FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS (6)
KEBIJAKAN
NAMA : RICHARDO BANO
NIM :
1315151014
[email protected]
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS
UDAYANA
MATA KULIA : EKONOMI MAKRO LANJUTAN
DOSEN PENGAMPU : DR. I GEDE SUDJANA
BUDHIASA
2015
JEDA DARI PENGARUH SEBUAH KEBIJAKAN
Anggap bahwa perekonomian berada pada full employment dan telah
dipengaruhi oleh gejolak permintaan agregat yang akan menurunkan
tingkat ekuilibrium pendapatan ke bawah kondisi full employment.
Anggap pula bahwa tidak ada pemberitahuan sebelumnyanya peringatan
tentang gangguan ini, dan bahwa, konsekuensinya, tidak ada kebijakan
yang diambil guna mengantisipasi kejadian tersebut. Sekarang pembuat
kebijakan harus memutuskan apakah harus merespon dan bagaimana
meresponnya.
Pertimbangan
pertama
ialah
membedakan
apakah
gangguan bersifat permanen, atau paling tidak cukup lama, atau hanya
bersifat sementara dan berjangka pendek. Anggap gangguan hanya
bersifat sementara, sekitar pengurangan satu periode pengeluaran
konsumsi. Jika gangguan hanya sementara, konsumsi dengan cepat akan
kembali ke tingkat sebelumnya, kebijakan terbaik adalah dengan tidak
melakukan
apa-apa.
Asalkan
menginterprestasikan
pemasok
penurunan
dan
produsen
permintaan
tidak
sementara
salah
sebagai
permanen, mereka akan menyerapnya dengan mengubah produksi dan
inventori
bukan
dengan
penyesuaian
kapasitas.
Gangguan
akan
mempengaruhi pendapatan pada periode ini namun memiliki dampak
permanen
yang
kecil.
Karena
kebijakan
yang
sekarang
dilakukan
membutuhkan waktu untuk terlihat dampaknya, maka kebijakan tersebut
akan mempengaruhi perekonomian yang mungkin hampir mencapai
tingkat full employmentnya, dan justru menjauhkan perekonomian dari
tingkat full employment. Jadi jika gangguan bersifat sementara dan tidak
memiliki dampak jangka panjang dan dampak kebijakan memiliki jeda
waktu, maka hal terbaik yang dilakukan adalah tidak melakukan apa-apa.
Sekarang kita bayangkan langkah-langkah yang dibutuhkan sebelum aksi
dilakuakan setelah terjadi gangguan, dan kemudian kita jalankan proses
dimana kebijakan tersebut mempengaruhi ekonomi. Terdapat kelambatan,
atau jeda, tapi setiap tahap, dan ini dapat di bagi kedalam dua tahap:
inside lag, yaitu periode waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan
kebijakan – seperti pemotongan pajak atau peningkatan uang beredar –
dan outside lag, yang menggambarkan saat kebijakan mulai berpengaruh
terhadap
perekonomian.
Inside
lag,
kembali,
dibagi
menjadi
jeda
pengamatan, dan pelaksanaan.
JEDA PENGAMATAN
Jeda pengamatan (recognition lag) ialah periode antara terjadinya
gangguan dan saat pembuat kebijakan mengamati keputusan apa yang
dibutuhkan. Secara prinsip jeda ini bisa menjadi negatif apabila gangguan
dapat diprediksi dan kebijakan yang diperlukan dapat di persiapkan
sebelum gangguan terjadi. Misalnya, kita tahu bahwa faktor musiman
dapat mempengaruhi pola. Misalnya kita tahu pada saat natal permintaan
uang akan sangat tinggi. Dari pada menanggapinya dengan kebijakan
uang yang ketat, the Fed akan mengakomodasi permintaan musiman ini
dengan
melakukan
ekspansi
uang
beredar.
Secara
umum,
walau
bagaimanapun, jeda pengamatan bersifat positif, jadi waktu yang terpakai
antara
gangguan
dan
pengamatan
dibutuhkan
untuk
pelaksanaan
kebijakan.
JEDA KEPUTUSAN DAN PELAKSANAAN
Jeda pengambilan keputusan (decision lag) – tenggang waktu antara
pengamatan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan dan pengambilan
keputusan kebijakan – berbeda antara kebijakan moneter dan fiskal.
Komite pasar terbuka sistem Federal Reserve secara berkala bertemu
untuk membahas dan memutuskan kebijakan. Jika kebutuhan untuk
melakukan kebijakan diketahui, jeda pengambilan keputusan untuk
kebijakan moneter cukup singkat. Lebih jauh, jeda pelaksanaan – jeda
antara
pengambilan
keputusan
mengenai
kebijakan
dengan
implementasinya – bagi kebijakn moneter juga singkat. Pelaksanaan
kebijakan moneter utama dapat dilakukan hampir seketika begitu dibuat
keputusan dibuat. Sehingga dengan pengaturan Sistem Federal Reserve,
jeda pengambilan keputusan bagi kebijakan moneter adalah singkat dan
jeda pelaksanaan secara praktis tidak ada. Memang, pelaksanaan
kebijakan fiskal lebih lambat. Walupun kebutuhan pelaksanaan kebijakan
fiskal di ketahui, pemerintah harus mempersiapkan peraturan untuk
pelaksanaan tersebut. Selanjutnya, peraturan tersebut dibahas dan di
setujui kongres sebelum perubahan kebijakan di buat.
STABILISATOR OTOMATIS
Adanya inside lag dalam pembuatan kebijakan memberikan perhatian
pada penggunaan stabilisator otomatis. Stabilisator otomatis adalah
mekanisme dalam perekonomian yang secara otomatis – yaitu tanpa
intervensi
pemerintah
kasus
demi
kasus
–
mengurangi
sejumlah
perubahan output yang merespon perubahan permintaan otonom. Salah
satu keuntungan utama dari stabilisator otomatis ialah inside lag yaitu
nol. Stabilisator otomatis yang paling penting ialah pajak pendapatan. Ia
menstabilkan perekonomian dengan mengurangi dampak pengganda dari
gangguan-gangguan terhadap permintaan agregat. Pengganda untuk
dampak perubahan pengeluaran otonom PDB berhubungan terbalik
dengan tingkat pajak pendapatan. Ketika para pekerja menganggur dan
mengurangi konsumsi, pengurangan permintaan konsumsi cenderung
memiliki dampak pengganda pada output. Dampak pengganda berkurang
ketika
penangguran
menerima
konpensasi
menganggur
karena
pendapatan disposabel berkurang lebih sedikit dibanding kehilangan
pendapatannya.
OUTSIDE LAG
Outside lag secara umum adalah jeda terdistribusi: sekali kebijakan
dijalankan, pengaruhnya pada perekonomian tersebar sepanjang waktu.
Mungkin terdapat dampak antara yang kecil dari pelaksanaan kebijakan,
namun dampak yang lain akan terjadi belakangan. Apa implikasi kebijakan
dari jeda distribusi yang dihadapkan dengan outside lag? Jika diperlukan
kenaikan tingkat pengangguran untuk meredam gangguan pemerintah,
kenaikan uang beredar yang besar akan menimbulkan dampak yang
besar pada PDB, dan dampak-dampak tersebut kemungkinan besar justru
menambah
pengangguran,
dan
menciptakan
tekanan
inflasioner.
Mengapa ada outside lag yang cukup lama? Bayangkan contoh kebijakan
moneter berikut, yang mempunyai dampak awal pada tingkat suku bunga,
bukan
pada
pendapatan.
Suku
bunga,
pada
gilirannya,
akan
mempengaruhi investasi dengan jeda waktu, dan juga mempengaruhi
konsumsi dengan mempengaruhi nilai kesejahteraan.
JEDA KEBIJAKAN MONETER VERSUS FISKAL
Kebijakan fiskal dan tentunya, perubahan belanja pemerintah yang
bekerja langsung di permintaan agregat mempengaruhi pendapatan lebih
cepat ketimbang kebijakan moneter. Apapun, kebijakan fiskal memiliki
outside lag yang lebih singkat, namun di perkirakan lebih lama pada
inside lag. Inside lag yang lama membuat kebijakan fiskal kurang berguna
bagi stabilitas dan berarti kebijakan fiskal cenderung relatif tidak sering di
gunakan untuk menstabilkan perekonomian. Analisa kami tentang jeda
dengan
jelas
mengindikasikan
satu
kesulitan
dalam
menjalankan
kebijakan stabilisasi jangka pendek. Butuh waktuh untuk menentukan
kebijakan dalam pelaksanaannya, dan kemudian kebijakan itu sendiri
butuh waktu untuk dapat mempengaruhi ekonomi. Tapi itu bukan satusatunya kesulitan yang ada. Kesulitan lebih jauh timbul karena pembuat
kebijakan tidak mengetahui pasti ukuran dan waktu dari dampak sebuah
kebijakan.
KEBIJAKAN GRADUALIS VERSUS KEBIJAKAN SEKETIKA
Dihadapkan dengan tujuan kebijakan yang di tentukan – misalnya,
mengurangi inflasi – pembuat kebijakan harus memilih antara kebijakan
perlahan-lahan dan kebijakan seketika. Kebijakan gradualis mengerakan
ekonomi secara perlahan menuju sasaran, sementara kebijakan seketika
adalah kebijakan yang mencoba mencapai sasaran secepat mungkin.
Kebijakan seketika menghasilkan “dampak kejutan” yang dapat menjadi
buruk jika gejolak bersifat menggangu tapi baik bila aksi dramatis itu
memberikan
tambahan
kredibilitas
pembuat
kebijakan.
Kebijakan
gradualis, sebaliknya, memiliki kelebihan dapat mengumpulkan masukan
sementara kebijakan berjalan.
EKSPEKTASI DAN REAKSI
Ketidakpastian tentang dampak kebijakan pada ekonomi timbul karena
pembuat
kebijakan
tidak
tahu
dengan
pasti
nilai
penggandanya.
Pemerintah selalu tidak yakin seberapa besar perekonomian akan
bereaksi pada perubahan kebijakan. Dalam prakteknya, pemerintah
bekerja dengan menggunakan model ekonometri dalam mengestimasi
dampak perubahan kebijakan. Model ekonometrika ialah gambaran
perekonomian
secara
statistik
atau
beberapa
bagian
dari
itu.
Ketidakyakinan pemerintah mengenai dampak kebijakan disebabkan
pemerintah tidak tahu model perekonomian sesunguhnya dan sebagian
karena pemerintah tidak tahu ekspektasi apa yang dimiliki perusahaan
atau konsumen.
KETIDAKPASTIAN REAKSI
Misalkan
pada
awal
tahun
2020,
karena
kelesuan
perekonomian,
pemerintah memutuskan untuk memotong pajak. Pemotongan pajak ini
direncanakan
bersifat
sementara
–
sedikit
pengorbanan
agar
perekonomian bergerak, tak lebih. Untuk menggambarkan seberapa besar
pemotongan
pajak
dibutuhkan,
pemerintah
harus
mengira-ngira
bagaimana masyarakat akan bereaksi terhadap pemotongan pajak
bersifat temporer, maka ia tidak akan banyak mempengaruhi pendapatan
jangka panjang dan karenanya kemudian hanya memicu kenaikan
pengeluaran. Hal ini mengindikasikan bahwa agar berguna, pemotongan
pajak haruslah besar. Alternatifnya, mungkin konsumen akan percaya
banwa pemotongan pajak akan berlangsung lebih lama dari yang
dikatakan pemerintah – memang, masyarakat tahu menaikan pajak itu
sulit. Dalam kasus ini marginal propensity to spend dari pemotongan
pajak yang di umumkan bersifat temporer akan lebih besar. Pemotongan
pajak yang lebih kecil akan cukup untuk menaikan pengeluaran dengan
banyak. Jika perkiraan pemerintah mengenai reaksi konsumen meleset,
hal ini bisa menghasilkan destabilisasi alih-alih stabilisasi perekonomian.
PERUBAHAN DALAM REZIM KEBIJAKAN
Adalah penting skali mempertimbangkan dampak kebijakan itu sendiri
terhadap
ekspektasi,
karena
dimungkinkan
berdampak pada pembentukan ekspektasi.
kebijakan
baru
akan
Anggap Federal Reserve
system mengumumkan bahwa mulai sekarang kebijakan semata-mata
hanya menjaga kestabilan harga dan sebagai respon dari setiap kenaikan
harga itu mereka akan menurunkan jumlah uang beredar. Jika masyarakat
percaya dengan pengumuman itu, mereka tidak akan mendasarkan
ekspektasi pertumbuhan uang dan inflasi mereka pada pola inflasi lama.
Pembuat kebijakan memiliki kredibilatas apabila pengumuman mereka
dipercayai para pelaku pasar.
KETIDAKPASTIAN DAN KEBIJAKAN EKONOMI
Ketidakpastian ekspektasi perusahaan dan konsumen adalah salah satu
alasan bahwa pembuat kebijakan bisa salah dalam menggunakan
stabilitas aktif. Alasan lainya ialah sulitnya meramal gangguan-gangguan,
seperti perubahan harga minyak, yang mungkin akan mempengaruhi
perekonomian sebelum dampak kebijakan terasa. Alasan ketiga ialah para
ekonom dan kemudian para pembuat kebijakan tidak cukup tahu tentang
struktur perekonomian sesunguhnya. Kami bedakan antara ketidak
pastian model perekonomian yang benar
dengan ketidak pastian nilai-
nilai para meter atau koefisien dalam model ekonomi, meski perbedaan
itu
dapat
diperdebatkan.
Pertama
terdapat
ketidaksepakatan
pertimbangan, dan oleh karenanya terdapat ketidakpastian mengenai
model ekonomi yang benar, yang dibuktikan dengan banyaknya model
makroekonometrik. Para ekonom dapat berbeda pendapat mengenai teori
dan bukti empiris apa yang menyatakan fungsi tingkah laku perekonomian
yang benar. Kedua bahkan dalam model tertentu terdapat ketidak pastian
nilai parameter dan pengganda. Bukti statistik memperkenankan kita
menentukan kisaran parameter atau pengganda, sehingga paling tidak
kita mendapat gambaran jenis kesalahan yang dapat muncul dari
pelaksanaan suatu kebijakan. Ketidakpastian besarnya dampak yang akan
timbul
dari
pelaksanaan
kebijakan
tertentu
–
apakah
karena
ketidakpastian ekspektasi ataupun struktur perekonomian – dikenal
sebagai ketidakpastian pengganda (multiplier uncertainty). Misalnya,
estimasi pengganda terbaik kita atas kenaikan belanja pemerintah
sebesar 1,2. Jika PDB harus dinaikan sebesar $60 milyar, maka kita harus
menaikan belanja pemerintah sebesar $50 milyar. Namun bukti statistik
lebih baik di interprestasikan hanya dengan mengatakan bahwa kita lebih
yakin bahwa pengganda ialah 0,9 dan 1,5. Jika demikian, ketika belanja
pemerintah dinaikan $50 milyar, maka kta pasti perkirakan PDB akan naik
sebesar antara $45 milyar dan $74 milyar. Bagaimana seharusnya
pembuat kebijakan bereaksi menghadapi ketidakpastian ini? Semakin
tepat pembuat kebijakan mengetahui parameter-parameter relevan, maka
lebih aktiv kebijakannya.
PORTOFOLIO KEBIJAKAN DI BAWAH KETIDAKPASTIAN
Bayangkan pilihan antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal ketika
pengganda-pengganda keduanya tidak pasti. Prosedur terbaik ialah
dengan menggunakan portofolio instrumen kebijakan – penggunaan dosis
yang lebih ringan baik pada kebijakan moneter maupun fiskal. Alasan
melakukan diversifikasi dengan cara ini adalah paling tidak terdapat
peluang bahwa kesalahan mengestimasi satu pengganda akan di tutup
oleh kesalahan estimasi yang lain. Dengan keberuntungan, kesalahan
menentukan kebijakan sebagian akan saling meniadakan. Bahkan bila kita
tidak beruntungpun, tak lebih rugi di banding jika kita menerapkan penuh
pada satu instrumen.
SASARAN, INSTRUMEN, DAN INDIKATOR: SEBUAH TAKSONOMI
Variabel-variabel ekonomi memainkan beragam peran dalam diskusi
kebijakan. Kita membagi variabel-variabel tersebut kedalam “sasaran”,
“instrumen”, dan “indikator”.
Sasaran – sasaran ialah tujuan kebijakan yang di indentifikasi. Sementara
sasaran akhirnya “masyarakat madani”, kita berfokus lebih spesifik pada
output dan harga, pengangguran dan inflasi. Sasaran di bagi lagi menjadi
“sasaran akhir” dan “sasaran antara”. Contoh sasaran akhir adalah
“mencapai inflasi adalah nol. Sebagai bagian dari keseluruhan kebijakn
ekonomi, unit pembuat kebijakan khusus dapat diberikan tugas mencapai
target antara tertentu. Misalnya, bank sentral dapat diinstruksikan
mencapai kenaikan stok uang 2 persen per tahun. Meskipun pertumbuhan
uang sendiri bukan tujuan ekonomi akhir, menargetkan pertumbuhan
uang merupakan tugas yang tepat untuk di serahkan pada bank sentral.
Instrumen – instrumen ialah alat secara langsung dapat digunakan oleh
pembuat kebijakan. Misalnya, bank sentral memiliki target nilai tukar.
Instrumennya bisa dengan membeli atau menjual valuta asing.
Indikator – indikator adalah variabel-variabel ekonomi yang memberikan
kita sinyal apakah kita mendekati sasaran yang diinginkan. Sebagai
contoh, kenaikan tingkat suku bunga kadangkala memberi sinyal bahwa
pasar mengantisipasi kenaikan inflasi yang akan datang. Jadi indikator
menyediakan tanggapan informasi yang memberi kesempatan pembuat
kebijakan untuk menyesuaikan instrumen agar dapat melakukan tugas
yang lebih baik dalam mencapai sasaran. Kebanyakan para ekonom
sepakat bahwa cara terbaik mencapai target akhir ialah pembuat
kebijakan menggunakan indikator untuk memberikan informasi tambahan
dalam penghitungan penyesuaian terbaik dengan instrumen yang ada.
Kategorisasi variabel-variabel ke dalam target, instrumen, atau indikator
kadangkala bersifat situasional. Misalkan, dalam beberapa tahun bank
sentral telah menentukan suku bunga sebagai sasaran antara. Dalam
tahun-tahun yang lain bank sentral menggunakan suku bunga sebagai
indikator keberhasilan uang beredar.
APA TARGETNYA ? SEBUAH APLIKASI PRAKTEK
Anggap tujuan utama dari kebijakan ialah menjaga PDB mendekati PDB
potensial dan tujuan sekundernya ialah mencapai tingkat inflasi yang
rendah. Pada bagian ini kami mempertimbangkan rangkaian pendekatan
sasaran yang mungkin. Informasi, tentu, sungguh tidak sempurnah. Untuk
setiap sasaran yang mungkin, kami mencari apa yang salah.
PENARGETAN PDB RIIL
Jika kita mencapai PDB potensial secara tepat, maka penargetan PDB riil
adalah optimal. Kita mencapai tujuan utama dengan tepat. Karna kurva
philips menyatakan bahwa tingkat pengangguran alamiah sama dengan
pengangguran aktual ketika inflasi
aktual sama dengan inflasi yang di
antisipasi, mencapai PDB potensial konsisten dengan inflasi aktual dan
inflasi yang diantisipasi yang rendah. Sekarang anggap kita menerka
tingkat pertumbuhan PDB potensial terlalu tinggi. Misalnya, kita mengira
PDB potensial dapat tumbuh 4 persen pertahun sementara faktanya
hanya tumbuh 2 persen. Dalam jangka pendek kita akan mengenjot
pertumbuhan PDB aktual, agar mencapai pertumbuhan 4 persen. Namun,
mendorong PDB ke atas potensialnya menyebabkan inflasi berjalan cepat.
Semakin lama kita melakukan itu, semakin cepat inflasi berlari. Kitapun
tak dapat menjaga pertumbuhan 4 persen secara permanen.
PENARGETAN PDB NOMINAL
Kita dapat mengadopsi rencana pertumbuhan PDM nominal sebesar 4
persen. Jika kita mulai pada PDB potensial dan terjadi pertumbuhan PDB
potensial sebesar 4 persen, maka kita mencapai target baik target primer
maupun sekunder. Bagaimanapun, bila kita mulai dari bawah potensial,
maka kita melewatkan peluang untuk menggerakan PDB riil dengan
cepat. Anggap lagi bahwa PDB potensial benar-benar tumbuh sebesar 2
persen per tahun. Dalam jangka panjang, 4 persen pertumbuhan PDB
nominal itu terbagi menjadi 2 persen kenaikan riil dan 2 persen inflasi,
yang dapat terjadi dibawah target PDB riil.
PENARGETAN INFLASI
Akhir spektrum yang berlawanan dari sasaran PDB riil ialah penargetan
inflasi. Sementara para pembuat kebijakan tidak dapat mencapai target
inflasi dengan tepat, mereka dapat mendekatinya. Dengan melepaskan
target pertama secara keseluruhan, para pembuat kebijakan berada
dalam posisi mencapai target sekunder dengan penuh. Dalam spektrum
mulai dari fokus seluruhnya pada output hingga seluruh harga, perhatikan
bahwa sasaran PDB riil merupakan pilihan terbaik untuk mencapai tujuan
utama kita namun juga menyimpan resiko besar melesetnya sasaran
kedua.
Tidaklah
mengejutkan,
para
ekonom
yang
berpikir
bahwa
makroekonomi adalah sasaran-sasaran nominal yang dapat memperbaiki
sendiri secara luas (terutama bagi mereka yang menganggap kurva
philips berbentuk vertikal sepanjang horizon jangka pendek) lebih memilih
target-target nominal. Mengapa mengambil resiko inflasi tinggi bila PDB
riil akan secara luas merawat dirinya sendiri? Para ekonom yang percaya
bahwa kurva philips yang datar berlanjut untuk beberapa waktu, berpikir
bahwa manfaat dari mencapai tujuan output dan pengangguran lebih
besar dibanding resiko inflasi.
DAFTAR PUSTAKA
Rudiger Dornbusch, Stanley Fischer, Richard Startz ; MAKROEKONOMI ,
EDISI KE 10, PT. Media Global Edukasi
NAMA : RICHARDO BANO
NIM :
1315151014
[email protected]
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS
UDAYANA
MATA KULIA : EKONOMI MAKRO LANJUTAN
DOSEN PENGAMPU : DR. I GEDE SUDJANA
BUDHIASA
2015
JEDA DARI PENGARUH SEBUAH KEBIJAKAN
Anggap bahwa perekonomian berada pada full employment dan telah
dipengaruhi oleh gejolak permintaan agregat yang akan menurunkan
tingkat ekuilibrium pendapatan ke bawah kondisi full employment.
Anggap pula bahwa tidak ada pemberitahuan sebelumnyanya peringatan
tentang gangguan ini, dan bahwa, konsekuensinya, tidak ada kebijakan
yang diambil guna mengantisipasi kejadian tersebut. Sekarang pembuat
kebijakan harus memutuskan apakah harus merespon dan bagaimana
meresponnya.
Pertimbangan
pertama
ialah
membedakan
apakah
gangguan bersifat permanen, atau paling tidak cukup lama, atau hanya
bersifat sementara dan berjangka pendek. Anggap gangguan hanya
bersifat sementara, sekitar pengurangan satu periode pengeluaran
konsumsi. Jika gangguan hanya sementara, konsumsi dengan cepat akan
kembali ke tingkat sebelumnya, kebijakan terbaik adalah dengan tidak
melakukan
apa-apa.
Asalkan
menginterprestasikan
pemasok
penurunan
dan
produsen
permintaan
tidak
sementara
salah
sebagai
permanen, mereka akan menyerapnya dengan mengubah produksi dan
inventori
bukan
dengan
penyesuaian
kapasitas.
Gangguan
akan
mempengaruhi pendapatan pada periode ini namun memiliki dampak
permanen
yang
kecil.
Karena
kebijakan
yang
sekarang
dilakukan
membutuhkan waktu untuk terlihat dampaknya, maka kebijakan tersebut
akan mempengaruhi perekonomian yang mungkin hampir mencapai
tingkat full employmentnya, dan justru menjauhkan perekonomian dari
tingkat full employment. Jadi jika gangguan bersifat sementara dan tidak
memiliki dampak jangka panjang dan dampak kebijakan memiliki jeda
waktu, maka hal terbaik yang dilakukan adalah tidak melakukan apa-apa.
Sekarang kita bayangkan langkah-langkah yang dibutuhkan sebelum aksi
dilakuakan setelah terjadi gangguan, dan kemudian kita jalankan proses
dimana kebijakan tersebut mempengaruhi ekonomi. Terdapat kelambatan,
atau jeda, tapi setiap tahap, dan ini dapat di bagi kedalam dua tahap:
inside lag, yaitu periode waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan
kebijakan – seperti pemotongan pajak atau peningkatan uang beredar –
dan outside lag, yang menggambarkan saat kebijakan mulai berpengaruh
terhadap
perekonomian.
Inside
lag,
kembali,
dibagi
menjadi
jeda
pengamatan, dan pelaksanaan.
JEDA PENGAMATAN
Jeda pengamatan (recognition lag) ialah periode antara terjadinya
gangguan dan saat pembuat kebijakan mengamati keputusan apa yang
dibutuhkan. Secara prinsip jeda ini bisa menjadi negatif apabila gangguan
dapat diprediksi dan kebijakan yang diperlukan dapat di persiapkan
sebelum gangguan terjadi. Misalnya, kita tahu bahwa faktor musiman
dapat mempengaruhi pola. Misalnya kita tahu pada saat natal permintaan
uang akan sangat tinggi. Dari pada menanggapinya dengan kebijakan
uang yang ketat, the Fed akan mengakomodasi permintaan musiman ini
dengan
melakukan
ekspansi
uang
beredar.
Secara
umum,
walau
bagaimanapun, jeda pengamatan bersifat positif, jadi waktu yang terpakai
antara
gangguan
dan
pengamatan
dibutuhkan
untuk
pelaksanaan
kebijakan.
JEDA KEPUTUSAN DAN PELAKSANAAN
Jeda pengambilan keputusan (decision lag) – tenggang waktu antara
pengamatan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan dan pengambilan
keputusan kebijakan – berbeda antara kebijakan moneter dan fiskal.
Komite pasar terbuka sistem Federal Reserve secara berkala bertemu
untuk membahas dan memutuskan kebijakan. Jika kebutuhan untuk
melakukan kebijakan diketahui, jeda pengambilan keputusan untuk
kebijakan moneter cukup singkat. Lebih jauh, jeda pelaksanaan – jeda
antara
pengambilan
keputusan
mengenai
kebijakan
dengan
implementasinya – bagi kebijakn moneter juga singkat. Pelaksanaan
kebijakan moneter utama dapat dilakukan hampir seketika begitu dibuat
keputusan dibuat. Sehingga dengan pengaturan Sistem Federal Reserve,
jeda pengambilan keputusan bagi kebijakan moneter adalah singkat dan
jeda pelaksanaan secara praktis tidak ada. Memang, pelaksanaan
kebijakan fiskal lebih lambat. Walupun kebutuhan pelaksanaan kebijakan
fiskal di ketahui, pemerintah harus mempersiapkan peraturan untuk
pelaksanaan tersebut. Selanjutnya, peraturan tersebut dibahas dan di
setujui kongres sebelum perubahan kebijakan di buat.
STABILISATOR OTOMATIS
Adanya inside lag dalam pembuatan kebijakan memberikan perhatian
pada penggunaan stabilisator otomatis. Stabilisator otomatis adalah
mekanisme dalam perekonomian yang secara otomatis – yaitu tanpa
intervensi
pemerintah
kasus
demi
kasus
–
mengurangi
sejumlah
perubahan output yang merespon perubahan permintaan otonom. Salah
satu keuntungan utama dari stabilisator otomatis ialah inside lag yaitu
nol. Stabilisator otomatis yang paling penting ialah pajak pendapatan. Ia
menstabilkan perekonomian dengan mengurangi dampak pengganda dari
gangguan-gangguan terhadap permintaan agregat. Pengganda untuk
dampak perubahan pengeluaran otonom PDB berhubungan terbalik
dengan tingkat pajak pendapatan. Ketika para pekerja menganggur dan
mengurangi konsumsi, pengurangan permintaan konsumsi cenderung
memiliki dampak pengganda pada output. Dampak pengganda berkurang
ketika
penangguran
menerima
konpensasi
menganggur
karena
pendapatan disposabel berkurang lebih sedikit dibanding kehilangan
pendapatannya.
OUTSIDE LAG
Outside lag secara umum adalah jeda terdistribusi: sekali kebijakan
dijalankan, pengaruhnya pada perekonomian tersebar sepanjang waktu.
Mungkin terdapat dampak antara yang kecil dari pelaksanaan kebijakan,
namun dampak yang lain akan terjadi belakangan. Apa implikasi kebijakan
dari jeda distribusi yang dihadapkan dengan outside lag? Jika diperlukan
kenaikan tingkat pengangguran untuk meredam gangguan pemerintah,
kenaikan uang beredar yang besar akan menimbulkan dampak yang
besar pada PDB, dan dampak-dampak tersebut kemungkinan besar justru
menambah
pengangguran,
dan
menciptakan
tekanan
inflasioner.
Mengapa ada outside lag yang cukup lama? Bayangkan contoh kebijakan
moneter berikut, yang mempunyai dampak awal pada tingkat suku bunga,
bukan
pada
pendapatan.
Suku
bunga,
pada
gilirannya,
akan
mempengaruhi investasi dengan jeda waktu, dan juga mempengaruhi
konsumsi dengan mempengaruhi nilai kesejahteraan.
JEDA KEBIJAKAN MONETER VERSUS FISKAL
Kebijakan fiskal dan tentunya, perubahan belanja pemerintah yang
bekerja langsung di permintaan agregat mempengaruhi pendapatan lebih
cepat ketimbang kebijakan moneter. Apapun, kebijakan fiskal memiliki
outside lag yang lebih singkat, namun di perkirakan lebih lama pada
inside lag. Inside lag yang lama membuat kebijakan fiskal kurang berguna
bagi stabilitas dan berarti kebijakan fiskal cenderung relatif tidak sering di
gunakan untuk menstabilkan perekonomian. Analisa kami tentang jeda
dengan
jelas
mengindikasikan
satu
kesulitan
dalam
menjalankan
kebijakan stabilisasi jangka pendek. Butuh waktuh untuk menentukan
kebijakan dalam pelaksanaannya, dan kemudian kebijakan itu sendiri
butuh waktu untuk dapat mempengaruhi ekonomi. Tapi itu bukan satusatunya kesulitan yang ada. Kesulitan lebih jauh timbul karena pembuat
kebijakan tidak mengetahui pasti ukuran dan waktu dari dampak sebuah
kebijakan.
KEBIJAKAN GRADUALIS VERSUS KEBIJAKAN SEKETIKA
Dihadapkan dengan tujuan kebijakan yang di tentukan – misalnya,
mengurangi inflasi – pembuat kebijakan harus memilih antara kebijakan
perlahan-lahan dan kebijakan seketika. Kebijakan gradualis mengerakan
ekonomi secara perlahan menuju sasaran, sementara kebijakan seketika
adalah kebijakan yang mencoba mencapai sasaran secepat mungkin.
Kebijakan seketika menghasilkan “dampak kejutan” yang dapat menjadi
buruk jika gejolak bersifat menggangu tapi baik bila aksi dramatis itu
memberikan
tambahan
kredibilitas
pembuat
kebijakan.
Kebijakan
gradualis, sebaliknya, memiliki kelebihan dapat mengumpulkan masukan
sementara kebijakan berjalan.
EKSPEKTASI DAN REAKSI
Ketidakpastian tentang dampak kebijakan pada ekonomi timbul karena
pembuat
kebijakan
tidak
tahu
dengan
pasti
nilai
penggandanya.
Pemerintah selalu tidak yakin seberapa besar perekonomian akan
bereaksi pada perubahan kebijakan. Dalam prakteknya, pemerintah
bekerja dengan menggunakan model ekonometri dalam mengestimasi
dampak perubahan kebijakan. Model ekonometrika ialah gambaran
perekonomian
secara
statistik
atau
beberapa
bagian
dari
itu.
Ketidakyakinan pemerintah mengenai dampak kebijakan disebabkan
pemerintah tidak tahu model perekonomian sesunguhnya dan sebagian
karena pemerintah tidak tahu ekspektasi apa yang dimiliki perusahaan
atau konsumen.
KETIDAKPASTIAN REAKSI
Misalkan
pada
awal
tahun
2020,
karena
kelesuan
perekonomian,
pemerintah memutuskan untuk memotong pajak. Pemotongan pajak ini
direncanakan
bersifat
sementara
–
sedikit
pengorbanan
agar
perekonomian bergerak, tak lebih. Untuk menggambarkan seberapa besar
pemotongan
pajak
dibutuhkan,
pemerintah
harus
mengira-ngira
bagaimana masyarakat akan bereaksi terhadap pemotongan pajak
bersifat temporer, maka ia tidak akan banyak mempengaruhi pendapatan
jangka panjang dan karenanya kemudian hanya memicu kenaikan
pengeluaran. Hal ini mengindikasikan bahwa agar berguna, pemotongan
pajak haruslah besar. Alternatifnya, mungkin konsumen akan percaya
banwa pemotongan pajak akan berlangsung lebih lama dari yang
dikatakan pemerintah – memang, masyarakat tahu menaikan pajak itu
sulit. Dalam kasus ini marginal propensity to spend dari pemotongan
pajak yang di umumkan bersifat temporer akan lebih besar. Pemotongan
pajak yang lebih kecil akan cukup untuk menaikan pengeluaran dengan
banyak. Jika perkiraan pemerintah mengenai reaksi konsumen meleset,
hal ini bisa menghasilkan destabilisasi alih-alih stabilisasi perekonomian.
PERUBAHAN DALAM REZIM KEBIJAKAN
Adalah penting skali mempertimbangkan dampak kebijakan itu sendiri
terhadap
ekspektasi,
karena
dimungkinkan
berdampak pada pembentukan ekspektasi.
kebijakan
baru
akan
Anggap Federal Reserve
system mengumumkan bahwa mulai sekarang kebijakan semata-mata
hanya menjaga kestabilan harga dan sebagai respon dari setiap kenaikan
harga itu mereka akan menurunkan jumlah uang beredar. Jika masyarakat
percaya dengan pengumuman itu, mereka tidak akan mendasarkan
ekspektasi pertumbuhan uang dan inflasi mereka pada pola inflasi lama.
Pembuat kebijakan memiliki kredibilatas apabila pengumuman mereka
dipercayai para pelaku pasar.
KETIDAKPASTIAN DAN KEBIJAKAN EKONOMI
Ketidakpastian ekspektasi perusahaan dan konsumen adalah salah satu
alasan bahwa pembuat kebijakan bisa salah dalam menggunakan
stabilitas aktif. Alasan lainya ialah sulitnya meramal gangguan-gangguan,
seperti perubahan harga minyak, yang mungkin akan mempengaruhi
perekonomian sebelum dampak kebijakan terasa. Alasan ketiga ialah para
ekonom dan kemudian para pembuat kebijakan tidak cukup tahu tentang
struktur perekonomian sesunguhnya. Kami bedakan antara ketidak
pastian model perekonomian yang benar
dengan ketidak pastian nilai-
nilai para meter atau koefisien dalam model ekonomi, meski perbedaan
itu
dapat
diperdebatkan.
Pertama
terdapat
ketidaksepakatan
pertimbangan, dan oleh karenanya terdapat ketidakpastian mengenai
model ekonomi yang benar, yang dibuktikan dengan banyaknya model
makroekonometrik. Para ekonom dapat berbeda pendapat mengenai teori
dan bukti empiris apa yang menyatakan fungsi tingkah laku perekonomian
yang benar. Kedua bahkan dalam model tertentu terdapat ketidak pastian
nilai parameter dan pengganda. Bukti statistik memperkenankan kita
menentukan kisaran parameter atau pengganda, sehingga paling tidak
kita mendapat gambaran jenis kesalahan yang dapat muncul dari
pelaksanaan suatu kebijakan. Ketidakpastian besarnya dampak yang akan
timbul
dari
pelaksanaan
kebijakan
tertentu
–
apakah
karena
ketidakpastian ekspektasi ataupun struktur perekonomian – dikenal
sebagai ketidakpastian pengganda (multiplier uncertainty). Misalnya,
estimasi pengganda terbaik kita atas kenaikan belanja pemerintah
sebesar 1,2. Jika PDB harus dinaikan sebesar $60 milyar, maka kita harus
menaikan belanja pemerintah sebesar $50 milyar. Namun bukti statistik
lebih baik di interprestasikan hanya dengan mengatakan bahwa kita lebih
yakin bahwa pengganda ialah 0,9 dan 1,5. Jika demikian, ketika belanja
pemerintah dinaikan $50 milyar, maka kta pasti perkirakan PDB akan naik
sebesar antara $45 milyar dan $74 milyar. Bagaimana seharusnya
pembuat kebijakan bereaksi menghadapi ketidakpastian ini? Semakin
tepat pembuat kebijakan mengetahui parameter-parameter relevan, maka
lebih aktiv kebijakannya.
PORTOFOLIO KEBIJAKAN DI BAWAH KETIDAKPASTIAN
Bayangkan pilihan antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal ketika
pengganda-pengganda keduanya tidak pasti. Prosedur terbaik ialah
dengan menggunakan portofolio instrumen kebijakan – penggunaan dosis
yang lebih ringan baik pada kebijakan moneter maupun fiskal. Alasan
melakukan diversifikasi dengan cara ini adalah paling tidak terdapat
peluang bahwa kesalahan mengestimasi satu pengganda akan di tutup
oleh kesalahan estimasi yang lain. Dengan keberuntungan, kesalahan
menentukan kebijakan sebagian akan saling meniadakan. Bahkan bila kita
tidak beruntungpun, tak lebih rugi di banding jika kita menerapkan penuh
pada satu instrumen.
SASARAN, INSTRUMEN, DAN INDIKATOR: SEBUAH TAKSONOMI
Variabel-variabel ekonomi memainkan beragam peran dalam diskusi
kebijakan. Kita membagi variabel-variabel tersebut kedalam “sasaran”,
“instrumen”, dan “indikator”.
Sasaran – sasaran ialah tujuan kebijakan yang di indentifikasi. Sementara
sasaran akhirnya “masyarakat madani”, kita berfokus lebih spesifik pada
output dan harga, pengangguran dan inflasi. Sasaran di bagi lagi menjadi
“sasaran akhir” dan “sasaran antara”. Contoh sasaran akhir adalah
“mencapai inflasi adalah nol. Sebagai bagian dari keseluruhan kebijakn
ekonomi, unit pembuat kebijakan khusus dapat diberikan tugas mencapai
target antara tertentu. Misalnya, bank sentral dapat diinstruksikan
mencapai kenaikan stok uang 2 persen per tahun. Meskipun pertumbuhan
uang sendiri bukan tujuan ekonomi akhir, menargetkan pertumbuhan
uang merupakan tugas yang tepat untuk di serahkan pada bank sentral.
Instrumen – instrumen ialah alat secara langsung dapat digunakan oleh
pembuat kebijakan. Misalnya, bank sentral memiliki target nilai tukar.
Instrumennya bisa dengan membeli atau menjual valuta asing.
Indikator – indikator adalah variabel-variabel ekonomi yang memberikan
kita sinyal apakah kita mendekati sasaran yang diinginkan. Sebagai
contoh, kenaikan tingkat suku bunga kadangkala memberi sinyal bahwa
pasar mengantisipasi kenaikan inflasi yang akan datang. Jadi indikator
menyediakan tanggapan informasi yang memberi kesempatan pembuat
kebijakan untuk menyesuaikan instrumen agar dapat melakukan tugas
yang lebih baik dalam mencapai sasaran. Kebanyakan para ekonom
sepakat bahwa cara terbaik mencapai target akhir ialah pembuat
kebijakan menggunakan indikator untuk memberikan informasi tambahan
dalam penghitungan penyesuaian terbaik dengan instrumen yang ada.
Kategorisasi variabel-variabel ke dalam target, instrumen, atau indikator
kadangkala bersifat situasional. Misalkan, dalam beberapa tahun bank
sentral telah menentukan suku bunga sebagai sasaran antara. Dalam
tahun-tahun yang lain bank sentral menggunakan suku bunga sebagai
indikator keberhasilan uang beredar.
APA TARGETNYA ? SEBUAH APLIKASI PRAKTEK
Anggap tujuan utama dari kebijakan ialah menjaga PDB mendekati PDB
potensial dan tujuan sekundernya ialah mencapai tingkat inflasi yang
rendah. Pada bagian ini kami mempertimbangkan rangkaian pendekatan
sasaran yang mungkin. Informasi, tentu, sungguh tidak sempurnah. Untuk
setiap sasaran yang mungkin, kami mencari apa yang salah.
PENARGETAN PDB RIIL
Jika kita mencapai PDB potensial secara tepat, maka penargetan PDB riil
adalah optimal. Kita mencapai tujuan utama dengan tepat. Karna kurva
philips menyatakan bahwa tingkat pengangguran alamiah sama dengan
pengangguran aktual ketika inflasi
aktual sama dengan inflasi yang di
antisipasi, mencapai PDB potensial konsisten dengan inflasi aktual dan
inflasi yang diantisipasi yang rendah. Sekarang anggap kita menerka
tingkat pertumbuhan PDB potensial terlalu tinggi. Misalnya, kita mengira
PDB potensial dapat tumbuh 4 persen pertahun sementara faktanya
hanya tumbuh 2 persen. Dalam jangka pendek kita akan mengenjot
pertumbuhan PDB aktual, agar mencapai pertumbuhan 4 persen. Namun,
mendorong PDB ke atas potensialnya menyebabkan inflasi berjalan cepat.
Semakin lama kita melakukan itu, semakin cepat inflasi berlari. Kitapun
tak dapat menjaga pertumbuhan 4 persen secara permanen.
PENARGETAN PDB NOMINAL
Kita dapat mengadopsi rencana pertumbuhan PDM nominal sebesar 4
persen. Jika kita mulai pada PDB potensial dan terjadi pertumbuhan PDB
potensial sebesar 4 persen, maka kita mencapai target baik target primer
maupun sekunder. Bagaimanapun, bila kita mulai dari bawah potensial,
maka kita melewatkan peluang untuk menggerakan PDB riil dengan
cepat. Anggap lagi bahwa PDB potensial benar-benar tumbuh sebesar 2
persen per tahun. Dalam jangka panjang, 4 persen pertumbuhan PDB
nominal itu terbagi menjadi 2 persen kenaikan riil dan 2 persen inflasi,
yang dapat terjadi dibawah target PDB riil.
PENARGETAN INFLASI
Akhir spektrum yang berlawanan dari sasaran PDB riil ialah penargetan
inflasi. Sementara para pembuat kebijakan tidak dapat mencapai target
inflasi dengan tepat, mereka dapat mendekatinya. Dengan melepaskan
target pertama secara keseluruhan, para pembuat kebijakan berada
dalam posisi mencapai target sekunder dengan penuh. Dalam spektrum
mulai dari fokus seluruhnya pada output hingga seluruh harga, perhatikan
bahwa sasaran PDB riil merupakan pilihan terbaik untuk mencapai tujuan
utama kita namun juga menyimpan resiko besar melesetnya sasaran
kedua.
Tidaklah
mengejutkan,
para
ekonom
yang
berpikir
bahwa
makroekonomi adalah sasaran-sasaran nominal yang dapat memperbaiki
sendiri secara luas (terutama bagi mereka yang menganggap kurva
philips berbentuk vertikal sepanjang horizon jangka pendek) lebih memilih
target-target nominal. Mengapa mengambil resiko inflasi tinggi bila PDB
riil akan secara luas merawat dirinya sendiri? Para ekonom yang percaya
bahwa kurva philips yang datar berlanjut untuk beberapa waktu, berpikir
bahwa manfaat dari mencapai tujuan output dan pengangguran lebih
besar dibanding resiko inflasi.
DAFTAR PUSTAKA
Rudiger Dornbusch, Stanley Fischer, Richard Startz ; MAKROEKONOMI ,
EDISI KE 10, PT. Media Global Edukasi