Karakterisasi Simplisia dan Uji Aktivitas Anti Infsi Ekstrak Etanol Teripang (Holothuria atra Jaeger) Terhadap Tikus Putih Jantan Diinduksi λ-Karagenan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teripang
2.1.1 Habitat teripang
Habitat teripang dapat ditemukan hampir di seluruh perairan di Indonesia,
mulai dari daerah pasang-surut yang dangkal sampai perairan yang lebih dalam.
Teripang lebih menyukai perairan yang jernih dan relatif tenang, masing-masing
jenis teripang mempunyai habitat spesifik, yaitu ada yang hidup berkelompok ada
pula hidup sendirian. Makanan utama teripang adalah organisme-organisme kecil,
detritus (hasil dari penguraian bintang laut yang telah mati) dan rumput laut
(Widodo, 2013).
Penyebaran teripang di Indonesia sangat luas, beberapa daerah
penyebarannya antara lain meliputi perairan pantai Madura, Bali, Lombok, Aceh,
Bengkulu, Bangka, Riau, Belitung, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Kepulauan
Seribu (Widodo, 2013).
2.1.2 Morfologi teripang
Teripang laut memiliki tubuh bulat panjang atau silindris, dengan mulut
berada di ujung dan dubur berada di ujung lainnya. Mengingat bentuknya yang
bulat panjang atau silindris menyerupai mentimun, maka teripang laut juga
dikenal sebagai ketimun laut. Mulutnya dikelilingi oleh 20 tentakel atau lengan

peraba yang bercabang-cabang yang berfungsi untuk menangkap makanan, dan di
dalam tentakel ini terdapat gigi yang tersusun seperti lampu yang disebut lentera
aristoteles. Tubuh seperti berlemak, tipis atau tebal dan licin, dengan kulit halus
atau berbintil, punggung lurus, sedangkan pada bagian perut yang pipih atau rata

6
Universitas Sumatera Utara

dijumpai banyak kaki tabung. Warna tubuh teripang bervariasi, ada yang hitam,
coklat dan abu-abu. Teripang bergerak sangat lambat dan dalam melindungi diri
dari musuhnya teripang menggunakan lendir yang beracun dalam tubuhnya
(Kuncoro, 2004).
Teripang mempunyai tulang-tulang berukuran mikroskopis yang dikenal
sebagai “spikula”. Bentuk spikula bervariasi dan karakteristik untuk setiap jenis
(spesies) teripang, sehingga sangat penting dalam menentukan klasifikasi maupun
identifikasi. Variasi bentuk spikula bermacam-macam, seperti bentuk batang,
kancing, roset, jangkar dan meja (Purcell, dkk., 2012).
Teripang darah (Holothuria atra Jaeger) mempunyai tubuh yang langsing
memanjang. Warna tubuh hitam, dengan tentakel kekuning-kuningan sepanjang
15-20cm. Jenis ini hidup diperairan atau diantara karang yang tertutup pasir.

Badannya tertutup pasir sehingga hanya nelayan yang biasa menangkapnya yang
tahu persis tempat persembunyiannya (Ghufron dan Kordi, 2010).
2.1.3 Reproduksi dan kelamin teripang
Teripang bersifat gonochoristic, yaitu hewan jantan dan hewan betina
tidak terlihat adanya perbedaan bentuk luar secara jelas. Teripang memijah pada
musim kemarau, dimana suhu air diperairan cukup tinggi dan stabil (Ghufron dan
Kordi, 2010).
Pembuahan teripang bersifat eksternal atau terjadi diluar tubuh, biasanya
di dalam air. Telur yang sudah dibuahi akan tenggelam dan menetas setelah 32
jam membentuk larva. Teripang masuk ke fase Auricularia, Doliolaria,
Pentactula setelah fase larva dan terakhir menjadi teripang muda dengan kurun
waktu 60 hari (Wibowo, dkk., 1997).

7
Universitas Sumatera Utara

Teripang termasuk hewan dioecious atau dengan kelamin berumah dua
sehingga alat kelamin jantan dan betina terletak pada individu yang berlainan.
Jenis kelamin ini dapat diketahui bila dilakukan pembedahan, karena untuk
membedakannya secara morfologis sulit dilakukan. Kelamin jantan biasanya

berwarna putih seperti cairan susu sedangkan kelamin betina bulat berwarna
kuning dengan ukuran 160-180 µm (Wibowo, dkk., 1997).
2.1.4 Klasifikasi teripang
Identifikasi teripang jenis Holothuria atra Jaeger berdasarkan Lembaga
Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Oseanografi adalah sebagai
berikut:
Filum : Echinodermata
Kelas : Holothuroidea
Bangsa : Aspidochirotida Grube, 1840
Suku : Holothuriidae Ludwig, 1894
Marga : Holothuria Linnaeus, 1767
Jenis

: Holothuria atra Jaeger, 1833

2.1.5 Manfaat dan kandungan gizi
Beberapa

aktivitas


farmakologi

dari

teripang

yaitu

antikanker,

antikoagulan, antihipertensi, antiinflamasi, antimikroba, antioksidan, antitumor
dan antitrombosis. Manfaat pengobatan dari teripang ini dapat dihubungkan oleh
adanya kandungan bioaktif, seperti triterpenoid saponin, kondroitin sulfat,
glycosaminoglycan (GAGs), sterol, fenol, lektin, peptida, glikoprotein, dan asam
amino esensial (Bordbar, dkk., 2011).
Kandungan gizi yang terdapat pada teripang diantaranya vitamin A,
vitamin B1 (thiamin), vitamin B2 (riboflavin), vitamin B3 (niasin), dan mineral

8
Universitas Sumatera Utara


khususnya kalsium, magnesium, zat besi, zink, fosfor, natrium, kalium (Bordbar,
dkk., 2011). Tubuh dan kulit teripang jenis Stichopus japonicus secara medis
berkhasiat

menyembuhkan

penyakit

ginjal,

paru-paru

basah,

anemia,

antiinflamasi, serta mencegah antrosklerosis dan serta penuaan jaringan tubuh.
Kandungan EPA (25,69%) dan DHA (3,69%) yang berfungsi untuk menghalangi
pembentukan prostaglandin penyebab radang dan memperbaiki jaringan yang

rusak. Teripang juga dapat memperkokoh tulang dan sendi, menurut Ridzwan
Hashim teripang mengandung 86% protein yang mudah diuraikan oleh enzim
pepsin. Dari jumlah itu, sekitar 80% berupa kolagen berfungsi sebagai pengikat
jaringan dalam pertumbuhan tulang dan sendi. Kandungan kondroitin sulfat
berfungsi untuk mengurangi rasa sakit akibat radang sendi. Kodroitin sulfat pada
teripang disebut sea chondroitin, yang dapat mencegah pengeroposan sendi
pembentuk radang (Ghufron dan Kordi 2010).

2.2 Uraian Kimia
a. Glikosida
Glikosida merupakan senyawa terdiri atas dua bagian yaitu molekul gula
(glikon) dan aglikon. Gugus gula bisa berikatan dengan aglikon dengan berbagai
cara. Paling umum dijemabatani oleh atom oksigen (O-glikosida), tetapi bisa juga
dijembatani oleh sulfur (S-glikosida), juga oleh atom nitrogen (N-glikosida) dan
atom karbon (C-glikosida). Glikosida umunya larut dalam air dan alkohol tetapi
sedikit larut dalam eter (Supriyatna, dkk., 2010).
b. Saponin
Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang khas
menyerupai sabun (bahasa latin sapo = sabun) (Robinson, 1995). Saponin


9
Universitas Sumatera Utara

merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat
dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel
darah (Harbone, 1987).
Berdasarkan struktur dari aglikonnya saponin dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu steroid saponin dan triterpenoid saponin. Steroid/triterpenoid
mudah

larut

dalam

air

dan

alkohol,


tetapi

tidak

larut

dalam

eter.

Steroid/triterpenoid tersusun dari suatu aglikon steroid (sapogenin) yang terikat
pada suatu oligosakarida yang biasanya heksosa dan pentosa (Farnsworth, 1996).
c. Steroid/triterpenoid
Steroid adalah triterpenoid yang kerangka dasarnya sistem cincin
siklopentana perhidrofenantrena. Steroida dahulu dianggap sebagai senyawa
satwa, tetapi pada tahun-tahun terakhir ini makin banyak senyawa tersebut yang
ditemukan dalam jaringan tumbuhan (fitosterol) (Harborne, 1987).
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isopren dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik,
yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit, kebanyakan berupa

alkohol, aldehid, atau asam kaboksilat. Senyawa ini tidak berwarna, berbentuk
kristal, bertitik leleh tinggi dan optik aktif, yang umumnya sukar dicirikan karena
tidak mempunyai kereaktifan kimia. Uji yang banyak digunakan adalah reaksi
Liebermann-Burchard (asam asetat anhidrida-asam sulfat pekat) yang dengan
kebanyakan triterpen dan steroid memberikan warna hijau biru (Harborne, 1987).

2.3 Simplisia dan Ekstrak
Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat dan belum
mengalami pengolahan apapun, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah

10
Universitas Sumatera Utara

dikeringkan. Simplisia dibedakan manjadi simplisia nabati, simplisia hewani dan
simplisia pelikan (mineral) (Depkes,RI., 2000).
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Depkes, RI., 1995).

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia
yang diesktrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang
tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Metode ekstraksi
dengan menggunakan pelarut dapat dibagi ke dalam dua cara, yaitu :
a. Cara dingin
i. Maserasi
Maserasi adalah suatu metode ekstraksi menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengocokan atau pengandukan pada temperatur ruangan
(kamar). Maserasi yang dilakukan pengandukan secara terus menurusdisebut
maserasi kinetik, sedangkan yang dilakukan pengulangan penambahan
pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan
seterusnya disebut remaserasi (Depkes, RI., 2000).
ii. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru
sampai terjadinya penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada
temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pelembaban bahan,

11
Universitas Sumatera Utara


tahap

perendaman

antara

dan

tahap

perkolasi

sebenarnya

(penetesan/penampungan ekstrak) (Depkes, RI., 2000).
b. Cara panas
i. Refluks
Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan pemanasan menggunakan
alat pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut
terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes, RI.,
2000).
ii. Soxhletasi
Soxhletasi adalah proses penyarian berulang-ulang dengan pelarut tertentu
yang mudah menguap, dilakukan dengan menggunakan alat khusus, yaitu
soxhlet sehingga menjadi ekstraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan
dengan adanya pendingin balik (Depkes, RI., 2000).
iii. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara
umum dilakukan pada temperature 40 – 500C (Depkes, RI., 2000).
iv. Infundasi
Infundasi adalah proses penyarian dengan pemanasaan menggunakan pelarut
air pada temperatur 900C selama 15 (Depkes, RI., 2000).
v. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian dengan pemanasan menggunakan pelarut
air pada temperatur 900C selama 30 menit (Depkes, RI., 2000).

12
Universitas Sumatera Utara

2.4 Inflamasi (Radang)
Radang merupakan suatu respons protektif normal terhadap luka jaringan
yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat
mikrobiologi. Antinflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau
merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur
derajat perbaikan jaringan (Mycek, dkk., 2001).
2.4.1 Gejala – gejala peradangan
a. Kemerahan (Rubor)
Kemerahan atau rubor biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di
daerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul arteri
yang mensuplai darah ke daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak
darah mengalir kedalam mikrosirkulasi lokal. Pembuluh-pembuluh darah yang
sebelumnya kosong atau sebagian saja meregang dengan cepat terisi penuh oleh
darah. Keadaan ini dinamakan hiperemia atau kongesti menyebabkan warna
merah. Timbulnya hiperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur melalui
pengeluaran zat mediator seperti histamin (Price dan Wilson, 1995).
b. Panas (Calor)
Panas atau calor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi
peradangan. Panas merupakan sifat reaksi peradangan yang hanya terjadi pada
permukaan tubuh yakni kulit. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas
dari sekelilingnya, sebab darah dengan suhu 370C yang disalurkan tubuh
kepermukaan daerah yang terkena radang lebih banyak disalurkan dari pada ke
daerah normal (Price dan Wilson, 1995). Pada keadaan normal, suhu permukaan

13
Universitas Sumatera Utara

tubuh relatif lebih dingin dibandingkan suhu dalam tubuh yaitu 370C (Agung,
2012).
c. Rasa Sakit (Dolor)
Rasa sakit atau nyeriditimbulkan karena adanya kerusakan jaringan, yang
melepaskan mediator nyeri yang akan merangsang reseptor nyeri. Mediator
tersebut antara lain ion hidrogen, histamin, serotonin, asetilkolin dan bradikinin.
Oleh karena itu, nyeri merupakan “sinyal” bahwa tubuh mengalami kerusakan
jaringan (Agung, 2012).
d. Pembengkakan (Tumor)
Gejala yang paling menyolok dari peradangan akut adalah tumor atau
pembengkakan. Hal ini terjadi akibat adanya peningkatan permeabilitas dinding
kapiler serta pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan yang
cedera. Saat peradangan, dinding kapiler tersebut menjadi lebih permeabel dan
lebih mudah dilalui oleh leukosit dan protein terutama albumin, yang diikuti oleh
molekul yang lebih besar sehingga plasma jaringan mengandung lebih banyak
protein dari pada biasanya yang kemudian meninggalkan kapiler dan masuk
kedalam jaringan sehingga menyebabkan jaringan menjadi bengkak (Price dan
Wilson, 1995).
e. Perubahan Fungsi (Fungsio Laesa)
Gangguan fungsi yang diketahui merupakan konsekuensi dari suatu proses
radang. Gerakan yang terjadi pada daerah radang, baik yang dilakukan secara
sadar ataupun secara reflek akan mengalami hambatan oleh rasa sakit,
pembengkakan yang hebat secara fisik mengakibatkan berkurangnya gerak

14
Universitas Sumatera Utara

jaringan (Price dan Wilson, 1995). Bagan patogenesis dan gejala peradangan
dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Noksi

Kerusakan Sel

Emigrasi Leukosit
Pembebasan
Bahan Mediator
Proliferasi Sel

Eksudasi

Perangsang
Reseptor Nyeri

Gangguan
Sirkulasi Lokal

Kemerahan

Panas

Pembengkakan

Gangguan
Fungsi

Nyeri

Gambar 2.1Bagan patogenesis dan gejala peradangan (Mutschler, 1999).
2.4.2 Mediator radang
Radang dicetuskan oleh pelepasan mediator kimiawi dari jaringan yang
rusak dan migrasi sel. Mediator-mediator kimiawi adalah histamin, bradikinin,
serotonin, prostaglandin dan leukotrin (Mycek, dkk., 2001).
a. Histamin
Histamin merupakan mediator pertama yang dilepaskan dari sekian banyak
mediator lain dan segera muncul dalam beberapa detik setelah diinduksi. Histamin
merupakan hasil dari dekarboksilasi asam amino histidin yang terdapat dalam
semua jaringan tubuh. Konsentrasi tertinggi terdapat dalam paru-paru, kulit dan

15
Universitas Sumatera Utara

dalam saluran cerna terutama pada sel mast. Histamin akan dibebaskan dari sel-sel
pada reaksi hipersensitivitas, rusaknya sel (misalnya pada luka) serta akibat
senyawa kimia pembebasan histamin (Mutschler, 1999).
b. Bradikinin
Bradikinin merupakan peptida vasoaktif yang dibentuk dari substrat
kininogen dengan enzim kalikrein. Bradikinin menghasilkan vasolidatasi, dan
menyebabkan penurunan tekanan darah. Bradikinin bekerja pada pembuluh darah
dengan merangsang pelepasan prostaksiklin. Bradikinin menyebabkan kontraksi
otot polos selain pembuluh darah, meningkatkan permeabilitas vaskuler dan
merupakan mediator penting dalam nyeri (Agung, 2012).
c. Serotonin
Serotonin disebut juga dengan 5-hidroksitriptamin, serotonin banyak
terdistribusi di dinding usus dan lambung, dan dijumpai dalam platelet. Proses
biosintesisnya, substrat awalnya adalam asam amino triptofanyang diubah
menjadi 5-hidroksitriptofan oleh triptofan hidroksilase di sel kromafin atau sel
saraf. Selanjutnya, dengan enzim non-spesifik asam amino dekarboksilase, diubah
menjadi serotonin (Agung, 2012). Serotonin pada trombosit berfungsi
meningkatkan agregasi dan mempercepat penggumpalan darah sehingga
mempercepat hemostasis (Mutschler, 1999).
d. Prostaglandin
Prostaglandin hanya berperan pada nyeri yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan atau radang. Prostaglandin sebagai penyebab radang bekerja lemah,
namun berpotensi kuat setelah bergabung dengan mediator atau substansi lainnya
yang dibebaskan secara lokal, seperti histamin, serotonin dan leukotrin.

16
Universitas Sumatera Utara

Prostaglandin dapat menimbulkan vasodilatasi dan meningkatkan aliran darah
lokal (Ganiswarna, 1995).
e. Leukotrien
Leukotrien dihasilkan dari substrat asam arakidonat melalui jalur
lipoksigenase. Enzim tersebut dijumpai di paru-paru, sel mast, platelet dan sel
darah putih. Lipoksigenase-5 menghasilkan asam 5-hidroperoksieicosatetraenoat
(5-HPETE), yang selanjutnya diubah menjadi leukotrien A4 (LTA4), selanjutnya
diubah dua jalur yaitu 1). menjadi LTB4 (suatu agen kemotaktik poten bagi
neutrofil dan makrofag), dan 2). jalur leukotrien sisteinil yaitu LTC4, LTD4, dan
LTE4 (meningkatkan permeabilitas vaskuler, bronkokonstriksi). LTB4 berperan
penting dalam proses inflamasi (Agung, 2012).
2.4.3 Mekanisme terjadinya radang
Proses inflamasi dimulai dari stimulus yang akan mengakibatkan
kerusakan sel, sebagai reaksi terhadap kerusakan sel maka sel tersebut akan
melepaskan beberapa fosfolipida yang diantaranya adalah asam arakidonat.
Senyawa ini merupakan mediator radang yang merupakan komponen utama lipid
dan hanya terdapat dalam keadaan bebas dengan jumlah kecil yang sebagian besar
berada dalam fosfolipida membran sel. Bila membran sel mengalami kerusakan
oleh suatu rangsangan maka enzim fosfolipase diaktivasi untuk mengubah
fosfolipida tersebut menjadi asam arakidonat.Setelah asam arakidonat tersebut
bebas akan diaktifkan oleh beberapa enzim, diantaranya lipooksigenase dan
siklooksigenase. Enzim tersebut merubah asam arakidonat ke dalam bentuk yang
tidak stabil (hidroperoksida dan endoperoksida) yang selanjutnya dimetabolisme
menjadi leukotrien, prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan. Bagian leukotrien

17
Universitas Sumatera Utara

dan prostaglandin bertanggung jawab terhadap gejala-gejala peradangan
(Katzung, 2002).
Lipooksigenase

merupakan

enzim

yang

menghasilkan

leukotrien,

leukotrien adalah senyawa sisteinil yang dibentuk sebagai hasil metabolisme asam
arakidonat, zat ini juga merupaka mediator radang dan nyeri. Leukotrien pertama
yang dihasilkan disebut leukotrien A4 (LTA4) yang tidak stabil, yang oleh
hidrolase diubah menjadi LTB4dan LTC4 melalui hidrolisis enzimatik. LTB4
merupakan agen kemotaksis dan menyebabkan agregasi neutrofil LTC4 dan yang
terakhir dapat disintesis menjadi LTD4 dan LTE4sehingga menyebabkan
vasokonstriksi,

bronkospasme

dan

meningkatkan

permeabilitas

vaskular

(Robbins, dkk., 2007).
Siklooksigenase terdiri dari dua iso enzim, yaitu COX-1 dan COX-2. Iso
enzim COX-1 terdapat kebanyakan di jaringan seperti di ginjal, paru-paru, platelet
dan saluran cerna. Zat ini berperan pada pemeliharan perfusi ginjal, hemeostatis
vaskuler dan melindungi lambung dengan jalan membentuk bikarbonat dan lendir,
serta menghambat produksi asam.Tromboksan yang disintesis trombosit oleh
COX-1, menyebabkan vasokonstriksi jantung dan menstimulasi agregasi darah
(trombosit).Prostaskilin terutama dibentuk di dinding pembuluh menyebabkan
vasodilatasi (bronkus, lambung, rahim dan lain-lain) antitrombotis, dan juga
memiliki efek melindungi mukosa lambung dan ginjal sehingga bertanggung
jawab untuk efek samping iritasi lambung-usus. COX-2 dalam keadaan normal
tidak terdapat dijaringan, tetapi dibentuk selama proses peradangan oleh sel-sel
radang.Prostaglandin merupakan metabolit utama jalur siklooksigenase yang
menyebabkan

vasodilatasi

dan

meningkatkan

pemebentukan

edema.

18
Universitas Sumatera Utara

Prostaglandin juga berperan dalam patogenesis nyeri dan demam pada inflamasi,
meningkatkan sensitivitas nyeri terhadap berbagai rangsang dan berinteraksi
dengan sitokin yang menyebabkan demam (Tjay dan Kirana, 2002).Bagan
mekanisme terjadi peradangan dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Rangsang
Kerusakan
Forfolipi
Forfolip
Asam

Lipooksige

Siklooksige
-

Endoperok
CO
Trombo

CO
Prostasi

O2
radikal

Hidroperoksi
Leukotrien

Prostagla
LT

LTC4 -LTD4 -

Gambar 2.2Bagan mekanisme terjadinya peradangan (Tjay dan Kirana, 2002).
2.4.4 Metode – metode uji antiinflamasi
a. Metode pembentukan udem buatan
Salah satu teknik yang paling umum digunakan berdasarkan kemampuan
agen tersebut untuk menghambat produksi udem di telapak kaki tikus setelah
injeksi agen radang yang kemudian diukur volume radang. Volume radang diukur

19
Universitas Sumatera Utara

sebelum dan sesudah pemberian zat yang diuji. Penginduksi yang umum
digunakan dan memiliki kepekaan yang tinggi adalah karaginan (Vogel, 2008).
b. Metode pembentukan eritema
Metode ini berdasarkan pengamatan secara visual terhadap eritema pada
kulit hewan yang telah dicukur bulunya. Marmot secara kimiawi dihilangkan
bulunya dengan suspensi barium sulfat, 20 menit kemudian dibersihkan dengan
air hangat. Hari esoknya senyawa uji disuspensikan dan setengah dosisnya
diberikan 30 menit sebelum pemaparan UV. Setengahnya lagi setelah 2 menit
berjalan pemaparan UV. Eritema dibentuk akibat induksi sinar UV berjarak 20
cm, eritema dinilai 2 dan 4 jam setelah pemaparan (Vogel, 2008).
c. Metode iritasi dengan panas
Metode ini berdasarkan pengukuran luas radang dan berat udem yang
terbentuk setelah diinduksi dengan panas. Hewan diberi zat warna tripan biru
yang disuntik secara intravena, dimana zat ini akan berikatan dengan albumin
plasma. Kemudian daerah penyuntikan tersebut dirangsang dengan panas yang
cukup tinggi. Panas menyebabkan pembebasan histamin endrogen sehingga
timbul inflamsi. Zat warna akan keluar dari pembuluh darah yang mengalami
dilatasi bersama-sama dengan albumin plasma sehingga jaringan yang meradang
kelihatan berwarna. Penilaian derajat inflamasi diketahui dengan mengukur luas
radang akibat perembesan zat ke jaringan yang meradang. Pengukuran juga dapat
dilakukan dengan menimbang udem yang terbentuk, dimana jaringan yang
meradang dipotong kemudian ditimbang (Vogel, 2008).

20
Universitas Sumatera Utara

d. Metode pembentukan kantong granuloma
Metode ini berdasarkan pengukuran volume eksudat yang terbentuk di
dalam kantong granuloma. Benda berbentuk pellet yang terbuat dari kapas yang
ditanam di bawah kulit abdomen tikus menembus lapisan linia alba. Respon yang
terjadi berupa gejala iritasi, migrasi leukosit dan makrofag ke tempat radang yang
mengakibatkan kerusakan jaringan dan timbul granuloma (Vogel, 2008).
e. Metode iritasi pleura
Metode ini berdasarkan pengukuran volume eksudat yang terbentuk karena
iritasi dengan induktor radang. Aktivitas obat yang diuji ditandai dengan
berkurangnya volume eksudat. Obat diberikan secara oral, satu jam kemudian
disuntik dengan induktor radang seperti formalin secara intrapleura. Setelah 24
jam, hewan dibunuh dengan eter lalu rongga pleura dibuka dan volume eksudat
diukur (Vogel, 2008).
f. Metode induksi oxazolon udem telinga
Percobaan ini telinga tikus diinduksi 0,01 ml 2% larutan oxazolon ke
dalam telinga kanan. Inflamasi terjadi dalam 24 jam, kemudian hewan
dikorbankan dibawah anastesi lalu dibuat preparat dengan 8 mm dan perbedaan
berat preparat menjadi indikator inflamasi udem (Vogel, 2008).

2.5 Obat Antiinflamasi
Obat-obat antiinflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas
menekan atau mengurangi peradangan. Aktivitas ini dapat dicapai melalui
berbagai cara, yaitu menghambat pembentukan mediator radang prostaglandin,
menghambat migrasi sel-sel leukosit ke daerah radang ataupun menghambat
pelepasan prostaglandin dari sel-sel tempat pembentukannya. Berdasarkan

21
Universitas Sumatera Utara

mekanisme kerjanya obat antiinflamasi dibagi menjadi dua golongan yaitu
golongan steroid dan golongan nonsteroid (NSAID) (Katzung, 2002).
2.5.1 Obatantiinflamasi golongan steroid
Obat ini bekerja dengan cara menghambat enzim fosfolipase, suatu enzim
yang bertanggung jawab terhadap pelepasan asam arakidonat dari membran lipid.
Obat yang termasuk golongan ini adalah kortison, hidrokortison, deksametason,
prednison dan betametason (Katzung, 1996).
2.5.2 Obat antiinflamasi golongan non-steroid (NSAID)
Obat ini bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga
konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin menjadi terganggu. Obat yang
termasuk golongan ini adalah ibuprofen, indometasin, diklofenak, fenilbutazon,
dan piroksikam (Wilmana dan Gan, 2007).
Natrium diklofenak merupakan obat antiinflamasi non-steroid, obat ini
bekerja menghambat aktivitas enzim siklooksigenase yang berperan dalam
metabolisme asam arakidonat menjadi prostaglandin yang merupakan salah satu
mediator inflamasi (Kertia, 2009). Natrium diklofenak merupakan derivat
fenilasetat yang termasuk NSAID yang daya antiradangnya paling kuat dengan
efek samping yang kurang dibandingkan dengan oabt lainnya (seperti
indometasin, piroksikam) (Tjay dan Kirana, 2002).
Absopsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap
yang terikat 99% pada protein plasma dan mengalami efek lintas awal (first-pass)
sebesar 40-50%. Walaupun waktu paruh singkat yakni 1-3 jam, natrium
diklofenak diakumulasi di cairan sinovilia yang menjelaskan efek terapi di sendi
jauh lebih panjang waktu paruh obat tersebut. Efek samping yang lazim terjadi

22
Universitas Sumatera Utara

ialah mual, gastritis, eritema kulit, dan sakit kepala. Dosis orang dewasa 100-150
mg sehari terbagi 2 atau 3 dosis (Wilmana dan Gan, 2007).

2.6 Karagenan
Karagenan merupakan getah rumput laut yang diekstraksi dengan air atau
larutan alkali dari spesies tertentu dari kelas Rhodophyceae (alga merah).
Karagenan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri dari ester kalium,
natrium,

magnesium

dan

kalsium

sulfat,

dengan

galaktosa

dan

3,6

anhydrogalaktocopolimer. Sumber karaginan untuk daerah tropis adalah dari
spesies Euchema cottoni yang menghasilkan kappa karagenan, Euchema
spinosum yang menghasilkan iota karagenan. Kedua jenis Euchema tersebut
banyak terdapat di sepanjang pantai Filipina dan Indonesia. Sebagian besar
karagenan sebetulnya dari jenis Chondrus crispus yang berwarna merah tua,
bentuknya seperti daun parsley, dan hidup pada kedalaman sekitar 3 meter. Jenis
terakhir ini banyak tumbuh di daerah utama lautan Atlantik, yaitu di pantai
Canada, Maine (Amerika Serikat), Inggris, dan Prancis (Winarno, 1990).
Karagenan merupakan polisakarida yang linier atau lurus, dan merupakan
molekul galaktan dengan unit-unit utamanya adalah galaktosa. Karagenan
merupakan molekul besar yang terdiri dari lebih 1.000 residu galaktosa.
Karagenan dibagi atas tiga kelompok utama, yaitu kappa, iota dan lambda
karagenan yang memiliki struktur dan bentuk yang jelas (Winarno, 1990).
a. Kappa karagenan
Kappa karagenan tersusun dari α (1-3) D galaktosa-4 sulfat dan β (1-4) 3,6
anhydro-D-galaktosa. Di samping itu karagenan sering mengandung D-galaktosa6 sulfat ester dan 3,6 anhydro-D-galaktosa 2-sulfat ester. Adanya gugus 6-sulfat,

23
Universitas Sumatera Utara

dapat menurunkan daya gelasi dari karagenan, tetapi dengan pemberian alkali
mampu menyebabkan terjadi transeliminasi gugus 6-sulfat, yang menghasilkan
terbentuknya 3,6 anhydro-D-galaktosa, dengan demikian derajat keseragaman
molekul meningkat dan daya gelasinya juga bertambah (Winarno, 1990).

Gambar 2.3 Struktur kappa karagenan (Winarno, 1990)
b. Iota karagenan
Iota karagenan, ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu Dgalaktosa dan gugusan 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3,5 anhydro-Dgalaktosa. Gugusan 2-sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberian
alkali seperti kappa karagenan. Iota karagenan sering mengandung beberapa
gugusan 6-sulfat ester yang menyebabkan kurangnya keseragaman molekul yang
dapat dihilangkan dengan pemerian alkali (Winarno, 1990).

Gambar 2.4 Struktur iota karagenan (Winarno, 1990)
c. Lambda karagenan
Lambda karagenan berbeda dengan kappa dan iota karagenan, karena
memiliki sebuah residu disulphated α (1-4) D-galaktosa., tidak seperti halnya

24
Universitas Sumatera Utara

kappa dan iota karagenan yang selalu memiliki gugus 4-phosphat ester. Posisi dari
sulfat terkait dapat dengan mudah ditentukan dengan infrared spectrophotometer.

Gambar 2.5 Struktur lambda karagenan (Winarno, 1990)
Karagenan sangat penting peranannya sebagai stabilisator (pengatur
keseimbangan), thickener (bahan pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi, dan
lain-lain. Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan,
kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan indutri lainya. Daya kelarutan ketiga jenis
karagenan pada berbagai media pelarut dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Daya kelarutan ketiga jenis karagenan pada berbagai media pelarut
Medium
Air panas
Air dingin

Susu panas
Susu dingin

Larutan gula pekat
Larutan garam pekat

Kappa
Larut di atas 600C
Garam Na larut,
garam K, Ca tidak
larut
Larut
Garam Na, Ca, K
tidak larut tetapi
akan mengembang
Panas, larut
Tidak larut

Iota
Larut di atas 600C
Garam Na larut,
garam Ca memberi
dispersi thixotropic
Larut
Tidak larut

Lambda
Larut
Larut

Larut, sukar
Larut, panas

Larut, panas
Larut, panas

Larut
Larut

Sumber : Winarno, 1990

25
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol Majakani (Quercus Infectoria G. Olivier) Terhadap Tikus Putih Yang Diinduksi Karagenan

10 148 117

Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol Kayu Siwak (Salvadora persica Wall) Terhadap Tikus Putih yang Diinduksi λ-Karagenan

0 3 88

Karakterisasi Simplisia dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Serta Fraksi n-Heksan dan Etilasetat Teripang Holothuria atra Jaeger

0 6 76

Karakterisasi Simplisia dan Uji Aktivitas Anti Inflamasi Ekstrak Etanol Teripang (Holothuria atra Jaeger) Terhadap Tikus Putih Jantan Diinduksi λ-Karagenan

2 16 107

Uji Aktivitas Antiinfsi Ekstrak Etanol Kayu Siwak (Salvadora persica Wall) Terhadap Tikus Putih yang Diinduksi λ-Karagenan

0 0 14

Karakterisasi Simplisia dan Uji Aktivitas Anti Infsi Ekstrak Etanol Teripang (Holothuria atra Jaeger) Terhadap Tikus Putih Jantan Diinduksi λ-Karagenan

0 0 16

Karakterisasi Simplisia dan Uji Aktivitas Anti Infsi Ekstrak Etanol Teripang (Holothuria atra Jaeger) Terhadap Tikus Putih Jantan Diinduksi λ-Karagenan

0 0 2

Karakterisasi Simplisia dan Uji Aktivitas Anti Infsi Ekstrak Etanol Teripang (Holothuria atra Jaeger) Terhadap Tikus Putih Jantan Diinduksi λ-Karagenan

0 0 5

Karakterisasi Simplisia dan Uji Aktivitas Anti Infsi Ekstrak Etanol Teripang (Holothuria atra Jaeger) Terhadap Tikus Putih Jantan Diinduksi λ-Karagenan

0 0 3

Karakterisasi Simplisia dan Uji Aktivitas Anti Infsi Ekstrak Etanol Teripang (Holothuria atra Jaeger) Terhadap Tikus Putih Jantan Diinduksi λ-Karagenan

0 0 35