Contoh Kasus Komunikasi Antar Budaya

UJIAN AKHIR SEMESTER
Mata Kuliah Seminar Komunikasi Antarbudaya

Pengajar: Prof. Dr. Ilya Revianti S.

RANGGI MARSETI LAYYINANTI
NPM 1306348985

PROGRAM PASCASARJANA
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2014

KOREA DILIHAT DARI IKLAN “FALL IN LOVE WITH KOREA”
DI KBS WORLD TV

PENDAHULUAN
Korea merupakan salah satu negara di Asia yang sedang mengalami kemajuan yang
pesat di antara negara-negara lain baik di Asia maupun luar Asia. Korea saat ini telah menjadi
pusat budaya Asia di seluruh negara, dimana negara ini menjadi salah satu pedoman baru

tentang keberadaan dan kebudayaan warga Asia. Tidak hanya itu Korea telah menjadi negara
di Asia yang telah menjadikan semua kebudayaan yang ada di dalam diri Korea diketahui
oleh manusia yang ada di dunia. Seperti yang banyak orang ketahui bahwa Amerika
merupakan negara ternama yang seakan-akan tidak memiliki tandingan dari negara manapun.
Amerika sangat menguasai di berbagai bidang baik musik, film, acara televisi, berita, maupun
kebudayaan mereka. Tapi, Korea saat ini telah berhasil membentuk dirinya menjadi hampir
sama, bahkan setara dengan Amerika. Hal ini terlihat dimana Korea sudah menjadi panutan
bagi siapapun dari kalangan manapun.
Korea telah menjadi popular culture dimasa sekarang. Korea saat ini sudah populer
bahkan menjadi suatu hal yang dicari-cari oleh kalangan manapun dan siapapun. Tidak hanya
dari segi musik dan drama saja, saat ini semua yang ada dalam diri Korea sudah diketahui
dan merajalela dimanapun. Seperti, film, makanan, pakaian tradisional, tarian tradisional,
bahasa, kebudayaan, kebiasaan, adat istiadat, dan lain-lain telah diketahui oleh masyarakat
luas. Salah satu contoh yang lainnya yaitu iklan. Iklan-iklan di Korea pun juga menjadi salah
satu pemikat karena keunikannya dalam pembuatan iklan. Banyak yang menganggap bahwa
iklan-iklan dari Korea ini lucu, unik, dan memiliki daya pikat tersendiri. Setiap iklan yang
dimunculkan dalam televisi entah itu mempromosikan barang atau hal yang lain, menjadi
sesuatu yang menggiurkan para penontonnya untuk membeli atau merasakan barang-baranng
yang diiklankan dari Korea langsung. Seperti hal kecilnya iklan kosmetik, iklan ini menarik
perhatian karena dari bagaimana gaya model iklan yang memperagakan kosmetik tersebut,

siapa yang menjadi model (artis ternama atau salah satu idol), bentuk suasana iklannya, atau
bentuk barang kosmetik itu sendiri yang unik, terlihat seperti sebuah mainan, dan tidak
seperti bentuk kosmetik pada umumnya yang terlihat biasa. Dari iklan tersebut, kosmetik-

kosmetik Korea menjadi banyak peminatnya karena ingin merasakan bagaimana rasanya
menggunakan kosmetik tersebut dan apakah bentuk aslinya sama seperti yang diiklankan atau
tidak.
Iklan bisa dikatakan dengan kata lain Promosi. Mengapa? Karena menurut saya
iklan adalah sesuatu yang menampilkan, menjual, dan memberikan arah semangat pada suatu
barang atau event dengan cara yang berbeda dalam menarik perhatian banyak orang dari
kalangan manapun dan juga menaikkan dan mempertahankan barang atau event tersebut ke
dan di level lebih tinggi. Hal inilah kenapa iklan bisa disebut promosi. Penjelasan lain
mengatakan bahwa iklan dan promosi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem
ekonomi dan sosial masyarakat modern. Iklan sudah berkembang menjadi sistem komunikasi
yang sangat penting tidak saja bagi produsen barang dan jasa tetapi juga bagi konsumen. Hal
inilah yang menunjukkan bahwa kemampuan iklan dan metode promosi lainnya dalam
menyampaikan pesan kepada konsumen menjadikan kedua bidang tersebut memegang peran
sangat penting bagi keberhasilan perusahaan (Morissan, 2010: 1).
Instrumen dasar yang digunakan untuk mencapai tujuan komunikai perusahaan
disebut dengan bauran promosi atau promotional mix dimana mencakup iklan (advertising),

promosi penjualan (sales promotion), publikasi/humas, dan personal selling (Belch & Belch,
2001: 14). Dari promotional mix ini sangat penting adalah iklan. Iklan atau advertising ini
dapat didefinisikan sebagai “setiap bentuk non-personal mengenai suatu organisasi, produk,
servis, atau ide yang dibayar oleh satu sponsor yang diketahui” (Ralph S. Alexander, 1965).
Mengapa ‘dibayar’ dan ‘non-personal’? Maksud ‘dibayar’ lebih menunjukkan fakta bahwa
ruang atau waktu bagi suatu pesan ikaln pada umumnya harus dibeli. Sedangkan ‘nonpersonal’ berarti suatu iklan yang melibatkan media massa, seperti TV, radio, majalah, koran,
dan lain-lain yang mengirimkan pesan ke kelompok individu dengan jumlah yang sangat
besar dan pada saat waktu yang bersamaan. Karena itulah, pemasang iklan harus betul-betul
mempertimbangkan bagaimana audiens akan menginterpretasikan dan memberikan respon
terhadap pesan iklan yang dimaksud.
Iklan merupakan salah satu bentuk promosi yang paling dikenal dan paling banyak
dibahas orang, hal inilah yang memungkinkan karena adanya jangkauan yang luas (Morissan,
2010: 18). Kekuatan media massa-lah yang membuat iklan menjadi lebih besar dan terkenal
jika diatur dengan baik dan pas sesuai dengan selera orang-orang yang dicari oleh iklan
tersebut. Ada beberapa alasan perusahaan atau pemasang iklan memilih menampilkan

iklannya dan mempromosikan barang atau jasanya di media massa. Pertama, iklan di media
massa dinilai efisien dari segi biaya untuk mencapai audiens dalam jumlah besar. Kedua
adalah kemampuannya dalam menarik perhatian konsumen terutama produk yang iklannya
populer atau sangat dikenal masyarakat. Sifat dan tujuan iklan memang berbeda antara satu

perusahaan dengan perusahaan yang lainnya, mungkin ada satu perusahaan yang bertujuan
untuk mendapatkan respon atau aksi segera, sedangkan perusahaan lain bertujuan untuk lebih
mengembangkan kesadaran atau ingin membentuk suatu citra positif dalam jangka pajang
bagi barang atau jasa yang ia promosikan. Ternyata tidak hanya sifat dan tujuan dari
perusahaan saja yang berbeda, namun konsumen yang menjadi target suatu iklan juga
berbeda antara satu jenis produk dengan produk yang lainnya.

URAIAN TEORI
Dalam mempertimbangkan budaya populer, kita dibutuhkan untuk memikirkan
bahwa tidak hanya bagaimana orang-orang menafsirkan dan mengonsumsi budaya populer,
tapi juga memikirkan bagaiman teks-teks budaya populer ini menggambarkan kelompokkelompok khusus dalam cara yang spesifik. Kita juga butuh untuk memikirkan bagaimana
kekuatan suatu hubungan dapat ditanamkan dalam budaya populer yang dinamis.

What is Popular Culture?
Penulis dan penyair esai abad ke-19, Matthew Arnold, mendefinisikan budaya
sebagai “The best that has been thought and said in the world” – sebuah definisi yang
menekankan kualitas. Dalam konteks ini, banyak masyarakat Barat membedakan High
Culture dan Low Culture. High Culture mengacu pada kegiatan budaya yang sering dilakukan
kalangan elit atau dinilai “baik untuk dilakukan”, yaitu balet, simfoni, opera, sastra besar, dan
seni rupa. Nilai budaya mereka dilihat sebagai sesuatu yang transenden dan abadi. Bahkan,

universitas mengabdikan kursus, program, dan bahkan seluruh departemen untuk
mempelajari aspek high culture. Sedangkan Low Culture mengacu pada kegiatan masyarakat
non-elite. Secara tradisional, kegiatan-budaya rendah dianggap sebagai studi tidak serius atau
kritis. Nilai-nilai budaya yang tertanam dalam kegiatan ini dianggap tidak transenden atau
abadi.

Elitisme tercermin dalam perbedaan antara budaya tinggi dan rendah dalam sistem
sosial Barat dalam beberapa dekade terakhir. Namun perbedaan ini sudah mulai patah.
Sebaliknya, mereka memberikan kontribusi untuk kerangka konseptual baru dengan
membuktikan legitimasi bentuk-bentuk budaya lainnya yang secara tradisional dikategorikan
sebagai budaya rendah tetapi kini dibingkai sebagai budaya populer. Karena dari pandangan
elitis budaya tersebut, perbedaan antara "budaya tinggi" dan "budaya rendah" telah
menyebabkan budaya rendah yang dikonseptualisasikan ulang sebagai budaya populer.
Beberapa ahli pemikir telah memberikan sudut pandang terhadap budaya populer.
Menurut Barry Brummett (1994) yang merupakan seorang ahli pidato kontemporer,
menawarkan sebuah definisi yaitu, budaya populer mengacu pada sistem atau artefak yang
banyak orang berbagi (share) dan yang banyak diketahui. Kalau menurut John Fiske (1989),
untuk dibuat menjadi budaya populer, sebuah komoditas juga harus membawa kepentingan
rakyat. Budaya populer bukan konsumsi, itu adalah budaya – proses aktif menghasilkan dan
menyebarkan makna dan kesenangan dalam sebuah sistem sosial, budaya, indusrialisasi, dan

tidak pernah bisa cukup dijelaskan dalam hal pembelian dan penjualan komoditas. Sedangkan
menurut Professor George Lipsitz (1990), kemampuan musisi untuk belajar dari budaya lain
menjadi kunci dalam keberhasilan mereka sebagai artis rock-and-roll.
Kontak antar budaya dan komunikasi antarbudaya memainkan peran sentral dalam
penciptaan dan pemeliharaan budaya populer. Ada empat karakteristik penting dari budaya
populer:
1. Diproduksi oleh industri budaya (menguntungkan secara ekonomi);
2. Berbeda dari folk culture (kegiatan budaya tradisional dan kebudayaan nonmainstream tanpa dorongan secara finansial);
3. Ada di mana-mana, dan
4. Mengisi fungsi sosial.
Sulit menghindari budaya populer. Tidak hanya ada dimana-mana, tapi juga
menyajikan fungsi sosial yang penting. Akademisi Horace Newcomb and Paul Hirsch (1987)
mengusulkan bahwa televisi menyajikan forum budaya dari diskusi dan menampilkan ide
dalam ragam topik, termasuk yang timbul dari program itu sendiri sehingga televisi punya
fungsi sosial – untuk menyajikan sebagai forum yang berhubungan dengan masalah sosial.
Dalam industri koran, editor sangat berperan dalam memandu respon masyarakat untuk
membenci kasus kejahatan tertentu. Maka, dapat disimpulkan bahwa koran memiliki 2 fungsi
yaitu sebagai forum diskusi publik dan pemimpin dari pemulihan masyarakat (Jack Glascock,

2004). Koran juga menyajikan forum diskusi kejadian yang tragis dan aspek yang

berhubungan dari kehidupan sehari-hari dan komunitas.
Kontrasnya,

tidak

semua

budaya

populer

menyajikannya

sebagai

forum

pertimbangan publik. Ritual ini cenderung mengecilkan ungkapan opini yang berbeda dari
patriotik nasionalis pada pertimbangan demokratis (Michael Butterworth, 2005). Cara
manusia menegosiasi hubungan mereka untuk budaya populer memang rumit dan kerumitan

ini yang membuat pemahaman tentang peran budaya populer dalam komunikasi antar budaya
sangat sulit. Jelasnya, kita bukan penerima yang pasif dari budaya populer yang membanjir
ini. Faktanya, kita cukup aktif dalam konsumsi atau perlawanan terhadap budaya populer.

Global Circulation of Images and Commodities
Konsep globalisasi saat ini sudah begitu melekat bagi kita semua. Berbagai bangsa,
negara, budaya, semuanya telah sangat akrab dengan istilah ini. Sebagian besar (sangat sulit
untuk tidak mengatakan semua) telah terpapar dan menjadi bagian dari globalisasi.
Globalisasi adalah sebuah proses yang selalu membawa pengaruh –pengaruh yang signifikan
bagi segala aspek, seperti ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Robertson (1992: 8)
mendefinisikasi globalisasi sebagai “The compression of the world and the intensification of
consciousness of the world as a whole”, yaitu kompresi dunia dan intensifikasi kesadaran
tentang dunia menjadi satu kesatuan. Sementara itu, Silverstone (1999: 107) menyatakan
bahwa globalisasi adalah “the product of a changing economic and political order, one in
which technology and capital have combined in a new multi-faceted imperialism”, yaitu
produk dari perubahan economi serta politik, di mana teknologi dan modal menjadi satu
dalam berbagai wajah baru imperialisme.
D.Cameron dalam sebuah artikel berjudul “The Big Issues, The World in 2007”
(London: The Economist, 2007: 84) menyatakan pendapat bahwa globalisasi sebagai
penyatuan (integrasi) dari ekonomi dunia. Sedangkan M.J. Gannon (Paradoxes of Culture

and Globlalization, LA, Sage, 2008: 4) mengemukakan konsep yang menyatakan bahwa
globalisasi adalah meningkatnya saling ketergantungan antar pemerintah negara-negara
dunia, perusahaan, organisasi nonprofit, dan individu warga negara. Terakhir dari perspektif
antropologi, globalisasi adalah kesalingterhubungan dunia, terutama dalam gerakan global
dari sumber daya alam, perdagangan barang, tenaga kerja, keuangan, informasi, bahkan

infeksi penyakit (W.A. Haviland, H. E.L. Prins. D.Walrath, and B. Mc Bride, Cultural
Anthropology: The Human Challenge, 12th ed. Belmont, CA: Thompson Higher Education,
2008: 19). Samovar, Porter, dan McDaniel (2007), dengan baik menggarisbawahi kesamaan
dari semua definisi tentang globalisasi dengan kata “keterhubungan”. Mereka menegaskan
bahwa pada kondisi dunia saat ini, adalah semakin sulit kita hidup tanpa mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh opini dan tindakan orang lain.
Gambaran global saat ini telah mengalami sirkulasi, seperti contohnya budaya
populer dari Amerika. Menurut Guback (1969), beberapa ilmuwan Amerika mencatat bahwa
industri film Amerika menghasilkan sangat banyak penghasilan dari negara di luar Amerika
Serikat dibandingkan dari penghasilan box office domestik (di Amerika Serikat sendiri).
Dalam situasi ini, menjadi mudah dipastikan bahwa Hollywood akan berlanjut untuk mencari
pasar luar negeri dan untuk menumbuhkan sumber daya finansial. Produser dan distributor
pastinya membuat sejumlah uang dari pemutaran film di dalam negaranya sendiri, tapi
mereka memiliki pendapatan dengan sejumlah uang yang signifikan dari negara non-Amerika

Serikat. Seperti contohnya, poster film-film Hollywood banyak sekali terpampang di negara
manapun termasuk Indonesia, atau dalam contoh di dalam buku Martin & Nakayama terlihat
adanya pemasangan spanduk pada tahun 1996 dengan gambar salah satu icon budaya
populer, James Dean, aktor dari film East of Eden dengan bertuliskan huruf kanji Jepang
disalah satu gedung di Tokyo.
Tidak hanya film-film Amerika saja, tetapi juga media Amerika yang secara bebas
disiarkan dan tersebar di luar Amerika, seperti Televisi dan koran (MTV, CNN, New York
Times, dan Washington Post). Sebenarnya implikasi dari dominansi oleh media dan budaya
populer Amerika belum pasti ditentukan, walaupun kita sendiri sudah bisa mengimajinasikan
apa konsuekensinya. India memproduksi lebih banyak film dibandingkan film-film Amerika,
tapi India kalah dalam menghasilkan uang dimana India memiliki hasil yang kecil dalam
menghasilkan uang dibandingkan dengan box office Amerika. Contoh lainnnya adalah budaya
populer Amerika memiliki efek yang mayoritas di negara-negara lain, khususnya selama abad
yang lalu, seperti jeans/blue jeans. Jeans ini adalah salah satu contoh yang benar-benar secara
total dan komplit asli dari Amerika dan telah diadopsi ke seluruh negara di dunia.
Tidak semua budaya populer datang dari Amerika saja, tetapi budaya populer dari
negara lain juga diperhitungkan. Contohnya, James Bond yang merupakan sebuah fenomena
negara Inggris, dimana karakter terkenal ini telah diekspor ke Amerika Serikat. Disini terlihat

bahwa karakter seorang Inggris menjadi pahlawan bagi audiens Amerika dan Internasional

melalui industri film Amerika. Hal ini yang menunjukkan bahwa tidak selalu mudah untuk
mengetahui apa yang termasuk budaya populer Amerika dan apa yang bukan. Pembuktian
dalam budaya populer yang mengglobal adalah banyak budaya populer yang diekspresikan
dalam bahasa non-Inggris memiliki waktu yang sulit di dalam global. Karena bahasa Inggris
sendiri adalah bahasa Internasional yang menjadi acuan untuk bisa berinteraksi dengan
siapapun dari berbagai negara, untuk itu budaya populer yang menggunakan bahasa Inggris
akan lebih terangkat dan memiliki kepopuleran lebih tinggi dibandingkan dengan bahasa dari
negaranya masing-masing.

Cultural Imperialism
Diskusi mengenai Cultural imperialism sudah dimulai sejak tahun 1920 dan masih
berlangsung sampai sekarang. Cultural imperialism banyak dibahas mengenai keterkaitannya
dengan ekonomi, imperialisme media, dan budaya yang dijadikan sebagai komoditas untuk
mencari keuntungan. Seperti dikutip dalam Martin & Nakayama (2007, p.353), John
Tomlinson mengungkapkan bahwa terdapat lima cara berpikir untuk menjelaskan mengenai
cultural imperialism: (1) sebagai dominasi kebudayaan, (2) sebagai imperialisme media, (3)
sebagai diskursus nasionalisme, (4) sebagai kritik atas kapitalisme global, dan (5) sebagai
kritik atas modernitas.
Tomlinson telah menjelaskan bahwa cultural imperialism dapat dipahami sebagai
dominasi

kebudayaan

dan

imperialisme

media.

Nakayama

(2007,

p.348)

telah

mengemukakan bahwa kebudayaan Amerika mendominasi dan memiliki kekuatan sampai
pada tahap global. Budaya populer seperti, film, musik, video game, acara televisi, majalah,
dan lain-lain merupakan bentuk kebudayaan Amerika yang paling mendominasi. Dimana
dominasi kebudayaan popular culture ini menjadi pendukung terjadinya imperialisme media
oleh media Amerika.
Film Hollywood merupakan contoh dari dominasi popular culture Amerika. Film
Hollywood merupakan produk kultural dimana Amerika mencoba untuk menguasai dunia
dengan cara halus. Melalui film-film ini, kebudayaan Amerika diperkenalkan dan ditanamkan
pada masyarakat dunia. Kebudayaan Amerika dalam film Hollywood diubah menjadi sebuah
komoditas untuk dijual pada masyarakat dunia, dimana tujuan sebenarnya adalah untuk

mendapatkan keuntungan dari penjualan-penjualan produk dari Amerika yang digunakan
secara sengaja dalam berbagai bentuk popular culture. Sekarang ini, film Hollywood menjadi
komoditas ekspor utama Amerika, yang pendapatannya melebihi penjualan di dalam negri.
(Maisuwong, 2012, http://www.ijert.org)
Dominasi kebudayaan Amerika melalui popular culture menimbulkan imperialisme
media. Sebagai contoh adalah CNN yang merupakan media berita besar di Amerika, dengan
adanya dominasi Amerika, CNN menjadi saluran berita international. Berita-berita yang
dimuat oleh CNN ditayangkan ke berbagai negara di dunia dan CNN dijadikan sumber berita
international. Hal ini semakin menegaskan adanya cultural imperialism yang dilakukan oleh
Amerika.
Amerika memiliki kekuatan dan pengaruh tetapi bukan berarti dominasi hanya
dimiliki dan dikuasai seorang diri oleh Amerika. Negara lain seperti Inggris, berhasil
mempertahankan dominasi kebuyaannya sendiri dan mencegah masuknya dominasi budaya
asing (budaya Amerika) ke dalam negaranya. Rasa nasionalisme yang tinggi berhasil
mencegah masuknya dominasi budaya aslng. Inggris juga bahkan berhasil membuat
kebudayaannya menyebar ke negara lain, seperti tokoh James Bond yang menjadi terkenal
tidak hanya di Inggris tetapi juga secara international.
Tomlinson juga menyebutkan bahwa cultural imperialism sebagai bentuk kritik
terhadap kapitalisme global. Dengan adanya dominasi produk-produk kultural tertentu yang
menyebar di seluruh dunia, maka pihak yang memproduksi produk budaya juga menjadi
bagian dalam dominasi tersebut. Pihak-pihak produsen tersebut menjadi para kapitalis, yang
seperti telah dituliskan sebelumnya hanya melihat produk budaya sebagai komoditas untuk
memperoleh keuntungan semata. Dimana budaya dan media hanya dijadikan alat para
kapitalis untuk menyebarkan kekuasaan mereka dan menambah keuntungan.
Negara-negara kapitalis biasanya merupakan negara-negara barat yang telah maju
secara peradaban dan teknologi. Negara barat memiliki tingkat modernitas yang lebih tinggi
dari negara berkembang yang selalu tertinggal selangkah dibelakang. Cara berpikir terakhir
untuk memahami cultural imperialism menurut Tomlinson adalah sebagai kritik atas
modernitas. Hal ini dapat dipahami bahwa cultural imperialism terjadi karena tingkat
kesenjangan modernitas antara negara maju dengan negara berkembang. Negara barat dengan
segala kemajuan dan kecanggihannya memiliki kemampuan untuk menyebarkan produkproduk budayanya ke berbagai belahan dunia. Pada akhirnya cultural imperialism hanya

menjadi dominasi pihak barat. Meskipun dominasi pihak barat sangat jelas terlihat dalam
cultural imperialism, tetapi dampak yang disebabkannya dapat berbeda pada tiap negara.
Bukan berarti karena negara barat memiliki kekuasaan dan kekuatan melebihi negara
berkembang, maka negara berkembang sudah pasti akan mengikuti segala bentuk budaya dari
negara barat.
Kesimpulannya adalah bahwa cultural imperialism tidak dapat dilihat hanya melalui
sudut pandang negara barat, khususnya Amerika, karena negara lain juga memiliki nilai dan
budaya sendiri, sehingga pengaruh cultural imperialism beragam arahnya. Tidak hanya
negara barat yang memberikan pengaruh pada negara berkembang tetapi juga negara
berkembang memberikan pengaruh pada negara barat. Selain itu, cultural imperialism erat
kaitannya dengan media imperialisme dan popular culture, karena cultural imperialism
disebarluaskan melalui popular culture dalam berbagai bentuk media.

BAHASAN KASUS

Salah satu penguat untuk memikat korea dengan munculnya sebuah iklan yang
ditemukan di salah satu Stasiun Televisi Korea ternama yang telah beredar di berbagai
negara, seperti Indonesia. KBS World TV, yang bisa ditemukan dan selalu ada, jika kita
memilki televisi berlangganan dengan merek apapun. Iklan tersebut bukan iklan yang
mempromosikan suatu barang, tetapi mempromosikan Korea yang ditampilkan oleh beragam
orang dari berbagai negara di dunia. Iklan Explore Korea ini bertemakan “Fall in Love with

Korea” dan menampilkan cuplikan video-video dari orang-orang dari berbagai negara yang
dengan sukarela mengirimkan videonya ke KBS World TV.
Awal mula dari iklan ini adalah dari sebuah kontes pembuatan video yang
bertemakan “Korea, My Love” yang dihadiahkan sebuah perjalanan gratis ke Korea dan
dibentuk oleh KBS World TV sendiri. Karena terlalu banyak pengirim video dalam kontes
tersebut, pihak KBS World TV membuat video-video ini menjadi sebuah iklan, yang setiap
minggunya memiliki video yang berbeda-beda. Iklan ini menampilkan pembuktian dari
seberapa besar orang-orang yang ada di negara luar Korea menyukai dan jatuh cinta terhadap
Korea. Mereka menunjukkan berbagai cara perwujudan rasa suka mereka terhadap Korea,
bisa melalui nyanyi, akting, tari, gambar, dan lain-lain. Tidak hanya itu saja, mereka bisa
mengungkapkan apapun yang mereka suka dari Korea, entah itu dari musik, drama, variety
show, makanan, kebudayaan, bahasa, alam, dan lain-lain. Iklan yang berisikan kumpulan
video kreatif dari pecinta Korea ini menggelitik saya untuk dijadikan contoh kasus sebagai
pelengkap dalam penjelasan Popular Culture and Power.
Isi dari iklan ini lebih menceritakan mengenai rasa suka mereka terhadap Korea.
Awal mula dari iklan ini lebih memberikan sebuah tulisan yang berisikan pernyataan ‘This
video was created drawing upon the 4,272 entries of the 2014 Global Content Contest ’. Setelah pernyataan tersebut, dianjutkan dengan sebuah video yang
berisikan ungkapan puitis dari beberapa orang dengan berbagai negara mengenai makna
Korea bagi mereka. Lalu, dilanjutkan dengan pengungkapan kegembiraan mereka akan
keberadaan Korea. Kemudian alasan mereka menyukai Korea yang mayoritas berawal dari
kesukaan mereka dengan musik, drama, penyanyi, dan aktor/aktris favorit mereka. Tidak
hanya itu saja, mereka juga mengungkapkan kesukaan mereka melalui makanan khas Korea
dengan mengucapkan kecintaannya menggunakan bahasa Korea. Mereka juga mengenakan
baju khas Korea (hanbok) dan memamerkan foto-foto mereka selama berjalan-jalan di wisata
alam Korea. Setelah itu, adanya pengungkapan dari beberapa orang yang menyatakan bahwa
adat istiadat Korea merupakan adat istiadat yang mengutamakan dan menghormati orang
yang lebih tua. Adanya rasa kesedihan terhadap kejadian kapal Sewol yang tenggelam dan
menenggelamkan ratusan siswa/siswi dari sekolah Korea. Adanya rasa terima kasih terhadap
Korea yang telah berpartisipasi membantu dan membangkitkan semangat bagi orang-orang
yang memiliki kekurangan dan kesulitan di Afrika. Kemudian diakhiri dengan pengungkapan
dan gambar bahwa Korea membentuk persahabatan yang erat tanpa melihat ras dan suku,
memunculkan kebahagiaan, dan terwujudnya rasa kasih sayang antar sesama.

Dari penjelasan lengkap mengenai iklan “Fall ini Love with Korea” yang
ditayangkan oleh KBS World TV itu membentuk suatu permasalahan yang sangat ingin
dipertanyak oleh peneliti. Permasalahan yang dipertanyakan, yaitu:
1. Apa yang audiens rasakan saat melihat iklan dari KBS World tersebut?
2. Apakah pihak audiens memahami isi dan maksud dari iklan “Fall in Love with
Korea”?
3. Bagaimana tanggapan mereka terhadap iklan tersebut?
4. Apakah iklan “Fall in Love with Korea” tersebut merupakan salah satu rencana KBS
World TV untuk menambahkan promosi Korea dan stasiun tersebut untuk semakin
mendunia?

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang peneliti gunakan adalah menggunakan metode perspektif
kritis. Mengapa? Karena menurut peneliti, pembahasan mengenai popular culture lebih
terfokus kepada pembentukan yang terjadi pada Indonesia sendiri terhadap iklan “Fall in
Love with Korea” yang ditayangkan oleh KBS World TV. Selain pembentukan, peneliti ingin
mencoba bahwa iklan yang ditayangkan tersebut tidak sepenuhnya memberikan dampak
positif bagi para penikmatnya. Peneliti mencoba mengadakan perubahan terhadap kenyataan
yang ada dalam isi iklan tersebut.
Sasaran penelitian yang dituju lebih ke pihak audiens karena pihak audienslah yang
lebih mengamati dan merasakan apa yang dirasa saat menonton iklan tersebut. Peneliti
merasakan bahwa metode perspektif kritis ini sangat cocok jika diteliti dari sisi audiens. Hal
tersebut dilakukan agar peneliti mengetahui seberapa jauhkah permainan iklan tersebut dalam
memainkan pemikiran audiens baik itu yang awam atau sudah menyukai Korea. Apa dampak
yang dirasakan dan bagaimana tanggapan mereka terhadap KBS World TV dan Korea setelah
melihat iklan tersebut. Setelah mengetahui hal tersebut, peneliti mencoba untuk mengkritisi
pandangan dari sisi audiens dilihat dari segi popular culture, globalisasi, dan cultural
imperialism.

DISKUSI
Seperti yang kita ketahui, Korea telah menjadi negara ternama di masa sekarang,
bahkan keberadaan negara ini sudah bisa disamakan dengan Amerika. Jika ditanyakan apakah
Korea memiliki budaya pupuler, Korea memang menjadi negara yang terkenal akan budaya
populernya di masa sekarang. Jika dilihat contoh kasus dari iklan yang ada di KBS World TV
terlihat bahwa Korea memang negara yang dikenal oleh siapapun dan dimanapun. Pernyataan
yang diungkapkan oleh beberapa orang yang ada di video iklan tersebut memperlihatkan
musik ataupun drama Korea merupakan sebuah bentuuk budaya populer yang dapat
memperngaruhi dan menarik perhatian orang-orang di dunia. Banyak dari mereka menyukai
Korea karena musik dan drama, tapi dari itulah mereka menjadi lebih menyukai Korea karena
semakin paham akan kebudayaan, kebiasaan, alam, bahasa, dan lain-lain yang dipaparkan
disana. Kalau dilihat, Iklan ini bisa dianggap sebagai pembuktian dari popular culture dan
juga sebagai alat untuk penambahan kekuasaan dari pihak Korea.
Korea menjadi salah satu gambaran sirkulasi global? Iya sekali, karena saat ini
Korea telah bersaing layaknya Amerika. Seperti yang ada pada penjelasan di atas, bahwa
Amerika memiliki pendapatan besar melalui film-film Hollywood dan media-media Amerika.
Begitu juga di Korea, saat ini mereka memilki pendapatan besar melalui industri kreatif
seperti musik dan drama yang selalu hadir di televisi dan membuat media-media Korea pun
menjadi terkenal. Seperti halnya yang ada dalam Iklan Explore Korea yang menampilkan
video-video para pecinta Korea, mereka rela membuat video tersebut karena melihat iklan
kontes video “Korea. My Love” di Stasiun Televisi Swasta Korea, KBS World TV. Hal ini
terlihat bahwa, media Korea telah memiliki kemajuan yang sangat pesat dan keberadaanya
sudah berada di setiap negara melalui televisi berlangganan. Apalagi jaman sekarang, hampir
semua rumah di dunia telah memiliki dan menggunakan televisi berlangganan untuk
mengikuti perkembangan yang ada. Melalui televisi ini, para pecinta Korea mau tidak mau
menjadi mengikuti semua yang disiarkan dalam televisi tersebut dan semakin mengenal akan
Korea. Terlihat dalam iklan video tersebut, bahwa mereka hampir mengetahui penyanyi dan
aktor yang ada di Korea, tidak hanya itu saja mereka juga mengetahui bagaimana kebiasaan
di Korea bahkan sejarah mengenai Korea. Korea saat ini telah menjadi negara acuan bagi
siapapun di Dunia setelah Amerika.
Selanjutnya, mengenai Cultural imperialism yang banyak dibahas mengenai
keterkaitannya dengan ekonomi, imperialisme media, dan budaya yang dijadikan sebagai

komoditas untuk mencari keuntungan. Dari Iklan tersebut terlihat bahwa Korea membuat
iklan tersebut sebagai suatu cara untuk menambah pemikat siapapun untuk mengonsumsi
atau menyukai Korea. Melalui Iklan tersebut, Korea memiliki keuntungan melalui kontes
video dimana menjadi bertambah orang-orang yang mau mengikuti kontes dengan berhadiah
jalan-jalan gratis ke Korea. Mereka mencoba membentuk para pecinta Korea untuk
menyukai negara Korea seakan-akan mencintai negaranya sendiri bahkan lebih. Terlihat di
dalam Iklan tersebut dimana mereka berusaha untuk bisa berbicara lancar dengan bahasa
Korea. Mereka mencoba untuk berusaha seperti layaknya orang Korea dengan mengetahui
dan mengagumi kebiasaan orang korea yang tampak dalam televisi. Tidak hanya itu saja
mereka juga turut merasakan apa yang terjadi di Korea, entah dalam bentuk perisitiwa
ataupun sejarah.
Tomlinson telah menjelaskan bahwa cultural imperialism dapat dipahami sebagai
dominasi kebudayaan dan imperialisme media. Kebudayaan Korea telah mendominasi negara
manapun dan juga memiliki kekuatan sampai pada tahap global. Iklan “Fall in Love with
Korea” menjadi salah satu pembuktian bahwa pendominasian dan kekuatan global itu ada.
Popular culture yang mendominasi dan terlihat dalam iklan tersebut adalah drama, musik,
acara televis (variety show), film, dan lain-lain. Dominasi yang terlihat dalam iklan inilah
yang menjadi pendukung kuat terjadinya imperialisme media oleh media Korea sendiri. Iklan
tersebut juga menjadi salah satu produk yang dapat dijual oleh pihak KBS World TV untuk
menguasai dunia. Melalui pembuatan iklan tersebut, pihak KBS World TV dapat
diperkenalkan dan ditanamkan pada masyarakat dunia, baik dari segi acaranya maupun
kebudayaannya. Berkat pengadaan iklan dalam KBS World TV, media ini menjadi media
Korea yang ternama di Dunia dan menjadi sumber utama bagi para pecinta Korea untuk
menikmati tayangan-tayangan di Korea. Bahkan tayangan ini dibuat sama dengan apa yang
ditayangkan di Korea saat itu juga, agar para pecinta Korea merasa update dalam setiap
kejadian.
Tomlinson juga menyebutkan bahwa cultural imperialism sebagai bentuk kritik
terhadap kapitalisme global. Dari iklan tersebut, sebagai pembuktian bahwa pihak-pihak
produsen telah menjadi para kapitalis dimana produk budaya sebagai komoditas untuk
memperoleh keuntungan semata. Terlihat bahwa budaya dan media hanya dijadikan alat para
kapitalis untuk menyebarkan kekuasaan mereka dan menambah keuntungan.

Cara berpikir terakhir untuk memahami cultural imperialism menurut Tomlinson
adalah sebagai kritik atas modernitas. Hal ini dapat terjadi karena tingkat kesenjangan
modernitas antara negara maju dengan negara berkembang. Korea saat ini telah menjadi
negara maju dan terpandang bagi negara-negara di Asia, bahkan juga mulai dipandang oleh
negara maju lainnya. Tapi terlihat sekali bahwa negara Korea sangat diagungkan di Asia
karena keberanian meraka untuk memajukan warga Asia yang selama bertahun-tahun yang
lalu dikucilkan oleh negara Barat. Korea ini memiliki segala kemajuan dan kecanggihannya
dengan memiliki kemampuan untuk menyebarkan produk-produk budayanya ke berbagai
negara di dunia. Dominasi Korea ini sangat jelas terlihat melalui Iklan ”Fall in Love with
Korea”, tetapi dampak yang disebabkannya dapat berbeda pada tiap negara. Karena kekuatan
yang dimiliki Korea tersebut, negara berkembang bahkan maju di Asia sudah pasti mencoba
mengikuti jejak dan segala bentuk dari negara ginseng tersebut.
Jadi, alasan saya menggunakan contoh kasus ini adalah bahwa iklan ”Fall in Love
with Korea” yang dibuat oleh KBS World TV ini merupakan sebuah pembuktian dari popular
culture dan juga sebagai alat untuk penambahan kekuatan dan kekuasaan di pihak Korea.

Kesimpulan
Dari pemaparan diatas telah terlihat bahwa iklan “Fall in Love with Korea” telah
memberikan pemaknaan baru terhadap diri Korea dan membentuk pemikiran audiens menjadi
lebih setuju akan kebenaran yang diperlihatkan oleh iklan tersebut. tidak hanya itu saja, dari
iklan tersebut, pihak stasiun televisi KBS World TV yang menayangkan iklan khusus ini
mendapatkan kesempatan besar untuk memperkaya melalui keberhasilan dari iklan “Fall in
Love with Korea” dan memperkokoh kekuasaan bahwa KBS World TV merupakan stasiun
televisi swasta Korea yang dapat menayangkan dan menyampaikan semua acara-acara Korea
bermutu, terdepan, dan terbaru yang telah tersedia di seluruh negara. Dari iklan ini,
membuktikan bahwa kebenaran Korea secara mengglobal terbukti dan masyarakat di dunia
sedang membutuhkan keberadaan Korea sebagai suatu hiburan dan pembelajaran baru yang
menurut mereka positif. Tapi, tanpa sadar iklan ini menunjukkan bahwa kekuasaan Korea
telah merajalela dan perlahan menghilangkan status kebudayaan yang dimiliki manusia dari
setiap negara. Iklan ini seakan mencuci pikiran para audiens bahwa Korea adalah segalanya
dan selalu memberikan kebahagiaan dan arah yang positif bagi semua penikmatnya.

DAFTAR PUSTAKA
Gannon, M.J. 2008. Paradoxes of Culture and Globalization. Los Angeles, United States of
America: SAGE
Haviland, W.A., Prins, H.E.L., Walrath, D., and Mc Bride, B. 2008. Cultural Anthropology:
The Human Challenge, (12th ed). Belmont, CA: Thompson Higher Education
Holliday, Adrian, dkk. 2004. Intercultural Communication: An Advance Resource Book. New
York: Routledge
Martin, Judith N dan Nakayama, Thomas K. 2007. Intercultural Communication in Context,
Fourth Edition. New York, United States of America: The McGraw-Hill Companies
Samovar, L.A., Porter, R.E., McDaniel, E.R. 2010. Communication Between Culture.
http://www.ijert.org/view.php?id=282&title=the-promotion-of-american-culture-throughhollywood-movies-to-the-world

Dokumen yang terkait

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN DAN PENDAPATAN USAHATANI ANGGUR (Studi Kasus di Kecamatan Wonoasih Kotamadya Probolinggo)

52 472 17

ANALISA BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN PENGANGKUT SAMPAH KOTA MALANG (Studi Kasus : Pengangkutan Sampah dari TPS Kec. Blimbing ke TPA Supiturang, Malang)

24 196 2

PENERAPAN METODE SIX SIGMA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PAKAIAN JADI (Study Kasus di UD Hardi, Ternate)

24 208 2

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Komunikasi antarpribadi antara guru dan murid dalam memotivasi belajar di Sekolah Dasar Annajah Jakarta

17 110 92

Partisipasi Politik Perempuan : Studi Kasus Bupati Perempuan Dalam Pemerintahan Dalam Kabupaten Karanganyar

3 106 88