TRANSFORMASI PENDIDIKAN ISLAM MASYARAKAT MADURA PASCA SURAMADU STUDI DI DESA GUNUNG SERENG KWANYAR BANGKALAN.

(1)

TRANSFORMASI PENDIDIKAN ISLAM

MASYARAKAT MADURA PASCA JEMBATAN

SURAMADU

(Studi Di Desa Gunung Sereng Kwanyar Bangkalan)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister

Dalam Program Pendidikan Agama Islam

Oleh : KHOIRUL ANAM

F0.3.2.12.039

KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Khoirul Anam, 2015. Transformasi Pendidikan Islam Masyarakat Madura Pasca Suramadu Studi Di Desa Gunung Sereng Kwanyar Bangkalan Keyword: Transformasi, Pendidikan Islam, Masyarakat Madura, Desa Gunung Sereng Kwanyar, Pasca Suramadu.

Jembatan Suramadu tidak sebatas sebagai alat memperlancar arus transportasi Madura-Jawa dan percepatan pembangunan infrastruktur serta industri di Madura, namun juga sebagai alat transformasi nilai kebudayaan, social, politik, dan pendidikan. Pembangunan Suramadu tidak hanya berdampak positif tapi akan muncul ekses negatif sebagaimana yang terjadi di daerah berbasis industri1. Salah satu akses yang dimaksud adalah Pendidikan Islam masyarakat Madura pasca dibangun suramadu.

Masyarakat Madura dalam pendidikan Islam dikenal memegang kuat (memedomani) ajaran Islam. Pendidikan Islam secara istilah dapat diartikan sebagai proses pendidikan yang mengubah tingkah laku individu atau perorangan dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan kehidupan alam sekitarnya.2

Berangkat dari permasalahan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah; (1) Bagaimana Pendidikan Islam masyarakat Madura Pasca Suramadu? (2) Bagaimana problematika Pendidikan Islam masyarakat Madura Pasca Suramadu? (3) Bagaimana Transformasi Lembaga Pendidikan Islam dan tenaga Kependidikan Islam masyarakat Madura Pasca Suramadu?

Jenis penelitian dalam tulisan ini termasuk kajian pustaka (library research) dengan pendekatan deskriptif-analitis-kritis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumenter, dan metode yang dapat dipakai dalam menganalisis data akan menggunakan metode deskriptif dan conten analisis.

Secara khusus, ketentuan tentang Suramadu mempunyai nilai lebih bagi dunia pendidikan di Madura, selama ini pendidikan di Madura masih ketinggalan dengan daerah lain di Jawa Timur, meskipun ada beberapa siswa Madura yang mampu menembus kompetensi akademik di level nasional, bahkan internasional. Adalah semua tokoh masyarakat dan akademisi Madura, khususnya guru yang ada di Madura untuk mengoptimalisasi mutu Pendidikan Islam di Madura, pasca pembangunan jembatan Suramadu.

1

M. Ali Al Humaidy, NU dan Suramadu, Opini Harian Surya, 10 Juni2009

2

Hasby Indra, Pesantren dan Transformasi Sosial (Studi Atas Pemikiran K.H Abdullah Syafi’ie


(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Jembatan Suramadu tidak sebatas sebagai alat memperlancar arus transportasi Madura-Jawa dan percepatan pembangunan infrastruktur serta industri di Madura, namun juga sebagai alat transformasi nilai kebudayaan, social, politik, dan pendidikan. Pembangunan Suramadu tidak hanya berdampak positif tapi akan muncul ekses negatif sebagaimana yang terjadi di daerah berbasis industri1. Salah satu akses yang dimaksud adalah

Pendidikan Islam masyarakat Madura pasca dibangun suramadu.

Masyarakat pada umumnya diartikan sebagai sekumpulan orang yang hidup disuatu wilayah yang memiliki aturan atau norma yang mengatur hubungan-hubungan satu sama lain. Pola hubungan antara individu dalam masyarakat tersebut pada dasarnya memiliki nilai-nilai yang diakui bersama dan diabadikan dalam norma dan aturan yang pada umumnya tidak diverbalkan. Dengan demikian, masing-masing individu diharuskan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut sehingga tercipta suatu hubungan social yang relative stabil.

Hubungan social yang relatif stabil tersebut dilakukan dengan cara individu menginternalisasikan nilai-nilai yang membentuk keteraturan tersebut sehingga dapat meminimalisir terjadi konflik sosial.

1


(7)

2

individu muda, dalam hal ini adalah anak, dalam proses integrasinya dengan masyarakat akan lambat laun mempelajari dan mengenali pola-pola hubungan yang ada tersebut untuk mempertahankan eksistensinya ditengah-tengah masyarakat. Masyarakat adalah wadah dimana individu mengalami proses pembelajaran secara langsung.2

Masyarakat Madura dalam pendidikan Islam dikenal memegang kuat (memedomani) ajaran Islam. Pendidikan Islam secara istilah dapat diartikan sebagai proses pendidikan yang mengubah tingkah laku individu atau perorangan dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan kehidupan alam sekitarnya.3

Pola kehidupan masyarakat madura kendati pun menyisakan „dilema’, untuk menyebut adanya deviasi / kontradiksi antara ajaran Islam (formal dan substantif) dan pola perilaku sosiokultural dalam praksis keberagamaan mereka itu. Pengakuan bahwa Islam sebagai ajaran formal yang diyakini dan dipedomani dalam kehidupan individual etnik Madura itu ternyata tidak selalu menampakkan linieritas pada sikap, pendirian, dan pola perilaku mereka. Setelah dibangunnya jembatan Suramadu secara perlahan tapi pasti masyarakat Madura mulai sadar tujuan utama jembatan Suramadu bukan hanya sepintas jembatan yang menyatukan Surabaya Madura.

Suramadu mempunyai nilai lebih bagi dunia pendidikan di Madura, selama ini pendidikan di Madura masih ketinggalan dengan daerah lain di

2

Abdullah Latif, Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan. ( Bandung; PT Rafika Aditama, 2007), 33.

3

Hasby Indra, Pesantren dan Transformasi Sosial (Studi Atas Pemikiran K.H Abdullah Syafi’ie Dalam Bidang Pendidikan Islami), (Jakarta: Panamadani, 2003), 14.


(8)

3

Jawa Timur, meskipun ada beberapa siswa Madura yang mampu menembus kompetensi akademik di level nasional, bahkan internasional. Adalah tugas kita semua, khususnya guru yang ada di Madura untuk mengoptimalisasi mutu Pendidikan Islam di Madura, pasca pembangunan jembatan Suramadu.

Tulisan Tesis ini hanya terfokus kepada pembahasan transformasi pendidikan Islam masyarakat Madura pasca suramadu (studi di desa Gunung Sereng Kwanyar Bangkalan).

B. Rumusan Masalah.

Fokus penelitian ini berdasarkan latar belakang masalah di atas adalah: 1. Bagaimana transformasi pendidikan Islam masyarakat Madura pasca

Suramadu (studi di desa Gunung Sereng Kwanyar Bangkalan)?

a. Bagaimana Pendidikan Islam masyarakat Madura pasca Suramadu? b. Bagaimana problematika Pendidikan Islam masyarakat Madura pasca

Suramadu?

c. Bagaimana transformasi kelembagaan pendidikan Islam dan tenaga kependidikan Islam pasca Suramadu?

C. Tujuan Penelitian.

Secara umum tujuan penelitian ini adalah ditemukannya progres Pendidikan Islam masyarakat Madura pasca dibangun Suramadu. Sedang lebih khusus sesuai rumusan masalah penelitian ini bertujuan untuk:

1. Memahami konstruksi pemikiran masyarakat Madura tentang Pendidikan Islam pasca Suramadu.


(9)

4

a. Mendeskripsikan Pendidikan Islam masyarakat Madura pasca Suramadu.

b. Mendeskripsikan problematika Pendidikan Islam masyarakat Madura pasca Suramadu.

c. Menjelaskan transformasi kelembagaan pendidikan dan tanggapan tenaga kependidikan Islam pasca Suramadu.

D. Kegunaan Penelitian.

Penelitian ini diharapkan bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis. Adapun secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat membangun teori tentang konstruksi pemikiran dalam hal ini masyarakat Madura tentang Pendidikan Islam pasca Suramadu.

Penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Bagi Kementerian Agama Kota dan Kabupaten.

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan Kementerian Agama sebagai dasar pembinaan terhadap masyarakat Madura.

2.Bagi Tenaga Kependidikan.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para tenaga kependidikan sebagai mediasi transformasi ilmu pengetahuan dalam upaya membina masyarakat.

3.Bagi Masyarakat.

Penelitian ini dapat digunakan oleh masyarakat untuk lebih sadar akan signifikansi Pendidikan Islam, meningkatkan pemahaman keagamaan, sekaligus memberikan informasi tentang konstruksi


(10)

5

pemikiran masyarakat Madura tentang Pendidikan Islam pasca Suramadu.

4.Bagi Peneliti Lain.

Penelitian ini dapat digunakan sebagai upaya untuk melihat kesesuaian dan manfaat dari berbagai teori tentang konstruksi pemikiran dalam hal ini masyarakat Madura tentang Pendidikan Islam pasca Suramadu. Selain itu penelitian ini diharapkan menjadi inspirasi dan dapat dikembangkan lebih lanjut oleh peneliti lain.

E. Kerangka Teoritik

Kerangka teori adalah kemampuan seorang peneliti dalam mengaplikasikan pola berpikirnya dalam menyusun secara sistematis teori-teori yang mendukung permasalahan penelitian.

Untuk memberi kejelasan pada penelitian ini, penulis mengemukakan beberapa kerangka teori yang berkaitan dengan penelitian. Teori teori yang digunakan adalah konstruksi pemikiran, Pendidikan Islam, masyarakat Madura, nilai lebih jembatan suramadu bagi masyarakat Madura.

1. Transformasi Pendidikan Islam.

Transformasi dalam bahasa Inggris adalah Transform yang berarti merubah bentuk atau rupa, Transformation yang berarti perubahan bentuk atau penjelmaan.4 Sedangkan definisi pendidikan

dalam Islam adalah pendidikan yang berdasar pada ajaran Islam. Menurut Ahmad Tafsir pendidikan merupakan bimbingan atau suatu

4

Peter Salim. The Contempory English-Indonesian Dictionary. (Jakarta : Modern English Press, 1996 ), 2099.


(11)

6

pembinaan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.5 Ada tiga istilah yang umum digunakan dalam pendidikan Islam,

yaitu al-Tarbiyat, al-Ta’lim dan al- Ta’dib. Tarbiyat mengandung arti memelihara, membesarkan dan mendidik yang kedalamnya sudah termasuk makna mengajar atau „allama. Berangkat dari pengertian ini maka Tarbiyat didefinisikan sebagai proses bimbingan terhadap potensi manusia (jasmani, ruh, dan akal) secara maksimal agar dapat menjadi bekal dalam menghadapi kehidupan dan masa depan.6

Kemudian Jalaluddin yang mengutip pernyataan Syed Naquib al-attas memberikan makna pendidikan dari konsep ta’dib, yang mengacu kepada kata adat dan fariatifnya. Berangkat dari pemikiran tersebut ia merumuskan definisi mendidik adalah membentuk manusia dalam menempatkan posisinya yang sesuai dengan susunan masyarakat, bertingkah laku secara proporsional dan cocok dengan ilmu dan teknologi yang dikuasainya. Sedangkan konsep pendidikan Islam mengacu kepada makna dan asal kata yang membentuk kata pendidikan itu sendiri dalam hubungannya dengan ajaran Islam.

Dalam kontek ini akan dirunut hakikat pendidikan Islam sekaligus menggambarkan apa yang dimaksud dengan pendidikan menurut pengertian secara umum. Dari keterangan diatas maka dapat

5

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1992 ), 24.

6


(12)

7

disimpulkan bahwa transformasi pendidikan Islam adalah perubahan sistem pendidikan Islam, yakni lembaga pendidikan yang berorientasi pada ilmu-ilmu keislaman, dalam hal ini adalah Pesantren, Lembaga pendidikan Islam yang lain. Pendidikan Islam mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap masyarakat sekitarnya. Jika dikembangkan dan dibina, pesantren dapat dijadikan sebagai pusat dan agen perubahan social masyarakat.

Selain itu pendidikan Islam merupakan parameter yang telah mewarnai kelompok manusia secara luas, tetapi dirinya tak kunjung berubah, bagaikan tak tersentuh dinamika masyarakat sekelilingnya. Setidak-tidaknya jika orang membayangkan perubahan pada dirinya, maka perubahan itu hanya dapat dipahami dalam rentan waktu yang panjang. Sudah tentu tidak ada tidak ada gejala sosial didunia ini yang selalu tetap dan tidak berubah, begitu pula dengan pendidikan Islam.

2. Konstruksi pemikiran

Kata konstruksi berasal dari kata konstruk yang berarti konsepsi atau bentuk susunan (bangunan), konstruksi adalah rancang bangun penyusunan.7 Kata pemikiran adalah proses daya pikir manusia secara

kontinuitas sebagai daya memecah problem dalam upaya pemenuhan kebutuhan. Konstruksi pemikiran adalah konsepsi atau rancang bangun daya pikir manusia secara kontinuitas sebagai daya memecah problem dalam upaya pemenuhan kebutuhan.

77


(13)

8

3. Masyarakat Madura

Masyarakat pada umumnya diartikan sebagai sekumpulan orang yang hidup disuatu wilayah yang memiliki aturan atau norma yang mengatur hubungan-hubungan satu sama lain.

Madura adalah salah satu pulau yang terdapat di Propinsi Jawa Timur yang terdiri dari 4 Kabupaten (Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep). Pulau Madura memiliki kekayaan alam yang sangat, Pulau yang memiliki luas sekitar 5.250 kilometer persegi atau sekitar 10% dari total luas Propinsi Jawa Timur, memiliki sumber alam yang melimpah, membentang dari pantai utara sampai pantai selatan, dari pulau sapeken (pulau paling timur di Madura) sampai perairan barat Kabupaten Bangkalan, kekayaan itu meliputi minyak bumi, gas serta sumber-sumber lainnya seperti garam dan hasil tembakau yang paling baik di Asean termasuk kekayaan pariwisata.

Secara geografis Pulau Madura hanya berjarak sekitar 5 kilometer dari ujung Surabaya. Pulau ini memiliki panjang dari barat ketimur sekitar 180 kilometer dan lebar dari utara keselatan sekitar 40 kilometer. Daerah Madura dapat dikelompokkan menjadi Madura barat dengan pusatnya Bangkalan dan Madura timur dengan pusatnya di Sumenep. Sedangkan kota Pamekasan dan Sampang berada diantara keduanya. Pulau ini terbagi dalam empat wilayah kabupaten. Kabupaten Bangkalan yang terbagi dalam 18 kecamatan, kabupaten Sampang yang terbagi dalam 14 kecamatan, Kabupaten Pamekasan yang terbagi dalam 13 Kecamatan, dan Kabupaten


(14)

9

Sumenep yang terbagi dalam 27 kecamatan yang tersebar diwilayah daratan dan kepulauan. Selain 4 kabupaten tersebut, Madura juga mempunyai kawasan kepulauan yang berjumlah 77 pulau, semuanya berada di Sumenep kecuali satu pulau berada di Sampang yakni Pulau Mandangin sekitar 2 jam perjalanan naik perahu dari kota Sampang. (Lilik Rosadi Irmawati 2012: 06).

4. Pendidikan Islam

Istilah Pendidikan Islam terdiri dari dua kata, yaitu Pendidikan dan

Islam. Untuk mengetahui arti istilah tersebut, perlu diketahui lebih dahulu definisi pendidikan menurut para pakar.

Hasan Langgulung (1992:3) berpendapat bahwa pendidikan ditinjau dari dua segi, yaitu segi masyarakat dan segi individu. Dari segi masyarakat, pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda agar hidup masyarakat tetap berkelanjutan. Dari segi individu, pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi terpendam dan tersembunyi. Kesimpulan bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai pewarisan kebudayaan sekaligus pengembangan potensi-potensi.8

Pendidikan Islam Menurut Athiyah Al-Abrasy, Pendidikan Islam adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, pola pikirnya teratur dengan rapi, perasaannya halus, profesional dalam

8

Sutrisno, Muhyiddin albarobis, Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial, (Surabaya: Arruzzmedia, 2013),18-19.


(15)

10

bekerja dan manis tutur sapanya. Ahmad D. Marimba memberikan pengertian bahwa Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Hasil rumusan kongres se-Dunia tentang Pendidikan Islam, melalui seminar tentang konsepsi dan kurikulum Pendidikan Islam tahun 1980, dinyatakan bahwa Pendidikan Islam ditujukan untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan pribadi manusia secara menyeluruh melalui latihan-latihan kejiwaan, akal pikiran, kecerdasan, perasaan, dan pancaindera.9

Pengertian Pendidikan Islam berarti sistem pendidikan yang memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya. Pendidikan Islam masih dipengaruhi oleh kepentingan masyarakat daripada kepentingan individu.

5. Jembatan suramadu bagi masyarakat Madura

Jembatan Suramadu telah di resmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanggal 10 Juni 2008. Kehadiran jembatan terpanjang di Asia Tenggara itu hingga hari ini masih sangat terasa.

Jembatan Suramadu diharapkan menjadi stimulus awal untuk mengembangkan Madura sebagai bagian yang tak terpisahkan dari wilayah Gerbang Kertosusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan) 'plus' tiga kabupaten lain yang bermukim di pulau ini yakni

9


(16)

11

Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Persoalannya kini adalah, Suramadu tidak hanya sampai berhenti dan terbatas pada aspek pembangunan konstruksi saja. Tetapi ada hal lain yang juga mendesak untuk ikut dibenahi pasca Suramadu, yakni sinergi pengembangan wilayah, rencana strategis (renstra), serta konsep tata ruang antar Kabupaten di Madura.

Pengembangan wilayah Gerbang Kertosusila, Madura diharapkan menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa-Timur (Jatim) yang berperan penting dalam mendukung perkembangan sektor industri, perdagangan, pertanian, dan pariwisata. Namun realita menunjukkan, bahwa tingkat pertumbuhan antar wilayah di Gerbang Kertosusila mempunyai perbedaan yang cukup signifikan diukur dari tingkat pendapatan per-kapita penduduknya. Kenyataan memperlihatkan wilayah (kabupaten) yang terletak di Pulau Madura masih “jauh” tertinggal jika dibandingkan wilayah Gerbang Kertosusila lain.

Data menunjukkan bahwa laju pertumbuhan pembangunan Madura relatif lebih lambat dari rata-rata kabupaten lain di Jatim. Disparitas laju pertumbuhan ini menjadi lebih tajam apabila dibandingkan dengan wilayah Gerbang Kertosusila. Nilai Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Madura pada tahun 2002 adalah Rp 8,2 Triliun, sedangkan wilayah Gerbang Kertosusila telah mencapai Rp. 64,5 triliun. Artinya nilai PDRB wilayah Gerbang Kertosusila telah mencapai hampir 10 kali lipat dari Madura. Jika dilihat dari konfigurasi struktur ekonomi, wilayah Gerbang Kertosusila telah didominasi oleh sektor sekunder (perdagangan) dan tersier (industri), dengan


(17)

12

kontribusi sebesar 33,9 persen dari sektor sekunder dan sebesar 57,8 persen dari sektor tersier. Coba bandingkan dengan struktur perekonomian Madura yang masih didominasi oleh sektor primer (pertanian) dengan nilai mencapai 54,1 persen.

Besarnya ketimpangan Pulau Garam dengan wilayah Gerbang kertosusila juga tidak terlepas dari rendahnya aksesbilitas daerah ini terhadap wilayah Gerbang kertosusila sebagai kutub pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu pembangunan Jembatan Suramadu sangat menjadi dambaan bagi masyarakat Madura dan Jatim, karena akan mampu mendorong meningkatkan laju pembangunan baik dalam aspek sosial dan ekonomi. Mengingat besarnya kesenjangan kondisi Madura dengan Gerbang kertosusila, maka pembangunan Jembatan Suramadu perlu didukung oleh kebijakan pengembangan wilayah yang terintegrasi sehingga mampu menjamin keserasian dan keseimbangan pembangunan antara kedua wilayah tersebut.

F. Metode Penelitian

a. Teknik Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik atau cara sebagai berikut:

1. Metode Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah lalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari


(18)

13

seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observas dan wawancara dalam penelitian kualitatif.10

Data-data dokumentasi tersebut dapat berupa arsip-arsip yang digunakan untuk memperjelas konstruksi pemikiran dalam hal ini masyarakat Madura tentang Pendidikan Islam pasca Suramadu.

2. Metode Observasi Partisipatif

Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak. Dalam hal ini peneliti menggunakan teknik observasi partisipan, dan diterapkan untuk memperoleh data-data tentang konstruksi pemikiran dalam hal ini masyarakat Madura tentang Pendidikan Islam pasca Suramadu. 3. Metode Wawancara (Interview)

Metode wawancara yaitu metode pengumpulan data dengan jalan mengadakan tanya jawab sepihak dengan sistematis dan berlandaskan kepada tujuan penelitian. Dan pada umumnya dua orang

10


(19)

14

atau lebih hadir secara fisik dalam proses tanya jawab tersebut.11

Peneliti menggunakan bentuk bebas terpimpin, dan ditujukan kepada informan untuk meminta keterangan tentang Pendidikan Islam pasca suramadu, tanggapan-tanggpan secara umum, corak pemikiran dalam respon tentang Pendidikan Islam di Madura pasca suramadu secara khusus, dan problematika serta berbagai kendala-kendala yang dihadapi dalam pendidikan masyarakat Madura tentang Pendidikan Islam pasca Suramadu.

b. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang permasalahan yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain.

Penganalisaan data dalam hal ini peneliti menggunakan teknik deskriptif analitik, yaitu data yang diperoleh tidak dianalisa menggunakan rumusan statistika, namun data tersebut dideskripsikan sehingga dapat memberikan kejelasan sesuai kenyataan realita yang ada dilapangan. Hasil analisa berupa pemaparan gambaran mengenai situasi yang diteliti dalam bentuk uraian naratif. Uraian pemaparan harus sistematik dan menyeluruh sebagai satu kesatuan dalam konteks lingkungannya juga sistematik dalam penggunaannya sehingga urutan pemaparannya logis

11


(20)

15

dan mudah diikuti maknanya.12

Analisis ini peneliti gunakan dengan alasan untuk menganalisa tentang konstruksi pemikiran dalam hal ini masyarakat Madura tentang Pendidikan Islam pasca Suramadu.

Adapun langkah-langkah analisis yang peneliti lakukan selama di lapangan adalah:

a. Reduksi Data (Data Reduction)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang cukup jelas.

b. Penyajian Data (Data Display)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data, sehingga data dapat terorganisasikan dan dapat semakin mudah dipahami.

c. Kesimpulan (Conclution)

Langkah ketiga adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang ditemukan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan mengumpulkan data,

12

Nana Sudjana, dan Ibrahim, Penelitian dan Penelitian Kualitatif, (Bandung: Sinar Baru. 1989),197-198.


(21)

16

maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang mempunyai tingkat kredibel.13

G. Sistematika Pembahasan

BAB I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah yang menguraikan secara umum tentang transformasi pendidikan Islam masyarakat Madura pasca Suramadu (studi di desa Gunung Sereng Kwanyar Bangkalan), fokus penelitian, tujuan penelitian, definisi istilah, asumsi penelitian, penelitian terdahulu dan sistematika penulisan.

BAB II membahas konsep tentang Pendidikan Islam masyarakat Madura pasca Suramadu, sebab itu bab ini berisi tentang: konstruksi pemikiran masyarakat Madura tentang Pendidikan Islam pasca Suramadu, urgensi Pendidikan Islam pasca Suramadu, problematika Pendidikan Islam, membahas metode penelitian yang meliputi: paradigma penelitian; pendekatan dan rancangan penelitian; latar penelitian; data, sumberdata dan instrumen penelitian; prosedur pengumpulan data; analisis data; pengecekan keabsahan data dan tahap-tahap penelitian.

BAB III Membahas tentang deskripsi transformasi pendidikan Islam masyarakat Madura pasca Suramadu (studi di desa Gunung Sereng Kwanyar Bangkalan). Bab ini berusaha memaparkan data penelitian setelah dilakukan proses reduksi, display dan verifikasi. Paparan tersebut meliputi deskrispsi singkat paparan data penelitian yang disusun secara sistematik sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian.

13


(22)

17

BAB IV merupakan analisis dan pembahasan transformasi pendidikan Islam masyarakat Madura pasca Suramadu (studi di desa Gunung Sereng Kwanyar Bangkalan). Bab ini berisi tentang temuan penelitian atau rumusan penelitian dan diskusi hasil studi yang terkait dengan fokus atau rumusan penelitian, yaitu berupa analisis tentang transformasi pendidikan Islam masyarakat Madura pasca Suramadu (studi di desa Gunung Sereng Kwanyar Bangkalan) yang dijabarkan secara rinci berdasarkan rumusan masalah.

BAB V merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan, saran dan rekomendasi.


(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan Islam.

Term pendidikan berasal dari kata “didik’ yang diberi awalan “pe” dan akhiran “kan”, yang mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu “paedagogie”,

yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak.11 Dalam kamus bahasa

Indonesia, pendidikan berasal dari kata didik yang mendapat awalan pen dan akhiran an yang berarti adalah perbuatan, (hal, cara, dan lain sebagainya.) mendidik.12 Jadi bias diartikan bahwa pendidikan adalah proses pengubahan

sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.13 Dalam

Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 dinyatakan pengertian pendidikan. Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

1

4 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, cet. I (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), 1.

15 W.J.S. Poewadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka : Jakarta, 1991) cet. 12 H.250

16 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi-II (Jakarta: Balai Pustaka 1994), 232.


(24)

19

masyarakat, bangsa dan negara.

2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

Dari pengertian tersebut memberi kesan bahwa kata pendidikan mengindikasikan tranformsi nilai-nilai religius, spiritual, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam bahasa Indonesia juga terdapat kata pengajaran. Sebagaimana dijelaskan oleh poewadarminta adalah cara mengajar atau mengajarkan yang berarti memberi pengaetahuan atau pelajaran.14

Dalam masyarakat Islam sekurang-kurangnya terdapat tiga istilah yang digunakan untuk menandai konsep pendidikan, yaitu

tarbiyah, ta’līm dan ta‟dib. Istilah tarbiyaḥ menurut para pendukungnya berakar pada tiga kata. Pertama, kata rabbāyarbūyang berarti bertambah dan tumbuh. Kedua, kata rabiyayarba, berarti tumbuh dan berkembang. Ketiga, rabbā, yarubbu, yang berarti memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga dan memelihara. Kata al-Rabb, juga berasal dari kata tarbiyaḥ dan berarti mengantarkan sesuatu kepada kesempurnaannya secara bertahap atau membuat sesuatu menjadi sempurna secara berangsur-angsur.15

Selanjutnya setelah mengetahui arti dari pendidikan, penulis akan mengemukakan pengertian Islam itu sendiri. Islam berasal dari kata

14 W.J.S. Poewadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,H. 22


(25)

20

salima yang berarti berserah diri, selamat, selamat sentosa atau memelihara diri dalam keadaan selamat.16 Pengertian ini memperlihatkan

bahwasanya Islam berkaitan dengan sikap berserah diri kepada allah SWT dalam upaya memperoleh keridlaan-Nya.

Dari uraian diatas kiranya dapat diketahui bahwa Pendidikan Islam merupakan kajian dan bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dalam Pendidikan Islam mengkaji mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al-Qur’an dan hadist sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli sebagai sumber sekunder.17Dengan demikian,

pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam dengan tujuan mengantarkan manusia selamat dunia dan akhiratnya. 1. Tujuan Dan Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam

Sebuah pernyataan Omar Muhammad al-Toumyal-Syaibany menyatakan bahwa dasar pendidikan Islam identik dengan dasar tujuan Islam. Keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu al-Qur‟an dan Hadits. Pemikiran yang serupa juga dianut oleh para pemikir pendidikan Islam. Atas dasar pemikiran tersebut, maka para ahli didik dan pemikir pendidikan Islam mengembangkan pemikiran pendidikan Islam dengan merajuk pada dua sumber utama ini, dengan berbagai metode dan

16 H. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, H. 11 17 H. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, H. 15


(26)

21

pendekatan seperti Qiyas, Ijma‟, Ijtihad dan Tafsir. Sedangkan tujuan ialah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Maka pendidikan, merupakan suatu usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, oleh karena itu tujuannya juga bertahap dan bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap atau statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya.

Kalau kita melihat kembali pengertian pendidikan Islam, maka akan terlihat dengan jelas sesuatu yang diharapkan terwujud setelah orang mengalami pendidikan Islam secara keseluruhan, yaitu kepribadian seseorang yang membuat menjadi “insan kamil” dengan pola takwa insan kamil artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal Karena taqwanya kepada Allah SWT. Ini mengandung arti bahwa pendidikan Islam itu diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan dengan manusia sesamanya.

Dalam pendidikan Islam mempunyai beberapa tujuan diantaranya :

1. Tujuan Umum


(27)

22

kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan.Tujuan umum ini berbeda pada setiap tingkat umur, kecerdasan, situasi dan kondisi, dengan kerangka yang sama. Bentuk insan kamil dengan pola taqwa harus dapat tergambar pada pribadi yang sudah dididik,walaupun dalam ukuran kecil dan mutu yang rendah, sesuai dengan tingkat-tingkat tersebut

Tujuan umum pendidikan Islam sinkron dengan tujuan agama Islam, yaitu berusaha mendidik individu mukmin agar tunduk, bertaqwa, dan beribadah dengan baik kepada Allah, sehingga memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat

Tujuan umum pendidikan Islam harus dikaitkan pula dengan tujuan nasional Negara tempat pendidikan Islam itu dilaksanakan dan harus dikaitkan pula dengan tujuan institusional lembaga yang menyelenggarakan pendidikan itu.Tujuan umum itu tidak dapat dicapai kecuali setelah melalui proses pengajaran, pengalaman, pembiasaan, penghayatan dan keyakinan kebenarannya. Tahap-tahapan dalam mencapai tujuan pada pendidikan formal (sekolah, madrasah).

2. Tujuan Sementara

Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan


(28)

23

dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Pada tujuan sementara bentuk insan kamil dengan pola takwa sudah kelihatan meskipun dalam ukuran sederhana, sekurang-kurangnya beberapa ciri pokok sudah kelihatan pada pribadi anak didik. Tujuan pendidikan seolah-olah merupakan suatu lingkaran yang pada tingkat paling rendah, mungkin merupakan suatu lingkaran yang paling kecil. Semakin tinggi lingkaran pendidikannya lingkaran tersebut semakin besar. Tetapi sejak dari tujuan pendidikan tingkat permulaan bentuk lingkarannya sudah harus kelihatan. Bentuk lingkaran inilah yang menggambarkan insan kamil. Disinilah barangkali perbedaan yang mendasar bentuk tujuan pendidikan Islam dibandingkan dengan pendidikan lainnya.

3. Tujuan Akhir

Pendidikan Islam berlangsung selama hidup maka, tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup didunia ini telah berakhir pula. Tujuan umum yang berbentuk insan kamil dengan pola takwah dapat mengalami perubahan naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup seseorang. Perasaan, lingkungan dan pengalaman dapat mempengaruhinya.

Pendidikan Islam oleh karena itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai. Orang yang sudah taqwa dalam bentuk insane kamil, masih perlu mendapatkan


(29)

24

pendidikan dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan, sekurang- kurangnya pemeliharaan supaya tidak luntur dan berkurang. Adapun tujuan akhir pendidikan dapat dipahami dalam firman Allah :

  

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar- benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.( Qs. Ali Imron 102)

Mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah sebagai muslim yang merupakan ujung dari takwa sebagai akhir dari proses hidup yang jelas berisikan tentang kegiatan pendidikan. Inilah akhir dari proses pendidikan itu yang dapat dianggap sebagai tujuan akhirnya. Insan kamil yang mati dan akan menghadap tuhannya merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan Islam.

B. Konsep Pendidikan Islam

1. Konstruksi Pemikiran Pendidikan Islam

Globlalisasi telah menghadirkan perbedaan-perbedaan yang meruntuhkan kesatuan nilai-nilai budaya, totalitas, kesatuan nilai dari kepercayaan. Budaya global ditandai oleh integrasi budaya lokal ke dalam suatu tatanan globlal. Nilai-nilai kebudayaan luar yang beragam menjadi dasar dalam pembentukan sub-sub kebudayaan yang berdiri


(30)

25

sendiri dengan kebebasan-kebebasan ekspresi. Praktik-praktik sosial pun menunjukkan perubahan dimensi kehidupan yang mengalami redefinisi dan diferensiasi.

Cara-cara masyarakat dan individu mempraktikkan agama juga mengalami perubahan, paradigma berpikir juga mengalami perubahan, tiada lain bukan karena agama mengalami kontekstualisasi sehingga agama embedded di dalam masyarakat, tetapi juga karena budaya yang mengkontekstualisasi agama itu merupakan budaya global dengan tata nilai yang berbeda. Iklim yang kondusif itu bagi perbedaan-perbedaan cara bepikir tersebut telah melahirkan proses individualisasi yang meluas, yang menjauhkan manusia dari konteks generalnya.

Kecenderungan ini membuat paradigma berpikir masyarakat juga mengalami perubahan, pola pikir masyarakat mengindikasikan kerangka berpikir atau konstruksi berpikir masyarakat berubah seiring waktu.Sedikitnya ada empat faktor yang mempengaruhi pola pikir seseorang, yaitu lingkungan keluarga, pergaulan dengan masyarakat, pendidikan, dan sistem kepercayaan atau keyakinan.

1. Lingkungan Keluarga

Keluarga yang mengembangkan kebiasaan makan bersama, membaca buku, mematikan lampu setelah selesai digunakan, dan kebiasaan positif lainnya, akan menghasilkan anggota keluarga yang memiliki pola pikir yang terwarnai oleh nilai-nilai yang dibangun bersama oleh keluarga tadi.


(31)

26

Pola pikir seseorang yang berasal dari keluarga yang sarat dengan sistem nilai positif, dipastikan akan lebih unggul dari keluarga yang tidak atau kurang membangun sistem nilainya.

2. Pergaulan dengan Masyarakat

Aparatur yang banyak berteman dengan pengusaha, cenderung memperlihatkan pola pikir seperti pengusaha. Aparatur yang berteman dengan politikus, cenderung akan mengikuti gaya berpikir politikus. Aparatur yang berteman dengan tukang rumpi, dia akan tertular dengan kegatalannya para perumpi. Dan, bila seorang aparatur berteman dengan orang yang shalih, diapun cenderung akan mengadopsi sifat-sifat dan cara berpikir orang shalih tersebut. Konsekuensinya, bila seorang aparatur ingin memiliki pola pikir yang baik, ia akan berhati-hati dalam memilih teman.

3. Pendidikan

Pendidikan adalah solusi terbaik untuk membentuk pola pikir yang unggul. Seorang aparatur tidak akan membiarkan waktunya berlalu tanpa membaca buku. Ia akan rajin men-charge dirinya sendiri melalui seminar-seminar yang bermanfaat. Ia akan gunakan internet untuk mencari berbagai informasi yang dapat mendukung karirnya sebagai seorang aparatur. Ia akan berusaha untuk meningkatkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, bukan karena selembar ijazah atau kebanggaan menyandang sederet gelar akademik, tapi karena kesadaran untuk terus meningkatkan


(32)

27

kompetensi diri. Iapun Ia tidak akan membiarkan dirinya menonton TV lebih dari satu jam sehari.

4. SistemKepercayaan (Belief System)

Faktor yang paling dominan mempengaruhi pola pikir adalah sistem kepercayaan atau keyakinan seseorang (belief system). Bukti sangat kuat bahwa sistem keyakinan memberikan pengaruh yang paling dominan terhadap pola pikir seorang aparatur, adalah ketika ia dihadapkan pada peluang melakukan korupsi. Satu-satunya yang sanggup mencegah perbuatan tersebut bukanlah sanksi dari atasan, KPK, Kejaksaan, atau dari Kepolisian.., tetapi rasa takutnya kepada Tuhannya.

Setiap orang akan dibalas sesuai dengan apa yang diperbuatnya. Ia merasa tidak akan sanggup menghadapi murka Tuhan Yang Maha Keras siksanya atas korupsi yang ia lakukan. Ia juga sadar bahwa azab neraka, bukanlah akhir kehidupan yang baik.

Belief System, atau sistem kepercayaan, atau system keyakinan, juga mampu mengarahkan seorang Aparatur untuk memberikan pelayanan terbaik kepada semua orang yang berurusan dengannya, baik itu masyarakat, atasan, bawahan, atau kolega.

Seorang Aparatur yang mempunyai mental senang, ikhlas, dan antusias dalam melayani, berkeyakinan bahwa semua itu ia lakukan semata karena ia ingin bermanfaat bagi manusia lainnya.


(33)

28

pelayanannya kepada masyarakat bukan sekedar melaksanakan tugas, tapi juga investasi yang sangat bernilai untuk akhiratnya kelak. Investasi yang dapat menghantarkannya kepada hadiah yang paling dinanti umat manusia sedunia adalah surge, the most most beautiful place, where anybody in it are allowed to do and to get anything they want. A Place that never imagine before.

Sebuah lembaga yang didalamnya ditemukan aparatur yang selalu disiplin, berkinerja baik, bertanggungjawab, selalu berusaha meningkatkan kompetensinya, berusaha melayani pimpinan, kolega, bawahan, dan masyarakatnya dengan pelayanan yang terbaik, sangat boleh jadi ia adalah aparatur yang memiliki pola pikir akhirat, belief system yang menurut kami tiada tandingannya.

Tulisan ini tidak ingin memperkuat argument tentang konstruksi berpikir masyarakat, tetapi lebih merupakan usaha menunjukkan bagaimana konstruksi bepikir masyarakat itu dapat berubah sejalan dengan proses globalisasi, lebih khusus mengenai perubahan-perubahan pola pikir masyarakat Madura tentang pendidikan Islam pasca suramadu. Dalam menghadapi tantangan globalisasi, sudah barang tentu Pendidikan Islam harus memperhitungkan kekuatan arus yang mengitarinya seperti sistem Barat yang bercorak sekuler dan telah memasuki semua aspek kehidupan manusia. Begitu juga halnya modernisasi harus dipahami sebagai proses alamiah dalam evolusi kehidupan manusia, seperti


(34)

29

halnya perubahan berbagai aspek kehidupan masyarakat Madura pasca Suramadu, terutama Pendidkan Islam.

Pemahaman sebagaimana di atas menuntut kepekaan terhadap gejolak perubahan dengan segala implikasinya serta kemampuan baru untuk menerjemahkan setiap perubahan ke dalam proses pendidikan. Dengan cara seperti itu akan membuka kemungkinan untuk melahirkan pribadi-pribadi muslim yang kelenturan berpikir, daya intelektual serta keterbukaan dalam menghadapi perubahan cara hidup. Bertolak dari kenyataan tersebut , dalam konteks perubahan sosial ini pendidikan Islam mempunyai misi ganda, yaitu:

 Mempersiapkan manusia muslim untuk menghadapi perubahan-perubahan yang sedang dan akan terjadi, mengendalikan dan memanfaatkan perubahan-perubahan tersebut, menciptakan kerangka berpikir yang komprehensif dan dinamis bagi terselenggaranya proses perubahan yang berada diatas nilai-nilai Islam.

 Memberikan solusi terhadap ekses-ekses negatif kehidupan modern yang berupa depersonalisasi, frustasi dan keterasingan umat dari dunia modern.

Tentunya, kedua misi tersebut di atas mengisyaratkan tugas berat yang dihadapi Pendidikan Islam dewasa ini.Dan diperlukan suatu kerangka pandang yang komprehensif dan relevan dalam


(35)

30

mengantisipasi setiap perubahan sosial sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Misi pendidikan Islam itu juga mengisyaratkan perlunya mengaitkan pendidikan Islam dengan masa depan. Pendidikan Islam yang tidak berorientasi ke masa depan akan ketinggalan zaman dan tidak adaptif.

2. Urgensi Pendidikan Islam

Pembahasan tentang doktrin Islam tentang pendidikan, penulis mencoba memulainya dari sumber-sumber yang ada dalam Al-Qur’an. Menurut Hasan Langgulung, istilah pendidikan yang dalam bahasa Arab bisa dipergunakan ta’lim sejalan dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah : 31.

“Dan Allah mengajarkan Adam segala macam nama, kemudian

Ia berkata kepada malaikat : beritahukan Aku nama-nama semua itu jika

kamu benar” (QS. Al-Baqarah : 31)

Di samping kata ta’lim, kata tarbiyah juga dipergunakan untuk pendidikan, seperti yang temuat dalam surat Bani Israil : 24.

”Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka

mendidikku sewaktu kecil.” (QS. Bani Israil : 24).

Para ahli berpendapat bahwa kata ta’lim hanya merujuk kepada pengajaran, sedangkan kata tarbiyah merujuk pada pendidikan dalam lingkup yang lebih luas lagi. Jadi, kata tarbiyah lebih luas pengertiannya ketimbang kata ta’lim.

Lebih jauh lagi, pendidikan dalam pengertian seluas-luasnya muncul dan kemudian berkembang seiring dengan diturunkannya Al-Qur’an kepada manusia melalui Nabi Muhammad Saw. Wahyu pertama


(36)

31

sarat dengan spirit bagaimana usaha-usaha pendidikan dimulai. Dalam konteks masyarakat Arab, kedatangan Islam merupakan transformasi besar. Sebab, masyarakat Arab pra-Islam pada dasarnya tidak mempunyai sistem pendidikan formal. Dari segi historis, salah satu tugas dari Nabi Muhammad adalah melaksanakan pendidikan Islam terhadap umatnya. Dan Allah Swt telah mendidik dan mempersiapkannya untuk melaksanakan tugas tersebut secara sempurna, malalui pengajaran, pengenalan, serta dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan budayanya.

Tema pendidikan ini secara implisit dapat dipahami dari wahyu yang pertama diturunkan kepada Nabi sebagai spirit terhadap tugas kependidikan yang pertama dan utama yang dilakukan Nabi.

“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Yang

menciptakan manusia dari gumpalan darah. Bacalah demi Tuhanmu yang paling Pemurah. Yang mengajar dengan perantaraan kalam. Yang mengajar manusia apa-apa yang tidak diketahui.” (Al-„Alaq : 1 – 5).

Bertolak dari spirit di atas, Nabi Muammad mulai melaksanakan tugas sebagai pendidik yang dimulai dari lingkungan keluarga dekatnya, kemudian melebar ke wilayah sosial yang lebih luas lagi. Mahmud Yunus, dalam bukunya “Sejarah Pendidikan Islam,” menuliskan bahwa pendidikan Islam pada fase ini meliputi empat hal :

1. Pendidikan kegamaan, yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah semata-mata, jangan dipersekutukan dengan nama berhala, karena Tuhan itu Maha Besar dan Maha Pemurah. Sebab itu hendaklah dienyahkan berhala itu sejauh-jaunya.


(37)

32

2. Pendidikan akaliyah dan ilmiah, yaitu mempelajari kejadian manusia dari segumpal darah dan kejadian alam semesta. Allah akan mengajarkan demikian itu kepada orang-orang yang mau menyelidiki dan membahasnya. Sedangkan mereka dahulu belum mengetahuinya. Untuk mempelajari hal-hal itu haruslah dengan banyak membaca dan meyelidiki serta memakai pena untuk mencatat.

3. Pendidikan akhlak dan budi pekerti, Nabi Muhammad Saw Mengajar sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan ajaran tauhid.

4. Pendidikan jasmani (kesehatan), yaitu mementingkan kebersihan pakaian, badan dan tempa kediaman.

Oleh karena Al-Qur’an memuat sejumlah dasar umum pendidikan, maka Al-Qur’an sendiri pada prinsipnya dapat dikatakan sebagai pedoman normatif-teoritis dalam pelaksanaan pendidikan Islam. Ayat-ayat yang tertuang dalam Al-Qur’an merupakan prinsip dasar yang kemudian diterjemahkan oleh para ahli menjadi suatu rumusan pendidikan Islam yang dapat mengantarkan pada tujuan pendidikan yang sebenarnya.

Secara eksplisit, percakapan dalam Al-Qur’an tentang pendidikan sudah pasti melabar kepada pujian Al-Qur’an terhadap orang-orang beriman dan kepada ilmu-ilmu itu sendiri.

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di atara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”


(38)

33

Pada kenyataanya, struktur dari peradaban Islam, dari semenjak perkembagan Islam paling awal secara keseluruhan berasal dari spirit Al-Qur’an di samping konsep-konsep ilmu yang ada dalam Al-Qur’an. Kemudian prinsip ini dijadikan sebagai Weltanschauung yang melatarbelakangi keberadaan manusia secara global dan diinspirasikan dari era bagaimana konsep ilmu itu didefinisikan. Lebih dari itu, konsep serupa ini memformulasikan model pikiran dan penelitian yang dilakukan oleh umat Islam dalam rangka melihat realitas mengembangkan masyaraka yang tentunya lewat usaha-usaha pendidikan. Konsep ilmu sendiri yang termuat dalam Al-Qur’an seperti dinyatakan Ziaudding Sadar adalah sebuah nilai yang menakala dipahami dengan baik dari bingkai Islam, akan melahirkan sesuatu mengenai konsep Islam itu sendiri. Tidak kurang dari 1200 definisi telah dibuat oleh para ahli dan menjadi tema utama para penulis besar, seperti Kindi, Farabi, al-Biruni dan Ibnu Khaldun.

“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)

seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu

berfirman. „Sebutkanlah kepadaKu nama benda-benda itu jika kamu

memang orang-orang yang benar.” (QS. Al-Baqarah : 31).

Di sini dapat dipahami bahwa ayat di atas merupakan kunci ayat yang berkaitan dengan ilmu. Imam al-Gahazali menafsirkan bahwa nama-nama (asma) adalah sejumlah contoh, Ibnu Abbas sendiri menafsirkan bahwa Adam telah diajarkan semua nama yang baik maupun yang buruk.


(39)

34

Bagaimanapun ayat di atas juga dapat dipahami dengan pendekatan subjek dengan objeknya. Sebab “penyebutan nama” berkaitan dengan “nama yang disebut” sebagai objeknya. Di sinilah prinsip pendidikan juga berasal, sebab kata asma juga berarti sebagai bentuk ilmu yang dapat dipahami dengan jalan pengajaran („allama). Setidaknya, ayat di atas sudah memberikan jalan bagi umat manusia bagaimana ilmu itu dapat diperoleh.

Seperti halnya Al-Qur’an, Sunnah juga memberikan rambu-rambu tentang pentingnya pendidikan. Konsepsi dasar pendidikan yang dicetuskan Nabi Muhammad Saw menurut Muhaimin memiliki enam corak. Pertama, disampaikan sebagai “rahmat li al‟alamin” yang ruang lingkupnya tidak hanya sebatas manusia, tetapi juga makhluk biotik dan abiotik lainnya. Kedua, disampaikan secara universal, mencakup dimensi kehidupan apapun yang berguna untuk kegembiraan dan peringatan bagi umatnya. Ketiga, apa yang disampaikan merupakan kebenaran mutlak dan keotentikan kebenaran itu terus terjadi. Kempat, kehadiran Nabi sebagai evaluator yang mampu mengawasi dan terus bertanggung jawab atas aktivitas pendidikan. Kelima, perilaku Nabi tercermin sebagai uswatun hasanah, yaitu sebuah figur yang meneladeni semua tindak-tanduknya karena prilakunya terkontrol oleh Allah, sehingga hampir tidak pernah melakukan kesalahan. Keenam, masalah teknis-praktis dalam pelaksanaan pendidikan Islam diserahkan penuh pada umat.


(40)

35

mengembangkan konsep-konsepnya dari kedua sumber ini, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah sebagai dasar ideal pendidikan Islam. Dasar ideal ini kemudian yang menjadi akar pendidikan sebagai sumber nilai kebenaran dan kekuatan. Nilai-nilai yang dipahami dari Al-Qur’an dan Sunnah ini adalah cermin nilai yang universal yang dapat dioprasionalkan ke berbagai sisi kehidupan umat sekaligus sebagai standar nilai dalam mengevaluasi jalannya kegiatan pendidikan Islam.

Juga dengan jelas dipahami bahwa ilmu sangat tinggi kedudukannya dalam Islam. Untuk mamahami ilmu, manusia dituntut menggunakan pikirannya, belajar dan memahaminya. Dalam pendidikan, ilmu adalah hal yang paling esensial. Pada intinya, pendidikan dalam Islam sangat utama dan penting bagi kehidupan manusia.

Dari kedua ajaran islam, Al-Qur’an dan Sunnah, banyak dikemukakan fenomena alam dan sosial yang masih belum terungkap dan menantang umat Islam untuk terus belajar agar mereka giat melakukan pengkajian dan dapat melahirkan ilmu-ilmu baru sebagai hasil dari penafsiran Al-Qur’an dan sunnah.

Islam mengajarkan alam dan relita. Umat Islam selalu mengamati realita tersebut, baik dengan menggunakan akal, kontemplasi maupun intuisi. Dengan adanya usaha ini dalam perkembangan intelektual Islam, lahirlah berbagai displin ilmu,seperti filsafat, kedokteran, kimia, astronomi dan fisika.


(41)

36

menganggkat pentingnya pendidikan. Melalui pendidikan, manusia bisa belajar melihat relaitas alam semesta demi mempertahankan kehidupannya. Karena pentingnya pendidikan, Islam menempatkan pendidikan pada kedudukannya yang penting dan tinggi dalam doktrin Islam, seperti dapat dilihat dalam Al-Qur’an dan Sunnah yang banyak kaitannya dengan arti pendidikan bagi kehidupan umat Islam sebagai hamba Allah.

Selain ayat-ayat dan Sunnah yang telah dijelaskan di atas, masih banyak bukti lain yang berasal dari sumber yang sama tentang arti pentingnya pendidikan bagi manusia. Seperti ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan manusia untuk mempergunakan akalnya. Dengan akal ini, manusia berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya ataupun benda-benda yang ada di alam sekitar kita. Pada saat yang sama juga, Al-Qur’an ataupun Sunnah banyak menganjurkan umat Islam untuk senantiasa bergiat diri dalam mencari ilmu pengetahuan. Dengan demikian, ilmu juga menempati posisi penting dalam Islam. Unutk meraih ilmu ajakan untuk mempergunakan akal harus diraih. Ajakan untuk memepergunakan harus direalisasikan. Ilmu dan pendidikan dalam Islam sangat utama dan esensial dalam kehidupan manusia.

Penting untuk dicatat, bahwa ajaran untuk mencari ilmu pengetahuan dalam semangat doktrin Islam tidak hanya dikhususkan pada ilmu agama saja dalam pengertian yang sempit. Labih dari itu, Islam menganjurkan umatnya menuntut ilmu dalam pengertian yang


(42)

37

luasnya yang mencakup, meminjam istilah al-Ghazali, ilmu syar „iyyah dan ilmu ghairu syar „iyyah.. Ilmu syar „iyya adalah ilmu yang berasal dari para Nabi dan wajib dileluti oleh setiap muslim. Di luar ilmu-ilmu ytang bersumber dari para nabi tersebut, al-Ghazali mengelompokkan ke dalam kategiri ghairu syar „iyyah. Lepas dari pengelompokan ilmu yang disebut al-Ghazali, ilmu apapun penting untuk dicapai selama tidak membawa kemadaratan bagi kehidupan manusia dan destruktif.

Karenanya, dalam Islam terdapat hubungan erat antara ilmu-ilmu syar „iyyah dengan ilmu-ilmu gharu syar „iyyah. Dan sebaliknya, Islam tidak mengenal adanya keterpisahan di antara ilmu-ilmu. Dengan kata lian, Islam menganjurkan agar umatnya mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan, baik yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah maupun pada akal asalkan membawa manfaat bagi kehidupan manusia di dunia ini. adanya kategori syar „iyyah dan ghair syar „iyyah, seperti yan disebut al-Ghazali, tidak dimaksudkan sebagai keterpisahan, sebab bila dipahami secara dikotomi, maka dengan sendirinya akan mendistorsi makma Islam yang universal, sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta. 3. Problematika Pendidikan Islam

a. Problematika Ontologi Pendidikan Islam

Secara mikro, telaah ilmu pendidikan Islam menyangkut seluruh komponen dalam unsur yang termasuk didalamnya dalam pendidikan Islam. Sedangkan secara makro, objek formal ilmu pendidikan Islam ialah upaya normatif (sesuai dengan ajaran dan


(43)

38

nilai yang terkandung dalam fenomena qauliyah dan kauniyah) keterkaitan pendidikan Islam dengan sistem sosial, politik, ekonomi, budaya dan agama baik dalam skala kedaerahan, nasional maupun internasional.18

Objek kajian pendidikan Islam senantiasa bersumber dari landasan normatif Islam yaitu al-qur’an (qauliyah) melalui pengalaman batin nabi Muhammad SAW yang kemudian kita kenal dengan wahyu. Kemudian disampaikan kepada seluruh umat dan alam semesta (kauniyah). Dari kedua landasan inilah kemudian digali dan dikaji sehingga melahirkan konsep dan teori pendidikan yang bersifat universal. Kemudian, teori dan konsep yang bersifat universal tersebut dalam kegiatan eksprimen dan penelitian ilmiah pada gilirannya mampu melahirkan teori-teori atau ilmu pendidikan Islam dan diuraikan secara operasional untuk kemudian dikembangkan menjadi metode, kurikulum dan teknik pendidikan Islam.

Kajian pendidikan Islam senantiasa bertolak pada problem yang ada didalamnya, kesenjangan antara fakta dan realita, kontroversi antara teori dan empiri. Maka dari itulah, wilayah kajian pendidikan Islam bermuara pada tiga problem pokok, antara lain:

a) Fondational Problems, yang terdiri dari atas religious fondation and philosophic foundational problems, empiric fondational problems, (Masalah dasar, fondasi agama dan masalah landasan

18

Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), 45.


(44)

39

filosofis-empiris) yang didalamnya menyangkut dimensi-dimensi dan kajian tentang konsep pendidikan yang bersifat universal, seperti hakikat manusia, masyarakat, akhlak, hidup, ilmu pengetahuan, iman, ulul albab dan lain sebagainya. Yang semuanya bersumber dari kajian fenomena qauliyah dan fenomena kauniyah yang membutuhkan pendekatan filosofis.

b) structural problems (masalah struktural), ditinjau dari struktur demografis dan geografis bisa dikategorikan ke dalam kota, pinggiran kota, desa dan desa terpencil. Dari struktur perkembangan jiwa manusia bisa dikategorikan kedalam masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan manula. Dari struktur ekonomi dikategorikan kedalam masyarakat kaya, menengah dan miskin. Dari struktur rumah tangga, terdapat rumah tangga karier dan non karier. Dari struktur jenjang pendidikan bisa dikategorikan kedalam pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi.

c) Operational problem (masalah operasional), secara mikro akan berhubungan dengan dengan berbagai komponen pendidikan Islam, misalnya hubungan interaktif lima faktor pendidikan yaitu tujuan pendidikan, pendidik dan tenaga pendidikan, peserta didik dan alat-alat pendidikan Islam (kurikulum, metodologi, manajemen, administrasi, sarana dan prasarana, media, sumber dan


(45)

40

evaluasi) dan lingkungan atau konteks pendidikan. Atau bisa bertolak dari hubungan input, proses dan output. Sedangkan secara makro, menyangkut keterkaitan pendidikan Islam dengan sistem sosial, politik, ekonomi, budaya dan agama baik yang bersifat Nasional dan Internasional. 19

b. Problematika Epistemologi Pendidikan Islam

Dari beberapa literatur dapat disebutkan bahwa Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari obyek yang ingin dipikirkan. 20 D.W.

Hamlyn Mendefinisikan epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan dan pengandai-pengandaiannya serta secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan. Selanjutnya, pengertian epistemologi yang lebih jelas, diungkapkan oleh Azyumardi Azra bahwa epistemologi sebagai ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. 21

Landasan epistemologi memiliki arti yang sangat penting bagi bangunan pengetahuan, sebab ia merupakan tempat berpijak. Bangunan pengetahuan menjadi mapan, jika memiliki landasan yang kokoh. Landasan epistemologi ilmu adalah metode ilmiah, yaitu cara

19

Ibid, 45.

20

Ihsan Hamdani, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), 16

21

Syahminan Zaini, Prinsip-prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1986), 4


(46)

41

yang dilakukan ilmu dalam meyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang diperoleh lewat metode ilmiah. Dengan demikian, metode ilmiah merupakan penentu layak-tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki fungsi yang sangat penting dalam bangunan ilmu pengetahuan.

Dari pengertian, ruang lingkup, objek, dan landasan epistemologi ini, dapat kita disimpulkan bahwa epistemologi merupakan salah satu komponen filsafat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, khususnya berkenaan dengan cara, proses, dan prosedur bagaimana ilmu itu diperoleh. Dalam pembahasan ini epistemologi pendidikan Islam lebih diarahkan pada metode atau pendekatan yang dapat dipakai untuk membangun ilmu pengetahuan Islam, dari pada komponen-komponen lainnya, sebab metode atau pendekatan tersebut paling dekat dengan upaya mengembangkan pendidikan Islam, baik secara konseptual maupun aplikatif. Epistemologi pendidikan Islam bisa berfungsi sebagai pengkritik, pemberi solusi, penemu, dan pengembang.

Pendekatan epistemologi diperlukan cara atau metode tertentu, sebab ia menyajikan proses pengetahuan di hadapan siswa dibandingkan hasilnya. Pendekatan epistemologi ini memberikan pemahaman dan keterampilan yang utuh dan tuntas. Seseorang yang mengetahui proses sesuatu kegiatan pasti mengetahui hasilnya.


(47)

42

Sebaliknya, banyak yang mengetahui hasilnya tetapi tidak mengetahui prosesnya.

Bisa dipastikan bahwa jika pendekatan epistemologi ini benar-benar diimplementasikan dalam proses belajar mengajar di lembaga pendidikan Islam, maka dalam waktu dekat, insyaAllah siswa dapat memiliki kemampuan memproses pengetahuan dari awal hingga wujud hasilnya. Jika pendidikan Islam mengedepankan pendekatan epistemologi dalam proses belajar mengajar, maka pendidikan Islam akan banyak menelorkan lulusan-lulusan yang berjiwa produsen, peneliti, penemu, penggali, dan pengembang ilmu pengetahuan. Karena epistemologi merupakan pendekatan yang berbasis proses, maka epistemologi melahirkan konsekuensi-konsekuensi logis dan problematika yang sangat komplek, yaitu :

a. Pendidikan Islam seringkali dikesankan sebagai pendidikan yang tradisional dan konservatif, hal ini wajar karena orang memandang bahwa kegiatan pendidikan Islam dihinggapi oleh lemahnya penggunaan metodologis pembelajaran yang cenderung tidak menarik perhatian dan memberdayakan.

b. Pendidikan Islam terasa kurang concern terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang bersifat kognitif menjadi suatu “makna dan nilai” yang perlu di internalisasikan dalam diri seseorang lewat berbagai cara, media dan forum.


(48)

43

tradisional, yakni menitik beratkan pada aspek korespondensi-tekstual yang lebih menekankan yang sudah ada pada kemampuan anak didik untuk menghafal teks-teks keagamaan daripada isu-isu sosial keagamaan yang dihadapi pada era modern seperti kriminalitas, kesenjangan sosial dan lain lain.

d. Pengajaran agama yang bersandar pada bentuk metodologi yang bersifat statis indoktrinatif-doktriner. 22

c. Problematika Aksiologi Pendidikan Islam

Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Di Dunia ini terdapat banyak cabang pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang khusus seperti epistemologis, etika dan estetika.

Epistemologi bersangkutan dengan masalah kebenaran, etika bersangkutan dengan masalah kebaikan, dan estetika bersangkutan dengan masalah keindahan. 23

Secara historis, istilah yang lebih umum dipakai adalah etika (ethics) atau moral (morals). Tetapi dewasa ini, istilah axios (nilai) dan logos (teori) lebih akrab dipakai dalam dialog filosofis. Jadi, aksiologi bisa disebut sebagai the theory of value atau teori nilai. Bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and

22

Mujtahid, Reformulasi Pendidikan Islam; Meretas Mindset Baru, Meraih Paradigma Unggul.

(Malang: UIN-Maliki Press, 2011), 37.

23

Louis O. Kattsoff. Pengantar Filsafat. Alih Bahasa Soejono Soemargono (Yogyakarta. Penerbit Tiara Wacana, 1996), 327.


(49)

44

bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and ends). Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari Bahasa Yunani Kuno, terdiri dari kata “aksios” yang berarti nilai dan kata “logos” yang berarti teori. Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. 24

Kaum Idealis, Mereka berpandangan secara pasti terhadap tingkatan nilai, dimana nilai spiritual lebih tinggi daripada nilai non spiritual (niai material). Demikian juga dengan kaum Realis, Mereka menempatkan niai rasional dan empiris pada tingkatan atas, sebab membantu manusia menemukan realitas objektif, dan berfikir logis. Kaum Pragmatis pun berbeda, Menurut mereka, suatu aktifitas dikatakan baik seperti yang lainnya, apabila memuaskan kebutuhan yang penting, dan memiliki nilai instrumental dan sangat sensitif terhadap nilai-nilai yang meghargai masyarakat.

Dari diantara lima komponen dalam pendidikan Islam (tujuan pendidikan, pendidik dan tenaga pendidikan, peserta didik dan alat-alat pendidikan Islam dan lingkungan atau konteks pendidikan., ketika dikaitkan dengan dimensi aksiologis, maka terdapat problem antara lain:

a. tujuan pendidikan Islam kurang berorientasi pada nilai-nilai kehidupan masa yang akan datang, belum mampu menyiapkan generasi yang sesuai dengan kemajuan zaman.

24


(50)

45

b. pendidik dan tenaga pendidikannya mulai memudar dengan doktrin awal pendidikan Islam tentang konsep nilai ibadah dan dakwah syiar Islam, pendidik juga disibukkan dengan hal-hal teknis seperti tunjangan honor, tunjangan fungsional dan tunjangan sertifikasi.

c. dikalangan peserta didik pun dalam menuntut ilmu cenderung mengesampingkan nilai-nilai ihsan, kerahmatan dan amanah dalam mengharap ridha Allah.

4. Transformasi Kelembagaan Pendidikan Islam Dan Tenaga Kependidikan Islam.

Transformasi secara arti adalah perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi, dsb). Nilai yang kita transformasikan tersebut mencakup nilai-nilai religi, nilai kebudayaan, nilai sains/teknologi, nilai seni, dan nilai keterampilan. Nilai–nilai yang ditransformasikan tersebut dalam rangka mempertahankan mengembangkan bahkan kalau perlu mengubah kebudayaan yang dimiliki masyarakat. Maka disini pendidikan akan berlangsung dalam kehidupannya. Agar proses transformasi tersebut berjalan lancar ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam melaksanakan proses pendidikan adalah sebagai berikut :

1. Adanya hubungan edukatif yang baik antara pendidik dan terdidik. Hubungan edukatif ini dapat diartikan sebagai suatu hubungan yang diliputi kasih sayang sehingga terjadi hubungan yang didasarkan atas kewibawaan. 2. Adanya metode pendidikan yang sesuai.


(51)

46

3. Adanya sarana dan perlengkapan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan. 4. Suasana yang memadai, sehingga proses transformasi tersebut berjalan

sukses, serta dalam suasana yang menyenangkan.25

Pendidikan merupakan usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiannya dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup kepada genarasi muda, agar nantinya menjadi manusia, sesuai dengan sifat hakikat dan ciri-ciri kemanusiannya.

Dengan pengertian pendidikan yang luas, berarti bahwa masalah kependidikan pun mempunyai ruang lingkup yang luas pula, yang menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Sebagai contoh akan dikemukakan beberapa masalah kependidikan yang memerlukan analisa filsafat dalam memahami dan memecahkannya, antara lain :

a. Masalah kependidikan yang pertama dan mendasar adalah tentang apakah hakikat pendidikan itu.

b. Apakah sebenarnya tujuan pendidikan itu.

c. Apakah isi kurikulum yang relevan dengan pendidikan yang ideal.

d. Bagaimana metode yang efektif untuk mencapai tujuan pendidikan yang ideal.

e. Problema-problema tersebut, merupakan bagian dari contoh-contoh problematika pendidikan, yang dalam pemecahannya memerlukan usaha-usaha pemikiran yang mendalam dan sistematis atau analisa filsafat.

25


(52)

47

Dalam memecahkan masalah-masalah tersebut, analisa filsafat menggunakan berbagai macam pendekatan yang sesuai dengan permasalahannya.

Pandangan hidup yang merupakan jati diri berisi nilai-nilai yang dianggap sebagai suatu yang secara ideal adalah benar. Dan nilai kebenaran itu sendiri berbeda antara masyarakat atau bangsa yang satu dengan lainnya. Nilai – nilai kebenaran yang idealis ini disebut sebagai filsafat hidup yang dijadikan dasar dalam penyusunan sistem pendidikan. Selain itu, nilai-nilai tersebut juga sekaligus dijadikan tujuan yang akan dicapai dalam pelaksanaan sistem pendidikan dimaksud. Dengan demikian, antara rantai hubungan itu terlihat pada perincian sebagai berikut :

1. Setiap masyarakat atau bangsa memiliki sistem nilai ideal yang dipandang sebagai suatu yang benar.

2. Nilai-nilai tersebut perlu dipertahankan sebagai suatu pandangan hidup atau filsafat hidup mereka.

3. Agar nilai-nilai tersebut dapat dipelihara secara lestari, perlu diwariskan kepada generasi muda.

4. Usaha pelestarian melalui pewarisan ini efektifnya melalui pendidikan. 5. Untuk menyelaraskan pendidikan yang diselenggarakan dengan muatan


(53)

48

maka secara sistematis program pendidikan harus menempatkan nilai-nilai tadi sebagai landasan dasar muatan dan tujuan yang akan dicapai.26

Pembentukan dan pewarisan kebudayaan dari satu generasi ke generasi berikutnya merupakan suatu proses transformasi dan dalam proses transformasi itulah pendidikan berfungsi. Jadi proses pendidikan adalah proses transformasi kebudayaan. Salah satu fungsi yang mendasar dari pendidikan adalah untuk pengembangan kebudayaan. Filsafat pendidikan memiliki peran yang strategis sebagai landasan pendidikan tersebut. Oleh karena itu dapat diambil suatu alur konsepsi pemikiran sebagai berikut :

Bagan Peranan Filsafat Pendidikan dalam Transformasi Nilai Budaya

Dalam konteks bagan tersebut dapat diambil suatu konsepsi bahwa filsafat pendidikan dengan kajian filosofisnya dalam segala permasalahan pendidikan telah memberikan sumbangsih yang besar sebagai peletak dasar pemikiran tentang pendidikan. Filsafat pendidikan memberikan konsekuensi logis sebagai suatu disiplin ilmu yang bercirikan hasil pemikran untuk terus membantu proses kependidikan dengan berbagai kompleksitasnya.

Ketika pendidikan telah tertata dengan baik secara filosofis maka akan terjadi proses pendidikan yang berkualitas. Pada tahap selanjutnya ketika proses pendidikan tersebut berjalan dengan baik, maka proses transformasi

26

Jalaluddin, Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat, dan Pendidikan, Jakarta. PT Raja Grafindo

Persada. 2012. h. 188-189

Filsafat Pendidikan

Proses Pendidikan

Transformasi Nilai budaya masyarakat


(54)

49

nilai kebudayaan telah dilakukan oleh pendidikan tersebut. Karena dalam pendidikan kegiatan transformasi nilai-nilai budaya masyarakat akan dapat dilakukan dengan efktif dan efisien.

Variabel utama dalam transformasi kebudayaan, yaitu :

a. Unsur-unsur yang ditransformasikan

Unsur-unsur transformasi kebudayaan adalah nilai-nilai budaya, adat-istiadat masyarakat, pandangan mengenai hidup serta berbagai konsep hidup lainnya yang ada di dalam masyarakat pelbagai kebiasaan sosial yang digunakan dalam interaksi atau pergaulan para anggota masyarakat tersebut; pelbagai sikap dan peranan yang diperlukan di dalam dunia pergaulan dan akhirnya pelbagai tingkah-laku lainnya termasuk proses fisiologi, refleks dan gerak atau reaksi-reaksi tertentu dan penyesuaian fisik termasuk gizi dan tatamakanan untuk dapat bertahan hidup.

Unsur-unsur itulah yang merupakan ikhtiar kebudayaan yang memungkinkan berkembangnya peradaban manusia. Dalam konteks ini, maka pendidikan tidak hanya merupakan pengalihan pengetahuan dan keterampilan (transfer of knowledge and skliss), tetapi juga meliputi pengalihan nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial (transmission of cultural values and social norms). Kiranya dapat dikatakan bahwa tiap masyarakat sebagai pengemban budaya (culture bearer) berkepentingan untuk memelihara keterjalinan antara berbagai upaya pendidikan dengan usaha pengembangan kebudayaan.


(55)

50

Kesinambungan hidup bermasyarakat turut dipengaruhi oleh berlangsungnya pengalihan nilai budaya dan norma sosial dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kesinambungan ini dimungkinkan oleh orientasi pada nilai budaya yang sama serta konformisme perilaku berdasarkan sosial yang berlaku. Demikianlah pendidikan bermakna sebagai proses pembudayaan dan seiring bersama itu berkembanglah sejarah peradaban manusia. Seluruh spektrum kebudayaan : sistem kepercayaan, bahasa, seni, sejarah, dan ilmu-ilmu dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya hanya bisa dialihkan (ditransformasikan) dari satu generasi ke generasi lain melalui pendidikan dalam arti luas. Maka pendidikan sebagai prakarsa yang meliputi proses pengalihan pengetahuan dan keterampilan serentak dengan proses pengalihan nilai-nilai budaya. Proses itu sekaligus menjamin terpeliharanya jalinan antar generasi dalam suatu masyarakat.

Orientasi pada nilai-nilai budaya pada gilirannya menjelmakan perilaku manusia sebagai anggota masyarakat dengan peradabannya yang khas. Sejauh mana masyarakat itu berorientasi pada nilai-nilai budayanya, menentukan tangguh-rapuhnya ketahanan budaya (cultural resilience) masyarakat yang bersangkutan, yang terutama terukur melalui apa yang terjadi dalam pelbagai pertemuan antar budaya (cultural encounters). Hal ini nyata melalui sejarah timbul tenggelamnnya pelbagai ranah budaya dan peradaban manusia sepanjang zaman. Maka


(56)

51

dapat dipahami jika pendidikan juga ditujukan pada peneguhan ketahanan budaya.

Di samping itu juga fungsi pendidikan berkaitan erat dengan proses reliogiositas (keagamaan) sebagai salah satu unsur budaya. Pendidikan sebagai budaya haruslah dapat membuat peserta didik mengembangkan kata hati (suara hati) dan perasaannya untuk taat terhadap ajaran-ajaran agama yang dipeluknya. Bukan hanya pemahaman dan perasaan yang harus dikembangkan, melainkan juga tindakan atas perilaku seharihari yang cocok (etika dan moralitas) dengan ajaran agama perlu dibina. Untuk mencapai tujuan itulah pengalihan nilai budaya dan norma sosial dilakukan melalui perkenalan dengan pelbagai sumber belajar yang relevan.

b. Proses tranformasi

Proses transformasi meliputi proses-proses imitasi, identifikasi dan sosialisasi. Imitasi adalah meniru tingkah-laku dari sekitar. Pertama-tama tentunya imitasi di dalam lingkungan keluarga dan semakin lama semakin meluas terhadap masyarakat lokal. Yang diimitsi adalah unsur-unsur yang telah dikemukakan di atas. Transmisi unsur-unsurunsur-unsur tidak dapat berjalan dengan sendirinya. Manusia adalah aktor dalam memanipulasi kebudayaan. Oleh sebab itu, unsur-unsur tersebut harus diidentifikasi. Proses indentifikasi itu berjalan sepanjang hayat sesuai dengan tingkat kemampuan manusia itu sendiri. Selanjutnya nilai-nilai unsur-unsur itu


(57)

52

disosialisasikan artinya harus diwujudkan dalam kehidupan nyata di dalam lingkungan yang semakin lama semakin meluas.

Nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang harus mendapatkan pengakuan lingkungan sekitarnya. Ketiga proses transformasi tersebut berkaitan erat dengan cara mentransformasikan. Dalam hal ini ada dua cara, yaitu „peran serta’ dan bimbingan. Cara „peran serta’ antara lain melalui perbandingan, ikut serta dalam kegiatan-kegiatan sehari-hari. Sedangkan bentuk bimbingan dapat berupa instruksi, persuasi, rangsangan dan hukuman. Dalam proses transformasi kebudayaan tersebut di atas pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kepribadian yang kreatif dan dapat memilih nilai-nilai budaya dari pelbagai lingkungan. Sudah dinyatakan bahwa hakekat dan inti sari dari kebudayaan adalah manusia. Unsur hakiki dari manusia adalah kepribadian.

Peranan pendidikan di dalam kebudayaan dapat dilihat dengan nyata di dalam perkembangan kepribadian manusia. Tanpa kepribadian manusia tidak ada kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekadar jumlah dari kepribadian-kepribadian. Di dalam pengembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan seterusnya kebudayaan akan dapat berkembang melalui kepribadian-kepribadian tersebut. Hal ini menunjukkan kepada bahwa pendidikan bukan semata-mata transmisi kebudayan secara pasif tetapi pelu mengembangkan kepribadian yang kreatif.


(1)

54

(sekolah-sekolah dan perguruan tinggi) perlu dikembangkan nilai-nilai budaya secara intensif, inovatif dan ekstensif.


(2)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari apa yang dapat dijelaskan oleh penulis di bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Masyarakat ternyata memiliki peran penting dalam upaya pengembangan pendidikan Islam di lingkungan Madrasah Yayasan Bani Zubair Bangkalan, karena masyarakat secara tidak langsung merupakan elemen penting di dalam pendidikan yang juga menjadi penunjang kesuksesan pendidikan, sehingga ia memiliki peran juga dalam proses pendidikan yang lebih tinggi, khsususnya di dalam pendidikan Islam. Kesuksesan pendidikan tidak hanya tergantung kepada pengelola pendidikan, akan tetapi banyak dibantu oleh pihak wali siswa, alumni, lembaga atau senior, dan juga masyarakat.

2. Problematika dalam pendidikan Islam masyarakat Madura di desa Gunung Sereng berkisar pada tujuan pendidikan, pendidik dan tenaga pendidikan, peserta didik dan alat-alat pendidikan Islam dan lingkungan atau konteks pendidikan. Tujuan pendidikan Islam kurang berorientasi pada nilai-nilai kehidupan masa yang akan datang, belum mampu menyiapkan generasi yang sesuai dengan kemajuan zaman. Pendidik dan tenaga pendidikannya mulai memudar dengan doktrin awal pendidikan Islam tentang konsep nilai ibadah dan dakwah syiar Islam, pendidik juga disibukkan dengan hal-hal teknis seperti


(3)

144

tunjangan honor, tunjangan fungsional dan tunjangan sertifikasi.

3. Proses transformasi lembaga pendidikan Islam di desa Gunung Sereng berimplikasi pada proses transformasi nilai kebudayaan masyarakat yang tertuang tertuang dalam kurikulum Madrasah, dilakukan melalui proses kependidikan yang dilaksanakan di lembaga formal maupun non formal. Sebagai upaya untuk terus menyemaikan dan melestarikan kebudayaan dan kepribadian bangsa pasca pembangunan jembatan Suramadu.

B. Saran-Saran

Dari hasil penelitian yang sangat sederhana ini, maka penulis memberikan saran bahwa :

1. Setiap insititusi pendidikan dan elemen yang terkait hendaknya meningkatkan perhatian terhadap pendidikan bangsa, khsusunya pendidikan Islam atau moral, karena selama ini out put dari pendidikan yang ada masih terkesan sangat jelek dalam aspek moralitas.

2. Setiap institusi pendidikan mencoba untuk menjalin hubungan kerja dengan pihak-pihak yang terkait seperti wali siswa, masyarakat untuk meningkatkan maksimalisasi dari pendidikan itu sendiri khsusunya pendidikan Islam, sehingga rasa kepedulian dan kepemilikan terhadap negeri dan bangsa ini menjadi semakin tinggi dengan cara membimbing dan mengarahkan generasinya menjadi lebih baik untuk menghadapi modernisasi Madura pasca pembangunan jembatan Suramadu.

3. Tulisan sederhana itu diharapkan untuk dikembangkan oleh peneliti- peneliti selanjutnya jika dipandang memiliki kontribusi besar dalam mensukseskan pendidikan khususnya di Indonesia dan Islam.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

M. Ali Al-Humaidy, 2009. NU dan Suramadu, Opini Harian Surya, 10 Juni Yacub, M. Dahlan Al-Barry, dkk. 1994. Kamus Ilmiah Populer, Surabaya:

Arkolla

Sutrisno, Muhyiddin albarobis, 2013. Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial, Surabaya: Arruzzmedia

Arifin, Muzayyin, 2009. Filsafat Pendidikan Islam, Surabaya: Bumi aksara Abdulsyani.2007. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: Bumi

Aksara

Arikunto, Suharsimi. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: RinekaCifta

Djamas, Nurhayati. 2008. Dinamika Pendidikan Islamdi Indonesia Pascakemerdekaan. Jakarta: Rajawali Pers

Fredrich-Naumann Stiftung. 1987. Indonesian societyfor Pesantren and community Development (P3M), and Technical University Berlin,

Gunawan, Arry. 2000. sosiologi pendidikan. Suatu analisis sosiologi tentang pelbagai problem pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Ismail SM, dkk.2002. Dinamika Pesantren dan Madrasah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Hotman, Fritz. 2008. FOKUS Menjelang UN T.P2008/2009. Medan

Khaer, Miftahul. 2010. mif19.tea’sBlog: Pesantren Al-Ghoffaar Cikaso

Perspektif Sosiologi Max Weber, (Online), Vol.2, no.1,


(5)

2010)

Latif, Abdullah. 2007. Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan. Bandung: PT Rafika Aditama

Moleing, Lexi.1995. Metodologi Penelitian Kualitatif, cetakan keenam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Nazsir, Nasrullah. 2008. Teori-teori Sosiologi. Cetakan I.Jakarta: Widya Padjajaran.

Poloma, MargaretM, 2003. Sosiologi Kontemporer/ oleh Margaret M. Poloma Edisi 1 Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Santoso, Slamet, 2004, Dinamika Kelompok, Jakarta: Bumi Aksara

Simanjuntak, Bungaran, 2009. Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak Toba, Jakarta; yayasan Obor Indonesia

Soekanto, Soerjono. 1983. Teori Sosiologi tentang perubahan sosial. Jakarta timur: Ghalia Indonesia.

Sujari.2007. Pendidikan pondok Pesantren Tradisional Dalam Perspektif

Pendidikan IslamIndonesia, (Online), (Error! Hyperlink reference not

valid.pesantren/ html, di akses 17 Oktober 2010)

Sunarto, Kamanto. 2004. pengantar sosiologi. Edisi revisi. Jakarta: lembaga penerbit fakultas ekonomi Universitas Indonesia

Suprihartoyo dkk, 2009, Ilmu Pengetahuan Sosial1: untuk SMP dan MTs Kelas VII, Jakarta: Pusat perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Suyanto, BagongDkk, 2005. metode penelitian social; berbagai alternative pendekatan. Edisi 1, Jakarta: Pernada Media


(6)

Suwito, dkk, 2005. Sejarah sosial pendidikan Islam. Edisi pertama, cetakan ke2. Jakarta: kencana pernada media group

Sztompka, Piotr. 2004. Sosiologi Perubahan Sosial Cetakan ke-3. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Turner, Bryan, 2003.Agama dan Teori Sosial: Rangka-Pikir Sosiologi dalam Membaca Eksistensi Tuhan diantara Gelegar Ideologi-ideologi Kontemporer, Yogyakarta: IRCISod

Wirosardjono, Soetjipto. 1987. The Impact of Pesantren in Education and Community Development in Indonesia, Berlin:

Zarkasih, Imam. 2010. Jurnal Islam. Pendidikan pondok Pesantren, (Online), http://www.google.co.id/pendidikan pesantren/ html, di akses 17 Oktober 2010)

Peter Salim, 1996 . The Contempory English-Indonesian Dictionary. Jakarta : Modern English Press

Ahmad Tafsir, 1992. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung : Remaja Rosdakarya