Analisis Pelaksanaan Program Promotif dan Preventif di Puskesmas Dalu Sepuluh Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2016
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Puskesmas
2.1.1 Definisi Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu jenis fasilitas kesehatan
masyarakat tingkat pertama yang memiliki peranan penting dalam sistem
kesehatan nasional
khususnya subsistem upaya kesehatan, guna untuk
meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan kualitas pelayanan dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta menyukseskan program jaminan
sosial nasional. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas
adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes No 75,
2014).
2.1.2 Tujuan Puskesmas
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat yang:
a. memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat;
b. mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu
c. hidup dalam lingkungan sehat; dan
10
Universitas Sumatera Utara
11
d. memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat. (Permenkes No. 75,2014)
2.1.3 Fungsi dan Wewenang Puskesmas
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka
mendukung terwujudnya kecamatan sehat.
Untuk melaksanakan tugas tersebut, Puskesmas menyelenggarakan fungsi:
a. penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama di
wilayah kerjanya; dan
b. penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama
di wilayah kerjanya.
Upaya
Kesehatan
Masyarakat
yang
selanjutnya
disingkat
UKM
adalahsetiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran
keluarga, kelompok, dan masyarakat. Sedangkan, Upaya Kesehatan Perseorangan
yang selanjutnya disingkat UKP adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan,
penyembuhan
penyakit,
pengurangan
penderitaan
akibat
penyakit
dan
memulihkan kesehatan perseorangan.
Untuk
melaksanakan
fungsi
penyelenggaraan
UKM,
Puskesmas
berwenang untuk:
a. melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan
masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;
Universitas Sumatera Utara
12
b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;
c. melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan
masyarakat dalam bidang kesehatan;
d. menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang
bekerjasama dengan sektor lain terkait;
e. melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat;
f. melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas;
g. memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;
h. melaksanakan pencacatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu,
dan cakupan Pelayanan Kesehatan, dan
i. memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk
dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respons penanggulangan
penyakit.
Dalam
melaksanakan
fungsi
penyelenggaraan
UKP,
Puskesmas
berwenang untuk:
a. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif,
berkesinambungan, dan bermutu;
b. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya
promotif dan preventif;
c. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi kepada
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat;
Universitas Sumatera Utara
13
d. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan
keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung;
e. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif
dan kerja sama inter dan antar profesi;
f. melaksanakan rekam medis;
g. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan
akses Pelayanan Kesehatan;
h. melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan;
i. mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan
j. melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan
Sistem Rujukan.
Selain menyelenggarakan kedua fungsi diatas, Puskesmas dapat berfungsi
sebagai wahana pendidikan Tenaga Kesehatan (Permenkes No. 75,2014)
2.1.4 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas
Menurut Permenkes No. 75 Tahun 2014, prinsip penyelenggaraan
Puskesmas meliputi:
a. paradigma sehat;
b. pertanggungjawaban wilayah;
c. kemandirian masyarakat;
d. pemerataan;
e. teknologi tepat guna; dan
f. keterpaduan dan kesinambungan.
Universitas Sumatera Utara
14
Prinsip
paradigma
pemangkukepentingan
sehat
untuk
artinya,
berkomitmen
Puskesmas
dalam
mendorong
upaya
seluruh
mencegah
dan
mengurangi risiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
Prinsip
pertanggungjawaban
wilayah
artinya,
Puskesmas
menggerakkan dan bertanggungjawab terhadap pembangunan kesehatan di
wilayah kerjanya. Prinsip kemandirian masyarakat artinya, Puskesmas mendorong
kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Prinsip pemerataan artinya, Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan
yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya
secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya, dan
kepercayaan. Prinsip teknologi tepat guna artinya, Puskesmas menyelenggarakan
Pelayanan Kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai
dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk
bagi lingkungan. Sedangkan prinsip yang terakhir yaitu prinsip keterpaduan dan
kesinambungan artinya, Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan
penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta
melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung dengan manajemen Puskesmas.
2.1.5 Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Sumber daya manusia Puskesmas
terdiri atas tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
15
Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan dihitung
berdasarkan analisis beban kerja, dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan
yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya, karakteristik wilayah
kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama lainnya di wilayah kerja, dan pembagian waktu kerja.
Jenis tenaga kesehatan sebagaimana paling sedikit terdiri atas :
a. dokter atau dokter layanan primer;
b. dokter gigi;
c. perawat;
d. bidan;
e. tenaga kesehatan masyarakat;
f. tenaga kesehatan lingkungan;
g. ahli teknologi laboratorium medik;
h. tenaga gizi;
i. dan tenaga kefarmasian.
Tenaga kesehatan di Puskesmas harus bekerja sesuai dengan standar
profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional, etika profesi,
menghormati hak pasien, serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan
pasien dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan dirinya dalam bekerja.
Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di puskesmas harus memiliki surat izin
praktik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Tenaga non kesehatan
harus dapat mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi keuangan, sistem
informasi, dan kegiatan operasional lain di Puskesmas.
Universitas Sumatera Utara
16
2.2 Upaya Penyelenggaraan Kesehatan
Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat
pertama dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama. Upaya kesehatan
dilaksanakan secara terintegrasi dan berkesinambungan. Upaya kesehatan
masyarakat tingkat pertama sebagaimana dimaksud meliputi upaya kesehatan
masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan (Kemenkes,
2014).
Upaya kesehatan masyarakat esensial meliputi :
a. pelayanan promosi kesehatan;
b. pelayanan kesehatan lingkungan;
c. pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana;
d. Pelayanan gizi; dan
e. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.
Upaya kesehatan masyarakat esensial harus diselenggarakan oleh setiap
puskesmas
untuk
mendukung
pencapaian
standar
pelayanan
minimal
kabupaten/kota bidang kesehatan. Upaya kesehatan masyarakat pengembangan
yang dimaksud merupakan upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya
memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan/atau bersifat ekstensifikasi dan
intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan,
kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia di masingmasing Puskesmas (Kemenkes, 2014).
Universitas Sumatera Utara
17
2.3 Pelayanan Promotif dan Preventif
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang
dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh
pemerintah dan/atau masyarakat. Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih
mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.Pelayanan kesehatan
preventif
adalah
suatu
kegiatan
pencegahan
terhadap
suatu
masalah
kesehatan/penyakit (UU No. 36 Tahun 2009).
Promosi Kesehatan adalah program kesehatan yang dirancang untuk
membawa perubahan (perbaikan), baik didalam masyarakat sendiri, maupun
didalam organisasi dan lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya, politik).
Promosi kesehatan tidak hanya mengaitkan diri pada peningkatan pengetahuan,
sikap dan praktik kesehatan saja, tetapi juga meningkatkan atau memperbaiki
lingkungan, dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat
(Notoatmodjo, 2007).
Promosi kesehatan oleh Puskesmas adalah upaya Puskesmas untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat mandiri dalam mempercepat
kesembuhan dan rehabilitasinya, individu sehat, keluarga dan masyarakat dapat
mandiri dalam meningkatkan kesehatan, mencegah masalah-masalah kesehatan
dan
mengembangkan
upaya
kesehatan
bersumberdaya
masyarakat
Universitas Sumatera Utara
18
melaluipembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama sesuai sosial budaya serta
didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Kemenkes RI, 2011).
Promosi Kesehatan di Puskesmas adalah upaya puskesmas untuk
meningkatkan kemampuan pasien, agar dapat mandiri dalam mempercepat
kesembuhan dan rehabilitasinya, dalam meningkatkan kesehatan, mencegah
masalah kesehatan dan mengembangkan upaya kesehatan bersumberdaya
masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama mereka, serta
didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Hartono, 2010).
Menurut Hartono (2010) banyak sekali tersedia peluang untuk
melaksanakan promosi kesehatan oleh puskesmas. Secara umum peluang itu dapat
dikategorikan sebagai berikut :
1. Di Dalam Gedung
Di dalam gedung puskesmas, promosi kesehatan dilaksanakan seiring
dengan pelayanan yang diselenggarakan puskesmas. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa di dalam gedung terdapat peluang-peluang :
a. Promosi kesehatan di tempat pendaftaran, yaitu di tempat pasien/klien
harus melapor/mendaftar sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan.
b. Promosi kesehatan dalam pelayanan medis di poliklinik, di pelayanan
KIA & KB, dan di ruang perawatan (untuk puskesmas dengan tempat
perawatan).
c. Promosi Kesehatan dalam pelayanan penunjang medis, yaitu di kamar
obat/apotik dan di laboratorium.
Universitas Sumatera Utara
19
d. Promosi kesehatan dalam pelayanan klinik-klinik khusus seperti klinik
sanitasi.
e. Promosi kesehatan di tempat pembayaran rawat, yaitu di ruang di mana
pasien rawat inap harus menyelesaikan pembayaran biaya rawat inap,
sebelum meninggalkan puskesmas (untuk puskesmas dengan tempat
perawatan).
f. Promosi kesehatan di lingkungan puskesmas, yaitu di tempat parkir,
halaman, dinding, kantin/kios, tempat ibadah, dan pagar halaman
puskesmas.
2. Di Masyarakat (di luar gedung)
Banyak tatanan di mana puskesmas dapat melakukan promosi kesehatan di
masyarakat, yakni :
a. Tatanan rumah tangga, yaitu di pemukiman penduduk misalnya di
kompleks-kompleks perumahan, Dasa Wisma, Rukun Tetangga/Rukun
Warga dan lain-lain.
b. Tatanan sarana pendidikan, yaitu di sekolah-sekolah, madrasah, pondok
pesantren, kursus-kursus, perguruan tinggi dan lain-lain.
c. Tatanan tempat kerja, yaitu di pabrik-pabrik, kantor-kantor, koperasikoperasi, himpunan petani, pelelangan ikan, komplek pertokoan dan lainlain.
d. Tatanan tempat umum, yaitu di terminal, stasiun, dermaga/pelabuhan,
pasar, restauran, penginapan dan ;ain-lain (Hartono, 2010).
Universitas Sumatera Utara
20
2.3.1 Sasaran Promosi Kesehatan
Dalam pelaksanaan promosi kesehatan terdapat tiga (3) jenis sasaran, yaitu :
1. Sasaran Primer
Sasaran Primer (utama) upaya promosi kesehatan yaitu pasien, individu sehat, dan
keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari masyarakat.
2. Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka informal
(pemuka adat, pemuka agama, dll) maupun pemuka formal (petugas kesehatan,
pejabat pemerintahan, dll), organisasi kemasyarakatan dan media massa.
3. Sasaran Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang-bidang lain yang berkaitan
serta mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber daya.
2.3.2 Strategi Promosi Kesehatan
Strategi promosi kesehatan terdiri dari tiga (3) yaitu : Pemberdayaan yang
didukung oleh bina suasana, advokasi serta dilandasi oleh semangat dan
kemitraan.
1. Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan pendampingan dalam mencegah
dan menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu individu, keluarga atau
kelompok-kelompok masyarakat menjalani tahap-tahap tahu, mau dan mampu
mempraktikan PHBS.
Universitas Sumatera Utara
21
2. Bina suasana
Bina Suasana adalah pembentukan suasana lingkungan sosial yang
kondusif dan mendorong dipraktikkannya PHBS serta penciptaan panutanpanutan dalam mengadopsi PHBS dan melestarikannya.
3. Advokasi
Advokasi adalah pendekatan dan motivaasi terhadap pihak-pihak tertentu
yang diperhitungkan dapat mendukung keberhasilan pembinaan PHBS baik dari
segi materi maupun non materi.
2.3.3 Indikator Keberhasilan Promosi Kesehatan di Puskesmas
Agar pemantauan dan evaluasi dapat dilakukan secara paripurna, maka
indikator keberhasilan ini mencakup indikator masukan ( input), indikator proses,
indikator keluaran (output), dan indikator dampak (outcome).
a. Indikator Masukan
Masukan perlu yang diperhatikan adalah yang berupa komitmen, sumberdaya
manusia, sarana/peralatan dan dana. Oleh karena itu, indikator masukan ini dapat
mencakup :
1. Ada/tidaknya komitmen kepala Puskesmas yang tercermin dalam Rencana
Umum Pengembangan Promosi Kesehatan Puskesmas.
2. Ada/tidaknya komitmen seluruh jajaran yang tercermin dalam Rencana
Operasional Promosi Kesehatan Puskesmas.
3. Ada/tidaknya petugas promosi kesehatan Puskesmas sesuai dengan standar
tenaga promosi kesehatan Puskesmas.
Universitas Sumatera Utara
22
4. Ada/tidaknya petugas promosi kesehatan dan petugas-petugas kesehatan
lainnya yang sudah dilatih.
5. Ada/tidaknya sarana dan peralatan promosi kesehatan Puskesmas sesuai
dengan standar sarana/peralatan promosi kesehatan Puskesmas.
6. Ada/tidaknya dana di Puskesmas yang mencukupi untuk penyelenggaraan
promosi kesehatan di Puskesmas.
b. Indikator Proses
Proses yang dipantau adalah proses pelaksanaan promosi kesehatan
puskesmas yang meliputi promosi kesehatan di dalam gedung dan promosi
kesehatan di masyarakat. Indikator yang digunakan disini meliputi :
1. Pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan di dalam gedung (setiap tenaga
kesehatan melakukan promosi atau diselenggarakan klinik khusus,
pemasangan poster, dll), yaitu sudah atau belum, dan atau frekuensinya.
2. Kondisi media komunikasi yang digunakan (poster, spanduk, dll), yaitu masih
bagus atau sudah rusak.
3. Pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan di masyarakat (kunjungan rumah dan
pengorganisasian masyarakat), yaitu sudah atau belum.
c. Indikator Keluaran
Keluaran yang dipantau adalah keluaran dari kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan, baik secara umum maupun secara khusus. Oleh karena itu, indikator
yang digunakan disini adalah berupa cakupan dari kegiatan, misalnya:
1. Apakah semua petugas kesehatan Puskesmas telah melaksanakan promosi
kesehatan ( yaitu pemberdayaan/konseling).
Universitas Sumatera Utara
23
2. Berapa banyak pasien/klien yang sudah dilayani oleh berbagai kegiatan
promosi kesehatan dalam gedung (denah puskesmas, alur
pelayanan,konseling, dll).
3. Berapa banyak keluarga yang telah mendapat kunjungan rumah oleh
Puskesmas.
4. Berapa banyak kelompok masyarakat yang sudah digarap Puskesmas
dengan pengorganisasian masyarakat.
d. Indikator Dampak
Indikator dampak mengacu pada tujuan dilaksanakannya promosi
kesehatan Puskesmas, yaitu terciptanya PHBS di masyarakat. Oleh sebab itu,
kondisi ini sebaiknya dinilai setelah promosi kesehatan Puskesmas berjalan
beberapa lama, yaitu melalui upaya evaluasi. Tatanan yang dianggap mewakili
untuk di evaluasi adalah tatanan rumah tangga. Jadi indikator dampaknya adalah
berupa : persentase keluarga atau rumah tangga yang telah memperaktekkan
PHBS. PHBS itu sendiri merupakan komposit dari sejumlah indikator perilaku.
PHBS terdiri dari beratus-ratus tindakan atau perilaku. Karena keterbatasan
sumber daya untuk mengevaluasi, maka perlu ditetapkan beberapa perilaku yang
sangat sensitif untuk indikator yang akan dikompositkan.
2.3.4
Tingkat-Tingkat Pencegahan Penyakit
Menurut Leavel and Clark dalam Syarifudin ada 5 (lima) tingkat
pencegahan penyakit yaitu sebagai berikut :
a. Peningkatan kesehatan (Health Promotion)
Universitas Sumatera Utara
24
b. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu
(General and Spesific Protection)
c. Menegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat
(Early Diagnosis ang Prompt Treatment)
d. Pembatasan kecacatan (Disability Limitation)
e. Penyembuhan kesehatan (Rehabilitation)
Upaya preventif adalah sebuah usaha yang dilakukan individu dalam
mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Preventif secara etimologi
berasal dari bahasa latin, prevenire yang artinya datang sebelum atau antisipasi
atau mencegah untuk tidak terjadi sesuatu. Dalam pengertian yang sangat luas,
prevensi diartikan sebagai upaya secara sengaja yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya gangguan, kerusakan, atau kerugian bagi seseorang atau masyarakat
(Effendi, 2009).
Upaya preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan
gangguan kesehatan terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat,
melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Imunisasi massal terhadap anak bayi dan balita serta ibu hamil.
2. Pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui posyandu, puskesmas,
maupun kunjungan rumah.
3. Pemberian vitamin A, yodium melalui posyandu, puskesmas ataupun
rumah.
4. Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas, dan menyusui (Effendi,
2009).
Universitas Sumatera Utara
25
Hal tersebut di atas dijabarkan dalam upaya-upaya pencegahan sebagai
berikut :
1. Upaya Pencegahan Primer
a. Upaya peningkatan kesehatan
Yaitu upaya pencegahan yang umumnya bertujuan meningkatkan
taraf kesehatan individu/keluarga/kelompok/masyarakat, misalnya:
1) Perbaikan gizi, penyusunan pola gizi memadai, pengawasan
pertumbuhan anak balita dan usia remaja.
2) Perbaikan perumahan yang memenuhi syarat kesehatan.
3) Kesempatan memperoleh hiburan sehat yang memungkinkan
pengembangan kesehatan mental dan sosial.
4) Pendidikan kependudukan, nasihat perkawinan, pendidikan
seks, dan sebagainya.
5) Pengendalian faktor lingkungan yang dapat memengaruhi
kesehatan.
b. Perlindungan umum dan khusus
Perlindungan khusus terhadap kesehatan. Golongan masyarakat
tertentu serta keadaan tertentu yang secara langsung atau tidak
langsung dapat memengaruhi kesehatan. Upaya-upaya yang
termasuk perlindungan umum dan khusus antara lain :
1) Peningkatan higiene perorangan dan perlindungan terhadap
lingkungan yang tidak menguntungkan.
Universitas Sumatera Utara
26
2) Perlindungan tenaga kerja terhadap setiap kemungkinan
timbulnya penyakit akibat kerja.
3) Perlindungan terhadap bahan-bahan beracun, korosif, alergen
dan sebagainya.
4) Perlindungan terhadap sumber-sumber pencernaan.
2. Upaya Pencegahan Sekunder
Pada pencegahan sekunder termasuk upaya yang berdifat diagnosis
dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment)
meliputi mencari kasus sedini mungkin :
a. Melakukan general check up rutin pada setiap individu.
b. Melakukan berbagai survei (survei sekolah, rumah tangga) dalam
rangka pemberantasan penyakit menular.
c. Pengawasan obat-obatan, termasuk obat terlarang yang
diperdagangkan bebas, golongan narkotika, psikofarmaka dan
obat-obatan bius lainnya.
3. Upaya Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier berupa pencegahan terjadinya komplikasi penyakit
yang lebih parah. Bertujuan menurunkan angka kejadian cacat fisik
maupun mental, meliputi upaya-upaya sebagai berikut :
a. Penyempurnaan cara pengobatan serta perawatan lanjut.
b. Rehabilitasi sempurna setelah penyembuhan penyakit (rehabilitasi
fisik dan mental).
Universitas Sumatera Utara
27
c. Mengusahakan pengurangan beban sosial penderita, sehingga
mencegah kemungkinan terputusnya kelanjutan pengobatan serta
kelanjutan rehabilitasi dan sebagainya (Syafrudin, 2009).
2.4 Teori Implementasi Kebijakan
Implementasi atau pelaksanaan merupakan kegiatan yang penting dari
keseluruhan proses perencanaan program/kebijakan. Implementasi sesungguhnya
bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusankeputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran
birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan,
dan apa yang dapat diperoleh dari suatu program/kebijakan. Pembuatan suatu
kebijakan haruslah sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat agar
kebijakan tersebut tepat pada sasaran dan pencapaian tujuan yang maksimal sesuai
dengan yang tertera pada dasar hukumnya (Mulyono, 2009).
Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh
pembuat kebijakan bukanlah jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil
dalam implementasinya. Ada banyak hal yang dapat memengaruhi keberhasilan
implementasi kebijakan baik yang bersifat individual maupun kelompok atatu
institusi. Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya pembuat
kebijakan untuk memengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar bersedia
memberikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran. Berdasarkan
pengertian implementasi menurut George C. Edward III dalam Mulyono (2009)
mengemukakan beberapa hal yang dapat memengaruhi keberhasilan implementasi
kebijakan, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
28
1. Communication
2. Resources
3. Dispositions
4. Bureacratic Structure
Model implementasi menurut Edward III di atas jelas bahwa terdapat 4
(empat) faktor yang masing-masing faktor tersebut saling berhubungan satu sama
lainnya, kemudian secara bersama-sama memengaruhi terhadap implementasi
yang sedang dijalankan.
Keempat faktor di atas harus dilaksanakan secara simultan karena antara
satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang erat. Tujuan dari hal tersebut
adalah
meningkatkan
pemahaman
tentang
implementasi
kebijakan.
Penyederhanaan pengertian dengan cara mem breakdown(diturunkan) melalui
eksplanasi implementasi ke dalam komponen prinsip. Implementasi kebijakan
adalah suatu proses dinamik yang mana meliputi interaksi banyak faktor. Sub
kategori dari faktor-faktor mendasar ditampilkan sehingga dapat diketahui
pengaruhnya terhadap implementasi.
a. Komunikasi
Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuantujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam
pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan
demikian perlu dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana.
Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu
dikomunikasikan sehingga implementors mengetahui secara tepat ukuran maupun
Universitas Sumatera Utara
29
tujuan kebijakan itu. Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang
amat kompleks dan rumit. Di samping itu sumber informasi yang berbeda juga
akan melahirkan interpretasi yang berbeda pula (Mulyono, 2009).
b. Sumberdaya
Komponen sumberdaya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para
pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan
kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program,
adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat diarahkan kepada
sebagaimana yang diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang
dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana
prasarana.
Sumberdaya manusia yang tidak memadai (jumlah dan kemampuan)
berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka
tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik. Informasi merupakan sumberdaya
penting bagi pelaksanaan kebijakan. Implementasi kebijakan membutuhkan
kepatuhan organisasi dan individu terhadap peraturan pemerintah yang ada.
Sumberdaya lain yang juga penting adalah kewenangan untuk menentukan
bagaimana program dilakukan, kewenangan untuk membelanjakan/mengatur
keuangan, baik penyediaan uang, pengadaan staf, maupun pengadaan supervisor.
Fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan/program harus terpenuhi
seperti kantor, peralatan, serta dana yang mencukupi. Tanpa fasilitas ini mustahil
program dapat berjalan (Mulyono, 2009).
Universitas Sumatera Utara
30
c. Disposisi atau Sikap
Salah satu faktor yang memengaruhi efektivitas implementasi kebijakan
adalah sikap implementor. Ada tiga bentuk sikap/ respon implementor terhadap
kebijakan : kesadaran pelaksana, petunjuk/arahan pelaksana untuk merespon
program kearah penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon tersebut.
Para pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran program namun
seringkali mengalami kegagalan dalam melaksanakan program secara tepat karena
mereka menolak tujuan yang ada di dalamnya sehingga secara sembunyi
mengalihkan dan menghindari implementasi program. Disamping itu dukungan
para pejabat pelaksana sangat dibutuhkan dalam mencapai sasaran program.
Dukungan dari pimpinan sangat memengaruhi pelaksanaan program dapat
mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Wujud dari dukungan pimpinan ini
adalah menempatkan kebijakan menjadi prioritas program, penempatan pelaksana
dengan orang-orang yang mendukung program, memperhatikan keseimbangan
daerah, agama, suku, jenis kelamin dan karakteristik demografi yang lain.
Disamping itu penyediaan dana yang cukup guna memberikan insentif bagi para
pelaksana program agar mereka mendukung dan bekerja secara total dalam
melaksanakan kebijakan/program (Mulyono, 2009).
d. Struktur Birokrasi
Membahas badan pelaksana suatu kebijakan tidak dapat dilepaskan dari
struktur birokrasi. Struktur birokrasi adalah karakteristik, norma-norma, dan polapola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang
mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka
Universitas Sumatera Utara
31
miliki dalam menjalankan kebijakan. Beberapa unsur yang mungkin berpengaruh
terhadap suatu organisasi dalam implementasi kebijakan (Van Horn dan Van
Meter), yaitu :
1. kompetensi dan ukuran staf suatu badan;
2. tingkat pengawasan hirarkis terhadap keputusan-keputusan sub-unit
dan proses-proses dalam badan pelaksana;
3. sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan di antara
anggota legislatif dan eksekutif);
4. vitalitas suatu organisasi;
5. tingkat komunikasi “terbuka”, yaitu jaringan kerja komunikasi
horizontal maupun vertikal secara bebas serta tingkat kebebasan yang
secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu-individu di luar
organisasi;
6. kaitan formal dan informal suatu badan dengan badan pembuat
keputusan atau pelaksana keputusan.
Bila sumberdaya cukup untuk melaksanakan suatu kebijakan dan para
implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, implementasi masih gagal
apabila struktur birokrasi yang ada menghalangi koordinasi yang diperlukan
dalam melaksanakan kebijakan. Kebijakan yang kompleks membutuhkan
kerjasama banyak orang, serta pemborosan sumberdaya akan memengaruhi hasil
implementasi. Perubahan yang dilakukan tentunya akan memengaruhi individu
dan secara umum akan memengaruhi sistem dalam birokrasi (Mulyono, 2009).
Universitas Sumatera Utara
32
2.5 Pendekatan Sistem
Suatu sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai
elemen yang berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan sadar
dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dibentuknya suatu
sistem pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan.
Pembentukan suatu sistem memerlukan berbagai unsur atau elemen sedemikian
rupa sehingga secara keseluruhan membentuk suatu kesatuan dan secara bersamasama berfungsi untuk mencapai suatu tujuan. Apabila prinsip pokok atau cara
kerja sistem ini diterapkan pada waktu menyelenggarakan pekerjaan administrasi,
maka prinsip pokok atau cara kerja ini dikenal dengan nama pendekatan sistem
(system approach) (Azwar, 1996).
Pendekatan sistem telah dikembangkan sejak awal 1960an. Pendekatan
sistem dalam manajemen dikembangkan untuk membantu manajer mampuberpikir
secara holistik dan komprehensif dalam mengantisipasi perubahan lingkungan
yang terjadi dengan sangat cepat dan sulit diperkirakan. Perubahan lingkungan
manajemen muncul akibat pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi
(Muninjaya, 2011).
Menurut Azwar (1996) prinsip pokok pendekatan sistem dalam
manajemen memiliki dua tujuan, yaitu
a) Membentuk sesuatu, sebagai hasil dari pekerjaan manajemen.
b) Menguraikan sesuatu yang telah ada dalam manajemen, biasanya dikaitkan
dengan kehendak untuk mencari jalan keluar yang tepat.
Secara sederhana, komponen sebuah sistem terdiri dari masukan (input),
Universitas Sumatera Utara
33
proses (process), keluaran (output), umpan balik (feed back), dampak (impact)
dan lingkungan (environment). Komponen sistem tersebut berhubungan satu sama
lain serta saling mempengaruhi.
a. Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam
sistem dan diperlukan agar dapat berfungsinya suatu sistem.
b. Proses (process) merupakan kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam
sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang
direncanakan.
c. Keluaran (ouput) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari
berlangsungnya proses dalam sistem.
d. Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan
keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut.
e. Dampak (impact) merupakan akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu
sistem.
f. Lingkungan (environment) merupakan dunia di luar sistem yang tidak dikelola
oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem
Hubungan elemen-elemen dalam sistem dapat digambarkan sebagai
berikut:
LINGKUNGAN
MASUKAN
PROSES
KELUARAN
DAMPAK
UMPAN BALIK
Gambar 2.1 Hubungan Unsur-unsur Suatu Sistem (Azwar, 1996)
Universitas Sumatera Utara
34
Dalam program kesehatan, komponen sebuah sistem terdiri dari
masukan(input), proses (process), keluaran (output), effect danout-come/impact
(Muninjaya, 2011).
a. Masukan (input) dalam program kesehatan terdiri dari 6 M yaitu : Man (staf),
Money (dana untuk kegiatan program), Material (peralatan yang dibutuhkan,
termasuk logistik), Method (ketrampilan, prosedur kerja, peraturan,
kebijaksanaan, dsb), Minute (jangka waktu pelaksanaan kegiatan program),
Market (sasaran masyarakat yang akan diberikan pelayanan program serta
persepsinya).
b. Proses (process) terdiri dari Perencanaan, Pengorganisasian, Penggerakan dan
Pelaksanaan program, pengawasan dan pengendalian untuk kelancaran
kegiatan dari program kesehatan.
c. Keluaran (output) dapat berupa cakupan kegiatan program.
d. Effect yaitu perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang
diukur dengan peran serta masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan
kesehatan yang tersedia.
e. Outcome(impact) merupakan dampak program yang diukur dengan
peningkatan status kesehatan masyarakat yaitu : tingkat dan jenis morbiditas
(kejadian sakit), mortalitas (tingkat kematian spesifik berdasarkan sebab
penyakit tertentu, serta indikator yang paling peka untuk menentukan status
kesehatan di suatu wilayah (IMR dan MMR).
Beberapa keuntungan menerapkan pendekatan sistem dalam manajemen
adalah sebagai berikut :(Azwar, 1996)
Universitas Sumatera Utara
35
a) Jenis dan jumlah masukan dapat diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan,
dengan demikian pemborosan sumber, tata cara, dan kesanggupan yang
sifatnya selalu terbatas, akan dapat dihindari.
b) Proses yang dilaksanakan dapat diarahkan untuk mencapai keluaran, sehingga
dapat dihindari pelaksanaan kegiatan yang tidak diperlukan.
c) Keluaran yang dihasilkan dapat lebih optimal serta dapat diukur secara lebih
tepat dan objektif.
d) Umpan balik dapat diperoleh pada setiap tahap pelaksanaan program.
2.6 Kerangka Pikir
Kerangka berfikir ini bertujuan untuk melihat bagaimana pelaksanaan
pelayanan promotif dan preventif dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
melalui indikator masukan (input), proses (process), dan luaran (output). Oleh
karena itu, kerangka berfikir disusun sebagai berikut:
Masukan :
1. Kebijakan
2. Tenaga
Kesehatan
3. Pendanaan
4. Sarana,
Prasarana,
dan Peralatan
Keluaran :
Proses :
Pelaksanaan Upaya
Pelayanan
Kesehat
Pr
an
o
Masyar
m
akat
ot
Gambar 2.2 Fokus Penelitian
Berdasarkan gambar di atas, dapat dirumuskan definisi kerangka Pikir
sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
36
1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) agar dapat berjalan dengan baik, meliputi:
Kebijakan; Tenaga Kesehatan; Pendanaan; serta Sarana, Prasarana dan Peralatan.
a. Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar
dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan
cara bertindak. Dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan
kelompok sektor swasta, serta individu.
b. Tenaga kesehatan adalah tenaga kesehatan yang memiliki latar belakang
pendidikan di bidang kesehatan, seperti dokter, dokter gigi, sarjana
kesehatan masyarakat, perawat, dan bidan yang dapat melaksanakan
pelayanan promotif dan preventif melalui Upaya Kesehatan Masyarakat
(UKM)
c. Pendanaan adalah adanya materi dalam bentuk uang yang digunakan
untuk pelaksanaan pelayanan promotif dan preventif.
d. Sarana, Prasarana dan Peralatan termasuk didalamnya yaitu: ruangan
atau tempat untuk melaksanakan UKM , media dan peralatan pendukung
terlaksananya layanan promotif dan preventif.
2. Proses (Process) adalah kegiatan-kegiatan layanan promotif dan preventif
melalui pelaksanaan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) di dalam dan di luar
gedung puskesmas.
Upaya Kesehatan Masyarakat di dalam gedung adalah kegiatan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas untuk meningkatkan kesehatan,
Universitas Sumatera Utara
37
memelihara kesehatan, mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah
kesehatan yang ada di masyarakat, yang dilakukan di kawasan puskesmas seperti
di ruang perawatan, ruang tunggu pasien, tempat pendaftaran, ruang farmasi,
ruang sanitasi, ruang KIA dan KB, laboratorium, dan parkiran.
Upaya Kesehatan Masyarakat di luar gedung adalah kegiatan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas untuk meningkatkan kesehatan,
memelihara kesehatan, mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah
kesehatan yang ada di masyarakat, yang dilakukan di luar gedung puskesmas
seperti di balai desa, lapangan desa, sekolah, tempat-tempat ibadah, dll.
3. Keluaran (output) adalah hasil dari suatu pelaksanaan pelayanan promotif dan
preventif. Diharapkan adanya peningkatan pelayanan promotif dan preventif
melalui pelaksanaan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) di fasilitas kesehatan
tingkat pertama yakni, puskesmas.
a. Pelayanan promotif adalah upaya yang dilakukan puskesmas untuk
meningkatkan kemampuan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat untuk
mencegah penyakit, mempercepat penyembuhan, dan mengatasi masalah
kesehatan di masyarakat melalui berbagai kegiatan promosi bidang kesehatan.
b. Pelayanan preventif adalah upaya yang dilakukan puskesmas untuk mencegah
terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan terhadap individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Puskesmas
2.1.1 Definisi Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu jenis fasilitas kesehatan
masyarakat tingkat pertama yang memiliki peranan penting dalam sistem
kesehatan nasional
khususnya subsistem upaya kesehatan, guna untuk
meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan kualitas pelayanan dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta menyukseskan program jaminan
sosial nasional. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas
adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes No 75,
2014).
2.1.2 Tujuan Puskesmas
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat yang:
a. memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat;
b. mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu
c. hidup dalam lingkungan sehat; dan
10
Universitas Sumatera Utara
11
d. memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat. (Permenkes No. 75,2014)
2.1.3 Fungsi dan Wewenang Puskesmas
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka
mendukung terwujudnya kecamatan sehat.
Untuk melaksanakan tugas tersebut, Puskesmas menyelenggarakan fungsi:
a. penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama di
wilayah kerjanya; dan
b. penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama
di wilayah kerjanya.
Upaya
Kesehatan
Masyarakat
yang
selanjutnya
disingkat
UKM
adalahsetiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran
keluarga, kelompok, dan masyarakat. Sedangkan, Upaya Kesehatan Perseorangan
yang selanjutnya disingkat UKP adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan,
penyembuhan
penyakit,
pengurangan
penderitaan
akibat
penyakit
dan
memulihkan kesehatan perseorangan.
Untuk
melaksanakan
fungsi
penyelenggaraan
UKM,
Puskesmas
berwenang untuk:
a. melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan
masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;
Universitas Sumatera Utara
12
b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;
c. melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan
masyarakat dalam bidang kesehatan;
d. menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang
bekerjasama dengan sektor lain terkait;
e. melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat;
f. melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas;
g. memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;
h. melaksanakan pencacatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu,
dan cakupan Pelayanan Kesehatan, dan
i. memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk
dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respons penanggulangan
penyakit.
Dalam
melaksanakan
fungsi
penyelenggaraan
UKP,
Puskesmas
berwenang untuk:
a. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif,
berkesinambungan, dan bermutu;
b. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya
promotif dan preventif;
c. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi kepada
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat;
Universitas Sumatera Utara
13
d. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan
keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung;
e. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif
dan kerja sama inter dan antar profesi;
f. melaksanakan rekam medis;
g. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan
akses Pelayanan Kesehatan;
h. melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan;
i. mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan
j. melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan
Sistem Rujukan.
Selain menyelenggarakan kedua fungsi diatas, Puskesmas dapat berfungsi
sebagai wahana pendidikan Tenaga Kesehatan (Permenkes No. 75,2014)
2.1.4 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas
Menurut Permenkes No. 75 Tahun 2014, prinsip penyelenggaraan
Puskesmas meliputi:
a. paradigma sehat;
b. pertanggungjawaban wilayah;
c. kemandirian masyarakat;
d. pemerataan;
e. teknologi tepat guna; dan
f. keterpaduan dan kesinambungan.
Universitas Sumatera Utara
14
Prinsip
paradigma
pemangkukepentingan
sehat
untuk
artinya,
berkomitmen
Puskesmas
dalam
mendorong
upaya
seluruh
mencegah
dan
mengurangi risiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
Prinsip
pertanggungjawaban
wilayah
artinya,
Puskesmas
menggerakkan dan bertanggungjawab terhadap pembangunan kesehatan di
wilayah kerjanya. Prinsip kemandirian masyarakat artinya, Puskesmas mendorong
kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Prinsip pemerataan artinya, Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan
yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya
secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya, dan
kepercayaan. Prinsip teknologi tepat guna artinya, Puskesmas menyelenggarakan
Pelayanan Kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai
dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk
bagi lingkungan. Sedangkan prinsip yang terakhir yaitu prinsip keterpaduan dan
kesinambungan artinya, Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan
penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta
melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung dengan manajemen Puskesmas.
2.1.5 Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Sumber daya manusia Puskesmas
terdiri atas tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
15
Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan dihitung
berdasarkan analisis beban kerja, dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan
yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya, karakteristik wilayah
kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama lainnya di wilayah kerja, dan pembagian waktu kerja.
Jenis tenaga kesehatan sebagaimana paling sedikit terdiri atas :
a. dokter atau dokter layanan primer;
b. dokter gigi;
c. perawat;
d. bidan;
e. tenaga kesehatan masyarakat;
f. tenaga kesehatan lingkungan;
g. ahli teknologi laboratorium medik;
h. tenaga gizi;
i. dan tenaga kefarmasian.
Tenaga kesehatan di Puskesmas harus bekerja sesuai dengan standar
profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional, etika profesi,
menghormati hak pasien, serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan
pasien dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan dirinya dalam bekerja.
Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di puskesmas harus memiliki surat izin
praktik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Tenaga non kesehatan
harus dapat mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi keuangan, sistem
informasi, dan kegiatan operasional lain di Puskesmas.
Universitas Sumatera Utara
16
2.2 Upaya Penyelenggaraan Kesehatan
Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat
pertama dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama. Upaya kesehatan
dilaksanakan secara terintegrasi dan berkesinambungan. Upaya kesehatan
masyarakat tingkat pertama sebagaimana dimaksud meliputi upaya kesehatan
masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan (Kemenkes,
2014).
Upaya kesehatan masyarakat esensial meliputi :
a. pelayanan promosi kesehatan;
b. pelayanan kesehatan lingkungan;
c. pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana;
d. Pelayanan gizi; dan
e. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.
Upaya kesehatan masyarakat esensial harus diselenggarakan oleh setiap
puskesmas
untuk
mendukung
pencapaian
standar
pelayanan
minimal
kabupaten/kota bidang kesehatan. Upaya kesehatan masyarakat pengembangan
yang dimaksud merupakan upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya
memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan/atau bersifat ekstensifikasi dan
intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan,
kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia di masingmasing Puskesmas (Kemenkes, 2014).
Universitas Sumatera Utara
17
2.3 Pelayanan Promotif dan Preventif
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang
dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh
pemerintah dan/atau masyarakat. Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih
mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.Pelayanan kesehatan
preventif
adalah
suatu
kegiatan
pencegahan
terhadap
suatu
masalah
kesehatan/penyakit (UU No. 36 Tahun 2009).
Promosi Kesehatan adalah program kesehatan yang dirancang untuk
membawa perubahan (perbaikan), baik didalam masyarakat sendiri, maupun
didalam organisasi dan lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya, politik).
Promosi kesehatan tidak hanya mengaitkan diri pada peningkatan pengetahuan,
sikap dan praktik kesehatan saja, tetapi juga meningkatkan atau memperbaiki
lingkungan, dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat
(Notoatmodjo, 2007).
Promosi kesehatan oleh Puskesmas adalah upaya Puskesmas untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat mandiri dalam mempercepat
kesembuhan dan rehabilitasinya, individu sehat, keluarga dan masyarakat dapat
mandiri dalam meningkatkan kesehatan, mencegah masalah-masalah kesehatan
dan
mengembangkan
upaya
kesehatan
bersumberdaya
masyarakat
Universitas Sumatera Utara
18
melaluipembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama sesuai sosial budaya serta
didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Kemenkes RI, 2011).
Promosi Kesehatan di Puskesmas adalah upaya puskesmas untuk
meningkatkan kemampuan pasien, agar dapat mandiri dalam mempercepat
kesembuhan dan rehabilitasinya, dalam meningkatkan kesehatan, mencegah
masalah kesehatan dan mengembangkan upaya kesehatan bersumberdaya
masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama mereka, serta
didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Hartono, 2010).
Menurut Hartono (2010) banyak sekali tersedia peluang untuk
melaksanakan promosi kesehatan oleh puskesmas. Secara umum peluang itu dapat
dikategorikan sebagai berikut :
1. Di Dalam Gedung
Di dalam gedung puskesmas, promosi kesehatan dilaksanakan seiring
dengan pelayanan yang diselenggarakan puskesmas. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa di dalam gedung terdapat peluang-peluang :
a. Promosi kesehatan di tempat pendaftaran, yaitu di tempat pasien/klien
harus melapor/mendaftar sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan.
b. Promosi kesehatan dalam pelayanan medis di poliklinik, di pelayanan
KIA & KB, dan di ruang perawatan (untuk puskesmas dengan tempat
perawatan).
c. Promosi Kesehatan dalam pelayanan penunjang medis, yaitu di kamar
obat/apotik dan di laboratorium.
Universitas Sumatera Utara
19
d. Promosi kesehatan dalam pelayanan klinik-klinik khusus seperti klinik
sanitasi.
e. Promosi kesehatan di tempat pembayaran rawat, yaitu di ruang di mana
pasien rawat inap harus menyelesaikan pembayaran biaya rawat inap,
sebelum meninggalkan puskesmas (untuk puskesmas dengan tempat
perawatan).
f. Promosi kesehatan di lingkungan puskesmas, yaitu di tempat parkir,
halaman, dinding, kantin/kios, tempat ibadah, dan pagar halaman
puskesmas.
2. Di Masyarakat (di luar gedung)
Banyak tatanan di mana puskesmas dapat melakukan promosi kesehatan di
masyarakat, yakni :
a. Tatanan rumah tangga, yaitu di pemukiman penduduk misalnya di
kompleks-kompleks perumahan, Dasa Wisma, Rukun Tetangga/Rukun
Warga dan lain-lain.
b. Tatanan sarana pendidikan, yaitu di sekolah-sekolah, madrasah, pondok
pesantren, kursus-kursus, perguruan tinggi dan lain-lain.
c. Tatanan tempat kerja, yaitu di pabrik-pabrik, kantor-kantor, koperasikoperasi, himpunan petani, pelelangan ikan, komplek pertokoan dan lainlain.
d. Tatanan tempat umum, yaitu di terminal, stasiun, dermaga/pelabuhan,
pasar, restauran, penginapan dan ;ain-lain (Hartono, 2010).
Universitas Sumatera Utara
20
2.3.1 Sasaran Promosi Kesehatan
Dalam pelaksanaan promosi kesehatan terdapat tiga (3) jenis sasaran, yaitu :
1. Sasaran Primer
Sasaran Primer (utama) upaya promosi kesehatan yaitu pasien, individu sehat, dan
keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari masyarakat.
2. Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka informal
(pemuka adat, pemuka agama, dll) maupun pemuka formal (petugas kesehatan,
pejabat pemerintahan, dll), organisasi kemasyarakatan dan media massa.
3. Sasaran Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang-bidang lain yang berkaitan
serta mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber daya.
2.3.2 Strategi Promosi Kesehatan
Strategi promosi kesehatan terdiri dari tiga (3) yaitu : Pemberdayaan yang
didukung oleh bina suasana, advokasi serta dilandasi oleh semangat dan
kemitraan.
1. Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan pendampingan dalam mencegah
dan menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu individu, keluarga atau
kelompok-kelompok masyarakat menjalani tahap-tahap tahu, mau dan mampu
mempraktikan PHBS.
Universitas Sumatera Utara
21
2. Bina suasana
Bina Suasana adalah pembentukan suasana lingkungan sosial yang
kondusif dan mendorong dipraktikkannya PHBS serta penciptaan panutanpanutan dalam mengadopsi PHBS dan melestarikannya.
3. Advokasi
Advokasi adalah pendekatan dan motivaasi terhadap pihak-pihak tertentu
yang diperhitungkan dapat mendukung keberhasilan pembinaan PHBS baik dari
segi materi maupun non materi.
2.3.3 Indikator Keberhasilan Promosi Kesehatan di Puskesmas
Agar pemantauan dan evaluasi dapat dilakukan secara paripurna, maka
indikator keberhasilan ini mencakup indikator masukan ( input), indikator proses,
indikator keluaran (output), dan indikator dampak (outcome).
a. Indikator Masukan
Masukan perlu yang diperhatikan adalah yang berupa komitmen, sumberdaya
manusia, sarana/peralatan dan dana. Oleh karena itu, indikator masukan ini dapat
mencakup :
1. Ada/tidaknya komitmen kepala Puskesmas yang tercermin dalam Rencana
Umum Pengembangan Promosi Kesehatan Puskesmas.
2. Ada/tidaknya komitmen seluruh jajaran yang tercermin dalam Rencana
Operasional Promosi Kesehatan Puskesmas.
3. Ada/tidaknya petugas promosi kesehatan Puskesmas sesuai dengan standar
tenaga promosi kesehatan Puskesmas.
Universitas Sumatera Utara
22
4. Ada/tidaknya petugas promosi kesehatan dan petugas-petugas kesehatan
lainnya yang sudah dilatih.
5. Ada/tidaknya sarana dan peralatan promosi kesehatan Puskesmas sesuai
dengan standar sarana/peralatan promosi kesehatan Puskesmas.
6. Ada/tidaknya dana di Puskesmas yang mencukupi untuk penyelenggaraan
promosi kesehatan di Puskesmas.
b. Indikator Proses
Proses yang dipantau adalah proses pelaksanaan promosi kesehatan
puskesmas yang meliputi promosi kesehatan di dalam gedung dan promosi
kesehatan di masyarakat. Indikator yang digunakan disini meliputi :
1. Pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan di dalam gedung (setiap tenaga
kesehatan melakukan promosi atau diselenggarakan klinik khusus,
pemasangan poster, dll), yaitu sudah atau belum, dan atau frekuensinya.
2. Kondisi media komunikasi yang digunakan (poster, spanduk, dll), yaitu masih
bagus atau sudah rusak.
3. Pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan di masyarakat (kunjungan rumah dan
pengorganisasian masyarakat), yaitu sudah atau belum.
c. Indikator Keluaran
Keluaran yang dipantau adalah keluaran dari kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan, baik secara umum maupun secara khusus. Oleh karena itu, indikator
yang digunakan disini adalah berupa cakupan dari kegiatan, misalnya:
1. Apakah semua petugas kesehatan Puskesmas telah melaksanakan promosi
kesehatan ( yaitu pemberdayaan/konseling).
Universitas Sumatera Utara
23
2. Berapa banyak pasien/klien yang sudah dilayani oleh berbagai kegiatan
promosi kesehatan dalam gedung (denah puskesmas, alur
pelayanan,konseling, dll).
3. Berapa banyak keluarga yang telah mendapat kunjungan rumah oleh
Puskesmas.
4. Berapa banyak kelompok masyarakat yang sudah digarap Puskesmas
dengan pengorganisasian masyarakat.
d. Indikator Dampak
Indikator dampak mengacu pada tujuan dilaksanakannya promosi
kesehatan Puskesmas, yaitu terciptanya PHBS di masyarakat. Oleh sebab itu,
kondisi ini sebaiknya dinilai setelah promosi kesehatan Puskesmas berjalan
beberapa lama, yaitu melalui upaya evaluasi. Tatanan yang dianggap mewakili
untuk di evaluasi adalah tatanan rumah tangga. Jadi indikator dampaknya adalah
berupa : persentase keluarga atau rumah tangga yang telah memperaktekkan
PHBS. PHBS itu sendiri merupakan komposit dari sejumlah indikator perilaku.
PHBS terdiri dari beratus-ratus tindakan atau perilaku. Karena keterbatasan
sumber daya untuk mengevaluasi, maka perlu ditetapkan beberapa perilaku yang
sangat sensitif untuk indikator yang akan dikompositkan.
2.3.4
Tingkat-Tingkat Pencegahan Penyakit
Menurut Leavel and Clark dalam Syarifudin ada 5 (lima) tingkat
pencegahan penyakit yaitu sebagai berikut :
a. Peningkatan kesehatan (Health Promotion)
Universitas Sumatera Utara
24
b. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu
(General and Spesific Protection)
c. Menegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat
(Early Diagnosis ang Prompt Treatment)
d. Pembatasan kecacatan (Disability Limitation)
e. Penyembuhan kesehatan (Rehabilitation)
Upaya preventif adalah sebuah usaha yang dilakukan individu dalam
mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Preventif secara etimologi
berasal dari bahasa latin, prevenire yang artinya datang sebelum atau antisipasi
atau mencegah untuk tidak terjadi sesuatu. Dalam pengertian yang sangat luas,
prevensi diartikan sebagai upaya secara sengaja yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya gangguan, kerusakan, atau kerugian bagi seseorang atau masyarakat
(Effendi, 2009).
Upaya preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan
gangguan kesehatan terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat,
melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Imunisasi massal terhadap anak bayi dan balita serta ibu hamil.
2. Pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui posyandu, puskesmas,
maupun kunjungan rumah.
3. Pemberian vitamin A, yodium melalui posyandu, puskesmas ataupun
rumah.
4. Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas, dan menyusui (Effendi,
2009).
Universitas Sumatera Utara
25
Hal tersebut di atas dijabarkan dalam upaya-upaya pencegahan sebagai
berikut :
1. Upaya Pencegahan Primer
a. Upaya peningkatan kesehatan
Yaitu upaya pencegahan yang umumnya bertujuan meningkatkan
taraf kesehatan individu/keluarga/kelompok/masyarakat, misalnya:
1) Perbaikan gizi, penyusunan pola gizi memadai, pengawasan
pertumbuhan anak balita dan usia remaja.
2) Perbaikan perumahan yang memenuhi syarat kesehatan.
3) Kesempatan memperoleh hiburan sehat yang memungkinkan
pengembangan kesehatan mental dan sosial.
4) Pendidikan kependudukan, nasihat perkawinan, pendidikan
seks, dan sebagainya.
5) Pengendalian faktor lingkungan yang dapat memengaruhi
kesehatan.
b. Perlindungan umum dan khusus
Perlindungan khusus terhadap kesehatan. Golongan masyarakat
tertentu serta keadaan tertentu yang secara langsung atau tidak
langsung dapat memengaruhi kesehatan. Upaya-upaya yang
termasuk perlindungan umum dan khusus antara lain :
1) Peningkatan higiene perorangan dan perlindungan terhadap
lingkungan yang tidak menguntungkan.
Universitas Sumatera Utara
26
2) Perlindungan tenaga kerja terhadap setiap kemungkinan
timbulnya penyakit akibat kerja.
3) Perlindungan terhadap bahan-bahan beracun, korosif, alergen
dan sebagainya.
4) Perlindungan terhadap sumber-sumber pencernaan.
2. Upaya Pencegahan Sekunder
Pada pencegahan sekunder termasuk upaya yang berdifat diagnosis
dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment)
meliputi mencari kasus sedini mungkin :
a. Melakukan general check up rutin pada setiap individu.
b. Melakukan berbagai survei (survei sekolah, rumah tangga) dalam
rangka pemberantasan penyakit menular.
c. Pengawasan obat-obatan, termasuk obat terlarang yang
diperdagangkan bebas, golongan narkotika, psikofarmaka dan
obat-obatan bius lainnya.
3. Upaya Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier berupa pencegahan terjadinya komplikasi penyakit
yang lebih parah. Bertujuan menurunkan angka kejadian cacat fisik
maupun mental, meliputi upaya-upaya sebagai berikut :
a. Penyempurnaan cara pengobatan serta perawatan lanjut.
b. Rehabilitasi sempurna setelah penyembuhan penyakit (rehabilitasi
fisik dan mental).
Universitas Sumatera Utara
27
c. Mengusahakan pengurangan beban sosial penderita, sehingga
mencegah kemungkinan terputusnya kelanjutan pengobatan serta
kelanjutan rehabilitasi dan sebagainya (Syafrudin, 2009).
2.4 Teori Implementasi Kebijakan
Implementasi atau pelaksanaan merupakan kegiatan yang penting dari
keseluruhan proses perencanaan program/kebijakan. Implementasi sesungguhnya
bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusankeputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran
birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan,
dan apa yang dapat diperoleh dari suatu program/kebijakan. Pembuatan suatu
kebijakan haruslah sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat agar
kebijakan tersebut tepat pada sasaran dan pencapaian tujuan yang maksimal sesuai
dengan yang tertera pada dasar hukumnya (Mulyono, 2009).
Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh
pembuat kebijakan bukanlah jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil
dalam implementasinya. Ada banyak hal yang dapat memengaruhi keberhasilan
implementasi kebijakan baik yang bersifat individual maupun kelompok atatu
institusi. Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya pembuat
kebijakan untuk memengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar bersedia
memberikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran. Berdasarkan
pengertian implementasi menurut George C. Edward III dalam Mulyono (2009)
mengemukakan beberapa hal yang dapat memengaruhi keberhasilan implementasi
kebijakan, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
28
1. Communication
2. Resources
3. Dispositions
4. Bureacratic Structure
Model implementasi menurut Edward III di atas jelas bahwa terdapat 4
(empat) faktor yang masing-masing faktor tersebut saling berhubungan satu sama
lainnya, kemudian secara bersama-sama memengaruhi terhadap implementasi
yang sedang dijalankan.
Keempat faktor di atas harus dilaksanakan secara simultan karena antara
satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang erat. Tujuan dari hal tersebut
adalah
meningkatkan
pemahaman
tentang
implementasi
kebijakan.
Penyederhanaan pengertian dengan cara mem breakdown(diturunkan) melalui
eksplanasi implementasi ke dalam komponen prinsip. Implementasi kebijakan
adalah suatu proses dinamik yang mana meliputi interaksi banyak faktor. Sub
kategori dari faktor-faktor mendasar ditampilkan sehingga dapat diketahui
pengaruhnya terhadap implementasi.
a. Komunikasi
Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuantujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam
pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan
demikian perlu dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana.
Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu
dikomunikasikan sehingga implementors mengetahui secara tepat ukuran maupun
Universitas Sumatera Utara
29
tujuan kebijakan itu. Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang
amat kompleks dan rumit. Di samping itu sumber informasi yang berbeda juga
akan melahirkan interpretasi yang berbeda pula (Mulyono, 2009).
b. Sumberdaya
Komponen sumberdaya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para
pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan
kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program,
adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat diarahkan kepada
sebagaimana yang diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang
dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana
prasarana.
Sumberdaya manusia yang tidak memadai (jumlah dan kemampuan)
berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka
tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik. Informasi merupakan sumberdaya
penting bagi pelaksanaan kebijakan. Implementasi kebijakan membutuhkan
kepatuhan organisasi dan individu terhadap peraturan pemerintah yang ada.
Sumberdaya lain yang juga penting adalah kewenangan untuk menentukan
bagaimana program dilakukan, kewenangan untuk membelanjakan/mengatur
keuangan, baik penyediaan uang, pengadaan staf, maupun pengadaan supervisor.
Fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan/program harus terpenuhi
seperti kantor, peralatan, serta dana yang mencukupi. Tanpa fasilitas ini mustahil
program dapat berjalan (Mulyono, 2009).
Universitas Sumatera Utara
30
c. Disposisi atau Sikap
Salah satu faktor yang memengaruhi efektivitas implementasi kebijakan
adalah sikap implementor. Ada tiga bentuk sikap/ respon implementor terhadap
kebijakan : kesadaran pelaksana, petunjuk/arahan pelaksana untuk merespon
program kearah penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon tersebut.
Para pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran program namun
seringkali mengalami kegagalan dalam melaksanakan program secara tepat karena
mereka menolak tujuan yang ada di dalamnya sehingga secara sembunyi
mengalihkan dan menghindari implementasi program. Disamping itu dukungan
para pejabat pelaksana sangat dibutuhkan dalam mencapai sasaran program.
Dukungan dari pimpinan sangat memengaruhi pelaksanaan program dapat
mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Wujud dari dukungan pimpinan ini
adalah menempatkan kebijakan menjadi prioritas program, penempatan pelaksana
dengan orang-orang yang mendukung program, memperhatikan keseimbangan
daerah, agama, suku, jenis kelamin dan karakteristik demografi yang lain.
Disamping itu penyediaan dana yang cukup guna memberikan insentif bagi para
pelaksana program agar mereka mendukung dan bekerja secara total dalam
melaksanakan kebijakan/program (Mulyono, 2009).
d. Struktur Birokrasi
Membahas badan pelaksana suatu kebijakan tidak dapat dilepaskan dari
struktur birokrasi. Struktur birokrasi adalah karakteristik, norma-norma, dan polapola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang
mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka
Universitas Sumatera Utara
31
miliki dalam menjalankan kebijakan. Beberapa unsur yang mungkin berpengaruh
terhadap suatu organisasi dalam implementasi kebijakan (Van Horn dan Van
Meter), yaitu :
1. kompetensi dan ukuran staf suatu badan;
2. tingkat pengawasan hirarkis terhadap keputusan-keputusan sub-unit
dan proses-proses dalam badan pelaksana;
3. sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan di antara
anggota legislatif dan eksekutif);
4. vitalitas suatu organisasi;
5. tingkat komunikasi “terbuka”, yaitu jaringan kerja komunikasi
horizontal maupun vertikal secara bebas serta tingkat kebebasan yang
secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu-individu di luar
organisasi;
6. kaitan formal dan informal suatu badan dengan badan pembuat
keputusan atau pelaksana keputusan.
Bila sumberdaya cukup untuk melaksanakan suatu kebijakan dan para
implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, implementasi masih gagal
apabila struktur birokrasi yang ada menghalangi koordinasi yang diperlukan
dalam melaksanakan kebijakan. Kebijakan yang kompleks membutuhkan
kerjasama banyak orang, serta pemborosan sumberdaya akan memengaruhi hasil
implementasi. Perubahan yang dilakukan tentunya akan memengaruhi individu
dan secara umum akan memengaruhi sistem dalam birokrasi (Mulyono, 2009).
Universitas Sumatera Utara
32
2.5 Pendekatan Sistem
Suatu sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai
elemen yang berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan sadar
dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dibentuknya suatu
sistem pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan.
Pembentukan suatu sistem memerlukan berbagai unsur atau elemen sedemikian
rupa sehingga secara keseluruhan membentuk suatu kesatuan dan secara bersamasama berfungsi untuk mencapai suatu tujuan. Apabila prinsip pokok atau cara
kerja sistem ini diterapkan pada waktu menyelenggarakan pekerjaan administrasi,
maka prinsip pokok atau cara kerja ini dikenal dengan nama pendekatan sistem
(system approach) (Azwar, 1996).
Pendekatan sistem telah dikembangkan sejak awal 1960an. Pendekatan
sistem dalam manajemen dikembangkan untuk membantu manajer mampuberpikir
secara holistik dan komprehensif dalam mengantisipasi perubahan lingkungan
yang terjadi dengan sangat cepat dan sulit diperkirakan. Perubahan lingkungan
manajemen muncul akibat pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi
(Muninjaya, 2011).
Menurut Azwar (1996) prinsip pokok pendekatan sistem dalam
manajemen memiliki dua tujuan, yaitu
a) Membentuk sesuatu, sebagai hasil dari pekerjaan manajemen.
b) Menguraikan sesuatu yang telah ada dalam manajemen, biasanya dikaitkan
dengan kehendak untuk mencari jalan keluar yang tepat.
Secara sederhana, komponen sebuah sistem terdiri dari masukan (input),
Universitas Sumatera Utara
33
proses (process), keluaran (output), umpan balik (feed back), dampak (impact)
dan lingkungan (environment). Komponen sistem tersebut berhubungan satu sama
lain serta saling mempengaruhi.
a. Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam
sistem dan diperlukan agar dapat berfungsinya suatu sistem.
b. Proses (process) merupakan kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam
sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang
direncanakan.
c. Keluaran (ouput) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari
berlangsungnya proses dalam sistem.
d. Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan
keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut.
e. Dampak (impact) merupakan akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu
sistem.
f. Lingkungan (environment) merupakan dunia di luar sistem yang tidak dikelola
oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem
Hubungan elemen-elemen dalam sistem dapat digambarkan sebagai
berikut:
LINGKUNGAN
MASUKAN
PROSES
KELUARAN
DAMPAK
UMPAN BALIK
Gambar 2.1 Hubungan Unsur-unsur Suatu Sistem (Azwar, 1996)
Universitas Sumatera Utara
34
Dalam program kesehatan, komponen sebuah sistem terdiri dari
masukan(input), proses (process), keluaran (output), effect danout-come/impact
(Muninjaya, 2011).
a. Masukan (input) dalam program kesehatan terdiri dari 6 M yaitu : Man (staf),
Money (dana untuk kegiatan program), Material (peralatan yang dibutuhkan,
termasuk logistik), Method (ketrampilan, prosedur kerja, peraturan,
kebijaksanaan, dsb), Minute (jangka waktu pelaksanaan kegiatan program),
Market (sasaran masyarakat yang akan diberikan pelayanan program serta
persepsinya).
b. Proses (process) terdiri dari Perencanaan, Pengorganisasian, Penggerakan dan
Pelaksanaan program, pengawasan dan pengendalian untuk kelancaran
kegiatan dari program kesehatan.
c. Keluaran (output) dapat berupa cakupan kegiatan program.
d. Effect yaitu perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang
diukur dengan peran serta masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan
kesehatan yang tersedia.
e. Outcome(impact) merupakan dampak program yang diukur dengan
peningkatan status kesehatan masyarakat yaitu : tingkat dan jenis morbiditas
(kejadian sakit), mortalitas (tingkat kematian spesifik berdasarkan sebab
penyakit tertentu, serta indikator yang paling peka untuk menentukan status
kesehatan di suatu wilayah (IMR dan MMR).
Beberapa keuntungan menerapkan pendekatan sistem dalam manajemen
adalah sebagai berikut :(Azwar, 1996)
Universitas Sumatera Utara
35
a) Jenis dan jumlah masukan dapat diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan,
dengan demikian pemborosan sumber, tata cara, dan kesanggupan yang
sifatnya selalu terbatas, akan dapat dihindari.
b) Proses yang dilaksanakan dapat diarahkan untuk mencapai keluaran, sehingga
dapat dihindari pelaksanaan kegiatan yang tidak diperlukan.
c) Keluaran yang dihasilkan dapat lebih optimal serta dapat diukur secara lebih
tepat dan objektif.
d) Umpan balik dapat diperoleh pada setiap tahap pelaksanaan program.
2.6 Kerangka Pikir
Kerangka berfikir ini bertujuan untuk melihat bagaimana pelaksanaan
pelayanan promotif dan preventif dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
melalui indikator masukan (input), proses (process), dan luaran (output). Oleh
karena itu, kerangka berfikir disusun sebagai berikut:
Masukan :
1. Kebijakan
2. Tenaga
Kesehatan
3. Pendanaan
4. Sarana,
Prasarana,
dan Peralatan
Keluaran :
Proses :
Pelaksanaan Upaya
Pelayanan
Kesehat
Pr
an
o
Masyar
m
akat
ot
Gambar 2.2 Fokus Penelitian
Berdasarkan gambar di atas, dapat dirumuskan definisi kerangka Pikir
sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
36
1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) agar dapat berjalan dengan baik, meliputi:
Kebijakan; Tenaga Kesehatan; Pendanaan; serta Sarana, Prasarana dan Peralatan.
a. Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar
dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan
cara bertindak. Dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan
kelompok sektor swasta, serta individu.
b. Tenaga kesehatan adalah tenaga kesehatan yang memiliki latar belakang
pendidikan di bidang kesehatan, seperti dokter, dokter gigi, sarjana
kesehatan masyarakat, perawat, dan bidan yang dapat melaksanakan
pelayanan promotif dan preventif melalui Upaya Kesehatan Masyarakat
(UKM)
c. Pendanaan adalah adanya materi dalam bentuk uang yang digunakan
untuk pelaksanaan pelayanan promotif dan preventif.
d. Sarana, Prasarana dan Peralatan termasuk didalamnya yaitu: ruangan
atau tempat untuk melaksanakan UKM , media dan peralatan pendukung
terlaksananya layanan promotif dan preventif.
2. Proses (Process) adalah kegiatan-kegiatan layanan promotif dan preventif
melalui pelaksanaan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) di dalam dan di luar
gedung puskesmas.
Upaya Kesehatan Masyarakat di dalam gedung adalah kegiatan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas untuk meningkatkan kesehatan,
Universitas Sumatera Utara
37
memelihara kesehatan, mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah
kesehatan yang ada di masyarakat, yang dilakukan di kawasan puskesmas seperti
di ruang perawatan, ruang tunggu pasien, tempat pendaftaran, ruang farmasi,
ruang sanitasi, ruang KIA dan KB, laboratorium, dan parkiran.
Upaya Kesehatan Masyarakat di luar gedung adalah kegiatan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas untuk meningkatkan kesehatan,
memelihara kesehatan, mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah
kesehatan yang ada di masyarakat, yang dilakukan di luar gedung puskesmas
seperti di balai desa, lapangan desa, sekolah, tempat-tempat ibadah, dll.
3. Keluaran (output) adalah hasil dari suatu pelaksanaan pelayanan promotif dan
preventif. Diharapkan adanya peningkatan pelayanan promotif dan preventif
melalui pelaksanaan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) di fasilitas kesehatan
tingkat pertama yakni, puskesmas.
a. Pelayanan promotif adalah upaya yang dilakukan puskesmas untuk
meningkatkan kemampuan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat untuk
mencegah penyakit, mempercepat penyembuhan, dan mengatasi masalah
kesehatan di masyarakat melalui berbagai kegiatan promosi bidang kesehatan.
b. Pelayanan preventif adalah upaya yang dilakukan puskesmas untuk mencegah
terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan terhadap individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara