MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DALA

MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

KELAS VII MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DI SMP MUHAMMADIYAH 2 DEPOK

Oleh: ANWARIL HAMIDY

NIM. 15709251018

Dosen Pengampu: Dr. Jailani, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kesuksesan dalam pendidikan sering dikaitkan dengan perolehan hasil belajar dan prestasi belajar yang tinggi. Hal ini mendorong munculnya berbagai penelitian yang fokus mengungkap berbagai faktor yang memengaruhi hasil dan prestasi belajar tersebut. Di antara faktor tersebut adalah motivasi belajar. Elliot & Dweck (2005) menyimpulkan dari berbagai hasil penelitian bahwa motivasi memainkan peran yang besar bagi seseorang dalam mengembangkan kompetensi dan beradaptasi dengan lingkungan. Geodenough (Mappaita, 1994) menyatakan bahwa motivasi merupakan variabel yang sangat penting untuk menentukan keberhasilan dalam belajar. Seorang peserta didik atau mahasiswa yang gagal dalam tugas akademisnya disebabkan tidak termotivasi dengan memadai. Selain itu, Kurikulum 2013 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa standar proses pembelajaran memenuhi kriteria diantaranya adalah interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif (Kemendikbud, 2016). Dengan demikian, setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan, pelaksanaan serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan, tak terkecuali aspek afektif yang A. Latar Belakang Kesuksesan dalam pendidikan sering dikaitkan dengan perolehan hasil belajar dan prestasi belajar yang tinggi. Hal ini mendorong munculnya berbagai penelitian yang fokus mengungkap berbagai faktor yang memengaruhi hasil dan prestasi belajar tersebut. Di antara faktor tersebut adalah motivasi belajar. Elliot & Dweck (2005) menyimpulkan dari berbagai hasil penelitian bahwa motivasi memainkan peran yang besar bagi seseorang dalam mengembangkan kompetensi dan beradaptasi dengan lingkungan. Geodenough (Mappaita, 1994) menyatakan bahwa motivasi merupakan variabel yang sangat penting untuk menentukan keberhasilan dalam belajar. Seorang peserta didik atau mahasiswa yang gagal dalam tugas akademisnya disebabkan tidak termotivasi dengan memadai. Selain itu, Kurikulum 2013 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa standar proses pembelajaran memenuhi kriteria diantaranya adalah interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif (Kemendikbud, 2016). Dengan demikian, setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan, pelaksanaan serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan, tak terkecuali aspek afektif yang

Tabel 1. Kondisi Awal Motivasi Siswa Kelas VII B SMP Muhammadiyah 2 Depok

Persentase Variabel

Interval

Kriteria

Siswa 104 < X

Sangat Tinggi

X Sangat Rendah

Sedang

Tabel di atas menunjukkan bahwa 57,10% siswa kelas VIIB tergolong siswa dengan motivasi sedang, sedangkan persentasi siswa dengan motivasi tinggi masih kurang dari 30%. Selain itu, masih terdapat 10,7% siswa yang motivasinya berada pada kategori rendah. Kondisi ini masih perlu ditingkatkan lagi agar memberikan dampak yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Diantara upaya meningkatkan motivasi belajar siswa tersebut adalah melalui penerapan model pembelajaran yang tepat.

Di satu sisi, pembelajaran Matematika di sekolah masih cenderung teacher oriented dan dominan menggunakan metode ceramah. Banyaknya siswa dalam satu kelas yang cukup besar, yakni sekitar 30 orang tentunya tidak memungkinkan

untuk mengaktivasi semua siswa jika hanya mengandalkan guru sebagai sumber

merasa bosan selama pembelajaran. Selain itu, berbagai teori dan model pembelajaran dalam Matematika belum dioptimalkan untuk diterapkan dalam pembelajaran di kelas. Guru cenderung mengajar dengan metode ceramah dengan alasan lebih mudah dalam persiapan dan penerapannya. Tidak adanya variasi dalam pembelajaran mengakibatkan siswa jenuh dalam belajar. Hal ini akan berdampak kepada kualitas pembelajaran dan output yang diharapkan, baik dari segi afektif, kognitif maupun psikomotorik. Dengan demikian diperlukan suatu model atau pendekatan pembelajaran yang bersifat student oriented dan konstruktivistik serta mampu meningkatkan motivasi siswa.

Diantara pendekatan pembelajaran yang mampu meningkatkan motivasi belajar siswa adalah pembelajaran kontektstual. Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang bertujuan membantu siswa dalam mengaitkan makna pelajaran secara tepat melalui delapan komponen, yaitu, keterkaitan yang bermakna, pekerjaan yang berarti, pengaturan diri, kerja sama, berpikir kritis dan kreatif, menumbuhkembangkan individu dan penilaian autentik (Johnson, 2010). Penelitian Davi (2012) menemukan bahwa pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan motivasi belajar siswa VIII-B SMP Negeri 10 Malang. Hal ini sejalan dengan pernyataan Frankl bahwa pencarian makna merupakan motivasi utama dalam hidup manusia (Johnson, 2010); sehingga pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan motivasi siswa.

dikelola dengan baik agar mengoptimalkan proses pembelajaran yang memotivasi siswa. Salah satu manajemen kelas yang memotivasi adalah model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think, Pair, Share). Pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan model pembelajaran yang memiliki tiga tahapan utama yaitu mengarahkan siswa untuk berpikir dalam menyelesaikan masalah (Think), kemudian mendiskusikan hasil pemikirannya secara berpasangan (Pair), dan akhirnya menyampaikan hasil diskusi untuk disepakati dalam forum kelas (Share) (Slavin, 2005). Penelitian Kurniawan dan Istiningrum (2012) menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan motivasi belajar Akuntansi siswa kelas X Akuntansi 2 SMK Negeri 7 Yogyakarta. Hal ini sejalan dengan model pembelajaran kooperatif pada umumnya yang mendorong siswa untuk belajar untuk meraih kesuksesan secara berkelompok (Slavin, 2005).

Berdasarkan paparan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana meningkatkan kualitas pembelajaran dan motivasi belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan pendekatan kontekstual pada pembelajaran Matematika di kelas VII B SMP Muhammadiyah 2 Depok.

B. Diagnosis Masalah Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka diperoleh beberapa permasalahan sebagai berikut.

rendah.

2. Pembelajaran Matematika masih cenderung teacher oriented.

3. Belum ada variasi model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran di kelas.

C. Rumusan Masalah Berdasarkan diagnosis masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana meningkatkan meningkatkan kualitas pembelajaran dan motivasi belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan pendekatan kontekstual pada pembelajaran Matematika di kelas VII B SMP Muhammadiyah 2 Depok?

D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan motivasi belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan pendekatan kontekstual pada pembelajaran Matematika di kelas VII B SMP Muhammadiyah 2 Depok.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis 1. Manfaat Teoritis

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti Memberikan pengalaman dalam menyusun penelitian tindakan kelas sekaligus penerapan model pembelajaran Matematika

b. Bagi Guru Memberikan wawasan model pembelajaran yang baik dalam meningkatkan motivasi belajar siswa

c. Bagi Siswa Membantu siswa dalam meningkatkn motivasi dalam belajar Matematika

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Motivasi Belajar Motivasi dikenal dengan beberapa istilah, yaitu desakan atau drive, motif atau motive, kebutuhan atau need dan keinginan atau wish. Sukmadinata (2009) berpendapat bahwa kekuatan yang menjadi pendorong kegiatan individu disebut motivasi, yang menunjukkan suatu kondisi dalam diri individu yang mendorong atau menggerakkan individu tersebut melakukan kegiatan mencapai sesuatu tujuan. Santrock (2010) berpendapat bahwa motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama. Djaali (2008) berpendapat bahwa motivasi adalah kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan (kebutuhan). Githua & Mwangi (2003) menjelaskan bahwa motivasi berpengaruh terhadap tujuan, arah dan intensitas suatu perilaku sehingga berdampak kepada hasil dari suatu pekerjaan yang berbeda-beda. Dalam konteks pembelajaran, motivasi menjadi penentu terhadap seberapa banyak yang dapat dipelajari oleh siswa, keterlibatan mereka, proses kognitifnya, pemahamannya hingga hasil belajarnya.

process whereby goal-directed activity is instigated and sustained . Defi isi tersebut menjelaskan bahwa motivasi adalah sebuah proses di mana tujuan diarahkan kepada aktivitas yang berkelanjutan. Selanjutnya Hudojo (1988) menyatakan bahwa motivasi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan timbulnya dan berlangsungnya motif. Motif adalah kekuatan pendorong yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan.

Usaha memiliki makna yang sama dengan motivasi. Seorang individu yang menunjukkan usaha yang lebih besar dianggap memiliki motivasi, sedangkan seseorang yang dimotivasi juga akan menunjukkan usaha yang lebih. Motivasi berasal dari kata motif, yang artinya kekuatan yang berasal dari dalam diri seseorang, motivasi yang tinggi dari siswa untuk berprestasi dan menghindari kegagalan akan lebih banyak merespon terhadap tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Keberhasilan dan penghargaan dari kawan atau dari guru akan memberikan rasa kepuasan dan mempertinggi rasa kemampuannya. Purwanto (2004) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan motif ialah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu. Motivasi juga dapat berfungsi mengaktifkan atau meningkatkan kegiatan. Kegiatan yang tidak bermotif atau motifnya sangat lemah, akan dikerjakan dengan tidak sungguhsungguh dan sebaliknya jika motifnya kuat maka akandilakukan dengan penuh semangat.

membuat siswa mempelajari apa yang ingin dicapainya. Elliot (2000: 332) Motivation is defined as an internal state that arouses us to action, pushes us in particula direction, and keep us engaged in certain activity . Moti asi

didefinisikan sebagai suatu keadaan dari dalam yang menggerakkan seseorang untuk bertindak, mendorong dengan petunjuk khusus, dan menjaga untuk tetap dalam suatu aktivitas tertentu. Motivasi merupakan bagian penting dalam struktur psikologi yang mempengaruhi belajar dan perfomance dalam bebeapa cara yaitu,

a. Moti ation increases an indi idual’s energy and activity level, dalam hal ini motivasi berpengaruh besar terhadap seseorang untuk terlibat dalam aktivitas tertentu secara intensif atau parsial.

b. Motivation direct an individual toward certain goals, motivasi mempengaruhi pilihan yang dibuat seseorang untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.

c. Motivation promote initiation of certain activities and persistence in those activities, motivasi meningkatkan kemungkinan bahwa seseoarang akan memulai sesuatu dari dirinya, tetapi pada pendirian untuk menghadapi

kesulitan, dan memulai kembali tugas setelah ada gangguan.

d. Motivation affects the learning strategis and cognitive processes an individual employ, motivasi meningkatkan kemungkinan seseorang untuk lebih memperhatikan terhadap sesuatu, belajar dan mempraktekkannya, d. Motivation affects the learning strategis and cognitive processes an individual employ, motivasi meningkatkan kemungkinan seseorang untuk lebih memperhatikan terhadap sesuatu, belajar dan mempraktekkannya,

e jelaska ah a motivation is something that energizes, directs, and sustains behavior . Moti asi erupaka sesuatu ya g

memberi semangat, menunjukkan, dan mempertahankan tingkah laku, motivasi menyebabkan siswa berubah, memberikan petunjuk khusus, menjaganya untuk tetap berbuat. Ormrod menyatakan beberapa efek dari motivasi terhadap tingkah laku dan belajar siswa yaitu a). Motivasi mengarahkan tingkah laku ke arah tujuan tertentu, b). Motivasi meningkatkan usaha dan energi, c). Motivasi meningkatkan inisiasi dari aktivitas dan ketahanan dalam beraktifitas, d). Motivasi meningkatkan proses kognitif, e). Motivasi menentukan penguatan konsekuensi. Kelima efek tersebut akan meningkatkan performance,

Motivasi siswa dapat diketahui dari pengamatan terhadap perilakunya dalam kegiatan belajar. Berikut ciri-ciri siswa yang memilki motivasi menurut Ratumanan (2004) sebagai berikut.

a. Memperlihatkan minat dan perhatian yang serius terhadap apa yang dipelajari,

b. Memiliki orientasi masa depan, kegiatan belajar dianggap sebagai jembatan untuk mencapai harapan masa depannya,

c. Siswa cenderung mengerjakan tugas-tugas belajar yang menantang tetapi tidak di batas kemampuannya,

f. Tekun belajar dan cenderung berupaya menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya.

Elliot (2000) menyatakan motivasi belajar siswa dapat dipelajari dari aspek kognitifnya. Aspek kognitif dari motivasi antara lain; a) Causal Attributions, dapat dilihat dari beberapa elemen yaitu ability, effort, luck, dan test difficulty; b) Self Efficacy; c) Learned helpness; d) Anxiety; e) Locus of control; f) Competitive versus cooperative activities; g) intrinsic and extrinsic motivation; h) Curiosity and interest; dan i) Student environment. Menurut Ordmord (2003) motivasi dapat dilihat dari a) Anxiety, b) Self Effiicacy, dan c) Interest.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah proses berlangsungnya motif yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku untuk mencapai untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pada penelitian kali ini, motivasi belajar fokus pada empat aspek yang dikembangkan oleh Burden, yaitu interest, relevance, perceived probability of success, dan satisfaction (Githua & Mwangi, 2003). Interest merupakan minat atau rasa ingin tahu siswa yang muncul sehingga terdorong untuk belajar. Relevance berkaitan dengan perasaan siswa terhadap signifikansi dan keberartian materi pelajaran bagi kehidupan mereka. Artinya, siswa yang menganggap Matematika itu relevan bagi kehidupannya akan mempelajari Matematika. Perceived probability of success, yakni keyakinan siswa dalam mengendalikan perilakunya untuk mencapai kesuksesan belajar. Artinya

2. Pembelajaran Nitko dan Brookhart (2007: 18) menjelaskan pembelajaran adalah Instruction is the process you use to provide students with the conditions that help them achieve the learning targets . Pe elajara adalah proses ya g digunakan untuk memberikan siswa kondisi yang membantu mereka mencapai target elajar. “e ada

e yataka ah a Instruction refers to how curriculum gets enacted in the classroom . Per yataa i i e gandung

makna bahwa pembelajaran merujuk pada bagaimana kurikulum diterapkan dalam kelas.

e yataka instructions is the means employed by teachers, designer of material, curriculum specialist, and others whose purpose it is to develop an organized plan to promote learning .

Gag e & Briggs

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa pembelajaran merupakan cara yang digunakan oleh guru, penyusun materi, ahli kurikulum, dan lain-lain yang bertujuan untuk mengembangkan perencanaan yang terorganisir, untuk mempromosikan belajar. Sedangkan dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Pembelajaran kooperatif merujuk kepada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran. Menekankan pada pe

: mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu pendekatan yang mengorganisir aktivitas kelas ke dalam suasana akademis dan pengalaman belajar sosial. Sedangkan pembelajaran kooperatif menurut Trianto (2009) lebih menekankan kepada peningkatan partisipasi siswa dalam pembelajaran dan pembentukan sikap kepemimpinan. Hal ini sejalan dengan konsep pembelajaran kooperatif yang dijelaskan oleh Zakaria, Chin, & Daud (2010) bahwa pembelajaran kooperatif diharapkan siswa aktif secara individu, aktif diskusi, berani menyampaikan gagasan dan menerima gagasan dari orang lain, dan kreatif mencari solusi dari suatu permasalahan yang dihadapi. Selanjutnya, partisipasi aktif itu dibentuk dalam model bekerja sama dalam belajar dan rasa tanggungjawab terhadap keberhasilan belajar temannya (Slavin, 2010).

e tuka siste sosial, Arra, D’A to io, & D’A to io

a. Positive interdependence (saling ketergantungan positif)

b. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan)

c. Face to face promotive interaction (komunikasi antar anggota)

d. Interpersonal skill (kemampuan interpersonal)

e. Group processing (pemrosesan kelompok) Lie (2002) mengemukakan bahwa untuk mencapai hasil yang maksimal, ada lima unsur metode pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan yaitu:

a) saling ketergantungan positif. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka; b) tanggung jawab perseorangan. Kunci keberhasilan metode pembelajaran kooperatif adalah persiapan guru dalam menyusun tugasnya, pengajaran yang efektif dalam pembelajaran kooperatif membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masingmasing anggota kelompok harus melaksanakan tanggungjawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan; c) tatap muka. Setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para siswa untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua

14

kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Setiap anggota kelompok mempunyai latar belakang pengalaman, keluarga, dan sosial-ekonomi. Perbedaan ini akan menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya antar anggota kelompok; d) komunikasi antar anggota. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan komunikasi kelompok merupakan proses panjang. Siswa membutuhkan sebuah proses untuk bisa lancar dalam menyampaikan gagasan, di mana proses ini sangat bermanfaat dan harus ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar serta membina perkembangan mental dan emosi para siswa; e) evaluasi kelompok. Guru perlu mengatur waktu khusus untuk setiap kelompok agar mengevaluasi proses kerjanya masing-masing.

Karakteristik pembelajaran kooperatif dijelaskan oleh Arends (2008) sebagai berikut: a) siswa bekerja dalam tim untuk mencapai tujuan belajar; b) tim-tim itu terdiri atas siswa-siswa yang berprestasi rendah, sedang, dan tinggi; c) bila mungkin, tim-tim itu terdiri atas campuran ras, budaya, dan gender; d) sistem penghargaannya berorientasi kelompok maupun individual.

Sanjaya (2006) menuliskan keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi pembelajaran antara lain:

b. Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.

c. Pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

d. Pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

e. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi belajar sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan manajemen waktu, dan sikap positif terhadap sekolah.

f. Melalui pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.

h. Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berfikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang.

Selain keunggulan, pembelajaran kooperatif juga memiliki keterbatasan di antaranya:

a. Untuk memahami dan mengerti filosofis pembelajaran kooperatif membutuhkan waktu yang lama. Sebagai contoh siswa yang mempunyai kelebihan akan merasa terhambat oleh siswa yang mempunyai kemampuan kurang, akibatnya keadaan seperti ini dapat mengganggu iklim kerjasama dalam kelompok.

b. Ciri utama dari pembelajaran kooperatif adalah bahwa setiap siswa saling membelajarkan.

c. Penilaian yang diberikan dalam pembelajaran kooperatif kepada hasil kelompok, namun guru perlu menyadari bahwa hasil atau presentasi yang diharapkan sebenarnya adalah hasil atau presentasi setiap individu siswa.

d. Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yangcukup panjang, dan ini tidak mungkin dicapai hanya dalam waktu satu atau beberapa kali penerapan strategi.

Beberapa model cooperative learning informal yang telah dikembangkan oleh para ahli diantaranya adalah TPS (Think, Pair, Share). Model pembelajaran TPS dikembangkan oleh Frank Lyman merupakan model pembelajaran kooperatif yang sederhana. Sebagaimana namanya, model pembelajaran kooperatif tipe TPS memiliki tiga tahapan utama yaitu mengarahkan siswa untuk berpikir dalam menyelesaikan masalah (Think), kemudian mendiskusikan hasil pemikirannya secara berpasangan (Pair), dan akhirnya menyampaikan hasil diskusi untuk disepakati dalam forum kelas (Share) (Slavin, 2005). Arends & Kilcher (2010) menyatakan bahwa dalam TPS , guru mengajukan sebuah pertanyaan, kemudian tiap siswa memikirkan dan merekam jawabannya, selanjutnya setiap siswa berpasangan dengan siswa lainnya untuk berbagi jawaban, dan terakhir guru menyebut salah satu siswa atau pasangan untuk berbagi jawaban dengan

a. Thinking (Berpikir) Pada tahapan ini, pembelajaran diawali dengan pengajuan pertanyaan atau pokok persoalan yang berkaitan dengan materi oleh guru. Selanjutnya guru meminta berpikir secara mandiri untuk menemukan jawaban dari pertanyaan yang diajukan. Pada tahapan ini siswa tidak diperkenankan berdiskusi atau bertanya dengan siswa lain.

b. Pairing (Berpasangan) Pada tahap ini guru meminta siswa untuk berdiskusi dengan pasangannya mengenai jawaban yang telah mereka peroleh pada tahapan think. Pada tahapan ini siswa dapat membandingkan jawabannya dengan pasangannya, jika terdapat perbedaan jawaban, siswa diminta membuat kesepakatan untuk menentukan jawaban mana yang paling benar.

c. Sharing (berbagi) Pada tahapan ini, guru meminta beberapa pasangan untuk membagi atau membandingkan jawaban mereka dengan pasangan atau kelompok lain. Selanjutnya guru akan menunjuk salah satu pasangan untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka. Kemudian jika memungkinkan secara bergiliran guru menunjuk kelompok lain untuk mempresentasikan hasil diskusinya sampai setengah dari seluruh pasangan yang ada di kelas.

ke e deru ga ada ya pe u pa g gratisa dala kelo pok elajar, kare a setiap anggota dari pasangan dituntut untuk berpartisipasi; dan c) strategi ini mudah direncanakan dan di terapkan. Arends (2008) juga mengungkapkan bahwa model pembelajaran TPS merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi

suasana pola diskusi kelas, dengan asumsi bahwa semua diskusi membutuhkan pengelolaan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur dalam TPS dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir untuk merespon dan saling membantu. Dengan demikian, model pembelajaran TPS merupakan cara yang efektif dalam meningkatkan keaktifan dan respon siswa di kelas.

4. Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang bertujuan membantu siswa dalam mengaitkan makna pelajaran secara tepat melalui delapan komponen, yaitu, keterkaitan yang bermakna, pekerjaan yang berarti, pengaturan diri, kerja sama, berpikir kritis dan kreatif, menumbuhkembangkan individu dan penilaian autentik (Johnson, 2010). Dengan pendekatan kontekstual siswa ditawarkan dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari sehingga pembelajaran menjadi lebih konkret dan mudah dipahami. Dengan demikian, pendekatan kontekstual dipandang sebagai pembelajaran yang student centered.

a. Belajar berbasis masalah: pembelajaran diawali dengan penyajian masalah kontekstual yang menantang untuk memperoleh pemahaman konsep dan kemampuan matematik lainnya

b. Belajar dengan multi kompleks: pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan keadaan kondisi sehari-hari atau disimulasikan dan familiar, sehingga pengetahuan yang didapat dari sekolah dapat diaplikasikan di tempat kerja, di rumah, atau di lingkungan masyarakatnya.

c. Belajar mandiri: siswa didorong untuk memiliki kesadaran berpikir, dapat memilih strategi sendiri, dan memelihara motivasi.

d. Penilaian otentik: penilaian terhadap produk dan proses pembelajaran.

e. Masyarakat belajar: belajar berlangsung dalam suatu komunitas belajar yang saling memberi, menerima, dan saling menghargai pendapat orang lain.

Pendekatan kontekstual menjadikan siswa berhadapan dengan persoalan- persoalan penting dan menantang di dunia nyata yang memiliki makna bagi mereka (Johnson, 2010). Pada waktu bersamaan, mereka mengembangkan kemampuan merencanakan, memecahkan masalah, memimpin, memberikan presentasi pada masyarakat umum, dan menerima tanggung jawab. Terlihat jelas bahwa dengan mengetahui apa manfaat atau kegunaan dari materi yang dipelajari siswa membuat mereka lebih bersemangat dalam belajar. Pembelajaran akan lebih bermakna

Sehingga dengan bersemangatnya siswa belajar akan berdampak positif terhadap motivasi dan prestasi belajarnya.

5. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS dengan Pendekatan Kontekstual Pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan model pembelajaran yang menekankan kepada manajemen siswa di kelas secara efektif dengan tiga tahapan utama, yaitu berpikir, berpasangan dan berbagi. Sedangkan pembelajaran kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada konten materi yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari agar siswa memperoleh pembelajaran yang bermakna. Dengan demikian, pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan pendekatan kontekstual adalah model pembelajaran yang terdiri dari tahapan berpikir, berpasangan dan berbagi dan dibingkai dalam suasana pembelajaran bermakna melalui pengaitan konten materi dalam kehidupan sehari- hari. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut.

a. Menyajikan permasalahan yang kontekstual

b. Menyajikan materi secara umum

c. Mengarahkan siswa berpikir mandiri menyelesaikan permasalahan

d. Mengarahkan siswa berdiskusi secara berpasangan terkait solusi permasalahan

e. Menyampaikan hasil diskusi berpasangan ke forum kelas

f. Menyimpulkan solusi umum dari permasalahan kontekstual

B. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian Davi (2012) menemukan bahwa pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan motivasi belajar siswa VIII-B SMP Negeri 10 Malang.

2. Penelitian Kurniawan dan Istiningrum (2012) menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan motivasi belajar Akuntansi siswa kelas X Akuntansi 2 SMK Negeri 7 Yogyakarta.

C. Kerangka Pikir Motivasi memainkan peran yang besar bagi seseorang dalam mengembangkan kompetensi dan beradaptasi dengan lingkungan. Dalam konteks pembelajaran, motivasi merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam belajar. Namun kenyataannya, terdapat 57,10% siswa kelas VIIB SMP Muhammadiyah 2 Depok yang masih tergolong siswa dengan motivasi sedang. Selain itu, masih terdapat 10,7% siswa yang motivasinya berada pada kategori rendah. Pembelajaran Matematika di sekolah pun masih cenderung teacher oriented, dominan menggunakan metode ceramah dan tidak ada variasi model pembelajaran yang diterapkan di kelas. Hal ini mengakibatkan siswa merasa bosan dan kehilangan motivasi dalam belajar. Oleh karena itu, perlu diterapkan model atau pendekatan pembelajaran yang bersifat student oriented dan konstruktivistik serta mampu meningkatkan motivasi siswa.

Gambar 1 Kerangka Pikir

Berdasarkan kajian teori dan hasil penelitian yang relevan, maka hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah: Motivasi belajar dapat meningkat dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan pendekatan kontekstual dalam beberapa siklus.

DESAIN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan empat tahapan, yaitu perencanaan (planning), tindakan (action), observasi (observing) dan refleksi (refelcting). Model penelitian tindakan yang digunakan adalah model spiral sebagai berikut (Kemmis & McTaggart dalam Hopkins, 2008).

Siklus 1

Siklus 2

Gambar 2 Model Penelitian Tindakan: Model Spiral (Kemmis & McTaggart dalam Hopkins, 2008)

Penelitian dilakukan selama bulan Oktober hingga November 2016 dengan rincian jadwal sebagai berikut.

Tabel 2. Jadwal Penelitian Tindakan

NO AGENDA HARI/TANGGAL JUMLAH JP

1 Pengisian angket motivasi dan Sabtu, 24 September 2016

1 observasi awal

2 Pretest siklus I Sabtu, 29 Oktober 2016

3 Siklus I pertemuan 1 Selasa, 1 November 2016

4 Siklus I pertemuan 2 Sabtu, 5 November 2016

5 Siklus I pertemuan 3 Selasa, 8 November 2016

6 Post test siklus I, pre test siklus II Sabtu, 12 November 2016

2 dan pengisian angket motivasi siklus I

7 Siklus II pertemuan 1 Selasa, 15 November 2016

8 Siklus II pertemuan 2 Sabtu, 19 November 2016

9 Post test siklus 2 dan pengisian Selasa, 22 November 2016

2 angket motivasi siklus II

Penelitian dilakukan di SMP Muhammadiyah 2 Depok yang terletak di jalan Swadaya IV Kelurahan Condongcatur Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Provinsi DIY. SMP Muhammadiyah 2 Depok merupakan sekolah swasta yang terakreditasi A dengan jumlah siswa 222 siswa (82 siswa kelas VII, 93 siswa kelas VIII dan 47 siswa kelas IX). Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum 2006 (KTSP).

C. Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII B SMP Muhammadiyah 2 Depok pada tahun pembelajaran 2016/2017. Jumlah siswa adalah 30 orang dengan rincian

D. Prosedur Penelitian Penelitian dilakukan dalam beberapa siklus pembelajaran dengan memperhatikan ketercapaian target penelitian. Deskripsi kegiatan pada tiap siklus dijelaskan sebagai berikut

1. Planning : Pada tahapan ini disusun rencana tindakan dengan rincian (Perencanaan)

sebagai berikut.

a. Observasi lokasi dan subyek penelitian

b. Konsultasi dengan guru mata pelajaran terkait jadwal dan KD yang akan digunakan untuk penelitian

c. Penyusunan perangkat pembelajaran meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dirancang berdasarkan karakteristik dan sintaks model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan pendekatan kontekstual; Lembar Kegiatan Siswa (LKS); media atau alat peraga yang diperlukan dalam pembelajaran seperti slide Powerpoint; dan instrumen untuk pretes dan postes

(Tindakan) perencanaan akan diterapkan dalam pembelajaran di kelas, yakni pembelajaran Matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan pendekatan kontekstual meliputi semua perangkat yang telah disediakan. Tindakan dilakukan oleh peneliti. Sebelum melakukan tindakan, siswa diminta mengerjakan soal prestes.

3. Observing : Pada tahapan ini, dilakukan pengamatan selama proses (Pengamatan)

pembelajaran hingga penilaian. Kegiatan pengamatan menggunakan lembar keterlaksanaan pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya. Pengamat adalah guru mata pelajaran. Setelah satu siklus pembelajaran berakhir, siswa diminta mengerjakan soal postes dan mengisi angket motivasi.

4. Reflecting : Pada tahapan ini, data yang diperoleh dari lembar (Refleksi)

keterlaksanaan pembelajaran, instrumen postes dan angket motivasi selama satu siklus pembelajaran dideskripsikan dan dianalisis. Deskripsi meliputi persentase keterlaksanaan pembelajaran baik guru maupun siswa, persentase siswa yang mencapai KKM dan

Analisis berkaitan dengan capaian target indikator keberhasilan

yang menjadi kekurangan/hambatan, faktor-faktor penyebab; solusi dan rencana strategis ke depannya. Jika target belum tercapai, maka hasil refleksi pada siklus satu akan dijadikan acuan untuk merencanakan tindakan pada siklus berikutnya.

tindakan,

hal-hal

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes dan non tes. Teknik tes digunakan untuk menilai ketuntasan belajar Matematika siswa dari segi kognitif pada setiap siklus. Instrumen yang digunakan pada teknik tes adalah tes ulangan harian. Teknik non tes digunakan untuk mengetahui motivasi siswa dan keterlaksanaan dalam proses dalam pembelajaran Matematika. Instrumen yang digunakan pada teknik non tes adalah angket motivasi dan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Instrumen pengumpulan data dijelaskan sebagai berikut.

1. Tes Ulangan Harian Tes ulangan harian disusun berdasarkan indikator yang dijabarkan dari kompetensi dasar (KD) pada setiap siklus. Bentuk tes berupa pilihan ganda dengan jumlah butir soal menyesuaikan cakupan KD yang diajarkan. Kisi-kisi pengembangan soal dan soal ulangan harian terlampir. Tes ulangan harian dilakukan di akhir siklus.

2. Angket Motivasi Angket motivasi yang digunakan mengadopsi angket yang dikembangkan oleh Githua, dimana motivasi terdiri dari empat aspek, yaitu interest, relevance, perceived probability of success, dan satisfaction (Githua & Mwangi, 2003). Butir pernyataan sebanyak 26 butir dengan menggunakan skala Likert. Angket motivasi terlampir. Angket motivasi diberikan kepada siswa di awal penelitian dan di setiap akhir siklus tindakan.

3. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran disusun berdasarkan karakteristik dan sintaks model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan pendekatan kontekstual yang telah dikembangkan dalam RPP. Pada siklus 1, lembar observasi tidak memisahkan antara kegiatan guru dan siswa. Pada siklus 2, lembar observasi direvisi sehingga terdiri dari dua bagian, yaitu bagian keterlaksanaan kegiatan guru dan bagian keterlaksanaan kegiatan siswa. Penilaian keterlaksanaan pe elajara e ggu aka dua skala yaitu ya da tidak . Le ar o ser asi terlampir. Lembar observasi diisi ketika proses pembelajaran di setiap siklus berlangsung.

Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif. Penjelasana teknik analisis secara rinci dijelaskan sebagai berikut.

1. Analisis Motivasi Siswa Data yang diperoleh dari angket motivasi siswa diberi skor berdasarkan pedoman penskoran sebagai berikut.

Tabel 3. Pedoman Penskoran Angket Motivasi

Pernyataan

Skor

TS STS Positif

SS

Negatif

Selanjutnya skor setiap butir dijumlahkan sehingga diperoleh skor motivasi setiap siswa. Skor tersebut kemudian dikonversi menjadi suatu kriteria dengan skala tertentu yang diadaptasi dari Ebel dan Frisbie (1991).

Tabel 4. Pedoman Konversi Skor Terhadap Kriteria

Interval Skor

Kriteria

Sangat Tinggi � � + ,5� � <�� � + ,5� � Tinggi

� � − ,5� � <�� � + ,5� � Sedang � � − ,5� � <�� � − ,5� � Rendah

�� � − ,5� � Sangat Rendah

Keterangan �

: skor empiris � � : rata-rata ideal = (skor maksimum ideal + skor minimum ideal) � � : simpangan baku ideal = (skor maksimum ideal - skor minimum ideal)

Tabel 5. Interval Skor Kriteria Motivasi Siswa

Interval Skor

Kriteria

104 < X

Sangat Tinggi

,<X

Tinggi

, < X , Sedang

<X ,

Rendah

X Sangat Rendah

Selanjutnya siswa dikelompokkan berdasarkan kategori motivasi dan dihitung persentasenya dengan rumus sebagai berikut.

Banyak siswa pada � �

Banyak siswa keseluruhan ×

Keterangan: � � : kategori motivasi (sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah)

2. Analisis Ketuntasan Belajar Siswa Analisis ketuntasan belajar siswa dilakukan berdasarkan skor ulangan harian siswa yang berupa soal pilihan ganda. Total skor menyesuaikan dengan banyak butir soal, di mana tiap butir soal diberi skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah atau tidak menjawab. Selanjutnya total skor dikonversi ke interval 0- 100 dengan rumus sebagai berikut.

Skor yang diperoleh

Nilai =

Total skor maksimum ×

7 Ketuntasan Klasikal =

Banyak siswa yang mencapai KKM

× % Banyak siswa keseluruhan

Kriteria suatu pembelajaran tuntas secara klasikal sehingga dapat melanjutkan pembelajaran ke KD berikutnya adalah jika minimal 80% siswa mencapai KKM atau tuntas secara individu.

3. Analisis Keterlaksanaan Pembelajaran Analisis keterlaksanaan pembelajaran dilakukan berdasarkan total item kegiatan yang terlaksana dalam proses pembelajaran yang direncanakan. Total item kegiatan yang terlaksana diperoleh melalui proses observasi selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Item kegiatan ini mencakup kegiatan siswa dan guru yang dianalisis secara masing-masing. Setelah memperoleh total item kegiatan yang terlaksana, selanjutnya dihitung persentase keterlaksanaan pembelajaran menggunakan rumus berikut.

Total item kegiatan keseluruhan ×

Adapun target keterlaksanaan pembelajaran pada penelitian ini adalah minimal 80% dari total item kegiatan pembelajaran keseluruhan.

Selain itu, analisis data juga dilakukan dengan cara melakukan rekapitulasi hasil evaluasi terhadap proses pembelajaran yang dilakukan selama proses penelitian. Hasil rekapitulasi tersebut digunakan untuk mengungkap faktor-faktor yang berkaitan pencapaian target pada tiap siklus. Bagian ini akan dibahas lebih mendalam pada tahapan refleksi.

G. Indikator Ketercapaian Peningkatan Motivasi dan Kualitas Pembelajaran Rangkuman indikator ketercapaian peningkatan motivasi siswa dan kualitas pembelajaran dijelaskan pada tabel berikut.

Tabel 6. Indikator Ketercapaian Peningkatan Motivasi dan Kualitas Pembelajaran

Kondisi Awal Target

104 < X

Sangat Tinggi

, < X , Sedang

Rata-rata 82,39 (Sedang) Tinggi KKM tercapai

0% 80% Kognitif Rata-rata

33,4 Proses

< 80% % Pembelajaran

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Siklus 1

a. Perencanaan Berdasarkan hasil survey dan observasi di kelas penelitian, siklus 1 dirancang sebanyak 4 pertemuan dengan alokasi waktu 10 jam pelajaran (JP). 3 pertemuan (8 JP) digunakan untuk pembelajaran dan 1 pertemuan (2 JP) untuk pelaksanaan ulangan harian dan pengisian angket motivasi siklus 1. Standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) dipilih berdasarkan kelanjutan dari pembelajaran sebelumnya, yaitu SK tentang memahami bentuk aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel; dengan KD yang ingin dicapai adalah menyelesaikan persamaan linier satu variabel. Selanjutnya KD tersebut dikembangkan menjadi 12 indikator pencapaian kompetensi yang menjadi panduan dalam mengembangkan RPP, LKS dan soal ulangan harian (terlampir). Khusus soal ulangan harian mengalami perbaikan setelah diberikan pada saat pretes. Selain itu, peneliti juga menyiapkan apersepsi dan ringkasan dalam bentuk slide power point sebagai pengantar materi. Semua perangkat pembelajaran dikembangkan berdasarkan karakteristik dan sintaks model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan pendekatan kontekstual.

b. Tindakan

1) Pertemuan 1 Pertemuan pertama dilakukan selama 3 JP (3 x 40 menit) namun ada jeda istirahat selama 20 menit. Materi yang diajarkan adalah tentang kalimat terbuka dan pernyataan serta persamaan dan sifatnya. Pada awal pembelajaran guru mengucapkan salam. Kemudian guru meminta ketua kelas untuk

e i pi do’a se elu e ulai kegiata pe elajara . “etelah erdo’a, guru menanyakan ketidakhadiran siswa sekaligus mengondisikan perhatian siswa untuk belajar. Selanjutnya guru melakukan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan untuk mengingatkan siswa kembali tentang materi yang dipelajari sebelumnya yaitu bentuk aljabar. Guru mengajukan pertanyaan berupa Siapa yang bisa memberikan contoh bentuk alja ar? lalu e erapa sis a e ye utka o toh ya da guru menuliskannya di papan tulis. Contoh bentuk aljabar yang disebutkan oleh beberapa siswa tadi kemudian dikonfirmasi kepada siswa lainnya terkait kebenarannya. Selanjutnya, guru mengajukan pertanyaan berupa Dari bentuk aljabar tersebut, manakah yang disebut variabel, koefisien dan konstant a? lalu e erapa sis a e ja a erdasarka

37

jawabannya kepada siswa yang lain. Selanjutnya, guru menuliskan beberapa operasi bentuk aljabar dan meminta mereka untuk menentukan hasil operasinya. Setelah dianggap sebagian besar siswa telah memahami materi sebelumnya, guru menjelaskan tujuan pembelajaran, cakupan materi, dan langkah-langkah pembelajaran . Selanjutnya, guru membagikan LKS yang berisi materi yang relevan, lalu meminta siswa untuk mencantumkan identitas mereka pada bagian yang disediakan. Pada bagian pertama LKS, telah disajikan permasalahan kontekstual, di mana siswa diminta untuk mencermatinya. Kemudian guru memberikan penjelasan secara umum tentang materi yang dipelajari. Pada bagian ini waktu yang digunakan cukup lama, sehingga kegiatan siswa mengerjakan LKS belum optimal dan diskusi secara berpasangan pun belum bisa berjalan. Selanjutnya guru meminta siswa untuk menyampaikan hasil pekerjaannya di depan kelas dan siswa lainnya memberikan tanggapan, pertanyaan atau koreksi. Beberapa siswa menyampaikan hasil pekerjaannya dan siswa lainnya memberikan tanggapan. Karena waktu yang hampir habis, akhirnya guru langsung melakukan refleksi terhadap pembelajaran dan memberikan beberapa tanggapan dari proses pembelajaran. Selanjutnya guru memberikan penjelasan tentang materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya lalu

2) Pertemuan 2 Pertemuan kedua dilakukan selama 2 JP (2 x 40 menit). Materi yang diajarkan adalah tentang persamaan linier satu variabel dan penyelesaiannya. Pada awal pembelajaran guru mengucapkan salam. Ke udia guru e i ta ketua kelas u tuk e i pi do’a se elu memulai kegiatan pembelajaran. S etelah erdo’a, guru e ge ek kehadiran setiap siswa sekaligus mengondisikan perhatian siswa untuk belajar. Selanjutnya guru melakukan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan untuk mengingatkan siswa kembali tentang materi yang dipelajari sebelumnya yaitu kalimat terbuka, pernyataan dan persa aa . Guru e gajuka perta yaa erupa “iapa ya g isa

e erika o toh kali at ter uka da per yataa ? lalu e erapa siswa menyebutkan contohnya. Contoh yang disebutkan oleh beberapa

siswa tadi kemudian dikonfirmasi kepada siswa lainnya terkait kebenarannya. Selanjutnya, guru menuliskan beberapa bentuk aljabar

da erta ya Ma akah ya g erupaka persa aa ? lalu e erapa siswa menjawab dan guru mengkonfirmasi kembali jawabannya kepada siswa yang lain. Sebelum memasuki pembahasan pertemuan kedua, guru membahas permasalahan kontekstual pada pertemuan sebelumnya yang belum sempat dibahas. Setelah dianggap sebagian

39

cakupan materi dan langkah-langkah pembelajaran berikutnya. Selanjutnya, guru membagikan LKS yang berisi materi yang relevan, lalu meminta siswa untuk mencantumkan identitas mereka pada bagian yang disediakan. Pada bagian pertama LKS, telah disajikan permasalahan kontekstual, di mana siswa diminta untuk mencermatinya. Kemudian guru memberikan penjelasan secara umum tentang materi yang dipelajari lewat media power point. Selanjutnya siswa diminta mengerjakan kegiatan yang terdapat pada LKS secara mandiri. Selang beberapa waktu, siswa kemudian diarahkan untuk berdiskusi dengan teman sebangkunya terkait hasil pekerjaan. Ketika berdiskusi, guru berkeliling memantau proses diskusi. Selanjutnya, guru meminta beberapa perwakilan siswa menyampaikan hasil diskusinya dan siswa lainnya dipersilahkan untuk menanggapi. Setelah semua bagian LKS diselesaikan, siswa diminta untuk menyelesaikan permasalahan kontekstual yang disajikan di awal pembelajaran dan menyajikannya. Menjelang akhir pembelajaran, guru memberikan penjelasan tentang materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya lalu meminta ketua kelas untuk memimpin berdoa untuk menutup pembelajaran.

3) Pertemuan 3

guru e i ta ketua kelas u tuk e i pi do’a se elu e ulai kegiata pe elajara . “etelah erdo’a, guru e ge ek kehadira setiap siswa sekaligus mengondisikan perhatian siswa untuk belajar. Selanjutnya guru melakukan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan untuk mengingatkan siswa kembali tentang materi yang dipelajari sebelumnya yaitu persamaan linier satu variabel. Guru menuliskan beberapa bentuk SPLV dan meminta beberapa siswa menyelesaikannya. Penyelesaian beberapa siswa tadi kemudian dikonfirmasi kepada siswa lainnya terkait kebenarannya. Sebelum memasuki pembahasan pertemuan kedua, guru membahas permasalahan kontekstual pada pertemuan sebelumnya yang belum sempat dibahas. Setelah dianggap sebagian besar siswa telah memahami materi sebelumnya, guru menjelaskan tujuan pembelajaran, cakupan materi, dan langkah-langkah pembelajaran berikutnya. Selanjutnya, guru membagikan LKS yang berisi materi yang relevan, lalu meminta siswa untuk mencantumkan identitas mereka pada bagian yang disediakan. Pada bagian pertama LKS, telah disajikan

41