Sintesis Pati Sitrat Dari Pati Singkong (Manihot Utilissima P.) Dengan Metode Kering

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Singkong (Manihot utilissima P.)
2.1.1 Klasifikasi tanaman
Berdasarkan hasil identifikasi tumbuhan oleh Herbarium Medanense (2016)
dan literatur pengantar dari Rukmana (2002), taksonomi ubi kayu diuraikan sebagai
berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisio

: Spermatophyta

Sub Divisio

: Angiospermae

Kelas


: Dicotyledoneae

Ordo

: Euphorbiales

Famili

: Euphorbiaceae

Genus

: Manihot

Spesies

: Manihot utilissima Pohl.

Singkong merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ubi
kayu, ketela pohon, tela kaspo atau kasape. Singkong berasal dari benua Amerika,

tepatnya dari negara Brasil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain
Afrika, Madagaskar, India dan Tiongkok. Singkong diperkirakan masuk ke Indonesia
pada tahun 1852 (Rahmawati, 2010).
Singkong dapat dipelihara dengan mudah, produktif dan tumbuh subur
dengan ketinggian 1-4 meter di daerah yang berketinggian 1.200 meter di atas
permukaan air laut. Dalam ilmu farmasi, singkong dapat dimanfaatkan dalam

5
Universitas Sumatera Utara

pengobatan rematik, demam, sakit kepala, diare, luka bernanah, luka disebabkan
benturan barang panas (mis. knalpot) dan menambah nafsu makan (Yuniarti, 2008).
Bagian dari tanaman singkong yang dapat dimanfaatkan adalah daun dan
akar-akar yang menebal membentuk umbi. Bagian umbi ini banyak mengandung zat
tepung atau pati (Hafsah, 2003). Umbi singkong merupakan akar pohon dengan ratarata panjang 50-80 cm tergantung dari varietasnya dan berwarna putih kekuningkuningan (Lidiasari, 2006).
Umbi singkong yang telah dipanen tidak dapat bertahan lama karena adanya
senyawa HCN yang menyebabkan dagingnya berwarna kehitaman (Sediaoetama,
1999). Senyawa glikosida sianogenik pada umbi singkong mengalami proses
oksidasi oleh enzim linamarase maka akan dihasilkan glukosa dan asam sianida
(HCN) yang ditandai dengan bercak warna biru, akan menjadi toxin (racun) bila

dikonsumsi pada kadar HCN lebih dari 50 ppm (Barrett dan Damardjati, 2015).
2.1.2 Kandungan kimia
Singkong mengandung komposisi kimia yang terdiri dari kadar air 60%, pati
35%, serat kasar 2,5%, kadar lemak 0,5% dan kadar abu 1% (Barrett dan Damardjati,
2015). Sedangkan menurut Winarno (1986), kandungan pati yang terdapat pada umbi
singkong adalah sebesar 80%. Perbedaan kandungan pati ini tergantung dari sudut
pandang identifikasi penguraian dari struktur perbandingan pati terhadap kandungan
lainnya yang terdapat pada umbi singkong. Kandungan zat gizi umbi singkong dan
produk olahannya menurut Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dicantumkan pada
Tabel 2.1.

6
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Kandungan gizi dalam umbi singkong tiap 100 gram
Zat Gizi

Umbi Singkong Putih

Umbi Singkong Kuning


Kalori

146 kalori

157 kalori

Protein

1,20 g

0,80 g

Lemak

0,30 g

0,30 g

Karbohidrat


34,70 g

37,90 g

Fosfor

40,00 mg

40,00 mg

Kalsium

33,00 mg

33,00 mg

Besi

0,70 mg


0,70 mg

Vitamin B1

0,06 mg

0,06 mg

Vitamin C

30,00 mg

30,00 mg

Kadar air

62,50 g

60,00 g


Mineral

2.2 Uraian Pati

Amilosa

Amilopektin

Gambar 2.1 Struktur kimia amilosa dan amilopektin (Taggart, 2004)
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosida, yang
banyak terdapat pada tumbuhan terutama pada biji-bijian dan umbi-umbian (Jane,
1995). Umumnya pati mengandung dua tipe polimer glukosa, yaitu amilosa dan
amilopektin. Amilosa dihubungkan melalui ikatan 1,4-α-glikosida yang membentuk

7
Universitas Sumatera Utara

polimer dengan struktur rantai yang lurus, sedangkan amilopektin memiliki bobot
molekul yang lebih besar dengan adanya ikatan 1,6-α-glikosida menyebabkan

struktur rantai bercabang (Fessenden dan Fessenden, 1991). Apabila direaksikan
dengan iod, amilosa menghasilkan warna biru tua dan amilopektin menghasilkan
warna merah (Taggart, 2004).
Zat pati terdiri dari butiran-butiran kecil yang disebut granula. Granula
diidentifikasi untuk menentukan karakteritik setiap jenis pati baik bentuk, ukuran,
permukaan serta letak hillus (Hodge, 1976). Identifikasi ini dilakukan secara
mikroskopik untuk mengetahui karakteritik pati tersebut, termasuk pati singkong.
Pengamatan benda berukuran di bawah 200 nanometer memerlukan
mikroskop dengan panjang gelombang pendek, dimana mikroskop elektron
menggunakan sinar elektron yang panjang gelombangnya lebih pendek dari cahaya.
Mikroskop elektron mempunyai kemampuan pembesaran objek (resolusi) yang
tinggi, menggunakan lensa dari jenis magnet untuk mengontrol dan mempengaruhi
elektron yang melaluinya, pengamatan obyek dalam kondisi hampa udara (vacuum)
untuk menghindari tumbukan antar sinar elektron dengan molekul-molekul di udara
(Oktaviana, 2009).
Pada proses pembuatan pati, talk dan sebagainya diperlukan air. Air yang
digunakan harus bebas dari mikroorganisme patogen dan nonpatogen, racun
serangga, logam berat dan sebagainya. Pencemaran air akan menyebabkan simplisia
yang dihasilkan terkontaminasi/tercemar (Agoes, 2007). Penggunaan pati dalam
bidang farmasi terutama pada formula sediaan tablet baik sebagai bahan pengisi,

pengembang maupun pengikat (Alanazi, dkk., 2008).

8
Universitas Sumatera Utara

2.3 Pati Termodifikasi
Menurut Heckman (1977) dan Glicksman (1969), pati termodifikasi adalah
pati yang diberi perlakuan tertentu dengan tujuan untuk menghasilkan sifat yang
lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya ataupun mengubah sifat lainnya.
Perlakuan terhadap pati akan menghasilkan gugus kimia baru dan struktur molekul
pati. Modifikasi pati dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara fisika dan kimia.
Pati yang dimodifikasi secara fisika dinamakan pati pragelatinisasi. Pati
pragelatinisasi adalah pati yang telah mengalami gelatinasi dengan memanaskan pati
di atas suhu gelatinisasinya kemudian dikeringkan. Pemanasan pasta pati dalam air
akan menyebabkan molekul air di sekitar granula memutuskan ikatan hidrogen dan
masuk ke dalam granula sehingga akan mengembang secara irreversible, proses ini
dinamakan gelatinisasi. Amilopektin akan tetap berada di dalam granula, sedangkan
amilosa akan dilepas ke dalam larutan membentuk matriks intergranular sehingga
terjadi peningkatan viskositas (Wurzburg, 1989).
Menurut Johnson (1979), pati yang dimodifikasi secara kimia ditujukan untuk

pati yang disesuaikan untuk aplikasi pati agar menjadi lebih hidrofilik ataupun lebih
tahan terhadap kerusakan terhadap pemanasan. Modifikasi secara kimia yang sering
dijumpai dalam industri adalah:
1. Degradasi dengan asam atau basa, pemecahan pati menjadi molekul lebih
sederhana (glukosa, maltosa dan dekstrin) dengan penambahan bahan kimia
berupa asam karboksilat maupun garam dari asam kuat atau asam lemah.
2. Reduksi dan oksidasi untuk memodifikasi pati menjadi alkohol (sorbitol dan
manitol). Reduksi biasanya melibatkan hidrogen dari katalis Raney-Nickel.

9
Universitas Sumatera Utara

3. Esterifikasi dengan menggunakan asam anorganik (hanya asam fosfat) ataupun
asam-asam organik.
4. Asetilasi, modifikasi pati melalui proses reaksi yang bersifat reversible dengan
gugus hidroksil untuk menghasilkan hemiasetal dan aldehid.
Pembuatan ester dapat dilakukan dengan menggunakan anhidrida asam,
reaksi yang berlangsung lebih lambat dan biasanya campuran dari hasil reaksi yang
terbentuk perlu dipanaskan (Fesenden dan Fessenden, 1991). Pada penelitian Fajd
dan Marton (2004), pati sitrat dibuat dengan mereaksikan pati jagung lilin dan asam

sitrat pada temperatur yang tinggi. Asam sitrat anhidrat akan bereaksi dengan pati
jagung lilin untuk menghasilkan pati sitrat. Pati sitrat tidak larut dalam air tetapi
memiliki sifat alir dan daya pengembang yang baik.
2.4 Asam Sitrat
Menurut Ditjen POM (1995), asam sitrat diuraikan dengan tinjauan umum
sebagai berikut:
Rumus bangun

:

CH2(COOH)C(OH)(COOH)CH2COOH. H2O

Rumus molekul :

C6H8O7.H2O

Nama kimia

:

asam 2-hidroksipropana-1,2,3-trikarboksilat

Berat molekul

:

210,14

Kandungan

:

Tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 101,0%
C6H8O7.H2O.

Pemerian

:

Hablur tidak berwarna atau serbuk putih; tidak berbau;
rasa sangat asam; agak higroskopik; merapuh dalam
udara kering atau panas

Kelarutan

:

Sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam

10
Universitas Sumatera Utara

etanol, agak sukar larut dalam eter
Asam sitrat sangat mudah dijumpai dan relatif tidak mahal, juga tersedia
dalam bentuk anhidrat dan monohidrat berkualitas makanan. Asam sitrat monohidrat
mencair pada suhu 100oC. Asam ini kehilangan air pada suhu 60oC, menjadi anhidrat
pada suhu 130 oC (Siregar, 2010).
Asam sitrat adalah asam organik yang secara alami terdapat pada buahbuahan, seperti jeruk, nenas dan pir. Asam sitrat pertama kali diekstraksi dan
dikristalisasi dari buah jeruk. Asam sitrat banyak digunakan dalam industri terutama
industri makanan, minuman dan obat-obatan. Sekitar 60% dari total produksi
digunakan dalam industri makanan, 30% digunakan dalam industri farmasi dan
sisanya dalam industri-industri lainnya (Bizri dan Wahem, 1994).
2.5 Spektroskopi Infra Merah
Spektroskopi infra merah merupakan salah satu metode yang umum
digunakan dan penting dalam teknik analisis suatu senyawa karbonil (Masfria, dkk.,
2013). Pada prinsipnya, rentang radiasi elektromagnetik yang berkisar antara 400cm1

dan 4000 cm-1 (2500 dan 25000 nm) dilewatkan pada suatu sampel dan diserap oleh

ikatan-ikatan molekul di dalam sampel sehingga molekul tersebut meregang atau
menekuk. Panjang gelombang radiasi yang diserap merupakan ciri khas ikatan yang
menyerapnya (Watson, 2009).
Menurut Silverstein, dkk., (1986), letak pita di dalam spektrum infra merah
disajikan sebagai bilangan gelombang atau panjang gelombang (cm-1, kebalikan
sentimeter) karena secara langsung berbanding dengan energi getarannya dan karena
kebanyakan radas mutakhir berskala linier dalam cm-1. Pada pemeriksaan

11
Universitas Sumatera Utara

pendahuluan, analisa spektrum infra merah dapat ditentukan dari penafsiran wilayah
spektrum infra merah pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Spektrum di wilayah spektral 4000-400 cm-1
No

Bilangan Gelombang (cm-1)

Gugus Fungsi

1.

3600-2400

COOH

2.

3500-3200

OH

3.

3500-3100

NH2

4

3150-3050

=C-H

6

2950-2875

−CH Alifatis

7.

2750

O=C−H

8.

2250-2100

C≡C

9

2250

C≡N

10.

1900-1650

C=O

11.

1600-1500

C=C

12.

1550-1350

N=O

13.

1450

CH2

14.

1375

CH3

15.

1350-1050

S=O

16.

1300-1000

C−O
(Khopkar, 2008)

12
Universitas Sumatera Utara