Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Biomassa dan Kandungan β-Sitosterol Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Secara In Vitro

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman bangun-bangun adalah salah satu tanaman obat yang berkhasiat
dan memiliki potensial yang dapat dimanfaatkan masyarakat di Indonesia.
Menurut Kaliappan dan Viswanathan (2008) tanaman ini telah terbukti sebagai
anti inflamasi karena bekerja menghambat respon inflamasi yang diinduksi oleh
siklooksigenase, juga terbukti sebagai anti kanker dan anti tumor. Bangun-bangun
merupakan tanaman daerah tropis yang daunnya memiliki aroma yang khas
sehingga dikenal sebagai tanaman aromatik. Tanaman ini banyak ditemukan di
India, Ceylon, dan Afrika Selatan. Tanaman ini memiliki bunga yang bentuknya
tajam dan mengandung minyak atsiri sehingga disebut juga C. aromaticus. Di
India, tanaman ini telah lama dikenal sebagai obat demam malaria, hepatopati,
batu ginjal, kandung kemih, batuk, asma kronik, cekukan, bronkitis, cacingan,
kolik dan kejang.
Tanaman ini ditemukan hampir di seluruh wilayah di Indonesia dengan
berbagai nama yang berbeda. Di Jawa Tengah disebut daun cumin, orang Sunda
menyebutnya daun ajeran, di Madura disebut daun kambing, dan di Bali disebut
daun iwak. Di daerah Batak Sumatera Utara sendiri disebut sebagai daun bangunbangun atau torbangun (Priyatno, 2013).
P. amboinicus merupakan salah satu tanaman yang dapat digunakan

sebagai ramuan tradisional di Indonesia. Wanita Batak di Kabupaten Simalungun,
Propinsi Sumatera Utara memiliki tradisi mengkonsumsi daun bangun-bangun
dalam bentuk sayur sop selama satu bulan setelah melahirkan. Mereka percaya

Universitas Sumatera Utara

2

bahwa dengan mengkonsumsi sop daun bangun-bangun, produksi air susu ibu
akan meningkat (Damanik et al., 2014).
Bangun-bangun mempunyai tiga komponen penting yaitu, komponen
pertama adalah senyawa-senyawa yang bersifat laktagogue, yaitu komponen
yang dapat menstimulir produksi kelenjar air susu pada induk laktasi.
Komponen kedua adalah komponen zat gizi dan komponen ke tiga adalah
komponen farmakoseutika yaitu senyawa-senyawa yang bersifat buffer,
antibacterial,

anti

oksidan,


pelumas,

pelentur,

pewarna

dan

penstabil

(Khajarern dan Khajarern, 2002).
Dengan semakin meningkatnya harga obat-obatan, akhir-akhir ini minat
masyarakat untuk menggunakan jamu tradisonal maupun obat-obat berbahan
dasar tumbuhan asli Indonesia semakin meningkat. Selain menunjukkan resiko
efek samping yang lebih rendah dan murah, ramuan asli Indonesia ternyata cukup
beragam dan handal dalam mengatasi berbagai masalah kesehatan. Hal ini
menjadi dorongan untuk melakukan kegiatan penelitian tentang potensi tanaman
obat asli Indonesia, baik dari segi karakter, produksi, pengolahan, uji klinis hingga
pemasaran, dan keamanannya (Sugiyarto et al., 2006).

Selama ini P. amboinicus hanya dibudidayakan melalui metode
konvensional sehingga membutuhkan waktu lama dan tidak efisien dalam analisis
metabolit sekunder. Oleh karena itu perlu adanya pengembangan lebih lanjut
dengan metode lain yang lebih efisien sehingga mempersingkat waktu dalam
analisis metabolit sekunder yaitu melalui kultur jaringan. Menurut Shofiyani dan
Purnawanto (2010) salah satu upaya untuk menghasilkan metabolit sekunder
dengan jumlah yang banyak adalah dengan teknologi kultur jaringan seperti kultur

Universitas Sumatera Utara

3

kalus. Dalam bidang farmasi, metode kultur jaringan tanaman ini menguntungkan
karena dapat menghasilkan metabolit sekunder yang berguna untuk pengobatan
dan kesehatan dalam jumlah besar serta tumbuh dalam waktu cepat pada lahan
yang terbatas.
Media kultur dan kondisi lingkungan merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan induksi kalus secara in vitro. Berbagai komposisi media kultur telah
diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman
yang dikulturkan. Tahapan induksi kalus adalah suatu tahapan penting untuk

mendapatkan metabolit sekunder dalam waktu singkat (Nuke, 2008). Ada
beberapa penelitian tentang mikropropagasi in vitro spesies tanaman dari genus
Plectranthus, diantaranya P. esculentus, P. vetiveroides, P. madagascariensis, dan
P. barbatus atau Coleus forskohlii. Eksplan awal bervariasi mulai dari pucuk,
noda, internodal, dan daun serta menghasilkan kultur pucuk juga akar. Akan
tetapi, mikropropagasi in vitro yang diketahui untuk produksi kalus baru hanya
dilakukan pada tanaman P. barbartus atau C. forskohlii. Induksi kalus pada
tanaman ini berhasil dilakukan dari eksplan daun pada medium MS dengan
penambahan kinetin 0.5 mg/L setelah 4 minggu inokulasi (Reddy et al., 2001).
Tanaman lain yang dekat dengan genus Plectranthus dan telah diketahui
protokol produksi kalusnya ialah Coleus blumei. Kombinasi 2,4-D 1,0 mg/L dan
0,1 mg/L kinetin berhasil memproduksi asam rosmarinat 11% dari berat kering sel
pada kultur suspensi sel C. blumei (Razzaque dan Ellis, 1977). Menurut
(Shofiyani dan Purnawanto, 2010) penambahan auksin dalam konsentrasi yang
lebih tinggi atau penambahan auksin yang lebih stabil seperti NAA atau 2,4-D
cenderung menyebabkan terjadinya pertumbuhan kalus dari eksplan. Jika diberi

Universitas Sumatera Utara

4


dalam jumlah yang seimbang, sitokinin dan auksin akan mendorong pertumbuhan
kalus (Davies, 1990).
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengetahui pengaruh zat
pengatur tumbuh pada eksplan daun P. amboinicus terhadap pertumbuhan
biomassa dan kandungan β-sitosterol secara in vitro.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan
biomassa dan kandungan β-sitosterol P. amboinicus.
Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh zat pengatur tumbuh pada eksplan daun P. amboinicus
terhadap pertumbuhan biomassa secara in vitro
2. Ada pengaruh zat pengatur tumbuh pada biomassa in vitro P. amboinicus
terhadap kandungan β-sitosterol
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan bahan penyusunan skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Uniersitas Sumatera Utara, Medan serta sebagai bahan informasi bagi pihak yang
membutuhkan.


Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Daun Tumbuhan Bangun-Bangun(Plectranthus Amboinicus (Lour.) Spreng.)

17 99 75

Karakteristik Pertumbuhan Vegetatif, Kandungan Sterol dan Klorofil dari Beberapa Aksesi Tanaman Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng)

1 9 80

Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Biomassa dan Kandungan β-Sitosterol Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Secara In Vitro

2 13 73

Karakteristik Pertumbuhan Vegetatif, Kandungan Sterol dan Klorofil dari Beberapa Aksesi Tanaman Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng)

0 0 12

Karakteristik Pertumbuhan Vegetatif, Kandungan Sterol dan Klorofil dari Beberapa Aksesi Tanaman Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng)

0 0 2

Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Biomassa dan Kandungan β-Sitosterol Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Secara In Vitro

0 0 12

Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Biomassa dan Kandungan β-Sitosterol Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Secara In Vitro

0 1 2

Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Biomassa dan Kandungan β-Sitosterol Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Secara In Vitro

0 0 12

Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Biomassa dan Kandungan β-Sitosterol Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Secara In Vitro

0 1 4

Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Biomassa dan Kandungan β-Sitosterol Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Secara In Vitro

0 0 17