Makalah PPG PROBLEMATIKA DAN TANTANGAN P

PROBLEMATIKA DAN TANTANGAN PROFESI GURU
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:
Pengembangan Profesi Guru
Dosen Pengampu: Reksiana, MA. Pd.

Disusun Oleh:
Kelas VC
Kelompok 10:
Nurafnayanti Hidayat
Nurmayanti Dien Lestari
Siti Wulandari
Syifa Muthmainnah

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
TAHUN AJARAN 2017/2018

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Sebagai usaha untuk mencapai tujuan Pendidikan Nasional yang telah
diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahnu 1945 yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan potensi manusia seutuhnya,
maka sangat dibutuhkan peran pendidik yang profesional. Sesuai dengan Undangundang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
jabatan guru sebagai pendidik merupakan jabatan profesional. Oleh sebab itu, guru
dituntut agar terus mengembangkan kapasitas dirinya sesuai dengan perkembangan
jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kebutuhan masyarakat termasuk
kebutuhan sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kapabilitas untuk
mampu bersaing baik di forum regional, nasional maupun internasional.
Namun pada kenyataannya, masih banyak ditemui menjadi guru seperti pilihan
profesi terakhir. Kurang dapat dipercaya, jika sudah tidak ada lagi pekerjaan maka
profesi guru menjadi pilihan. Bahkan guru ada yang dipilih secara asal yang penting
ada yang mengajar. Padahal guru adalah operator sebuah kurikulum pendidikan,
ujung tombak pemberantas kebodohan, bahkan guru adalah mata rantai dab pilar
peradaban dan benang merah bagi perubahan dan kemajuan suatu masyarakat
bangsa.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu arti problematika dan tantangan?
2. Apa saja problematika seorang guru?
3. Mengapa terdapat tantangan dalam profesionalisme guru?

4. Bagaimana solusi yang didapatkan untuk menjadi guru yang profesional?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui arti problematika dan tantangan.
2. Mengetahui problematika menjadi seorang guru.
3. Mengetahui tantangan profesionalisme guru.
4. Mengetahui solusi menjadi guru yang profesional.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Problematika dan Tantangan
Istilah problema/problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu problematic yang
artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, problema berarti
hal yang belum dapat dipecahkan; yang menimbulkan masalah; permasalahan; situasi
yang dapat didefinisikan sebagai suatu kesulitan yang perlu dipecahkan, diatasi atau
disesuaikan.1
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), problematika mempunyai arti:
masih

menimbulkan


masalah,

hal

yang

masih

belum

dapat

dipecahkan

permasalahannya. Uraian pendapat tentang problematika adalah berbagai persoalanpersoalan sulit yang dihadapi dalam proses pemberdayaan, baik yang datang dari
individu (faktor internal) maupun dalam upaya pemberdayaan SDM atau guru dalam
dunia pendidikan.2
Menurut KBBI tantangan adalah hal atau objek yang menggugah tekad untuk
meningkatkan kemampuan mengatasi masalah; rangsangan (untuk bekerja lebih giat
dan sebagainya). Tantangan profesinalisme guru kedepan adalah perkembangan

teknologi informasi, desentralisasi dan sentralisasi pendidikan, dan pasar bebas
ASEAN.3
B. Problematika guru
Secara umum problem yang dialami oleh para guru dapat dibagi menjadi dua
kelompok besar, yaitu problem yang berasal dari dalam diri guru disebut problem
internal, sedangkan yang berasal dari luar disebut problem eksternal.4

1 Catur Hari Wibowo, Problematika Profesi Guru dan Solusinya Bagi peningkatan Kualitas
Pendidikan di Mts Negeri Nguntorinadi Kbupaten Wonogiri, (IAIN Surakarta, 2014), hal. 18. (Diakses
pada Selasa, 14 November 2017), eprints.iain-surakarta.ac.id/17/1/2015TS0007.pdf
2 http://kbbi.web.id.
3 Azis Shofi Nurdiansyah, Profesionalisme Guru dan Tantangan Kedepan Dalam Peningkatan
Mutu Pendidikan Pada Era Global, (Universitas Negeri Malang), hal. 180. (Diakses pada Selasa, 14
November 2017), ap.fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2016/03/13-Aziz-Shofi-Nurdiansyah.pdf
4 Catur Hari Wibowo, Problematika Profesi Guru dan Solusinya Bagi peningkatan Kualitas
Pendidikan di Mts Negeri Nguntorinadi Kbupaten Wonogiri, (IAIN Surakarta, 2014), hal. 19-23. (Diakses
pada Selasa, 14 November 2017), eprints.iain-surakarta.ac.id/17/1/2015TS0007.pdf

1. Problem Internal
Problem internal yang dialami oleh guru pada umumnya berkisar pada kompetensi

professional yang dimilikinya, baik bidang kognitif seperti penguasaan bahan/materi,
bidang sikap seperti mencintai profesinya (kompetensi kepribadian) dan bidang
perilaku seperti keterampilan mengajar, menilai hasil belajar siswa (kompetensi
pedagogik) dan lain-lain. Berikut ini problem internal seorang guru:5
a. Menguasai bahan/materi
Menguasai materi harus dimulai dengan merancang dan menyiapkan bahan
ajar /materi pelajaran yang merupakan faktor penting dalam pelaksanaan kegiatan
pembelajaran dari guru kepada anak didiknya. Agar proses pembelajaran dapat
berlangsung dengan baik, rancangan dan penyiapan bahan ajar harus cermat, baik
dan sistematis. Rancangan atau persiapan bahan ajar/materi pelajaran berfungsi
sebagai pemberi arah pelaksanaan pembelajaran, sehingga proses belajar mengajar
dapat terarah dan efektif. Namun hendaknya dalam merancang dan menyiapkan
bahan ajar disertai pula dengan gagasan/ide dan perilaku guru yang kreatif, dengan
memperhatikan segenap hal yang terkandung dalam makna belajar peserta didik.
b. Mencintai profesi keguruan
Bertolak dari kompetensi guru yang harus dimiliki oleh guru dan adanya
keinginan kuat untuk menjadi seorang guru yang baik, persoalan profesi guru di
sekolah terus menarik untuk dibicarakan, didiskusikan, dan menuntut untuk
dipecahkan, karena masih banyak guru yang punya anggapan bahwa mengajar
hanyalah pekerjaan sambilan, padahal guru merupakan faktor dominan dalam

pendidikan formal pada umumnya, karena bagi siswa, guru sering dijadikan teladan
dan tokoh panutan. Untuk itu guru sebaiknya memiliki perilaku dan kemampuan
yang memadai dalam mengembangkan peserta didik secara utuh. Peran guru adalah
perilaku yang diharapkan (expected behavior) oleh masyarakat dari seseorang
karena status yang disandangnya. Status yang tinggi membuat seorang guru
mengharuskan tampilnya perilaku yang terhormat dari penyandangnya. Dewasa ini
5 Catur Hari Wibowo, Problematika Profesi Guru dan Solusinya Bagi peningkatan Kualitas
Pendidikan di Mts Negeri Nguntorinadi Kbupaten Wonogiri, (IAIN Surakarta, 2014), hal. 19-23. (Diakses
pada Selasa, 14 November 2017), eprints.iain-surakarta.ac.id/17/1/2015TS0007.pdf

masyarakat tetap mengharapkan perilaku yang paling baik dan terhormat dari
seorang guru.
c. Keterampilan mengajar
Guru harus memiliki beberapa komponen keterampilan mengajar agar proses
pembelajaran dapat tercapai, di antaranya yaitu 10 kompetensi guru yang
merupakan profil kemampuan dasar bagi seorang guru. Adapun 10 kompetensi guru
tersebut menurut Depdikbud, meliputi: a) Menguasai bahan, b) Mengelola program
belajar mengajar, c) Mengelola kelas, d) Penggunaan media atau sumber, e)
Mengelola interaksi belajar mengajar, f) Menilai prestasi siswa untuk kepentingan
pengajaran, g) Mengenal fungsi layanan bimbingan dan penyuluhan (BP), h)

Mengenal menyelenggarakan administrasi sekolah, i) Memahami prinsip- prinsip,
j) Menafsirkan hasil penelitian pendidikan guru untuk keperluan pengajaran.
d. Menilai hasil belajar siswa
Evaluasi diadakan bukan untuk hanya ingin mengetahui tingkat kemajuan yang
telah dicapai siswa saja, melainkan ingin mengetahui sejauh mana tingkat
pengetahuan siswa atau peserta didik yang telah dicapai. Evaluasi adalah suatu
kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan data tentang sejauh mana
kerberhasilan anak didik dalam belajar dan keberhasilan guru dalam mengajar.
Pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh guru dengan memakai instrumen penggali data
seperti tes perbuatan, tes tertulis dan tes lisan.
2. Problem Eksternal
Problem eksternal yaitu problem yang berasal dari luar diri guru itu sendiri.
Kualitas pengajaran juga ditentukan oleh karakteristik kelas dan karakteristik sekolah.
a. Karakteristik kelas seperti besarnya kelas, suasana belajar, fasilitas dan sumber
belajar yang tersedia.
b. Karakteristik sekolah yang dimaksud, misalnya disiplin sekolah, contoh seperti
perpustakaan yang ada di sekolah yang memberikan perasaan nyaman, bersih,
rapi dan teratur.

Dalam konteks pertimbangan faktor eksternal, terutama yang menyangkut

lingkungan kerja, secara rinci, bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi semangat
kerja, yaitu:
a. Volume upah kerja yang dapat memenuhi kebutuhan.
b. Suasana kerja yang menggairahkan atau iklim.
c. Pemahaman sikap dan pengertian di kalangan pekerja.
d. Sikap jujur dan dapat di percaya dari kalangan pemimpin terwujud dalam
kenyataan.
e. Penghargaan terhadap hasrat dan kebutuhan yang berprestasi.
f. Sarana yang menunjang bagi kesejahteraan mental dan fisik, seperti tempat
olah raga, masjid dan rekreasi.6
C. Tantangan Profesionalisme Guru
Tuntutan keprofesionalan suatu pekerjaan pada dasarnya melukiskan sejumlah
persyaratan yang harus dimiliki oleh seseorang yang memangku jabatan tersebut.
Howsam dalam Mantja mengidentifikasi suatu profesi sebagai berikut: (1) Seseorang
profesional menggunakan waktu sepenuhnya untuk menjalankan pekerjaanya; (2)
Terikat dengan panggilan hidup dan di dalam hal tersebut memerlukan seperangkat
norma kepatuhan dan perilaku; (3) Menjadi anggota profesional yang formal; (4)
Menguasai pengetahuan yang berguna dan keterampilan atas dasar spesialisasi atau
pendidikan yang sangat khusus; (5) Terikat oleh syarat-syarat kompetensi, kesadaran
prestasi dan pengabdian; (6) Memperoleh otonomi berdasarkan spesialisasi teknik

yang tinggi.7
Kemampuan pendidik dalam meningkatkan profesionalnya tidak hanya berguna
bagi dirinya, tetapi mempunyai makna yang positif bagi peningkatan kualitas
pendidikan pada umumnya. Seperti yang dikenal saat ini bahwa, keprofesionalan
seorang guru dibuktikan dengan sertifikat profesi (sertifikasi). Melalui sertifikat

6 Catur Hari Wibowo, Problematika Profesi Guru dan Solusinya Bagi peningkatan Kualitas
Pendidikan di Mts Negeri Nguntorinadi Kbupaten Wonogiri, (IAIN Surakarta, 2014), hal. 18-23. (Diakses
pada Selasa, 14 November 2017), eprints.iain-surakarta.ac.id/17/1/2015TS0007.pdf
7 Azis Shofi Nurdiansyah, Profesionalisme Guru dan Tantangan Kedepan Dalam Peningkatan
Mutu Pendidikan Pada Era Global, (Universitas Negeri Malang), hal. 184. (Diakses pada Selasa, 14
November 2017), ap.fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2016/03/13-Aziz-Shofi-Nurdiansyah.pdf

tersebut pula, guru mendapatkan manfaat berupa tunjangan yang ditujukan untuk terus
meningkatkan profesionalismenya.8
a. Perkembangan Teknologi Informasi
Dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru, terjadinya revolusi
teknologi informasi merupakan sebuah tantangan yang harus mampu dipecahkan
secara mendesak. Adanya perkembangan teknologi informasi yang demikian akan
mengubah pola hubungan guru-murid, teknologi instruksional dan sistem

pendidikan secara keseluruhan. Kemampuan guru dituntut untuk menyesuaikan hal
demikian itu. Adanya revolusi informasi harus dapat dimanfaatkan oleh bidang
pendidikan sebagai alat mencapai tujuannya dan bukan sebaliknya justru menjadi
penghambat. Untuk itu, perlu didukung oleh suatu kehendak dan etika yang
dilandasi oleh ilmu pendidikan dengan dukungan berbagai pengalaman para
praktisi pendidikan di lapangan.
Perkembangan teknologi (terutama teknologi informasi) menyebabkan peranan
sekolah sebagai lembaga pendidikan akan mulai bergeser. Sekolah tidak lagi akan
menjadi satu-satunya pusat pembelajaran karena aktivitas belajar tidak lagi
terbatasi oleh ruang dan waktu. Peran guru juga tidak akan menjadi satu-satunya
sumber belajar karena banyak sumber belajar dan sumber informasi yang mampu
memfasilitasi seseorang untuk belajar.
Teknologi mempunyai gagasan mereformasi sistem pendidikan masa depan.
Apabila anak diajarkan untuk mampu belajar sendiri, mencipta, dan menjalani
kehidupannya dengan berani dan percaya diri atas fasilitasi lingkungannya
(keluarga dan masyarakat) serta peran sekolah tidak hanya menekankan untuk
mendapatkan nilai-nilai ujian yang baik saja, maka akan jauh lebih baik dapat
menghasilkan generasi masa depan. Orientasi pendidikan yang terlupakan adalah
bagaimana agar lulusan suatu sekolah dapat cukup pengetahuannya dan kompeten
dalam bidangnya, tapi juga matang dan sehat kepribadiannya. Bahkan konsep

tentang sekolah di masa yang akan datang, menurutnya akan berubah secara
drastis.
8 Azis Shofi Nurdiansyah, Profesionalisme Guru dan Tantangan Kedepan Dalam Peningkatan
Mutu Pendidikan Pada Era Global, (Universitas Negeri Malang), hal. 184. (Diakses pada Selasa, 14
November 2017), ap.fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2016/03/13-Aziz-Shofi-Nurdiansyah.pdf

Ada sisi-sisi tertentu dari fungsi dan peranan sekolah yang tidak dapat
tergantikan, misalnya hubungan guru-murid dalam fungsi mengembangkan
kepribadian atau membina hubungan sosial, rasa kebersamaan, kohesi sosial, dan
lain-lain. Teknologi informasi

hanya mungkin menjadi

pengganti

fungsi

penyebaran informasi dan sumber belajar atau sumber bahan ajar. Bahan ajar yang
semula disampaikan di sekolah secara klasikal, lalu dapat diubah menjadi
pembelajaran yang diindividualisasikan melalui jaringan internet yang dapat
diakses oleh siapapun dari manapun secara individu. Inilah tantangan profesi
guru. Apakah perannya akan digantikan oleh teknologi informasi, atau guru yang
memanfaatkan teknologi informasi untuk menunjang peran profesinya.
Melalui penerapan dan pemilihan teknologi informasi yang tepat (sebagai
bagian dari teknologi pendidikan), maka perbaikan mutu yang berkelanjutan
dapat diharapkan. Perbaikan yang berlangsung terus menerus secara konsisten akan
mendorong orientasi pada perubahan untuk memperbaiki secara terus menerus
dunia pendidikan. Adanya revolusi informasi dapat menjadi tantangan bagi
lembaga pendidikan karena mungkin kita belum siap menyesuaikan. Sebaliknya,
hal ini akan menjadi peluang yang baik bila lembaga pendidikan mampu
menyikapi dengan penuh keterbukaan dan berusaha memilih jenis teknologi
informasi yang tepat, sebagai penunjang pencapaian mutu pendidikan. Pemilihan
jenis media sebagai bentuk aplikasi teknologi dalam pendidikan harus dipilih
secara tepat, cermat dan sesuai kebutuhan, serta bermakna bagi peningkatan mutu
pendidikan kita.
b. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan9
Kini, paradigma pembangunan yang dominan telah mulai bergeser ke
paradigma desentralistik. Sejak diundangkan UU No.22/1999 tentang Pemerintah
Daerah maka menandai perlunya desentralisasi dalam banyak urusan yang semula
dikelola secara sentralistik. Menurut Tjokroamidjoyo, bahwa salah satu tujuan
dari desentralisasi adalah untuk meningkatkan pengertian rakyat serta dukungan
mereka dalam kegiatan pembangunan dan melatih rakyat untuk dapat mengatur
9 Azis Shofi Nurdiansyah, Profesionalisme Guru dan Tantangan Kedepan Dalam Peningkatan
Mutu Pendidikan Pada Era Global, (Universitas Negeri Malang), hal. 184. (Diakses pada Selasa, 14
November 2017), ap.fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2016/03/13-Aziz-Shofi-Nurdiansyah.pdf

urusannya sendiri. Ini artinya, bahwa kemauan berpartisipasi masyarakat dalam
pembangunan (termasuk dalam pengembangan pendidikan) harus ditumbuhkan
dan ruang partisipasi perlu dibuka selebar-lebarnya.
Bergesernya paradigma pembangunan yang sentralistik ke desentralistik telah
mengubah

cara

pandang

penyelenggara

negara

dan

masyarakat

dalam

penyelenggaraan pembangunan. Pembangunan harus di pandang sebagai bagian
dari kebutuhan masyarakat itu sendiri dan bukan semata kepentingan negara.
Pembangunan seharusnya mengandung arti bahwa manusia ditempatkan pada
posisi pelaku dan sekaligus penerima manfaat dari proses mencari solusi dan
meraih hasil pembangunan untuk dirinya dan lingkungannya dalam arti yang lebih
luas. Dengan demikian, masyarakat harus mampu meningkatkan kualitas
kemandirian mengatasi masalah yang dihadapinya, baik secara individual maupun
secara kolektif.
Belajar dari pengalaman bahwa ketika peran pemerintah sangat dominan dan
peran serta masyarakat hanya dipandang sebagai kewajiban, maka masyarakat
justru akan terpinggirkan dari proses pembangunan itu sendiri. Penguatan
partisipasi masyarakat haruslah menjadi bagian dari agenda pembangunan itu
sendiri, lebih-lebih dalam era globalisasi. Peran serta masyarakat harus lebih
dimaknai sebagai hak daripada sekadar kewajiban. Kontrol rakyat (anggota
masyarakat)

terhadap

isi

dan

prioritas

agenda

pengambilan

keputusan

pembangunan harus dimaknai sebagai hak masyarakat untuk ikut mengontrol
agenda dan urutan prioritas pembangunan bagi dirinya atau kelompoknya. Dalam
desentralisasi pendidikan, pemerintah pusat lebih berperan dalam menghasilkan
kebijaksanaan mendasar (menetapkan standar mutu pendidikan secara nasional),
sementara kebijaksanaan operasional yang menyangkut variasi keadaan daerah
didelegasikan kepada pejabat daerah bahkan sekolah.10
Kurikulum dan proses pendidikan dalam kerangka otonomi daerah, ada bagian
yang perlu dibakukan secara nasional, tetapi hanya terbatas pada beberapa aspek
pokok, yaitu: (1) Substansi pendidikan yang berada dibawah tanggung jawab
pemerintah, seperti PKN, Sejarah Nasional, Pendidikan Agama, dan Bahasa
10 Azis Shofi Nurdiansyah, Profesionalisme Guru dan Tantangan Kedepan Dalam
Peningkatan Mutu Pendidikan Pada Era Global, (Universitas Negeri Malang), hal. 184. (Diakses pada
Selasa, 14 November 2017), ap.fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2016/03/13-Aziz-Shofi-Nurdiansyah.pdf

Indonesia; (2) Pengendalian mutu pendidikan, berdasarkan standar kompetensi
minimum; (3) Kandungan minimal kompeteten setiap bidang studi, khususnya
yang menyangkut ilmu-ilmu dasar; (4) Standar-standar teknis yang ditetapkan
berdasarkan standar mutu pendidikan. Dengan berbagai hal diatas tentunya sistem
desentralisasi merupakan suatu gagasan yang masih perlu dikaji lebih lanjut.
Dalam berbagai kasus mungkin bisa diterapkan akan tetapi belum tentu di kasus
lain serupa bahkan akan memperumit kasus tersebut.
c. Dunia Pendidikan Indonesia Menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi
ASEAN)11
Pada tahun 2015 kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau
Pasar Ekonomi ASEAN mulai berlaku. Kesepakatan ini tak hanya berdampak pada
sektor ekonomi, tapi juga sektor-sektor lainnya. Tak terkecuali “pendidikan”
sebagai modal membangun sumber daya manusia yang kompetitif. Era
perdagangan bebas ASEAN, harus disambut oleh dunia pendidikan dengan cepat,
agar sumber daya manusia Indonesia siap menghadapi persaingan yang semakin
ketat dengan negara-negara lain.
Mengacu pada faktor penentu kemajuan suatu negara yaitu, penguasaan
inovasi (45%), penguasaan jaringan/networking (25%), penguasaan teknologi
(20%), serta kekayaan sumberdaya alam hanya (10%), maka pendidikan di
Indonesia harus lebih menekankan pada tiga kemampuan tersebut untuk
meningkatkan kemajuan di Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah
harus mampu menyiapkan sekolah-sekolah khusus yang sesuai dengan kebutuhan
di lapangan kerja, misalnya sekolah pertanian, sekolah peternakan, sekolah
perikanan, sekolah teknik mesin, sekolah teknik bangunan, dan sebagainya.
Sekolah-sekolah tersebut harus benar-benar mampu membekali kompetensi untuk
berinovasi dan untuk membangun jaringan/networking. Kompetensi berinovasi
dapat

dilakukan

dengan

peningkatan

berbagai

keterampilan

yang

ada.

Keterampilan ini bisa diupayakan dengan cepat karena siswa akan diajarkan
bagaimana cara bekerja yang kreatif dan inovatif.

Sedangkan kompetensi

11 Azis Shofi Nurdiansyah, Profesionalisme Guru dan Tantangan Kedepan Dalam
Peningkatan Mutu Pendidikan Pada Era Global, (Universitas Negeri Malang), hal. 184. (Diakses pada
Selasa, 14 November 2017), ap.fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2016/03/13-Aziz-Shofi-Nurdiansyah.pdf

membangun jaringan dilakukan dengan pengembangan sikap dan mengelola
sumber daya manusia seperti kepemimpinan, kerja sama, serta komunikasi.
Disamping itu peningkatan peran pemerintah dalam menyelesaikan masalah
pendidikan, yaitu dengan mengalokasikan anggaran pendidikan yang memadai
disertai dengan pengawasan pelaksanaan anggaran, agar dapat benar-benar
dimanfaatkan untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia. Seperti program
pembangunan infrastruktur sekolah yang merata, menyusun kurikulum yang lebih
representatif agar dapat menggali potensi siswa (tidak sekedar hardskill, namun
juga softskill).
Pemerintah juga harus lebih memperhatikan kualitas, distribusi serta
kesejahteraan guru di Indonesia, karena guru merupakan salah satu tonggak untuk
mendukung jalannya pendidikan, dan sangat berperan penting dalam menciptakan
siswa yang cerdas, terampil, bermoral dan berpengetahuan luas. Sehingga
sepantasnya pemerintah dapat membuat peraturan untuk menuju penyelenggaraan
pendidikan yang berkualitas, serta dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat
Indonesia.
Dengan demikian, apabila pendidikan di Indonesia mampu membekali
siswa dengan pengetahuan serta keterampilan yang memadai, maka lulusan
pendidikan Indonesia akan memiliki rasa percaya diri serta motivasi yang tinggi
untuk mengembangkan diri secara optimal, sehingga dapat diyakini bahwa
Indonesia mampu bersaing secara global dan mampu m;enghadapi MEA 2015.12
Ada beberapa tantangan yang dihadapi seorang guru:
a. Manajemen kelas dan kekerasan dalam sekolah yang meningkat.
b. Problem social yang berdampak kepada murid.
c. Kurangnya dukungan keluarga dan masyarakat.
d. Jam kerja yang panjang dan stress kerja.
e. Mendapatkan pemberdayaan professional.13
D. Solusi
12 Azis Shofi Nurdiansyah, Profesionalisme Guru dan Tantangan Kedepan Dalam Peningkatan
Mutu Pendidikan Pada Era Global, (Universitas Negeri Malang), hal. 185-188. (Diakses pada Selasa, 14
November 2017), ap.fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2016/03/13-Aziz-Shofi-Nurdiansyah.pdf
13 Forrest W.Parkay dan Beverly Hardcastle Stanford, Menjadi Seorang Guru, (PT Indeks,
2008), hlm.19-23

Penerapan profesionalisme tentunya bukan hanya tanggung jawab semata dari
guru tersebut, akan tetapi semua elemen yang mendukung dalam tugas guru.
Berbagai masalah dalam mencapi profesionalisme guru kedepan sangatlah kompleks,
dengan kondusi tersebut apabila tidak ada kesiapan secara baik akan berdampak
terhadap kualitas pendidikan di

Indonesia. Sementara saat ini, negara-negara di

sekitar Indonesia memendang peningkatan mutu pendidikan melalui perbaikan kinerja
guru sudah berkembang dengan pesat.
Perbaikan sumber daya dalam hal ini adalah guru merupakan prioritas,perbaikan
dalam hal jangka panjang untuk menyiapkan kemampuan guru, misalnya dalam
kemampuan penguasaan teknologi informasi. Penguasaan teknologi informasi saat ini
merupakan hal yang sangat penting, melihat perkembangan teknologi informasi
yang sangat pesat pada saat ini. Perkembangan tersebut tentunya berdampak pula pada
dunia pendidikan, bagaimana pendidikan mampu beradaptasi dengan perkembangan
yang terjadi. Hal tersebut akan terwujud apabila komponen-komponen di dalam
pendidikan mampu beradaptasi pula.
Guru sebagai salah satu komponen pendidikan harus mampu beradaptasi juga,
langkah awal yang harus dilakukan adalah menumbuhkan minat guru terhadap
teknologi informasi melalui stimulus-stimulus yang mengharuskan guru berhubungn
langsung dengan teknologi informasi. Sebagai contoh sekolah memberikan
instruksi kepada guru agar setiap kegiatan pembelajaran menggunakan media
teknologi. Dengan begitu secara terbiasa guru akan mudah menguasai teknologi
informasi, tentunya juga harus didukung sarana yang memadai dari sekolah.
Pengembangan kemampuan guru dalam

menghadapi Masyarakat Ekonomi

ASEAN (MEA) yang perlu disiapkan adalah kepemimpinan, public speaking,
penguasaan bahasa asing, dan jaringan. Apabila hal tersebut mampu dikuasai oleh
guru, maka akan mudah guru untuk menghadapai MEA dan siap bersaing dengan
SDM dari negara anggota MEA serta mempunyai profesionalisme yang baik dalam
bekerja.14

14 Azis Shofi Nurdiansyah, Profesionalisme Guru dan Tantangan Kedepan Dalam Peningkatan
Mutu Pendidikan Pada Era Global, (Universitas Negeri Malang), hal. 188-189. (Diakses pada Selasa, 14
November 2017), ap.fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2016/03/13-Aziz-Shofi-Nurdiansyah.pdf

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Dalam pengembangan profesi tenaga pendidik sebagai perancang masa depan yang hal
paling terpenting adalah membangun kemandirian di kalangan pendidik sehingga dapat

lebih mampu untuk mengaktualisasikan dirinya guna mewujudkan pendidikan yang
berkualitas. Menjadi guru yang profesional diperlukan beberapa literatul dan
pengembangan dalam diri seorang guru yaitu dapat bersikap inovatif dalam
melaksanakan peran dan tugasnya mendidik peserta didik menuju kehidupan yang lebih
baik dan sejahtera.

DAFTAR PUSTAKA
Parkay, Forrest W dan Beverly Hardcastle Stanford. Menjadi Seorang Guru. PT Indeks.
2008.

Wibowo, Catur Hari. Problematika Profesi Guru dan Solusinya Bagi peningkatan
Kualitas Pendidikan di Mts Negeri Nguntorinadi Kbupaten Wonogiri. IAIN
Surakarta. 2014. eprints.iain-surakarta.ac.id/17/1/2015TS0007.pdf
Nurdiansyah, Azis Shofi. Profesionalisme Guru dan Tantangan Kedepan Dalam
Peningkatan

Mutu Pendidikan Pada Era Global. (Universitas Negeri Malang).

ap.fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2016/03/13-Aziz-Shofi Nurdiansyah.pdf