TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI MERRIK LENGKAAN ( PEMBERIAN LANGKAHAN) DALAM PERNIKAHAN DI DESA PESANGGRAHAN KECAMATAN KWANYAR KABUPATEN BANGKALAN.

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI MERRIK
LENGKAAN ( PEMBERIAN LANGKAHAN)DALAM
PERNIKAHAN DI DESA PESANGGRAHAN KECAMATAN
KWANYAR KABUPATEN BANGKALAN
SKRIPSI
Oleh :
ACHMAD FAWAIZ
NIM : C31211112

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Keluarga Islam
Surabaya
2016

ABSTRAK
Skripsi Ini Adalah Hasil Penilitian Lapangan/Studi Kasus Dengan Judul “
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Merrik Lengkaan (Pemberian
Langkahan) Dalam Pernikahan di Desa Pesanggrahan Kecamatan Kwanyar
Kabupaten Bangkalan Bertujuan Untuk Menjawab Pertanyaan Mengapa

Pelaksanaan Tradisi
Merrik Lengkaan (Pemberian Langkahan) Dalam
Pernikahan di Desa Pesanggrahan Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan
Dan Bagaimana Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Merrik Lengkaan
(Pemberian Langkahan) Dalam Pernikahan di Desa Pesanggrahan Kecamatan
Kwanyar Kabupaten Bangkalan.
Data Penelitian Dihimpun Melalui Wawancara,Observasi, Dan
Dokumentasi Selanjutnya Dianalisis Dengan Tekhnik Analitik Deskriptif
Dengan Menggunakan Pendekatan ‘Urf Yakni Menilai Realita yang Terjadi
dalam Masyarakat, Apakah Ketentuan Masyarakat Tersebut Sesuai Atau Tidak
dalam Pandangan Hukum Islam.
Berdasarkan Hasil Analisis Hukum Islam Terhadap Data Hasil Penelitian,
Maka Dapat Disimpulkan Bahwa Tradisi Merrik Lengkaan (Pemberian
Langkahan) Dalam Pernikahan di Desa Pesanggrahan Kecamatan Kwanyar
Kabupaten Bangkalan Adalah Sebuah Tradisi Yang Turun Menurun Yang Dianut
Oleh Masyarakat Bahwasanya Jika Ada Adik Ingin Menikah dan Masih
Mempunyai Kakaknya Diatasnya Maka Diharuskan Merrik Lengkaan. Mengapa
karena ada faktor kepercayaan adat yang masih kuat, memperkuat hubungan
personal antara adik yang melangkahi dengan kakak yang dilangkahi, dan Juga
Dilihat Dari Hukum Islam Dan ‘Urf Termasuk Kategori ‘Urf Shahih Jika

Permintaan Sang Kakak Tidak Memberatkan Si Adik Dan Termasuk ‘Urf Fasid
Jika Meminta Tidak Sesuai Dengan Kemampuan Si Adik Sehingga
Memberatkan Si Adik.
Sejalan Dengan Kesimpulan Diatas Maka Kepada Masyarakat Dihimbau
dan Disarankan Ditetapkannya Merrik Lengkaan (Pemberian Langkahan)
dengan Kemampuan Si Adik Dengan Tujuan Agar Tidak Ada Merasa Diberatkan
dan Menghambat Sebuah Pernikahan.

DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ................................................................................................ i
PERNYATAAN KEASLIAN .............................................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... iii
PENGESAHAN ................................................................................................... iv
MOTTO ................................................................................................................. v
PERSEMBAHAN ................................................................................................. vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR TRANSLITERASI ............................................................................. xii
BAB I


PENDHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ..................................................... 5
C. Rumusan Masalah .............................................................................. 6
D. Kajian Pustaka .................................................................................. 6
E. Tujuan Penelitian .............................................................................. 8
F. Kegunaan Penelitian ......................................................................... 9
G. Definisi Operasional ......................................................................... 9
H. Metodologi Penelitian .....................................................................10
I. Sistimatika Penelitian ......................................................................15

BAB II TINJAUAN PERKAWINAN DALAM ISLAM DAN ‘URF ...............16
A. Perkawinan Dalam Islam .................................................................16
1. Pengertian Perkawinan ...............................................................16
2. Dasar Hukum Perkawinan ..........................................................19
3. Rukun Dan Syarat Perkawinan ...................................................21
4. Hibah . .........................................................................................32
B. ’’urf ..................................................................................................40
1. Pengertian ’’urf ..........................................................................40

2. Macam-Macam ’’urf ...................................................................42

3. Kehujjahan ’’urf ..........................................................................44
BAB III TRADISI MERRIK LENGKAAN DALAM PERNIKAHAN DI DESA
PESANGGRAHAN KECAMATAN KWANYAR KABUPATEN
BANGKALAN ......................................................................................48
A. Deskripsi Wilayah .............................................................................48
1. Keadaan Geografis ......................................................................48
2. Keadaan Demografis ...................................................................49
3. Keadaan Agama ..........................................................................50
B. Tradisi Merrik Lengkaan dalam Pernikahan di Desa Pesanggrahan
Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan ....................................50
1. Pengertian Tradisi Merrik Lengkaan Dalam Pernikahan Di Desa
Pesanggrahan Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan ......50
2. Praktek Tradisi Merrik Lengkaan Dalam Pernikahan Di Desa
Pesanggrahan Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan ......52
3. Faktor yang Melatarbelakangi Tradisi Merrik Lengkaan Dalam
Pernikahan Di Desa Pesanggrahan Kecamatan Kwanyar
Kabupaten Bangkalan .................................................................54
4. Dampak Bagi yang Melanggar Tradisi Merrik Lengkaan Dalam

Pernikahan Di Desa Pesanggrahan Kecamatan Kwanyar
Kabupaten Bangkalan ................................................................56
BAB 1VAnalisis Hukum Islam Terhadap Tradisi Merrik Lengkaan Dalam
Pernikahan Di Desa Pesanggrahan Kecamatan Kwanyar Kabupaten
Bangkalan ................................................................................................63
1. Faktor yang Melatarbelakangi Tradisi Merrik Lengkaan Dalam
Pernikahan Di Desa Pesanggrahan Kecamatan Kwanyar
Kabupaten Bangkalan .................................................................63
2. Analisis Hukum Islam terhadap Tradisi Merrik Lengkaan Dalam
Pernikahan Di Desa Pesanggrahan Kecamatan Kwanyar
Kabupaten Bangkalan .................................................................67
BAB V PENUTUP ………………………………………………………………72

A. Kesimpulan...………………………………………………………….74
B. Saran ………………………………………………………………….75
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................

1

BAB I


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap manusia yang berada di atas permukaan bumi ini pastinya
menginginkan kebahagiaan dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi
miliknya. Kebahagiaan tidak dapat dicapai dengan mudah tanpa mematuhi
peraturan-peraturan yang digariskan oleh agama diantaranya kewajiban individu
dalam masyarakat itu saling menunaikan hak dan kewajbannya masing-masing
dan salah satu untuk mencapai kebahagiaan itu ialah pernikahan. Sebagaimana
dikemukakan di atas islam memandang pernikahan sebagai suatu cita-cita yang
sangat ideal pernikahan bukan hanya sebagai persatuan antara laki-laki dan
perempuan tetapi lebih daripada itu pernikahan sebagai kontrak social
keanekaragaman tugas.
Pernikahan bagi umat manusia adalah suatu yang sangat sacral dan
mempunyai tujuan yang sacral pula dan tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan
syariat agama. Pernikahan bukan semata-mata untuk memuaskan hawa nafsu
melainkan meraih ketenangan,ketentraman dan sikap saling mengayomi di antara
suami-istri dengan dilandasi cinta dan kasih sayang yang mendalam1.Memang
tak dapat dipungkiri antara pria dan wanita sudah fitrahnya untuk saling
mempunyai ketertarikan dan dari ketertarikan tersebut kemudian beranjak


1

Mohammad asnawi, Nikah Dalam Perbincangan dan Perdebatan, (Yogyakarta:Darussalam,
2004), 20.

2

kepada niat suci pernikahan, proses ini mengandung dua aspek yaitu aspek
biologis

agar

manusia

itu

berketurunan,

dan


aspek

afeksional

agar

manusiamerasa tenang dan tentram berdasarkan kasih sayang.Dengan cinta dan
kasih sayang tidak hanya memungkinkan pasangan tersebut membentuk
kehidupan keluarga yang damai dan bahagia, tetapi juga memberi kekuatan yang
dibutuhkan untuk mengutamakan nilai-nilai kebudayaan yang lebih tinggi. AlQur’an telah menerangkan sasaran tersebut, bahwa dalam pandanganIslam
konsep perkawinan merupakan konsep cinta dan kasih sayang2.
Agar tujuan dan sasaran dalam pernikahan tercapai, dan mampu
mewujudkan

kehidupan

rumah

tangga


yang

sakinah,

mawaddah,

wa

Rahmah3.Maka kemudian harus diperhatikan tentang syarat-syarat tertentunya,
agar tujuan dari disyari’atkannya perkawinan dapat tercapai dantidak menyalahi
aturan yang telah ditetapkan Agama4.

ِ
ِ
ِِ ِ
ِِ ‫اجا لِتَ ْس ُكنُوا إِلَْي َها َو َج َع َل بَْي نَ ُك ْم َم َوَدةً َوَر َْْةً إِ َن‬
ً ‫َوم ْن آيَاته أَ ْن َخلَ َق لَ ُك ْم م ْن أَنْ ُفس ُك ْم أ َْزَو‬
ٍ ‫ذَلِك آي‬
)٢١( ‫ات لَِق ْوٍم يَتَ َف َك ُرو َن‬

َ َ
Artinya: ‚Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia ciptakan
pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri agar kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa
kasih sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir‛.5(Q.S.Ar-Ru>m
ayat 21)

2

Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, cet. ke-3, (Jakarta:
BulanBintang, 1993), 25
3
Khoiruddin Nasution, Islam dan Relasi Suami Istri (Hukum Perkawinan 1), cet. ke1,(Yogyakarta: Tazzafa Academia, 2004), 64
4
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, cet. ke– 3, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada ,1998),
56.
5
Departemen Agama R.I,Al-Qur’an dan terjemahnya, (Bandung: Syamil Cipta Media, 2006),406.


3

Dengan demikian, perkawinan itu diartikan sebagai perbuatan hukum
yang mengikat antara seorang pria dan wanita (suami istri) yang mengandung
nilai ibadah kepada Allah SWT di satu pihak dan pihak yang lainnya
mengandung aspek keperdataan yang menimbulkan hak dan kewajiban antara
suami istri. Islam dengan jelas pula menerangkan aturan perkawinan, namun
aturan perkawinan yang berlaku di dalam masyarakat tidak terlepas dari
pengaruh budaya dan lingkungan dimana masyarakat itu berada,dan yang paling
dominan adalah dipengaruhi oleh adat istiadat dan budaya dimana masyarakat
tersebut berdomisili.
Ketika (hukum) Islam dipraktekkan di tengah-tengahmasyarakat yang
memiliki budaya dan adat istiadat yang berbeda seringkali wujud yang
ditampilkan tidak selalu sama dan seragam. Pranata-pranata Islam seringkali
disesuaikan dengan hukum-hukum adat yang berlaku dimasyarakat yang
bersangkutan dengan berbagai ciri khasnya.mengapa itu bisa terjadi?karena itu
tidak lepas dari pengaruh dan peranan adat istiadat masyarakat yang berlaku
dimana masyarakat itu berada. Adat istiadat masyarakat yang memang dominan
dan mempunyai daya ikat yang kuat tentu juga mempunyai pengaruh yang besar
pula dalam tingkah laku dan perbuatan masyarakat itu sendiri, dari sini adat tidak
hanya sekedar warisan nenek moyang akan tetapi menjadi sebuah peraturan yang
memang harus dipatuhi. Keteguhan berdirinya adat istiadat dalam masyarakat
setempat telah menyebabkan berlaku sebagai hukum positif yang diakui
keabsahanya dengan sanksi pelaksanaan hukum tertentu bagi pelanggarpelanggarnya dalam masyarakat yang bersangkutan.

4

Di Desa PesanggrahanKecamatanKwanyarKabupatenBangkalan ada adat
yang memang masih dilaksanakan dan berkembang sampai sekarang. Dalam
pelaksanaan pernikahan ketika adik laki-laki akan melaksanakan sebuah
pernikahan dan ternyata mempunyai saudara atau saudari di atasnya, atau adik
perempuan yang akan melaksanakan pernikahan dan masih mempunyai kakak
diatasnya harus memberikan sesuatu barang ataupun uang kepada kakak sebagai
syarat dalam pelangkahan pernikahan. Adat memberi sesuatu barang atau pun
uang tersebut biasa disebut dengan adat merrik lengkaan dalam pernikahan dan
jumlahnya tergantung dari permintaan dari kakak yang dilangkahi.
Pemberian ini sifatnya wajib artinya apabila tidak merrik lengkaanakan
menghambat berlangsungnya pernikahan, dengan kata lain pernikahan belum
dapat dilaksanakan apabila dari pihak yang melangkahi belum memberikan
pemberian suatu barang atau pun uang sebagai syarat dalam pelangkahan
pernikahan. Dari sini muncul pokok permasalahan yang membutuhkan analisis
lebih jauh dan mendalam terkait adat merrik lengkaanyang sifatnya adalah
kewajiban

Di

Desa

PesanggrahanKecamatanKwanyarKabupatenBangkalan

ini.Bagaimana sebenarnya status hukum adat memberi lengkaanjika di tinjau
dengan kacamata hukum Islam khususnya yaitu ‘urf.

‘Urfialah sesuatu yang telah sering dikenal oleh manusia dan telah
menjadi tradisinya baik berupa ucapan ataupun perbuatannya dan atau hal
meninggalkan sesuatu juga disebut adat.6 Definisi ini menunjukkan bahwa adat
ini mencakup hal yang cukup luas seperti kebiasaan seseorang dalam
6

Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam (Jakarta: PT: Raja Grafindo, 1993), 133.

5

tidur,makan, dan mengkonsumsi jenis makanan tertentu, atau permasalahanpermasalahan yang menyangkut orang banyak yaitu sesuatu yang berkaitan
dengan hasil pemikiran baik dan buruk.7 Sedangkan menurut para ulama us}ul>

fiqh, ‘urf ialah kebiasaan mayoritas kaum baik dalam perkataan atau perbuatan.8
Dengan menggunakan dalil shar’iyah berupa ‘urf ini, maka akan diteliti
lebih lanjut keabsahan praktik merrik lengkaandalam pernikahan yang terjadi di
Desa PesanggrahanKecamatanKwanyarKabupatenBangkalan. Oleh sebab itu
peneliti mengangkat penelitian skripsi ini dengan judul ‚ Tinjauan Hukum Islam
terhadap

tradisi

merrik

lengkaan

dalam

pernikahan

di

Desa

PesanggrahanKecamatanKwanyarKabupatenBangkalan‛.
B. Identifikasi dan batasan masalah
Dari latar belakang yang telah penulis paparkan di atas, maka dapat ditulis
identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Perkawinan dalam hukum islam
2. Rukun dan syarat perkawinan dalam hukum islam
3. Peminangan dan pertunangan dalam pernikahan
4. Tradisi merrik lengkaan dalam pernikahan didesa Pesanggrahankecamatan
KwanyarkabupatenBangkalan
5. Faktor yang melatar belakangi Tradisi merrik lengkaan dalam pernikahan
didesa Pesanggrahankecamatan KwanyarkabupatenBangkalan.
6. Dampak bagi yang melanggar
7

Nasroen Harun, Us}ul> Fiqh I, (Jakarta: Logos,1996), 138.
Ahmad Fahmi Abu Sunnah, al ‘Urf wa al ‘Adah fī Ra’yi al-Fuqaha>’ (Mesir: Da>r al Fikri al
Arabi), 8.
8

6

7. Konsep ‘urf
Melihat luasnya pembahasan tentang tradisi larangan nikah dalam
identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi masalah dalam pembahasan
ini, dengan:
1. Pelaksanaan

merrik

tradisi

lengkaan

dalam

pernikahan

di

desa

Pesanggrahankecamatan Kwanyar kabupatenBangkalan
2. Tinjauan hukum islam terhadap tradisi merrik lengkaan dalam pernikahan di
desa Pesanggrahan kecamatan Kwanyar kabupatenBangkalan
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah
pokok dalam penelitian ini, yaitu:
1. Mengapa

tradisi

merrik

Pesanggrahankecamatan

lengkaan

Kwanyar

dalam

pernikahan

kabupatenBangkalan

di

ditaati

desa
sampai

sekarang?
2. Bagaiamana tinjauan hukum islam terhadap tradisi merrik lengkaan dalam
pernikahan di desa Pesanggrahankecamatan Kwanyar kabupatenBangkalan?
D. Kajian Pustaka
Skripsi silfi Listiani yang berjudul ‚Tinjauanhukum Islammengenai tradisi
pemberian almari oleh suami kepada istridalam pernikahan (Studi Kasus di
DesaBuko Kecamatan Wedung Kabupaten Demak Jawa tengah)‛ disini
dijelakantentang kesepakatan anatara pihak laki-laki dan pihak perempuan
mengenai pemberian wajib selain maharyang sudah menjadi tradisi di desa buko
kecamatan wedung kabupaten demak jawa tengah,yakni sebuahalmari yang

7

diberikansuami kepada istrisebagaitradisi pemberian wajib almari oleh suami
kepada istridalam pernikahan.9
Skripsi huzairi yang berjudul‛ tinjauan hukum islam terhadap tradisi
kewajiban pemberian bereget dalam pernikahan di desa pacentan kecamatan
Tanah merah kabupaten.Bangkalan.disini dijelaskan tentang tradisi yang mana
pihak laki-laki memberikan sesuatu kepada pihak perempuan selain mahar.10
Skripsi rusman yang berjudul ‚tinjauan hukum islam terhadap tradisi
pemberian otoritas kepada kiai dalam penentuan pasangan hidup dalam
perkawinan di desa klapayan kecamatanSepulu kabupaten.Bangkalan.disini
dijelaskan tentang pernikahan seseorang ditentukan oleh kiai tanpa memandang
setuju atau tidaknya karena mereka mentakdzimi otoritas kiai.11
Iqbal, mohtinjauan hukum islam tentang uang panaik (uang belanja) dalam
perkawinan adat suku bugis makassar kelurahan untia kecamatanbiringkanaya
kota makassar.menjelaskan pemberian uang kepada pihak perempuan sesuai
dengan status sosialnya.Tujuan pemberian uang panaik adalah untuk menghargai
atau menghormati wanita yang ingin dinikahinya dengan memberikan pesta yang
megah untuk pernikahannya melalui uang panaik tersebut. Kedudukan uang
panaik dalam perkawinan adat tersebut adalah sebagai salah satu pra syarat,

Silfi Listiani‚Tinjauan hukum Islam mengenai tradisi pemberian almari oleh suami kepada
istridalam pernikahan (Studi Kasus di Desa Buko KecamatanWedung Kabupaten Demak Jawa

9

Tengah‛ (Skripsi—IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2007)
10
Huzairi, Moh,‛ tinjauan hukum islam terhadap tradisi kewajiban pemberian bereget dalam
pernikahan di desa pacentan kecamatantanah merah kab.bangkalan‛(Skripsi—IAIN Sunan Ampel
Surabaya, 2015)
11
Rusman, ‚ tinjauan hukum islam terhadap tradisi pemberian otoritas kepada kiai dalam

penentuan pasangan hidup dalam perkawinan di desa klapayan kecamatansepulu kab.
Bangkalan‛.(Skripsi—IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2015)

8

karena tidak ada uang panaik maka tidak ada perkawinan.Adapun nilai uang
panaik sangat ditentukan oleh kedudukan atau status sosial dalam masyarakat,
seperti jenjang pendidikan, ekonomi keluarga, kesempurnaan fisik, gadis dan
janda, jabatan, pekerjaan dan keturunan. Apabila wanita yang akan dinikahi kaya
maka akan banyak pula nilai uang panaik yang akan diberikan calon mempelai
laki laki kepada perempuan tersebut.12
arpa, ahmad muthiee bintinjauan hukum islam terhadap doi menre dalam

pernikahan adat bugis di sarawak malaysia.Menjelaskan tentang pemberian
sejumlah uang yang wajib diberikan oleh calon suami kepada pihak keluarga
calon istri. Fungsinya adalah digunakan sebagai biaya dalam resepsi perkawinan.
Tujuan pemberian Doi Menre adalah untuk menghargai atau menghormati
wanita yang ingin dinikahinya dengan memberikan pesta yang megah untuk
pernikahannya melalui Doi Menre tersebut.13
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini mempunyai tujuan:
1. Mengetahui alasan-alasan tradisi merrik lengkaan dalam pernikahan di
desaPesanggrahankecamatan

KwanyarkabupatenBangkalanditaati

sampai

sekarang
2. mengetahui hukum islam terhadap tradisi merrik lengkaan dalam pernikahan
di desa Pesanggrahankecamatan Kwanyar kabupatenBangkalan.
iqbal, moh ‚tinjauan hukum islam tentang uang panaik (uang belanja) dalam perkawinan adat
suku bugis makassar kelurahan untia kecamatan biringkanaya kota Makassar‛.Skripsi—IAIN

12

Sunan Ampel Surabaya, 2012)
13
arpa, ahmad muthiee bin, ‚tinjauan hukum islam terhadap doi menre dalam pernikahan adat
bugis di sarawak malaysia‛Skripsi—IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2015)

9

F. Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat, sekurang-kurangnya
dalam 2 (dua) hal di bawah ini:
1. Aspek teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan bagi peneliti selanjutnya dan
dapat dijadikan bahan masukan dalam memahami tentang tradisi merrik
lengkaan dalam pernikahan di desa Pesanggrahan kecamatan Kwanyar
kabupatenBangkalan Penelitian ini juga diharapkan menambah wawasan
pengetahuan tentang tradisi merrik lengkaan dalam pernikahan di desa
Pesanggrahan kecamatan Kwanyar kabupatenBangkalan.
2. Aspek Praktis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi
masyarakat

desa

Pesanggrahankecamatan

KwanyarkabupatenBangkalan

tentang tradisi merrik lengkaan dalam pernikahan
G. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah deretan pengertian yang dipaparkan secara
gamblang untuk memudahkan pemahaman dalam skripsi ini, yaitu:
1. Hukum Islam
Hukum Islam adalah peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan
berkaitan dengan pelaksanaan tradisi merrik lengkaan dalam pernikahan
berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah atau disebut juga dengan hukum

10

syara’14.Hal ini peneliti mengambil hukum Islam secara spesifik mengenai
pengertian, dasar hukum perkawinan, tata cara perkawinandan ‘urf.
2. TradisiMerrik lengkaan dalam pernikahan
Pernikahan ketika adik laki-laki akan melaksanakan sebuah pernikahan
dan ternyata mempunyai saudara atau saudari di atasnya, atau adik perempuan
yang akan melaksanakan pernikahan dan masih mempunyai kakak diatasnya
harus memberikan sesuatu barang ataupun uang kepadanya.
H. Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian lapangan (field Research).
Oleh karena itu, data yang dikumpulkan merupakan data yang diperoleh dari
lapangan sebagai obyek penelitian. Agar penulisan skripsi ini dapat tersusun
dengan benar, maka penulis memandang perlu untuk mengemukakan metode
penulisan skripsi ini yaitu sebagai berikut:
1. Data yang dihimpun
Agar dalam pembahasan skripsi ini nantinya bisa dipertanggung jawabkan
dan relevan dengan permasalahan yang diangkat, maka penulis membutuhkan
data sebagai berikut:
a. Data tentang deskripsi tradisi merrik lengkaan dalam pernikahan di desa
Pesanggrahan kecamatan KwanyarkabupatenBangkalan.
b. tinjauan hukum islam terhadap tradisi merrik lengkaan dalam pernikahan di
desa Pesanggrahan kecamatan KwanyarkabupatenBangkalan.

Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992), 169.

14

11

2. Sumber data
Berdasarkan data yang akan dihimpun di atas, maka yang menjadi sumber
data dalam penelitian ini adalah:
a. Sumber data primer
Sumber data primer di sini adalah sumber data yang diperoleh
secara langsung dari subyek penelitian15. Dalam penelitian ini sumber
data primer adalah:
1) Keterangan

dari

tokoh

agama

di

desa

PesanggrahankecamatanKwanyarkabupatenBangkalan antara lain: Bdr
Ridwan Mustafa, Ust Moh. Sayuti, Bpk Jazuli Sufyan, Bpk Ahmad
Amir Sulton, H. Ach. Hadrawi
2) Keterangan bersangkutan antara lain: Nur Aini, Husni Mubarak, kholiq,
hikmah, Afif, Rizal
b. Sumber data sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data16.Adapun sumber data sekunder
dalam penulisan skripsi ini adalahi Hukum Islam DiIndonesia, Ahmad
Rofiq,Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqhkarya amir
syarifuddin,Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq, fiqihlima mazhab, karya
Muhammad Jawad Mughniyah, H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqh

Munakahat Kajian Fiqh Nikah Lengkap, Kaidah-kaidah Us}u>li>yah dan
Marzuki, Metodologi Riset, (Yogjakarta: PT. Prasetia Widya Pratama, 2002),56
atang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta : PT Raja GrafindoPersada,1995),
Cet. Ke-3, 133.

15

16

12

Fiqhi>yah karya Muchlis Usman,us}ul> fikih karya Nasroen Haroen dan bukubuku yang menunjang dan relevan dengan pembahasan skripsi ini.
3. Teknik pengumpulan data
merupakan proses yang sangat menentukan baik tidaknya sebuah
penelitian. Maka kegiatan pengumpulan data harus dirancang dengan baik dan
sistematis, agar data yang dikumpulkan sesuai dengan permasalahan
penelitian.Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
a. Wawancara
Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung
secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan
secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan17.Apabila
wawancara bertujuan untuk mendapat keterangan atau untuk keperluan
informasi maka individu yang menjadi sasaran wawancara adalah informan.
Pada wawancara ini yang penting adalah memilih orang-orang yang tepat
dan memiliki pengetahuan tentang hal-hal yang ingin kita ketahui18.
Di daerah pedesaan umumnya yang menjadi informan adalah pamong
desa atau mereka yang mempunyai kedudukan formal. Wawancara
dilakukan dengan cara bersilaturahmi dengan tokoh agama dan masyarakat
tentang tradisi tradisi merrik lengkaan dalam pernikahan di desa
PesanggrahankecamatanKwanyarkabupatenBangkalan.

Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, Cetakan Kesepuluh (Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2009), 83
18
Burhan Ashsofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), 97.

17

13

b. Pengamatan/observasi
Pengamatan adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
mengamati

dan

mencatat

diselidiki19Observasi

secara

sistematik

dilakukan

PesanggrahankecamatanKwanyarkabupatenBangkalan.

gejala-gejala
Di
Objek

yang
desa

observasi

yang dilakaukan adalah pertihal tradisi merrik lengkaan dalam pernikahan
di desa PesanggrahankecamatanKwanyarkabupatenBangkalan.
c. Dokumentasi
Studi dokumen merupakan salah satu sumber untuk memperoleh data dari
buku dan bahan bacaan mengenai penelitian yang pernah dilakukan20.Studi
dokumen ini adalah salah satu cara pengumpulan data yang digunakan
dalam suatu penelitian sosial. Pengumpulan data tersebut dilakukan guna
memperoleh sumber data primer dan sekunder, baik dari kitab-kitab, bukubuku, maupun dokumen lain yang berkaitan dengan kebutuhan penelitian.
4. Teknik pengolahan data
Dalam pengolahan data, dilakukan dengan cara mengedit data, lalu data
yang sudah diedit tadi dikelompokkan dan diberikan pengkodean dan disusun
berdasarkan kategorisasi dan diklasifikasikan berdasarkan permasalahan yang
dirumuskan secara induktif. Dari data yang sudah diperoleh tersebut
selanjutnya dianalisis secara kualitatif21.
5. Teknik analisis data
19

Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 70
Soerjono Soekanto, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga (Jakarta: UI-Press,1986),
201
21
Lexy. J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), 135.
20

14

Setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap baik tahap selanjutnya
adalah analisis data. Seperti halnya teknik pengumpulan data, analisis data
juga merupakan bagian yang penting dalam sebuah penelitian. Dengan
menganalisis, data dapat diberi arti dan makna yang jelas sehingga dapat
digunakan untuk memecahkan masalah dan menjawab persoalan-persoalan
yang ada dalam penelitian.
Dalam penelitian kualitatif dalam mendeskripsikan data hendaknya
peneliti tidak memberikan interpretasi sendiri. Temuan lapangan hendaknya
dikemukakan dengan berpegang pada emik dalam memahami realitas.
Penulisan hendaknya tidak bersifat penafsiran atau evaluatif.22
Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah teknik
deskriptif dengan menggunakan pola pikir deduktif yaitu pola pikir yang
berangkat dari hal-hal yang bersifat umum yakni aturan hukum Islam yang
menjelaskan tentang tradisi merrik lengkaan dalam pernikahan di desa
PesanggrahankecamatanKwanyarkabupatenBangkalan, lalu aturan tersebut
berfungsi untuk menganalisis hal-hal yang bersifat khusus yang terjadi di
lapangan yaitu tradisi merrik lengkaan dalam pernikahan di desa
PesanggrahankecamatanKwanyarkabupatenBangkalan
I. Sistematika pembahasan
Penulisan Skripsi Ini Di bagi ke dalam Lima Bab yang masing-masing bab
terdiri dari beberapa subbab sebagai berikut:

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001),187

22

15

Bab pertama tentang pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang Masalah,
Identifikasi dan Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Kajian Pustaka, Tujuan
Penelitian, Kegunaan Penelitian, Definisi Operasional, Metode Penelitian dan
Sistematika Pembahasan.
Bab kedua memuat tinjauan umum tentang perkawinan yang meliputi
pengertian, dasar hukum, hukum perkawinan, serta tata cara perkawinan, dan urf.
Ini merupakan uraian awal yang bertujuan untuk menunjukkan ketentuan hukum
yang berlaku dalam masyarakat menurut hukum islam secara ideal.
Bab Ketiga, deskripsitradisi merrik lengkaan dalam pernikahan dan deskripsi
tentang wilayah desa PesanggrahankecamatanKwanyarkabupatenBangkalan,
sebagai wilayah penelitian yang dilakukan. Diharapkan di wilayah tersebut
didapatkan data yang mencukupi dalam penelitian ini.
Bab keempat merupakan kajian analisis. Bab ini berisi tentang analisis
hukum Islam terhadap tradisi merrik lengkaan dalam pernikahan di desa
PesanggrahankecamatanKwanyarkabupatenBangkalan.
Bab kelima penutup, babini merupakan bagian akhir yang berisi
kesimpulandan saran.

16

BAB II
PERKAWINAN DALAM ISLAM DAN ‘URF
A. Perkawinan Dalam Islam
1. Pengertian Perkawinan
Kata nikah atau kawin berasal dari bahasa Arab yaitu“‫ ‛النكاح‬dan ‚‫‛الزواج‬,
yang secara bahasa mempunyai arti ‚‫( ‛ الوطئ‬setubuh, senggama)1 dan ‚‫الضم‬
‛(berkumpul). Dikatakan pohon itu telah menikah apabila telah berkumpul
antara satu dengan yang lain.2Secara hakiki nikah diartikan juga dengan
berarti bersetubuh atau bersenggama, sedangkan secara majazi bermakna
akad.3
Para ahli fikih biasa menggunakan rumusan definisi sebagaimana tersebut
di atas dengan penjelasan sebagai berikut:4
a. Penggunaan lafaz akad (‫ ) قد‬untuk menjelaskan bahwa perkawinan itu
adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh orang-orang atau pihak-pihak
yang terlibat dalam perkawinan. Perkawinan itu dibuat dalam bentuk akad
karena ia peristiwa hukum, bukan peristiwa biologis atau semata hubungan
kelamin antara laki-laki dan perempuan.
b. Penggunaan

ungkapan:

‫ي ضم اباحةالوطء‬

(yang

mengandung

maksud

membolehkan hubungan kelamin), karena pada dasarnya hubungan laki-laki
1

Ahmad Warson Al-Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997) 1461.
2
Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘Ala Madha>hib Al-‘Arba’ah Juz 4, (Dar El-Hadits,2004) 7.
3
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu Juz 9,(Dar El-Fikr, 1997) 6513.
4
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh,Cet.1 (Jakarta: Prenada Media, 2003) 74-75.

17

dan

perempuan

itu

adalah

terlarang,

kecuali

ada

hal-hal

yang

membolehkannya secara hukum shara’. Di antara hal yang membolehkan
hubungan kelamin itu adalah adanya akad nikah di antara keduanya.
Dengan demikian akad itu adalah suatu usaha untuk membolehkan sesuatu
yang asalnya tidak boleh.
c. Menggunakan kata ‫ بلفظانكاحاوتزويج‬, yang berarti menggunakan lafaz na-ka-h}a
atau za-wa-ja

mengandung maksud bahwa akad yang membolehkan

hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan itu mesti dengan
menggunakan kata na-ka-h{a dan za-wa-ja, oleh karena dalam Islam di
samping akad nikah itu ada lagi usaha yang membolehkan hubungan antara
laki-laki dengan perempuan itu, yaitu pemilikan seorang laki-laki atas
seorang perempuan atau disebut juga ‚perbudakan‛. Bolehnya hubungan
kelamin dalam bentuk ini tidak disebut perkawinan atau nikah, tapi
menggunakan kata ‚tasarri‛.
Abu Zahrah mengemukakan definisi nikah, yaitu akad yang menjadikan
halalnya hubungan seksual antara kedua orang yang berakad sehingga
menimbulkan hak dan kewajiban yang datangnya dari shara’. 5
Sedangkan di dalam Ensiklopedi Hukum Islam, disebutkan bahwa nikah
merupakan salah satu upaya untuk menyalurkan naluri seksual suami istri
dalam sebuah rumah tangga sekaligus sarana untuk menghasilkan keturunan
yang dapat menjamin kelangsungan eksistensi manusia di atas bumi.
Keberadaan nikah itu sejalan dengan lahirnya manusia pertama di atas bumi
5

Abu Zahrah, Al-Ah}wal Al-Shakhsiyah, (Dar El-Fikr Al-‘arabi, 1958) 18.

18

dan merupakan fitrah manusia yang diberikan Allah SWT terhadap hambaNya.6
Perkawinan menurut hukum Islam adalah akad yang sangat kuat atau

mi>tha>qan ghali>za} > dan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan
wanita untuk mentaati perintah Allah dan siapa yang melaksanakannya adalah
merupakan ibadah, serta untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang

saki>nah,mawaddah warahmah.7
Kemudian Hasbi Ash-Shiddieqy memberikan pengertian nikah adalah akad
yang memberikan faedah hukum kebolehan melakukan hubungan keluarga
(suami istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong menolong dan
memberikan batasan bagi pemiliknya serta peraturan bagi masing-masing.8
Ulama’ h{anafiyah memberikan pengertian nikah adalah akad yang
memberikan faedah dimilikinya kenikmatan dengan sengaja, maksudnya
adalah untuk menghalalkan seorang laki-laki memperoleh kesenangan
(istimta>‘) dari wanita, dan yang dimaksud dengan memiliki di sini adalah
bukan makna yang hakiki.9Definisi ini menghindari kerancuan dari akad jual
beli (wanita), yang bermakna sebuah akad perjanjian yang dilakukan untuk
memiliki budak wanita.10

6

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam Jilid 3, (Jakareta: Ichtiar Baru Van Hoeve, Cet.
1, 1996) 1329.
7
M. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Buku Aksara, 1996) 14.
8
Hasbi Ash-Shidieqi, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975) 96.
9
Abdurrahman Al-Jaziri, Al Fiqh ‘Ala> Madh>ahib Al-‘Arba’ah..., 8.
10
Yusuf Ad-Duraiwisy, Nikah Sirri, Mut’ah dan Kontrak dalam Timbangan Al-Qur’an dan AsSunnah, (Penerjemah Muhammad Ashim, Jakarta: Darul Haq 2010) 17.

19

Sedangkan menurut ulama sya>fi‘iyah, nikah adalah akad yang mengandung
ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafaz nikah atau tajwiz
atau semakna dengan keduanya.11
Ulama ma>likiyah mendefinisikan pernikahan adalah akad perjanjian untuk
menghalalkan meraih kenikmatan dengan wanita yang bukan mahram, atau
wanita maju>siyah, wanita Ahli kitab melalui sebuah ikrar.12Ulama hanabilah
berkata, akad pernikahan maksudnya sebuah perjanjian yang didalamnya,
terdapat lafaz nikah atau tajwi>z atau terjemahan (dalam bahasa lainnya) yang
dijadikan sebagai pedoman.13
Dapat diperhatikan dalam definisi-definisi ini, bahwa semuanya mengarah
pada titik diperbolehkannya terjadinya persetubuhan, atau dihalalkannya
memperoleh kenikmatan (dari seorang wanita) dengan lafaz tertentu.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian nikah
adalah perjanjian yang bersifat shar‘i yang berdampak pada halalnya seorang
(lelaki atau perempuan) memperoleh kenikmatan dengan pasangannya berupa
berhubungan badan dan cara-cara lainnya dalam bentuk yang disyari’atkan,
dengan ikrar tertentu secara disengaja.
2. Dasar Hukum Perkawinan
Perkawinan itu sangat penting sekali kedudukannya sebagai dasar
pembentukan keluarga sejahtera, di samping melampiaskan seluruh cinta yang
sah. Itulah sebabnya dianjurkan oleh Allah SWT dan junjungan kita Nabi

11

abdurrahman Al-Jaziri, Al Fiqh ‘Ala> Madhahib Al-‘Arba’ah..., 8.
Yusuf Ad-Duraiwisy, Nikah Sirri..., 17.
13
Ibid.,18.
12

20

Muhammad SAW untuk menikah.14Diantara dasar hukum dianjurkannya
perkawinan adalah sebagai berikut:
a. Q.S. Ar-Ru>m ayat 21

ِ
ِ ‫وِمن آياتِِه أَ ْ خلَق لَ ُكم ِمن أَنْ ُف ِ ُكم أَزو‬
َ ‫اجا لَ ْ ُكُوا إِلَْي َها َو َج َع َل بَْي َ ُك ْم َم َوَد ًة َوَر َْْةً إِ َ ِ َل‬
ً َْ ْ
ْ ْ َ َ
َ ْ َ
. َ ‫يََ َف َك ُرو‬

ٍ‫ات لِقو‬
ٍ
ْ َ َ‫ي‬

Artinya: ‚Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.‛15
b. Q.S. An-Nu>r ayat 32

‫لااِِ َ ِم ْن ِبَ ِاد ُ ْم َوإَِمااِ ُك ْم إِ ْ يَ ُكونُوا ُ َقَراءَ يُ ِْ ِه ُم اللَهُ ِم ْن‬
َ ‫ِمْ ُك ْم َوال‬
ِ
‫يم‬
ٌ ‫َل‬

‫َوأَنْ ِك ُحوا اأيَ َامى‬
‫ضلِ ِه َواللَهُ َو ِاس ٌع‬
َْ

Artinya:‚Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan
orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika
mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurniaNya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui.‛16
c. Q.S. Yasin ayat 36

ِ
ِ
ِ
َ ‫اأر ُ َوِم ْن أَنْ ُف ِ ِه ْم َوَِا ا يَ ْعلَ ُمو‬
ْ ‫ُسْب َحا َ الَ ي َخلَ َق‬
ْ ُ ِ‫اا ُ لَ َها َِا تُْب‬
َ ‫اأزَو‬

14

Haya Binti Mubarok AlBarik, Ensiklopedi Wanita Muslimah, (Jakarta: PT Darul Falah, 2010)
97-98.
15
Departemen Agama R.I., Al-Qur’an dan terjemahnya, (Bandung: Syamil Cipta Media, 2006),
406.
16
Ibid.,354.

21

Artinya:‚Maha Suci Tuhan yang Telah menciptakan pasangan-pasangan
semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri
mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.‛17
d. Rasulullah SAW bersabda :

‫ِم ُك ْم الْبَاءَ َة‬

ِ ‫ال لََا الَِ لَى اللَهُ َلَْي ِه وسلَم يا م ْع َلر اللَب‬
‫اا‬
َ َ‫ق‬: ‫َ ْن َْب ِد اللَ ِه قَال‬
َ َ‫اسَط‬
ْ ‫اب َم ْن‬
َ
َ َ َ ََ ََ
ِ
ٌ‫َ نَهُ لَهُ ِو َجاء‬

ِ‫لو‬
ِ ‫لِْلبل ِر وأَح‬
ِ
ِِ
َ ْ َ ََ
ْ َ ‫ل ُن ل ْل َف ْرِا َوَم ْن َْ يَ ْ َط ْع َ َعلَْيه بال‬

َ َ‫َ ْليََ َزَو ْا َِنَهُ أ‬

Artinya : ‚Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata: telah berkata kepada kami
Rasulullah SAW, : ‚Hai sekalian pemuda, barangsiapa yang
telah sanggup di antara kamu kawin, maka hendaklah ia kawin.
Maka sesungguhnya kawin itu menghalangi pandangan (kepada
yang dilarang oleh agama) dan memelihara kehormatan. Dan
barangsiapa yang tidak sanggup, hendaklah ia berpuasa. Maka
sesungguhnya puasa itu adalah perisai baginya‛.18
3. Rukun dan syarat pernikahan
Berkaitan dengan rukun dan syarat perkawinan ini, Amir Syarifudin
menyatakan, kedua hal tersebut menentukan suatu perbuatan hukum, terutama
yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi
hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa
keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan. Dalam hal suatu acara
perkawinan umpamanya rukun dan syarat perkawinan tidak boleh tertinggal,
dalam arti perkawinan tidak sah bila keduanya tidak ada atau tidak lengkap.19
Keduanya mengandung arti yang berbeda dari segi bahwa rukun itu
adalah sesuatu yang berada di dalam hakikat dan merupakan bagian atau unsur

17
18

Ibid., 442.

Abu Al-Hasan Nuruddin Muhammad bin Abd Al-Hadi Al-Sindi, S}ahih Bukha>ri bi Al- Hasiyah
Imam Al-Sindi Jilid 3 , (Beirut Lebanon : Daar Al-Kitab Al-Ilmiyah, 1971) 422.
19
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan…., 59.

22

yang mewujudkannya, sedangkan syarat adalah sesuatu yang berada diluarnya
dan tidak merupakan unsurnya. Syarat itu ada yang berkaitan dengan rukun
dalam arti syarat yang berlaku untuk setiap unsur yang menjadi rukun. Ada
pula syarat itu berdiri sendiri dalam arti tidak merupakan kriteria dari unsurunsur rukun.
a. Syarat perkawinan
Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya perkawinan.
Apabila syarat-syaratnya terpenuhi, maka perkawinan itu sah dan
menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban.20
Secara garis besar syarat sahnya perkawinan dibagi menjadi dua yaitu
yang pertama adalah halalnya seorang wanita bagi calon suami yang akan
menjadi pendampingnya. Artinya tidak diperbolehkan wanita yang hendak
dinikahi itu berstatus sebagai muhrimnya, dengan sebab apapun, yang
mengharamkan pernikahan di antara mereka berdua, baik itu bersifat
sementara maupun selamanya. Syarat kedua saksi yang mencakup hukum
kesaksian dan kesaksian dari wanita yang bersangkutan.21
Menurut Abu Zahrah dalam kitabnya al-Ah}wa>l as-Shakhsiyah, membagi
syarat-syarat perkawinan ini dalam 3 macam yaitu:
Pertama, syarat sah adalah syarat-syarat yang apabila tidak dipenuhi,
maka akad itu dianggap tidak ada oleh shara’. Yang mana dari akad itu
timbul hukum-hukum yang dibebankan oleh shara’.
20

Kedua, syarat

Abd. Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat..., 49.
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqh Wanita, (Penerjemah: M. Abdul Ghoffar, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 1998) 405.

21

23

pelaksanaan yaitu syarat-syarat yang bila tak ada, maka tidak ada hukum
apa-apa tiap-tiap orang yang berakad. Ketiga, syarat keberlangsungan yaitu
syarat yang kedua pihak tidak memerlukan akad apabila tidak ada syaratsyarat tersebut.22
Syarat sah nikah (Syarat S}ih}hah) : hadirnya para saksi. Saksi tersebut
minimal dua orang laki-laki dan dua wanita yang baligh{, berakal, merdeka,
mendengar dan memahami ucapan dua pihak yang berakad, beragama
Islam. Kemudian calon istri adalah wanita yang bukanlah mahram si lelaki.
Baik mahram abadi maupun sementara.23
Syarat terlaksananya akad nikah (Syarat Nafaz). Demi terlaksananya akad
nikah, orang yang mengadakannya haruslah orang yang mempunyai
kekuasaan mengadakan akad nikah. Jika orang yang mengurusi akad
mempunyai kecakapan yang sempurna dan mengakadkan dirinya sendiri,
maka akad tersebut sah dan dapat diberlakukan. Demikian halnya jika dia
mengadakan akad bagi orang di bawah kekuasaannya, atau orang yang
mewakilkan penyelenggaraan akad kepada dirinya.24
Mayoritas fuqaha>’ menyatakan bahwa wanita tidak dapat mengakad
nikahkan dirinya sendiri. Akad nikah tidak bisa terjadi dengan ungkapan
wanita, meskipun wali tidak mempunyai hak memaksa dirinya. Wanita dan

22
23

Abu Zahrah, Al-Ah}wal Al-Shakhsiyah..., .58.

Ibid., 58.
24
Ibid., 66.

24

walinya bekerja sama memilih dan memilah calon suami. Namun wali dari
wanita itulah yang akan mengakadkan akad nikah.25
Syarat keberlangsungan nikah (Syarat Luzu>m). Pada dasarnya akad nikah
adalah akad yang berlangsung terus menerus. Tidak boleh membatalkan
akad tersebut secara sepihak. Dalam artian tidak boleh melepaskan akad itu
dari asalnya, melainkan perbuatan menghentikan hukum-hukum akad
nikah. Talak merupakan salah satu hak yang dimiliki suami sebagai
konsekuensi dari terjadinya akad nikah.
Akad nikah adalah suatu kewajiban yang mengharuskan keberlangsungan.
Karena tujuan shari‘at dari pernikahan tidak akan tercapai tanpa adanya
keberlangsungan nikah itu sendiri. Kehidupan rumah tangga yang baik,
pendidikan anak, dan pemeliharaan mereka pasti

memerlukan sebuah

keberlangsungan jangka panjang. Syarat keberlangsungan nikah (syarat

luzu>m) dalam Mazhab hanafi adalah hendaklah wali yang menikahkan
orang yang tidak/ kurang cakap adalah ayah, kakek atau anaknya sendiri.
Hendaklah mahar yang diterima wanita dewasa yang menikahkan dirinya
sendiri adalah setara dengan mahar mithil (yang berlaku umum). Wanita
dewasa yang berakal hendaknya tidak menikahkan dirinya dengan orang
yang sekufu’. Hendaknya jangan sampai ada penipuan status kafa>‘ah dalam
akad yang tersimpan berlarut-larut.26

25
26

Ibid., 67.
Ibid., 68

25

Dalam permasalahan syarat pernikahan Ulama fuqaha’ berselisih
pendapat. Perselisihan itu terjadi karena perbedaan pola pikir mereka dan
dasar hukum yang mereka gunakan. 27
a. Menurut hanafiyah, syarat pernikahan berkaitan dengan s}ig> hat, dua
orang yang berakad (suami istri) dan persaksian. Adapun penjelasan
secara rinci sebagai berikut:
1) S}ig> hat (ijab kabul)
Ijab dan kabul dianggap sah apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Menggunakan redaksi-redaksi khusus yang mengandung ungkapan
menikah, baik sarih (inkah, tajwi>z) dan kina>yah
b) Ijab dan kabul berada dalam satu majlis
c) Antara ijab dan kabul tidak ada perbedaan yang signifikan
d) Ucapan s}ig> hat dapat didengar oleh kedua orang yang berakad yaitu
wali dan mempelai pria
e) S}ig> hat perkawinan tidak mengisyaratkan adanya batasan waktu.
Karena yang demikian adalah termasuk nikah mut‘ah
2) Dua orang yang berakad (suami dan istri)
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh kedua mempelai yang akan
melangsungkan perkawinan adalah berakal, baligh, merdeka, calon
istri halal untuk dinikahi serta calon istri dan suami telah diketahui
identitasnya.

27

Abdurrahman Al Jaziri,Al Fiqh ‘Ala Madha>hib Al-‘Arba’ah,.. 17-25.

26

3) Persaksian
Syarat-syarat saksi dalam perkawinan adalah berakal, baligh,
merdeka, Islam dan mampu mendengar s}ig> hat akad dari wali dan
suami.
b. Sha>fi‘iyah. Syarat-syarat perkawinan menurut Imam Syafi‘i berkaitan
erat dengan s}ig> hat, wali, dua mempelai dan saksi masing-masing
dijelaskan pada uraian di bawah ini.
1) S}ig> hat
Beberapa syarat sah s{igat pernikahan yaitu:
a) Tidak ada ta‘lik
b) Menggunakan kata tajwi>z, inka>h atau mushtaq dari keduanya
2) Wali
Syarat-syarat wali dalam perkawinan adalah:
a) Atas kemauan sendiri (tidak ada paksaan dari orang lain)
b) Berjenis kelamin laki-laki
c) Masih berstatus mahram dengan mempelai perempuan
d) Baligh
e) Berakal
f) Adil
g) Tidak dalam kendali atau kekuasaan orang lain (mahjur ‘alaih)
h) Penglihatan masih normal
i) Islam

27

j) Bukan budak
3) Suami
Pernikahan seorang pria akan sah apabila memenuhi ketentuanketentuan berikut:
a) Tidak ada hubungan mahram dengan calon istri baik dari garis
nasab, rad}a‘, musha>harah
b) Tidak dipaksa
c) Identitasnya jelas
4) Istri
a) Tidak ada hubungan mahram dengan calon suami
b) Identitasnya jelas
c) Terbebas dari hal-hal yang menghalanginya untuk menikah.
Seperti: mahram, telah bersuami, dalam keadaan idah, dan lain
sebagainya.
5) Dua saksi
a) Bukan dua orang hamba sahaya
b) Bukan dua orang wanita
c) Bukan dua orang yang fasik
c. Menurut hanabilah syarat perkawinan dibagi menjadi lima, yaitu:
1) Dua calon mempelai yang jelas.
Artinya baik calon suami maupun istri harus disebutkan nama atau
sifat-sifat fisiknya dengan jelas supaya tidak terjadi kesalahpahaman

28

dan kesamaran. Adapun redaksi akadnya menggunakan lafaz inka>hatau

tajwi>z. Selain itu juga disyari’atkan antara ijab dan kabul tidak ada
jeda waktu yang lama.
2) Pilihan dan rela.
Orang yang telah dewasa dan berakal walaupun seorang budak,
apabila berkeinginan untuk menikah, maka dia tidak boleh dipaksa
oleh siapapun. Dia memutuskan menikah atas kemauan hati
nuraninya sendiri.
3) Wali.
Dalam masalah wali, hanabilah mensyaratkan tujuh perkara. Yaitu
laki-laki, berakal, baligh, merdeka, It-tifa>q Ad-Di>n (persamaan
agama), cerdas dan berkomitmen untuk berbuat baik terhadap
perkawinan.
4) Persaksian.

Shaha>dah (persaksian) dalam perkawinan akan dihukumi sah
apabila datang dua pria muslim, balighh, berakal, adil, maupun
berbicara dan mendengar dengan baik.
5) Calon istri terbebas dari hal yang menghalangi mereka untuk
menikah.
d. Menurut ma>likiyah seluruh rukun nikah juga termasuk syarat nikah.
Masing-masing rukun mempunyai syarat-syarat tertentu sebagai berikut:
1) S}ig> hat

29

Ijab kabul harus berupa lafaz yang menunjukkan kata nikah,
seperti inka>h dan tajw>iz. Khusus lafaz hibah harus disertai
penyebutan mas kawin. Antara ijab dan kabul juga tidak boleh ada
sela waktu yang lama. Kecuali dalam pernikahan yang diwasiatkan.
Artinya apabila ada seorang dengan si Fulan‛, ucapan ini dianggap
sah. Dan orang yang diberi wasiat tidak harus menjawabnya seketika
itu. Selain dua syarat di atas, juga ada dua syarat lagi, yaitu tidak
boleh ada batas waktu dan perkawinannya tidak boleh digantungkan
dengan sebuah syarat.
2) Wali
Syarat-syarat wali dalam perkawinan menurut Malikiyah, yaitu
laki-laki, balighh, tidak dalam keadaan ihram, bukan nonmuslim,
bukan orang yang bodoh, tidak fasik.
3) Mahar
Dalam hal mahar disyaratkan berupa barang yang boleh dimiliki
secara shara’. Dengan demikian arak, babi, anjing, bangkai, dan
daging qurban tidak boleh dijadikan mahar untuk calon istri. Namun
jika itu terjadi, maka nikahnya akan rusak apabila belum dukhu>l dan
harus memberikan mahar mithil apabila sudah melakukan jima>‘.
4) Persaksian

Malikiyah tidak mensyaratkan hadirnya dua orang saksi ketika
terjadi akad nikah, yang demikian itu hukumnya sunah. Tapi hadirnya
dua saksi ketika suami akan dukhu>l adalah wajib.

30

5) Suami istri
a) Terbebas dari hal-hal yang menghalanginya untuk menikah,
seperti dalam keadaan ihram
b) Calon mempelai perempuan tidak berstatus istri orang lain
c) Calon istri tidak dalam keadaan bodoh
d) Calon suami dan istri tidak ada hubungan mahram, baik nasab,

rad}a‘, maupun musa>harah.
b. Rukun Perkawinan
Jumhur ulama sepakat bahwa rukun perkawinan itu terdiri atas:28
a) Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan perkawinan.
Islam hanya mengakui perkawinan antara laki-laki dan perempuan
dan tidak boleh lain dari itu, seperti sesama laki-laki atau sesama
perempuan.29Allah SWT berfirman dalam surat An-Nu>r ayat 32 :

ِ ِ ْ َ ‫لااِِ ِمن ِب ِاد ُ م وإِمااِ ُك