Karakterisasi Simplisia dan Uji Aktivitas Anti Inflamasi Ekstrak Etanol Teripang (Holothuria atra Jaeger) Terhadap Tikus Putih Jantan Diinduksi λ-Karagenan
(2)
(3)
Lampiran 3. Bagan alur pembuatan simplisia, pemeriksaan karakterisasi dan
skrining fitokimia teripang Holothuria atra Jaeger
Dibersihkan isi perutnya Dicuci dari pengotornya hingga bersih, tiriskan Ditimbang berat basah Dipotong kecil-kecil 3 x 3 Dikeringkan dalam lemari pengering
Ditimbang beratnya
Dihaluskan menjadi serbuk dengan blender
Ditimbang serbuknya Teripang segar
Simplisia Teripang
Serbuk Simplisia
Karakterisasi Simplisia Skrining Fitokimia
Pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan penetapan :
1. Kadar air
2. Kadar sari larut air 3. Kadar sari larut etanol 4. Kadar abu total
5. Kadar abu tidak larut asam
Pemeriksaan :
1. Glikosida 2. Saponin
(4)
Lampiran 4. Bagan pembuatan ekstrak etanol teripang Holothuria atra Jaeger
Direndam selama 3 jam
Dimasukkan ke dalam alat perkolator Dituangkan cairan penyari etanol 96% secukupnya sampai semua simplisia terendam
Ditutup mulut tabung perkolator dengan alumunium foil
Dibiarkan selama 24 jam Dibuka kran perkolator
Perkolat diatur menetes dengan kecepatan 20 tetes/menit
Perkolasi dihentikan ketika hasil perkolat negatif terhadap pereaksi Liebermenn-Burchard
Diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 500 C 300 g Serbuk Simplisia
Ampas Perkolat
Ekstrak kental etanol
(5)
Lampiran 5. Gambar teripang segar, simplisia dan serbuk simplisia teripang
Holothuria atra Jaeger
Teripang segar Holothuria atraJaeger
(6)
Lampiran 5. (Lanjutan)
(7)
Lampiran 6. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia teripang
Holothuria atra Jaeger
Mikroskopik teripang Holothuria atra Jaeger pada pembesaran 10x40
Keterangan :
1. Spikula tipe rosettes 2. Spikula tipe rod
3. Spikula tipe pseudo-button
1
2
(8)
Lampiran 7. Bagan kerja uji orientasi dosis ekstrak etanol teripang Holothuria
atra Jeager
Dipuasakan selama ± 18 jam,tetap diberi minum
Diukur volume kaki tikus dengan mencelupkan kaki tikus sampai batas yang telah ditandai pada mata kaki ke dalam alat pletismometer
Tikus dibagi lima kelompok dan masing-masing diberi perlakuan secara peroral
Satu jam kemudian masing-masing kaki tikus dari setiap kelompok
diinduksi dengan 0,1 mL λ- karagenan 1% secar intraplantar Diukur volume kaki tikus dengan mencelupkan kaki tikus sampai batas yang yang telah ditandai pada mata kaki ke dalam alat
pletismometer
Diukur penambahan volume kaki tikus dengan cara yang sama pada pengukuran kaki tikus mula-mula Hewan Uji
(tikus)
EET dosis 200 mg/kg bb EET dosis
100 mg/kg bb EET dosis
50 mg/kg bb
EET dosis 300 mg/kg bb
Volume pada setiap menit
(Vt)
EET dosis 400 mg/kg bb Volume awal
(9)
Lampiran 8. Bagan kerja uji aktivitas antiinflamasi
Dipuasakan selama ± 18 jam,tetap diberi minum
Diukur volume kaki tikus dengan mencelupkan kaki tikus sampai batas yang yang telah ditandai pada mata kaki ke dalam alat pletismometer
Tikus dibagi lima kelompok dan masing-masing diberi perlakuan secara peroral
Satu jam kemudian masing-masing kaki tikus dari setiap kelompok
diinduksi dengan 0,1 mL λ- karagenan 1% secar intraplantar Diukur volume kaki tikus dengan mencelupkan kaki tikus sampai batas yang yang telah ditandai pada mata kaki ke dalam alat pletismometer Diukur penambahan volume kaki tikus dengan cara yang sama pada pengukuran kaki tikus mula-mula Hewan Uji
(tikus)
EET dosis 300 mg/kg EET dosis
200 mg/kg
Kontrol EET dosis Pembanding
400 mg/kg
Volume pada setiap menit
(Vt) Volume awal
(10)
(11)
(12)
Lampiran 11. Gambar telapak kaki kanan tikus sebelum dan setelah diinduksi
λ-karagenan
Telapak kaki kanan tikus sebelum diinduksi larutan λ-karagenan
(13)
Lampiran 12. Hasil perhitungan penetapan kadar air serbuk simplisia teripang
Holothuria atra Jeager
No. Berat sampel (g) Volume awal (mL) Volume akhir (mL)
1. 5.021 1.85 2.3
2. 5.022 2.35 2.85
3. 5.029 2.80 3.25
1. Sampel 1
Berat sampel = 5.021 g
Volume air = 0,45 mL
Kadar air = 0,45
5,021x100%
= 8,96 % 2. Sampel 2
Berat sampel = 5,022 g
Volume air = 0,5 mL
Kadar air = 0,5
5,022x100%
= 9,98 % 3. Sampel 3
Berat sampel = 5,029 g
Volume air = 0,45 mL
Kadar air = 0,45
5,029x100%
= 8,97 %
Kadar air rata – rata = 8,96% + 9,95% + 8,94%
3
= 9,33 %
Kadar air
volume air (m L)
(14)
Lampiran 13. Hasil perhitungan penetapan kadar sari larut air serbuk simplisia
teripang Holothuria atra Jeager
No. Berat sampel (g) Berat sari (g)
1. 5,021 0,410
2. 5,006 0,388
3. 5,008 0,374
1. Kadar sari yang larut dalam air I
Berat cawan = 42,939 g
Berat cawan + berat sari = 43,349 g
Berat sampel = 5,021 g
Berat sari = 0,410 g
Kadar sari yang larut dalam air = 0,410
5,021 x 100
20 x 100% = 40,82 %
2. Kadar sari yang larut dalam air II
Berat cawan = 44,933 g
Berat cawan + berat sari = 45,321 g
Berat sampel = 5,006 g
Berat sari = 0,388 g
Kadar sariyang larut dalam air = 0,388
5,006x 100
20 x 100% = 38,75 %
3. Kadar sari larut dalam air III
Berat cawan = 44,902 g
Berat cawan + berat sari = 45,276 g
Berat sampel = 5,008 g
Berat sari = 0,374 g
Kadar sari yang larut dalam air = 0,374
5,008x 100
20x 100%= 37,34 %
Kadar sari yang larut dalam air rata – rata = 40,82% + 38,75% + 37,34%
3
= 38,97% Kadar sari yang larut dalam air = beratsari
berat simplisia
x
100(15)
Lampiran 14. Hasil perhitungan penetapan kadar sari larut etanol serbuk
simplisia teripang Holothuria atra Jaeger
No. Berat sampel (g) Berat sari (g)
1. 5,051 0,318
2. 5,091 0,274
3. 5,021 0,297
1. Kadar sari larut etanol I
Berat cawan = 44,963 g
Berat cawan + Berat Sari = 45,281 g
Berat sampel = 5,051 g
Berat sari = 0,318 g
Kadar sari larut etanol = 0,318
5,051
x
10020
x
100%= 31,47% 2. Kadar sari larut etanol II
Berat cawan = 37,528 g
Berat cawan + Berat Sari = 37,802 g
Berat sampel = 5,091 g
Berat sari = 0,274 g
Kadar sari larut etanol = 0.274
5,091x 100
20
x
100%= 26,91% 3. Kadar sari larut etanol III
Berat cawan = 42,803 g
Berat cawan + Berat Sari = 43,100 g
Berat sampel = 5,021 g
Berat sari = 0.297 g
Kadar sari larut etanol = 0,297
5,021x 100
20
x
100%= 29,57%
Kadar sari larut etanol rata-rata =31,47% + 26,91% + 29,57%
3
= 29,31 %
Kadar sari larut etanol
=
beratsariberatsimplisia
x
100(16)
Lampiran 15. Hasil perhitungan penetapan kadar abu total serbuk simplisia
teripang Holothuria atra Jeager
No. Berat sampel (g) Berat abu (g)
1. 2,011 0,521
2. 2,195 0,611
3. 2,035 0,601
1. Kadar abu total I
Berat kurs kosong = 38,510 g
Berat kurs setelah dipijar = 39,943 g
Berat sampel = 2,011 g
Berat abu = 0,521 g
Kadar abu total = 0,521 g
2,011 gx 100%
= 25,90%
2. Kadar abu total II
Berat kurs kosong = 42,389 g
Berat kurs setelah dipijar = 43,767 g
Berat sampel = 2,195 g
Berat abu = 0,611 g
Kadar abu total = 0,611 g
2,195 gx 100%
= 27,83%
3. Kadar abu total III
Berat kurs kosong = 39,250 g
Berat kurs setelah dipijar = 41,785 g
Berat sampel = 2,035 g
Berat abu = 0,601 g
Kadar abu total = 0,601 g
2,035 gx 100%
= 29,53%
Kadar abu total rata-rata =25,90% + 27,83% + 29,53%
3
= 27,75 % Kadar abu total = berat abu
(17)
Lampiran 16. Hasi perhitungan penetapan kadar abu tidak larut asam serbuk
simplisia teripangHolothuria atra Jaeger
No. Berat sampel (g) Berat abu (g)
1. 2,011 0,081
2. 2,195 0,092
3. 2,035 0,080
1. Kadar abu tidak larut asam I
Berat kurs kosong I = 38,510 g
Berat kurs yang telah dipijar I = 38,510 g
Berat simplisia = 2, 011 g
Berat abu = 0,081 g
Kadar abu tidak larut asam = Berat abu
Berat sampelx 100%
= 0,081 g
2,011 gx 100% = 4,02 %
2. Kadar abu tidak larut asam II
Berat kurs kosong II = 42,389 g
Berat kurs yang telah dipijar II = 42,480 g
Berat simplisia = 2,195 g
Berat abu = 0,092 g
Kadar abu tidak larut asam = Berat abu
Berat sampelx 100%
= 0,092 g
2,195 gx 100% = 4,19 %
3. Kadar abu tidak larut asam III Berat kurs kosong III = 39,250 g
Berat kurs yang telah dipijar III = 39,320 g
Berat simplisia = 2,035 g
Berat abu = 0,080 g
Kadar abu tidak larut asam = Berat abu
Berat sampelx 100%
= 0,080 g
2,035 gx 100% = 3,93 %
Kadar abu tidak larut asam rata-rata =4,02% + 4,19% + 3,93%
3
= 4,05%
Kadar abu tidak larut asam = Berat abu
(18)
Lampiran 17. Contohperhitungan dosis bahan uji
Tabel Konversi Dosis Antara Jenis Hewan Dengan Manusia (Harmita dan Radji, 2008) Mencit 20 g Tikus 200 g Marmot 400 g Kelinci 1,5 kg Kera 4 kg Anjing 12 kg Manusia 70 kg Mencit
20 kg 1,0 7,0 12,25 27,8 64,1 124,3 387,9
Tikus
200 g 0,14 1,0 1,74 3,0 9,2 17,8 56,0
Marmot
400 g 0,008 0,57 1,0 2,25 5,2 10,2 31,5
Kelinci
1,5 kg 0,04 0,25 0,44 1,0 2,4 4,5 14,2
Kera 4
kg 0,016 0,11 0,19 0,42 1,0 1,9 6,1
Anjing
12 kg 0,008 0,06 0,10 0,22 0,52 1,0 3,1
Manusi
a 70 kg 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,16 0,32 1,0
a. Perhitungan dosis ekstrak etanol teripang
- Dosis suspensi ekstrak etanol teripang yang akan dibuat adalah 200 mg/kg
bb, 300 mg/kg bb dan 400 mg/kg bb. Berarti dosis 200 mg, 300 mg dan 400
mg tersebut diberikan untuk hewan dengan 1 kg berat badan. Karena 1 100 x 1 kg = 1
100 x 1000 g = 10 mL. Maka tiap dosis dilarutkan dalam 10,0 mL suspensi Na-CMC.
- Volume suspensi ekstrak etanol teripang yang diberikan kepada tikus adalah
Volume pemberian 1% dari bb tikus
Misal bb tikus = 200 g
Maka suspensi yang diberikan 1
100 x 200 g = 2 mL b. Perhitungan dosis natrium diklofenak
(19)
Lampiran 17. (lanjutan)
- Dosis orang dewasa 100 – 150 mg sehari terbagi 2 atau 3 dosis (Wilmana
dan Gan, 2012).
- Dosis 1 x pemakaian natrium diklofenak = 50 mg
- Konversi dosis manusia (70 kg) ke dosis hewan uji tikus dikali 0,018
Pemberian larutan natrium diklofenak
Konversi dosis untuk tikus = 50 mg x 0,018 = 0,90
Maka dosis natrium diklofenak yang digunakan adalah 0,90 mg untuk tikus 200 g,
sehingga dosis dalam mg/kg bb adalah :
0,90 mg 200 g =
x 1 kg
x = 0,90 mg
200 g x 1000 g
x = 4,50 mg/kg bb
- Volume pemberian 1% dari bb tikus
Misal bb tikus = 200 g
Maka volume suspensi natrium diklofenak yang diberikan 1
(20)
Lampiran 18. Contoh perhitungan persen radang dan persen inhibisi radang
Misal : Ekstrak etanol teripang dosis 200 mg/kg BB pada menit ke-30
a. Persen radang
dimana : Vt = volume radang setelah waktu t Vo = volume awal kaki tikus
Dik : Vt = 03.77
Vo = 03.10
Persen radang = 03.77−03.10
03.10
�
100%
= 21,61%
b. Persen inhibisi radang
dimana : a = persen radang rata-rata kelompok kontrol
b = persen radang rata-rata kelompok perlakuan yang mendapatkan bahan uji atau obat pembanding
Dik : a = 32,62%
b = 21,61%
Persen radang = 32,62−21,61
32,62
�
100%
= 33,75%
Persen Radang = ��−��
�� � 100%
Persen Radang = �−�
(21)
Lampiran 19. Data volume telapak kaki tikus
Jumlah Hewan
Uji
Perlakuan
Volume Telapak Kaki Tikus
Vo Menit ke-30 Menit ke-60 Menit ke-90 Menit ke-120 Menit ke-150 Menit ke-180 Menit ke-210 Menit ke-240 Menit ke-270 Menit ke-300 Menit ke-330 Menit ke-360 1
CMC 0,5 %
03.33 04.47 04.78 04.93 05.01 05.12 05.21 05.36 05.27 05.44 05.56 05.36 05.49 2 02.81 03.71 03.99 04.10 04.21 04.27 04. 04.48 04.59 04.37 04.35 04.29 04.20 3 03.40 04.49 04.76 04.85 04.89 04.90 04.96 04.88 05.01 05.10 05.15 04.95 04.79 4 03.74 04.65 05.07 05.12 05.18 05.22 05.36 05.44 05.54 05.36 05.49 05.47 05.28 5 03.21 04.51 04.65 04.67 04.73 04.86 04.95 05.09 05.02 05.17 04.95 05.00 05.05 1
Na. Diklofenak
03.05 03.42 03.45 03.65 03.91 04.00 03.93 03.67 03.67 03.50 03.42 03.31 03.25 2 02.87 03.28 03.40 03.50 03.64 03.71 03.70 03.69 03.65 03.55 03.47 03.23 03.08 3 03.01 03.38 03.48 03.64 03.59 03.75 03.70 03.60 03.55 03.49 03.36 03.25 03.18 4 03.22 03.42 03.53 03.77 04.24 04.25 03.98 04.03 03.90 03.81 03.74 03.61 03.41 5 03.36 03.69 03.87 03.89 04.16 04.41 04.37 04.25 04.21 04.11 03.90 03.73 03.57 1
EET 200 mg/kg BB
03.10 03.77 03.89 04.00 04.15 04.21 04.25 04.30 04.31 04.31 03.90 03.71 03.48 2 03.03 03.62 03.73 03.86 03.96 03.94 04.12 04.18 04.30 04.09 03.85 03.66 03.48 3 03.53 04.29 04.39 04.51 04.55 04.60 04.70 04.78 04.78 04.59 04.41 04.21 03.99 4 03.57 04.09 04.36 04.32 04.82 04.62 04.70 04.87 04.97 04.72 04.56 04.38 04.10 5 03.14 03.57 03.82 03.91 04.02 04.25 04.28 04.42 04.43 04.18 04.00 03.75 03.59 1
EET 300 mg/kg BB
02.56 03.08 03.19 03.25 03.40 03.45 03.45 03.51 03.54 03.32 03.13 03.00 02.81 2 03.40 04.04 04.13 04.32 04.40 04.41 04.59 04.62 04.75 04.58 04.37 04.14 03.92 3 03.39 04.07 04.18 04.21 04.32 04.36 04.47 04.52 04.48 04.24 04.17 04.00 03.90 4 03.99 04.47 04.59 04.80 05.36 05.13 05.14 05.35 05.42 05.20 05.00 04.80 04.55 5 04.00 04.45 04.75 04.72 05.06 05.34 05.41 05.58 05.59 05.21 05.00 04.71 04.54 1
EET 400 mg/kg BB
03.29 03.75 03.85 04.05 04.30 04.43 04.15 04.12 04.00 03.91 03.75 03.61 03.56 2 03.10 03.50 03.71 03.88 03.98 04.16 04.10 03.96 03.88 03.75 03.70 03.51 03.33 3 03.47 03.94 04.15 04.21 04.30 04.50 04.32 04.28 04.25 04.15 04.08 03.94 03.80 4 02.46 02.73 02.80 02.91 03.25 03.25 03.18 03.11 03.04 02.99 02.91 02.75 02.66 5 03.34 03.64 03.86 03.93 04.20 04.47 04.18 04.10 04.02 03.95 03.80 03.69 03.58
(22)
Lampiran 20. Data persen radang telapak kaki tikus tiap waktu pengamatan Jumlah
Hewan Uji Perlakuan
% Radang Menit ke-30 Menit ke-60 Menit ke-90 Menit ke-120 Menit ke-150 Menit ke-180 Menit ke-210 Menit ke-240 Menit ke-270 Menit ke-300 Menit ke-330 Menit ke-360 1
CMC 0,5 %
34.23 43.54 48.05 50.45 53.75 56.45 60.96 58.25 63.36 66.96 60.96 64.86 2 32.02 41.99 45.90 49.82 51.95 53.38 59.43 63.34 55.51 54.80 52.66 49.46 3 32.05 40.00 42.64 43.82 44.11 45.88 43.52 47.35 50.00 51.74 45.58 40.88 4 24.33 35.56 36.89 38.50 39.57 43.31 45.45 48.12 43.31 46.79 46.25 41.17 5 40.49 44.85 45.48 47.35 51.40 54.20 58.56 56.38 61.05 54.20 55.76 57.32 Rata – rata 32.62 41.18 43.79 45.98 48.15 50.64 53.58 54.68 54.64 54.89 52.42 50.73 SD ± 5.78 ± 3.62 ± 4.31 ± 4.92 ± 6.04 ± 5.70 ± 8.37 ± 6.84 ± 8.18 ± 7.44 ± 6.49 ± 10.40 1
Na. Diklofenak
12.13 13.11 19.67 28.19 31.14 28.85 20.32 20.32 14.75 12.13 9.96 6.55 2 14.28 18.46 21.95 26.82 29.26 28.91 28.57 27.17 23.93 20.90 12.54 7.31 3 12.29 15.61 20.93 19.26 24.58 22.92 19.60 17.94 15.94 11.62 7.97 5.64 4 6.21 9.62 17.08 31.67 31.98 23.60 25.15 21.11 18.32 16.14 12.11 5.90 5 9.82 15.17 15.77 23.80 31.25 30.05 25.48 25.29 22.32 16.14 11.01 6.25 Rata – rata 10.94 14.39 19.08 25.94 29.64 26.86 23.82 22.36 19.05 15.36 10.71 6.33 SD ± 3.08 ± 3.28 ± 2.59 ± 4.68 ± 3.00 ± 3.33 ± 3.77 ± 3.77 ± 3.97 ± 3.75 ± 1,83 ± 0,64 1
EET 200 mg/kg BB
21.61 25.48 29.03 33.87 35.80 37.09 38.70 39.03 39.03 25.80 19.67 12.25 2 19.47 23.10 27.39 30.69 30.03 35.97 37.95 41.91 34.98 27.06 20.79 14.85 3 21.52 24.36 27.76 28.89 30.31 33.14 35.41 35.41 30.02 24.92 19.26 13.03 4 14.56 22.12 21.00 35.01 29.41 31.65 36.41 39.21 32.21 27.73 22.68 14.84 5 13.69 21.65 24.52 28.02 35.35 36.30 40.76 41.08 33.12 27.38 19.42 14.33 Rata – rata 18.17 23.34 25.94 31.29 32.18 34.88 37.84 38.88 33.92 26.57 20.36 13.86 SD ± 3.80 ± 1.58 ± 3.21 ± 3.05 ± 3.12 ± 2.32 ± 2.07 ± 2.50 ± 3.39 ±1.34 ±1.42 ± 1.16 1
EET 300 mg/kg BB
20.31 24.60 26.95 32.81 34.76 34.76 37.10 38.28 29.68 22.26 17.18 9.76 2 18.82 21.47 27.05 29.41 29.70 35.00 35.88 39.70 34.70 28.52 21.76 15.29 3 20.05 23.30 24.18 27.43 28.61 31.85 33.33 32.15 25.07 23.00 17.99 15.04 4 12.03 15.03 20.30 34.33 28.57 28.82 34.08 35.83 30.32 25.31 20.30 14.03 5 11.25 18.75 18.00 26.50 33.50 35.25 39.50 39.75 30.25 25.00 17.75 13.50 Rata – rata 16.49 20.63 23.29 30.09 31.02 33.13 35.97 37.14 30.00 24.81 18.99 13.60 SD ± 4.47 ± 3.82 ± 4.03 ± 3.38 ± 2.90 ± 2.77 ± 2.46 ± 3.21 ± 3.41 ± 2.44 ± 1.94 ± 2.22
(23)
Lampiran 20. (lanjutan) 1
EET 400 mg/kg bb
13.98 17.02 23.10 30.69 36.47 26.13 25.22 21.58 18.84 13.98 9.72 6.99 2 12.90 19.67 25.16 28.38 34.51 32.25 27.74 25.16 20.96 19.35 13.22 8.20 3 13.54 19.59 21.32 23.91 32.85 24.49 23.34 22.47 19.59 17.57 13.54 9.51 4 10.97 13.82 18.29 32.11 33.33 29.26 26.42 23.57 21.54 18.29 11.78 8.13 5 8.98 15.56 17.66 25.74 38.02 25.14 22.75 20.35 18.26 13.77 10.47 7.18 Rata-rata 12.07 17.13 21.10 28.16 35.03 27.45 25.09 22.62 19.83 16.59 11.74 8
(24)
Lampiran 21. Data persen inhibisi radang telapak kaki tikus
Jumlah Hewan
Uji
Perlakuan
% Inhibisi Radang Menit ke-30 Menit ke-60 Menit ke-90 Menit ke-120 Menit ke-150 Menit ke-180 Menit ke-210 Menit ke-240 Menit ke-270 Menit ke-300 Menit ke-330 Menit ke-360 1 Na. Diklofenak
62.81 68.16 55.08 38.69 35.32 43.02 62.07 62.83 73.00 77.90 80.99 87.08 2 56.22 54.35 49.87 41.67 39.23 42.91 46.67 50.31 56.20 61.92 76.07 85.59 3 62.32 62.09 52.20 58.11 48.95 54.73 63.41 67.19 70.82 78.83 84.79 88.88 4 80.96 76.63 60.09 31.12 33.58 53.39 53.06 61.39 66.47 70.59 76.89 88.36 5 69.89 63.16 63.98 48.23 35.09 40.65 52.44 53.74 59.15 70.59 78.99 87.67 Rata – rata 66.44 64.87 56.42 43.56 38.43 46.94 55.53 59.09 65.12 71.96 79.54 87.51 1
EET 200 mg/kg BB
33.75 38.12 33.70 26.33 25.64 23.57 27.77 28.62 28.56 52.99 62.47 75.85 2 40.31 43.90 37.45 33.25 37.63 28.96 29.17 23.35 35.98 50.70 60.33 70.72 3 34.02 40.84 36.60 37.16 37.05 34.55 33.91 34.24 45.05 54.60 63.25 74.31 4 55.36 46.28 52.04 23.85 38.92 36.94 32.04 32.38 41.05 49.48 56.73 70.74 5 58.03 47.42 44.00 39.06 26.58 28.31 23.92 24.87 39.38 50.11 62.95 71.75 Rata – rata 44.29 43.31 40.75 30.12 33.16 31.10 29.36 28.69 38.00 51.57 61.14 72.67 1
EET 300 mg/kg BB
37.73 40.26 38.45 28.64 27.80 31.35 30.75 29.99 45.68 59.44 67.22 80.76 2 42.30 47.86 38.22 36.03 38.31 30.88 33.03 27.39 36.49 48.04 58.48 69.86 3 38.53 43.41 44.78 40.34 40.58 37.10 37.79 41.20 54.11 58.09 65.77 70.35 4 63.12 63.50 53.64 25.33 40.66 43.08 36.69 34.47 44.50 53.88 61.27 72.34 5 65.51 54.46 58.89 42.36 30.42 30.39 26.27 27.30 44.63 54.45 66.13 73.38 Rata – rata 49.43 49.89 46.79 34.54 35.55 34.56 32.84 32.05 45.08 54.78 63.75 73.33 1
EET 400 mg/kg BB
57.14 58.66 47.24 33.25 24.25 48.40 52.93 60.53 65.51 74.53 81.45 86.22 2 60.45 52.23 42.54 38.27 28.32 36.31 48.22 53.98 61.63 64.74 74.81 83.83 3 58.49 52.42 51.31 47.99 31.77 51.63 56.43 58.90 64.14 67.99 74.17 81.25 4 66.37 66.44 58.23 30.16 30.77 42.21 50.69 56.89 60.57 66.67 77.52 83.97 5 72.47 62.21 59.67 44.01 21.03 50.35 57.54 62.78 66.58 74.91 80.02 85.84 Rata – rata 62.58 58.39 51.79 38.73 27.22 45.78 53.16 58.61 63.68 69.76 77.59 84.22
(25)
Lampiran 22. Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov persen radang
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Menit ke-30 ,216 25 ,004 ,885 25 ,009
Menit ke-60 ,215 25 ,004 ,860 25 ,003
Menit ke-90 ,214 25 ,005 ,837 25 ,001
Menit ke-120 ,169 25 ,065 ,893 25 ,013
Menit ke-150 ,194 25 ,016 ,843 25 ,001
Menit ke-180 ,195 25 ,015 ,879 25 ,007
Menit ke-210 ,119 25 ,200* ,910 25 ,031
Menit ke-240 ,141 25 ,200* ,931 25 ,090
Menit ke-270 ,160 25 ,097 ,891 25 ,012
Menit ke-300 ,277 25 ,000 ,822 25 ,001
Menit ke-330 ,303 25 ,000 ,759 25 ,000
(26)
Lampiran 23. Hasil analisis deskriptif persen radang
N Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower
Bound
Upper Bound
Menit ke-30
Na-CMC 0,5% 5 32.6240 5.78658 2.58784 25.4390 39.8090 24.33 40.49 Na. Diklofenak 4,50
mg/kg bb
5 10.9460 3.08307 1.37879 7.1179 14.7741 6.21 14.28 EET 200 mg/kg bb 5 18.1700 3.80291 1.70071 13.4481 22.8919 13.69 21.61 EET 300 mg/kg bb 5 16.4920 4.47337 2.00055 10.9376 22.0464 11.25 20.31 EET 400 mg/kg bb 5 12.0740 2.07701 .92887 9.4950 14.6530 8.98 13.98 Total 25 18.0612 8.73741 1.74748 14.4546 21.6678 6.21 40.49
Menit ke-60
Na-CMC 0,5% 5 41.1880 3.62874 1.62282 36.6823 45.6937 35.56 44.85 Na. Diklofenak 4,50
mg/kg bb
5 14.3940 3.28074 1.46719 10.3204 18.4676 9.62 18.46 EET 200 mg/kg bb 5 23.3420 1.58288 .70789 21.3766 25.3074 21.65 25.48 EET 300 mg/kg bb 5 20.6300 3.82393 1.71011 15.8820 25.3780 15.03 24.60 EET 400 mg/kg bb 5 17.1320 2.54638 1.13878 13.9702 20.2938 13.82 19.67 Total 25 23.3372 10.02601 2.00520 19.1987 27.4757 9.62 44.85
Menit ke-90
Na-CMC 0,5% 5 43.7920 4.31243 1.92858 38.4374 49.1466 36.89 48.05 Na. Diklofenak 4,50
mg/kg bb
5 19.0800 2.59632 1.16111 15.8562 22.3038 15.77 21.95 EET 200 mg/kg bb 5 25.9400 3.21648 1.43845 21.9462 29.9338 21.00 29.03 EET 300 mg/kg bb 5 23.2960 4.03885 1.80623 18.2811 28.3109 18.00 27.05 EET 400 mg/kg bb 5 21.1060 3.17260 1.41883 17.1667 25.0453 17.66 25.16 Total 25 26.6428 9.61001 1.92200 22.6760 30.6096 15.77 48.05
Menit ke-120
Na-CMC 0,5% 5 45.9880 4.92999 2.20476 39.8666 52.1094 38.50 50.45 Na. Diklofenak 4,50
mg/kg bb
5 25.9480 4.68699 2.09609 20.1283 31.7677 19.26 31.67 EET 200 mg/kg bb 5 31.2960 3.05399 1.36579 27.5040 35.0880 28.02 35.01 EET 300 mg/kg bb 5 30.0960 3.38386 1.51331 25.8944 34.2976 26.50 34.33 EET 400 mg/kg bb 5 28.1660 3.39008 1.51609 23.9567 32.3753 23.91 32.11 Total 25 32.2988 8.08160 1.61632 28.9629 35.6347 19.26 50.45
(27)
Lampiran 23. (lanjutan)
Menit ke-150
Na-CMC 0,5% Na. Diklofenak 4,50 mg/kg bb
EET 200 mg/kg bb EET 300 mg/kg bb EET 400 mg/kg bb Total 5 5 5 5 5 25 48.1560 29.6420 32.1800 31.0280 35.0360 35.2084 6.04773 3.00274 3.12032 2.90218 2.17522 7.63882 2.70463 1.34286 1.39545 1.29790 .97279 1.52776 40.6467 25.9136 28.3056 27.4245 32.3351 32.0553 55.6653 33.3704 36.0544 34.6315 37.7369 38.3615 39.57 24.58 29.41 28.57 32.85 24.58 53.75 31.98 35.80 34.76 38.02 53.75 Menit ke-180
Na-CMC 0,5% 5 50.6440 5.70797 2.55268 43.5566 57.7314 43.31 56.45 Na. Diklofenak 4,50
mg/kg bb
5 26.8660 3.33503 1.49147 22.7250 31.0070 22.92 30.05 EET 200 mg/kg bb 5 34.8300 2.32038 1.03770 31.9489 37.7111 31.65 37.09 EET 300 mg/kg bb 5 33.1360 2.77770 1.24223 29.6870 36.5850 28.82 35.25 EET 400 mg/kg bb 5 27.4540 3.24639 1.45183 23.4231 31.4849 24.49 32.25 Total 25 34.5860 9.40256 1.88051 30.7048 38.4672 22.92 56.45
Menit ke-210
Na-CMC 0,5% 5 53.5840 8.37836 3.74692 43.1809 63.9871 43.52 60.96 Na. Diklofenak 4,50
mg/kg bb
5 23.8240 3.77973 1.69034 19.1309 28.5171 19.60 28.57 EET 200 mg/kg bb 5 37.8460 2.07531 .92811 35.2692 40.4228 35.41 40.76 EET 300 mg/kg bb 5 35.9780 2.46411 1.10198 32.9184 39.0376 33.33 39.50 EET 400 mg/kg bb 5 25.0940 2.08245 .93130 22.5083 27.6797 22.75 27.74 Total 25 35.2652 11.69455 2.33891 30.4379 40.0925 19.60 60.96
Menit ke-240
Na-CMC 0,5% 5 54.6880 6.84457 3.06099 46.1893 63.1867 47.35 63.34 Na. Diklofenak 4,50
mg/kg bb
5 22.3660 3.77430 1.68792 17.6796 27.0524 17.94 27.17 EET 200 mg/kg bb 5 39.3280 2.50947 1.12227 36.2121 42.4439 35.41 41.91 EET 300 mg/kg bb 5 37.1420 3.21253 1.43669 33.1531 41.1309 32.15 39.75 EET 400 mg/kg bb 5 22.6260 1.84465 .82495 20.3356 24.9164 20.35 25.16 Total 25 35.2300 12.81517 2.56303 29.9402 40.5198 17.94 63.34
Menit ke-270
Na-CMC 0,5% 5 54.6460 8.18202 3.65911 44.4867 64.8053 43.31 63.36 Na. Diklofenak 4,50
mg/kg bb
5 19.0520 3.97499 1.77767 14.1164 23.9876 14.75 23.93 EET 200 mg/kg bb 5 33.8720 3.39110 1.51655 29.6614 38.0826 30.02 39.03
(28)
Lampiran 23. (lanjutan)
EET 300 mg/kg bb 5 30.0040 3.41548 1.52745 25.7631 34.2449 25.07 34.70 EET 400 mg/kg bb 5 19.8380 1.38774 .62062 18.1149 21.5611 18.26 21.54 Total 25 31.4824 13.85058 2.77012 25.7652 37.1996 14.75 63.36
Menit ke-300
Na-CMC 0,5% 5 54.8980 7.44482 3.32942 45.6540 64.1420 46.79 66.96 Na. Diklofenak 4,50
mg/kg bb
5 15.3860 3.75252 1.67818 10.7266 20.0454 11.62 20.90 EET 200 mg/kg bb 5 26.5780 1.17865 .52711 25.1145 28.0415 24.92 27.73 EET 300 mg/kg bb 5 24.8180 2.44072 1.09152 21.7874 27.8486 22.26 28.52 EET 400 mg/kg bb 5 16.5920 2.56088 1.14526 13.4122 19.7718 13.77 19.35 Total 25 27.6544 15.07645 3.01529 21.4311 33.8777 11.62 66.96
Menit ke-330
Na-CMC 0,5% 5 52.2420 6.49694 2.90552 44.1750 60.3090 45.58 60.96 Na. Diklofenak 4,50
mg/kg bb
5 10.7180 1.83499 .82063 8.4396 12.9964 7.97 12.54 EET 200 mg/kg bb 5 20.3640 1.42626 .63784 18.5931 22.1349 19.26 22.68 EET 300 mg/kg bb 5 18.9960 1.94952 .87185 16.5754 21.4166 17.18 21.76 EET 400 mg/kg bb 5 11.7460 1.66772 .74583 9.6753 13.8167 9.72 13.54 Total 25 22.8132 15.80319 3.16064 16.2900 29.3364 7.97 60.96
Menit ke-360
Na-CMC 0,5% 5 50.7380 10.40569 4.65357 37.8176 63.6584 40.88 64.86 Na. Diklofenak 4,50
mg/kg bb
5 6.3300 .64734 .28950 5.5262 7.1338 5.64 7.31 EET 200 mg/kg bb 5 13.8600 1.16645 .52165 12.4117 15.3083 12.25 14.85 EET 300 mg/kg bb 5 13.5240 2.22718 .99603 10.7586 16.2894 9.76 15.29 EET 400 mg/kg bb 5 8.0020 1.00368 .44886 6.7558 9.2482 6.99 9.51 Total 25 18.4908 17.30075 3.46015 11.3494 25.6322 5.64 64.86
(29)
Lampiran 24. Hasil uji analisis variansi (ANAVA) One Way
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Menit ke-30
Between
Groups 1505,110 4 376,278 23,006 ,000
Within Groups 327,108 20 16,355
Total 1832,218 24
Menit ke-60
Between
Groups 2222,327 4 555,582 58,429 ,000
Within Groups 190,172 20 9,509
Total 2412,499 24
Menit ke-90
Between
Groups 1968,211 4 492,053 39,642 ,000
Within Groups 248,246 20 12,412
Total 2216,457 24
Menit ke-120
Between
Groups 1253,324 4 313,331 19,947 ,000
Within Groups 314,171 20 15,709
Total 1567,495 24
Menit ke-150
Between
Groups 1126,509 4 281,627 20,562 ,000
Within Groups 273,929 20 13,696
Total 1400,438 24
Menit ke-180
Between
Groups 1852,426 4 463,107 34,385 ,000
Within Groups 269,369 20 13,468
(30)
Lampiran 24. (lanjutan) Menit ke-210
Between Groups
Within Groups Total
2885,507
396,794 3282,301
4
20 24
721,377
19,840
36,360 ,000
Menit ke-240
Between
Groups 3617,032 4 904,258 55,740 ,000
Within Groups 324,456 20 16,223
Total 3941,488 24
Menit ke-270
Between
Groups 4172,776 4 1043,194 48,369 ,000
Within Groups 431,348 20 21,567
Total 4604,123 24
Menit ke-300
Between
Groups 5121,539 4 1280,385 76,751 ,000
Within Groups 333,645 20 16,682
Total 5455,184 24
Menit ke-330
Between
Groups 5777,003 4 1444,251 133,249 ,000
Within Groups 216,774 20 10,839
Total 5993,777 24
Menit ke-360
Between
Groups 6719,477 4 1679,869 72,392 ,000
Within Groups 464,103 20 23,205
(31)
Lampiran 25. Hasil uji Duncan
Menit ke-30 Duncana
Jenis Perlakuan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Na. Diklofenak 4,50 mg/kg bb 5 10.9460 EET 400 mg/kg BB 5 12.0740
EET 300 mg/kg BB 5 16.4920 16.4920
EET 200 mg/kg BB 5 18.1700
Na-CMC 0,5% 5 32.6240
Sig. ,052 ,519 1,000
Menit ke-60 Duncana
Jenis Perlakuan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
Na. Diklofenak 4,50 mg/kg bb 5 14.3940
EET 400 mg/kg BB 5 17.1320 17.1320
EET 300 mg/kg BB 5 20.6300 20.6300
EET 200 mg/kg BB 5 23.3420
Na-CMC 0,5% 5 41.1880
Sig. ,176 ,088 ,180 1,000
Menit ke-90 Duncana
Jenis Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Na. Diklofenak 4,50 mg/kg bb 5 19.0800
EET 400 mg/kg BB 5 21.1060 21.1060 EET 300 mg/kg BB 5 23.2960 23.2960
EET 200 mg/kg BB 5 25.9400
Na-CMC 0,5% 5 43.7920
(32)
Lampiran 25. (lanjutan)
Menit ke-120 Duncana
Jenis Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2
Na. Diklofenak 4,50 mg/kg bb 5 25.9480 EET 400 mg/kg BB 5 28.1660 EET 300 mg/kg BB 5 30.0960 EET 200 mg/kg BB 5 31.2960
Na-CMC 0,5% 5 45.9880
Sig. ,063 1,000
Menit ke-150 Duncana
Jenis Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Na. Diklofenak 25 mg/kg bb 5 29.6420
EET 300 mg/kg bb 5 31.0280 31.0280 EET 200 mg/kg bb 5 32.1800 32.1800
EET 400 mg/kg bb 5 35.0360
Na-CMC 0,5% 5 48.1560
Sig. ,318 ,120 1,000
Menit ke-180 Duncana
Jenis Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Na. Diklofenak 4,50 mg/kg bb 5 26.8660 EET 400 mg/kg BB 5 27.4540
EET 300 mg/kg BB 5 33.1360
EET 200 mg/kg BB 5 34.8300
Na-CMC 0,5% 5 50.6440
(33)
Menit ke-180 Duncana
Jenis Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Na. Diklofenak 4,50 mg/kg bb 5 26.8660 EET 400 mg/kg BB 5 27.4540
EET 300 mg/kg BB 5 33.1360
EET 200 mg/kg BB 5 34.8300
Na-CMC 0,5% 5 50.6440
Sig. ,803 ,474 1,000
Lampiran 25. (lanjutan)
Menit ke-210 Duncana
Jenis Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Na. Diklofenak 4,50 mg/kg bb 5 23.8240 EET 400 mg/kg BB 5 25.0940
EET 300 mg/kg BB 5 35.9780
EET 200 mg/kg BB 5 37.8460
Na-CMC 0,5% 5 53.5840
Sig. ,657 ,515 1,000
Menit ke-240 Duncana
Jenis Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Na. Diklofenak 4,50 mg/kg bb 5 22.3660 EET 400 mg/kg BB 5 22.6260
EET 300 mg/kg BB 5 37.1420
EET 200 mg/kg BB 5 39.3280
Na-CMC 0,5% 5 54.6880
(34)
Menit ke-270 Duncana
Jenis Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Na. Diklofenak 4,50 mg/kg bb 5 19.0520 EET 400 mg/kg BB 5 19.8380
EET 300 mg/kg BB 5 30.0040
EET 200 mg/kg BB 5 33.8720
Na-CMC 0,5% 5 54.6460
Sig. ,792 ,203 1,000
Lampiran 25. (lanjutan)
Menit ke-300 Duncana
Jenis Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Na. Diklofenak 4,50 mg/kg bb 5 15.3860 EET 400 mg/kg BB 5 16.5920
EET 300 mg/kg BB 5 24.8180
EET 200 mg/kg BB 5 26.5780
Na-CMC 0,5% 5 54.8980
Sig. ,646 ,503 1,000
Menit ke-330 Duncana
Jenis Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Na. Diklofenak 4,50 mg/kg bb 5 10.7180 EET 400 mg/kg BB 5 11.7460
EET 300 mg/kg BB 5 18.9960
EET 200 mg/kg BB 5 20.3640
Na-CMC 0,5% 5 52.2420
(35)
Menit ke-330 Duncana
Jenis Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Na. Diklofenak 4,50 mg/kg bb 5 10.7180 EET 400 mg/kg BB 5 11.7460
EET 300 mg/kg BB 5 18.9960
EET 200 mg/kg BB 5 20.3640
Na-CMC 0,5% 5 52.2420
Sig. ,627 ,519 1,000
Menit ke-360 Duncana
Jenis Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Na. Diklofenak 4,50 mg/kg bb 5 6.3300
EET 400 mg/kg BB 5 8.0020 8.0020
EET 300 mg/kg BB 5 13.5240
EET 200 mg/kg BB 5 13.8600
Na-CMC 0,5% 5 50.7380
(36)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2011). Artikel Peluang dan Tantangan Kelautan dan Perikanan Aceh.
Tanggal akses 21 Juni
Agung, E.N., (2012). Farmakologi: Obat-Obat Penting dalam Pembelajaran Ilmu Farmasi dan Dunia Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Halaman 167-182.
Bordbar, S., Farooq, A., dan Nazamid, S. (2011). High-Value Components and Bioactives from Sea Cucumbers for Functional Foods-A Review. Marine Drugs Journal. 9: 1761-1805.
Conand, C., dan Byrne, M. (1993). A Review of Recent Developments in The World Sea Cucumber Fisheries. Marine Fisheries Review.55(4):1-13.
Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan. Halaman 8-13,21.
Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan. Halaman 302, 321, 325.
Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan. Halaman. 10-11.
Dorland, W.A.N. (2002). Kamus Kedokteran Dorland.Edisi XXIX. Jakarta: EGC. Halaman 68.
Farnsworth, N.R. (1996). Biological and Phytochemical Screening Of Plants. Journal of Pharmaceutical Sciences. 55(3): 257-260.
Ganiswarna, S.G. (1995). Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran-Universitas Indonesia. Halaman 208-209.
Ghufron, M., dan Kordi, H.K. (2010). A to Z Budi Daya Biota Akuantik untuk Pangan, Kosmetik dan Obat-obatan. Yogyakarta: Lily Publisher. Halaman 24-36, 39.
Guyton, A.C. (1995). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Penerjemah: Petrus A. Edisi III. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. Halaman 19-20.
Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Terjemahan: Kosasih Padmawinata. Edisi II. Bandung: ITB Press. Halaman 6-8.
(37)
Juheini, F.W., Mariana. Y., dan Rusmawan, I. (1990). Efek antiinflamasi Jahe (Zingiber officinale. Rosc) terhadap Radang Buatan pada tikus putih. Majalah Farmakologi dan Terapi Indonesia 7(1).
Katzung dan B.G. (1996). Farmakologi Dasar Dan Klinik. Jakarta: EGC. Halaman 573.
Katzung dan B.G. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik. Buku II. Edisi VII. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Halaman 449-454, 462.
Kee, J.L., dan Evelyn. (1996). Farmakologi; Pendekatan Proses Keperawatan. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 310-315.
Kertia, N. (2009). Aktivitas Anti-Inflamasi Kurkuminoid Ekstrak Rimpang Kunyit. Disertasi. Yogyakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Kuncoro, E.B. (2004). Akuarium Laut. Yogyakarta: Kanisius. Halaman 138.
Mansjoer, S. (2003). Mekanisme Obat Anti Radang. Media Farmasi. 7(1): 34-41.
Massin, C. (1996). The Holothuroidea (Echinodermata) Collected of Ambon During The Rhumpius Biohistorical Expedition. Results of The Rhumpius Biohistorical Expendition to Ambon (1990). Part IV. Zoologische Verhandelingen. Leiden: National Mus. Of Natural History.
Martoyo, J., dan Aji, N. T. (2006). Budi Daya Teripang. Cetakan Keenam. Edisi Revisi. Jakarta. Penebar Swadaya. Halaman 5, 11, 16, 18, 56.
Melva, M.H. (2015). Karakterisasi Simplisia dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol serta Fraksi n-heksan dan Etilasetat Teripang Holothuria atra Jaeger. Skripsi. Fakultas Farmasi USU Medan.
Mutschler, E. (1999). Dinamika Obat: Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi. Penerjemah: Widianto B.M dan Ranti S.A. Edisi V. Cetakan Ketiga. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 194-208.
Mycek, M.J., Harvey R.A., dan Champe P.C. (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi II. Jakarta: Penerbit Widya Medika. Halaman 404.
Nurhidayati. (2009). Efek Protektif Teripang Pasir (Holothuria scabra) terhadap Hepatotoksistas yang Diinduksi Karbon Tetraklorida (CCl4). Skprisi. Surabaya: Universitas Airlangga.
Parmar, N.S., dan Prakash, S. (2006). Screening Methods in Pharmacology. Ahmedabab: Alpha Science International Ltd. Halaman 213-214.
(38)
Price, S.A. dan Wilson, L.M. (1995). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi IV. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 35-50.
Purcell, W.S., Samyn, Y., dan Conand, C. (2012). Commercially Important Sea Cucumbers Of The World. Rome: FAO Fish Finder. Halaman 38.
Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi VI. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 152-156.
Robbins, S.L., Kumar, V., dan Cotran, R.S. (2007). Buku Ajar Patologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 35-37, 50-53.
Supriyatna., Mulyono. M.W., Yoppi. I., dan Maya F.R. (2010). Prinsip Obat Herbal: Sebuah Pengantar untuk Fitoterapi. Yogyakarta: Deepublish. Halaman 31.
Tjay, T. H., dan Kirana, R.(2002). Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya. Edisi V. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo Gramedia. Halaman 29, 308.
World Health Organization. (1998). Quality Control Methods For Medicinal Plant Materials. Geneva: WHO. Halaman 31-33.
Wibowo, S., Yunizal., Setiabudi, E., Erlina, M.D., dan Tazwin. (1997). Teknologi Penanganan dan Pengolahan Teripang (Holothuridea). Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Halaman 5-60.
Widodo, A. (2013). Budidaya Teripang Khasiat dan Cara Olah untuk Pengobatan. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Baru Press. Halaman 22-23. Wilmana, P.F., dan Gan, S. (2007). Analgesik-antipiretik, analgesik-antiinflamasi
non steroid dan obat pirai. Dalam: Editor: Suliatia Gan Ganiswara. Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 230-246, 500-506.
Winarno, F.G. (1990). Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Halaman 13,72-85.
Wu, J., Tang, Wu, H.M., dan Zhou, Z.R. (2007). Hillasides A and B, Two New Cytotoxic Triterpene Glycosides from The Sea Cucumber Holothuria hilla lesson. Asian Natural Products Research. 9: 609-615.
Vogel, H.G., dan Vogel, W.H. (2008). Drug Discovery and Evaluation Pharmacological Assay. Heidelberg: Springer Verlag Berlin. Halaman 1103 – 1104.
(39)
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah metode eksperimental meliputi penyiapan
teripang, identifikasi teripang, pembuatan simplisia, pemeriksaan karakteristik
simplisia, pemeriksaan kandungan kimia, pembuatan ekstrak etanol teripang
Holothuria atra Jaeger dengan cara perkolasi, dan pengujian aktivitas antiinflamasi dengan metode paw edem.
3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat-alat gelas
laboratorium, lemari pengering, blender (Panasonic), oven (Dynamica),
pletismometer (Ugo Basile cat No.7140), neraca listrik (Vibra AJ), neraca hewan
(GW-1500), mikroskop (Olympus), inkubator (Gallenkamp), penangas air, hair
dryer (Panasonic), rotary evaporator (Stuart), spuit, oral sonde, mortir dan stamfer, labu tentukur.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian adalah teripang Holothuria atra
Jaeger. Bahan kimia yang digunakan berkualitas pro analisa kecuali dinyatakan
lain adalah kloralhidrat, toluen, asam nitrat, α-naftol, timbal (II) asetat, asam asetat anhidrat, isopropanol, asam sulfat pekat, asam klorida pekat, kloroform,
n-heksan, metanol, etanol 96%, larutan fisiologis NaCl 0,9%, natrium diklofenak,
(40)
3.3 Penyiapan Teripang 3.3.1 Pengumpulan teripang
Pengumpulan teripang dilakukan secara purposif, yaitu tanpa
membandingkan dengan daerah lain. Teripang yang digunakan adalah teripang
yang masih segar dari Pulo Kapuk (Pantai Cemara) Lhoknga, Aceh Besar.
3.3.2 Identifikasi teripang
Identifikasi dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
Pusat Penelitian Oseanografi Jl. Pasir Putih I, Ancol Timur, Jakarta. Hasil
identifikasi teripang Holothuria atra Jaeger dapat dilihat pada Lampiran 1,
halaman 55.
3.3.3 Pengolahan teripang
Teripang dibersihkan dari kotoran dengan cara membuang bagian dalam
perut, dicuci di bawah air mengalir hingga bersih, ditiriskan, ditimbang dan
dipotong dengan ukuran 3 x 3 cm, dikeringkan di lemari pengering, teripang yang
sudah kering ini disebut simplisia hewani. Simplisia hewani tersebut ditimbang,
diblender sampai menjadi serbuk dan ditimbang beratnya. Serbuk simplisia
disimpan dalam wadah plastik dan terlindung dari cahaya. Bagan alur pembuatan
simplisia, pemeriksaan karakterisasi dan skrining fitokimia teripang Holothuria
atra Jaeger dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 57.
3.4 Pembuatan Pereaksi
3.4.1 Pereaksi Liebermann-Burchard
Sebanyak 5 bagian volume asam sulfat pekat dicampurkan dengan 50
bagian volume etanol 95%, lalu di tambahkan dengan hati-hati 5 bagian volume
asam asetat anhidrat ke dalam campuran tersebut dan dinginkan (Depkes, RI.,
(41)
3.4.2 Pereaksi Molisch
Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N dan ditambahkan air suling hingga 100 mL (Depkes, RI., 1995).
3.4.3 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M
Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat dilarutkan dalam air bebas
karbondioksida hingga 100 mL (Depkes, RI., 1995).
3.4.4 Pereaksi asam klorida 2 N
Sebanyak 7,293 g asam klorida pekat diencerkan dengan air suling sampai
100 mL (Depkes, RI., 1995).
3.4.5 Larutan asam sulfat 2 N
Larutan asam sulfat pekat sebanyak 9,8 mL ditambahkan air suling sampai
100 mL (Depkes, RI., 1995).
3.4.6 Pereaksi kloralhidrat
Sebanyak 50 g kloralhidrat ditimbang lalu dilarutkan dalam 20 mL air
suling (Depkes, RI., 1995).
3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Teripang
Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi makroskopik, mikroskopik,
penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut
etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu tidak larut asam.
3.5.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk luar,
ukuran permukaan, diameter dan organoleptis dari teripang segar dan serbuk
(42)
3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia hewan
teripang ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan
kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup (deck glass), kemudian diamati di
bawah mikroskop. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia teripang
Holothuria atra Jaeger dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 61.
3.5.3 Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan menurut metode Azeotropi (destilasi
toluen). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 mL, pendingin, tabung penyambung
dan tabung penerima 5 mL berskala 0,05 mL, alat penampung dan pemanas
listrik. Cara kerja:
a. Penjenuhan toluen
Sebanyak 200 mL toluen dan 2 mL air suling dimasukkan ke dalam labu
alas bulat, lalu didestilasi selama 2 jam. Toluen dibiarkan mendingin selama 30
menit, dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 mL
(WHO, 1998).
b. Penetapan kadar air simplisia
Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan
ke dalam labu bulat berisi toluen tersebut, lalu dipanaskan hati-hati selama 15
menit, setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap
detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan dinaikkan
hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin
dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung
(43)
sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 mL. Selisih kedua volume air
yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang
diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998). Hasil perhitungan
penetapan kadar air serbuk simplisia teripang Holothuria atra Jaeger dapat dilihat
pada Lampiran 12, halaman 67.
3.5.4 Penetapan kadar sari larut air
Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 mL
air-kloroform P (2,5 mL kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu
bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18
jam kemudian disaring. Sejumlah 20 mL filtrat diuapkan sampai kering dalam
cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa
dipanaskan pada suhu 105ºC sampai bobot tetap. Kadar sari larut air dihitung
terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, RI., 2000). Hasil perhitungan
penetapan kadar sari larut air serbuk simplisia teripang Holothuria atra Jeager
dilihat pada Lampiran 13, halaman 68.
3.5.5 Penetapan kadar sari larut etanol
Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 mL
etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama,
dibiarkan selama 18 jam., kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan
etanol. Diuapkan 20 mL filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar
rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105ºC sampai
bobot tetap. Kadar sari larut etanol dihitung terhadap bahan yang telah
(44)
etanol serbuk simplisia teripang Holothuria atra Jaeger dapat dilihat pada
Lampiran 14, halaman 69.
3.5.6 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukan
dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar
perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 600ºC selama
3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar
abu total dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, RI., 2000).
Hasil perhitungan penetapan kadar abu total serbuk simplisia teripang Holothuria
atra Jaeger dapat dilihat pada Lampiran 15, halaman 70.
3.5.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam
Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu total didihkan dengan 25
mL asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring, dipijar, kemudian didinginkan dan
ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu tidak larut dalam asam dihitung
terhadap bobot yang dikeringkan (Depkes, RI., 2000). Hasil perhitungan
penetapan kadar abu tidak larut asam serbuk simplisia teripang Holothuria atra
Jaeger dapat dilihat pada Lampiran 16, halaman 71.
3.6 Pemeriksaaan Golongan Senyawa Metabolit Sekunder 3.6.1 Pemeriksaan glikosida
Simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 mL
campuran 7 bagian volume etanol 95% dan 3 bagian voume air suling di dalam
alat pendingin alir balik, dinginkan dan disaring. Sebanyak 20 mL filtrat
(45)
didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 mL campuran 3 bagian
volume kloroform dan 2 bagian volume isopropanol, dilakukan berulang sebanyak
3 kali. Sari air dikumpulkan dan ditambahkan natrium sulfat anhidrat, kemudian
disaring, lalu filtratnya diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50° C. Larutkan
sisa dengan 2 mL metanol, larutan tersebut digunakan untuk percobaan berikut :
0,1 mL larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi dan diuapkan di atas
penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 mL air dan 5 tetes pereaksi Molisch,
kemudian secara perlahan lahan ditambahkan 2 mL asam sulfat pekat melalui
dinding tabung, terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas kedua cairan
menunjukkan adanya ikatan gula (Depkes, RI., 1995).
3.6.2 Pemeriksaan saponin
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan dalam tabung reaksi
ditambahkan 10 mL air panas, dinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama10
detik, jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit
dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan
adanya saponin (Depkes, RI., 1995).
3.6.3 Pemeriksaan steroid/triterpenoid
Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 mL n-heksan selama
2 jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap, dan pada sisanya
ditambahkan 1 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi
Liebermann-Burchard). Timbulnya warna biru atau biru hijau menunjukkan
adanya steroid, sedangkan warna merah, merah muda atau ungu menunjukkan
(46)
3.7 Pembuatan Ekstrak Etanol Teripang (EET)
Pembuatan ekstrak dilakukan secara perkolasi dengan pelarut etanol 96%.
Cara kerja:
Sebanyak 300 g serbuk teripang dimasukkan kedalam bejana tertutup, lalu
direndam dengan cairan penyari selama 3 jam. Kemudian massa dimasukkan ke
dalam perkolator, lalu pelarut etanol dituang secukupnya sampai terdapat selapis
larutan penyari di atas serbuk simplisia, mulut perkolator ditutup dengan plastik
dan aluminium foil dan dibiarkan selama 24 jam, setelah itu kran perkolator
dibuka dan cairan perkolat dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 tetes per detik
dan ditampung kedalam botol berwarna bening. Perkolasi dihentikan setelah
tetesan terakhir perkolat tidak berwarna lagi atau apabila sebanyak 500 mg cairan
perkolat diuapkan di atas penangas air tidak meninggalkan sisa (Depkes, RI.,
1979). Perkolat dipekatkan dengan bantuan alat penguap rotary evaporator pada
suhu tidak lebih dari 40°C hingga diperoleh ekstrak kental teripang, kemudian
ekstrak dikeringkan dengan hair dryer. Bagan pembuatan ekstrak teripang
Holothuria atra Jaeger dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 58.
3.8 Pengujian Aktivitas Antiinflamasi
Pengujian aktivitas antiinflamasi meliputi pembuatan sediaan uji,
penyiapan hewan percobaan, orientasi ekstrak etanol teripang, dan uji aktivitas
antiinflamasi.
3.8.1 Pembuatan suspensi Na-CMC 0,5% b/v
Sebanyak 0,5 g Na-CMC 0,5% ditaburkan dalam lumpang yang berisi ±
10 mL air suling panas. Didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh massa yang
(47)
dimasukkan ke labu tentukur 100 mL, dicukupkan volumenya dengan air suling
hingga 100 mL.
3.8.2 Pembuatan suspensi natrium diklofenak 4,50 mg/kg bb
Sebanyak 4,50 mg serbuk natrium diklofenak digerus dengan penambahan
suspensi Na-CMC 0,5% sampai homogen, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10
mL, dicukupkan sampai garis tanda dengan suspensi Na-CMC 0,5%. Contoh
perhitungan dosis natrium diklofenak dapat dilihat pada Lampiran 17,halaman 72.
3.8.3 Pembuatan suspensi EET dosis 200 mg/kg bb, 300 mg/kg bb dan 400 mg/kg bb
Suspensi ekstrak etanol teripang dibuat dengan 3 variasi dosis, yaitu 200
mg/kg bb, 300 mg/kg bb dan 400 mg/kg bb. Sejumlah 200 mg, 300 mg dan 400
mg ekstrak etanol teripang ditimbang dan dimasukkan kedalam lumpang dan
ditambahkan suspensi Na-CMC 0,5% sedikit demi sedikit sambil digerus sampai
homogen, kemudian dimasukkan kedalam labu tentukur 10 mL, dicukupkan
sampai garis tanda dengan suspensi Na-CMC 0,5%. Contoh perhitungan dosis
ekstrak etanol teripang dapat dilihat pada Lampiran 17, halaman 72.
3.8.4 Pembuatan larutan λ-karagenan 1%
Sebanyak 100 mg λ-karagenan dimasukkan kedalam lumpang, digerus sampai homogen dengan larutan NaCl 0,9%, setelah itu dimasukkan kedalam labu
tentukur 10 mL, dicukupkan dengan larutan NaCl 0,9% sampai garis tanda
kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam.
3.8.5 Pembuatan larutan untuk reservoir
Sebanyak 2 mL campuran senyawa pembasah (Ornano Imbente BBC. 97)
yang telah tersedia dalam kemasan standar. Dimasukkan ke dalam labu tentukur
(48)
dimasukkan kedalam labu tentukur 1000 mL, kemudian dicukupkan dengan
menggunakan air suling sampai garis tanda.
3.8.6 Penyiapan hewan percobaan
Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih jantan yang
sehat dan dewasa sebanyak 25 ekor dengan berat badan 150-200 g, yang terlebih
dahulu diaklimatisasi selama 2 minggu untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Hewan yang digunakan dalam penelitian ini telah disetujui
penggunaannya oleh Ketua Komite Etik Penelitian Hewan Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam-Universitas Sumatera Utara (Animal Research Ethics
Commitees/AREC). Rekomendasi persetujuan etik penelitian dapat dilihat pada
Lampiran 2, halaman 56.
3.8.7 Uji orientasi ekstrak etanol teripang
Sebelum dilakukan pengujian, dilakukan uji orientasi ekstrak etanol
teripang untuk melihat dosis yang efektif dari ekstrak etanol teripang Holothuria
atra Jaeger sebagai antiinflamasi. Dosis yang digunakan adalah 50 mg/kg bb, 100 mg/kg bb, 200 mg/kg bb dan 300 mg/kg bb dan 400 mg/kg bb, sebelum pengujian
tikus dipuasakan selama ± 18 jam (tidak makan tetapi tetap diberi minum). Hewan
dikelompokkan ke dalam 5 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 2
ekor tikus. Masing-masing tikus dalam setiap kelompok ditimbang, diberi tanda
pada bagian ekor dan pada kaki kanan tikus. Kaki kanan tikus diukur sebagai
volume awal (Vo), kemudian setiap kelompok diberikan suspensi EET secara oral
dengan dosis 50 mg/kg bb, 100 mg/kg bb, 200 mg/kg, 300 mg/kg bb dan 400
mg/kg bb. Satu jam kemudian, kepada masing-masing telapak kaki tikus diinduksi
(49)
pengukuran dengan mencelupkan kaki tikus ke dalam pletismometer. Bagan kerja
uji orientasi dosis ekstrak etanol teripangHolothuria atra Jaeger dapat dilihat pada
Lampiran 7, halaman 62.
3.8.8 Uji aktivitas antiinflamasi
Sebelum pengujian tikus dipuasakan selama ± 18 jam (tidak makan tetapi
tetap diberi minum). Hewan dikelompokkan ke dalam 5 kelompok, yang
masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus, yaitu kelompok kontrol negatif
(suspensi Na-CMC 0,5%), kelompok bahan uji (tiga dosis suspensi ekstrak etanol
teripang), dan kontrol positif (natrium diklofenak). Hari pengujian masing-masing
hewan ditimbang, diberi tanda pada bagian ekor dan pada kaki kanan tikus,
kemudian kaki kanan tikus dimasukkan ke dalam sel yang berisi cairan khusus
yang telah disiapkan sebelumnya sampai cairan naik pada garis batas atas, pedal
kemudian ditahan, dicatat angka pada monitor sebagai volume awal (Vo) yaitu
volume kaki sebelum diberi obat. Masing-masing tikus diberi suspensi bahan uji
secara oral sesuai dengan kelompoknya. Satu jam kemudian, masing-masing
telapak kaki tikus disuntik secara intraplantar dengan 0,1 mL larutan λ-karagenan 1%, setelah 30 menit dilakukan pengukuran dengan cara mencelupkan kaki tikus
ke dalam sel pletismometer yang berisi cairan khusus sampai larutan mencapai
garis batas atas, dan pedal ditahan, angka pada monitor dicatat. Perubahan volume
cairan yang terjadi dicatat sebagai volume telapak kaki tikus tiap waktu
pengamatan (Vt). Pengukuran dilakukan setiap 30 menit selama 360 menit, dan
setiap kali pengukuran larutan sel tetap dicukupkan sampai garis tanda atau garis
merah bagian atas sel dan pada menu utama ditekan tombol 0, dan juga kaki tikus
(50)
Volume radang adalah selisih volume telapak kaki tikus setelah dan
sebelum disuntikkan λ-karagenan. Waktu pengukuran volume cairan tikus sama setiap kali pengukuran tanda batas pada kaki tikus harus jelas, kaki tikus harus
tercelup sampai batas yang dibuat (Juheini, dkk., 1990). Bagan kerja uji aktivitas
antiinflamasi dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 63.
3.9 Perhitungan Persen Radang (%R) dan Persen Inhibisi Radang (IR%) 3.9.1 Persen radang (R%)
Keterangan :
Vt = volume telapak kaki pada waktu t Vo = volume telapak kaki awal
3.9.2 Persen inhibisi radang (IR%)
Keterangan :
a = volume udem pada kelompok hewan kontrol
b = volume udem pada kelompok hewan uji (Mansjoer, 2003) Contoh perhitungan persen radang dan persen inhibisi radang dapat dilihat pada
Lampiran 18, halaman 74.
3.10 Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis secara statistik menggunakan metode
ANAVA (Analisis Variansi) dengan program SPSS dengan tingkat kepercayaan
95% dilanjutkan dengan uji metode Duncan untuk mengetahui kelompok mana
yang mempunyai pengaruh sama atau berbeda satu dengan yang lainnya. Pesen Radang (%R) = ��−�0
�� 100 %
Persen Inhibisi Radang (% IR) = ( �−� )
(51)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Teripang
Hasil identifikasi teripang yang dilteliti dilakukan oleh Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Oseanografi hasilnya adalah
teripang Holothuria atra Jaeger, marga Holothuria, suku Holothuroiidae, bangsa
Aspidochirotida, kelas Holothuroidea, dan filum Echinodermata.
4.2 Hasil Karakteristik Simplisia Teripang 4.2.1 Hasil pemeriksaan makroskopik
Hasil pemeriksaan teripang segar secara makroskopik menunjukkan
bahwa teripang mempunyai bentuk tubuh lonjong dan agak melebar, badannya
lunak dan berlendir, terdapat tonjolan-tonjolan pada permukaan tubuh, berwarna
hitam gelap, berbau khas dan mempunyai ukuran panjang 28 cm, lebar 7,8 cm dan
berat 810 g. Hasil pemeriksaan makroskopik serbuk simplisia teripang dengan
melihat organoleptis simplisia yaitu berbau khas, rasa asin dan warna dari serbuk
simplisia teripang Holothuria atra Jaeger coklat kehitaman.
4.2.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan dilakukan terhadap serbuk simplisia teripang Holothuria atra
Jaeger menunjukkan adanya tiga jenis spikula yang berbeda tipe yaitu tipe
rosettes, tipe rod dan tipe pseudo-button. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Massin (1996) tipe spikula pada dinding tubuh teripang Holothuria atra Jaeger
(52)
4.2.3 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia teripang
Hasil pemeriksaan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol,
kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia hewan teripang Holothuria
atra Jaeger.
No. Karakteristik
Hasil Pemeriksaan
(%)
Persyaratan Menteri Pertanian No. 701/Kpts/TP>830/10/1987
1. Kadar air 9,33 20
2. Kadar sari larut air 38,96 -
3. Kadar sari larut etanol 29,34 -
4. Kadar abu total 27,75 -
5. Kadar abu tidak larut asam 4,05 7
Pentepan kadar air bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau
rentang besarnya kandungan air di dalam bahan (Depkes, RI., 2000). Kelebihan
air dalam simplisia menyebabkan pertumbuhan mikroba, jamur atau serangga,
serta mendorong kerusakan bahan aktif (WHO, 1998). Hasil penetapan kadar air
yang diperoleh adalah 9,33% dan hasilnya sesuai dengan standar mutu teripang
kering Sistem Pengendalian Intern Perikanan (SPI-kan/02/29/1987) berdasarkan
Keputusan Menteri Pertanian No. 701/Kpts/TP>830/10/1987 tentang penetapan
standar mutu hasil perikanan standar Indonesia oleh Dewan Standarisasi Nasional,
yaitu tidak lebih dari 20%.
Penetapan kadar sari bertujuan untuk memberikan gambaran jumlah
kandungan senyawa awal (Depkes, RI., 2000). Hasil kadar sari larut air yang
diperoleh adalah 38,96% menunjukkan bahwa teripang Holothuria atra
Jaegermengandung banyak zat yang larut dalam air seperti saponin, vitamin B1,
B2 (Martoyo dan Aji, 2006). Sedangkan kadar sari larut etanol 29,34%
(53)
lemak, protein, vitamin A, riboflavin, saponin, steroid/triterpenoid (Martoyo dan
Aji, 2006).
Penetapan kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan
mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya
ekstrak (Depkes, RI., 2000). Kadar abu yang lebih tinggi menunjukkan banyaknya
senyawa-senyawa anorganik seperti logam-logam Pb, Mg, Ca dan Fe yang dapat
membahayakan kesehatan. Hasil kadar abu total 27,75% menunjukkan bahwa
kadar abu teripang tinggi, hal ini disebabkan karena teripang mengandung
berbagai mineral seperti kalsium, fosfor, besi, kalium dan natrium (Wibowo, dkk.,
2006). Kadar abu tidak larut asam 4,05% dan hasil tersebut sesuai dengan standar
mutu teripang kering (SPI-kan/02/29/1987) berdasarkan Keputusan Menteri
Pertanian no. 701/Kpts/TP>830/10/1987 yaitu tidak lebih dari 7%, kadar abu tidak
larut asam menunjukkan bahwa cemaran dari luar tubuh teripang banyak
kemungkinan berasal dari laut (Martoyo dan Aji, 2006).
4.3 Hasil Pemeriksaan Golongan Senyawa Metabolit Sekunder
Hasil pemeriksaan golongan senyawa terhadap serbuk simplisia hewan
menunjukkan bahwa teripang Holothuria atra Jaeger mengandung golongan
senyawa-senyawa kimia seperti yang terlihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan senyawa metabolit sekunder serbuk simplisia
teripang Holothuria atra Jaeger.
No. Pemeriksaan Serbuk Simplisia Ekstrak Etanol (Melva, 2015)
1. Glikosida + +
2. Saponin + +
3. Steroid/Triterpenoid + +
(54)
Hasil pemeriksaan glikosida terlihat adanya cincin ungu pada tabung
reaksi setelah penambahan pereaksi Molisch dan asam sulfat pekat. Hasil
pemeriksaan saponin serbuk simplisia, terbentuk busa mencapai 8 cm dan tidak
hilang setelah penambahan HCL 2N. Menurut Harbone (1987), pembentukan
busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau waktu memekatkan
ekstrak merupakan bukti terpercaya akan adanya saponin. Hasil pemeriksaan
steroid/triterpenoid positif apabila terdapat warna merah muda ungu sampai hijau
biru dengan pereaksi Liebermann-Buchard. Hasil pemeriksaan golongan senyawa
pada ekstrak yang dilakukan oleh Melva (2015) menunjukkan bahwa glikosida,
saponin dan steroid/triterpenoid positif pada ekstrak etanol.
4.4 Hasil Pengujian Antiinflamasi
4.4.1 Hasil uji orientasi dosis suspensi ekstrak etanol teripang (EET)
Uji aktivitas antiinflamasi EET secara oral dilakukan dengan cara
menginduksi radang pada kaki tikus dengan larutan λ-karagenan 1% secara intraplantar, pengukuran radang dilakukan dengan menggunakan pletismometer
digital (UGO Basile Cat No. 7140). Pengukuran uji aktivitas antiinflamasi ini
berdasarkan hukum Archimedes yaitu apabila suatu benda padat dimasukkan ke
dalam zat cair, akan memberi gaya atau tekanan ke atas sebesar volume yang
dipindahkannya.
Penelitian ini digunakan λ-karagenan sebagai zat penyebab radang karena dapat menginduksi peradangan akut dan bertahan selama 6 jam dan
berangsur-angsur berkurang setelah 24 jam serta tidak menyebabkan kerusakan pada
(55)
antiinflamasi dengan respon yang lebih peka dibandingkan bahan iritan lainnya
(Juheini, 1990).
Hasil uji orientasi dosis suspensi EET dengan variasi dosis 50 mg/kg bb,
100 mg/kg bb, 200 mg/kg bb, 300 mg/kg bb, dan 400 mg/kg bb. Dosis yang
dipilih memberikan aktivitas antiinflamasi optimum yaitu dengan nilai persen
radang mendekati nilai persen radang suspensi natrium diklofenak dengan dosis
4,50 mg/kg bb sebagai pembanding adalah dosis 200 mg/kg bb, 300 mg/kg bb,
dan 400 mg/kg bb karena ketiga dosis tersebut memberikan aktivitas antiinflamasi
yang paling baik dibandingkan dengan dosis yang lainnya.
4.4.2 Hasil uji aktivitas antiinflamasi
Tikus uji dikelompokkan dalam 5 kelompok perlakuan, masing-masing
kelompok terdiri dari 5 ekor tikus yaitu kelompok kontrol yang diberikan
suspensi Na-CMC 0,5%, kelompok uji dengan 3 variasi dosis perlakuan suspensi
EET dosis 200 mg/kg bb, suspensi EET dosis 300 mg/kg bb, dan suspensi EET
dosis 400 mg/kg bb, dan kelompok pembanding yang diberikan natrium
diklofenak dosis 4,50 mg/kg bb.
Tikus terlebih dahulu dipuasakan ± 18 jam, kemudian tikus ditimbang
diberi tanda pada bagian ekor dan pergelangan kaki kanan tikus. Sebelum
masing-masing kelompok diberikan ekstrak etanol teripang, volume kaki tikus diukur
terlebih dahulu sebagai volume awal (Vo), kemudian masing-masing kelompok
diberikan bahan uji dan ekstrak etanol teripang yaitu kelompok I diberikan
suspensi Na-CMC 0,5%, kelompok II diberikan suspensi natrium diklofenak 4,50
mg/kg bb, III dan IV dan kelompok V masing-masing diberi suspensi EET dosis
(56)
0 10 20 30 40 50 60
30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360
P
er
se
n R
a
da
ng
Waktu
Na. Diklofenak EET 200 EET 300 EET 400 Kontrol
kaki tikus disuntikan secara intraplantar dengan 0,1 mL larutan λ-karagenan 1%, setelah 30 menit, dilakukan pengukuran dengan cara mencelupkan kaki tikus ke
dalam sel pletismometer yang berisi cairan khusus sampai larutan mencapai garis
batas atas, pedal ditahan, dan dicatat angka pada monitor. Perubahan volume
cairan yang terjadi dicatat sebagai volume telapak kaki tikus (Vt). Pengukuran
dilakukan setiap 30 menit selama 360 menit (Parmar dan Prakash, 2006). Data
volume telapak kaki tikus dapat dilihat pada Lampiran 19, halaman 75.
Perhitungan persen radang dan persen inhibisi radang rata-rata dapat
diukur dari perubahan volume kaki tikus setiap waktu perlakauan. Kelompok
persen radang pada kaki tikus yang lebih kecil dari kelompok kontrol
menunjukkan bahwa bahan uji mampu menekan radang yang disebabkan oleh
karagenan. Hasil persen radang yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Grafik persen radang rata-rata telapak kaki tikus tiap waktu
(57)
Berdasarkan grafik persen radang rata-rata terhadap waktu terlihat bahwa
volume radang yang terbentuk pada kelompok kontrol Na-CMC 0,5% setelah
penyuntikan larutan λ-karagenan 1% sebanyak 0,1 mL besar dibandingkan dengan kelompok bahan uji lainnya. Hasil pada menit ke-30 pada kelompok kontrol,
persen radang 32,62% yang meningkat hingga menit ke-300 mencapai 54,89%,
kemudian persen radang mulai menurun pada menit ke-330 yaitu 52,42% dan
menurun hingga menit ke-360 mencapai 50,73%. Kemampuan ini dikarenakan
proses perhilangan mediator-mediator inflamasi dalam tubuh hanya terjadi secara
alamiah. Kelompok pembanding suspensi natrium diklofenak 4,50 mg/kg bb
terlihat pada menit ke-30 memiliki persen radang 9,82% yang meningkat hingga
menit ke-150 mencapai 29,64%, kemudian persen radang mulai menurun pada
menit ke-180 yaitu 26,86% dan turun hingga menit ke-360 mencapai 6,33%.
Suspensi EET dosis 200 mg/kg pada menit ke-30 memiliki persen radang 18,17%
yang meningkat hingga menit ke-240 mencapai 38,88%, kemudian persen radang
mulai menurun pada menit 270 yaitu 33,92% dan menurun hingga menit
ke-360 mencapai 13,86%. Suspensi EET dosis 300 mg/kg bb pada menit ke-30
memiliki persen radang 16,49% yang meningkat hingga menit ke-240 mencapai
37,14%, kemudian persen radang mulai menurun pada menit ke-270 yaitu 30,00%
dan menurun hingga menit ke-360 mencapai 13,60%. Suspensi EET dosis 400
mg/kg bb pada menit ke-30 memiliki persen radang 12,07% yang meningkat
hingga menit ke-150 mencapai 35,03%, kemudian persen radang mulai menurun
pada menit ke-180 yaitu 27,45% dan menurun hingga menit ke-360 mencapai
8,00%. Hasil ini menunjukkan bahwa persen radang rata-rata pada telapak kaki
(58)
bb dan suspensi Natrium diklofenak 4,50 mg/kg bb memiliki aktivitas
antiinflamasi yang diinduksi oleh λ-karagenan. Suspensi dosis EET 400 mg/kg bb memiliki persen radang yang tidak berbeda jauh dengan persen radang suspensi
natrium diklofenak 4,50 mg/kg bb sebagai pembanding.
Berdasarkan perbandingan persen radang dari ketiga kelompok suspensi
EET yang ditunjuk pada Gambar 4.1, kenaikan konsentrasi meningkatkan
aktivitas antiinflamasi. Suspensi EET dosis 400 mg/kg bb memberikan aktivitas
antiinflamasi paling kuat dari suspensi EET yang lainnya, diketahui dari persen
radang yang lebih kecil. Data persen radang telapak kaki tikus tiap waktu
pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 20, halaman 76.
Persen radang telapak kaki tikus menunjukkan bahwa suspensi natrium
diklofenak dan suspensi EET mampu menghambat peradangan pada kaki tikus
yang disebabkan λ-karagenan. Kemampuan untuk menghambat peradangan ini yang disebut dengan inhibisi radang. Hasil persen inhibisi radang yang terjadi
(59)
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
120 150 180 210 240 270 300 330 360
P
er
se
n I
hi
bi
si
R
a
da
ng
Waktu Na. Dikofenak EET 200 EET 300 EET 400
Gambar 4.2 Grafik persen inhibisi radang rata-rata telapak kaki tikus tiap waktu
pengamatan
Berdasarkan Gambar 4.2 menunjukkan bahwa hasil persen inhibisi radang
dari keempat kelompok yang digunakan mampu menghambat pembentukan
radang. Kelompok pembanding menunjukkan kemampuan menghambat radang
tersebar pada menit ke-360 mencapai 87,51%. Dosis suspensi EET 400 mg/kg bb
kemampuan mengahambat radang terbesar pada menit ke-360 mencapai 84,22%.
Dosis suspensi EET 300 mg/kg bb kemampuan menghambat radang terbesar pada
menit ke-360 mencapai 73,33%. Dosis suspensi EET 200 mg/kg bb kemampuan
menghambat radang terbesar pada menit ke-360 mencapai 72,67%. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa daya inhibisi radang terbesar adalah 87,67% pada
kelompok pembanding suspensi Natrium diklofenak 4,50 mg/kg bb, diikuti oleh
dosis suspensi EET 400 mg/kg bb sebesar 84,22%, dosis suspensi EET 300 mg/kg
bb sebesar 73,33%, dan 72,67% pada dosis suspensi EET 200 mg/kg bb.
(60)
aktif yang terkandung didalamnya semakin tinggi sehingga kemampuannya dalam
menginhibisi radang semakin besar. Data persen inhibisi radang telapak kaki tikus
dapat dilihat pada Lampiran 21, halaman 78.
Uji statistik ANAVA digunakan untuk melihat nyata atau tidaknya
perbedaan dari masing-masing kelompok. Uji ANAVA ini harus memenuhi
persyaratan normalitas dan homogenitas data. Uji normalitas dilakukan dengan
menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi data persen
radang telapak kaki tikus pada setiap menit, dimana hasilnya menunjukkan bahwa
data semua kelompok perlakuan terdistribusi normal (Lampiran 22, halaman 79).
Pengujian homogenitas data digunakan metode ANAVA one way untuk melihat
data persen radang telapak kaki tikus homogen atau tidak. Hasilnya menunjukkan
bahwa data persen radang telapak kaki tikus tidak bervariasi homogen (ρ ≤ 0,05)
dari menit ke-30 sampai menit ke-360 dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil
dari uji analisis variansi (ANAVA) one way persen radang dapat dilihat pada
Lampiran 24, halaman 83.
Hasil uji ANAVA yang diperoleh tidak terpenuhi karena data tidak
bervariasi homogen. Pengujian dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui
kelompok perlakuan mana yang memiliki efek yang sama atau berbeda dan efek
terkecil dengan terbesar antara satu perlakuan dengan perlakuan yang lain pada
tiap waktu pengukuran dari menit ke-30 sampai menit ke-360. Hasil analisis
metode Duncan dapat dilihat pada Lampiran 25, halaman 85.
Hasil analisis metode Duncan pada menit ke-30 menunjukkan suspensi
natrium diklofenak 4,50 mg/kg bb tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna
(61)
tetapi menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan Na-CMC 0,5%. Suspensi
EET dosis 300 mg/kg bb tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan
suspensi EET dosis 200 mg/kg bb.
Hasil analisis metode Duncan pada menit ke-60menunjukkan suspensi
natrium diklofenak 4,50 mg/kg bb tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna
dengan suspensi EET dosis 400 mg/kg bb, tetapi memiliki perbedaan yang
bermakna dengan Na-CMC 0,5%, suspensi EET dosis 200 mg/kg bb dan suspensi
EET dosis 300 mg/kg bb. Suspensi EET dosis 400 mg/kg bb tidak memiliki
perbedaan yang bermakna dengan suspensi EET dosis 300 mg/kg bb, tetapi
memiliki perbedaan yang bermakna dengan Na-CMC 0,5% dan suspensi EET
dosis 200 mg/kg bb. Suspensi EET dosis 300 mg/kg bb tidak memiliki perbedaan
yang bermakna dengan suspensi EET dosis 200 mg/kg bb tetapi memiliki
perbedaan yang bermakna dengan Na-CMC 0,5%.
Hasil analisis metode Duncan menit ke-90 dan menit ke-150 menunjukan
suspensi natrium diklofenak 4,50 mg/kg bb tidak menunjukkan perbedaan yang
bermakna antara suspensi EET dosis 400 mg/kg bb dan suspensi EET dosis 300
mg/kg bb, tetapi menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan Na-CMC 0,5%.
Suspensi EET dosis 400 mg/kg bb tidak menunjukkan perbedaan bermakna
dengan suspensi EET dosis 300 mg/kg bb dan suspensi EET dosis 200 mg/kg bb.
Hasil analisis metode Duncan pada menit ke-120menunjukkan natrium
diklofenak 4,50 mg/kg bb tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan
suspensi EET dosis 200 mg/kg bb, suspensi 300 mg/kg bb dan suspensi 400
(62)
Hasil analisis metode Duncan pada menit ke-180, 210, 240, 270, 300 dan
330 menunjukkan Na-CMC 0,5% memiliki perbedaan yang bermakna dengan
semua perlakuan. Suspensi EET dosis 200 mg/kg bb tidak menunjukkan
perbedaan bermakna dengan suspensi 300 mg/kg bb. Suspensi natrium diklofenak
4,50 mg/kg bb tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan suspensi
EET dosis 400 mg/kg bb.
Hasil analisis metode Duncan pada menit ke-360menunjukkan Na-CMC
0,5% memiliki perbedaan yang bermakna dengan semua perlakuan. Suspensi
natrium diklofenak 4,50 mg/kg bb tidak menunjukkan perbedaan bermakna
dengan suspensi EET dosis 400 mg/kg bb. Suspensi EET dosis 200 mg/kg bb, 300
mg/kg bb dan 400 mg/kg bb tidak menunjukkan perbedaan bermakna.
4.5 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengujian tersebut bahwa EET dosis 400 mg/kg bb
memiliki aktivitas antiinflamasi yang efektif dan mendekati obat pembanding
natrium diklofenak 4,50 mg/kg bb jika dibandingkan dosis lainnya, baik dilihat
dari nilai persen radang, persen inhibisi radang antara individu maupun secara
kelompok dan secara statistik. Terlepas pada dosis berapa EET yang memiliki
aktivitas antiinflamasi, penelitian ini telah membuktikan secara farmakologis
bahwa teripang Holothuria atra Jaeger ini memiliki aktivitas antiinflamasi.
Berdasarkan studi literatur ditemukan bahwa teripang mengandung
triterpenoid-saponin, EPA dan DHA yang mempunyai efek antiinflamasi (Bordbar, dkk.,
2011; Wu, dkk., 2011; Ghufron dan Kordi 2010).
Diperkirakan mekanisme antiinflamasi teripang, melibatkan
(63)
sebagai antiinflamasi. Triterpenoid-saponin yang terdapat dalam teripang ini telah
ditemukan memiliki antioksidan yang menguntungkan, karena kemampuannya
mengurangi inflamasi. Antioksidan diketahui berperan penting dalam
menginhibisi dan memangsa radikal bebas yang ikut serta dalam proses
antiinflamasi. Oleh karena itu, teripang ini memberi perlindungan kepada manusia
untuk melawan infeksi dan penyakit degeneratif lainnya (Gupta, dkk., 2004).
Aktivitas antiinflamasi dari teripang disebabkan oleh kandungan senyawa
triterpenoid-saponin. Menurut Bordbar (2011) senyawa tersebut dapat
menurunkan aktivitas COX-2 yang berperan dalam merangsang mediator
inflamasi. Menurut Wu (2011) kemampuan senyawa tersebut sebagai
antiinflamasi dengan mengahambat aktivitas enzim siklooksigenase dalam
mengkonversi asam arakidonat menjadi prostaglandin sebagai mediator inflamasi.
Bahan lain yang dapat memberikan aktivitas antiinflamasi adalah
kandungan asam lemaknya yaitu EPA (asam omega eikosapentaenoik) dan DHA
(asam omega dekosaheksaenoik) pada teripang menandakan kecepatan teripang
memperbaiki jaringan rusak dan menghalangi pembentukan prostaglandin
(64)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa:
a. Hasil karakteristik serbuk simplisia teripang Holothuria atra Jaeger diperoleh
kadar air 9,33 %, kadar sari larut air 38,96%, kadar sari larut etanol 29,34%,
kadar abu total sebesar 27,75% dan kadar abu tidak larut asam 4,05%.
b. Hasil pemeriksaan golongan senyawa menunjukkan adanya senyawa kimia
golongan glikosida, saponin dan steroid/triterpenoid.
c. Ekstrak etanol teripang Holothuria atra Jaeger memiliki efek antiinflamasi,
dari ketiga dosis yang digunakan suspensi esktrak etanol teripang 400 mg/kg
bb mempunyai efektifitas hampir sama dengan natrium diklofenak 4,50 mg/kg
bb.
5.2 Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk uji aktivitas antiinflamasi
(1)
3.4.3 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M ... 28
3.4.4 Pereaksi asam klorida 2 N ... 28
3.4.5 Larutan asam sulfat 2 N ... 28
3.4.6 Pereaksi kloralhidrat ... 28
3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Teripang ... 28
3.5.1 Pemeriksaan makroskopik ... 28
3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 29
3.5.3 Penetapan kadar air ... 29
3.5.4 Penetapan kadar sari larut air ... 30
3.5.5 Penetapan kadar sari larut etanol ... 30
3.5.6 Penetapan kadar abu total ... 31
3.5.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 31
3.6 Pemeriksaan Golongan Senyawa Metabolit Sekunder... 31
3.6.1 Pemeriksaan glikosida ... 31
3.6.2 Pemeriksaan saponin ... 32
3.6.3 Pemeriksaan steroid/triterpenoid ... 32
3.7 Pembuatan Ekstrak Etanol Teripang (EET) ... 33
3.8 Pengujian Aktivitas Antiinflamasi ... 33
3.8.1 Pembuatan suspensi Na-CMC 0,5% b/v ... 33
3.8.2 Pembuatan suspensi natrium diklofenak 4,50 mg/kg bb ... 34
3.8.3 Pembuatan suspensi EET dosis 200 mg/kg bb, 300 mg/kg bb dan 400 mg/kg bb ... 34
3.8.4 Pembuatan larutan λ-karagenan 1% ... 34
3.8.5 Pembuatan larutan untuk reservoir ... 34
(2)
3.8.7 Uji orientasi ekstrak etanol teripang ... 35
3.8.8 Uji aktivitas antiinflamasi ... 36
3.9 Perhitungan Persen Radang (%R) dan Persen Inhibisi Radang (IR%) ... 37
3.9.1 Persen radang (R%) ... 37
3.9.2 Persen inhibisi radang (IR%) ... 37
3.10 Analisis Data ... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38
4.1 Hasil Identifikasi Teripang ... 38
4.2 Hasil Karakteristik Simplisia Teripang ... 38
4.2.1 Hasil pemeriksaan makroskopik ... 38
4.2.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik ... 38
4.2.3 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia teripang ... 39
4.3 Hasil Pemeriksaan Golongan Seyawa Metabolit Sekunder ... 40
4.4 Hasil Pengujian Antiinflamasi ... 41
4.4.1 Hasil uji orientasi dosis suspensi ekstrak etanol teripang (EET) ... 41
4.4.2 Hasil uji aktivitas antiinflamasi ... 42
4.5 Pembahasan ... 49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 51
5.1 Kesimpulan... 51
5.2 Saran ... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 52
(3)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Daya kelarutan ketiga jenis karagenan pada berbagai media
pelarut ... 25 4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia hewan teripang
Holothuria atra Jeager ... 39 4.2 Hasil pemeriksaan senyawa metabolit sekunder serbuk simplisia
(4)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Kerangka pikir penelitian ... 5
2.1 Bagan patogenesis dan gejala peradangan ... 15
2.2 Bagan mekanisme terjadinya peradangan ... 19
2.3 Struktur kappa karagenan ... 24
2.4 Struktur iota karagenan ... 24
2.5 Struktur lambda karagenan ... 25
4.1 Grafik persen radang rata-rata telapak kaki tikus tiap waktu pengamatan ... 43
4.2 Grafik persen inhibisi radang rata-rata telapak kaki tikus tiap waktu pengamatan ... 46
(5)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Hasil identifikasi teripang Holothuria atra Jaeger ... 55 2 Rekomendasi persetujuan etik penelitian ... 56 3 Bagan alur pembuatan simplisia, pemeriksaan karakterisasi
dan skrining fitokimia teripang Holothuria atra Jeager ... 57 4 Bagan pembuatan ekstrak etanol teripang Holothuria atra
Jeager ... 58 5 Gambar teripang segar, simplisia, dan serbuk simplisia
teripang Holothuria atra Jeager ... 59 6 Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia teripang
Holothuria atra Jeager ... 61 7 Bagan kerja uji orientasi dosis ekstrak etanol teripang
Holothuria atra Jeager ... 62 8 Bagan kerja uji aktivitas antiinflamasi ... 63 9 Gambar alat pletismometer digital UGO basile cat no.7140 .... 64 10 Gambar hewan percobaan ... 65 11 Gambar telapak kaki kanan tikus sebelum dan sesudah
diinduksi larutan λ-karagenan ... 66 12 Hasil perhitungan penetapan kadar air serbuk simplisia
teripang Holothuria atra Jeager ... 67 13 Hasil perhitungan penetapan kadar sari larut air serbuk
simplisia teripang Holothuria atra Jeager ... 68 14 Hasil perhitungan penetapan kadar sari larut etanol serbuk
simplisia teripang Holothuria atra Jeager ... 69 15 Hasil perhitungan penetapan kadar abu total serbuk
simplisia teripang Holothuria atra Jeager ... 70 16 Hasil perhitungan penetapan kadar abu tidak larut asam
(6)
17 Contoh perhitungan dosis bahan uji ... 72
18 Contoh perhitungan persen radang dan persen inhibisi radang ... 74
19 Data volume telapak kaki tikus ... 75
20 Data persen radang telapak kaki tikus tiap waktu pengamatan ... 76
21 Data persen inhibisi radang telapak kaki tikus ... 78
22 Hasil normalitas Kolmogorov-Smimov persen radang ... 79
23 Hasil analisis deskriptif persen radang ... 80
24 Hasil uji analisis variansi (ANAVA) One Way ... 83