Analisis Pelaksanaan Program Promotif dan Preventif di Puskesmas Dalu Sepuluh Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2016

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan
dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap
bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan itu tercantum dalam
Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia.
Pasal 25 ayat (1) Deklarasi menyatakan, setiap orang berhak atas derajat hidup
yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya
termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan, dan perawatan kesehatan serta
pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur,
menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan
lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di luar
kekuasaannya (Kemenkes, 2013).
Pembangunan Kesehatan pada periode 2015-2019 adalah program
Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi
masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang
didukung


dengan

perlindungan

finansial

dan

pemerataan

pelayanan

kesehatan.Dalam mencapai visi dan misinya, Presiden merumuskan 9 agenda
prioritas (Nawa Cita) dimana agenda ke-5 (lima) yaitu “meningkatkan kualitas
hidup manusia Indonesia ” sehingga dihasilkan salah satu program yaitu Indonesia

Sehat. Program ini dilaksanakan dengan3 (tiga) pilar utama, yaitu 1) Paradigma
Sehat, 2) Penguatan Pelayanan Kesehatan, dan 3) Jaminan Kesehatan Nasional.
1
Universitas Sumatera Utara


2

Paradigma Sehat menekankan promotif-preventif sebagai pilar utama
upaya kesehatan. Sedangkan penguatan pelayanan kesehatan menekankan
peningkatan akses terutama pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).
Puskesmas sebagai salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama memiliki peranan yang penting dalam pencapaian program Indonesia
Sehat. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014
menyatakan bahwa Pusat Kesehatan Masyarakat adalah fasilitas pelayanan
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan
lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas
bertanggungjawab hanya untuk sebagian upaya pembangunan kesehatan yang
dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya.
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas
adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas, agar terwujudnya derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya (Kemenkes, 2011).

World Health Organization (WHO) Regional Meeting on Revitalizing
Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan

tentang perlunya melakukan 'Primary Health Care Reforms'. Intinya adalah
reformasi 'universal coverage' ; 'service delivery' ; 'public policy' dan 'leadership' .
Revitalisasi PHC akan berdampak pada puskesmas. Untuk itu, Kementerian
Kesehatan melakukan revitalisasi puskesmas untuk penetapan fungsi puskesmas

2
Universitas Sumatera Utara

3

yang dapat menjawab arah kebijakan pembangunan kesehatan yang
mengutamakan promotif dan preventif dengan tanpa mengabaikan upaya kuratif
dan rehabilitatif (Kemenkes, 2010).
Pada kenyataannya, hingga kini masih ditemui fenomena umum dimana
puskesmas masih lebih berfokus pada pendekatan kuratif daripada promotifpreventif. Selain itu, persepsi masyarakat masih menganggap puskesmas hanya
sebagai penyedia pengobatan bagi orang sakit atau sebagai fasilitas “orang sakit”
daripada fasilitas “menjadi sehat”. Paradigma sehat yang selalu mengutamakan

pendekatan promotif dan preventif masih sangat sukar dipahami dan diadopsi
masyarakat dan penyedia layanan di puskesmas.
Paradigma penyedia layanan di puskesmas masih berfokus pada
penyembuhan dan pemulihan dengan penekanan pada kuratif dan rehabilitatif, dan
paradigma ini sudah melekat kuat sehingga tidak mudah tergantikan. Puskesmas
sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama dimana peran puskesmas
dimaknai sebagai kontak pertama pada pelayanan kesehatan yang mampu
menggeser paradigma sakit yang ada dengan mengedepankan paradigma sehat.
Jumlah Puskesmas di Indonesia sampai dengan Desember 2014 sebanyak
9.731unit. Jumlah tersebut terdiri dari 3.378 puskesmas rawat inap dan 6.353
puskesmas non rawat inap. Di tingkat masyarakat telah tumbuh berbagai upaya
kesehatan bersumber daya masyarakat sebagai wujud pemberdayaan masyarakat
yaitu sekitar 289.635 posyandu, 55.517 poskesdes dan 58.849 RW/desa/kelurahan
siaga aktif (Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014).

Universitas Sumatera Utara

4

Program pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan beberapa

dekade sebelumnya berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara
cukup signifikan walaupun masih dijumpai berbagai masalah dan hambatan yang
tetap memengaruhi pelaksanaan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu, tetap
diperlukan adanya reformasi di bidang kesehatan untuk mengatasi ketimpangan
hasil pembangunan kesehatan antar daerah dan antargolongan, derajat kesehatan
yang masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga, dan
kurangnya kemandirian dalam pembangunan kesehatan (Adisasmito, 2014).
Salah satu upaya reformasi di bidang kesehatan tercermin melalui
reformasi Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Pelaksanaan SKN 2012, khususnya
subsistem upaya kesehatan ditekankan pada peningkatan perilaku dan
kemandirian masyarakat, profesionalisme sumber daya manusia kesehatan, serta
upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan
rehabilitatif. Upaya pelayanan kesehatan diselenggarakan dengan terpadu dan
menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan
masyarakat.
Upaya kesehatan perseorangan yang dilakukan oleh puskesmas mencakup
pelayanan rawat jalan; pelayanan gawat darurat; pelayanan satu hari ( one day
care); home care , dan/atau; rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan

pelayanan kesehatan . Sementara bentuk-bentuk upaya kesehatan masyarakat,

yaitu menggerakkan masyarakat agar melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS); penurunan gizi buruk masyarakat dan penanggulangan Kurang Kalori
Protein (KKP); penurunan Angka Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi, dan

Universitas Sumatera Utara

5

Angka Kematian Balita; pemberantasan TBC, Polio, Tetanus, Campak,
Hepatitis; pemberantasan Demam berdarah, Malaria, Diare dan pengendalian
HIV/AIDS; menjamin akses air bersih, akses obat essensial, alat kontrasepsi,
pasar sehat, kali bersih, dan pembangunan berwawasan kesehatan (Kemenkes,
2014).
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 Tahun 2013 pasal 13 tentang
Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional dinyatakan bahwa
“Setiap peserta berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang mencakup
pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat
dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan .”

Manfaat pelayanan promotif dan preventif sebagaimana dalam PERPRES No. 12

Tahun 2013 Pasal 21 tentang Jaminan Kesehatan meliputi pemberian pelayanan
penyuluhan kesehatan perorangan, imunisasi dasar, keluarga berencana, dan
skrining kesehatan.
Arah pengembangan RPJP-N 2005-2025 sejalan dengan implementasi
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang baru diberlakukan sejak 1 Januari 2014.
Begitu juga dengan arah pengembangan tenaga kesehatan yang mana sejalan
dengan arah pengembangan upaya kesehatan, yakni dari tenaga kuratif bergerak
ke arah tenaga promotif dan preventif sesuai kebutuhan. Jika kebutuhan tenaga
pengelola Promosi Kesehatan per puskesmas minimal dibutuhkan 1 orang tenaga
D3/D4/S1, maka saat ini dibutuhkan sekitar 9731 tenaga D3/D4/S1 pengelola
promosi kesehatan di seluruh Indonesia untuk melaksanakan upaya-upaya
kesehatan baik perseorangan maupun masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

6

Pelayanan promotif dan preventif harusnya menjadi lebih diperhatikan
terutama untuk mendukung diberlakukannya JKN yang diselenggarakan oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sebesar apapun biaya kesehatan

yang dikumpulkan melalui iuran, tentu akan habis jika tidak disertai usaha
promotif dan preventif (Rustianto, 2013).
Dalam era JKN terjadi perubahan pada sistem pembiayaan puskesmas.
Sebelum diberlakukannya JKN, sumber biaya pada pelayanan promotif dan
preventif, baik dalam upaya kesehatan masyarakat maupun perorangan adalah
Biaya Operasional Kesehatan (BOK). Melalui JKN, Pemerintah/Pemerintah
Daerah

hanya

akan

bertanggung

jawab

untuk

pemenuhan


program

upayakesehatan masyarakat serta mendanai bantuan iuran bagi penduduk miskin
dan tidak mampu, sementara program upaya kesehatan perorangan didukung oleh
dana iuran wajib peserta dan kapitasi yang dikelola oleh BPJS. Puskesmas harus
siap dan mampu mengelola dana kapitasi tersebut demi pemenuhan kebutuhan
dalam melaksanakan upaya-upaya kesehatan untuk mencapai derajat kesehatan
setinggi-tingginya (Kemenkes, 2013).
Puskesmas Dalu Sepuluh terletak di Desa Dalu Sepuluh B, Jalan Sei
Blumei Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang dengan luas
wilayah kerja 46.115 Ha. Secara administratif Kecamatan Dalu Sepuluh terdiri
dari 10 desa dan 107 dusun/lingkungan. Pada tahun 2014, jumlah penduduk yang
ada di wilayah kerja Puskesmas Dalu Sepuluh berjumlah 82.449 jiwa, terdiri dari
19.571 KK (Profil Puskesmas Dalu Sepuluh Tahun 2014). Puskesmas Dalu
Sepuluh memiliki jumlah kunjungan rata-rata 60 orang/hari, baik peserta JKN,

Universitas Sumatera Utara

7


peserta Jamkesda, maupun pasien umum. Mayoritas pasien yang berkunjung ke
Puskesmas Dalu Sepuluh merupakan peserta JKN dengan rata-rata kunjungan 30
orang/hari.
Berdasarkan survei awal yang didapat peneliti dari tenaga kesehatan
Puskesmas Dalu Sepuluh, upaya promotif dan preventif yang telah dilaksanakan
oleh Puskesmas Dalu Sepuluh pada tahun 2016 adalah program penanggulangan
DBD,program KIA dan KB, upaya pemberantasan penyakit ISPA, upaya
penanggulangan IMS/HIV/AIDS, pencegahan dan penanggulangan penyakit
diare, serta Rumah Tangga ber-PHBS.
Kegiatan promotif yang dilakukan Puskesmas Dalu Sepuluh dalam upaya
menanggulangi DBD yaitu melakukan penyuluhan mengenai Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) untuk menggali potensi dan memberdayakan masyarakat ,
tokoh agama, tokoh masyarakat, kader, Pramuka, Kelompok Dasa Wisma, anak
sekolah, dan LSM dalam upaya pencegahan dan pemberantasan DBD; serta
meningkatkan kerjasama dengan lintas sektoral terkait lainnya. Kegiatan preventif
yang dilakukan Puskesmas Dalu Sepuluh dalam upaya menanggulangi DBD yaitu
Pemantauan Jentik Berkala (PJB), menggerakkan masyarakat untuk melaksanakan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan gerakan “ 3M + 1T” (Menguras,
Mengubur, Menutup + Telengkup).
Kegiatan promotif yang dilakukan Puskesmas Dalu Sepuluh dalam upaya

Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yaitu dalam bentuk promosi Inisisasi Menyusui
Dini dan Asi Eksklusif; konseling perawatan bayi kepada ibu, dalam upaya
Keluarga Berencana (KB) yaitu dengan bentuk promosi KB. Kegiatan preventif

Universitas Sumatera Utara

8

yang dilakukan Puskesmas Dalu Sepuluh dalam upaya Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA) yaitu Manajemen Terpadu Balita Muda; Manajemen Terpadu Balita Sakit;
deteksi

dini

tumbuh

kembang

anak

balita;

Imunisasi

dasar

melalui

penyelenggaraan posyandu setiap bulannya, upaya kesehatan pelayanan KB yaitu
dengan melayani pemasangan KB oleh bidan.
Kegiatan promotif yang dilakukan Puskesmas Dalu Sepuluh dalam upaya
pemberantasan penyakit ISPA yaitu promosi etika batuk dan promosi mengenai
PHBS, dalam upaya penanggulangan IMS/HIV/AIDS yaitu melaksanakan
penyuluhan dan sosialisasi penanggulangan IMS/HIV/AIDS ke SMA/sederajat,
sedangkan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit diare yaitu
promosi mengenai PHBS.
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Dewi (2014) di Puskesmas
Belawan menunjukkan bahwa baik sebelum maupun setelah diberlakukan
Program Jaminan Kesehatan Nasional, pelayanan promotif dan preventif tetap
dilaksanakan oleh Puskesmas. Agar pelaksanaan semakin baik diperlukan
peningkatan kualitas tenaga kesehatan melalui pelatihan dan pendidikan oleh
Dinas Kesehatan Kota Medan dan Pimpinan Puskesmas Belawan, serta
peningkatan kemauan dan motivasi tenaga kesehatan agar lebih giat memberikan
pelayanan promotif dan preventif guna pencapaian derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya.
Demikian pula penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Noor (2016)
menjelaskan bahwa implementasi pelayanan preventif dan promotif di Puskesmas
Bukit Kapur Kota Dumai belum berjalan secara maksimal, belum merata ke

Universitas Sumatera Utara

9

seluruh desa yang ada di wilayah kerjanya, kegiatan yang dilaksanakan terbatas
dan kurang terstruktur, dana yang digunakan hanya dari Bantuan Operasional
Kesehatan yang dirasakan masih belum cukup serta kemampuan dan pengetahuan
tenaga kesehatan kurang baik dan belum maksimal dalam memberikan pelayanan
promotif dan preventif sehingga diharapkan agar pemerintahan yang terkait dapat
meningkatkan kualitas dan kuantitas dari tenaga kesehatan, dana dan sarana,
prasarana serta peralatan. Kepala Puskesmas juga diharapkan agar lebih
memahami tentang manajemen Puskesmas dalam membuat suatu perencanaan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat diambil
rumusan masalah dari penelitian ini yaitu bagaimana pelaksanaan pelayanan
promotif dan preventif di Puskesmas Dalu Sepuluh Kecamatan Tanjung Morawa.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pelayanan promotif dan
preventif di Puskesmas Dalu Sepuluh Kecamatan Tanjung Morawa.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan untuk menambah wawasan ilmu kesehatan masyarakat terutama
di bidang Administrasi dan Kebijakan Kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan
promotif dan preventif di Puskesmas.

2. Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara