak tenaga kerja. Namun, banyak
dari mereka yang bekerja kurang paham mengenai resiko apa yang akan
mereka hadapi ketika memasuki area proyek. Kurangnya pemahaman
mengenai keselamatan di area proyek konstruksi ini mengakibatkan terjadinya
tingginya kecelakaan kerja di lingkungan pekerjaan proyek.

Page | 1

Menurut Mangkunegara ,keselamatan kerja adalah suatu pemikiran dan
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun

rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil
karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur .Keselamatan
kerja merupakan tanggung jawab semua pihak yang terlibat di dalam sebuah
proyek konstruksi.
UU Keselamatan kerja dibuat untuk menjadi pedoman agar tidak ada
kecelakaan kerja yang terjadi selama kegiatan konstruksi, namun kecelakaan
konstruksi masih banyak terjadi. Hal inilah yang menjadi dasar

tugas

pembuatan tugas ini yaitu mengenai penegakan undang-undang keselamatan
kerja sebagai proteksi keamanan bagi pekerja konstruksi.
I.2

Identifikasi Masalah
Di Indonesia, perlindungan keselamatan tenaga kerja di sebuah proyek
konstruksi terkadang tidak berjalan dengan baik. Padahal, sudah menjadi
tanggung jawab semua pihak penyelenggara konstruksi untuk menjamin
keselamatan kerja para tenaga kerja. Namun realita di lapangan masih
banyaknya pekerja konstruksi yang menjadi korban kecelakaan di area

konstruksi.
UU tentang Keselamatan Kerja telah dibuat oleh Pemerintah agar
menjadi acuan bagi seluruh penyelenggara konstruksi untuk menjamin
keselamatan kerja tenaga kerja. Namun penegakan UU ini masih perlu
mendapata perhatian lebih. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas
mengenai peran UU Keselamatan Kerja di Indonesia dan solusi untuk
meningkatkan kepedulian penyelenggara konstruksi dalam menegakkan UU
ini.

I.3

Rumusan Masalah
Beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana peran dari perundang-undangan tentang keselamatan kerja
dalam menjamin keselamatan tenaga kerja konstruksi ?

Page | 2

2. Bagaimana solusi penegakan undang-undang tentang keselamatan kerja di

lingkungan pekerjaan konstruksi?
I.4

Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Menganalisis besar peran perundang-undangan tingkat kecelakaan kerja
yang terjadi dan bagaimana penegakkan hokum dalam setiap kecelakaan
kerja konstruksi
2. Solusi terhadap penegakkan UU keselamatan kerja di Indonesia

Page | 3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1

Undang-undang Tentang Jasa Konstruksi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa
Konstruksi merupakan peraturan dasar yang menjelaskan dan mengatur halhal yang terkait dengan jasa konstruksi. Undang-undang ini merupakan

payung hukum pelaksanan kegiatan konstruksi. Berikut beberapa pasal yang
membahas mengenai kesehatan dan keselamatan kerja:
Pasal 1
(1) Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan
konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan
jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi;
(2) Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan
perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup
pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan
masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu
bangunan atau bentuk fisik lain;
Pasal 2
Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan pada asas kejujuran dan keadilan,
manfaat, keserasian, keseimbangan, kemandirian, keterbukaan, kemitraan,
keamanan dan keselamatan demi kepentingan masyarakat, bangsa, dan
negara.
Pasal 23
(1) Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi tahap perencanaan dan
tahap pelaksanaan beserta pengawasannya yang masing-masing tahap
dilaksanakan melalui kegiatan penyiapan, pengerjaan, dan pengakhiran.
(2) Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang
keteknikan, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan
tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya
tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.

Page | 4

(3) Penyedia jasa sebagaiana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi hakhak sub penyedia jasa sebagaimana tercantum dalam kontrak kerja
konstriksi antara penyedia jasa dan sub penyedia jasa.

II.2

Undang-Undang No.1/1970 tentang Keselamatan Kerja

a. Istilah (Pasal 1:3)
“Pengurus” ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung
sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.
b. Ruang Lingkup
 Pasal 2:1
Undang-undang ini mengatur keselamatan kerja dalam segala tempat
kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun
di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik
Indonesia.


Pasal 2:2
Ketentuan-ketentuan tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana :
o dipakai atau dipergunakan mesin, peralatan atau instalasi yang
berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan;
o dikerjakan pembangunan gedung atau bangunan lainnya;
o dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah; dan
o dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya kejatuhan benda.

c. Syarat-syarat Keselamatan Kerja (Pasal 3:1)
Dengan peraturan perundang-undangan

ditetapkan

syarat-syarat

keselamatan kerja untuk:
 mencegah dan mengurangi kecelakaan;
 memberi pertolongan pada kecelakaan;
 memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
 memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara


dan proses kerjanya; dan
menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

d. Pengawasan
 Pasal 5:1

Page | 5

“Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undangundang ini, sedangkan para pegawai pengawas kerja ditugaskan
menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undangn


ini dan membantu pelaksanaannya.”
Pasal 6:1
“Barangsiapa tidak dapat menerima keputusan direktur dapat



mengajukan permohonan banding kepada Panitia Banding.”
Pasal 6:3
“Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.”



Pasal 8:1
“Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi
mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya
maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang



diberikan padanya.”
Pasal 8:2
“Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada
di bawah pimpinannya, secara berkala pada Dokter yang ditunjuk oleh
Pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur.”

e. Pembinaaan (Pasal 9)
1. Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja
baru tentang :
o Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta apa yang dapat timbul
dalam tempat kerjanya;
o Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan
dalam semua tempat kerjanya;
o Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
o Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan peerjaannya.
2. Pengurus boleh mempekerjakan tenaga kerja setelah ia yakin bahwa
tenaga kerja paham
3. Pengurus wajib membina tenaga kerja dalam pencegahan kecelakaan,
peningkatan keselamatan dan pemberian pertolongan pertama dalam
kecelakaan
f. Kecelakaan (Pasal 11:1)
Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan pada pejabat yang ditunjuk
oleh Menteri Tenaga Kerja.

Page | 6

g. Kewajiban dan Hak Kerja Tenaga Kerja (Pasal 12)
 Memberikan keterangan bila diminta oleh pegawai pengawas atau ahli





keselamatan kerja
Memakai alat-alat perlindungan diri
Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan
Meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan
Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat
keselamatan kerja serta alat-alat perlindungan diri diragukan olehnya.

h. Kewajiban Bila Memasuki Tempat Kerja (Pasal 13)
“Barang siapa yang akan memasuki suatu tempat kerja, diwajibkan
mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat
perlindungan diri yang diwajibkan.”
i. Kewajiban Pengurus (Pasal 14)
 Secara tertulis menempatkan semua syarat keselamatan kerja, sehelai
Undang-undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya pada tempattempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai


pengawas atau ahli keselamatan kerja
Memasang semua gambar keselamatan kerja pada tempat-tempat yang



mudah dilihat
Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri pada
tenaga kerja dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki
tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk

j. Sanksi (Pasal 15:2)
Ancaman pidana atas pelanggaran peraturan perundang-undangan berupa
kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000,-

II.3

Peraturan Perundangan Lain
Berikut beberapa peraturan perundangan yang terkait dengan kesehatan dan
keselamatan kerja:


Permenakertrans RI No 1 Tahun 1980 tentang Keselamatan Kerja pada
Konstruksi Bangunan.

Page | 7



Permenakertrans RI No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan
Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.



Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan
Pemeriksaan Kecelakaan.

Page | 8

BAB III
METODE PENYELESAIAN

Dalam makalah ini metode yang digunakan dalam penyelesaian rumusan
masalah yang tercantum pada bab I yaitu menggunakan studi literatur dari
berbagai sumber yang diambil dari media cetak maupun media elektronik dan
juga jurnal-jurnal penelitian terkait yang telah diverifikasi kevalidan datanya
sebelumnya

Page | 9

BAB IV
PEMBAHASAN

IV.1

Peraturan Perundangan Jasa Konstruksi dan Keselamatan Kerja di
Indonesia
Di Indonesia semua kegiatan Jasa Konstruksi baik dari konstruksi skala
kecil hingga skala besar mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi . Undang-undang ini
merupakan payung hukum pelaksanan kegiatan konstruksi.
Salah satu poin yang menjadi perhatian lebih bagi penyedia jasa
konstruksi adalah masalah keselamatan kerja para penyelenggara konstruksi.
Dalam Pasal 23 Ayat (2) Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa
Konstruksi disebutkan bahwa penyelenggaran pekerjaan konstruksi wajib
memenuhi ketentuan tentang keteknikan, keamanan, keselamatan dan
kesehatan kerja, perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat
untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Pasal tersebut me nerangkan bahwa setiap penyedia jasa konstruksi yang
melaksanakan pekerjaan konstruksi wajib membuat dan melaksanakan
prosedur keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan tenaga
kerja, serta perlindungan bagi lingkungan sekitar untuk mengurangi resiko
kecelakaan kerja.
Lalu

pemerintah

membuat

Undang-Undang

lain

menyangkut

keselamatan kerja. Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja diatur mengenai keselamatan kerja di seluruh sektor
pekerjaan. Undang-undang ini menekankan pentingnya keselamatan kerja dan
memberikan sanksi yang tegas kepada pihak yang melanggar.
Kemudian sejak awal tahun 1980 pemerintah telah mengeluarkan suatu
peraturan tersendiri tentang keselamatan kerja khusus untuk sektor
konstruksi, yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-

Page | 10

01/Men/1980. Bahkan pemerintah melengkapi dengan Permenakertrans RI
No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam
Penyelenggaraan Keselamatan Kerja yang membahas tentang teknis
pemeriksaan dan penyelenggaraan kesehatan kerja dan juga alur pelaporan
kecelakaan kerja dalam Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara
Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan.
Dan bisa kita lihat bahwa pemerintah telah membuat peraturan bagi
penyedia jasa konstruksi. Peraturan mengenai keselamatan kerja untuk
konstruksi

tersebut,

walaupun

belum

pernah

diperbaharui

sejak

dikeluarkannya lebih dari 20 tahun silam, namun dapat dinilai memadai
untuk kondisi minimal di Indonesia.
IV.2

Penyebab Tingginya Angka Kecelakan Kerja
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki tingkat kecelakaan
kerja tertinggi di dunia. Data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
menyebutkan, sampai tahun 2013 di Indonesia tidak kurang dari enam pekerja
meninggal dunia setiap hari akibat kecelakaan kerja. Angka tersebut
tergolong tinggi dibandingkan negara Eropa hanya sebanyak dua orang
meninggal dua per hari karena kecelakaan kerja. Sementara menurut data
Internasional Labor Organization (ILO),di Indonesia rata-rata per tahun
terdapat 99.000 kasus kecelakaan kerja. Dari total jumlah itu, sekitar 70
persen berakibat fatal yaitu kematian dan cacat seumur hidup1
Menurut Michael Toole, ada delapan faktor utama penyebab kecelakaan
konstruksi:
1. Lack of proper training
2. Deficient enforcement of safety
3. Lack of Proper Safety Equipment
4. Unsafe Methods and Task Sequencing
5. Unsafe Site Conditions
6. Not using provided safety equipment

1 Ancaman Kecelakaan Kerja di Indonesia . Suara Pembaruan . melalui
http://www.suarapembaruan.com/ekonomidanbisnis/ancaman-kecelakaan-kerja-di-indonesiamasih-tinggi/43132 diakses pada tanggal 29 Juli 2014

Page | 11

7. Poor attitude toward safety
8. Isolated ‘freak’ accident
Selain itu ada beberapa teori lain yang

menjelaskan penyebab suatu

kecelakaan. Sering kali teori penyebab kecelakaan memandang bahwa
kecelakaan disebabkan oleh tindakan pekerja (orang) yang salah (misalnya
pada The Accident-Proneness Theory). Semenjak dikenalkannya The Chainof-Events Theory, The Domino Theory, dan The Distraction Theory, maka
pihak organisasi dan manajemenlah yang dianggap berperan sebagai penyebab
utama suatu kecelakaan. Seperti teori Michael Toole diatas, jika kita rangkum
menjadi satu bahwa faktor kecelakaan tersebut bisa terjadi akibat lemahnya
sistem manajemen K3 suatu perusahaan . Anggapan tentang kecelakaan kerja
yang bersumber kepada tindakan yang tidak aman yang dilakukan pekerja
telah bergeser dengan anggapan bahwa kecelakaan kerja bersumber kepada
organisasi dan manajemen (Andi, 2005). Secara khusus dapat didefinisikan
pihak manajemen harus bertanggung jawab terhadap keselamatan kerja pada
bidang konstruksi Para pekerja dan pegawai mestinya dapat diarahkan dan
dikontrol oleh perusahaan sehingga tercipta suatu kegiatan kerja yang aman.

IV.3

Peran UU Keselamatan Kerja dalam menanggulangi Tingginya Angka
Kecelakaan Kerja
Di Indonesia , anggapan masyarakat umum bahwa keselamatan kerja
adalah tanggung jawab masing-masing pekerja masih menjadi anggapan
umum. Pemerintah sendiri dalam UU Keselamatan kerja telah menjelaskan
bahwa “Pengurus” atau Manajemen perusahaan harus membuat mekanisme
atau sistem Manajemen K3 yang terencana dan terstruktur secara rapi yang
dapat menjamin keselamatan kerja di setiap pekerjaan konstruksi .Bahkan
pemerintah telah memperjelas lagi dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. Per-01/Men/1980
Pada dasarnya semua peraturan ini mencakup ketentuan-ketentuan
mengenai keselamatan dan kesehatan kerja secara umum maupun pada tiap

Page | 12

bagian konstruksi bangunan. Namun peraturan ini lebih ditujukan untuk
konstruksi bangunan, sedangkan untuk jenis konstruksi lainnya masih banyak
aspek yang belum tersentuh.
Sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Peraturan Menakertrans tersebut,
pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum
dan Menteri Tenaga Kerja No.Kep.174/MEN/1986-104/KPTS/1986: Pedoman
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi.
Pedoman ini dianggap merupakan pedoman yang dapat dianggap sebagai
standar penerapan manajemen K3 untuk konstruksi di Indonesia. Pedoman K3
Konstruksi ini cukup komprehensif, namun terkadang sulit dimengerti karena
menggunakan istilah-istilah yang tidak umum digunakan, serta tidak
dilengkapi dengan deskripsi/gambar yang memadai. Kekurangan-kekurangan
tersebut tentunya sangat menghambat penerapan pedoman di lapangan, serta
dapat menimbulkan perbedaan pendapat dan perselisihan di antara pihak
pelaksana dan pihak pengawas konstruksi. dan yang terbaru adalah Peraturan
Pemerintah No.5 0/2012 tentang Penerapan SMK3.
Bila dibandingkan dengan standar K3 untuk jasa konstruksi di Amerika
Serikat misalnya, Occupational Safety and Health Administration (OSHA),
sebuah badan khusus di bawah Departemen Tenaga Kerja yang mengeluarkan
pedoman K3 termasuk untuk bidang konstruksi, memperbaharui peraturan
K3-nya secara berkala hampir setiap tahun. Peraturan atau pedoman teknis
tersebut juga sangat komprehensif dan mendetil. Hal lain yang dapat dicontoh
adalah penerbitan brosur-brosur penjelasan untuk menjawab secara spesifik
berbagai isu utama yang muncul dalam pelaksanaan .

Dan juga adanya

penjelasan mengenai definisi dan juga contoh gambar dapat memudahkan
pemahaman bagi setiap penyelenggara konstruksi.2
Namun , hal yang paling berpengaruh adalah kurangnya komitmen dari
setiap penyedia jasa konstruksi dalam menjalankan peraturan yang telah
dibuat pemerintah dan kurang aktifnya pemerintah dalam pengawasan setiap

2 Wirahadikusuma, RD. (2007). Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan
Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia. Bandung

Page | 13

pekerjaan konstruksi . Masalah ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain
1. Rendahnya Sanksi
Pada Undang-Undang No.1/1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 15 ayat 2
Ancaman pidana atas pelanggaran peraturan perundang-undangan berupa
kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000,. Rendahnya angka sanksi yang diberikan membuat penyedia jasa sering
mensepelekan hal ini karena adanya anggapan apabila terjadi pelanggaran ,
sanksi yang mesti dibayar tidak terlalu besar.
2. Sistem kerja Outsourcing dan Tingginya Tingkat Pengangguran
Disadari atau tidak sistem kerja ini tidak mengikat secara pasti para pekerja
pada setiap jasa konstruksi. Akibatnya banyak perusahaan cenderung tidak
memperhatikan keselamatan pekerja mereka karena penyedia jasa dapat
mendapatkan pekerja baru pada pekerjaan lainnya sehingga mereka tidak takut
akan kehilangan pekerja. Karena masih banyak orang yang membutuhkan
pekerjaan.
3. Lemahnya Sistem Jaminan Pekerja dan Kurangnya Kesadaran Pekerja Dalam
Sistem Jaminan Kerja
Para pekerja di Indonesia kebanyakan orang yang tidak mengenyam
pendidikan bisa dilihat jumlah pekerja pada data Dinas Ketenagakerjaan yang
memiliki pendidikan ketrampilan dan pendidikan tinggi dengan pekerjaan
dengan tingkat pendidikan rendah memiliki perbandingan hamper 1:3 . Angka
tersebut menjadikan banyak pekerja dengan tingkat pendidikan rendah tidak
sadar dan mengerti tentang adanya sistem jaminan kerja yang telah dibuat oleh
Pemerintah . Dan kebanyakan penyedia jasa tidak terbuka mengenai informasi
tersebut sehingga banyak pekerja yang harusnya dapat menuntut jaminan tidak
melakukan hal tersebut.
4. Tidak sebandingnya jumlah pengawas konstruksi dengan jumlah tenaga kerja
Pegawai pengawas di Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan
Ketenagakerjaan pada tahun 2010 untuk mengawasi sekitar 207.813
perusahaan dibutuhkan 3.463 orang pengawas, namun yang tersedia hanya
2.089 orang pengawas. Selisih yang terlalu jauh menyembabkan tidak
efektifnya pengawasan terhadap tenaga kerja.

Page | 14

5. Tidak terdapat jalur instruktif ke daerah
Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan di masing-masing provinsi,
kabupaten dan kota berbeda-beda mengakibatkan pemerintah pusat tidak dapat
mengatur posisi penempatan pengawas ketenagakerjaan .
6. Terjadi disfungsi pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan.
Adanya penempatan pengawas ketenagakerjaan di luar unit pengawasan
ketenagakerjaan,

dan

sebaliknya

ketenagakerjaan

ditempatkan

pegawai

pada

unit

yang

bukan

pengawasan

pengawas

yang

bukan

kompetensinya. Akibatnya, sistem manajemen pengawasn ketenagakerjaan
tidak berjalan secara optimal baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun
pengendaliannya.
IV.4

Solusi untk keselamatan kerja dalam bidang Konstruksi
Ada beberapa solusi yang dapat digunakan untuk memperbaiki sistem
keselamatan kerja di Indonesia , antara lain :
a. Revisi Undang-Undang Keselamatan Kerja secara berkala
mengikuti perubahan zaman
b. Pembuatan undang-undang keselamatan Kerja secara khusus
dalam

setiap

pembangunan-pembangunan

berbeda

seperti

jalan,bendungan dll.
c. Perberat sanksi untuk memberikan efek jera bagi penyedia jasa
konstruksi
d. Penyamaan definisi dan metode umum manajemen K3 di setiap
daerah
e. Perluas jaringan informasi mengenai K3 dengan melalui diklat ke
perusahaan dan juga pewajiban pelatihan terpadu masalah K3
kepada para pekerja
f. Perbanyak lapangan kerja dan hapus sistem outsourcing
g. Perbanyak pengawas independen dan lebih memperbanyak peran
pemerintah daerah
h. Memperbaiki sistem di dalam lingkup Dinas Tenaga Kerja agar
tidak terjadi disfungsi

Page | 15

BAB V
PENUTUP

V.1

Simpulan
1. Undang-undang mengenai Keselamatan Kerja pada Jasa konstruksi telah
dibuat namun pada pelaksanaannya masih sering terjadi pelanggaran
2. Banyaknya pelanggaran dipengaruhi oleh beberpaa faktor baik dari
pemerintah sebagai pihak pengawas maupun dari penyedia jasa sebagai
pihak penyelenggara
3. Perbaikan sistem manajemen K3 di penyedia jasa serta penguatan peran
undang-undang dengan cara revisi secara berkala perlu dilakukan demi

V.2

memperkuat sistem keselamatan kerja di Indonesia
Saran
Ada beberapa solusi yang dapat digunakan untuk memperbaiki sistem
keselamatan kerja di Indonesia , antara lain :
a. Revisi Undang-Undang Keselamatan Kerja secara berkala mengikuti
perubahan zaman
b. Pembuatan undang-undang keselamatan Kerja secara khusus dalam
setiap pembangunan-pembangunan berbeda seperti jalan,bendungan
dll.
c. Perberat sanksi untuk memberikan efek jera bagi penyedia jasa
konstruksi
d. Penyamaan definisi dan metode umum manajemen K3 di setiap
daerah
e. Perluas jaringan informasi mengenai K3 dengan melalui diklat ke
perusahaan dan juga pewajiban pelatihan terpadu masalah K3 kepada
para pekerja
f. Perbanyak lapangan kerja dan hapus sistem outsourcing
g. Perbanyak pengawas independen dan lebih memperbanyak peran
pemerintah daerah
h. Memperbaiki sistem di dalam lingkup Dinas Tenaga Kerja agar tidak
terjadi disfungsi

Page | 16

DAFTAR PUSTAKA
Toole, T. Michael. (2002). Construction Site Safety Roles. Journal of Construction
Engineering and Management, 128, 203-210.
Kines, Pete. (2010). Improving construction site safety through leader-based
verbal safety Communication. Journal of Safety Research, 41, 399-406.
Thomas, S., Cheng, K.P., & Skitmore, R.M. (2004). A Framework for Evaluating
the Safety Performance of Construction Contractors. Building and
Environment, 40, 1347-1355.
King, R.W. and Hudson, R. (1985). Construction Hazard and Safety Handbook:
Safety. Butterworths, England.
Occupational Safety and Health Administration (Revisi 2000). Occupational
Safety and Health Standards for the Construction Industry (29 CFR Part
1926) – U.S. Department of Labor.
Tam, C.M., et al. (2004). Identifying Elements of Poor Construction Safety
Management in China. Safety Science, 42, 569-586.
Wirahadikusuma, RD.(2007). Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan
Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia. Bandung
Ancaman Kecelakaan Kerja di Indonesia . (2013). Suara Pembaruan .Jakarta
(melalui http://www.suarapembaruan.com/ekonomidanbisnis/ancamankecelakaan-kerja-di-indonesia-masih-tinggi/43132 diakses pada tanggal 29
Juli 2014)
Undang-undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Undang-undang Republik Indonesia No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan
Kerja.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Undang-undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Permenakertrans RI No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga
Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
Permenakertrans RI No 1 Tahun 1980 tentang Keselamatan Kerja pada Konstruksi
Bangunan.
Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan
Kecelakaan.