Makalah TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK .

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Model-Model Pembelajaran Matematika
yang dibina oleh Aning Wida Yanti, S.Si, M.Pd

Oleh:
Dewi Jannatun Na’im

(140311606617)

M Rojih Makmury

(140311603371 )

Ria Agnisari Ramadhanna (140311605334)
Shohwa Dzulfida Afwa

(140311606192)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN MATEMATIKA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
Januari 2017

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Teori belajar Behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh
Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang
berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan
pembelajaran

yang dikenal sebagai

aliran behavioristik. Aliran

ini


menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan
semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan
akan menghilang bila dikenai hukuman.
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan
akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan
siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat
diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh
guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati
dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan

tingkah laku tersebut

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan teori behavioristik?
2. Sebutkan tokoh-tokoh yang menganut teori behavioristik?
3. Bagaimanakah pendapat para tokoh mengenai teori belajar behavioristik?
4. Apa saja model-model pembelajaran yang menggunakan teori belajar
behavioristik?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian teori belajar behavioristik.
2. Untuk mengetahui siapa saja dan pendapat para tokoh mengenai teori
belajar behavioristik.
3. Untuk mengetahui model-model pembelajaran yang menggunakan teori
belajar behavioristik.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Behaviorisme
Dalam teori behaviorisme, ingin menganalisa hanya perilaku yang
nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum

behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku
manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise
sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau memperoalkan
apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme
hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalian oleh faktorfaktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada
tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang
memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan
membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia
mesin” (Homo Mechanicus).
Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian
kecil,

bersifat

mekanistis,

menekankan

peranan


lingkungan,

mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya
latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan
kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku
yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis
artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau
reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan
demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara
reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut
pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi
terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses
perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi
stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang
masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan

kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil
yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagianbagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang
komplek (Paul, 1997).

Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para
pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling
besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik.
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran
berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak
pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor
penguat

(reinforcement),

merupakan

program

pembelajaran

yang

menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah

faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon
dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan
semakin kuat. Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:
1. Reinforcement and Punishment
2. Primary and Secondary Reinforcement
3. Schedules of Reinforcement
4. Contingency Management
5. Stimulus Control in Operant Learning
6. The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Prinsip-prinsip teori behaviorisme
1. Obyek psikologi adalah tingkah laku
2. semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek
3. mementingkan pembentukan kebiasaan
Ciri-ciri Teori Belajar Behavioristik
Untuk mempermudah mengenal teori belajar behavioristik dapat
dipergunakan ciri-cirinya yakni

1. Mementingkan pengaruh lingkungan (environmentalistis)
2. Mementingkan bagian-bagian (elentaristis)

3. Mementingkan peranan reaksi (respon)
4. Mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar
5. Mementingkan hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu
6. Mementingkan pembentukan kebiasaan.
7. Ciri khusus dalam pemecahan masalah dengan “mencoba dan gagal’
atau trial and error.
2.2 Tokoh-tokoh teori behavioristik
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus
dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan
belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap
melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan
peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar
dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu
yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat
mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana
cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini
disebut

pula


dengan

teori

koneksionisme

(Slavin,

2000).

Jadi perubahan tingkah laku akibat belajar dapat berwujud konkrit, yaitu
dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu tidak dapat diamati. Meskipun
aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat
menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat
diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan “Teori Connectionism”.
Dasar-dasar teori Connectionism dari Edward L. Thorndike (18741949) diperoleh juga dari sejumlah penelitian yang dilakukan terhadap
perilaku

binatang.


Penelitian-penelitian

Thorndike

pada

dasarnya

dirancang untuk mengetahui apakah binatang mampu memecahkan
masalah dengan menggunakan “reasoning” atau akal, dan atau dengan
mengkombinasikan beberapa proses berpikir dasar.

Dalam penelitiannya, Thorndike menggunakan beberapa jenis
binatang, yaitu anak ayam, anjing, ikan, kucing dan kera. Percobaan yang
dilakukan mengharuskan binatang-binatang tersebut keluar dari kandang
untuk memperoleh makanan. Untuk keluar dari kandang, binatangbinatang tersebut harus membuka pintu, menumpahkan beban, dan
mekanisme lolos lainnya yang sengaja dirancang. Pada saat dikurung,
binatang-binatang tersebut menunjukkan sikap mencakar, menggigit,
menggapai dan bahkan memegang / mengais dinding kandang. Cepat atau

lambat, setiap binatang akan membuka pintu atau menumpahkan beban
untuk dapat keluar dari kandang dan memperoleh makanan. Pengurungan
yang dilakukan berulang-ulang menunjukkan penurunan frekuensi
binatang tersebut untuk melakukan pencakaran, penggigitan, penggapaian
atau pengaisan dinding kandang, dan tentu saja waktu yang dibutuhkan
untuk keluar kandang cenderung menjadi lebih singkat.
Percobaan Thorndike yang terkenal ialah dengan menggunakan
seekor kucing yang telah dilaparkan dan diletakkan di dalam sangkar yang
tertutup dan pintunya dapat dibuka secara otomatis apabila kenop yang
terletak di dalam sangkar tersebut tersentuh. Percobaan tersebut
menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and conecting”, yaitu
bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah.
Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk
meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai hasil. Setiap
response menimbulkan stimulus yang baru, selanjutnya stimulus baru ini
akan menimbulkan response lagi. Dalam percobaan tersebut apabila di luar
sangkar diletakkan makanan, maka kucing berusaha untuk mencapainya
dengan cara meloncat-loncat kian kemari. Dengan tidak tersengaja kucing
telah menyentuh kenop, maka terbukalah pintu sangkar tersebut, dan
kucing segera lari ke tempat makan. Percobaan ini diulangi untuk beberapa
kali, dan setelah kurang lebih 10 sampai dengan 12 kali, kucing baru dapat
dengan sengaja menyentuh kenop tersebut apabila di luar diletakkan
makanan.

Dari hasil penelitiannya, Thorndike menyimpulkan bahwa respon
untuk keluar kandang secara bertahap diasosiasikan dengan suatu situasi
yang menampilkan stimulus dalam suatu proses coba-coba (“trial and
error”). Respon yang benar secara bertahap diperkuat melalui serangkaian
proses coba-coba, sementara respon yang tidak benar melemah atau
menghilang. Teori Connectionism Thorndike ini juga dikenal dengan nama
“Instrumental Conditioning”, karena respon tertentu akan dipilih sebagai
instrumen dalam memperoleh “reward” atau hasil yang memuaskan.
Thorndike mengemukakan tiga dalil tentang belajar, yaitu :
1. Law Of Effect (Dalil / Hukum Sebab Akibat)
Dalil / hukum ini menunjukkan kuat lemahnya hubungan stimulus dan
respon tergantung kepada akibat yang ditimbulkan. Apabila respon
yang ditimbulkan mendatangkan kesenangan, maka respon tersebut
akan dipertahankan atau diulang ; sebaliknya jika respon yang
ditimbulkan adalah hal yang tidak menyenangkan, maka respon
tersebut dihentikan atau tidak diulang lagi.
2. Law Of Exercise (Dalil / Hukum Latihan Atau Pembiasaan)
Dalil / hukum ini menunjukkan bahwa stimulus dan respon akan
semakin kuat manakala terus menerus dilatih atau diulang ; sebaliknya
hubungan stimulus dan respon akan semakin melemah jika tidak
pernah dilatih atau dilakukan pengulangan.
3. Law Of Readiness (Dalil / Hukum Kesiapan)
Menurut dalil / hukum ini, hubungan antara stimulus dan respon akan
mudah terbentuk manakala ada kesiapan dalam diri individu. Jika
seorang ada kesiapan untuk merespon atau bertindak, maka tindakan
yang dilakukan akan memberi kepuasan dan mengakibatkan orang
tersebut untuk tidak melakukan tindakan-tindakan lain.
Dari sekian banyak penelitian yang dilakukan, Thorndike lalu
menyimpulkan tentang pengaruh proses belajar tertentu terhadap proses
belajar berikutnya, yang dikenal dengan proses “transfer of learning” atau
perampat proses belajar. Thorndike mengemukakan bahwa latihan yang
dilakukan dan proses belajar yang terjadi dalam mempelajari suatu konsep
akan membantu penguasaan atau proses belajar seorang terhadap konsep

lain yang sejenis atau mirip (associative sbifting). Teori Connectionism
dari Thorndike ini dikenal sebagai teori belajar yang pertama.
Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:
a. Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response)
Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh prooses
trial dan error yang menunjukkan adanya bermacam-macam respon
sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah
yang dihadapi.
b. Hukum Sikap ( Set/ Attitude)
Hukum ini menjelaskan bahwa perilakku belajar seseorang tidak
hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi
juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif,
emosi , sosial , maupun psikomotornya.
c. Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element)
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar
memberikan respon pada stimulus tertentu saja sesuai dengan
persepsinya
d.

terhadap

keseluruhan

situasi

(

respon

selektif).

Hukum Respon by Analogy
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan respon

pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya
dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan
situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau
perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Makin
banyak unsur yang sama maka transfer akan makin mudah.
e.

Hukum Perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting)
Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang

dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap
dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan
membuang sedikit demi sedikit unsur lama.

Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan
penyampaian teorinya thorndike mengemukakan revisi Hukum Belajar
antara lain :
1.

Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak
cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa
pengulanganpun hubungan stimulus respon belum tentu diperlemah.

2.

Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat
positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman
tidak berakibat apa-apa.

3. Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan, tetapi
adanya saling sesuai antara stimulus dan respon.
4. Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada
individu lain.
Teori koneksionisme menyebutkan pula konsep transfer of training,
yaitu kecakapan yang telah diperoleh dalam belajar dapat digunakan untuk
memecahkan masalah yang lain. Perkembangan teorinya berdasarkan pada
percobaan terhadap kucing dengan problem box-nya. Koneksi antara kesan
panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat menguat atau
melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah dilakukan.
Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis gurunya.
Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan mengerjakan PR
akan membentuk sikapnya.
Thorndike berkeyakinan bahwa prinsip proses belajar binatang pada
dasarnya sama dengan yang berlaku pada manusia, walaupun hubungan
antara situasi dan perbuatan pada binatang tanpa dipeantarai pengartian.
Binatang melakukan respons-respons langsung dari apa yang diamati dan
terjadi secara mekanis(Suryobroto, 1984).
b). Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara
stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat
diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya

perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar,
namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu
diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang
behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan
ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada
pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
c). Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus
dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat
terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya
teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk
menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull
mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis
(drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam
seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam
belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun
respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam.
Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan
dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).
d). Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu
gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu
timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell,
Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus
dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi
karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus
sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar
hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan
mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan
respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik

perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon
bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman
(punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman
yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku
seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi
stimulus respon secara tepat. Siswa harus dibimbing melakukan apa yang
harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan
tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie – Guthrie dan
Horton (1946) secara cermat mengamati sekitar delapan ratus kali tidak
melepaskan diri dari kotak teka-teki yang dilakukan oleh kucing yang
kemudian observasi ini dilaporan dalam sebuah buk yang berjudul cats in
a Puzzle Box. Kotak yang ereka pakai sama dengan yang dipakai
Thorndike dalam melakukan eksperimennya. Guthrie dan Horton
menggunakan banyak kucing sebaai subyek percobaan, akan tetapi mereka
melihat kucing kelar dari kotak dengan cara sendiri-sendiri dan berbedabeda.
Dari percobaan diatas respon khusus yang dipelajari oleh hewan
tertentu adalah respon yang dilakukan hewan sebelum ia keluar dari kotak.
Karena respon ini cenderung diulang lagi saat kucing diletakkan di kotak
di waktu yang lain, maka ia dinamakan stereotyped behavior (perilaku
strereotip).
Guhtrie dan Horton mengamati bahwa seringkali hewan, setelah
bebas dari kotak akan mengabaikan ikan yang diberikan kepadanya.
Meskipun hewan itu mengabaikan obyek yang disebut penguatan tersebut,
kucing dapat keluar dari kotak dengan lancar ketika diwaktu yang lain ia
dimasukkan lagi ke dalam kotak. Observasi ini, menurut Guthrie
memperkuat pendapatnya bahwa penguatan hanyalah aransemen mekanis
yang mencegah terjadinya unlearning. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
setiap kejadian yang diikuti dengan respons yang diinginkan dari hewan
akan mengubah kondisi yang menstimulasi dan karenanya

mempertahankan respons di dalam kondisi yang menstimulasi
sebelumnya.
e). Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih
mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan
konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut
Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui
interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan
tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh
sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak
sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling
berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon
yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensikonsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya
mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam
memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami
hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami
konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuaensi yang
mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengmukakan bahwa
dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk
menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab
setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
Skinner membuat eksperimen sebagai berikut :
Dalam laboratorium Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan
dalam kotak yang disebut “skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan
berbagai peralatan yaitu tombol, alat pemberi makanan, penampung
makanan, lampu yangdapat diatur nyalanya, dan lantai yanga dapat dialir
listrik. Karena dorongan lapar tikus beruasah keluar untuk mencari
makanan. Selam tikus bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak
sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal diberikan
makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan si
tikus, proses ini disebut shapping.

Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati
Skinner mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah
penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan
stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner
membagi penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan
negatif. Bentuk bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau
penghargaan. Bentuk bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau
tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau
menunjukkan perilaku tidak senang.

Beberapa prinsip Skinner antara lain :


Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah
dibetulkan, jika benar diberi penguat.



Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.



Materi pelajaran, digunakan sistem modul.



Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Untuk itu
lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman



Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.



Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya
hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variabel Rasio reinforcer.



Dalam pembelajaran digunakan shaping.

2.3 Model-model pembelajaran teori behavioristik
1. Direct Instruction
Model pembelajaran langsung secara empirik dilandasi oleh teori
belajar yan berasal dari rumpun perilaku (behavioral family), khususnya
dikembangkan oleh training behavioral psikologists. Teori belajar perilaku
menekankan pada perubahan perilaku sebagai hasil belajar yang dapat
diobservasi. Menurut teori ini belajar bergantung pada pengalaman
termasuk pemberian umpan balik dari lingkungan (slavin, 2003:165).

Prinsip penggunaan teori perilaku ini dalam belajar adalah pemberian
penguatan yang akan meningkatkan perilaku yang diharapkan. Penguatan
melalui umpan balik pada setiap tahapan tugas yang diberikan kepada
pebelajar merupakan dasar praktis penggunaan teori ini dalam
pembelajaran.
Para ahli psikologi perilaku memfokuskan pada cara-cara melatih
seseorang untuk menguasai sejumlah keterampilan kompleks yang
melibatkan kerja yang akurat dan presisi dan melibatkan koordinasi
dengan orang lain. Prinsip pembelajaran langsung difokuskan pada
konseptualisasi kinerja pebelajar ke dalam tujuan yang akan dicapai
melalui pelaksanaan tugas-tugas yang harus dilakukan, dan pengembangan
aktivitas latihan untuk memantapkan penguasaan setiap komponen tugas
yang diberikan. Istilah directive digunakan untuk menekankan
pembelajaran dalam mencapai tujuan bahwa siswa dapat meniru perilakuperilaku atau keterampilan yang dimodelkan atau diperagakan atau
diinstruksikan oleh guru.
Direct Instruction atau pembelajaran langsung digunakan oleh para
peneliti untuk merujuk pola-pola pembelajaran dimana guru banyak
menjelaskan konsep atau keterampilan kepada sejumlah kelompok siswa
dan menguji keterampilan siswa melalui latihan-latihan dibawah
bimbingan dan arahan guru. Dengan demikian tujuan pembelajaran
distrukturkan oleh guru.
Tujuan utama model direktif adalah memaksimalkan penggunaan
waktu belajar siswa. Beberapa temuan dalam teori perilaku dihubungkan
dengan pencapaian siswa yang dihubungkan dengan waktu yang
digunakan oleh siswa dalam belajar/tugas dan kecepatan siswa untuk
berhasil dalam mengerjakan tugas. Dengan demikian, model pembelajaran
langsung dirancang untuk menciptakan lingkungan belajar terstruktur, dan
berorientasi akademik. Guru berperan sebagai penyampai informai, dalam
melakukan tugasnya, guru dapat menggunakan berbagai media, misalnya
film, tape recorder, gambar, peragaan, dan sebagainya. Informasi yang
dapat disampaikan dengan strategi direktif dapat berupa pengetahuan
prosedural, yaitu pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan sesuatu

atau pengetahuan deklaratif, yaitu pengetahuan tentang sesuatu dapat
berupa fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi. Dengan demikian
pembelajaran langsung dapat didefinisikan sebagai model pembelajaran
dimana guru mentransformasikan informasi atau keterampilan secara
langsung kepada siswa dan pembelajaran berorientasi pada tujuan dan
distrukturkan oleh guru. Model ini sangat cocok jika uru menginginkan
siswa menguasai informai atau keterampilan tertentu. (Gerten, Taylor &
Graves, 1999), akan tetapi jika guru menginginkan siswa belajar
menemukan konsep lebih jauh dan melatihkan keterampilan berpikir
lainnya, maka model ini kurang cocok.


Karakteristik Model Pembelajaran Langsung
Salah satu karakteristik dari suatu model pembelajaran adalah adanya

sintaks atau tahapan pembelajaran. Di samping harus memperhatikan
sintaks, guru yang akan menggunakan model pembelajaran langsung juga
harus memperhatikan variabel-variabel lingkungan lainnya, yaitu fokus
akademik, arahan dan kontrol guru, harapan yang tinggi untuk kemajuan
siswa, waktu, dan dampak netral dari pembelajaran.
Fokus akademik diartikan sebagai prioritas pemilihan tugas-tugas yang
harus dilakuikan siswa , selama pembelajaran, aktivitas akademik harus
ditekankan. Pengarahan dan kontrol guru terjadi ketika guru memilih
tugas-tugas siswa dan melaksanakan pembelajaran, menentukan
kelompok, berperan sebagai sumber belajar selama pembelajaran , dan
meminimalisasikan kegiatan non akademik diantara siswa. Kegiatan
pembelajaran diarahkan pada pencapaian tujuan sehingga guru memiliki
harapan yang tinggi terhadap tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh
siswa. Dengan demikian pembelajaran langsung sangat mengoptimalkan
penggunaan waktu.
Sintaks model pembelajaran langsung menurut Bruce dan Weil
(1996:349) adalah sebagai berikut.
1. Orientasi
Sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, akan sangat
menolong siswa jika guru memberikan kerangka pelajaran dan
orientasi terhadap materi yang akan disampaikan. Bentuk-bentuk

orientasi dapat berupa : a) kegiatan pendahuluan untuk mengetahui
pengetahuan yang relevan dengan pengetahuan yang dimiliki siswa; b)
mendiskusikan atau menginformasikan tujuan pelajaran; c)
memberikan penjelasan/arahan mengenai kegiatan yang akan
dilakukan; d) menginformasikan materi/konsep yang akan digunakan
dan kegiatan yang akan dilakukan selama pembelajaran; dan e)
menginformasikan kerangka pelajaran.
2. Presentasi
Pada fase ini guru dapat menyajikan materi pelajaran baik konsepkonsep maupun keterampilan. Penyajian materi dapat berupa : a)
penyajian materi dalam langkah-langkah kecil sehingga materi dapat
dikuasai siswa dalam waktu relatif pendek; b) pemberian contohcontoh konsep; c) pemodelan atau peragaan keterampilan dengan cara
demonstrasi atau penjelasan langkah-langkah kerja terhadap tugas; d)
menghindari disgresi; e) menjelaskan ulang hal-hal yang sulit.
3. Latihan terstruktur
Pada fase ini guru memandu siswa untuk melakukan latihan-latihan.
Peran guru yang penting dalam fase ini adalah memberikan umpan
balik terhadap respon siswa dan memberikan penguatan terhadap
respon siswa yang benar dan mengoreksi respon siswa yang salah.
4. Latihan terbimbing
Pada fase ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berlatih konsep atau keterampilan. Latihan terbimbing ini baik juga
digunakan oleh guru untuk mengasah kemampuan siswa untuk
melakukan tugasnya. Pada fase ini peran guru adalah memonitor dan
memberikan bimbingan jika diperlukan.
5. Latihan mandiri
Pada fase ini siswa melakukan kegiatan latihan secara mandiri, fase
ini dapat dilalui siswa jika telah menguasai tahap-tahap pengerjaan
tugas 85-90% dalam fase bimbingan latihan.
Borich dalam Udin S, (1992:107) mengemukakan sintaks
pembelajaran langsung sebagai berikut.
a) Review harian
- Pengecekan pekerjaan yang lalu
- Pengarahan ulang
b) Penyajian bahan baru

c)

d)
e)
f)

- Memberi pandangan umum
- Menjabarkan langkah khusus
Membimbing kegiatan siswa
- Memberikan penegasan
- Memberi umpan balik khusus
- Mengecek pengertian
- Melanjutkan kegiatan
Memberikan koreksi dan umpan balik
- Memberi koreksi
- Memberi umpan balik
Memberi latihan bebas
Review mingguan dan bulanan

Slavin (2003:222) mengemukakan tujuh langkah dalam sintaks
pembelajaran langsung, yaitu sebagai berikut.
1. Menginformasikan tujuan pembelajaran dan orientasi pembelajaran
kepada siswa. Dalam fase ini guru menginformasikan hal-hal yang
harus dipelajari dan kinerja siswa yang diharapkan.
2. Mereview pengetahuan dan keterampilan prasyarat. Dalam fase ini
guru mengajukan pertanyaan untuk mengungkap pengetahuan dan
keterampilan yang telah dikuasai siswa.
3. Menyampaikan materi pelajaran. Dalam fase ini, guru menyampaikan
materi, menyajikan informasi, memberikan contoh-contoh,
mendemonstrasikan konsep dan sebagainya.
4. Melaksanakan bimbingan, dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
untuk menilai tingkat pemahaman siswa dan mengoreksi kesalahan
konsep.
5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih. Dalam fase ini,
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih
keterampilannya atau menggunakan informasi baru secara individu
atau kelompok.
6. Menilai kinerja siswa dan memberikan umpan balik. Guru
memberikan reviu terhadap hal-hal yang telah dilakukan siswa,
memberikan umpan balik terhadap respon siswa yang benar dan
mengulang keterampilan jika diperlukan.
7. Memberikan latihan mandiri. Dalam fase ini, guru dapat memberikan
tugas-tugas mandiri kepada siswa untuk meningkatkan pemahamannya
terhadap materi yang telah mereka pelajari.

Berdasarkan sintaks di atas, model pembelajaran langsung
mengutamakan pendekatan deduktif, dengan titik berat pada proses
belajar konsep dan keterampilan motorik. Suasana pembelajaran
terkesan lebih terstruktur dengan peranan guru yang lebih dominan.
2. Teaching centered
Pada sistem pembelajaran model Teacher Centered Learning, guru
lebih banyak melakukan kegiatan belajar-mengajar dengan bentuk
ceramah (lecturing). Pada saat mengikuti kuliah atau mendengarkan
ceramah, siswa sebatas memahami sambil membuat catatan, bagi yang
merasa memerlukannya. Guru menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil
pembelajaran dan seakan-akan menjadi satu-satunya sumber ilmu. Model
ini berarti memberikan informasi satu arah karena yang ingin dicapai
adalah bagaimana guru bisa mengajar dengan baik sehingga yang ada
hanyalah transfer pengetahuan.
Pendekatan teacher center dimana proses pembelajaran lebih
berpusat pada guru hanya akan membuat guru semakin cerdas tetapi siswa
hanya memiliki pengalaman mendengar paparan saja. Output yang
dihasilkan oleh pendekatan belajar seperti ini tidak lebih hanya
menghasilkan siswa yang kurang mampu mengapresiasi ilmu
pengetahuan, takut berpendapat, tidak berani mencoba yang akhirnya
cenderung menjadi pelajaran yang pasif dan miskin kreativitas.


Kelebihan dan kelemahan Model Pembelajaran Teacher Center
Learning
Kelebihan

Kelemahan

Sejumlah besar informasi dapat
diberikan dalam waktu singkat

Pengajar mengendalikan
pengetahuan sepenuhnya, tidak ada
partisipasi dari pembelajar

Informasi dapat diberikan ke
sejumlah besar siswa

Terjadi komunikasi satu arah, tidak
merangsang siswa unuk
mengemukakan pendapatnya

Pengajar mengendalikan
sepenuhnya organisasi, bahan ajar,
dan irama pembelajaran

Tidak kondusif terjadinya critical
thinking

Merupakan mimbar utama bagi
pengajar dengan kualifikasi pakar

Mendorong pembelajaran pasif

Bila pembelajaran diberikan
dengan baik menimbulkan inspirasi
dan stimulasi bagi siswa

Suasana tidak optimal untuk
pembelajaran secara aktif dan
mandiri

Metode asesmen cepat dan mudah

Contoh Kasus Penerapan Teori Belajar Behaviorisme:
Ani merupakan seorang murid yang tidak begitu berprestasi di
bidang akademik sewaktu duduk di bangku SD. Setelah mengamati anak
perempuannya yang tak becus dalam urusan sekolah, Ibu Ani
menawarkan sebuah perjanjian yang rupanya dapat menumbuhkan
motivasi belajarnya. Apabila Ani bisa memperoleh peringkat sepuluh
besar, Ani akan terbebas dari segala urusan rumah tangga, seperti
mengepel, menyapu, mencuci, dan lain sebagainya.
Alhasil, Ani pun giat belajar demi terbebas dari kewajiban
membantu ibu. Dan tanpa disangka, Ani berhasil memperoleh peringkat
pertama. Senyuman penuh kebahagian, syukur, dan rasa bangga pun yang
terukir di wajah ibu setelah pulang mengambil rapor. Hal ini menyebabkan
Ani menjadi kian kalut dalam usaha mempertahankan juara kelas dari
tahun ke tahun. Dan banyak hal positif yang saya rasakan setelah itu,
seperti lebih dihargai teman dan guru. Sayangnya, ketika Ani gagal
menjaga konsistensi tersebut, maka Ani akan mendapatkan beberapa hal
sebagai ganjaran, seperti berkurangnya waktu bermain dan sudah tentu
harus tetap mengerjakan tugas bersih-bersih rumah.
Dari Contoh Kasus Teori Belajar Behaviorisme di atas, dapat
dijabarkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Penguatan (reinforcement) atau penghargaan (reward), yaitu suatu
konsekuensi yang meningkatkan peluang terjadinya sebuah perilaku,
seperti usaha belajar yang meningkat setelah diberi stimulus.

2. Penguatan negatif (Negative reinforcer) merupakan penguatan yang
didasarkan pada prinsip bahwa frekuensi dari respons meningkat
diikuti oleh stimulus yang tidak menyenangkan, misalnya usaha
belajar meningkat dikarenakan untuk menghindari tugas-tugas rumah.
3. Hukuman (punishment) adalah suatu konsekuensi yang menurunkan
peluang, contohnya tugas bersih-bersih dan kuantitas waktu bermain
dikurangi.

Kelebihan teori belajar (behaviorisme) adalah sebagai berikut:
1. Sangat cocok diterapkan kepada siswa atau anak yang masih
membutuhkan dominasi orang tua.
2. Pembelajaran dapat mudah diarahkan dan diganti dengan stimulusstimulus yang diinginkan.
3. Pembelajaran mempunyai orientasi pada hasil yang dapat diukur dan
diamati.
Kekurangan teori belajar (behaviorisme) adalah sebagai berikut:
1. Menyebabkan proses pembelajaran yang tidak menyenangkan dan
pendidik terkesan menjadi bersikap otoriter kepada siswa.
2. Pembelajaran hanya perpusat pada guru sehingga pemikiran siswa
tidak bisa berkembang secara lebih kreatif.
3. Pemberian hukuman dianggap menjadi pilihan yang paling efektif
untuk menertibkan siswa.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teori belajar Behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari pengalaman. Dalam teori behaviorisme, ingin
menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan,
dan diramalkan. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori
belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar.

DAFTAR PUSTAKA
Sari,

Dini

Komala.

2014.

Tokoh-tokoh

Aliran

Behavioristik.

(online).

https://dinikomalasari.wordpress.com/2014/04/04/tokoh-tokoh-aliranbehavioristik/. Diakses pada 26 Januari 2017
Steviani.

2014.

Model

Pembeajaran

Behavioristik.

(Online).

http://stevianiboru.blogspot.co.id/2014/01/model-pembelajaranbehavioristik.html. Diakses pada 26 Januari 2017
Poetra,

Adi.

2011.

Model-model

Pemblajaran.

(Online).

http://adipilomidonat.blogspot.co.id/2011/12/model-modelpembelajaran.html. Diakses pada 26 Januari 2017
______.2014. Perbedaan Model Pembeajaran Teacher Center dan Student
Center. (Online). http://dagangankularis.blogspot.co.id/2014/12/perbedaanmodel-pembelajaran-teacher.html. Diakses pada 27 Januari 2017

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA KONDISI EKONOMI WARGA BELAJAR KEJAR PAKET C DENGAN AKTIVITAS BELAJAR DI SANGGAR KEGIATAN BELAJAR KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PELAJARAN 2010/2011

1 100 15

Makalah inti ganda Geografi

0 0 7

Makalah prisma segitiga

0 4 6

UPAYA PENINGKATAN PROSES DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN ALAT PERAGA PADA MATA PELAJARAN IPA DI KELAS IV (EMPAT) SDN 3 TEGALSARI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2011/2012

23 110 52

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI 1 SINAR MULYA KECAMATAN BANYUMAS KAB. PRINGSEWU

43 182 68

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

PENGARUH PEMANFAATAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH DAN MINAT BACA TERHADAP HASIL BELAJAR IPS TERPADU SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 WAY

18 108 89

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA MAKANANKU SEHAT DAN BERGIZI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS IV SDN 2 LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG

3 72 62