PENGEMBANGAN AKUAKULTUR DI PEDESAAN TINJ

PENGEMBANGAN AKUAKULTUR
DI PEDESAAN : TINJAUAN HUBUNGAN SOSIAL-EKONOMI DENGAN
TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI BUDIDAYA
Taufik Budhi Pramono dan Petrus Hary Tjahja Soedibya
Program Studi Budidaya Perairan
Jurusan Perikanan dan Kelautan Universitas Jenderal Soedirman
Jl. Dr. Suparno Karangwangkal Purwokerto

ABSTRAK
Penelitian dengan tujuan untuk mengetahui tingkat adopsi teknologi pembesaran ikan gurami
(Osphronemus gouramy) di kabupaten Purbalingga telah dilakukan. Tingkat adopsi teknologi
dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Pengumpulan data menggunakan metode
purposive sampling pada pembudidaya ikan yang masih aktif. Data dianalisis secara statistik
deskriptif. Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat adopsi pembudidaya ikan terhadap paket teknologi
termasuk kategori sedang. Kondisi ini mengindikasikan para pembudidaya ikan tidak melakukan
semua paket anjuran.
Kata Kunci : adopsi, teknologi pembesaran, ikan gurami

PENDAHULUAN
Pembangunan perikanan budidaya di Indonesia secara umum telah mampu
meningkatkan produksi pada berbagai bidang usaha yang dikembangkan. Produksi

perikanan dalam periode 2000-2004 mengalami peningkatan rata-rata per tahun
sebesar 5.23% yakni dari 5.107 juta ton pada tahun 2000 menjadi 6.231 juta ton pada
tahun 2004. Produksi perikanan tersebut masih didominasi oleh usaha penangkapan.
Rendahnya produksi perikanan budidaya antara lain disebabkan oleh masih
rendahnya

manajemen budidaya pada sebagian besar pembudidaya ikan

(Mintohardjo, 2003).
Berbagai upaya untuk meningkatkan produksi akuakultur terus dilakukan
oleh Departemen Kelautan dan Perikanan dengan melaksanakan berbagai macam
program diantaranya, program Intensifikasi Budidaya Ikan (INBUDKAN), Budidaya
Ikan di Pedesaan, Budidaya Ikan Terintegrasi dan lain-lain. Melalui program ini,

teknologi budidaya ikan diintroduksikan dengan tujuan untuk memperbaiki
pelaksanaan budidaya ikan.
Keberhasilan program pengembangan perikanan budidaya sangat dipengaruhi
oleh kesesuaian teknologi yang dianjurkan dengan kebutuhan pembudidaya ikan. Hal
ini disebabkan oleh sifat akuakultur yaitu spesifik lokasi, sehingga teknologi yang
telah diciptakan dengan baik harus diadaptasikan atau dimodifikasi untuk

diaplikasikan di lokasi berbeda guna mengetahui variabilitas ekonominya (Widodo,
2001).
Perkembangan inovasi dan teknologi di bidang perikanan saat ini kian
berkembang cukup pesat, oleh karena itu diperlukan sebuah kegiatan untuk
melakukan

perubahan-perubahan

kepada

masyarakat.

Salah

satu

upaya

melaksanakan perubahan tersebut diperlukan kegiatan penyuluhan (Van Den Ban dan
Hawkins, 1999; Wiramiharja


et.al. 2007). Penyuluhan sangat diperlukan dalam

pengembangan masyarakat agar mampu mandiri. Penyuluhan berperan penting untuk
meningkatkan kesejahteraan melalui perubahan perilaku dalam berusaha, berbisnis
dan bermasyarakat (Slamet, 2003).
Pengembangan akuakultur pada lokasi yang berbeda dipengaruhi oleh
sejumlah pembatas diantaranya faktor biologi, ekonomi dan sosial (Widodo, 2001).
Selain itu, faktor lainnya adalah kesediaan pembudidaya ikan untuk mengadopsi
teknologi budidaya ikan yang dianjurkan. Kesediaan untuk melakukan adopsi atau
tidak akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan keluaran program yang
dikembangkan itu sendiri (Kusai, 1996).
Kabupaten Purbalingga merupakan salah satu sentra pembesaran ikan gurami
di kawasan Eks Karesidenan Banyumas. Program pengembangan budidaya ikan
berikut introduksi teknologi pembesaran ikan gurami telah dilakukan sejak lama.
Namun hingga saat ini informasi mengenai tingkat adopsi teknologi belum banyak
diketahui.

Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk


mendapatkan informasi mengenai tingkat adopsi teknologi pembesaran ikan gurami
yang ada dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini diharapkan dapat

dipergunakan

sebagai

bahan

masukan

bagi

pengambil

kebijakan

untuk

menyempurnakan program-program yang terkait dengan penyediaan paket teknologi.

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di dua kecamatan yaitu Kemangkon dan Purbalingga.
Pemilihan kecamatan dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan kriteria
bahwa kabupaten tersebut merupakan sentra pembesaran ikan gurami di Kabupaten
Purbalingga. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2006.
Jenis Data
Data primer yang dikumpulkan mencakup data karakteristik internal dan
eksternal responden (pembudidaya ikan). Karakteristik internal responden mencakup
data umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pendapatan, jumlah
tanggungan, alasan melakukan usaha, frekuensi interaksi dengan penyuluh perikanan
Metode Pengambilan Data
Data primer diperoleh dengan wawancara terhadap responden menggunakan
pertanyaan terstruktur yang bertujuan untuk mengetahui tingkat adopsi teknologi
budidaya ikan dan keeratan hubungan antara karakteristik internal responden dengan
tingkat adopsi.

Pengambilan responden ditentukan secara purposive sampling,

dimana kriteria responden adalah “pembudidaya ikan yang masih aktif melakukan

usaha pembesaran ikan gurami”. Jumlah responden adalah

sebanyak 35 orang

setiap wilayah. Data sekunder dikumpulkan dari berbagai literatur dan dokumen
yang dimiliki oleh instansi terkait.

Metode Analisis
Tingkat Adopsi Teknologi Pembesaran Ikan Gurami
Paket teknologi pembesaran ikan gurami yang menjadi acuan adalah Standar
Nasional Indonesia (SNI) tahun 2002 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan.
Data primer yang dikumpulkan adalah berupa pernyataan-pernyataan
responden yang mencerminkan tingkat penerapannya terhadap teknologi anjuran
pembesaran ikan gurami, yang kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk skor.
Skor 1 = tingkat penerapan tidak sesuai dengan anjuran, skor 2 = tingkat penerapan
50% sesuai anjuran dan skor 3 = tingkat adopsi sesuai anjuran. Kesesuaian tingkat
penerapan teknologi yang dianjurkan ini kemudian disebut tingkat adopsi mereka
terhadap teknologi anjuran.


Kategori tingkat adopsi teknologi diklasifikasikan

menjadi 3 kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi.
Dari hasil tabulasi, kemudian diperoleh kisaran dari tingkat penerapan
teknologi anjuran untuk setiap lokasi penelitian. Ketentuan yang digunakan untuk
mencari kisaran tingkat adopsi tersebut adalah skor maksimum dikurangi skor
minimum/jumlah kategori dikurangi 1. Penjelasan atas nilai skor tingkat adopsi
perorangan dan kisaran range tingkat adopsi untuk tingkat lokasi riset kemudian
dianalisis secara deskriptif.
Keeratan Hubungan Antara Karakter Internal Pembudidaya Dengan Tingkat
Adopsi Teknologi Pembesaran Ikan Gurami
Data primer tentang karakteristik internal responden ditabulasi.

Hasilnya

kemudian dianalisis menggunakan uji statistik Koefisien Korelasi Rank Spearman.
Rumus yang digunakan merujuk pada rumus yang dikemukakan Walpole (1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkat Adopsi Teknologi Pembesaran Ikan Gurami

Penentuan tingkat adopsi dijabarkan secara perorangan dan bersama-sama.
Tabel 1 menunjukkan bahwa tingkat adopsi secara perorangan di kedua lokasi
penelitian secara umum masuk dalam kategori sedang.

Distribusi responden

pembudidaya ikan di kecamatan Purbalingga sebanyak 1 orang (2.86%) termasuk
kategori tinggi, 28 orang (80%) kategori sedang dan 6 orang (17.14%) kategori
rendah. Sedangkan sebaran responden di Kecamatan Kemangkon adalah 29 orang
(68.57%) termasuk kategori sedang, 5 orang (14.28%) termasuk kategori rendah dan
1 orang (2.86%) termasuk kategori tinggi (Tabel 1).
Hasil penilaian tingkat adopsi secara perorangan ini sangat konsisten dengan
penilaian secara bersama-sama (kolektif), dimana skor total untuk Kecamatan
Purbalingga maupun Kemangkon hampir sama yaitu 2.96. Ini berarti bahwa paket
teknologi anjuran tidak seluruhnya diadopsi oleh pembudidaya ikan di kedua daerah
tersebut.
Tabel 1. Sebaran Responden menurut tingkat Adopsi Teknologi Pembesaran
Ikan Gurami
No Tingkat
Jumlah Responden

Purbalingga
Kemangkon
Adopsi
Jumlah
Persen
Jumlah
Persen
Responden
Responden
Responden
Responden
(%)
(%)
1. Rendah
6
17.14
5
14.28
2. Sedang
28

80
29
68.57
3. Tinggi
1
2.86
1
2.86
Jumlah
35
100
35
100

Hubungan Antara Karakter Internal dan Eksternal Pembudidaya Dengan
Tingkat Adopsi Teknologi Pembesaran Ikan Gurami

Hasil analisis menunjukkan bahwa usia responden tidak mempunyai
hubungan nyata dengan tingkat adopsi teknologi pembesaran ikan gurami di kedua
lokasi dengan nilai rs=0.188 untuk Kecamatan Purbalingga dan rs=0.021 untuk

kecamatan Kemangkon yang nilainya lebih kecil dari titik nilai kritis, yaitu 0.325
(taraf signifikan 0.05). Perbedaan usia yang cukup jauh antara umur pembudidaya
yang terendah dengan yang tertinggi tidak berpengaruh terhadap perbedaan tingkat
adopsi mereka terhadap teknologi pembesaran ikan gurami.
Hubungan antara pendidikan formal responden dengan tingkat adopsi
pembesaran ikan gurami terlihat berpengaruh sangat nyata di daerah kecamatan
Purbalingga. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan formal responden, semakin
tinggi pula tingkat adopsinya. Hal ini diduga pembudidaya ikan yang berpendidikan
lebih tinggi relatif lebih cepat melaksanakan adopsi inovasi dan sebaliknya
pembudidaya yang berpendidikan rendah lebih sulit untuk melakukan adopsi inovasi
dengan cepat.
Sedangkan untuk kecamatan Kemangkon pendidikan formal memiliki
hubungan negatif dengan tingkat adopsi. Kecenderungan ini disebabkan di daerah
tersebut usia responden relatif berusia lanjut dan telah melakukan kegiatan
pembesaran ikan gurami cukup lama sehingga merasa bahwa teknologi anjuran tidak
perlu diikuti.
Hubungan antara pendidikan non formal dikedua lokasi mempunyai hubungan
nyata.

Adanya pengaruh mengindikasikan bahwa wawasan, pengetahuan dan

keterampilan responden menyangkut teknologi anjuran cukup memadai. Pendidikan
non formal yang pernah diikuti responden mampu mendorong mental untuk
menerima inovasi yang menguntungkan dapat diciptakan.
Sedangkan untuk variabel lain yaitu pendapatan di kecamatan Purbalingga
menunjukkan semakin tinggi tingkat pendapatan maka semakin rendah tingkat
adopsinya. Berbeda halnya dengan di kecamatan Kemangkon, semakin tinggi

pendapatan maka semakin tinggi pula tingkat adopsinya.

Perbedaan pendapatan

pada kedua daerah tersebut dipengaruhi oleh luasan kolam yang dimiliki.
Untuk jumlah tanggungan keluarga mempunyai hubungan yang tidak searah
dengan tingkat adopsi. Artinya ada kecenderungan akan terjadi penurunan tingkat
adopsi

teknologi

apabila

jumlah

tanggungan

keluarga

semakin

besar.

Kecenderungan ini diterangkan oleh sebagian besar tanggungan keluarga adalah
masih sekolah sehingga pendapatan responden dari hasil usaha pembesaran ikan
gurami lebih banyak digunakan untuk membiayai kebutuhan rumah tangga dan
sedikit untuk kegiatan perbaikan produksi sehingga adopsinya semakin rendah.
Hubungan antara alasan melakukan usaha dengan tingkat adopsi untuk di
kecamatan Purbalingga dan Kemangkon sangat erat. Artinya semakin kuat alasan
melakukan usahanya maka semakin tinggi tingkat adopsinya.

Alasan utama

responden adalah untuk pemenuhan kebutuhan keluarga, sehingga usaha budidaya
ikan merupakan usaha pokok responden.
Frekuensi interaksi dengan penyuluh dengan tingkat adopsi pembesaran ikan
gurami tidak mempunyai hubungan yang nyata. Frekuensi interaksi dengan penyuluh
bukanlah satu-satunya penentu dalam pengambilan keputusan dalam menerapkan
teknologi anjuran, karena menurut responden mereka lebih banyak dipengaruhi oeh
faktor lain seperti manfaat yang diperoleh. Apabila teknologi tersebut memang
menguntungkan bagi responden dan manfaatnya besar dalam perbaikan ekonomi
mereka, maka mereka akan melaksanakan teknologi anjuran tersebut dengan lebih
baik.

Tabel 2. Nilai koefisien korelasi menurut Rank Spearman dari hubungan
karakteristik internal responden dengan tingkat adopsi teknologi
pembesaran ikan gurami
No Karakteristik Internal Responden
Nilai rs
Purbalingga
Kemangkon
1.
Umur
0.188
0.021
2.
Pendidikan formal
0.457
-0.167
3.
Pendidikan non formal
0.402*
-0.422*
4.
Pendapatan
-0.105
0.273
5.
Jumlah tanggungan keluarga
-0.045
-0.266
6.
Alasan melakukan usaha
0.557*
0.157
7.
Frekuensi interaksi dengan penyuluh
0.273
0.118
perikanan
Keterangan : * = signifikan (nilai kritis adalah 0.325 pada taraf signifikan 0.05.
+/- = memiliki hubungan nyata

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat adopsi
teknologi pembesaran ikan gurami tergolong kategori sedang. Karakteristik internal
yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi di kecamatan Purbalingga adalah
pendidikan formal dan pendidikan non formal, pendapatan dan alasan melakukan
usaha.

Sedangkan hubungan karakteristik internal yang berpengaruh di wilayah

Kemangkon adalah pendapatan.

DAFTAR PUSTAKA
Kusai, 1996. Tingkat Adopsi Pembenih Ikan Terhadap Teknologi Budidaya Ikan
Dalam Keramba Jaring Apung : Kasus di Kecamatan Bankinang Barat,
Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Thesis. Program Pasca Sarjana, Institut
Pertanian Bogor. 127 p.
Mintohardjo, K. 2003. Budidaya Ikan di Pedesaan dan Permasalahannya. Makalah
pada Pelatihan Tenaga Pendamping Teknologi Budidaya Ikan Di Pedesaan di
Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Juni 2003.
Pramono, T.B. Suluh Tak Pernah Padam. Majalah Agrobis Indonesia. Jakarta.
Slamet, M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Bogor : IPB
Press.
Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia.
Jakarta. 26-92 p.

Van den Ban A.W. and H.S Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Terjemaahan.
Yogyakarta : Yayasan Kanisius.
Walpole, R.E. 1993. Pengantar Statistika. Edisi ketiga. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta. 151-153.
Widodo, J. 2001. Prinsip Dasar Pengembangan Akuakultur Dengan Contoh
Budidaya Kerapu dan Bandeng di Indonesia. Prosiding Seminar Teknologi
Budidaya Laut dan Pengembangan Sea Farming di Indonesia. 17-26 p.
Wiramiharja, Y., E. Rahayuni, Y . Adhitomo, I.M.Harahap, W.C. Ashuri dan Y. Niwa.
2007. Penyuluhan pada Perikanan Budidaya Air Tawar untuk Pembudidaya
Skala Kecil. Balai Budidaya Air Tawar Jambi-Japan Iternational Cooperation
Agency (JICA).