Konflik Tanah Warisan Pada Keluarga Batak Toba (Studi kasus Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Konflik

Di dalam masyarakat sering terjadi konflik yang tidak bisa di hindarkan
karena banyak sekali individu-individu atau lembaga-lembaga masyarakat antara
yang satu dengan lainnya memiliki kepentingan yang berbeda, sehingga perbedaan
kepentingan ini akan menyebabkan benturan politik yang mengarah kepada
persaingan. Hal ini senada dengan Simmel dalam Soekanto (2002:69), bahwa konflik
tidak terhindarkan dalam masyarakat. Masyarakat dipandangnya sebagai struktur
sosial yang mencakup proses-proses asosiatif dan disosiatif yang hanya dapat
dibedakan secara analitis.” Pada awal mula munculnya teori konflik dialektis,
pandangan-pandangan teori struktural fungsional mendapat keraguan dari para
sosiolog hingga pada akhirnya menciptakan alternatif lain dari teori fungsional atas
dasar asumsi-asumsi (Soekanto, 2002: 68).
Dalam asumsi tersebut mengatakan bahwa, walaupun hubungan-hubungan
sosial memperlihatkan adanya ciri-ciri suatu sistem, akan tetapi dalam hubunganhubungan itu terdapat benih-benih konflik kepentingan. Fakta itu menunjukkan
bahwa suatu sistem memungkinkan menimbulkan konflik. Dengan demikian, maka
konflik merupakan suatu gejala yang ada dalam setiap sistem sosial. Konflik
demikian cenderung terwujud dari kepentingan-kepentingan. Konflik sangat

mungkin terjadi terhadap distribusi sumber-sumber daya yang terbatas dan
kekuasaan. Konflik merupakan suatu sumber terjadinya perubahan pada sistemsistem sosial.

25
Universitas Sumatera Utara

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa di dalam masyarakat pasti terdapat
konflik-konflik kepentingan. Orang-orang atau kelompok yang berada di dalam
posisi

yang

dominan

dan

menguntungkan

(superordinat)


akan

selalu

mempertahankan status selama mungkin, sedangkan bagi individu-individu atau
kelompok yang berada di dalam posisi subordinat (kurang beruntung) akan
mengusahakan perubahan yang positif bagi posisinya. Dalam usaha keduanya untuk
mempertahankan status dan untuk mengusahakan perubahan (bagi subordinat) sering
kali terbentur oleh kepentingan yang berlawanan, sehingga tak jarang jika keduanya
akan terlibat konflik.
Konflik tanah terkait dengan status tanah, tanah menjadi kendali dalam
kekuasaan ketika di pegang oleh kalangan adat (tuan adat) yang kemudian dikenal
sebagai feodalisme. Feodalisme dalam perangkat yang sama diteruskan dalam
kendali kolonialisme yang kadang kala keduanya bekerja sama dan juga berkonflik.
Dalam persoalan konsep tentang tanah kepemilikan atau penguasaan tanah dengan
prosedural yang penggunaan otoritas yang bersifat dikotomis atas otoritas negara
yang berhadapan dengan subordinat masyarakat. Dalam hal ini konflik tidak dapat
dihindarkan oleh masyarakat(simmel dan soekanto 2002:69).
2.2 Sejarah Singkat Masyarakat Batak Toba Di Ajibata
Batak Toba di Ajibatadiketahui sebagai suatu perkembangan desa dari masa

ke masa yang dilihat dari hubungan erat dalam penduduk desa tersebut.Hal itu sangat
terlihat dari penggunaan bahasa yang dipakai setiap harinya, adat istiadat yang
berlaku dan silsilah dari keturunan antar generasi.Dalam uraian ini didesa ajibata
sebelumnya memiliki prinsip adat istiadat yang asal mulanyadikenal sebagai asal
yang tidak lepas dari Dalihan Na Tolu.

26
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan hal ini, Dalihan Na Tolu dapat diartikan sebagai suatu aturan yang
mengatur sistem kekerabatan marga-marga yang ada pada suku batak dan merupakan
acuan hidup masyarakat batak yang merupakan sebagai berikut: Hula-Hula (Tulang),
Dongan Sahutuha (Semarga), Boru (Anak Perempuan). Dapat disimpulkan sebagai
asal mula masyarakat Batak Toba yang ada di kawasan Ajibata berdasarkan bagan
(susunan)

dari

leluhur


Guru
Tateabulan

masyarakat

Batak

LIMBONG

dibawah

ini:

LONTUNG

SAGALA
MALAU
Si Raja
Batak
NAJAMBATON


Raja
Isumbaon

Sorimangaraja

NARASAON
NAISUANON

TUAN
SORBADIBANUA

Berdasarkan bagan diatas dapat dikatakan asal mula masyarakat Ajibata berasal dari
keturunan Raja Batak yang bernama Narasaon.Raja Narasaon adalah seorang raja
yang terkenal sakti dan bijaksana yang mampu mensejahterakan masyarakat
setempat. Dalam hal ini kerajaan batak yang brasal dari Raja Narasaon dapat
dijelaskan dari bagan dibawah ini:

27
Universitas Sumatera Utara


Sirait
Raja
Mangatur

Datu Pejel
(Narason)

Sitorus
Butar-butar

Raja
Mangarerak

Raja

Raja Toga
Manurung

Huta Gurgur


Sibitonga
Simanoroni

Sumber: Jurnal USU Institusional Repository, diakses pada tanggal 20 april 2016.

2.3 Sistem Sosial Pada Masyarakat Batak Toba

Di luar konteks keseluruhan, fokusnya adalah pada hubungan dari prosesproses pada teori sistem oleh buckley adalah hubungan dari bagian-bagian tidak
dapat diperlakukan tingkat yang bervariasi dari sistem sosial. Jadi variasi dari proses
internal juga mempengaruhi sistem sosial sistem sosial yang semakin kompleks yang
mengintervasi di antara kekuatan eksternal dan tindakan sistem tersebut (George
Ritzer,2010).

Sistem sosial yaitu peran-peran sosial itu saling berhubungan secara timbal
balik dan saling tergangtung membentuk suatu kesatuan kehidupan bermasyarakat.
Dalam hal ini talcott parsons membedakan 3 (tiga) unsur pokok dari tindakan warga
masyarakat, yakni sistem kepribadian, sistem sosial dan sistem budaya. Sistem
tersebut dianggap sebagai dasar dari struktur normatif sistem sosial dan bentukbentuk kebutuhan serta proses pengambilan keputusan dalam sistem kepribadian.
Menurut talcott Parson, ada 2 (dua) hal terpenting bagi integrasi sistem sosial, yaitu:


28
Universitas Sumatera Utara

a. Sistem sosial mampu mendorong warga masyarakat agar berprilaku atau
bertindak sesuai dengan harapan dan perannya.
b. Sistem sosial harus menjahui tuntutan yang “aneh-aneh” dari para
anggotanya, agar tidak menimbulkan penyimpangan atau konflik.

Kekerabatan menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan
hidup. Ada dua bentuk kekerabatan bagi suku Batak, yakni berdasarkan garis
keturunan dan berdasarkan sosiologis, sementara kekerabatan teritorial tidak ada.
Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan terlihat dari silsilah marga mulai
dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memiliki marga. Sedangkan
kekerabatan berdasarkan sosiologis terjadi melalui perjanjian (padan antar marga
tertentu) maupun karena perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan
Adat adalah ikatan sedarah dalam marga, kemudian Marga. Artinya misalnya
Harahap, kesatuan adatnya adalah Marga Harahap vs Marga lainnya.

Adat Batak/Tradisi Batak sifatnya dinamis yang seringkali disesuaikan

dengan waktu dan tempat berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah.
Adanya falsafah dalam perumpamaan dalam bahasa Batak Toba yang berbunyi:
Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul merupakan suatu filosofi agar
kita senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah teman
terdekat. Namun dalam pelaksanaan adat, yang pertama dicari adalah yang satu
marga, walaupun pada dasarnya tetangga tidak boleh dilupakan dalam pelaksanaan
Adat.

Apabila dilihat dari orang yang menerima warisannya, ada tiga macam
sistemkewarisan di Indonesia yaitu sistem kolektif, kewarisan mayorat, kewarisan

29
Universitas Sumatera Utara

individual. Diantara ketiga sistem kewarisan tersebut pada kenyataannya adayang
bersifat campuran.
1. Sistem Kolektif
Apabila

para


waris

mendapatkan

harta

peningalan

yang

diterima

merekasecara kolektif bersama) dari pewaris yang tidak terbagi-bagi
secaraperseorangan, maka kewarisan demikian itu disebut kewarisan kolektif.
2. Sistem Mayorat
Apabila harta pusaka yang tidak terbagi-bagi danhanya dikuasai anak tertua,
yang

berarti


hak

pakai,

hak

mengolah

dan

memungut

hasilnya

dikuasaisepenuhnya oleh anak tertua dengan hak dan kewajiban mengurus
danmemlihara adik-adiknya yang pria dan wanita sampai mereka dapat
berdiri sendiri, maka sistem ini disebut dengan sistem mayorat. Dalam hal
sistemmayorat ini, dibagi menjadi mayorat laki-laki dan mayorat perempuan
sertamayorat wanita bungsu.
3. Sistem Individual
Apabila harta warisan dibagi-bagi dan dapat dimiliki secara perorangan
dengan hak milik, yang berarti setiap waris berhak memakai, mengolah
danmenikmati hasilnya atau juga mentransaksikannya, terutama setelah
pewariswafat, maka kewarisan demikian disebut “kewarisan individual”.
Sistemkewarisan individual memiliki ciri-ciri yaitu harta peninggalan atau
harta warisan dapat dibagi-bagikan di antara para ahli waris seperti yang
terjadi dalam masyarakat bilateral.

Hubungan sosial dengan sesama marga diatur melalui hubungan perkawinan,
terutama antara marga pemberi pengantin wanita (boru) dengan marga penerima

30
Universitas Sumatera Utara

pengantin wanita (hula-hula). Untuk mempertahankan kelestarian kelompok kerabat
yang patrilineal, marga-marga tersebut tidak boleh tukar menukar mempelai. Karena
itu hubungan perkawinan satu jurusan mamaksa setiap marga menjalin hubungan
perkawinan dengan sekurang-kurangnya dua marga lain, yaitu dengan marga
pemberi dan marga penerima mempelai wanita. Marga-marga atau klen patrilineal
secara keseluruhan mewujudkan sub-suku daripada sukubangsa Batak. Pertumbuhan
penduduk dan persebaran mereka di wilayah pemukiman yang semakin luas serta
pengaruh-pengaruh dari luar menyebabkan perkembangan pola-pola adaptasi
bervariasi dan terwujud dalam keanekaragaman kebudayaan Batak dan subsuku
masing-masing.
Berlandaskan pada hubungan perkawinan yang tidak timbal-balik itulah
masyarakat Batak mengatur hubungan sosial antarmarga dengan segala hak dan
kewajibannya dalam segala kegiatan sosial mereka. Organisasi itu dikenal sebagai
dalihan na tolu atau tiga tungku perapian. Marga pemberi mempunyai kedudukan
yang lebih tinggi dalam upacara maupun kegiatan adat terhadap marga penerima
mempelai wanita. Dengan demikian ada keseimbangan hubungan antara perorangan
dengan kelompok yang menganut garis keturunan kebapakan. Walaupun seorang
wanita yang menikah akan kehilangan segala hak dan kewajibannya dari hak marga
asal dan berpindah mengikuti kelompok kerabat suami, namun marga asal tetap
mendapat kehormatan sebagai pemberi mempelai wanita yang amat penting artinya
sebagai penerus generasi.

31
Universitas Sumatera Utara

2.4 Harta Warisan Bagi Masyarakat Batak Toba
Masyarakat Batak menganut sistim kekeluargaan yang patrilineal yaitu garis
keturunan ditarik dari ayah. Hal ini terlihat dari marga yang dipakai oleh orang Batak
yang turun dari marga ayahnya. Melihat dari hal ini jugalah secara otomatis bahwa
kedudukan kaum ayah atau laki-laki dalam masyarakat adat dapat dikatakan lebih
tinggi dari kaum wanita (sulistyowati,2003). Namun bukan berarti kedudukan wanita
lebih rendah. Apalagi pengaruh perkembangan zaman yang menyetarakan
kedudukan wanita dan pria terutama dalam hal pendidikan.
Dalam masyarakat Batak non-parmalim (yang sudah bercampur dengan
budaya dari luar), hal itu juga dimungkinkan terjadi. Meskipun besaran harta warisan
yang diberikan kepada anak perempuan sangat bergantung pada situasi, daerah,
pelaku, doktrin agama dianut dalam keluarga serta kepentingan keluarga. Apalagi
ada sebagian orang yang lebih memilih untuk menggunakan hukum perdata dalam
hal pembagian warisannya.
Hak anak tiri ataupun anak angkat dapat disamakan dengan hak anak
kandung. Karena sebelum seorang anak diadopsi atau diangkat, harus melewati
proses adat tertentu. Yang bertujuan bahwa orang tersebut sudah sah secara adat
menjadi marga dari orang yang mengangkatnya. Tetapi memang ada beberapa jenis
harta yang tidak dapat diwariskan kepada anak tiri dan anak angkat yaitu Pusaka
turun – temurun keluarga. Karena yang berhak memperoleh pusaka turun-temurun
keluarga adalah keturunan asli dari orang yang mewariskan.
Dalam ruhut-ruhut adat Batak (Peraturan adat batak) jelas di sana diberikan
pembagian warisan bagi perempuan yaitu, dalam hal pembagian harta warisan bahwa
anak perempuan hanya memperoleh: Tanah (Hauma pauseang), Nasi Siang (Indahan

32
Universitas Sumatera Utara

Arian), warisan dari Kakek (Dondon Tua), tanah sekadar (Hauma Punsu Tali).
Dalam adat Batak yang masih terkesan Kuno, peraturan adat – istiadatnya lebih
terkesan ketat dan lebih tegas, itu ditunjukkan dalam pewarisan, anak perempuan
tidak mendapatkan apapun. Dan yang paling banyak dalam mendapat warisan adalah
anak Bungsu atau disebut Siapudan yaitu berupa Tanah Pusaka, Rumah Induk atau
Rumah peninggalan Orang tua dan harta yang lain nya dibagi rata oleh semua anak
laki–laki nya.
Anak siapudan juga tidak boleh untuk pergi meninggalkan kampung
halamannya, karena anak Siapudan tersebut sudah dianggap sebagai penerus
ayahnya, misalnya jika ayahnya Raja Huta atau Kepala Kampung, maka itu Turun
kepada Anak Bungsunya (Siapudan). Jika kasusnya orang yang tidak memiliki anak
laki-laki maka hartanya jatuh ke tangan saudara ayahnya. Sementara anak
perempuannya tidak mendapatkan apapun dari harta orang tuanya. Dalam hukum
adatnya mengatur bahwa saudara ayah yang memperoleh warisan tersebut harus
menafkahi segala kebutuhan anak perempuan dari si pewaris sampai mereka
berkeluarga.

2.5Makna Tanah Keluarga (Turun-Menurun) Bagi Masyarakat Batak Toba
Tanah keluarga (turun-menurun) merupakan tanah kepunyaan bersama yang
diyakini

sebagai

peninggalan

yang

dapat

dimanfaatkan

sesuai

dengan

pengelolaannya. Tanah keluarga juga dapat di artikan sebagai warisan dari leluhur
yang harus dilanjutkan oleh generasi berikutnya dan di jaga dengan baik. Di dalam
adat terdapat unsur hukum, aturan dan tata cara yang mengatur tentang hubungan
manusia dan manusia. Menurut masyarakat Batak Toba, adat merupakan pemberian
Mulajadi Na Bolon yang harus dituruti oleh makhluk penciptanya. Adat inilah yang

33
Universitas Sumatera Utara

menjadi hukum bagi setiap orang yang memberikan pengetahuan tentang cara
kehidupan untuk membedakan yang baik dan yang buruk.

Pembagian warisan orang tua yang mendapatkan warisan adalah anak laki–
laki sedangkan anak perempuan mendapatkan bagian dari orang tua suaminya atau
dengan kata lain pihak perempuan mendapatkan warisan dengan cara hibah.
Pembagian harta warisan untuk anak laki–laki juga tidak sembarangan, karena
pembagian warisan tersebut ada kekhususan yaitu anak laki – laki yang paling kecil
atau dalam bahasa batak nya disebut Siapudan.Dalam perubahan zaman, peraturan
adat tersebut tidak lagi banyak dilakukan oleh masyarakat batak yang sudah
merantau dan berpendidikan. Selain pengaruh dari hukum perdata nasional yang
dianggap lebih adil bagi semua anak, juga dengan adanya persamaan gender dan
persamaan hak antara laki – laki dan perempuan maka pembagian warisan dalam
masyarakat adat Batak Toba saat ini sudah mengikuti kemauan dari orang yang ingin
memberikan warisan. Jadi hanya tinggal orang-orang yang masih tinggal di kampung
atau daerah lah yang masih menggunakan waris adat seperti di atas. Beberapa hal
positif yang dapat disimpulkan dari hukum waris adat dalam suku Batak Toba yaitu
laki-laki bertanggung jawab melindungi keluarganya, hubungan kekerabatan dalam
suku batak tidak akan pernah putus karena adanya marga dan warisan yang
menggambarkan keturunan keluarga tersebut. Dimanapun orang batak berada adat
istiadat (partuturan) tidak akan pernah hilang. Bagi orang tua dalam suku batak anak
sangatlah penting untuk diperjuangkan terutama dalam hal pendidikan. Karena ilmu
pengetahuan adalah harta warisan yang tidak bisa di hilangkan atau ditiadakan.
Dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan maka seseorang akan mendapat harta yang
melimpah dan mendapat kedudukan yang lebih baik di kehidupan nanti. Secara

34
Universitas Sumatera Utara

hakiki, makna dan posisistrategis tanah dalam kehidupan masyarakat indonesia, tidak
saja mengandung aspek fisik, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, budaya, politik,
pertanahan keamanan dan aspek hukum

Makna tanah pada masyarakat Batak Toba dapat dikatakan sebagai kekayaan
(Hamoraon). Dimana seseorang individu memiliki tanah yang cukup luas dan
memiliki wewenang besar atas menaikkan status ataupun komunitas yang ada di
masyarakat. Pada sistem nilai Batak Toba tradisional tanah merupakan lambang
kekayaan dan kerajaan (Purba:1997).

Selain itu, tanah juga dianggap sebagai

menunjukkan kekuasaan dan kehormatan (Hasangapon). kepemilikan atas tanah
sesuai dengan adat istiadat yang di sesuaikan dengan konsep dan aturan.

Berdasarkan Pasal 852a KUHPerdata, Ahli waris berdasarkan hubungan darah
terdapat empat golongan, yaitu:

1. Golongan pertama, keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak
beserta keturunan mereka beserta suami atau isteri yang ditinggalkan / atau
yang hidup paling lama. Suami atau isteri yang ditinggalkan / hidup paling
lama ini baru diakui sebagai ahli waris pada tahun 1935, sedangkan
sebelumnya suami / isteri tidak saling mewarisi;

Skema 1
Pembagian waris terhadap golongan pertama
A

B

C

35
Universitas Sumatera Utara

Keterangan skema 1: A (Pria) semasa hidup menikah dengan B (Wanita) dan
memiliki anak C (Pria)

2. Golongan kedua, keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi orang tua dan
saudara, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka. Bagi
orang tua ada peraturan khusus yang menjamin bahwa bagian mereka tidak
akan kurang dari ¼ (seperempat) bagian dari harta peninggalan, walaupun
mereka mewaris bersamasama saudara pewaris.

Skema 2

Pembagian waris golongan pertama terhadap ahli waris dari perkawinan lebih
dari satu

D

E

G

F

H

Keterangan skema 2: E (Pria) semasa hidup menikah dengan D (wanita) dan
memiliki anak G, namun E dan D bercerai, kemudian E menikah untuk kedua
kali dengan F (wanita) dan memiliki H.

3. Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas dari
pewaris;

Skema 3

36
Universitas Sumatera Utara

Pembagian waris terhadap golongan ketiga
A

B

C

Keterangan skema 3: C meninggal dunia dengan meninggalkan ahli waris A dan B

4. Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping dan
sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam.

Skema 4
Pembagian waris terhadap golongan kedua yang mana turut saudara kandung
A

B
C

E
D

Keterangan skema 4: D meninggal dengan meninggalkan dua saudara C dan
E serta kedua orang tua A (ayah) dan B (Ibu).

Hubungan darah juga dapat diartikan sebagai pertalian antara orang yang satu
dan orang lain karena berasal dari leluhur yang sama. Hubungan darah tersebut
terdapat dua garis yaitu :
1. Hubungan darah menurut garis lurus keatas (leluhur) dan kebawah (keturunan) .
2. Hubungan menurut garis kesamping (pertalian darah antara orang bersaudara dan
keturunannya).

37
Universitas Sumatera Utara

Istilah keluarga disebutkan sebagai tingkatan atau derajat hubungan darah
yang mempunyai arti penting seperti: Perkawinan, Pewarisan dan perwalian dalam
keluarga. Harta perkawinan dijadikan sebagai barang bergerak dan barang
tidakbergerak dari harta kekayaan suami istri, baik yang telah ada maupun yang akan
diperoleh, baik pada saat perkawinan dilangsungkan maupun selama perkawinan.
Maka, segala utang suami-istri masing-masing terjadi, baik sebelum maupun
sepanjang perkawinan yang mampu menghasilkan pendapatan yang harus dipikul
oleh ahli waris dari yang meninggal/pewaris.

Skema 5
Pembagian warisan terhadap golongan kedua mengenai pasal 855
KUHPerdata
A

B
F
C
D

E

Keterangan skema 5: F meninggal dengan meninggalkan tiga saudara
kandung dan ayah (A) serta ibu (B), yang mana ketentuan orang tua tidak
boleh kurang dari ¼ (seperempat) bagian.

Dalam pembagian harta warisan dalam satu keluarga yang masih memiliki
hubungan darah harus dapat dibagi melalui anggota keluarga yang memiliki hak atas
harta peninggalan seorang yang meninggal dunia yaitu:

~ Laki-laki:
1. Anak laki-laki

38
Universitas Sumatera Utara

2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
3. Ayah
4. Kakek/ayahnya ayah
5. Saudara kandung
6. Saudara kandung
7. Suami
8. Paman
9. Anak dari paman
10. Laki-laki yang memerdekakan budak
i.

~Perempuan:
1. Anak perempuan
2. Cucu perempuan dari laki-laki
3. Ibu
4. Nenek
5. Saudara kandung
6. Istri
7. Wanita yang memerdekakan budak

Pembagiannya:
~Setengah
Anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudari seayah
ibu,

saudari seayah dan suami jika tanpa anak.

~Seperempat
Suami bersama anak atau cucu, istri tanpa anak atau cucu dari anak
laki-laki.

39
Universitas Sumatera Utara

~Seperdelapan
Istri bersama anak atau cucu dari anak laki-laki.
~Seperdelapan
Istri bersama anak atau cucu dari anak laki-laki.
~Sepertiga
Ibu tanpa ada anak, saudari seibu 2 orang atau lebih.
~Duapertiga
Anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudari seayah
ibu, saudari seayah.
~Seperenam
Ibu bersama anak atau cucu dari anak laki-laki, nenek, saudari seayah
bersama saudari seayah ibu, ayah bersama anak atau cucu dari anak
laki-laki, kakek.

Sumber: Hukum waris pembagian harta warisan,wikepedia: diakses16 Juni 2016

2.6 Hukum Adat Masyarakat Batak Toba Terhadap Tanah Warisan
Adat sangat berhubungan erat dengan aturan-aturan mengenai hubungan
dalam kehidupan bersama yang di dasari oleh sifat otoritas penguasa adat yang
berkaitan dengan pemerintah tradisional. Di dalam kebudayaan batak, ada gagasan
yang harus diikuti dalam kewarisan yang dibedakan atas dasar pembagian hak atas
harta peninggalan dari orang yang meninggal. Masyarakat Batak Toba di kuasai oleh
struktur kekerabatan yang bersifat patrineal. Ikatan itu dianggap sangat penting yang
ditekankan melalui upacara adat yang selalu menjadikan kelompok sebagai tanda
adanya hubungan dalam kehidupan sehari-hari (J.C.Vergouwen: Masyarakat dan

40
Universitas Sumatera Utara

Hukum Adat Batak Toba). Pembebasan tanah tidak hanya untuk sektor publik tetapi
juga sektor swasta yang membutuhkan kapasitas dan prosedur untuk mencapai hasil
atas kepentingan umum karena atas dasar sebagai badan hukum. Hubungan tanah
dengan manusia dianggap pertalian hukum melalui penggunaan atas hak-hak
tersebut.

Hukum Waris Adat dikenal adanya subyek waris dan obyek waris (Sugangga
1992:5-6). Subyek waris yang terdiri dari pewaris yaitu orang atau seseorang yang
menyerahkan atau rneninggalkan warisan dan ahli waris. Sedangkan obyek waris
dalam hukum adat dapat berbentuk harta kekayaan atau harta peninggalan yang tidak
merupakan satu kebulatan yang homogen yang diwariskan dengan cara yang sama.
Pada prinsipnya obyek hukum waris adat adalah harta kekayaan keluarga yang dapat
berupa, (1) harta suami atau isteri yang merupakan hibah atau pemberian kerabat
yang dibawa ke dalam keluarga, (2) usaha suami dan isteri yangdiperoleh sebelum
dan sesudah perkawinan, (3) harta yang merupakan hadiah kepada suami isteri pada
waktu perkawinan, (4) harta yangmerupakan usaha suami dan isteri dalam masa
perkawinan.

2.7 Fungsi Sosial Tanah Warisan Bagi Masyarakat Batak Toba

Secara umum, fungsi tanah dalam masyarakat memiliki hak atas tanah
apapun pada seseorang yang menggunakannya tidak semata-mata untuk kepentingan
pribadi, terlebih untuk kepentingan di masyarakat. Penggunaan tanah warisan harus
di sesuaikan sesuai dengan keadaannya

dan sifat daripada haknya sehingga

bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara. Fungsi sosial atas kepentingan tanah
warisan dipandang sebagai suatu langkah awal untuk meningkatkan kesejateraan

41
Universitas Sumatera Utara

rakyat atau masyarakat itu sendiri yang di pandang pemegang atas hak atas tanah itu
sendiri. Maka tanah merupakan hal yang penting dalam kehidupan bermasyarakat
yang ditempuh agar keperluan akan tanah terpenuhi baik dikuasai hukum adat
maupun hak yang melekat diatasnya.

Jika melihat studi dan penelitian yang dilakukan mengenai nilai tanah, Subaharianto
dkk (2004:69-84) mengelompokkan fungsi tanah menjadi tiga kategori:
Pertama, yaitu kaitan tanah dengan leluhur. Tanah mempunyai
keterikatan yang erat dengan leluhurnya, karena tanah tersebut merupakan
warisan/titipan/amanah yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya.
Sehingga anak-anaknya berkewajiban untuk menjaga tanah warisan tersebut
dan diwariskan kepada anak cucunya di kemudian hari.
Kedua, kaitan tanah dengan makam. Hubungan antara tanah dengan
makam bagi masyarakat sangat erat kaitannya. Dalam kaitan antara tanah
dengan leluhur sebelumnya disebutkan bahwa leluhur akan terus mengawasi
keluarga serta tanah yang menjadi warisannya. Maka dalam kaitannya antara
tanah dengan makam bahwa tanah keluarga dalam beberapa keluarga tertentu
dijadikan makam keluarga sendiri, hal ini dilakukan tentunya karena alasan
tertentu yaitu agar leluhur yang telah meninggal tersebut dapat kembali
menjadi tanah dan menyatu dengan tanah yang ditinggalkannya kepada anak
cucunya.
Ketiga, Kaitan tanah dengan kekerabatan. Sistem kekerabatan
masyarakat dapat dilihat dari bentuk pola pemukiman keluarga dalam satu
bidang tanah yang panjang, Kekerabatan yang kuat antar anggota keluarga
yang berkaitan dengan tanah warisan masyarakat juga diperlihatkan oleh sikap

42
Universitas Sumatera Utara

anggota laki-laki yang menerima begitu saja keputusan orang tua yang tidak
memberi mereka tanah pekarangan dan rumah, sehingga mereka akan keluar
dari keluarga tersebut setelah menikah.
2.8 SistemKekerabatan Dalam PembagianHartaWaris
MasyarakatBatak

yang

menganutsistimkekeluargaan

yang

patrilineal

yaitugarisketurunanditarikdari ayah.Hal initerlihatdarimarga yang dipakaioleh orang
Batak

yang

turundarimargaayahnya.Melihatdarihalinijugalahsecaraotomatisbahwakedudukankau
m

ayah

ataulaki-

lakidalammasyarakatadatdapatdikatakanlebihtinggidarikaumwanita.Namunbukanber
artikedudukanwanitalebihrendah.Sikappatrilinealditinjaukembalidenganmempertimb
angkanberbagaiaspekterutamaaspekkeadilan,
dantidakmenutupkemungkinanakanadanya

rasa

iridankeinginanuntukmemberontakdariparasalahsatupihak

yang

bersangkutanterutamaahliwarisdaripihakperempuan.Dalampembagianhartawarisdari
orang

tuaakanmendapathartawarisandarimertuanyaatau

orang

Jikatidakterdapatanaklaki-lakisebagaipewarismakahartawarisananak
tangansaudaraayahnya.Saudaraayahnya

tuasuaminya.
jatuh

di
yang

menerimahartawarisantersebutberkewajibanmenafkahianakperempuanpewarissampai
diaberkeluarga (RudianSiaban, 2013).

43
Universitas Sumatera Utara