MUDHARABAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM LEM

MUDHARABAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Kontemporer
Dosen Pengampu : Imam Mustofa,S.H.I,M.SI

Disusun Oleh:
Hafid Abdul Aziz (141264210)
Kelas C

PROGRAM STRATA SATU (S-1) PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
JURAI SIWO METRO
1437H/2017

A. PENDAHULUAN
Akad mudharabah merupakan salah satu produk pembiayaan yang disalurkan
oleh perbankan syari’ah. Seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang No 21 Tahun
2008 Tentang Perbankan Syari’ah (selanjutnya disebut UUPS). Pasal 19 UUPS
menyebutkan, bahwa salah satu akad pembiayaan yang ada dalam perbankan syari’ah

adalah akad mudharabah. Selain itu bank Indonesisa juga mengeluarkan Peraturan Bank
Indonesia (PBI) Nomor, 10/16/PBI/2008 Tentang Prinsip Syari’ah Dalam Kegiatan
Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syari’ah, juga
menyebutkan mudharabah adalah salah satu akad pembiayaan yang ada didalam
perbankan syari’ah.
Akad Mudharabah adalah akad antara pemilik modal dengan pengelola modal,
dengan ketentuan bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai dengan
kesepakatan. Didalam pembiayaan mudharabah pemilik dana (Shahibul Maal) membiayai
sepenuhnya suatu usaha tertentu. Sedangkan nasabah bertindak sebagai pengelola usaha
(Mudharib). Pada prinsipnya akad mudharabah diperbolehkan dalam agama Islam, karena
untuk saling membantu antara pemilik modal dengan seorang yang pakar dalam
mengelola uang. Dalam sejarah Islam banyak pemilik modal yang tidak memiliki
keahlian dalam mengelola uangnya. Sementara itu banyak pula para pakar dalam
perdagangan yang tidak memiliki modal untuk berdagang. Oleh karena itu, atas dasar
saling tolong menolong, Islam memberikan kesempatan untuk saling berkerja sama antara
pemilik modal dengan orang yang terampil dalam mengelola dan memproduktifkan
modal itu.
Pembahasan dalam makalah ini dimulai dari definisi mudharabah,dasar hukum,
rukun dan syarat dan ketentuan mudharabah serta implementasinya dalam perbankan
syariah1.


1

Sri

Abidah

Suryaningsih,

“ Aplikasi

Mudharabah

dalam

Perbankan

Syariah

dalamJurnal Ekonomika-Bisnis Vol. 4 No.1 Bulan Januari Tahun 2013. (h. 13-24) h. 14


di Indonesia”,

MUDHARABAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH

B. DEFINISI MUDHARABAH
Pengertian mudharabah menurut al-Juzairi sebagaimana dikutip oleh Zaenal
Arifin dari segi etimologi (bahasa) Mudharabah adalah Suatu perumpamaan (ibarat)
Seseorang yang memberikan (menyerahkan) HartaBenda (modal) kepada orang lain agar
di gunakan perdagangan yang menghasilkan keuntungan bersama dengan syarat-syarat
tertentu dan jika rugi,maka kerugian di tanggung pemilik modal.
Mudharabah berasal dari kata dharab,berarti memukul atau berjalan.Pengertian
memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya
dalam menjalankan usaha2.
Mudharabah berasal dari kata ( adhdharby fl ardhi ) yaitu pepergian untuk urusan
berdagang. Disebut juga qiradh yang berasal dari kata alqardhu yang berarti potongan,
karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh
sebagian keuntungan.
Secara teknis,al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara duapihak

dimana pihak pertama (shahibul maal ) menyediakan seluruh (100%)modal, sedangkan
pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kotrak,sedangkan apabila rugi ditanggung oleh
pemilik modal selama kerugian itubukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya
kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si pengelola
harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Secara terminologi mudharabah berarti sejumlah uang yang diberikan seseorang
kepada orang lain untuk modal usaha,apa bila mendapat keuntungan maka dibagi dua
yaitu,untuk pihak pemilik modal (shahibul maal ) dan pelaku usaha atau yang
2

2Zaenal Arifin, “Realisasi Akad Mudharabah dalam Rangka Penyaluran Dana Dengan Prinsip BagiHasil di Bank

Muamalat Indonesia Cabang Semarang ”,Tesis di Program Studi MagisterKenotariatan Program Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro Semarang (2007), h. 30-31.

menjalankan modal (mudharib) dengan persentase atau jumlah sesuai kesepakatan.
Sementara apabila terjadi kerugian maka ditanggung oleh pemilik modal3.
Mudharabah dalam buku Islamic Financial Management dijelaskan secara rinci
sebagai berikut:

1.Mudharabah adalah akat kerja sama antara pemilik dana (shahibul
maal), yang menyediaakan seluruh kebutuhan modal, dan pihak
pengelolah usaha (mudharib) untuk melakukan suatu kegiatan usaha
bersama. Keuntungan yang diperoleh di bagi menurut perbandingan
(nisbah) yang disepakati.
2. Dalam hal terjadi kerugian, maka ditanggung pemilik modal selama
bukan diakibatkan kelalaian pengelolah usaha. Sedangkan, kerugian yang
timbul karena kelalaian pengelola akan menjadi tanggung jawab
pengelola usaha itu sendiri.
3. Pemilik modal tidak ikut campur dalam pengelola usaha, tetapi
mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
Berdasarkan pemaparan definisi diatas, dapat dipahami bahwa mudharabah
adalah kerja sama antara dua pihak untuk menjalankan suatu usaha atau bisnis tertentu,
dimana pihak satu sebagai pemilik modal, pihak lainnya sebagai pelaksana usaha.
Apabila terjadi kerugian maka yang menanggung kerugian adalah pihak pemilik modal,
kecuali kerugianterjadi karena kelalaian yang dilakukan pihak yang menjalankan usaha.
Sementara apabila usaha tersebut mendapatkan keuntungan, maka dibagi sesuai dengan
kesepakatan diantara mereka.
C. DASAR HUKUM MUDHARABAH
a. Al-Qur’an

“.. maka, jika sebagian kamu mempercayai yang lain, hendaklah yang dipercayai
itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada

Allah

Tuhannya...”. (QS. Al-Baqarah: 283)
3

Wahbah al-Zuhaili sebagai mana dikutip dari Imam Mustofa,Fiqih Muamalah,(Jakarta:Rajawali Pers, 2016), h. 150

b. As-Sunnah
Dari Su’aib Ar Rumi r.a., bahwa Rasulullah bersabda: “Tiga perkara yang
didalamnya terdapat keberkatan yaitu; jual beli secara tangguh, muqaradhah
(nama lain dari mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk
keperluan rumah, bukan untuk jual beli. (HR. Ibnu Majah) “Abbas bin Abdul
Muthalib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada
pengelola dananya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah,
serta tidak membeli hewan ternak. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas
didengar Rasulullah SAW, beliau membenarkannya.” (HR. Thabrani dari Ibnu
Abbas)

D. RUKUN DAN SYARAT MUDHARABAH 1. Rukun MUDHARABAH
Adapun rukun dari Al-Mudharabah adalah:
1. Pemilik Modal (Shahibul Maal),
2. Pemilik Usaha (Mudharib),
3. Proyek atau Usaha (Amal),
4. Modal (Ra’sul Maal),
5. Ijab Qabul (Sighat),
6. Nisbah(bagi hasil) (Sunarto Zulkifli, 2003:55).
Dengan demikian Mudharabah dapat dikatakan bukan saja kontrak antara dua
pihak, di mana satu pihak (investor) mempercayakan uangnya pada pihak kedua untuk
tujuan menjalankan usaha sedangkan pihak kedua (Mudharib) hanya menyumbangkan
tenaga dan waktunya untuk mengelola usaha tersebut, tapi yang utama adalah dalam
perjanjian Al-Mudharabah ini keuntungan jika ada akan dibagi antara investor dengan
Mudharib, tetapi kerugian jika ada akan ditanggung sendiri oleh investor. Dalam
perjanjian Al-Mudharabah rukun Mudharabah harus diperhatikan karena keberlakukan
rukun tersebut didasarkan

pada prinsip syariah di mana hal tersebut dilakukan agar tidak akan terjadi
masalah pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, dalam perbankan diberlakukan
prinsip kehati-hatian (prudential principle).


E. Ketentuan-ketentuan dalam Akad Mudarabah
Ada beberapa ketentuan yang harus dimengerti dan dipatuhi oleh masing-masing
pihak yang melaksanakan akad mudaraba. Ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:
1.

Pada akad mudarabah mutlaqah, pengelola modal (mudarib) tidak diperbolehkan
melakukan tindakan – tindakan yang keluar dari ketentuan syara’.

2.

bagi pengelola modal (mudarib) tidak di perbolehkan mengambil atau berutang
dengan menggunakan uang modal untuk keperluan lain tanpa seizin pemilik
modal

3.

Bagi pengelola modal (mudarib) tidak di perbolehkan mencampur modal modal
dengan harta miliknya.


4.

pengelola modal (mudaarib) hendaknya melaksanakan usaha sebagaimana
mestinya4.

2. Syarat MUDHARABAH
Syarat-syarat sah yang harus dipenuhi dalam melakukan Akad Mudharabah
sebagai berikut:
1. Pemodal dan Pengelola
a. Pemodal dan pengelola harus mampu melakukan transaksi dan sah secara
hukum
b. Keduanya harus mampu bertindak sebagai wakil dan kafil dari masing-masing
pihak

4

Wahbah al-Zuhail, al-Fiqih al-Islami..., V/590-592

c. Ada tiga kategori tindakan bagi mudharib, yaitu sebagai berikut:
1) Tindakan yang berhak dilakukan mudharib berdasarkan kontrak, yaitu

menyangkut seluruh pekerjaan utama dan sekunder yang diperlukan dalam
pengelolaan usaha berdasarkan kontrak.
2) Tindakan yang berhak dilakukan mudharibberdasarkan kekuasaan perwakilan
secara umum, yaitu tindakan yang tidak ada hubungannya dengan aktifitas utama
tapi membantu melancarkan jalannya usaha.
3) Tindakan yang berhak dilakukanmudharibtanpa izin eksplisit dari penyedia
dana, misalnya meminjam atau menggunakan dana mudharabahuntuk keperluan
pribadi. d. Tindakan yang dilakukan shahibul maaldalam mudharabah antara lain
adalah tindakan yang berhubungan dengan pengambilan kebijakan teknis
operasional, seperti membeli dan menjual5.
2. Sighat
a. Sighat dianggap tidak sah jika salah satu pihak menolak syarat-syarat yang
diajukan dalam penawaran, atau salah satu pihak meninggalkan tempat
berlangsungnya negosiasi kontrak tersebut, sebelum kesepakatan disempurnakan.
b. Kontrak boleh dilakukan secara lisan ataupun secara tertulis dan
ditandatangani atau dapat juga melalui korespondensi dan cara-cara komunikasi
modern, seperti faksimile dan komputer (e-mail) menurut Akademi Fiqh Islam
dari Organisasi Islam (OKI)
3. Modal
a. Harus memiliki jumlah dan jenisnya (yaitu mata uang)

b. Harus tunai Beberapa ulama membolehkan modal mudharabah berbentuk asset
perdagangan, misalnya inventaris. Pada waktu akad, asset tersebut serta biaya
yang telah terkandung didalamnya (historical cost)harus dianggap sebagai modal
mudharabah. Pengelola memanfaatkan asset ini dalam suatu usaha dan berbagi
5

Ibid .,

hasil dari usahanya dengan penyedia asset dan pada akhir masa kontrak pengelola
harus mengembalikan asset-asset tersebut.
4. Nisbah keuntungan
a. Harus dibagi untuk kedua pihak. Salah satu pihak tidak diperkenankan
mengambil seluruh keuntungan tanpa membagi kepada pihak lain.
b. Proporsi keuntungan masing-masing pihak harus diketahui pada waktu
berkontrak, dan proporsi tersebut harus dari keuntungan. Misalnya, 60 % dari
keuntungan untuk pemodal dan 40 % dari keuntungan pengelola.
c. Bila jangka waktu mudharabahrelatif lama (tiga tahun ke atas), maka nisbah
keuntungan dapat disepakati untuk ditinjau dari waktu ke waktu.
d. Kedua belah pihak juga harus menyepakati biaya-biaya apa saja yang
ditanggung pemodal dan biaya-biaya apa saja yang ditanggung pengelola.
Kesepakatan ini penting, karena biaya akan mempengaruhi nilai keuntungan.
e. Untuk pengakuan keuntungan harus ditentukan suatu waktu untuk menilai
keuntungan yang dicapai dalam suatu mudharabah. Menurut Fiqh Islam OKI,
keuntungan dapat dibayarkan ketika diakui, dan dimiliki dengan penyertaan atau
hanya dapat dibayarkan pada waktu dibagikan.
f. Menurut Mazhab Hanafi dan sebagian Mazhab Syafi’i, keuntungan harus
diakui seandainya keuntungan usaha sudah diperoleh (walaupun belum
dibagikan). Sedangkan Mazhab Hambali menyebut, bahwa keuntungan hanya
diakui ketika dibagikan secara tunai kepada kedua belah pihak.
g. Pembagian keuntungan umumnya dilakukan dengan mengembalikan lebih
dahulu modal yang ditanamkan shahibul maal, namun kebanyakan ulama
menyetujui bila kedua pihak sepakat membagi keuntungan tanpa mengembalikan
modal. Para ulama berbeda pendapat tentang keabsahan menahan untung.

F. IMPLEMENTASI MUDHARABAH DALAM LKS
Secara sederhana aplikasi mudharabah dalam perbankan syari’ah adalah
digambarkan sebagai berikut:
PERJANJIAN BAGI
HASIL
Keahlian/keterampilan
Modal 100%

NASABAH
(Mudharib)

BANK (sahibul
mall)

N

Nisbah X

PROYEK/USAHA

Nisbah Y

PEMBAGIAN KEUNTUNGAN

MODAL
Pengambilan modal pokok

Keterangan:
1. Nasabah investor menetapkan dananya dalam bentuk tabungan mudharabah.
2. Bank syariah akan menyalurkan seluruh dana nasabah penabung dalam
bentukpembiayaan.
3. Bank syariah mendapatkan pendapatan atas pembiayaan yang telah disalurkan.
4. Bank syariah akan menghitung bagi hasil atas dasar Revenue Sharing, yaitu
pembagian bagi hasil atas dasar pendapatan sebelum dikurangi biaya. Jumlahnya
disesuaikan dengan saldo rata-rata tabungan dalam bulan laporan.

5. Pada akhir bulan, nasabah penabung akan mendapatkan keuntungan dari bagi
hasil yang telah ditentukan sebelumnya6.

Ketentuan umum skema pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut:
1. Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus
diserahkan tunai, dan dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya
dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan bertahap, harus jelas tahapannya
dan disepakati bersama.
2. Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan
dengan cara yakni:
ari pendapatan proyek (revenue sharing ).
tungan dari keuntungan proyek.
3. Hasil usaha dibagi sesuai dengan persejutuan dalam akad, pada setiap bulan
atau waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung seluruh
kerugian kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah, seperti
penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana.
4. Bank berhak melakukan pengawasanterhadap pekerjaan, namun tidak berhak
mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah. Jika nasabah cedera janji dengan
sengaja, misalnya tidak mau membayar kewajiban atau menunda pembayaran
kewajiban, maka ia dapat dikenakansanksi administrasi.
Penyertaan modal (pembiayaan) dengan sistem bagi hasil meliputi penyertaan
melalui akad-akad mudharabah dan musyarakah. Karakteristik dari akad mudharabah
ialah adanya dua pihak, yaitu yang satu sebagai pemilik dana (shahibu al-mal) dan yang
lain sebagai pengelola usaha (mudharib)7.

6

7

Ismail,Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana Pranada media grup,2011), h. 90

Chairul Hadi, Proble atika Pe biayaa Mudharabah di Perba ka “yariah I do esia , dala

No. 1, Maret 2011, (1-17), h. 2.

jur al Mashlahah Vol.2,

Secara umum, tujuan pembiayaan menyangkut dua hal; makro dan mikro. Secara makro
pembiayaan bertujuan:
a. Peningkatan ekonomi umat;
b. Tersedianya dana bagi peningkatan usaha;
c. Meningkatkan produktifitas;
d. Membuka lapangan kerja baru; dan
e. Distribusi pendapatan. Adapun tujuan secara mikro adalah:
a. Upaya memaksimalkan laba dan meminimalkan risiko;
b. Pendayagunaan sumber ekonomi;
c. Menyalurkan kelebihan dana; Standar akuntansi tentang jual beli murabahah
mengacu pada PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah yang mulai berlaku
efektif sejak 1 Januari 2008. PSAK 102 diterapkan oleh pihak-pihak yang
melakukan transaksi murabahah dengan lembaga keuangan tersebut.
Pada akad mudharabah di perbankan syariah dikenal apa yang disebut “dua
tahap” atau “two-tier” mudharabah. Hal ini karena perbankan syariah merupakan lembaga
“perantara” atau “intermediaries” sebagai dasar penghimpunan dana masyarakat untuk
disalurkan kembali kepada masyarakat dalam berbagai bentuk pembiayaan dan
penyertaan modal8.
Bank syariah sebagai mudharib akan membagi keuntungan keuntungan kepada
shahib al-mal sesuai dengan nisbah (persentase) yang telah disetujui bersama. Pembagian
keuntungan dapat dilakukan setiap bulan berdasarkan saldo minimal yang mengendap
selama priode tersebut. Misalnya, seseorang memiliki saldo tabunganmudharabah
sebesar Rp5 juta. Nisbah (perbandingan) bagi hasil 50%: 50%.

8

Manzoor Ali sebagaimana dikutip oleh Chairul Hadi...,h. 2 32 Sutan Remy Sjahdeini,Perbankan Syariah: Produk-Produk

dan Sapek-Aspek Hukumnya, (Jakarta: Prenadamedia, 2014), h. 326

Diasumsikan total saldo rata-rata dana tabungan mudharabah yang ada di bank
syariah Rp100 juta dan keuntungan yang diperoleh untuk dana tabungan (profit
distribution) sebesar Rp3 juta. Pada akhir bulan, nasabah akan memperoleh dana bagi
hasil sebagai berikut:
Rp5.000.000,00 Rp3.000.000,00 x 50% = Rp75.000,00 (belum dipotong pajak)
Rp100.000.000,00
Adapun deposito mudharabah, yang yang disebut juga dengan deposito investasi
mudharabah, merupakan investasi melalui simpanan pihak ketiga (perseorangan atau
badan hukum) yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu
(jatuh tempo), dengan mendapat imbalan bagi hasil. Imbalan ini dibagi dalam bentuk
berbagi pendapatan (revenue sharing ) atas penggunaan dana tersebut secara syariah
dengan proporsi pembagian misalnya, 70 : 30. Artinya, untuk deposan sebesar 70% dan
untuk bank 30%. Jangka waktu deposito mudharabahini berkisar antara 1 tahun, 6 bulan,3
bulan, dan 1 bulan. Misalnya, seseorang menempatkan dana deposito investasi
mudharabah sebesar Rp10 juta untuk jangka waktu satu bulan. Diamsusikan total
dana investasimudharabah sebesar Rp250 juta dan keuntungan yang diperoleh untuk dana
deposito ( profit sharing ) sebesar Rp6 juta. Pada saat jatuh tempo, nasabah akan
memperoleh dana bagi hasil sebagai berikut:
Rp10.000.000,00
X Rp6.000.000,00 x 70% = Rp168.000,00 (belum dipotong pajak)
Rp250.000.000,00
Dalam investasi tidak langsung pihak perbankan menerima dana dari shahibul
mal dalam bentuk dana pihak ketiga sebagai sumber dananya. Dana yang disalurkan
kepihak perbankan syariah dapat berbentuk tabungan atau simpanan deposito mudharabah dengan jangka waktu yang bervariasi. Kemudian dana yang sudah terkumpul
disalurkan kembali oleh pihak bank ke dalam bentuk pembiayaan-pembiayaan yang
menghasilkan atau earning assets. Keuntungan dari penyaluran pembiayaan ini yang akan
dibagi hasilkan antara bank dengan pemilik modal, sehingga neraca suatu bank syariah9.

9

35 Adiwarman A. Karim,Bank islam..., h. 211

G. PENUTUP
Akad mudharabah dalam konsep fiqih muamalah terjadi jika ada pihak shahibul
mal atau pemilik modal, ada mudharib atau pengelola, ada obyek yang dikerjakan, dan
ada kesepakatan nisbah antara pihak pemilik modal dengan pengelola.
Perbankan syari’ah memiliki ciri-ciri sebagai berikut bebas riba, pelayanan
kepada kepentingan publik dan merealisasikan sasaran sosio-ekonomi Islam, bersifat
universal, dan penerapan bagi hasil tanpa adanya unsur pemaksaan.
Sedangkan aplikasi mudharabah dalam perbankan syariah di Indonesia memiliki
karakteristik sebagai berikut: tujuan transaksi untuk pembiayaan atau penyediaan
fasilitas, pengelola usaha adalah nasabah atau mudharib, pembagian hasil mengacu pada
konsep revenue sharing, dan penentuan nisbah bagi hasil dapat berubah selama periode
perjanjian dan ditetapkan pada akad di awal periode kontrak.
Sistem bagi hasil (mudharabah) merupakan landasan investasi dan karakteristik
umum oprasional bank syariah dalam upanya menghindari praktek ribawai. Tingginya
risiko (high risk ) dari calon pengelola (mudharib) karena moral hazard dan kurangnya
kesiapan sumberdaya manusia di perbankan syariah inilah diantara faktor yang
menjadikan komposisi penyaluran dana kepada masyarakat lebih banyak dalam bentuk
pembiayaan jual beli (murabahah) dibandingkan penyertaan modal (mudhrabah). Adanya
batasn-batasan yang bisa dilakukan untuk mengoptimalkan pembiayaan mudharabah ini
anatara lain; keharusan adanya garansi (jaminan) atau anggunan berupa fixed asset dan
menetapkan rasio maksimal bianya oprasional serta pembagian keuntungan berdasarkan
profit and loss sharing10 .

10

A. Chairul Hadi, “Problematika Pembiayaan...,h. 13

H. DAFTAR PUSTAKA
A. Chairul Hadi, “Problematika Pembiayaan Mudharabah di Perbankan Syariah
Indonesia”, dalam jurnal Mashlahah Vol.2, No. 1, Maret 2011
Adiwarman A. Karim,Bank islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010
Agus Iskandar, “Kajian Hukum Perjanjian Pembiayaan Al-Mudharabah Berdasarkan
Prinsip Syariah”, dalam Jurnal Pranata Hukum vol.5 No.2 Juli 2010
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: Rajawali Pers, 2011
Atang Abdul Hakim, Fiqih Perbankan Syariah: Transformasi Fiqih Muamalah ke dalam
Peraturan Perundang-Undangan,Bandung: Revika Aditama, 2011

Imam Mustofa,Fiqih Muamalah,Jakarta: Rajawali Pers, 2016
Ismail,Perbankan Syariah, Jakarta: Kencana Pranada media grup, 2011
Kristia Octavina & Emile Satia Darma,Pengaruh Kas, Bonus SWBI (Sertifikat Wadiah
Bank Indonesia), Marjin Keuntungan, dan Dana Pihak Ketiga terhadap Pembiayaan
Mudharabah: Studi Empiris pada Bank Umum Syariah di Indonesia,dalam Jurnal

Akuntansi & Investasi Vol. 13 No. 1, halaman: 53-67, Januari 2012
Mardani,Fiqih Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana, 2012 Muhammad Syafi’i Antonio,
Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik , Jakarta: Gema Insani Press, 2001
Nurhayati, Sri Wasilah,Akuntansi Syariah di Indonesia . Jakarta:Salemba Empat, 2015
Sri Abidah Suryaningsih, “Aplikasi Mudharabah dalam Perbankan Syariah di
Indonesia”, dalamJurnal Ekonomika-Bisnis Vol. 4 No.1 Bulan Januari Tahun 2013
Sutan Remy Sjahdeini,Perbankan Syariah: Produk-Produk dan Sapek-Aspek Hukumnya ,
Jakarta: Prenadamedia, 2014
Veithzal Rivai dan Andria Permata Viethzal,Islamic Financial Management :Teori,
Konsep, Konsep, dan Aplikasi Panduan Praktis untuk Lembaga Keuangan, Nasabah,
Praktisi dan Mahasiswa,

Jakarta: Rajawali Pers, 2008

Zaenal Arifin, “Realisasi Akad Mudharabah dalam Rangka Penyaluran Dana Dengan
Prinsip Bagi Hasil di Bank Muamalat Indonesia Cabang Semarang”,Tesis di Program
Studi Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang,
2007