HAK ASASI DAN TANGGUNG JAWAB ASASI MANUS

HAK ASASI DAN TANGGUNG JAWAB ASASI MANUSIA
MEMBANDINGKAN KONSEP HAM DALAM KONSEP
ISLAM LALU KONSEP DUHAM DAN INDONESIA
MAKALAH DIPRESENTASIKAN DALAM MATA KULIAH
HUKUM TATA NEGARA-I
OLEH KELOMPOK VII
Ayu Ningtyas Wulandari Ningsih
Desy Wulandari
Hadi Saputra
Mirza Rahmatillah
Novita Sari

MAHASISWA PRIODI HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN AR-RANIRY BANDA ACEH
TAHUN AJARAN 2015-2016
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)

HAM adalah hak dasar yang dimiliki oleh seseorang sejak lahir sampai
mati sebagai anugerah dari Tuhan. Semua orang memiliki hak untuk menjalankan

kehidupan dan apa yang dikendakinya selama tidak melanggar norma dan tata
nilai dalam masyarakat. Hak asasi ini sangat wajib untuk dihormati, dijunjung
tinggi serta dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah. Setiap orang sebagai
harkat dan martabat manusia yang sama antara satu orang dengan lainnya yang
benar-benar wajib untuk dilindungi dan tidak ada pembeda hak antara orang satu
dengan yang lainnya.
Hak-hak dasar melekat sejak lahir. Hak-hak tersebut dimiliki seseorang
karena ia manusia. Hak-hak tersebut berlaku bagi setiap anggota umat manusia
tanpa memperhatikan faktor-faktor pemisah seperti ras, agama, warna kulit, kasta
kepercayaan, jenis kelamin atau kebangsaan.1
Hak Asasi Manusia (HAM) menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 39 tahun 1999 adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
Anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, dan pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia.2
Hak asasi manusia dalam pengertian hukum, tidak dapat dipisahkan dari
eksistensi pribadi manusia itu sendiri, bahkan tidak dapat dicabut oleh suatu
kekuasaan atau oleh sebab-sebab lainnya, karena manusia dapat kehilangan
martabatnya.

Ruang lingkup HAM meliputi:
1. Hak pribadi: hak-hak persamaan hidup, kebebasan, keamanan
1 Djarot, Eros & Haas, Robert. "Hak-Hak Asasi Manusia dan Manusia (Human rightsand The
Media)", (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998) Hal: 13
2 Prof. Dr. H. Zainudin Ali, M.A. "Sosiologi Hukum", (Jakarta: Sinar Grafika, 2016) Hal: 90

2. Hak milik pribadi dan kelompok sosial tempat seseorang berada
3. Kebebasan sipil dan politik untuk dapat ikut serta dalam pemerintahan
4. Hak-hak berkenaan dengan masalah ekonomi dan sosial.
B. Tanggung Jawab Asasi Manusia Membandingkan Konsep Ham Dalam
Konsep Islam
Apa itu tanggung jawab asasi manusia? Bahwa hak asasi manusia adalah
hakiki bagi manusia dan rakyat. Dan bahwa keterbelakangan, kemiskinan,
ketidakmerataan dan ketidakadilan yang menimpa masyarakat.
Islam menerangkan bahwa Allah SWT telah memberikan kebebasan
seluas-luasnya kepada manusia untuk memilih tindakannya. Akan tetapi
kebebasan tersebut dibatasi oleh tanggung jawab manusia itu sendiri, sesuai
dengan petunjuk al-Qur'an dalam memanfaatkan kebebasan tersebut. Allah SWT
memberikan kebebasan itu yang disebut sebagai hak asasi manusia. Manusia
bebas berbuat apa saja, tetapi harus senantiasa dibarengi dengan tanggung jawab.3

Hak asasi manusia diberikan oleh Allah SWT kepada semua manusia ciptaan-Nya
dengan tujuan agar manusia dapat memanfaatkan hak-haknya tersebut dengan
sebaik-baiknya sehingga dapat melaksanakan tanggung jawab yang telah
dibebankan Allah SWT kepadanya yaitu menjadi khalifatullah fil Ardli sekaligus
sebagai hamba Allah SWT yang bertanggung jawab.
Diskursus mengenai HAM sebenarnya bukan hal yang baru. Dalam
kehidupan manusia HAM sudah sejak lama dipermasalahkan karena penegakan
keadilan, dimanapun dan kapanpun, selalu menjadi harapan setiap orang. Banyak
sejarah umat manusia yang menceritakan kehancuran suatu bangsa atau negara
yang disebabkan karena kurangnya keadilan para penguasa dalam memerintah.
HAM

dari

masa

ke

masa


selalu

berkembang

seiring

dengan

berkembangnya pemikiran manusia dan kemajuan jaman. Kalau dulu, hak asasi
3 Prof. Dr. H. Baharudin Lopa, S.H., "Al-Qur'an dan Hak-hak Asasi Manusia", (Yogyakarta:
Dasar Bhkati Primayasa, 1996) Hal: 17

manusia dilihat hanya sebatas hak-hak sipil dan politik, maka sekarang hak asasi
manusia mencakup pula hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.
Permasalahan mengenai HAM dewasa ini sering muncul di permukaan.
Banyak orang yang semakin memahami dan menyadari hak-hak asasinya. Di
antara sebabnya adalah semakin lajunya proses pembangunan yang menjadi
tuntutan anggota masyarakat dan karena hubungan antara bangsa yang semakin
intens. Untuk itu pelaksanaan HAM di segala bidang harus benar-benar diterapkan
untuk menghindari konflik sosial dalam masyarakat. Itulah sebabnya mengapa

HAM bernilai relevan dan tetap up to date (sesuai dengan perkembangan jaman)
hingga sekarang.
Pelanggaran HAM sering terjadi dimana-mana, baik di negara
berkembang, maupun di negara maju HAM sering diselewengkan seperti di AS
dan negara-negara Barat lainnya. Karena itu, akan kurang tepat jika tuduhan dari
negara-negara maju misalnya bahwa negara-negara berkembang tertentu sering
melakukan pelanggaran HAM. Tuduhan ini menimbulkan kesan bahwa negaranegara maju atau Barat tidak pernah melakukan pelanggaran HAM, padahal
dalam prakteknya di negara-negara majulah terdapat kasus kehidupan yang
rasialis, ketidakadilan, dan lain-lain yang jelas melanggar HAM.
Hal ini bisa jadi disebabkan pemahaman HAM yang berbeda antara
masyarakat Barat dengan masyarakat Timur yang mempunyai kultur dan
kebiasaan berbeda. Karena itu ada dua pendekatan untuk memahami HAM yaitu
pendekatan Barat dan pendekatan Islam.4
Dunia Barat selalu menisbahkan konsep mengenai HAM kepada Piagam
Magna Carta di Inggris pada tahun 1215 yang sebenarnya tidak lebih dari sekedar

4 Abul A’la Al Maududi, "Hak Asasi Manusia dalam Islam", (Bandung: Penerbit Pustaka, 1985)
Hal: 15

sebuah perjanjian antara raja dan baron (bangsawan) Inggris.5 Sebelumnya piagam

tersebut tidak berisi prinsip-prinsip trial by juri (peradilan oleh juri), Habeas
Corpis (surat perintah penahan) dan pengawasan parlemen atas hak pajak. Setelah
abad ke-17 barulah dapat diketahui bahwa piagam Magna Carta mengandung
prinsip-prinsip tersebut. Dapat dimaklumi bila setelah abad tersebut, konsep
mengenai HAM banyak tertuang dalam undang-undang atau konstitusi yang
berasal dari gagasan-gagasan para filosof dan pemikir hukum, seperti adanya Bill
of Rights pada tahun 1688, Declaration of Independence pada tahun 1788 dan
French Declaration pada tahun 1789.
Puncak dari perkembangan konsep ini adalah dengan adanya deklarasi
hak-hak asasi manusia sedunia oleh PBB yang dikenal dengan the Universal
Declaration of Human Right (pernyataan HAM sedunia) pada tahun 1948.
The Universal Declaration of Human Right ini dibentuk karena banyaknya
pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di beberapa negara sebagai akibat
adanya perang dunia I dan perang dunia II yang membawa banyak kesengsaraan
dan penderitaan pada rakyat.
C. Konsep Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM)
Menurut Alwi Shihab, DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia)
yang dibentuk oleh PBB ini banyak diwarnai oleh perspektif barat sekuler yang
bersifat antroposentris, yakni lebih menekankan peranan manusia dan kebebasan
serta haknya, ketimbang perspektif agama yang teosentris, yang menekankan

peranan Tuhan dalam menentukan HAM.6
Dalam DUHAM, konsep HAM tidak secara langsung disandarkan pada
pemberian Allah SWT yang mutlak, tetapi merupakan konsep yang disusun oleh
manusia dan disetujui oleh manusia lain. Dengan demikian, seolah-olah HAM

5 Prof. Dr. H. Baharudin Lopa, S.H., "Al-Qur'an dan Hak-hak Asasi Manusia", (Yogyakarta:
Dasar Bhkati Primayasa, 1996) Hal: 2
6 Dr. Alwi Shihab, "Islam Inklusif", (Jakarta: Mizan, 1999) Hal: 183

merupakan hak manusia yang dengan sendirinya sudah dimiliki manusia tersebut
dan bukan merupakan anugerah Allah SWT.
Selain itu, menurut Alwi Shihab, deklarasi PBB juga bersifat
individualistik dan kurang menekankan pentingnya solidaritas dan kebutuhan
orang banyak. UDHR ini juga lebih menekankan hak daripada kewajiban, padahal
hubungan antara keduanya sangat erat sebagai contoh adalah kebebasan
mengemukakan pendapat merupakan hak fundamental tiap manusia, tetapi
kebebasan tersebut harus didampingi oleh tanggung jawab dan kewajiban untuk
menuturkan yang benar. HAM adalah hak yang diberikan oleh Allah, maka tak
satupun lembaga atau negara di dunia yang berhak merubah hak-hak yang telah
dianugerahkan Allah tersebut tanpa ada alasan yang jelas.

Hak-hak tersebut merupakan bagian dari ajaran Islam, setiap manusia atau
pemerintah yang mengaku sebagai muslim harus menerima, mengakui dan
memberlakukan hak-hak asasi manusia tersebut.
Konsep HAM dalam Islam lebih bersifat sosialis dan lebih menekankan
kewajiban dan tanggung jawab daripada hak. Artinya, walaupun HAM bersifat
fundamental dan dijunjung tinggi, ia tetap mengutamakan hak-hak orang banyak
dan pengorbanan hak pribadi demi kebutuhan masyarakat.
Sebenarnya, konsep tentang HAM sudah ada sejak zaman Nabi
Muhammad Saw. Ini terbukti dengan terbentuknya Piagam Madinah yang
menjelaskan pokok-pokok hubungan antara individu satu dengan individu lain
dan masyarakat satu dengan masyarakat lain.
Dengan demikian, dalam Islam kebebasan manusia tidak diberikan dengan
sebebas-bebasnya. Ada batasan-batasan tertentu yang mengatur antara hak pribadi
dan hak masyarakat dan kebebasannya. Selama apa yang manusia lakukan tidak
melanggar aturan syara’ maka hal itu bisa diterima, namun apabila kebebasannya

telah melanggar aturan syara’ maka ada konsekuensi yang harus ditanggung oleh
manusia.
Sebagai contoh adalah kebebasan beragama. Islam menghormati adanya
kebebasan beragama, yang dalam al-Qur’an dinyatakan dengan la ikraha fiddin

(tidak ada paksaan dalam menganut suatu agama). Akan tetapi, Islam mengutuk
seorang muslim yang pindah agama, karena agama adalah masalah prinsip yang
tidak bisa dibuat permainan.
DUHAM tetap menjadi akar dari instrumen hak asasi manusia
internasional, bahkan lebih dari 60 tahun setelah penetapannya. Tidak satu negara
pun dapat menanggung kerugian yang dapat timbul dari pengabaian hak asasi
manusia. Sebaliknya, mereka harus memastikan penghormatan terhadap hak dan
kebebasan yang dicantumkan dalam suatu deklarasi sebagai standar minimum.
Hak-hak yang ditabulasikan dalam DUHAM pada akhirnya berkembang
menjadi dua konvenan internasional yang mengikat secara hukum, yaitu
Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (KIHSP) dan Konvenan
Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (KIHESB).
Pada intinya Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik
(KIHSP) memberikan dampak hukum kepada Pasal 3-21 DUHAM. Konvenan ini
mengandung hak-hak demokratis yang esensial, kebanyakan terkait dengan
berfungsinya suatu negara dan hubungannya dengan warganegaranya.

1. Hak untuk Menentukan Nasib Sendiri
Berakar dari dekolonisasi, pada awalnya penentuan nasib sendiri dilihat
sebagai mekanisme suatu negara untuk mendapatkan kemerdekaannya dari


kekuatan-kekuatan kolonial. Penggunaan penentuan nasib sendiri setiap individu
tercantum dalam Pasal 21.
2. Hak untuk Hidup
Hak untuk hidup adalah syarat dasar bagi pelaksanaan dan penerimaan hak
serta kebebasan lainnya. Dalam Konvenan Internasional dinyatakan bahwa “hak
tersebut harus dilindungi oleh hukum”. Tidak seorang pun dapat dirampas
hidupnya secara sewenang-wenang. Jadi, penekanannya disini adalah untuk
memastikan kerangka yang tepat guna melindungi dan menghormati hidup. Hal
tersebut tercantum dalam Pasal 1,2, dan 3.
3. Kebebasan Menyampaikan Pendapat
Kebebasan untuk menyampaikan pendapat mencakup hak untuk mencari,
menerima, dan menyebarkan gagasan/ide serta informasi. Tentu saja kebebasan
untuk menyampaikan pendapat bukanlah tidak dibatasi sama sekali. Harus ada
langkah-langkah yang perlu diambil untuk memastikan agar kebebasan tersebut
tidak disalahgunakan. Kebebasan menyampaikan pendapat tersebut terdapat pada
Pasal 19 dan Pasal 20 menyangkut kebebasan untuk berserikat.
4. Hak Beragama dan Keyakinan
Hal ini mencakup semua agama besar, agama lokal, kepercayaan, dan hak
untuk tidak mempercayai apapun. Hal lain yang bahkan mungkin sangat

kontroversial yaitu berpindah agama juga tercakup. Hal ini terdapat pada Pasal 18
yang menjamin kebebasan setiap manusia untuk berpikir dan memiilih
kepercayaan.

5. Hak yang sama atas Hukum

`

Setiap manusia memiliki kedudukan yang sama terhadap hukum dengan

tidak memandang suku, agama, dan RAS. Hak atas hukum tersebut tercantum
dalam Pasal 6, 7, 8, 10, dan 11.
Konvenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya
(KIHESB) merupakan hak-hak dan kebebasan yang terdiri dari hak atas
pendidikan, hak pekerja, hak atas standar hidup yang layak, dan lain sebagainya.
Sebagaimana akan dapat terlihat nantinya, hak-hak ini sering kali saling
bergantungan dengan hak sipil dan politik.
6. Hak untuk Memperoleh Pendidikan
Hak atas pendidikan merupakan hak asasi manusia yang menjadi suatu
sarana mutlak untuk mewujudkan hak-hak lainnya. Hak atas pendidikan
mencakup pendidikan dasar yang wajib, pendidikan lanjutan, serta kesempatan
yang sama untuk memasuki pendidikan tinggi. Kesesuaian dengan DUHAM Pasal
26 bukan saja mengharuskan pendidikan bebas biaya, namun juga pendidikan
wajib. Ini merupakan sedikit kewajiban positif yang secara eksplisit dibebankan
kepada negara oleh DUHAM.
7. Hak Pekerja
Setiap manusia berhak memilih pekerjaan dan mendapatkan upah yang
adil serta bebas dari kerja secara paksa. Setiap manusia juga berhak atas istirahat,
termasuk pembatasan jam kerja yang layak. Hal ini tercantum dalam Pasal 23 dan
24.
8. Hak untuk Pengidupan yang Layak
Penjaminan akan kehidupan yang layak bagi individu tercantum dalam
beberapa pasal yang terdapat dalam DUHAM. Pasal 4, 5, 9, 12, dan 13
menekankan kedudukan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang setara dan
tidak boleh diperlakukan secara tidak menusiawi serta harus dihargai hak
privasinya masing-masing. Pasal 16 menjamin kebebasan manusia yang sudah

dewasa untuk menikah dan berkeluarga. Hak sosial pada anak juga tercantum
pada Pasal 25. Penjaminan hak sosial budaya serta kebebasan individu untuk
mengembangkan kepribadian tercantum pada Pasal 27 dan 29.
D. Konsep HAM dalam Indonesia
Jika berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia, dinyatakan bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi,
dan dilindungi oleh negara hukum, pemerintahan, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Hak asasi manusia
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
Beberapa dokumen dan piagam yang menjadi awal sejarah terbentuknya
hak asasi manusia itu kemudian mendorong sejumlah negara membuat beberapa
peraturan perundang-undangan untuk mengatur HAM di negaranya masingmasing. Untuk Indonesia sendiri, pengakuan HAM tercantum dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 Alinea Pertama yakni “Bahwa sesungguhnya
Kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa…”. Selain itu, juga terdapat pada
Pembukaan Undang-Undang Dasar alinea Keempat. Ada banyak lagi peraturan
perundang-undangan yang dibuat oleh Indonesi auntuk mengatur hak asasi
manusia.
Dengan adanya rumusan HAM pada UUD 1945 tersebut, maka semakin
kuat jaminan akan HAM di Indonesia. Tugas negara selanjutnya adalah
mengadakan penegakan HAM dan memberii perlindungan warga dari tindakan
pelanggaran hak asasi manusia. Bukan hanya itu, partisipasi masyarakat Indonesia
juga dilakukan dan upaya penegakan dan perlindungan HAM. Sudah saatnyalah,
seluruh elemen masyarakat Indonesia bersama-sama menegakkan dan melindungi
hak setiap manusia.

Indonesia merupakan contoh dari kelompok konsep dunia ketiga yang
tidak ikut dalam perumusan The Universal Declaration of Human Rights tanggal
10 Desember 1948. The Universal Declaration of Human Rights merupakan
suatu deklarasi yang tidak memiliki watak hukum. Kekuatan mengikatnya karena
ada pengakuan terhadap deklarasi itu oleh sistem hukum bangsa-bangsa beradab
atau mendapat kekuatan dari hukum kebiasaan setelah memenuhi dua syarat yaitu
keajegan dalam kurun waktu yang lama dan adanya opinion necesitatis.7
Konsep hak asasi manusia bagi bangsa Indonesia telah dirumuskan dalam
UUD 1945. Perumusannya belum diilhami oleh The Universal Declaration of
Human Rights karena terbentuknya lebih awal. Dengan demikian rumusan HAM
dalam UUD 45 merupakan pikiran-pikiran yang didasarkan kepada latar belakang
tradisi budaya kehidupan masyarakat Indonesia sendiri.8
Pemahaman HAM di Indonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang
hidup di masyarakat dan acuan bertindak pada dasarnya berlangsung sudah cukup
lama. Secara garis besar Prof. Bagir Manan pada bukunya Perkembangan
Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia (2001), membagi perkembangan
HAM pemikiran HAM di Indonesia dalam dua periode yaitu periode sebelum
kemerdekaan (1908 – 1945), periode setelah Kemerdekaan (1945 – sekarang)

7 Philipus M. Hadjon, “Perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia (suatu studi tentang Prinsipprinsipnya, penanganannya oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum dan
pembentukan peradilan administrasi)”, Peradaban, 2007, Hal: 53
8 Philipus, Perlindungan, 54

PENUTUP
A. Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan
kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi
satu hal yang perlu kita ingat bahwa jangan pernah melanggar atau menindas
HAM orang lain.
Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundanundangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh
seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili
dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses
pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam
Undang-Undang pengadilan HAM.
Allah SWT memberikan kebebasan itu yang disebut sebagai hak asasi
manusia. Manusia bebas berbuat apa saja, tetapi harus senantiasa dibarengi
dengan tanggung jawab. Hak asasi manusia diberikan oleh Allah SWT kepada
semua manusia ciptaan-Nya dengan tujuan agar manusia dapat memanfaatkan
hak-haknya tersebut dengan sebaik-baiknya.
Dalam DUHAM, konsep HAM tidak secara langsung disandarkan pada
pemberian Allah SWT yang mutlak, tetapi merupakan konsep yang disusun oleh
manusia dan disetujui oleh manusia lain. Dengan demikian, seolah-olah HAM
merupakan hak manusia yang dengan sendirinya sudah dimiliki manusia tersebut
dan bukan merupakan anugerah Allah SWT.

DAFTAR PUSTAKA
Abul A’la Al Maududi, "Hak Asasi Manusia dalam Islam", (Bandung: Penerbit
Pustaka, 1985)
Djarot, Eros & Haas, Robert. "Hak-Hak Asasi Manusia dan Manusia (Human
rightsand The Media)", (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998)
Dr. Alwi Shihab, "Islam Inklusif", (Jakarta: Mizan, 1999)
Philipus M. Hadjon, “Perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia (suatu studi
tentang Prinsip-prinsipnya, penanganannya oleh Pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Umum dan pembentukan peradilan administrasi)”, Peradaban, 2007
Prof. Dr. H. Baharudin Lopa, S.H., "Al-Qur'an dan Hak-hak Asasi Manusia",
(Yogyakarta: Dasar Bhkati Primayasa, 1996)
Prof. Dr. H. Zainudin Ali, M.A. "Sosiologi Hukum", (Jakarta: Sinar Grafika,
2016)