PENURUNAN CHEMICAL OXYGEN DEMAND COD PAD

PENURUNAN CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) PADA BERBAGAI
MACAM LIMBAH MELALUI ELEKTROKOAGULASI

TUGAS PUSTAKA

SHILDIA IRENE
140210110017

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI SARJANA KIMIA
JATINANGOR
2014

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL

: PENURUNAN CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)
PADA BERBAGAI MACAM LIMBAH MELALUI
ELEKTROKOAGULASI


PENYUSUN

: Shildia Irene

NPM

: 140210110017

Setelah membaca tulisan ini dengan seksama, maka menurut pertimbangan saya
telah memenuhi persyaratan ilmiah sebagai suatu tugas pustaka

Jatinangor, Desember 2014
Menyetujui,

Pembimbing

Dra. Yati B. Yuliyati, MS
NIP. 19551103 1984032 002


i

ABSTRAK
Perkembangan industri yang sangat pesat selain menghasilkan produk utama yang
dapat mempengaruhi perekonomian global juga menghasilkan limbah yang
mempengaruhi keseimbangan lingkungan. Limbah ini berbahaya karena
mengandung bahan-bahan yang melampaui batas ambang yang telah ditentukan,
seperti chemical oxygen demand (COD) yang tinggi, sehingga dibutuhkan
teknologi pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan. Elektrokoagulasi
merupakan suatu metode untuk mengurangi atau menurunkan COD dalam
limbah. Dalam kajian tugas pustaka ini, dijelaskan tentang penurunan COD dalam
limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS), limbah leachate, dan limbah industri
susu melalui proses elektrokoagulasi dengan menggunakan elektrode aluminium
pada berbagai nilai beda potensial dan lama elektrolisis. Berdasarkan penelitian
elektrokoagulasi pada LCPKS oleh Nasution (2012), didapatkan beda potensial
optimum yaitu 4 V dengan lama elektrolisis 8 jam dan efisiensi penurunan COD
sebesar 87,5%. Penelitian elektrokoagulasi pada limbah industri susu yang
dilakukan oleh Bazrafshan et al. (2012), didapatkan beda potensial optimum yaitu
60 V dengan lama elektrolisis 60 menit dan efisiensi penurunan COD mencapai
98,84%. Sedangkan penelitian elektrokoagulasi pada limbah leachate oleh

Shivayogimath & Watawati (2013), didapatkan beda potensial optimum yaitu 9 V
dengan lama elektrolisis 35 menit dan efisiensi penurunan COD mencapai 95,8%.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
teknologi elektrokoagulasi dengan menggunakan elektrode aluminium merupakan
salah satu metode yang mampu menurunkan COD berbagai macam limbah
dengan efisiensi yang relatif besar pada beda potensial dan lama elektrolisis
optimumnya.
Kata kunci: elektrokoagulasi, limbah cair pabrik kelapa sawit, limbah leachate,
limbah industri susu, chemical oxygen demand.

ii

ABSTRACT
The rapid development of the industry in addition to primary products that can
affect the global economy also produces waste that affect the environment
balance. This waste is dangerous because it contains materials that exceed a
predetermined standard, such as high levels of chemical oxygen demand (COD),
so it needs treatment before being discharged into the environment.
Electrocoagulation is a method to reduce COD in the effluent. In this study,
explained about the COD removal in palm oil mill effluent (LCPKS), leachate,

and dairy wastewater through electrocoagulation process using aluminum
electrodes at various of the applied voltage and electrolysis time. Based on the
research of electrocoagulation in LCPKS by Nasution (2012), obtained the
optimum applied voltage is 4 V with 8 hours electrolysis time and COD removal
efficiency is 87.5%. Electrocoagulation in dairy wastewater by Bazrafshan et al.
(2012), obtained the optimum applied voltage is 60 V with 60 minutes electrolysis
time and COD removal efficiency reached 98.84%. While the electrocoagulation
in leachate by Shivayogimath & Watawati (2013), obtained the optimum applied
voltage is 9 V with 35 minutes electrolysis time and COD removal efficiency
reached 95.8%. Based on the research results, it can be concluded that the
electrocoagulation using aluminum electrodes is a method that can reduce the
COD on various kinds of waste with relatively high efficiency in optimum applied
voltage and electolysis time.

Keyword: electrocoagulation, palm oil mill effluent, leachate, dairy wastewater,
chemical oxygen demand.

iii

KATA PENGANTAR


Puji dan syukur kehadirat Allah SWT dengan segala berkah, nikmat, serta
karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas pustaka yang berjudul
“Penurunan Chemical Oxygen Demand (COD) pada Berbagai Macam Limbah
melalui Elektrokoagulasi”
Penyusunan tugas pustaka ini tidak akan dapat terlaksana tanpa adanya
bantuan, bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak. Untuk itu dalam
kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
Dra. Yati B. Yuliyati, MS
Selaku dosen pembimbing tugas pustaka atas pengorbanan waktu, tenaga, dan
pemikirannya.
Pada kesempatan ini pula, penyusun menyampaikanucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Budi Nurani R., MS selaku dekan FMIPA Universitas
Padjadjaran.
2. Dr. rer. nat Iwan Hastiawan selaku Kepala Departemen Kimia FMIPA
Universitas Padjadjaran.
3. Dr. Tri Mayanti selaku Kepala Program Studi S1 Departemen Kimia
FMIPA Universitas Padjadjaran.
4. Juliandri, Ph.D selaku Kepala Laboratorium Material Jurusan Kimia
FMIPA Universitas Padjadjaran.

5. Dr. Iman Rahayu, S.Si., M.Si selaku dosen wali atas dukungan dan
perhatiannya.

iv

6. Keluarga tercinta Ayah, Ibu, Syifa, Faiz dan Nenek yang selalu
memberikan dorongan semangat, dukungan, kasih sayang dan doa yang
tidak pernah putus.
7. Sahabat – sahabat yang menemani dalam keadaan suka maupun duka, dan
juga teman-teman ATOM 2011 tercinta.
8. Semua pihak atas segala bantuannya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan tugas pustaka ini.
Semoga segala kebaikan dan dukungan yang telah diberikan kepada penyusun
mendapat balasan yang setimpal dari Allah swt.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan tugas pustaka ini
masih jauh dari sempurna dikarenakan masih terbatasnya ilmu, kemampuan serta
pengetahuan yang penyusun miliki. Oleh karena itu penyusun mengharapkan
adanya kritik dan saran yang membangun. Semoga tugas pustaka ini dapat
bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan.


Jatinangor, Desember 2014

Shildia Irene

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i
ABSTRAK ............................................................................................................. ii
ABSTRACT .......................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix
DAFTAR ISTILAH, SINGKATAN, DAN LAMBANG.................................... x
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN UMUM ................................................................................ 3
2.1 Limbah ........................................................................................................ 3
2.2 Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) ............................................... 4

2.3 Limbah Leachate ......................................................................................... 5
2.4 Limbah Industri Susu .................................................................................. 7
2.5 Elektrokoagulasi .......................................................................................... 9
2.5.1 Reaksi pada Katode ............................................................................... 12
2.5.2 Reaksi pada Anode ............................................................................... 13

vi

2.6 Chemical Oxygen Demand (COD) ............................................................ 13
BAB III TINJAUAN KHUSUS .......................................................................... 16
3.1 Elektrokoagulasi ........................................................................................ 16
3.1.1 Proses Elektrokoagulasi pada Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit,
Limbah Leachate, dan Limbah Industri Susu .................................... 16
3.2 Pengaruh Beda Potensial terhadap Penurunan COD................................. 19
3.2.1 Pengaruh Beda Potensial terhadap Penurunan COD pada Limbah Cair
Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) ........................................................... 19
3.2.2 Pengaruh Beda Potensial terhadap Penurunan COD pada Limbah
Leachate ............................................................................................. 21
3.2.3 Pengaruh Beda Potensial terhadap Penurunan COD pada Limbah
Industri Susu ....................................................................................... 23

3.3 Pengaruh Lama Elektrolisis terhadap Penurunan COD ............................ 25
3.3.1 Pengaruh Lama Elektrolisis terhadap Penurunan COD pada Limbah
Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) ................................................... 25
3.3.2 Pengaruh Lama Elektrolisis terhadap Penurunan COD pada Limbah
Leachate ............................................................................................. 27
3.3.3 Pengaruh Lama Elektrolisis terhadap Penurunan COD pada Limbah
Industri Susu ....................................................................................... 28
BAB IV KESIMPULAN ..................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 30

vii

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Karakteristik Limbah LCPKS. ................................................................ 5
Tabel 2.2 Karakteristik limbah leachate . ............................................................... 7
Tabel 2.3 Karakteristik limbah industri susu .......................................................... 9

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Mekanisme dalam proses elektrokoagulasi. ................................... 10
Gambar 2. 2 Elektrokoagulasi sistem batch (a) dan Elektrokoagulasi sistem flow
(b). .................................................................................................... 12
Gambar 3. 1 Pengaruh beda potensial terhadap penurunan COD pada keluaran
limbah Fat-Pit. ................................................................................. 19
Gambar 3. 2 Pengaruh beda potensial terhadap penurunan COD pada limbah cair
keluaran kolam anaerobik. ............................................................... 20
Gambar 3. 3 Pengaruh beda potensial terhadap penurunan COD pada limbah
keluaran biogas ................................................................................ 20
Gambar 3. 4 Pengaruh beda potensial pada penurunan COD (pH 5,8) . ............. 22
Gambar 3. 5 Pengaruh beda potensial terhadap efisiensi penurunan polutan pada
limbah industri susu. ........................................................................ 23
Gambar 3. 6 Pengaruh lama elektrolisis terhadap penurunan COD pada keluaran
limbah Fat-Pit. ................................................................................. 25
Gambar 3. 7 Pengaruh lama elektrolisis terhadap penurunan COD pada limbah
cair keluaran kolam anaerobik ......................................................... 25
Gambar 3. 8 Pengaruh lama elektrolisis terhadap penurunan COD pada limbah
keluaran biogas. ............................................................................... 26
Gambar 3. 9 Pengaruh lama elektrolisis pada penurunan COD (pH 5,8)............. 27
Gambar 3.10 Pengaruh lama elektrolisis terhadap penurunan COD pada limbah

industri susu. .................................................................................... 28

ix

DAFTAR ISTILAH, SINGKATAN, DAN LAMBANG

1. Anode

: Kutub positif dari sel elektrolisis atau elektrode tempat
terjadinya reaksi oksidasi.

2. BOD

: Biological Oxygen Demand

3. COD

: Chemical Oxygen Demand

4. DO

: Dissolved Oxygen

5. Elektrode

: Konduktor dari lempeng logam yang mengalirkan arus
listrik yang memiliki jenis kutub positif (anode) dan kutub
negatif (katode).

6. Elektrokimia : Ilmu yang mempelajari hubungan antara perubahan
(reaksi) kimia dengan kerja listrik.
7. Elektrokoagulasi : Proses koagulasi atau penggumpalan dengan tenaga
listrik melalui proses elektrolisis untuk mengurangi
atau menurunkan ion-ion logam dan partikel dalam air.
8. Elektrolisis

: Penguraian senyawa berbentuk larutan, lelehan, atau
cairan biasa oleh arus listrik yang mengalir melalui
senyawa tersebut menggunakan elektrode.

9. Katode

: Kutub negatif dari sel elektrolisis atau elektrode tempat
terjadinya reaksi reduksi.

10. Oksidasi

: Pelepasan elektron dari suatu spesi atom atau molekul.

11. Reduksi

: Penerimaan elektron dari suatu spesi atom atau molekul.

x

BAB I
PENDAHULUAN

Saat ini Indonesia dan dunia sedang giat-giatnya melakukan pembangunan,
salah satu diantaranya yaitu mendorong laju perekonomian melalui sektor
industri. Perkembangan industri yang sangat pesat saat ini tentunya menghasilkan
produk yang dapat mempengaruhi perekonomian global. Namun perkembangan
industri ini juga menghasilkan limbah yang dapat mempengaruhi keseimbangan
lingkungan.
Limbah adalah hasil samping dari proses produksi yang tidak digunakan dan
dapat berbentuk benda padat, cair, gas, dan debu yang dapat menimbulkan
pencemaran (Sami, 2012). Limbah cair industri menjadi ancaman serius, karena
limbah tersebut dipastikan mencemari lingkungan khususnya air tanah dan dapat
berfungsi sebagai media pembawa bibit penyakit.
Selain limbah cair dari industri, sampah juga merupakan satu ancaman serius
yang dapat mencemari lingkungan. Sampah padat di tempat pembuangan akhir
(TPA) tidak hanya tersusun oleh komponen padatan, tetapi juga mengandung
cairan sampah yang didalamnya terkandung zat-zat kimia, baik senyawa organik
maupun anorganik serta sejumlah bakteri pathogen, yang disebut sebagai leachate
(Purwanta, 2007). Limbah cair industri dan limbah cair leachate ini tentunya
berbahaya karena memiliki chemical oxygen demand (COD) yang tinggi.

1

2

Teknologi pengolahan telah banyak digunakan untuk menanggulangi bahaya
dari limbah diantaranya dengan membran dan metode biologis, seperti
biokoagulasi, proses lumpur aktif, dan bioreaktor aerobik. Namun karena
karakteristik limbah yang terus berkembang, maka dibutuhkan teknologi
pengolahan yang juga perlu ditingkatkan dan tentunya memerlukan biaya yang
tinggi. Selain itu teknologi pengolahan tersebut juga dibutuhkan perlakuan
tambahan sehingga kurang efisien.
Saat ini metode elektrokimia relatif lebih ekonomis dan memiliki efisiensi
pemurnian yang lebih tinggi. Elektrokoagulasi merupakan metode elektrokimia
yang sederhana dan efisien untuk pengolahan berbagai macam limbah. Metode ini
sederhana, mudah dilakukan, dan menghasilkan padatan dalam jumlah kecil.
Elektrokoagulasi merupakan proses koagulasi atau penggumpalan dengan tenaga
listrik melalui proses elektrolisis untuk mengurangi atau menurunkan ion-ion
logam dan partikel-partikel di dalam air.
Optimalisasi metode elektrokoagulasi dipengaruhi oleh beberapa parameter
diantaranya beda potensial dan lama waktu elektrolisis. Oleh karena itu, pada
tugas pustaka ini akan dibahas mengenai pengaruh beda potensial dan lama waktu
elektrolisis pada berbagai macam limbah dengan menggunakan elektrode
aluminium.

BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1

Limbah

Limbah adalah hasil samping dari proses produksi yang tidak digunakan dan
dapat berbentuk benda padat, cair, gas, debu, suara, getaran dan lain-lain yang
dapat menimbulkan pencemaran. Limbah cair dapat juga dibedakan berdasarkan
kemampuan menguraikan bahan pencemar (degradable) dan tidak dapat mengurai
(non-degradable). Akibat yang ditimbulkan oleh limbah cair sangat bergantung
pada sifat dari bahan pencemar yang dikandungnya, dapat merubah sifat air
menjadi berbahaya, efek bioakumulasi, menurunkan oksigen terlarut (DO,
dissolved oxygen ), merubah sifat fisik dan kimia air, dan mengganggu estetika.

Limbah cair domestik atau limbah cair rumah tangga menjadi ancaman serius,
karena limbah tersebut dipastikan mencemari lingkungan khususnya air tanah dan
dapat berfungsi sebagai media pembawa bibit penyakit. Sasaran pengolahan air
adalah untuk mengurangi BOD (biological oxygen demand), COD (chemical
oxygen

demand),

partikel

tercampur,

membunuh

organisme

pathogen,

menghilangkan bahan nutrisi, komponen beracun yang tidak dapat didegradasikan
agar konsentrasi yang ada menjadi rendah (Sami, 2012).

3

4

2.2

Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)
Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) adalah salah satu produk samping

dari pabrik minyak kelapa sawit yang berasal dari kondensat dari proses
sterilisasi, air dari proses klarifikasi, air hydrocyclone (claybath), dan air
pencucian pabrik. LCPKS mengandung berbagai senyawa terlarut termasuk, seratserat pendek, hemiselulosa dan turunannya, protein, asam organik bebas dan
campuran mineral-mineral (Fatimah, 2012).
Limbah cair dari pabrik minyak kelapa sawit ini umumnya bersuhu tinggi 7080oC, berwarna kecoklatan, mengandung padatan terlarut dan tersuspensi berupa
koloid dan residu minyak dengan BOD dan COD yang tinggi. Jika limbah
tersebut langsung dibuang ke perairan, maka sebagian akan mengendap, terurai
secara perlahan, mengkonsumsi oksigen terlarut, menimbulkan kekeruhan,
mengeluarkan bau yang tajam dan dapat merusak ekosistem perairan. Sebelum
limbah cair ini dapat dibuang ke lingkungan terlebih dahulu harus diolah agar
sesuai dengan baku mutu limbah yang telah ditetapkan (Fatimah, 2012).
Limbah cair kelapa sawit merupakan nutrien yang kaya akan senyawa organik
dan karbon, dekomposisi dari senyawa-senyawa organik oleh bakteri anaerob
dapat menghasilkan biogas. Jika gas-gas tersebut tidak dikelola dan dibiarkan
lepas ke udara bebas maka dapat menjadi salah satu penyebab pemanasan global
karena gas metan dan karbon dioksida yang dilepaskan adalah termasuk gas
rumah kaca yang disebut-sebut sebagai sumber pemanasan global saat ini. Emisi

5

gas metan 21 kali lebih berbahaya dari karbon dioksida dan metan merupakan
salah satu penyumbang gas rumah kaca terbesar (Fatimah, 2012).

Tabel 2.1 Karakteristik Limbah LCPKS (Nasution, 2012).
Parameter

Konstentrasi
(mg/L)
4.000-6.000
Lemak dan minyak
25.000
Biochemical oxygen demand
50.000
Chemical oxygen demand
40.500
Total solid
18.000
Suspended solids
34.000
Total volatile solids
750
Nitrogen total
35
Ammoniacals nitrogen

2.3

Unsur
Potassium
Magnesium
Kalsium
Phospor
Besi
Boron
Zinc
Mangan
Tembaga

Konstentrasi
(mg/L)
2.270
615
439
180
46,5
7,6
2,3
2,0
0,89

Limbah Leachate
Sampah padat di tempat pembuangan akhir (TPA) tidak hanya tersusun oleh

komponen padatan, tetapi juga mengandung cairan sampah yang didalamnya
terkandung zat-zat kimia, baik organik maupun anorganik serta sejumlah bakteri
pathogen, yang disebut sebagai leachate (Purwanta, 2007).
Leachate didefinisikan sebagai cairan yang menapis melalui limbah dan

mengekstrak material terlarut atau tersuspensinya. Di kebanyakan TPA, leachate
terdiri atas cairan yang masuk TPA dari sumber-sumber luar, seperti drainase
permukaan, air hujan, air tanah, dan air dari mata air serta cairan yang diproduksi
dari dekomposisi limbah. Dalam definisi lain, leachate adalah sebagai limbah cair

6

yang terbentuk akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan sampah,
melarutkan dan membilas materi-materi terlarut termasuk senyawa organik dan
anorganik hasil proses dekomposisi (Purwanta, 2007).
Leachate tersebut merupakan cairan yang terbentuk oleh adanya air hujan yang

merembes kedalam timbunan sampah, serta adanya kandungan air tanah yang
tinggi. Aliran yang merembes ini akan menimbulkan aliran yang membawa
bermacam-macam zat yang ada dalam sampah seperti nitrat, nitrit, metan, karbon
dioksida, sulfat, sulfida, ammonia, air dan mikroorganisme (Purwanta, 2007).
Proses dekomposisi secara alamiah pada awalnya menghasilkan nitrit, karbon
dioksida dan air, sedangkan pasokan (supply) oksigen yang dilepaskan oleh
mikroorganisme anaerobik akan membentuk senyawa lain seperti sulfat, ammonia
dan nitrogen. Kualitas dan kuantitas leachate sangat bervariasi dan fluktuasinya
secara langsung berkaitan dengan banyaknya

curah hujan, komposisi/

karakteristik sampah, umur timbunan dan pola operasional di TPA (Purwanta,
2007).
Pengaruh leachate yang dirasakan masyarakat adalah adanya perubahan warna
atau kekeruhan pada badan air karena air hujan yang masuk ke dalamnya. Adanya
bahan pencemar atau mineral di badan air akan memacu pertumbuhan dan
perkembangbiakan mikroorganisme yang merugikan kesehatan dan estetika
(Purwanta, 2007).

7

Tabel 2.2 Karakteristik limbah leachate (Shivayogimath & Watawati, 2013)
Parameter
pH
warna
Total suspended solids (mg/L)
COD (mg/L)

Konduktivitas (µS/cm)
Total solids (mg/L)

Kekeruhan (NTU)
Total dissolved solids (mg/L)

2.4

Konsentrasi
5,8
Kuning
718
4.820
2.441
900
89
182

Limbah Industri Susu
Limbah industri susu mengandung senyawa organik terlarut, padatan

tersuspensi, dan senyawa organik yang berbahaya. Komponen-komponen ini
mengakibatkan tingginya kadar biological oxygen demand (BOD) dan chemical
oxygen demand (COD) pada limbah industri susu. Limbah susu berwarna putih

dan biasanya sedikit basa di alam dan menjadi asam cukup cepat karena
fermentasi gula susu menjadi asam laktat. Efek pencemaran limbah susu dikaitkan
dengan kebutuhan oksigen yang tinggi. Dekomposisi kasein yang mengarah pada
pembentukan lumpur hitam tebal dan bau asam butirat yang kuat merupakan ciri
pencemaran limbah susu (Shete & Shinkar, 2013).
Karakteristik limbah susu yaitu berwarna putih, pH (6,5-8,0), mengandung
DO, BOD, COD, padatan terlarut, padatan tersuspensi, klorida, sulfat, minyak &
lemak. Hal ini tergantung pada kuantitas susu olahan dan jenis produk yang
diproduksi. Air limbah dari susu mengandung sejumlah besar konstituen susu

8

seperti kasein, garam anorganik, dan juga deterjen dan pembersih yang digunakan
untuk mencuci. Deterjen dan pembersih yang digunakan memiliki kandungan
natrium yang tinggi dari penggunaan soda kaustik (Shete & Shinkar, 2013).
Industri susu adalah salah satu industri yang paling berpolusi, tidak hanya
dalam hal volume limbah yang dihasilkan, tetapi juga karakteristiknya. Limbah
yang dihasilkan sekitar 0,2-10 liter per liter susu olahan dengan rata-rata sekitar
2,5 liter air limbah per liter susu olahan. Volume, konsentrasi, dan komposisi
limbah dalam industri susu tergantung pada jenis produk yang diproses, program
produksi, metode operasi, desain pabrik pengolahan, tingkat pengelolaan air yang
diterapkan, dan jumlah air yang digunakan. Industri susu menghasilkan berbagai
jenis limbah termasuk: air limbah dari lini produksi (pembersihan peralatan dan
pipa), air pendingin, air limbah domestik, air dadih asam dan manis. Limbah susu
mengandung sejumlah besar konstituen susu seperti kasein, garam anorganik,
deterjen dan pembersih yang digunakan untuk mencuci. Semua komponen ini
berkontribusi terhadap besarnya nilai BOD dan COD yang melebihi standar yang
telah ditetapkan (Shete & Shinkar, 2013).
Limbah susu umumnya dibuang langsung ke sungai atau tanah terdekat tanpa
pengolahan terlebih dahulu sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan yang
serius. Masalah lingkungan utama yang terkait dengan produksi susu
mempengaruhi pencemaran air, udara dan keanekaragaman hayati. Oleh karena
itu diperlukan berbagai metode untuk menanggulangi permasalahan limbah susu
tersebut (Shete & Shinkar, 2013)

9

Tabel 2.3 Karakteristik limbah industri susu (Bazrafshan et al., 2012).
Parameter

Air Limbah
Mentah
Rata-rata ± S.D

Standar
Iran

Total suspended solids

24
7.855,25 ± 703,05
3.486,3 ± 235,17
1.724,17 ± 149,14

Air Limbah yang
Menetap selama
12 jam
Rata-rata ± S.D
24
6.114,25 ± 74,52
2.919,3 ± 45,27
743,43 ± 22,13

(mg/L)
Total coliforms (TCs)
Fecal coliforms (FCs)
Konduktivitas (µS/cm)
pH

4,39x106 ± 2,5x105
3,27x106 ± 1,3x105
8.010 ± 1300
7,65 ± 0,02

3,53x106 ± 1,1x105
2,75x106 ± 7,2x104
8.073 ± 59,53
7,24 ± 0,07

1000
400
6,5-8,5

Number of samples

Total COD (mg/L)
Total BOD (mg/L)

2.5

60
30
60

Elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi merupakan metode pengolahan air secara elektrokimia

dimana pada anode terjadi pelepasan koagulan aktif berupa ion logam (biasanya
alumunium atau besi) ke dalam larutan, sedangkan pada katode terjadi reaksi
elektrolisis berupa pelepasan gas hidrogen (Holt et al, 2004).
Prinsip dasar dari elektrokoagulasi ini merupakan reaksi reduksi dan oksidasi
(redoks). Dalam suatu sel elektrokoagulasi, peristiwa oksidasi terjadi di elektrode
(+) yaitu anode, sedangkan reduksi terjadi di elektrode (-) yaitu katode. Yang
terlibat reaksi dalam elektrokoagulasi selain elektrode adalah air yang diolah yang
berfungsi sebagai larutan elektrolit (Ardhani dan Ismawati, 2007).
Elektrokoagulasi

adalah

metode

yang

sederhana

dan

efisien

untuk

menghilangkan endapan yang dihasilkan oleh proses oksidasi pada anode korban

10

yang umumnya terbuat dari besi atau aluminium. Dalam proses ini, tidak
diperlukan penambahan koagulan kimia ataupun flokulan. Dengan demikian dapat
mengurangi jumlah endapan yang harus dibuang. Teknik ini menggabungkan tiga
proses utama yang saling bergantungan, yang beroperasi secara sinergis untuk
menghilangkan polutan: elektrokimia, koagulasi dan hidrodinamika (Bazrafshan,
et al., 2012).

Gambar 2. 1

Mekanisme dalam proses elektrokoagulasi (Holt et al., 2006).

Proses elektrokoagulasi dilakukan pada bejana elektrolisis yang di dalamnya
terdapat dua atau lebih penghantar arus listrik searah yang disebut elektrode, yang
tercelup dalam larutan air sebagai elektrolit. Dari reaksi tersebut, pada anode akan
dihasilkan gas, buih dan flok. Selanjutnya flok yang terbentuk akan mengikat
logam yang ada di dalam air, sehingga flok akan memiliki kecenderungan
mengendap. Selanjutnya flok yang telah mengikat tersebut diendapkan pada
wadah sedimentasi dan sisa buih akan terpisahkan pada unit filtrasi. Karena dalam

11

proses elektrokoagulasi ini menghasilkan gelembung-gelembung gas, maka
kotoran-kotoran yang terbentuk yang ada dalam air akan terangkat ke atas
permukaan air. Flok-flok terbentuk ternyata mempunyai ukuran yang relatif kecil
sehingga flok-flok yang terbentuk tadi lama-kelamaan akan bertambah besar
ukurannya (Juriah, 2011).
Teknik elektrokoagulasi memiliki beberapa kelebihan yaitu peralatan
sederhana dan mudah dioperasikan, prosesnya lebih mudah dan lebih cepat, tidak
memerlukan bahan kimia tambahan, dan flok yang dihasilkan berukuran lebih
besar dengan kandungan air yang lebih sedikit dan mudah dipisahkan secara cepat
dengan filtrasi. Air limbah yang diolah dengan elektrokoagulasi jernih, tidak
berwarna, dan tidak berbau. (Mollah et al., 2001).
Proses elektrokoagulasi dapat dilakukan dengan sistem batch dan sistem flow.
Elektrokoagulasi sistem batch adalah proses elektrokoagulasi tanpa aliran.
Sedangkan sistem flow adalah proses elektrokoagulasi yang terjadi aliran air
limbah (Siringo-ringo dkk., 2013).

12

Gambar 2. 2 Elektrokoagulasi sistem batch (a) dan Elektrokoagulasi sistem flow
(b) (Siringo-ringo dkk., 2013).

2.5.1 Reaksi pada Katode

Pada katode akan terjadi reaksi reduksi terhadap kation (ion H+ dan ion-ion
logam).
1. Ion H+ dari suatu asam dalam larutan akan direduksi menjadi gas hidrogen
yang akan bebas sebagai gelembung-gelembung gas.
Reaksi : 2H+(aq) + 2e- → H2 (g)
2. Jika larutan mengandung ion-ion logam alkali dan alkali tanah, makan ion
ini tidak dapat direduksi dari larutan. Oleh karena itu, yang akan
mengalami reduksi adalah pelarut (air) dan terbentuk gas hidrogen (H2)
pada katode.
Reaksi : 2H2O(l) + 2e- → 2 OH- (aq)+ H2 (g)
3. Ion-ion logam dalam larutan akan direduksi menjadi logamnya dan
terdapat pada batang katode.
(Siringo-ringo dkk., 2013).

13

2.5.2 Reaksi pada Anode
Pada anode akan terjadi reaksi-reaksi oksidasi terhadap anion, anode
aluminium akan teroksidasi. Reaksi :
Al(s) + 3H2O(l) → Al(OH)3 (s) + 3H+(aq) + 3e-

Eo = +1,66V
(Siringo-ringo dkk., 2013).

Anode aluminium yang teroksidasi tidak langsung membentuk koagulan
aluminium hidroksi (Al(OH)3 ), tetapi melalui beberapa tahap berdasarkan kondisi
keasaaman.
Al(s) + H2O(l) → AlOH2+(aq) + H+ (aq)
AlOH2+(aq) + H2O(l) → Al(OH)2+(aq) + H+ (aq)
Al(OH)2+(aq) + H2O(l) → Al(OH)30(aq) + H+ (aq)

pH meningkat,
semakin basa

Al(OH)30(aq) ) + H2O(l) → Al(OH)4-(aq) + H+ (aq)
Kation bermuatan tinggi mendestabilisasi beberapa partikel koloid dengan
membentuk polivalen polihidroksi komplek. Senyawa komplek ini mempunyai
sisi yang mudah diadsorbsi, membentuk gumpalan (aggregates) dengan polutan.
Pelepasan gas hidrogen akan membantu pencampuran dan pembentukan flok
(Mukimin, 2006).

2.6

Chemical Oxygen Demand (COD)

Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar

limbah organik di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Limbah
organik akan teroksidasi oleh kalium dikromat (K2Cr2O7) sebagai sumber oksigen

14

menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion krom. Nilai COD merupakan ukuran
bagi tingkat pencemaran oleh bahan organik (Nurhasanah, 2009).
Prosedur pengujiannya dengan menambahkan larutan kalium dikromat yang
sudah diketahui konsentrasinya, asam sulfat sebagai katalis, dan sampel ke dalam
labu. Campuran tersebut direfluks (diuapkan dan dikondensasi) selama 2 jam.
Berbagai senyawa organik akan dihilangkan pada pemanasan campuran kalium
dikromat dan asam sulfat. Dengan reaksi (Hammer & Hammer, 2008):
CaHbOc + Cr2O72-(aq)+ H+(aq)
Kuning

CO2(g) + H2O(l) +Cr3+(aq)
Hijau

Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organik habis teroksidasi maka zat
pengoksidasi kalium dikromat masih harus tersisa sesudah direfluks. Kalium
dikromat yang tersisa menentukan berapa besar oksigen yang telah terpakai untuk
mengoksidasi seluruh senyawa organik (yang terurai dan sukar terurai). Sisa
kalium dikromat tersebut ditentukan melalui titrasi dengan ferro ammonium sulfat
menggunakan indikator difenilamin (DPA) dengan titik akhir titrasi yaitu
perubahan warna dari biru keunguan menjadi hijau. Ion Fe beraksi dengan ion
dikromat dengan reaksi (Hammer & Hammer, 2008):
6 Fe2+(aq) + Cr2O72-(aq) + 14 H+(aq)

6 Fe3+(aq) + 2 Cr3+(aq) + 7 H2O(l)

Prosedur uji kadar COD ini juga dilakukan untuk larutan blanko berupa air.
Tujuannya untuk mengimbangi jika terjadi kesalahan yang mungkin diakibatkan
oleh senyawa organik dalam reagen (Hammer & Hammer, 2008).

15

Penentuan COD dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Hammer &
Hammer, 2008):

Keterangan:

� =

� −�� . ���� . 8000
��

��

COD : Chemical oxygen demand (mg/L)
Vb

: Volume fero amonium sulfat untuk mentitrasi larutan blanko (mL)

Vs

: Volume fero amonium sulfat untuk mentitrasi larutan sampel (mL)

N FAS : Normalitas fero amonium sulfat (N)
8000

: Faktor pengkalian yang menyatakan oksigen dalam tiap mg/L
1 L =1000 mL dan massa oksigen sejenis adalah 8

3

BAB III

TINJAUAN KHUSUS

3.1

Elektrokoagulasi
Saat ini sudah banyak metode pengolahan limbah yang digunakan untuk

mengurangi pencemaran lingkungan, salah satunya yaitu metode elektrokimia.
Penggunaan arus listrik untuk pengolahan limbah telah dikenalkan pertama kali di
Inggris pada tahun 1889. Beberapa tahun terakhir, metode elektrokimia dinilai
relatif lebih ekonomis dan memiliki efisiensi pemurnian yang lebih tinggi.
Menurut Holt et al. (2004), elektrokoagulasi merupakan metode pengolahan air
secara elektrokimia dimana pada anode terjadi pelepasan koagulan aktif berupa
ion logam (biasanya alumunium atau besi) ke dalam larutan, sedangkan pada
katode terjadi reaksi elektrolisis berupa pelepasan gas hidrogen. Elektrokoagulasi
juga telah diketahui dapat digunakan dalam proses pengolahan berbagai macam
limbah, seperti limbah tekstil, limbah industri, limbah minyak bumi dan limbah
rumah tangga.
3.1.1 Proses Elektrokoagulasi pada Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit,
Limbah Leachate, dan Limbah Industri Susu
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2012) dengan judul
“Pengolahan LCPKS Keluaran Fat Pit, Kolam Anaerobik, dan Reaktor Biogas
dengan Elektrokoagulasi”, limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) diambil dari
Pabrik Kelapa Sawit Adolina PT. Perkebunan Nusantara IV Medan, Sumatera
Utara. Shivayogimath & Watawati melakukan penelitian pada tahun 2013 yang

16

17

berjudul “Treatment of Solid Waste Leachate by Electrocoagulation Technology”
dan limbah leachate yang digunakan diambil dari Bagalkot Municipal Solid Waste
(MSW), India. Kemudian Bazrafshan et al. melakukan penelitian elektrokoagulasi
pada limbah indsutri susu yang diambil dari pabrik susu lokal di Iran (provinsi
Sistan and Baluchestan) pada tahun 2012 dengan judul penelitian “Application of
Electrocoagulation Process for Dairy Wastewater Treatment”
Pada proses elektrokoagulasi pada limbah LCPKS, leachate, dan limbah
industri susu digunakan elektrode aluminium yang berperan sebagai sumber ion
Al3+ di anode dan berfungsi sebagai sumber koagulan dalam proses koagulasiflokulasi yang terjadi di dalam sel tersebut. Sedangkan di katode terjadi reaksi
katodik dengan membentuk gelembung-gelembung gas hidrogen yang berfungsi
untuk menaikan flok-flok tersuspensi yang tidak dapat mengendap di dalam sel
(Nasution, 2012).
Reaksi yang terjadi pada sel elektrode dengan anode dan katode yang
digunakan aluminium adalah (Nasution, 2012):
Anode:
Al(s)  Al3+ (aq) + 3ePada proses elektrokoagulasi, harus digunakan elektrode yang bersifat tidak inert
seperti elektrode aluminium (Al), karena elektrode pada anode akan dikorbankan
untuk dijadikan sebagai sumber koagulan. Sehingga pada anode yang akan
teroksidasi adalah logam itu sendiri, jika digunakan elektrode inert maka yang
teroksidasi adalah air (H2O).

18

Katode:
3H2O(l) + 3e-  3OH- (aq) + 3/2 H2(g)
Sehingga reaksi keseluruhannya yaitu :
Al(s) + 3H2O(l)  Al3+(aq) + 3OH- (aq) + 3/2 H2(g)
Ion aluminium (Al3+) akan bereaksi dengan ion hidroksi (OH-) membentuk inti
flok aluminium hidroksida (Al(OH)3).yang berfungsi sebagai koagulan untuk
proses koagulasi flokulasi yang terjadi pada proses selanjutnya di dalam sel
elektrokoagulasi. Setelah proses koagulasi-flokulasi ini selesai maka kontaminan
kontaminan yang berada dalam air buangan dapat terpresipitasi dengan sendirinya
(Nasution, 2012).
Reaksi sel merupakan hasil reaksi dari proses anodik dan katodik yang terjadi
secara serentak, laju mol eqivalen yang sama pada masing-masing elektrode.
Hasil reaksi sel yang terjadi sangat bervariasi. Dapat berupa bahan-bahan yang
terlarut dan ion-ion terlarut seperti Al3+ dan OH− atau berupa bahan padatan yang
tidak dapat larut seperti Al2O3, Al(OH)3, dan pembentukan H2. Berlangsungnya
proses reaksi elektrodik mengakibatkan terjadinya perubahan komposisi elektrolit
terutama kenaikan pH karena adanya pelepasan OH− dan gas H2 pada reaksi
katodik. Besar atau kecilnya pengaruh-pengaruh tersebut tergantung pada rapat
arus katode dan jumlah Al3+ yang terhidrolisis. Adanya kenaikan pH karena reaksi
katodik pada permukaan katode akan mengakibatkan logam aluminium terlapisi
oleh suatu lapisan hidroksida yang mengendap (pasivitas) (Nasution, 2012).

19

3.2

Pengaruh Beda Potensial terhadap Penurunan COD

3.2.1 Pengaruh Beda Potensial terhadap Penurunan COD pada Limbah
Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)
Nasution (2012) melakukan penelitian pada limbah LCPKS yang diambil dari
limbah Fat-pit, limbah cair keluaran kolam anaerobik dan limbah keluaran biogas.
Volume reaktor yang digunakan adalah 70 liter, pengaruh beda potensial terhadap
penurunan COD diobservasi dalam waktu reaksi selama 1 hingga 8 jam di dalam
reaktor. Elektrode yang digunakan adalah elektrode aluminium dengan tebal pelat
3 mm.

Gambar 3. 1 Pengaruh beda potensial terhadap penurunan COD pada keluaran
limbah Fat-Pit (Nasution, 2012).

20

Gambar 3. 2 Pengaruh beda potensial terhadap penurunan COD pada limbah
cair keluaran kolam anaerobik (Nasution, 2012).

Gambar 3. 3 Pengaruh beda potensial terhadap penurunan COD pada limbah
keluaran biogas (Nasution, 2012).

Gambar 3.1 adalah penurunan COD pada limbah Fat-pit, pengurangan COD
pada 4 V adalah pengurangan paling besar apabila dibandingkan dengan tegangan
2 dan 3 V. Pengurangan COD pada 4 V bernilai 76,9% dalam waktu retensi 8 jam.
Nilai pengurangan COD pada 2 dan 3 V adalah 56,30% dan 76,85% dengan
waktu 8 jam (Nasution, 2012).

21

Gambar 3.2 adalah grafik penurunan COD limbah anaerobik. Penurunan COD
pada 4 V diperoleh 87,50% dalam waktu retensi 8 jam, pada 2 dan 3 V sebesar
62,39% dan 64,2% dengan waktu retensi yang sama (Nasution, 2012).
Gambar 3.3 adalah grafik penurunan COD pada 4 V adalah pengurangan
paling besar yang terjadi bila dibandingkan dengan tegangan 2 dan 3 V.
Pengurangan COD pada 4 V sebesar 81,18% dalam waktu retensi 8 jam, pada 2
dan 3 V sebesar 74,95 % dan 75 % dengan waktu retensi yang sama (Nasution,
2012).
Pengurangan COD semakin besar dengan peningkatan tegangan yang
diberikan. Nilai tegangan yang lebih tinggi akan memberikan arus yang lebih
besar kepada proses elektrokoagulasi. Dengan tingginya nilai arus akan
meningkatkan reaksi dalam reaktor sehingga menghasilkan koagulan yang lebih
banyak untuk melakukan pengendapan pengotor. Pengotor ini merupakan
penyebab kandungan COD dalam limbah (Nasution, 2012).
3.2.2 Pengaruh Beda Potensial terhadap Penurunan COD pada Limbah
Leachate

Shaviyogimath & Watawati melalukan penelitian pada tahun 2013 pada limbah
leachate dengan proses elektrokoagulasi. Elektrode yang digunakan pada
penelitian ini adalah aluminium dengan dimensi 90 mm x 30 mm x 1 mm sebagai
katode dan anode. Jarak antara kedua elektrode yaitu 1,5 cm. Volume larutan yang
digunakan yaitu 0,75 L dengan variasi beda potensial 3 V, 6 V, dan 9 V. Proses

22

elekrokoagulasi dilakukan selama 40 menit dengan interval waktu analisis 5
menit.

Gambar 3. 4 Pengaruh beda potensial pada penurunan COD (pH 5,8)
(Shaviyogimath & Watawati, 2013).

Gambar 3.4 menunjukkan pengaruh dari beda potensial terhadap efisiensi
penurunan COD. Ketika proses elektrokoagulasi dilakukan pada limbah leachate
tanpa penyesuaian pH yaitu pada pH 5,8 menunjukkan bahwa penurunan COD
maksimum 95,8% diperoleh pada beda potensial

9 V dengan lama waktu

elektrolisis 35 menit, dan setelah itu tidak mengalami perubahan nilai efisiensi
sampai waktu 40 menit. Selama periode ini COD dikurangi 4.820 mg/L menjadi
198 mg /L. Berdasarkan gambar 3.4 dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
beda potensial yang digunakan, maka efisiensi penurunan COD juga meningkat
(Shavayogimath & Watawati, 2013).

23

3.2.3 Pengaruh Beda Potensial terhadap Penurunan COD pada Limbah
Industri Susu
Bazrafshan et al. (2012) melakukan penelitian pada limbah industri susu
dengan proses elektrokoagulasi menggunakan electrode aluminium. Sampel yang
digunakan sebanyak 2 liter dengan variasi beda potensial yang digunakan yaitu 10
V, 20 V, 30 V, 40 V, 50 V, dan 60 V dengan arus searah.

Tabel 3.1 Pengaruh proses elektrokoagulasi menggunakan elektrode aluminium
pada parameter kualitas air limbah industri susu (Bazrafshan et al.,
2012).

Gambar 3. 5 Pengaruh beda potensial terhadap efisiensi penurunan polutan pada
limbah industri susu (Bazrafshan et al., 2012).

24

Tabel 3.1 dan Gambar 3.5 menunjukkan pengaruh beda potensial terhadap
penurunan COD dan efisiensi penurunan polutan pada limbah industri susu pada
pH 7,24. Efisiensi penurunan kadar polutan mencapai lebih dari 97% dalam waktu
60 menit pada beda potensial 10-60 V. Konsentrasi COD berkurang dari 6.114,25
mg/L menjadi 2.405,96 mg/L dengan efisiensi penurunan COD sebesar 60,6%
pada beda potensial 10 V selama 60 menit. Sedangkan pada beda potensial 60 V
dalam waktu yang sama yaitu 60 menit, konsentrasi COD berkurang menjadi
70,92 mg/L dengan efisiensi penurunan COD sebesar 98,8%. Efisiensi penurunan
COD sebesar 60,65%, 77,25%, 81,29%, 88,85%, 89,37%, dan 98,84% pada beda
potensial 10 V, 20 V, 30 V, 40 V, 50 V, dan 60 V. Tabel 3.1 menunjukkan
semakin tinggi beda potensial yang digunakan dari 10 V ke 60 V, maka
konsentrasi polutan pada limbah industri susu menurun (Bazrafshan et al., 2012).
Beda potensial yang digunakan pada sistem elektrokoagulasi menentukan
jumlah ion Al3+ yang dilepaskan dari elektrode dan jumlah koagulan yang
dihasilkan. Dengan demikian, ion Al3+ lebih dapat larut ke dalam larutan, dan
tingkat pembentukan Al(OH)3 meningkat. Selain itu, diketahui bahwa potensial
listrik tidak hanya menentukan banyaknya koagulan tetapi juga banyaknya
gelembung dan ukuran dan pertumbuhan gumpalan yang dapat mempengaruhi
efisiensi dari proses elektrokoagulasi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
beda potensial, jumlah aluminium yang teroksidasi meningkat, sehingga
menunjukkan jumlah endapan yang lebih besar untuk menghilangkan polutan.

25

Semakin tinggi beda potensial, semakin tinggi efisiensi penurunan kadar polutan
terutama penurunan konsentrasi COD (Bazrafshan et al., 2012).

3.3

Pengaruh Lama Elektrolisis terhadap Penurunan COD

3.3.1 Pengaruh Lama Elektrolisis terhadap Penurunan COD pada Limbah
Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)
Nasution (2012) melakukan penelitian pada limbah yang diambil dari limbah
Fat-pit, limbah cair keluaran kolam anaerobik dan limbah keluaran biogas.

Gambar 3. 6 Pengaruh lama elektrolisis terhadap penurunan COD pada keluaran
limbah Fat-Pit (Nasution, 2012).

Gambar 3. 7 Pengaruh lama elektrolisis terhadap penurunan COD pada limbah
cair keluaran kolam anaerobik (Nasution, 2012).

26

Gambar 3. 8 Pengaruh lama elektrolisis terhadap penurunan COD pada limbah
keluaran biogas (Nasution, 2012).

Untuk parameter lama elektrolisis, semakin lama waktu elektrolisis akan
menyebabkan semakin banyak koagulan dan gas terbentuk. Semakin lama waktu
retensi menyebabkan kandungan COD semakin banyak berkurang. Apabila
keadaan ini dibiarkan atau proses tetap dilanjutkan dengan waktu retensi yang
lebih lama dan beban kandungan COD tetap, koagulan berlebih akan terlihat pada
dasar reaktor. Kelebihan koagulan dalam proses elektrokoagulasi dapat
menyebabkan terjadinya pemborosan. Dalam proses pengurangan kandungan
COD ini, faktor yang mempengaruhi adalah koagulan yang berasal dari ion Al3+.
Ion ini terjadi sewaktu proses elektrokoagulasi terjadi. Ion ini akan menjadi
aluminium hidroksida yang membuat pengotor menjadi lebih stabil dan
mengendap di dasar reaktor (Nasution, 2012).

27

3.3.2

Pengaruh Lama Elektrolisis terhadap Penurunan COD pada Limbah
Leachate

Gambar 3. 9 Pengaruh lama elektrolisis pada penurunan COD (pH 5,8)
(Shaviyogimath & Watawati, 2013).

Gambar 3.9 menunjukkan pengaruh dari lama elektrolisis terhadap efisiensi
penurunan

COD.

Ketika proses elektrokoagulasi dilakukan pada limbah

leachate tanpa penyesuaian pH yaitu pada pH 5,8 menunjukkan bahwa penurunan

COD maksimum 95,8% diperoleh pada beda potensial 9 V dengan lama waktu
elektrolisis 35 menit, dan setelah itu tidak mengalami perubahan nilai efisiensi
sampai waktu 40 menit. Selama periode ini COD dikurangi 4820 mg/L menjadi
198 mg/L. Gambar 3.9 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu elektrolisis, maka
efisiensi penurunan COD meningkat. Efisiensi penurunan COD maksimum yaitu
95,8% pada pH 5,8 dengan beda potensial 9 V dan lama waktu elektrolisis 35
menit (Shaviyogimath & Watawati, 2013).

28

3.3.3 Pengaruh Lama Elektrolisis terhadap Penurunan COD pada Limbah
Industri Susu

Gambar 3.10 Pengaruh lama elektrolisis terhadap penurunan COD pada limbah
industri susu (Bazrafshan et al., 2012).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Bazrafshan et al. tahun 2012,
menunjukkan bahwa lebih dari 50% efisiensi penurunan COD pada semua beda
potensial yang digunakan selama 15 menit pertama (Gambar 3.10). Efisiensi
penurunan COD meningkat dengan semakin lamanya waktu elektrolisis dan
meningkatnya beda potensial yang digunakan. Setelah proses elektrokoagulasi
selama 60 menit, efisiensi penurunan COD sebesar 60,65%, 77,25%, 81,29%,
88,85%, 89,37%, dan 98,84% pada beda potensial 10 V, 20 V, 30 V, 40 V, 50 V,
dan 60 V. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu elektrolisis dan
semakin tinggi beda potensial yang digunakan maka semakin tinggi efisiensi
penurunan COD dan semakin banyak kadar COD yang berkurang.

BAB IV
KESIMPULAN

Teknologi elektrokoagulasi adalah teknologi sederhana untuk mengolah
berbagai macam limbah

menggunakan elektrode aluminium yang mampu

mengurangi chemical oxygen demand (COD) dengan efisiensi penurunan COD
mencapai 98,8%. Persentase penurunan COD meningkat seiring dengan
bertambahnya nilai beda potensial dan lama waktu elektrolisis.

29

4 DAFTAR PUSTAKA
Ardhani, A.F dan Dwi Ismawati. 2007. Penanganan Limbah Cair Rumah
Pemotongan Hewan dengan Metode Elektrokoagulasi. Skripsi Jurusan
Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang.
Bazrafshan, E., K.A Ownagh., and A.H. Mahvi. 2012. Application of
Electrocoagulation Process Using Iron and Aluminum Electrodes for
Fluoride Removal from Aqueous Environment. E-Journal of Chemistry.
Iran.
Bazrafshan, E., Moein, H., Mostafapour, F.K. & Nakhaie, S. 2012. Application of
Electrocoagulation Process for Dairy Wastewater Treatment. Hindawi
Publishing Corporation Journal of Chemistry. Volume 2013. Article ID
640139.
Fatimah, N.F. 2012. Pengaruh Pengurangan Konsentrasi Trace Metal (Nikel dan
Kobal) pada Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit secara
Anaerobik Termofilik terhadap Produksi Biogas. Tesis Program Studi
Magister Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Medan.
Hammer, M. J and M.J Hammer, Jr. 2008. Water and Wastewater Technology.
Sixth Edition. Pearson Prentice Hall. New Jersey. 41.
Holt, P.K.., G.W Barton., and C.A Mitchell. 2004. The Future for
Electrocoagulation as A Localised Water Treatment Technology.
Chemosphere. Elsevier Ltd.
Holt, P.K.., G.W Barton., and C.A Mitchell. 2006. Electrocoagulation as A
Wastewater Treatment. Department of Chemical Engineering, The
University of Sydney. New South Wales.
Juriah. 2011. Penjernihan Air Sungai Menjadi Air Bersih dengan Elektrokoagulasi
di Desa Air Hitam Kabupaten Labuhan Batu Utara. Skripsi Departemen
Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara. Medan.
Mollah, M.Y.A., R. Schennach., J.P. Parga., and D.L Cocke. 2001.
Electrocoagulation (EC)-Science and Applications. Journal of Hazardous
Materials B84 29–41. Elsevier Ltd.

30

31

Mukimin, A. 2006. Pengolahan Limbah Industri Berbasis Logam Dengan
Teknologi Elektrokoagulas Flotasi. Tesis Studi Ilmu Lingkungan Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.
Nasution, M. A. 2012. Pengolahan LCPKS Keluaran Fat Pit, Kolam Anaerobik,
dan Reaktor Biogas dengan Elektrokoagulasi. Pusat Penelitian Kelapa
Sawit. Medan.
Nurhasanah. 2009. Penentuan Kadar KOK (Kebutuhan Oksigen Kimia) Pada
Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit, Pabrik Karet dan Domestik. Karya
Ilmiah Universitas Sumatera Utara. Medan.
Purwanta, W. 2007. Tinjauan Teknologi Pengolahan Leachate di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Perkotaan. Pusat Teknologi Lingkungan
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). JAI Vol. 3 No. 1.
Sami, M. 2012. Penyisihan COD, TSS, dan pH dalam Limbah Cair Domestik
dengan Metode Fixed-Bed Column Up Flow. Jurnal Reaksi (Journal of
Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri
Lhokseumawe Vol. 10 No.21, ISSN 1693-248X. Aceh.
Shete, B.S & Shinkar, N.P. 2013. Dairy Industri Wastewater Sources,
Characteristics & Its Effects on Environment. International Journal of
Current Engineering and Technology. ISSN 2777-4106.
Shivayogimath, C.B & Watawati, C. 2013. Treatment of Solid Waste Leachate by
Electrocoagulation Technology. IJRET: International Journal of Research
in Engineering and Technology eISSN: 2319-1163 pISSN: 2321-7308
Siringo-ringo, E. Ali Kusrijadi & Yayan, S. 2013. Penggunan Metode
Elektrokoagulasi pada Pengolahan Limbah Industri Penyamakan Kulit
Menggunakan Aluminium sebagai Sacrificial Elektrode. Jurusan
Pendidikan Kimia FMIPA UPI. Bandung.

Dokumen yang terkait

EFEKTIFITAS TERAPI BEKAM BASAH (WET OXIDANT RELEASE THERAPY) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI RUMAH SEHAT DOMPET DHUAFA, BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

2 31 29

PERAN PERAWAT DALAM IMPLEMENTASI KOLABORATIF PEMBERIAN TERAPI INSULIN SEBAGAI TINDAKAN DALAM PENURUNAN KADAR GULA DALAM DARAH PADA KLIEN DENGAN HIPERGLIKEMI DI RUANG AIRLANGGA RSUD KANJURUHAN KEPANJEN TAHUN 2012

1 55 23

TINGKAT PENURUNAN DEPRESI MELALUI TRADITIONAL DANCE MOVEMENT THERAPY PADA LANSIA DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA BLITAR DI TULUNGAGUNG

11 100 27

PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA PENDERITA HIPERTENSI DI KLUB SENAM SASANA SUMBERSARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DINOYO MALANG

34 239 24

HASIL PENELITIAN KETERKAITAN ASUPAN KALORI DENGAN PENURUNAN STATUS GIZI PADA PASIEN RAWAT INAP DI BANGSAL PENYAKIT DALAM RSU DR SAIFUL ANWAR MALANG PERIODE NOVEMBER 2010

7 171 21

PENGARUH PEMBERIAN BUAH PEPINO (Solanum muricatum) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH STRAIN WISTAR (Rattus novergicus) YANG DIINDUKSI DENGAN ALOKSAN

4 52 23

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

DAMPAK KEBIJAKAN SWASEMBADA KEDELAI DAN PENURUNAN SUBSIDI HARGA PUPUK TERHADAP KETERSEDIAAN KEDELAI NASIONAL

0 8 18

Efektifitas Kombinasi ABR-AF terhadap penurunan kadar COD pada limbah cair PT XXX Tahun 2014

0 23 108

KAJIAN PENURUNAN KADAR AIR PADA SHEET KARET MENGGUNAKAN ALAT PENGEPRES

0 13 41