FAKTOR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK YANG MEM

FAKTOR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK YANG MEMPENGARUHI PROSES
BELAJAR PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA DI JURUSAN KEDOKTERAN

SUPAK SILAWANI
17/418384/PKU/16876

MAGISTER ILMU PENDIDIKAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2017

A. Pengantar
Pembelajaran di Sekolah Menengah Atas (SMA) berbeda dengan di Perguruan
Tinggi, sebab mahasiswa dituntut menghadapi beban akademik yang besar dalam waktu
yang singkat (Samarakoon). Masa Transisi ini dapat menjadi hal yang sulit bagi
mahasiswa tahun pertama salah satunya mahasiswa Jurusan Kedokteran. Hal ini
dikarenakan banyaknya materi yang harus dipelajari, keterbatasan waktu untuk
mempelajari materi tersebut, perubahan iklim pembelajaran dari yang terpusat pada guru
menjadi pembelajaran orang dewasa yang berpusat pada siswa sehingga menghasilkan
pembelajaran yang lebih interaktif dan mandiri, metode pembelajaran melalui
pendekatan kasus, belajar keterampilan klinis, profesionalitas kedokteran, dan lain-lain.

Mahasiswa memandang kesuksesan dalam menghadapi masa transisi di tahun
pertama perkuliahan tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan akademik yang
bersumber dari dalam diri mahasiswa, namun juga dipengaruhi oleh lingkungan
(Brinkworth, 2008). Maka, terdapat dua faktor yang mempengaruhi belajar, yaitu faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah sumber motivasi yang berasal dari
diri individu sedangkan faktor ekstrinsik adalah segala sumber motivasi yang berasal dari
luar. (Ormrod,2012)
Contoh faktor intrinsik : gaya belajar, motivasi dan efikasi diri. Contoh faktor ekstrinsik :
jenis mata kuliah, metode pengajaran, umpan balik yang konstruktif, lingkungan, dan
kultur.
Kegagalan dalam mengatasi proses pembelajaran memiliki hubungan dengan
performa akademik dan tingkat stres yang dialami mahasiswa jurusan kedokteran
(Heinen, 2017). Oleh sebab itu, perubahan pembelajaran dari masa SMA ke perguruan
tinggi serta interaksi faktor-faktor intrinsik dan ekstrinsik yang mempengaruhi belajar
perlu diketahui oleh mahasiswa, baik secara mandiri maupun oleh institusi pendidikan

kedokteran melalui bimbingan pembelajaran guna menghasilkan performa akademik
yang baik.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis membuat esai ini dengan tujuan
untuk mengetahui : 1) faktor-faktor intrinsik dan ekstrinsik yang mempengaruhi belajar

terutama pada mahasiswa tahun pertama di jurusan kedokteran, 2) teori pembelajaran
yang melandasi hubungan faktor intrinsik dan ekstriksi dalam mempengaruhi belajar, 3)
implementasi faktor intrinsik dan ekstrinsik yang mempengaruhi proses belajar pada
mahasiswa tahun pertama di jurusan kedokteran dalam bimbingan pembelajaran.

B. Pembahasan
1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar dan Teori Pembelajaran Yang
Melandasinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang belajar dapat berasal dari dalam
diri (faktor intrinsik) dan dipengaruhi oleh lingkungan luar (faktor ekstrinsik). Faktor
intrinsik diantaranya motivasi, pengalaman belajar masa lalu, dan efikasi diri. Faktor
ekstrinsik contohnya kultur dan lingkungan belajar yang dapat terdiri dari hubungan
mahasiswa dengan dosen, hubungan antar sesama mahasiswa, cara mengajar, media
pembelajaran dan jenis mata kuliah.
a. Motivasi
Motivasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah dorongan
yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan
suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi belajar mahasiswa akan
mempengaruhi gaya belajar yang diterapkannya, misalnya motivasi untuk lulus
ujian akan menggunakan pendekatan belajar berbeda dengan mahasiswa yang

berorientasi pada pemahaman keilmuan. Gaya belajar ini berhubungan dengan
prestasi belajar terutama pendidikan di perguruan tinggi memerlukan gaya belajar
yang mendalam dan pemikiran analitik (Kleijen,1994).
Mahasiswa tahun pertama perlu mengetahui macam-macam gaya belajar
sehingga mampu menemukan gaya belajar efektif yang sesuai karakter dirinya dan
lingkungan di pendidikan kedokteran.
Tiga pendekatan gaya belajar yaitu belajar mendalam (deep approach / DA),
belajar secara dangkal (surface approach / SAA), dan belajar secara strategi
(strategic approch / SA). Gaya belajar DA adalah gaya belajar yang bertujuan
memahami konsep dan gagasan-gagasan lain yang berkaitan, sehingga gaya belajar

ini sangat cocok diterapkan di perguruan tinggi memerlukan gaya belajar yang
mendalam dan pemikiran analitik. Jika mahasiswa hanya berorientasi pada silabus
dan menekankan pada teknik menghafal tanpa memahami konten, maka
mahasiswa tersebut menerapkan pendekatan belajar SAA. Pendekatan belajar
secara SA menerapkan gabungan DA dan SAA untuk mempelajari suatu topik.
Mahasiswa yang menggunakan tipe belajar SA ini dicirikan dengan kewaspadaan
yang tinggi terhadap tugas dan ujian, sehingga menghasilkan pemahaman materi
pelajaran secara sepotong-sepotong dan sulit untuk mengintegrasikan topik-topik
yang telah dipelajari.(Samarakoon, 2013). Mahasiswa dengan gaya belajar SA

akan mendalami materi yang mereka prediksi akan diujikan, namun akan
mempelajari secara dangkal materi yang tidak diujikan.
Faktor motivasi mahasiswa yang berorientasi mencapai nilai atau kelulusan
sejalan dengan teori belajar opperant condition yang dikemukakan B.F Skinner.
Prinsip dasar teori ini adalah suatu perilaku dipengaruhi oleh konsekuensi yang
didapat. Perilaku tersebut dapat dipertahankan atau diperkuat dengan pemberian
penguatan (reinforcement). (Schunk,2012)
Banyaknya materi yang harus dipelajari dalam waktu yang terbatas, ditambah
dengan ketakutan jika tidak lulus ujian akan membuat mahasiswa mencari strategi
belajar yang sesuai. Hal ini yang membuat mahasiswa menerapkan gaya belajar
SA.
b. Efikasi Diri
Mahasiswa tahun pertama memerlukan inisiatif dan regulasi diri yang tinggi
untuk menghadapi kehidupan di perguruan tinggi yang sarat akan tuntutan
akademik dan tekanan. Kepercayaan atas kemampuan diri dan optimisme berperan

penting dalam kesuksesan mahasiswa menghadapi situasi dan kondisi tersebut.
(Chemers, 2001)
Efikasi diri adalah keyakinan terhadap kemampuan dirinya memberdayakan
sumber-sumber kognisi untuk mengambil suatu keputusan maupun tindakan guna

memenuhi tuntutan dari situasi yang dihadapi (Bandura, 1994). Bandura (1994)
mengatakan bahwa efikasi diri memiliki efek motivasi tinggi dalam proses
mencapai tujuan melalui serangkaian usaha dan strategi. Oleh sebab itu, efikasi diri
ini sangat penting dalam proses belajar. Mahasiswa tahun pertama harus memiliki
efikasi diri yang tinggi sehingga akan berusaha dengan kuat serta mencari strategi
sesuai untuk menghadapi lingkungan belajar yang baru.
Hal-hal yang dapat mempengaruhi efikasi diri diantaranya yaitu pengalaman
masa lalu, pengalaman orang lain yang diamati, persuasi sosial, keadaan emosi dan
kesehatan diri. (Bandura, 1994). Dengan kata lain, efikasi diri dipengaruhi oleh
faktor dalam diri seseorang dan faktor lingkungan. Efikasi diri ini berkaitan dengan
teori sosial kognitif yang dikemukakan Bandura. Teori ini meyakini terdapat
interaksi tiga aspek, yaitu manusia, perilaku, dan lingkungan. (Schunk, 2012).
Manusia memiliki independensi untuk berperilaku. Hal ini dikarenakan
manusia memiliki faktor-faktor diantaranya pengetahuan dan pengharapan. jika
efikasi diri seseorang tinggi dan didukung oleh lingkungan yang responsif maka
mahasiswa akan memperoleh kesuksesan dalam menerapkan perilakunya, namun
jika lingkungan tidak responsif, maka mahasiswa tersebut berusaha mengubah
lingkungan dengan melakukan protes atau bahkan pemaksaan. Jika efikasi diri
mahasiswa rendah namun lingkungan responsif, maka perilaku yang ditunjukan
berupa apatis, pasrah, merasa tak mampu menghadapi tantangan dihadapannya.


Jika efikasi diri rendah dan lingkungan pun tidak responsif, mahasiswa akan
menjadi depresi.
c. Pengalaman Belajar Masa Lalu
Penelitian yang dilakukan Samarakoon (2013) terhadap gaya belajar
mahasiswa sarjana (S1) di Jurusan Kedokteran, menunjukan mahasiswa sarjana
(S1) lebih dominan menggunakan pendekatan SA. Hal ini dipengaruhi kondisi
belajar di tahapan pendidikan sebelumnya. Mahasiswa sarjana (S1) terbiasa dengan
sistem belajar didaktik yang diterapkan oleh guru di SMA, selain itu mereka juga
mengikuti l bimbingan belajar di luar sekolah untuk mendapatkan nilai yang baik
dengan pendekatan SA. Dengan berhasilnya pendekatan SA yang selama ini
mereka lakukan untuk meraih prestasi belajar, strategi belajar ini masih akan
diterapkan di jenjang pendidikan selanjutnya.
Pengalaman belajar masa lalu dapat mempengaruhi efikasi diri seseorang.
Pengalaman belajar ini dapat berasal dari pengalaman pribadi seseorang, maupun
pengalaman orang lain yang diamati sebagai model sosial. Tahapan belajar ini
dimulai dari pengamatan terhadap perilaku, representasi, produksi perilaku, dan
motivasi. (Bandura, 1994)
Mahasiswa mengamati bahwa untuk berhasil dalam ujian, memerlukan
strategi belajar yang pernah dicontohkan oleh gurunya saat SMA atau seniornya di

perguruan tinggi. Hasil pengamatan akan dipresentasikan ke situasi yang dihadapi
saat ini. Mahasiswa mempresentasikan strategi belajar tersebut ke konteks
permasalahan akademik yang dihadapi di perguruan tinggi. Tahapan selanjutnya
adalah produksi perilaku. Pada tahapan ini, mahasiswa secara simbolis mengulang
respon-respon yang relevan dan mengevaluasi kembali apakah perilaku yang akan
dilakukan sesuai dengan kapasitas dirinya, sesuai dengan konteks masalah dan

akan menimbulkan efek yang diharapkan. Tahapan terakhir adalah motivasi.
Mahasiswa perlu motivasi untuk mengeksekusi perilaku yang telah dipelajarinya
tersebut, dalam hal ini motivasi mahasiswa adalah lulus ujian.
d. Kultur
Cara komunikasi akademik mahasiswa dipengaruhi oleh kultur asal mahasiswa
tersebut. Gudykunst (2004) dalam Wayne (2013) menjelaskan bahwa berbicara
seperlunya adalah bentuk penghormatan dalam berkomunikasi masyarakat di asia.
Mahasiswa asia menganggap bahwa terlalu banyak mengungkapkan gagasan atau
segala yang dipikirkan, berbicara lantang, dan mengajukan pertanyaan yang tidak
penting adalah bentuk tindakan yang tidak beradab. Oleh karena itu, mahasiswa
dari asia menunjukan performa yang pasif, patuh, tidak kritis, kurang percaya diri
dan keterampilan komunikasi yang terbatas dalam aktivitasnya di perkuliahan,
terutama dalam mengolah pertanyaan dan jawaban (Valiante, 2008).

Kultur yang berhubungan dengan perilaku akademik mahasiswa yang tidak
kritis akan melahirkan gaya belajar yang tidak mendalam. Mahasiswa asia
cenderung menerapkan gaya belajar SA yang mempelajari suatu materi dengan
tersekuensial sehingga akan sulit mengintegrasikan materi yang telah dipelajari
dengan konsep lain yang masih memiliki hubungan.
e. Lingkungan Belajar
Lingkungan belajar adalah semua hal yang berhubungan dengan tempat proses
pembelajaran dilakukan. Persepsi mahasiswa terhadap lingkungan belajar
mempengaruhi perilaku dan performa akademik mahasiswa. Mahasiswa yang
mendapatkan dukungan dari lingkungan belajarnya akan berusaha belajar lebih giat
serta menunjukan performa yang baik (Wayne, 2013). Lingkungan belajar yang
dapat mempengaruhi proses pembelajaran diantaranya :

1) Mata Kuliah
Mahasiswa tahun pertama di jurusan kedokteran memiliki variasi mata
kuliah diantaranya anatomi, fisiologi, genetika, mikrobiologi, imunologi, dan
lainnya. Mata kuliah ini akan mempengaruhi teknik belajar mahasiswa dan
hasil belajar yang diraih. (Torrano, 2017)
Felder-Silvermen (1988) memperkenalkan gaya pembelajaran yang
meliputi empat dimensi : sensing-intuitive, visual-verbal, aktif-reflektif, dan

global-sekuensial. Gaya belajar sensing adalah dengan berpikir kongkrit
melalui fakta-fakta dan daya ingat, sedangkan intuitive learning berpikir
abstrak, inovatif, konseptual, berorientasi pada teori dan makna yang
mendasar. Mahasiswa yang menggunakan gaya belajar visual memilih teknik
belajar menggunakan media visual seperti grafik, gambar, maupun diagram,
sedangkan gaya belajar verbal menggunakan pembelajaran lewat media suara
maupun tulisan. Gaya belajar aktif mengacu pada teknik pembelajaran secara
berkelompok, sedangkan gaya belajar reflektif memilih belajar secara
individu. Gaya belajar global menggunakan pendekatan belajar yang holistik
yang tertarik pada pemecahan masalah kompleks, sedangkan gaya sekuensial
belajar dengan mengembangkan materi secara sepotong demi sepotong.
Penelitian Torrano (2017) terhadap mahasiswa tahun pertama jurusan
kedokteran menyatakan bahwa mahasiswa mempelajari mata kuliah anatomi
dan genetika menggunakan gaya sensing learning akan mendapatkan hasil
yang lebih baik dibandingkan mahasiswa yang menggunakan gaya belajar
intuitive learning. Hal ini dikarenakan dalam mata kuliah genetik dan anatomi,

mahasiswa belajar mengamati benda dan dituntut untuk menghafal.

2) Pola Pembelajaran

Pola pembelajaran akan mempengaruhi gaya belajar mahasiswa.
Mahasiswa pascasarjana banyak menggunakan pendekatan gaya belajar SA
dan DA karena adanya perubahan pola pengajaran dari didaktik menjadi pola
yang berorientasi pada keterampilan. Kondisi ini mengembangkan aspek sisi
kesadaran belajar mahasiswa pascasarjana yang tidak sekedar mementingkan
kelulusan namun lebih pada pemahaman dan kemahiran keterampilan medis.
(Samarakoon, 2013)
Perubahan kebutuhan belajar sehingga mampu mengubah gaya belajar
yang ditunjukan pada kasus tersebut, sesuai teori hierarki kebutuhan yang
diungkapkan Maslow. Maslow mengatakan bahwa manusia memiliki lima
kebutuhan, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan terhadap rasa aman,
kebutuhan cinta, kebutuhan untuk dihargai, dan kebutuhan aktualisasi diri.
Kebutuhan ini dibuat menjadi urutan hierarki, dimana kebutuhan fisiologi
menjadi bagian dasarnya. Maslow beranggapan bahwa kebutuhan-kebutuhan
di tingkat rendah harus terpenuhi atau paling tidak cukup terpenuhi terlebih
dahulu sebelum kebutuhan-kebutuhan di tingkat lebih tinggi. (Ormron, 2012)
Mahasiswa pascasarjana yang tidak sekedar mementingkan kelulusan namun
lebih pada pemahaman dan kemahiran keterampilan medis agar dapat
kompeten memenuhi tugas dan kewajibannya kelak, telah mencapai tahapan
tertinggi dari hierarki Maslow, yaitu kebutuhan aktualisasi diri. Manusia yang

mencapai tahap ini akan belajar secara mendalam.
3) Media pembelajaran
Media pembelajaran yang digunakan akan mempengaruhi tingkat
pemahaman dan proses pengolahan informasi pada working memory dan

penyimpanannya di area memori jangka panjang. Penelitian yang dilakukan
oleh Brinkworth (2008) mengungkapkan bahwa mahasiswa sains memilih
kuliah yang disertai media gambar dan diagram pada slide presentasi dosen.
Proses belajar yang efektif dengan menggunakan multimedia (visual dan
verbal) telah digagas oleh Mayer melalui teori kognitif multimedia. Presentasi
yang menggunakan media visual dan verbal secara bersamaan akan
meningkatkan pemahaman peserta didik.(Mayer & Anderson 1991).
Mayer berpendapat bahwa proses penyimpanan informasi melalui tiga
tempat, yaitu memori jangka pendek/memori sensorik, memori kerja, dan
memori jangka panjang.

Gambar. Proses Belajar menurut Teori Kognitif Multimedia
(Gambar diambil dari researchgate.net)
Sumber stimulus pertama kali diterima memori jangka pendek melalui
fungsi indera. Memori sensorik memiliki dua jalur penerimaan stimulus, yaitu
stimulus yang berupa visual dan stimulus verbal. Apabila lolos seleksi, kedua
stimulus ini kemudian akan diteruskan ke memori kerja sesuai jalurnya
masing-masing. Kapasitas memori kerja sangat terbatas. Stimulus visual dan
verbal yang diberikan secara bersamaan, akan meningkatkan kapasitas memori
kerja tersebut. Di area memori kerja, stimulus akan diolah dan diintegrasikan

dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Selanjutnya hasil pengolahan
yang dianggap penting ini akan disimpan pada area

memori jangka

panjang.(Mayer, 1991)
4) Hubungan dengan dosen dan sesama mahasiswa
Perspektif mahasiswa terhadap hubungan yang baik dengan dosen
maupun sesama mahasiswa mempengaruhi performa akademiknya. (Wayne,
2013). Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Brinkworth (2008) yang
menyatakan bahwa mahasiswa tahun pertama jurusan kedokteran meyakini
belajar bersama teman sangat penting dalam proses pembelajaran dan mereka
sangat termotivasi serta nyaman terhadap dosen yang mengajar dengan
antusias.
Interaksi mahasiswa tahun pertama dengan dosen dan sesama mahasiswa
akan menimbulkan proses belajar melalui observasi. Mahasiswa akan meniru
hal-hal yang dilakukan oleh dosen ataupun mahasiswa lain. Mereka akan
mencari sosok yang dianggap berhasil untuk dijadikan model atau contoh
dalam menghadapi masalah selama proses pendidikan di perguruan tinggi.
Proses mahasiswa baru ini belajar dari pengalaman orang lain sesuai dengan
teori sosial kognitif yang dikemukakan oleh Bandura.
Inti dari teori sosial kognitif adalah manusia akan belajar melalui
observasi terhadap performa orang lain. Observer ini tidak harus menunjukan
perubahan perilaku sesaat setelah observasi berlangsung.(Schunk,2012).
Mahasiswa belajar dari mengamati perilaku orang lain dan akibat dari
perilaku tersebut, misalnya mahasiswa meniru gaya belajar yang diterapkan
oleh seniornya yang membawa hasil yang baik.

Proses pengamatan yang dilakukan oleh mahasiswa terhadap perilaku dosen
atau temannya tidak harus membuat perubahan perilakunya, namun dapat
menjadi refleksi bagi diri. Mahasiswa tersebut memiliki kontrol atas dirinya
untuk memutuskan apakah akan meniru,menghindari atau mengolahnya dalam
bentuk lain yang dirasakan sesuai dengan kondisi dirinya. Hal ini sesuai
dengan prinsip teori kognitif sosial yaitu : 1) mengamati perilaku dan
konsekuensinya, 2). Pembelajaran tak harus mengubah perilaku, 3).
Kemampuan kognisi berperan penting, 4). Manusia memiliki kontrol terhadap
dirinya dan lingkungannya. (Ormrod, 2012)
5) Umpan balik
Umpan balik adalah tanggapan langsung yang diberikan oleh dosen
maupun teman terhadap perfoma diri mahasiswa yang diamati. Umpan balik
yang baik dirancang secara konstruktif melalui refleksi diri dan pencarian
solusi dari pemberi dan penerima umpan balik. Mahasiswa memerlukan
umpan balik dalam proses belajar karena umpan balik yang efektif merupakan
mekanisme penting agar mahasiswa merasa mendapat dukungan yang pada
akhirnya merasa nyaman dengan lingkungan belajarnya. (Bouffard-Bouchard,
1991)
Mahasiswa belajar dari orang lain melalui umpan balik konstruktif
sesuai dengan teori perkembangan sosial yang digagas oleh Lev Vygotsky. Inti
teori ini bahwa seseorang membangun pengetahuan tidak terlepas dari
interaksi sosial dengan orang lain.
Pengembangan kognitif seseorang terjadi pada zona pengembangan
proksimal. Zona ini adalah jarak antara zona pengembangan aktual yaitu area
seseorang dapat menyelesaikan suatu permasalahan dengan kemampuannya

sendiri dengan zona pengembangan potensial yaitu area seseorang dapat
belajar lebih luas dengan bantuan orang lain.(Vygotsky, 1978)
Secara alami, mahasiswa diberi kemampuan untuk menyelesaikan
tugas-tugas akademiknya, namun kemampuan ini akan lebih besar jika dibantu
oleh orang lain melalui teknik scaffolding. Scaffolding adalah proses dimana
seorang guru atau teman sesama mahasiswa membantu mahasiswa dalam
belajar hingga kompeten atau mencapai zona pengembangan proksimalnya
(Cantillon dan Wood, 2010).
Teknik umpan balik konstruktif adalah salah satu teknik dalam
scaffolding. Peran pemberi umpan balik bukan sebagai narasumber, melainkan

sebagai fasilitator. Fasilitor memberi arahan dan penilaiannya terhadap
pengalaman belajar penerima umpan balik dan membantunya menyusun
rencana konstruktif melalui pengalaman belajarnya tersebut.
2. Implementasi Faktor Intrinsik dan Ekstrinsik yang Mempengaruhi Proses
Belajar pada Mahasiswa Tahun Pertama di Jurusan Kedokteran dalam
Bimbingan Pembelajaran
Masa transisi dari tahapan pendidikan SMA ke tahapan perguruan tinggi jurusan
kedokteran merupakan hal yang sangat penting. Masa Transisi ini dapat menjadi hal
yang sulit bagi mahasiswa. Apabila tidak mampu diatasi dengan baik, tidak hanya
akan menimbulkan performa akademik yang buruk namun juga efek psikologi
mahasiswa.
Terdapat berbagai faktor baik intrinsik dan ekstrinsik yang mempengaruhi
proses belajar dan keberhasilan di tingkat pendidikan tinggi. Mahasiswa baik sadar
maupun tidak sadar memanfaatkan faktor-faktor tersebut untuk mendukung proses
belajarnya. Namun, mahasiswa perlu mendapat bimbingan pembelajaran sehingga

dapat maksimal mengkolaborasikan dan menginternalisasikan berbagai faktor yang
mempengaruhi belajar tersebut.
Bimbingan pembelajaran mengandung bertujuan : 1) menginternalisasikan
motivasi belajar mahasiswa pada tingkat puncak dari hierarki kebutuhan Maslow, 2)
memperkenalkan mahasiswa kepada pendekatan gaya belajar yang sesuai di
perguruan tinggi, 3) meningkatkan efikasi diri mahasiswa melalui interaksi tiga
faktor, yaitu personal, perilaku, dan lingkungan, 4) memperkenalkan mahasiswa pada
kultur akademik, 5) memperkenalkan media pembelajaran efektif, 6) menyadarkan
pentingnya hubungan dosen dengan mahasiswa dan antar mahasiswa, 7) memotivasi
mahasiswa membangun diri melalui teknik pembelajaran konstruktif. Dengan
demikian, diharapkan mahasiswa dapat lebih siap menghadapi masa transisinya.

C. Kesimpulan
Kesimpulan dari esai faktor intrinsik dan ekstrinsik yang mempengaruhi proses
belajar pada mahasiswa tahun pertama di jurusan kedokteran adalah sebagai berikut :
1. Faktor yang mempengaruhi belajar ada dua, yaitu faktor intrinsik : motivasi, efikasi
diri, dan pengalaman masa lalu, serta faktor ekstrinsik : kultur, jenis mata kuliah,
media pembelajaran, dan interaksi sosial.
2. Motivasi belajar berpengaruh terhadap pendekatan gaya belajar. Hal ini sejalan
dengan teori belajar opperant condition yang dikemukakan B.F Skinner.
3. Hubungan efikasi diri mahasiswa dengan lingkungan belajar dapat memprediksi hasil
tingkah laku atau performa akademik. Hal ini sesuai teori sosial kognitif yang digagas
oleh Bandura.
4. Pengalaman masa lalu mempengaruhi efikasi dan perilaku sesuai teori sosial kognitif
yang digagas oleh Bandura.
5. Kultur berpengaruh terhadap perilaku akademik mahasiswa.
6. Mata kuliah ini akan mempengaruhi teknik belajar mahasiswa
7. Perubahan kebutuhan belajar sehingga mampu mengubah gaya belajar sesuai teori
hierarki kebutuhan yang diungkapkan Maslow.
8. Media pembelajaran yang digunakan akan mempengaruhi efektivitas belajar. Hal ini
sesuai teori kognitif multimedia yang dikemukakan Mayer.
9. Interaksi mahasiswa dengan dosen dan sesama mahasiswa akan menimbulkan proses
belajar sesuai dengan teori sosial kognitif yang dikemukakan oleh Bandura.
10. Mahasiswa belajar dari orang lain melalui umpan balik konstruktif sesuai dengan teori
perkembangan sosial yang digagas oleh Lev Vygotsky.
11. Bimbingan pembelajaran memperhatikan aspek: 1) motivasi, 2) pengetahuan
pendekatan gaya belajar, 3) efikasi diri, 4) interaksi mahasiswa dan lingkungan

Referensi

Bandura, A. (1994). Self-efficacy. In V. S. Ramachaudran (Ed.), Encyclopedia of human
behavior (Vol. 4, pp. 71-81). New York: Academic Press. (Reprinted in H. Friedman
[Ed.], Encyclopedia of mental health. San Diego: Academic Press, 1998).
Bouffard-Bouchard, T. (1990). Influence of self-efficacy on performance in a cognitive task.
Journal of Social Psychology, 130, 353—363
Brinkworth R., Mc.Cann B., Matthews C., Nordstro¨m K. 2008. First year expectations and
experiences: student and teacher perspectives. The International Journal of Higher Education
and Educational Planning.
Cantillon P. and Wood D. 2010. ABC of Learning and Teaching in Medicine : Second
Edition. John Wiley & Sons, Ltd., Publication
Chemers M.M., Li-tze Hu, and Garcia B.F. 2001. Academic Self-Efficacy and First-Year
College Student Performance and Adjustment. Journal of Educational Psychology, Vol. 93,
No. 1, 55-64
Felder R.M. 1988. Learning and Teaching Styles In Engineering Education. Engr. Education,
78(7), 674–681
Heinen I., Bullinger M., and Kocalevent R.D. 2017. Perceived stress in first year medical
students - associations with personal resources and emotional distress. BMC Medical
Education
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Tersedia di : https://kbbi.kemdikbud.go.id/
Kleijn WC, Van der Ploeg HM, Topman RM. 1994. Cognition, study habits, test anxiety, and
academic performance. Psychol Rep, 75(3 Pt 1):1219–1226.
Mayer, R. E. & Anderson R. B., (1991). Animations Need Narrations: An Experimental Test
of a Dual-Coding Hypothesis. Journal Psychology, 83, 484-490
Ormrod J.E. 2012. Human Learning : Sixth Edition. New Jersey : Pearson Education Inc.
Research gate. A framework for cognitive theory of multimedia learning drawn from Mayer.
diakses
tanggal
26
September
2017,
tersedia
di
:
https://www.researchgate.net/profile/Kogilathah_Segaran/publication/267923617/figure/fig2/
AS:295384615276560@1447436588763/Figure-4-A-framework-for-cognitive-theory-ofmultimedia-learning-drawn-from-Mayer-2001.png
Schunk D.H. 2012. Learning Theories An Educational Perspective : Sixth Edition. Boston :
Pearson Education Inc.

Torrano D.H., Ali S., and Chee-Kai C. 2017. First year medical students’ learning style
preferences and their correlation with performance in different subjects within
the medical course. BMC Medical Education 17:131
Valiante C. 2008. Are students using the 'wrong' style of learning?. Active Learning in Higher
Education, 9, pp. 73-91
Vygotsky L. 1978. Interaction Between Learning and Development. From Mind and Society.
Cambridge, MA : Harvard University Press
Wayne S.J., Fortner S.A., Kitzes J.A., Timm C., and Fortner S. 2013. Cause or effect? The
relationship between student perception of the medical school learning environment and
academic performance on USMLE Step 1. Medical Teacher Journal, 35: 376–380