Bimbingan konseling Islam dengan rasional emotive behavior therapy dalam mengatasi kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri di Desa Kalicilik Sukosewo Bojonegoro.

(1)

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY DALAM MENGATASI KESENJANGAN KOMUNIKASI ANTARA ANAK DAN AYAH TIRI DI DESA KALICILIK

SUKOSEWU BOJONEGORO

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Negeri Islam Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

(S.Sos)

Oleh:

Fajar Feri Aldi NIM. B73213087

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAKSI

Fajar Feri Aldi (B73087), Bimbingan dan Konseling Islam DenganRational Emotive Behavior Therapy Dalam Mengatasi Kesenjangan Komunikasi Antara Anak Dan Ayah Tiri Di Desa Kalicilik Sukosewu Bojonegoro

Fokus penelitian adalah (1) Apa saja faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri di Desa Kalicilik Sukosewu Bojonegoro?, (2) Bagaimana proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapydalam mengatasi kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri di Desa Kalicilik Sukosewo Bojonegoro?, (3) Bagaimana hasil pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy dalam mengatasi kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri di Desa Kalicilik SukosewuBojonegoro?

Dalam menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisadeskriptif komparatif.Dalam menganalisa faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri menggunakan alasisisdeskriptif.Sedangkan proses dan hasil akhir dari pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy dalam mengatasi kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri menggunakan analisis deskriptif komparatif, yang mana peneliti membandingkan data teori dan data yang terjadi di lapangan serta membandingkan kondisi konseli sebelum dan sesudah dilaksanakan proses konseling.

Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri yakni, Perasaan kesal konseli kepada ayah tiri yang menikah dengan ibu kandungnya terlalu cepat serta bertahan dengan pandangannya yang keliru. Dalam penelitian ini konselor menggunakan Rational Emotive Behavior Therapy dengan 3 teknik yakni teknik analisis rasional (rational analysis), teknik persuasif dan teknik pekerjaan rumah (homework assignment). Hasil akhir dari proses konseling dalam penelitian ini berhasil dengan prosentase 83%, yang mana hasil tersebut dapat dilihat dari adanya perubahan pada sikap dan perilaku konseli yang kurang baik mulai menjadi lebih baik.


(7)

DAFTAR ISI

JUDUL PENELITIAN... i

PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ... vi

ABSTRAKSI ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... x

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Definisi Konsep ... 6

1. Bimbingan Konseling Islam... 7

2. Rational Emotive Behavior Therapy ...8

3. Kesenjangan Komunikasi... 10

F. Metode Penelitian ... 11

1. Pendektan dan Jenis Penelitian ... 11

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian... 11

3. Jenis dan Sumber Data ... 12

4. Tahap-tahap Penelitian ... 13

5. Teknik Pengumpulan Data ... 14

6. Teknik Analisis Data ... 17

7. Teknik Pemekrisaan Keabsahan Data ... 18

G. Sistematika Pembahasan ... 20

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik ... 22

1. Bimbingan Konseling Islam... 22

a. Pengertian Bimbingan Konseling Islam ... 22

b. Tujuan Bimbingan Konseling Islam... 23


(8)

d. Asas Bimbingan Konseling Islam ... 25

e. Prinsip Bimbingan Konseling Islam... 29

f. Unsur-unsur Bimbingan Konseling Islam ... 30

g. Langkah-langkah Bimbingan Konseling Islam ... 33

2. Rational Emotive Behavior Therapy ...35

a. PengertianRational Emotive Behavior Therapy ...35

b. TujuanRational Emotive Behavior Therapy ...37

c. Teknik-teknikRational Emotive Behavior Therapy...38

d. Langkah-langkahRational Emotive Behavior Therapy ...44

e. Ciri-ciriRational Emotive Behavior Therapy ...47

3. Kesenjangan Komunikasi... 49

a. Pengertian Kesenjangan Komunikasi... 49

b. Bentuk-bentuk Kesenjangan Komunikasi ... 50

c. Faktor Penyebab Kesenjangan Komunikasi ... 51

d. Ciri-ciri Kesenjangan Komunikasi ... 53

4. Kesenjangan Komunikasi Merupakan Masalah Dalam Bimbingan dan Konseling Islam ... 53

5. Bimbingan dan Konseling Islam Dalam mengatasi Kesenjangan Komunikasi denganRational Emotive Behavior Therapy ...55

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 55

BAB III: PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 57

1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 57

2. Deskripsi Konselor dan Konseli... 61

3. Deskripsi Masalah ... 64

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 66

1. Deskripsi faktor-faktor penyebab kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri... 66

2. Deskripsi Proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy dalam mengatasi Kesenjangan Komunikasi antara anak dan ayah tirinya... 67

a. Identifikasi Masalah ... 68

b. Diagnosa ... 72

c. Prognosa ... 73

d. Treatment/Terapi ... 74


(9)

3. Deskripsi hasil pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy dalam mengatasi Kesenjangan Komunikasi antara adik dan kakaknya. ... 82 BAB IV: ANALISIS DATA

A. Analisis data tentang faktor-faktor penyebab kesenjangan komunikasi antara adik dan kakak... 84 B. Analisis data tentang proses pelaksanaan Bimbingan dan

Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy dalam mengatasi Kesenjangan Komunikasi antara adik dan kakak .85 C. Analisis data tentang hasil pelaksanaan Bimbingan dan Konseling

Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy dalam mengatasi Kesenjangan Komunikasi antara adik dan kakak ... 89 BAB V : KESIMPULAN

A. Kesimpulan... 92 B. Saran ... 93 DAFTAR PUSTAKA


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Komunikasi adalah hal yang mutlak dalam kehidupan manusia, ada banyak masalah komunikasi yang terjadi di dalam kehidupan manusia salah satunya adalah kensenjangan komunikasi, kesenjangan komunikasi adalah yaitu hambatan dalam proses komunikasi disebabkan perbedaan latar belakang budaya atau perbedaan persepsi antar komunikator yang menyampaikan pesan dan komunikasi yang jadi sasaran.1 Kesenjangan komunikasi sendiri dapat mengakibatkan masalah dalam kehidupan manusia.

Dalam bimbingan konseling juga terdapat berbagai pendekatan salah satunya yaitu pendekatan rasional emotif yang akhir ini bernama REBT singkatan dari Rasional Emotive Behavior Therapy yang bertujuan untuk menghilangkan kecemasan, ketakutan, kekawatiran, ketidak yakinan, dan semacamnya, dan mencapai perilaku rasional.2

Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) Dikembangkan oleh Albert Ellis, yaitu pendektan behavior kognitif yang menekankan pada ketertarikan antara perasaan, tingkah laku dan pikiran. Dan pandangan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki tendesi untuk berpikir irasional yang salah satunya didapat melalui belajar sosial, di samping itu individu juga memiliki kapasitas untuk belajar

kembali supaya berpikir rasional.

1

Yose Rizal,Kamus Kontemporer, (Jakarta: Restu Agung,1999), hal. 80

2

Andi Mapiare AT, Pengantar Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hal. 156.


(11)

2

Berpikir irasional ini diawali dengan belajar secara tidak logis yang biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukan cara berpikir yang yang salah dan kata-kata yang tepat menunjukan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.3

Dalam proses konselingnya, Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) berfokus pada tingkah laku individu, akan tetapi menekankan bahwa tingkah laku yang bermasalah disebabkan oleh pemikiran yang irasional sehingga fokus penanganan pada pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy(REBT) adalah pemikiran individu.4

Begitu pula dengan studi kasus pada penelitian ini, tidak berbeda jauh dengan pembahasan di atas bagaiman seorang anak yang dihinggapi pikiran-pikiran yang salah tentang sosok seorang ayah tiri, karena dia mendengarkan cerita dari para tetangga disekitar rumahnya bahwa ayah tirinya menikahi ibunya hanya mengincar harta peninggalan dari ayah kandungnya dan tetangganya juga mengatakan bahwa dia tidak akan mendapatkan kasih sayang seperti yang didapatkan ketika ayah kandungnya masih hidup dulu, terlebih

3

Gerald Corey,Teori dan Praktek Konseling & Terapi(Bandung: Refika Aditama, 2009), hal. 242.

4

Gantina Komalasari, dkk,Teori dan Teknik Konseling(Jakarta: Indeks, 2011), hal. 201-202


(12)

3

lagi dia sering menonton sinetron yang menyeritakan kejahatan-kejahatan dari seorang ayah tiri.

Sehingga mulai menimbulkan opini yang tidak adil, yaitu bahwa ayah tiri identik dengan peyiksaan dan kekejaman, karenaimage ayah tiri terlanjur jelek dipikiran masyarakat umum. Tapi dalam kehidupan nyata bayak sekali cerita mengenai ayah tiri yang berhati mulia.

Seperti yang dialami oleh keluarga dalam penelitian ini, keluarga yang bahagia terdiri dari tiga anggota keluarga, ayah,ibu, anak yang sekarang masih kelas IX SMP yang bernama Danu (nama samaran). Kebahagian yang jarang dimiliki beberapa keluarga. Berkecukupan dalam materi tetapi kebahagian tidak bisa di ukur dengan cukupnya materi karena roda dunia itu berputar, kebahiaan yang dulu berganti dengan duka ketika sosok seorang ayah yang bertindak sebagai tulang punggung keluarga meninggal akibat kecelakaan lalu lintas pada awal tahun 2015.

Ketika sosok ayah yang menjadi tulang punggung keluarga, meninggalkan keluarga tersebut untuk selama-lamanya. Maka seorang ibu akan memerankan menjadi ibu sekaligus ayah bagi anak-anaknya, sehingga tidak lama setelah kepergian suami, seorang ibu memutuskan untuk menikah lagi agar roda perekonomian keluarga tersebut berjalan sesuai dengan keluarga yang semestinya, meski danu belum bisa mengijinkan ibunya menikah lagi, tetapi perniakahan tersebut tetap berlangsung pada tahu 2016.


(13)

4

Dengan didasari rasa ketidaksetujuan ibunya menikah lagi, Danu sampai sekarang belum bisa menerima dengan baik kehadiran ayah tirinya, meski ayah tirinya sangat meyayangi Danu seperti anak kandungnya sendiri.

Dari pemikiran yang salah tentang persepsi ayah tiri yang terlanjur jelek dalam pikiran Danu sehingga menimbulkan perilaku yang salah, secara tidak langsung dari pemikiran yang salah akan berakibat buruk pada perilaku khususnya komunikasi antara keduanya. Danu yang salu berperilaku tidak baik kepada ayah tirinya seperti berkata tidak sopan, tidak pernah merespon dengan baik apa yang diucapkanoleh ayah tirinya, nasehat-nasehat yang baikpun tidak pernah didengar oleh Danu. Jarang bertegur sapa meski lewat telpon. Komunikasi yang kurang mengakibatkan suatu hubungan antara Danu dan ayah tirinya tidak pernah terlihat harmonis.

Dari permasalah yang ada, peneliti merasa perlunya mengkaji masalah tersebut lebih dalam. Di samping itu, peneliti juga tergugah untuk membantu dan mengarahkan anak tersebut untuk bisa menerima ayah tirinya sehingga berfikir rasional.

B. Rumusan masalah

Guna Memahami secara mendalam dan menyeluruh mengenai fenomena di atas, penelitian ini memutuskan perhatian pada beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa saja Faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri di Desa Kalicilik Sukosewu Bojonegoro?


(14)

5

2. Bagaimana proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) dalam mengatasi kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri di Desa Kalicilik Sukosewu Bojonegoro?

3. Bagaimana hasil Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) dalam mengatasi kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri Desa Kalicilik Sukosewu Bojonegoro?

C. Tujuan Penelitian

Bertitik tolak pada rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri di Desa Kalicilik Sukosewu Bojonegoro

2. Untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) dalam mengatasi kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri di Desa Kalicilik Sukosewu Bojonegoro

3. Untuk mengetahui hasil dari pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) dalam mengatasi kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri di Desa Kalicilik Sukosewu Bojonegoro


(15)

6

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan sebagai berikut: 1. Secara Teoritis

a. Memberikan pengetahuan dan wawasan bagi peneliti lain dalam bidang Bimbingan dan Konseling Islam tentang pengembangan Rasional Emotive Behavior Therapy dalam mengatasi kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri

b. Sebagai sumber informasi dan referensi tentang seseorang anak yang belum bisa menerima keberadaan ayah tirinya dan mengakibatkan kesenjangan komunikasi dengan menggunakan pendekatan konseling 2. Secara Praktis

a. Penelitian ini dihadapkan dapat membantu para pembaca untuk mengetahui cara mengatasi kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri

b. Bagi Konselor, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu teknik pendekatan yang efektif dalam mengatasi kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri

E. Definisi Konsep

Dalam pembahasan ini perlulah kiranya peneliti membatasi dari sejumlah konsep yang diajukan dalam penelitian dengan judul “Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) dalam mengatasi kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri di Desa


(16)

7

Kalicilik Sukosewu Bojonegoro” Adapun definisi konsep dari penelitian ini antara lain:

1. Bimbingan dan Konseling Islam

Bimbingan dan Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terarah, kontinu dan sistematis kepada setiap individu agar dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragam yang dimilikiinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan Hadis Rasulallah SAW ke dalam dirinya, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntutan Al-Qur’an dan Hadis.5

Menurut Aunur Rahim Faqih berpendapat Bimbingan dan Konseling Islam adalah Proses pemberian bantuan kepada individu agar meyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya dalam kehidupan keagamaan senatiasa selaras dengan ketentuan-ketentuan dan pentunjuk dari Allah, sehingga dapat mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat.6

Bimbingan Konseling Islam menurut penulis adalah pemberian bantuan pada individu maupun kelompok secara sistematis dan kontinu agar dapat mencapai kehidupan di dunia dan akhirat. Yang dimaksud dengan Bimbingan Konseling Islam di sini adalah pemberian bantuan yang diberikan oleh konselor kepada klien dalam upaya mengatasi kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri.

5

Samsul Munir,Bimbingan dan Konseling Islam(Jakarta: Amzah, 2010), hal. 23.

6

Ainur Rahim Faqih,Bimbingan Konseling Islam (Yogyakarta: UII PRESS, 2004), hal. 04.


(17)

8

2. Rational Emotive Behavior Therapy

Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) sebelumnya disebutRational Therapy dan Rational Emotive Therapyyang dikembangkan oleh Albert Ellis (1950an), yaitu pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku dan pikiran.

Tujuan pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy adalah menghilangkan kecemasan, ketakutan, kekhawatiran, ketidak yakinan, dan semacamnya sehingga mencapai perilaku rasional.7

Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis: ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini kemudian dikenal dengan konsep ABC.

a. Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakanantecendent event bagi seseorang.

b. Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi dari individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan

7

Andi Mapiare AT,Pengantar Psikoterapi Konseling dan Psikoterapi(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hal. 156.


(18)

9

yang tidak rasional (irrational beliefatau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan karena itu menjadi produktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan sayu system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan karena itu tidak produktif.

c. Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senag atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan ancendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan B baik yang rB maupun yang iB.8

Selain itu, Albert Ellis juga menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus melawan (dispute: D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar klien bisa menikmati dampak-dampak (effects: E) psikologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional. Dalam proses konselingnya, Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) berfokus pada tingkah laku individu, akan tetapi menekankan bahwa tingkah laku yang bermasalah disebabkan oleh pemikiran yang irrasional sehingga fokus penangganan pada pendektan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah pemikiran individu.9

8

Gerald Corey,Teori dan Praktek Konseling & Terapi(Bandung: Refika Aditama, 2009) hal. 242

9

Gantina Komalasari, dkk,Teori dan Teknik Konseling(Jakarta: Indeks, 2011), hal. 201-202


(19)

10

Dengan menggunakn pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) dengan teknik kognitif dan behavioral. Diharapkan konseli mampu mengubah cara berfikir dan tingkah laku yang keliru sehingga tidak lagi terjadi kesenjangan komunikasi.

Dalam penelitian ini konselor mengengunakan tiga teknik dalam Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) yakni analisis rasional, teknik persuasif, dan teknik pekerjaan rumah.

3. Kesenjangan Komunikasi

Dari kamus besar bahasa Indonesia, komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dan informasi, baik verbal maupun nonverbal dari seseorang kepada orang lain, sehingga terjadi saling pengertian mengenai suatu pesan atau informasi yang diiringi dengan perubahan sikap dan tingkah laku komunikan. Pada umumnya, komunikasi dilakukan dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak lain. Sedangkan kesenjangan adalah adanya jarak antara kedua belah pihak.

Jadi kesenjangan komunikasi adalah hambatan dalam proses komunikasi yang disebabkan persepsi yang berbeda antara anak dan ayah tiri yang disebabkan oleh faktor meninggalnya ayah kandung, pernikahan yang terlalu cepat, serta konseli bertahan dengan sikap yang keliru .10

10


(20)

11

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pada penelitian ini peneliti ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang dilakukan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian secaraholistic dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.11

Peneliti menggunakan penelitian kuaitatif dikarenakan adanya data-data yang didapatkan nantinya adalah data kualitatif yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, untuk mengetahui serta memahami fenomena secara rinci, mendalam dan menyeluruh.

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Penelitian studi kasus karena penulis ingin melakukan penelitian dengan cara mempelajari individu secara rinci dan mendalam selama kurang waktu tertentu untuk membantunya mengatasi masalah yang dialaminya.

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian

Sasaran dalam penelitian ini adalah seorang anak (Danu) yang mengalami kesenjangan dengan ayah tirinya yang selanjutnya disebut

11

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 6.


(21)

12

klien, sedangkan konselornya adalah Fajar feri aldi mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya.

Lokasi penelitian ini bertempat di Desa Kalicilik Kecamatan Sukosewu Kabupaten Bojonegoro.

3. Jenis Sumber Data a. Jenis Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang bersifat non statistik, dimana data yang diperoleh nantinya dalam bentuk verbal atau deskriptif bukan dalam bentuk angka.

Adapun jenis data penelitian ini adalah: 1) Data Primer

Data primer atau data tangan pertama adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau atau alat pengambilan data langsung pada subjek sebagai informasi yang dicari.12 Data yang langsung diambil dari sumber pertama di lapangan yaitu data tentang latar belakang dan masalah klien, perilaku klien, faktor-faktor yang meyebabkan masalah klien, pelaksanaan proses konseling, serta hasil akhir pelaksanaan konseling.

2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang mendukung data primer dan dapat diperoleh dari luar objek penelitian.13 Atau data yang

12

Saifuddin Anwar,Metodologi Penelitian(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hal.91.

13


(22)

13

diperoleh dari sumber kedua atau sekunder.14 Diperoleh dari gambaran lokasi penelitian, keadaan lingkungan klien, dan perilaku keseharian klien.

b. Sumber Data

Yang dimaksud sumber data adalah subyek dari mana data diperoleh.15

1) Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang langsung diperoleh penulis di lapangan yaitu informasi dari klien yakni anak tiri yang mengalami kesenjangan komunikasi.

2) Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari orang lain sebagai pendukung guna melengkapi data yang penulis peroleh dari data primer. Sumber ini bisa diperoleh dari keluarga klien, kerabat klien, tetengga klien, dan teman klien. Dalam penelitian ini data diambil dari ayah tiri klien, ibu klien, teman klien, dan tetangga klien.

4. Tahap-tahap Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 3 tahap dalam penelitian. Sebagaimana yang telah ditulis oleh Lexy. J. Moleong

14

Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif Dan Kualitatif

(Surabaya: Airlangga University Press, 2011), hal. 128

15

Suharsimi Arikunto,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edesi Revisi VI


(23)

14

dalam bukunya Metode Penelitian Kualitatif. 3 tahap tersebut antara lain:

a. Tahap Pra Lapangan

Tahap ini digunakan untuk meyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, memilih dan memanfaatkan informasi, meyiapkan perlengkapan dan persoalan ketika dilapangan. Semua itu digunakan untuk memperoleh deskripsi secara global tentang objek penelitian yang akhirnya menghasilkan rencana penelitian bagi peneliti selanjutnya.

b. Tahap Persiapan Lapangan

Tahap ini peneliti memahami peneliti, persiapan diri memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan data di lapangan. Disini peneliti menindak lanjuti serta memperdalalm pokok permasalahan yang dapat diteliti dengan cara mengumpulkan dta-data hasil wawawncara dan observasi yang telah dilakukan.

c. Tahap Pekerjaan Lapangan

Dalam tahap ini peneliti menganalisa data yang telah didapat dari lapangan. Analisis dan laporan ini merupakan tugas terpentig dalam suatu proses penelitian.16

5. Teknik Pengumpulan Data

16


(24)

15

Adapun teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan sebagai berikut:

a. Observasi

Kegiatan observasi meliputu melakukan pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian, perilaku, objek-objek yang dilihat dan hal-hal lain yang diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan. Pada tahap awal observasi dilakukn secara umum, peneliti mengumpulkan data atau informasi sebanyak mungkin. Tahap selanjutnya peneliti harus melakukan observasi yang terfokus, yaitu mulai meyempitkan data atau informasi yang diperlukan sehingga peneliti dapat menemukan pola-pola perilaku dan hubungan yang terus-menerus terjadi. Jika hal itu sudah ditemukan, maka peneliti dapat menemukan tema-tema yang akan diteliti.17

Dalam observasi ini peneliti mengamati faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan komunikasi, proses konseling serta perilaku klien yang tampak dan sesudah proses konseling. b. Wawancara

Menurut Moloeng dikutip dari buku Metologi Penelitin Kualitatif untuk Ilmu-ilmu sosial mendifinisikan wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan

17

Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan kualitatif (Yogyakarta: Graha Ilmu 2006), hal. 224


(25)

16

oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.18

Dalam penelitian ini, dokumentasi dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang lokasi penelitian yang meliputi: Luas wilayah penelitian, jumlah penduduk, batas wilayah, kondisi geografis Desa Kalicilik Sukosewu Bojonegoro serta data lain yang menjadi data pendukung dalam lapangan penelitian.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang proses teknik pengumpulan data dapat dilihat melalui tabel dibawah ini

Tabel 1.1

Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

NO Jenis Data Sumber Data TPD

1

Data Primer

1. Biografi klien meliputi: a. Identitas Klien

b. Tempat tanggal lahir klien c. Usia klien

d. Pendidikan klien

2. Masalah yang dihadapi klien

3. Proses konseling yang

dilakukan

Klien O+W+D

2

Data Sekunder a. Identitas konselor b. Pendidikan konselor c. Usia konselor

d. Pengalaman dan proses

konseling yang dilakukan

Konselor W+O

3

Data sekunder

1. Prilaku keseharian klien

2. Kondisi keluarga dan

lingkungan klien Informan (Keluarga, teman klien) O+W 18

Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial (Jakarta: Salemba Humanika 2010), hal. 118.


(26)

17

4

Gambaran lokasi penelitian

meliputi:

a. Luas wliyah penelitian b. Jumlah penduduk c. Batas wilayah

Perangkat

Desa O+W+D

Keterangan:

TPD : Teknik Pengumpulan Data

O : Observasi

W : Wawancara

D : Dokumentasi

6. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawawcara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuanya dapat dikonfirmasi kepada orang lain.19

Teknik analisis data ini dilakukan setelah proses pengumpulan data diperoleh dengan menggunakan analisa deskriptif-komparatif yaitu setelah data data terkumpul dan diolah maka langkah selanjutnya adalah menganalisa data tersebut. Analisa yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri menggunakan analisis deskriptif, selanjutnya menganalisa proses serta hasil pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dalam mengatasi kesenjangan komunikasi yang

19

Sugiyono,Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2006), hal. 244.


(27)

18

dilakukan dengan analisi deskriptif komparatif, yakni membandingkan pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dilapangan dengan teori pada umumnya, serta membandingkan kondisi klien sebelum dan sesudah dilaksanakannya proses konseling. 7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif tidak menjamin dalam pelaksanaan penting mendapatkan hasil yang maksimal, kesalahan dan kekeliruan pada penelitian juga besar kemungkinan terjadi. Dalam hal ini peneliti sebagai instrumennya yang menganalisa data-data langsung di lapangan untuk menghindari kesalahan pada data-data tersebut, maka dari itu untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam penelitian ini, peneliti harus mengetahui cara-cara memperoleh tingkat keabsahan data antara lain:

a. Perpanjangan Keikutsertaan

Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam mengumpulkan data. Keikutsertaan itu tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan peneliti dalam latar penelitian.20

b. Ketekunan Pengamatan

Ketekunan pengamatan bermaksud untuk menemukan ciri-ciri dan unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan penelitian, sehingga data tersebut dapat di terima. Dengan kata

20

Lexy J. Maleog, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2009), hal. 327


(28)

19

lain menelaah data-data yang terkait dengan fokus penelitian, sehingga data-data tersebut dapat dipahami dan tidak diragukan. Peneliti melakukan pengamatan yang lebih mendalam menggenai data-data yang berkaitan dengan klien.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan tentang kepribadian klien, keadaan klien sebelum dan sesudah prosese konseling, dan pelaksanaan konseling terhadap kasus kesenjangan komunikasi di Desa Kalicilik Sukosewu Bojonegoro.

c. Trianguasi

Dalam penelitian, penulis menggunakan triangulasi dengan melakukan beberapa perbandingan, karena triangulasi merupakan teknik gabungan yang dilakukan untuk keperluan pengecekan atau pembanding. Dengan adanya teknik ini bisa diketahui adanya alasan terjadinya perbedaan penulis, memanfatkan pengamatan lain untuk pengecekan kembali data yang diperoleh. Trianggulasi dapat dilakukan dengan cara membandingkan data data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan data yang diperoleh dari informasi pada waktu di depan umum dengan pribadi, membandingkan perkataan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan kondisi sepanjang waktu, kemudian penulis juga melakukan perbandingan wawancara dengan isi dokumen yang terkait.21

21


(29)

20

G. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam pembahasan dan penyusunan skripsi ini, maka penulis akan menyajikan pembahasan kedalam beberapa bab yang sistematika pembahasanya sebagai berikut:

BAB I. Pendahuluan. Dalam bab ini membahas tentang latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Defini Konsep, Metode Penelitian, antara lain: Pendekatan dan Jenis Penelitian, Subyek Penelitian, Jenis dan Sumber Data, Tahap-tahap Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisa Data, Teknik Analisa Data, Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data dan terakhir yang termasuk dalam pendahuluan adalah Sistematika Pembahasan.

BAB II. Tinjauan Pustaka. Dalam bab ini membahas tentang Kajian Teoritik dan Penelitian Terdahulu Yang relevan. Dalam Kajian Teoritik menjelaskan beberapa referensi untuk menelaah objek kajian yang dikaji, pembahasanya meliputi: Bimbingan dan Konseling Islam (Pengertin Bimbingan Konseling Islam, Tujuan Bimbingan Konseling Isam, Prinsip Bimbingan Konseling Islam, Unsur-unsur Bimbingan Konseling Islam, Langkah-langkah Bimbingan Konseling Islam), REBT (Pengertian Rational Emotive Behavior Therapy, Tujuan Rational Emotive Behavior Therapy, Teknik-teknik Rational Emotive Behavior Therapy, Langkah-langkah Rational Emotive Behavior Therapy, Ciri-ciri Rational Emotive Behavior


(30)

21

Therapy, Peran Konselor), Kesenjangan Komunikasi (Pengertiaan Kesenjangan Komunikasi, Bentuk-bentuk Kesenjangan Komunikasi, Faktor-faktor Kesenjangan Komunikasi, Ciri-ciri Kesenjangan Komunikasi), Kesenjangan Komunikasi anak dan ayah tiri merupakan masalah Bimbingan dan Konseling Islam, Bimbingan dan Konseling Islam dalam menyelesaikan masalah Kesenjangan Komunikasi antara anak dan ayah tiri.

BAB III. Penyajian Data. Yang membahas tentang Deskripsi Umum Objek Penelitian dan Deskripsi Hasil Penelitian. Deskripsi Umum Objek Penelitian membahas tentang Setting Penelitian yang meliputi Deskripsi Lokasi, Konselor, Klien, dan Masalah. Sedangkan Deskripsi Hasil Penelitian membahas tentang deskripsi faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan komunikasi, Proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy dalam mengatasi kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri di Desa Kalicilik Sukosewu Bojonegoro, Hasil Akhir Proses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy dalam mengatasi kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri di Desa Kalicilik Sukosewu Bojonegoro.

BAB IV. Analisa Data. Pada bab ini memaparkan tentang Analisis faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri, Analisis Proses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy dalam mengatasi kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri di Desa Kalicilik Sokosewu


(31)

22

Bojonegoro, Analisis Hasil Akhir Proses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy dalam mengatasi kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri di Desa Kalicilik Sukosewu Bojonegoro.

BAB V. Penutup. Merupakan bab terakhir dari skripsi yang meliputi Kesimpulan dan Saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.


(32)

BAB II

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM,RATIONAL EMOTIVE

BEHAVIOT THERAPY, DAN KESENJANGAN KOMUNIKASI

A. Bimbingan dan Konseling Islam,Rational Emotive Behavior Therapy, dan Kesenjangan Komunikasi

1. Bimbingan Konseling Islam

a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam

Secara definisi Bimbingan Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.21

Menurut Hamdani Bakran Adz-Dzaky Bimbingan Konseling Islam adalah suatu aktifitas memberikan bimbingan, pelajaran, dan pedoman kepada individu yang meminta bimbingan (konseli) dalam hal bagaimana seharusnya seorang konseli dapat mengembangkan potensi akal fikirannya, kejiwaanya, keimanan, dan keyakinan serta dapat menanggulangi problematika hidup dan kehidupannya dengan baik dan benar secara mandiri yang berparadigma kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah Rasulullah SAW.22

Bimbingan Konseling Islam menurut Aswadi adalah suatu proses pemberian bantuan secara terus menerus dan sistematis terhadap individu

21

Ainur Rahim Faqih,Bimbingan Konseling dalam Islam, hal. 04.

22

Hamdani Bakran Adz Dzaky,Psikoterapi Konseling Islam(Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2001), hal. 137.


(33)

24

atau kelompok orang yang sedang mengalami kesulitan lahir dan batin untuk dapat memahami dirinya dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga dapat hidup secara harmonis sesuai dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT beserta sunnah Rasul SAW, demi tercapainya kebahagiaan duniawiyah dan ukhrawiyah.23

Sedangkan menurut Thohari Musnamar, bahwa Bimbingan Konseling Islam adalah pemberian bantuan kepada individu agar hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat. Dengan demikian Bimbingan dan Konseling Islam merupakan proses bimbingan sebagaimana proses bimbingan lainnya, tetapi dalam seluruh seginya berlandaskan ajaran islam artinya berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.24

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Bimbingan Konseling Islam adalah suatu aktifitas pemberian bantuan bimbingan kepada individu yang membutuhkan (konseli), dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya agar konseli dapat mengembangkan potensi akal fikiran dan kejiwaanya, keimanan serta dapat menanggulangi problematika hidupnya dengan baik dan benar secara mandiri berdasarkan Al-Quran dan Sunah Rasul.

b. Tujuan Bimbingan Konseling Islam

23

Aswadi, Iyadah dan Ta’ziyah Prespektif Bimbingan Konseling Islam, (Surabaya : Dakwah Digital Press, 2009), hal. 13

24

Thohari Musnamar, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islami,


(34)

25

Tujuan Bimbingan Konseling Islam secara umum adalah membantu individu untuk mempunyai pengetahuan tentang posisi dirinya dan mempunyai keberanian untuk mengambil keputusan dan melakukan suatu kegiatan yang dipandang baik, benar dan bermanfaat bagi kehidupannya di dunia dan untuk kepentingan akhiratnya.25 Sedangkan dalam bukunya Aunur Rahim Faqih menjelaskan tujuan umum Bimbingan Konseling Islam adalah untuk membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.26

Secara khusus Bimbingan Konseling Islam bertujuan membantu individu yang memiliki sikap, kesadaran, pemahaman serta:

1) Memiliki kesadaran akan hakikat dirinya sebagai makhluk Allah. 2) Memiliki kesadaran akan fungsi hidupnya di dunia sebagai khalifah. 3) Memahami dan menerima keadaan dirinya sendiri atas kelebihan dan

kekurangannya secara sehat.

4) Memiliki kebiasaan yang sehat dalam pola makan, minum, tidur dan menggunakan waktu luang.

5) Menciptakan kehidupan keluarga yang fungsional.

6) Mempunyai komitmen diri untuk senantiasa mengamalkan ajaran agama dengan sebaik-baiknya baik hablum minallah maupun hablum minannas.

7) Mempunyai kebiasaan dan sikap belajar yang baik dan bekerja yang positif.

25

Ahmad Mubarok,Al Irsyad an Nafsiy Konseling Agama Teori dan Kasus(Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara, 2002), hal. 89.

26


(35)

26

8) Memahami masalah dan menghadapinya secara wajar, tabah dan sabar. 9) Memahami faktor yang menyebabkan timbulnya masalah.

10) Mampu mengubah persepsi atau minat.

11) Mengambil hikmah dari masalah yang dialami. c. Fungsi Bimbingan Konseling Islam

Adapun fungsi Bimbingan Konseling Islam menurut Aunur Rahim Faqih dikelompokan menjadi empat bentuk,27yaitu:

1) Fungsi preventif, membantu individu menjaga atau mencegah timbulnya masalah bagi dirinya

2) Fungsi kuratif, membantu individu memecahkan masalah yang sedang dihadapi atau dialaminya

3) Fungsi preservatif, membantu individu menjaga agar situasi dan kondisi yang semula tidak baik (mengandung masalah) menjadi baik (terpecahkan) dan kebaikan itu bertahan lama

4) Fungsi developmental atau pengembangan, membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak memungkinkanya menjadi sebab munculnya masalah baginya.

d. Asas Bimbingan Konseling Islam

1) Asas-asas kebahagiaan dunia dan akhirat

Kebahagiaan hidup duniawi, bagi seorang muslim, hanya merupakan kebahagiaan yang sifatnya sementara, kebahagiaan

27


(36)

27

akhiratlah yang menjadi tujuan utama, sebab kebahagiaan akirat merupakan kebahagiaan abadi.

2) Asas fitrah

Manusia menurut Islam, dilahirkan dalam atau dengan membawa fitrah, yaitu berbagai kemampuan potensial bawaan dan cenderung sebagai muslim atau beragama Islam.

3) Asas lillahi ta’ala

Bimbingan Konseling Islam diselenggarakan semata-mata karena Allah. Konsekuensi dari asas ini berarti pembimbing melakukan tugasnya dengan penuh keikhlasan, tanpa pamrih, sementara yang dibimbing pun menerima atau meminta bimbingan dan konseling dengan ikhlas dan rela.

4) Asas bimbingan seumur hidup

Manusia hidup betapapun tidak aka nada yang sempurna dan selalu bahagia. Dalam kehidupannya mungkin saja masnusia akan menjumpai berbagai kesulitan dan kesusahan. Oleh karena itulah maka Bimbingan dan Konseling Islam diperlukan selama hayat dikandung badan.

5) Asas kesatuan jasmaniah-rohaniah

Bimbingan Konseling Islam memperlakukan konselinya sebagai makhluk jasmaniah-rohaniyah, tidak memandangnya sebagai makhluk biologis semata atau makhluk rohaniah semata namun membantu individu untuk hidup dalam keseimbangan jasmaniah dan rohaniyah.


(37)

28

6) Asas keseimbangan rohaniah

Rohani manusia memiliki unsur daya kemampuan pikir, merasakan atau menghayati, dan hawa nafsu, serta juga akal. Orang yang dibimbing diajak untuk mengetahui apa-apa yang perlu diketahuinya, dan memikirkan apa-apa yang perlu dipikirkannya, sehingga memperoleh keyakinan, tidak menerima begitu saja, tetapi tidak juga menolak begitu saja.

7) Asas kemaujudan individu

Bimbingan Konseling Islam, berlangsung pada citra manusia menurut Islam, memandang seseorang individu merupakan suatu maujud (eksistensi) tersendiri. Individu mempunyai hak, mempunyai perbedaan individu dari yang lainnya, dan mempunyai kemerdekaan pribadi sebagai konsekuensi dari haknya dan kemampuan fundamental potensi rohaniyah.

8) Asas sosialitas manusia

Manusia merupakan makhluk sosial. Dalam Bimbingan dan Konseling Islam, sosialitas manusia diakui dengan memperhatikan hak individu (jadi bukan komunisme), hak individu juga diakui dalam batas tanggung jawab sosial.


(38)

29

Manusia dipandang sebagai makhluk berbudaya yang mengelola alam sekitar sebaik-baiknya. Sebagai khalifah, manusia harus memelihara keseimbangan ekosistem, sebab problem-problem kehidupan kerap kali muncul dari ketidakseimbangan ekosistem tersebut yang diperbuat oleh manusia itu sendiri.

10) Asas keselarasan dan keadilan

Islam menghendaki keharmonisan, keselarasan, keseimbangan, keserasian dalam segala segi. Dengan kata lain, Islam menghendaki manusia berlaku adil terhadap hak dirinya sendiri, hak orang lain, hak alam semesta, dan juga hak Tuhan.

11) Asas pembinaan akhlaqul karimah

Bimbingan dan Konseling Islam membantu konseli memelihara, mengembangkan, menyempurnakan sifat-sifat yang tidak baik tersebut. 12) Asas kasih sayang

Setiap manusia memerlukan cinta kasih dan rasa sayang dari orang lain. Rasa kasih sayang ini dapat mengalahkan dan menundukkan banyak hal. Bimbingan Konseling Islam dilakukan dengan berlandaskan kasih dan sayang, sebab dengan kasih sayanglah Bimbingan Konseling Islam akan berhasil.

13) Asas saling menghormati dan menghargai

Dalam Bimbingan dan Konseling Islam kedudukan pembimbing atau konselor dengan yang dibimbing atau konseli pada dasarnya sama atau sederajat, perbedaanya terletak pada fungsinya saja, yakni pihak


(39)

30

yang satu memberikan bantuan dan yang satu menerima bantuan. Hubungan yang terjalin antara pihak pembimbing dengan yang dibimbing merupakan hubungan yang saling menghormati sesuai dengan kedudukan masing-masing sebagai makhluk Allah.

14) Asas musyawarah

Bimbingan Konseling Islam dilakukan dengan asas musyawarah, artinya atntara pembimbing atau konselor dengan yang dibimbing atau konseli terjadi dialog yang baik.

15) Asas keahlian

Bimbingan Konseling Islam dilakukan oleh orang-orang yang memang memiliki kemampuan keahlian dibidang tersebut, baik keahlian dalam metodologi dan tehnik-tehnik dalam Bimbingan Konseling Islam, maupun dalam bidang yang menjadi permasalahan.28 e. Prinsip Bimbingan Konseling Islam

Secara teknis, praktek Bimbingan Konseling Islam dapat menggunakan instrument yang dibuat oleh Bimbingan dan Konseling modern, tetapi semua filosofis, Bimbingan dan Konseling Islam harus berdiri diatas prinsip ajaran agama Islam, antara lain:

1) Bahwa nasehat itu merupakan salah satu pilar agama yang merupakan pekerjaan mulia

2) Konseling Islam harus dilakukan sebagai pekerjaan ibadah yang dikerjakan semata-mata mengharap ridho Allah

28


(40)

31

3) Tujuan praktis Konseling Islam adalah mendorong konseli agar selalu ridho terhadap hal-hal yang bermanfaat dan alergi terhadap hal-hal yang mudhorot.

4) Konseling Islam juga menganut prinsip bagaimana konseli dapat keuntungan dan menolak kerusakan.

5) Meminta dan memberi bantuan hukumnya wajib bagi setiap orang yang membutuhkan

6) Proses pemberian konseling harus sejalan dengan tuntutan syari’at

Islam

7) Pada dasarnya manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perbuatan baik dan yang akan dipilih.29

f. Unsur-unsur Bimbingan Konseling Islam

Unsur-unsur Bimbingan dan Konseling Islam pada dasarnya adalah terkait dengan konselor, konseli, dan masalah yang dihadapi.30Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut:

1) Konselor

Konselor adalah orang yang amat bermakna bagi konseli, konselor menerima apa adanya dan bersedia sepenuh hati membantu konseli mengatasi masalahnya di saat yang amat kritis sekalipun dalam upaya menyelamatkan konseli dari keadaan yang tidak menguntungkan baik untuk jangka pendek dan utamanya jangka panjang dalam kehidupan yang terus berubah.

29

Aswadi,Iyadah dan Ta’ziyahPrespektif Bimbingan Konseling Islam, hal. 31-32.

30


(41)

32

Adapun karakteristik kepribadian seorang konselor adalah sebagai berikut :

(a) Empati artinya dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain (b) Asli/jujur yaitu perilaku dan kata-kata tidak dibuat-buat akan tetapi

asli dan jujur sesuai dengan keadaanya

(c) Memahami keadaan konseli, mampu memahami kekuatan dan kelemahannya

(d) Menghargai martabat konseli secara positif tanpa syarat (e) Menerima konseli walaupun dalam keadaan bagaimanapun (f) Tidak menilai atau membanding-bandingkan konseli

(g) Mengetahui keterbatasan diri (ilmu, wawasan, teknik) konselor (h) Memahami keadaan sosial budaya dan ekonomi konseli.31

Menjadi seorang konselor tidaklah mudah oleh sebab itu diperlukan syarat-syarat untuk menjadi seorang konselor dalam Bimbingan Konseling Islam. Syarat-syaratnya adalah sebagai berikut: (a) Memiliki sifat baik, setidaknya sesuai ukuran konseli

(b) Bertawakal, mendasarkan segala sesuatu atas nama Allah

(c) Sabar, utamanya tahan menghadapi konseli yang menentang keinginan untuk diberikan bantuan

(d) Tidak emosional, artinya tidak mudah terbawa emosi dan dapat mengatasi emosi diri dan konseli

31


(42)

33

(e) Retorika yang baik, mengatasi keraguan konseli dan dapat meyakinkan bahwa ia dapat memberikan bantuan

(f) Dapat membedakan tingkah laku konseli yang berimplikasi terhadap hukum wajib, sunnah, mubah, makruh, haram terhadap perlunya taubat atau tidak.32

2) Konseli

Konseli yaitu individu atau sekelompok orang yang sedang mengalami kesulitan, sehingga membutuhkan bantuan dari orang yang ahli untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam kehidupannya.

Adapun macam-macam konseli adalah sebagai berikut:

(a) Konseli suka rela, datang kepada konselor atas dasar keinginannya sendiri untuk memperoleh informasi atau mencari pemecahan masalah yang dihadapi.

(b) Konseli terpaksa, datang pada konselor bukan karena kemauannya sendiri, tapi atas dorongan orang lain.

(c) Konseli enggan, salah satu konseli enggan adalah banyak berbicara, yang pada prinsipnya enggan untuk dibantu.

(d) Konseli bermusuhan atau menentang, konseli jenis terpaksa dan bermasalah menjadi konseli yang menentang. Sifat-sifatnya tertutup, menentang, bermusuhan, dan menolak secara terbuka. (e) Konseli krisis, konseli yang sedang mengalami musibah.33

Syarat-syarat konseli adalah sebagai berikut:

32Elfi Mu’awanah dan Rifa hidayah,

Bimbingan Konseling Islami Di Sekolah Dasar

(Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hal. 142.

33


(43)

34

(a) Konseli harus mempunyai motivasi yang kuat untuk mencari penjelasan atau masalah yang dihadapi, disadari sepenuhnya dan mau dibicarakan dengan konselor. Persyaratan ini dalam arti menentukan keberhasilan atau kegagalan terapi

(b) Keinsafan akan tanggung jawab yang dipikul oleh konseli dalam mencari penyelesaian terhadap masalah dan melaksanakan apa yang diputuskan pada akhir konseling. Persyaratan ini cenderung untuk menjadi persyaratan, namun keinsyafan itu masih dapat ditimbulkan selama proses konseling berlaku.34

3) Masalah

Masalah adalah suatu keadaan yang mengakibatkan seseorang atau kelompok menjadi rugi atau sakit dalam melakukan sesuatu.35 Diantara masalah yang ada dalam Bimbingan Konseling yaitu:

(a) Pernikahan dan keluarga. (b) Pendidikan.

(c) Sosial (kemasyarakatan) (d) Pekerjaan, jabatan dan (e) Keagamaan.36

g. Langkah-langkah Bimbingan Konseling Islam

Dalam pemberian bimbingan dikenal adanya langkah-langkah sebagai berikut:

34

Aswadi,Iyadah dan Ta’ziyahPrespektif Bimbingan Konseling Islam, hal. 24.

35

Ibid, hal. 26.

36


(44)

35

1) Langkah identifikasi masalah

Langkah ini dimaksudkan untuk mengenal kasus berserta gejala-gejala yang nampak. Dalam langkah ini pembimbing mencatat kasus-kasus yang perlu mendapat bimbingan dan memilih kasus-kasus mana yang akan mendapatkan bantuan terlebih dahulu.

2) Langkah diagnosis

Langkah diagnosis yaitu langkah untuk menetapkan masalah yang dihadapi beserta latar belakangnya.

3) Langkah prognosis

Langkah prognosis yaitu langkah untuk menetapkan bantuan atau terapi apa yang akan dilaksanakan untuk membimbing kasus. Langkah prognosis ini ditetapkan berdasarkan kesimpulan dalam langkah diagnosis, yaitu setelah ditentukan masalah beserta latar belakangnya.

4) Langkah terapi (treatment)

Langkah terapi yaitu pelaksanaan bantuan atau bimbingan. Langkah ini merupakan pelaksanaan yang membutuhkan waktu dan proses yang terus-menerus dan sistematis serta membutuhkan adanya pengamatan yang cermat.

5) Langkah evaluasi dan follow up

Yaitu langkah yang dimaksudkan untuk menilai atau mengetahui sampai sejauh manakah langkah terapi dilakukan telah


(45)

36

mencapai hasilnya. Dalam langkah ini hendaknya dilihat perkembangan selanjutnya dalam jangka waktu yang lebih lama.37

Hadist yang termasuk dalam Bimbingan Komunikasi Islam adalah:

ﻞ ﻗ ﻦ ﻤ ﻟ ﻦ ﻠﻗ

ﺔﺤﯿﺼﻨﻟا ﻦﯾ

ﺪ ﻟا ﻞ ﻗ

-

ﻢﻠﺳ ؤ

ﮫﯾﺎﻋ

-

ﷲ ﻲ ﻠﺻ

-

ﻲ ﺒﻨﻟا ن ا

.

ﻢﻠﺴ ﻣ

ﺢﯿﺤﺻ

.

ﻢﮭﺘﻣﺎﻋو ﻦﯿﻤﻠﺴﻤﻟا

ﺔ ﻣ ء ﻻ و

ﮫﻟ

ﻮ ﺳ ﺮ ﻟو

ﮫﺑ

ﺎﺘﻜ ﻟو

)

ج

1 /

ص

53 (

Artinya:Nabi SAW Bersabda “Agama itu nasihat”. Kami pun bertanya, “Nasihat

itu adalah hak Allah,kitabnya,Rasulnya,pemerintah kaum muslimin dan rakyatnya (kaum muslimin). (HR.Muslim)

2. Rational Emotive Behavior Therapy(REBT)

a. PengertianRational Emotive Behavior Therapy(REBT)

Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku dan pikiran. pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) di kembangkan oleh Albert Ellis melalui beberapa tahapan. Pandangan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk berpikir irasional yang salah satunya didapat melalui belajar sosial. Di samping itu, individu juga memiliki kapasitas untuk belajar kembali untuk berpikir rasional. Pendekatan ini

37

Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan Di Indonesia Guidance dan Caunseling(Malang: CV. Ilmu, 1975), hal. 104-106.


(46)

37

bertujuan untuk mengajak individu mengubah pikiran-pikiran irasionalnya ke pikiran yang rasional melalui teori ABCDE.38

Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irasional.

Berpikir irasional ini diawali dengan belajar secara tidak logis yang biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan kata-kata yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.

REBT lebih banyak kesamaannya dengan terapi-terapi yang berorientasi pada kognitif behavior (tingkah laku-tindakan) yang dalam

38

W.s. Winkel,Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan(Jakarta: PT. Gramedia, 2007), hal. 364.


(47)

38

artian terapi ini lebih menitikberatkan pada berfikir, menilai, memutuskan, menganalisis, dan bertindak. REBT sangat didaktik dan direktif serta lebih banyak berurusan dengan dimensi-dimensi pikiran daripada dengan dimensi-dimensi perasaan.39

b. TujuanRational Emotive Behavior Therapy(REBT)

Tujuan utama Rational Emotive Behavior Therapy adalah membantu individu menyadari bahwa mereka dapat hidup lebih rasional dan lebih produktif. Secara lebih gamblang, REBT mengajarkan individu untuk mengoreksi kesalahan berfikir untuk mereduksi emosi yang yang tidak diharapkan. Selain itu, REBT membantu individu untuk mengubah kebiasaan berfikir dan tingkah laku yang merusak diri. Secara umum, REBT mendukung konseli untuk menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya.40

Ellis dan Benard (1986) mendeskripsikan beberapa sub tujuan yang sesuai dengan nilai dasar pendekatan REBT. Sub tujuan ini dapat membantu individu mencapai nilai untuk hidup (to survive) dan untuk menikmati hidup (to enjoy). Tujuan tersebut adalah:

1) Memiliki minat diri (self interest) 2) Memiliki minat sosial (social interest) 3) Memiliki pengarahan diri (self direction) 4) Toleransi (tolerance)

5) Fleksibel (flexibility)

39

Gerald Corey,Teori dan Praktek Konseling & Terapi, hal. 242.

40


(48)

39

6) Memiliki penerimaan (acceptance)

7) Dapat menerima ketidakpastian (acceptance of uncertainty) 8) Dapat menerima diri sendiri (self acceptance)

9) Dapat mengambil resiko (risk taking)

10) Memiliki harapan yang realistis (realistic expectation)

11) Memiliki toleransi terhadap frustasi yang tinggi (high frustration tolerance)

12) Memiliki tanggung jawab pribadi (self responsibilily)41 c. Teknik-teknikRational Emotive Behavior Therapy(REBT)

Teknik konseling dengan pendekatan REBT dapat dikategorikan menjadi 3 kelompok, yaitu: teknik kognitif, teknik imageri dan teknik behavioral atau tingkah laku.

1) Teknik kognitif

(a) Dispute kognitif (cognitive disputation)

Adalah usaha untuk mengubah keyakinan irasional konseli melalui philosophical persuation, didactic presentation, socratic dialogue, vicarious experiences, dan berbagai ekspresi verbal lainnya. Teknik untuk melakukan Dispute kognitif adalah dengan bertanya (questioning).

(1) Pertanyaan-pertanyaan untuk melakukandisputelogis:

Apakah itu logis? Apa benar begitu? Mengapa tidak? Mengapa harus begitu? Apa yang kamu maksud dengan kalimat itu?

41


(49)

40

Mengapa itu adalah perkataan yang tidak benar? Apakah itu bukti yang kuat? Jelaskan kepada saya kenapa….Mengapa itu harus begitu? Di mana aturan itu tertulis? Apakah kamu bisa melihat ketidakkonsistenan keyakinan kamu? Mengapa kamu harus begitu? Sekarang kita lihat kembali, kamu melakukan hal yang buruk. Sekarang mengapa kamu harus tidak melakukan itu?

(2) Pertanyaan untukReality testing:

Apa buktinya? Apa yang akan terjadi kalau….? Mari kita bicara kenyataannya. Apa yang dapat diartikan dari cerita kamu tadi? Bagaimana kejadian itu bisa menjadi sangat menakutkan / menyakitkan?

(3) Pertanyaan untukpragmatic disputation

Selama kamu meyakini hal tersebut, akan bagaimana perasaan kamu? Apakah ini berharga untuk dipertahankan? Apa yang akan terjadi bila kamu berfikir demikian?

(b) Analisis rasional (rational analysis)

Teknik untuk mengajarkan konseli bagaimana membuka dan mendebat keyakinan irasional.

(c) Dispute standart ganda (double-standart dispute)

Mengajarkan konseli melihat dirinya memiliki standart ganda tentang diri, orang lain dan lingkungan sekitar.


(50)

41

Membuat proporsi tentang peristiwa-peristiwa yang menyakitkan. Misalnya: dari 100% buatlah prosentase peristiwa yang menyakitkan, urutkan dari yang paling tinggi prosentasenya sampai yang paling rendah.

(e) Devil’s advocadeataurational role revelsal

Yaitu meminta konseli untuk memainkan peran yang memiliki keyakinan rasional sementara konselor memerakan peran menjadi konseli yang irasional. Konseli melawan keyakinan irasional konselor dengan keyakinan rasional yang diverbalisasikan.

(f) Membuat frame ulang (refraiming)

Mengevaluasi kembali hal-hal yang mengecewakan dan tidak menyenangkan dengan mengubahframeberpikir konseli.42 (g) Persuasif

Meyakinkan konseli untuk mengubah pandangannya karena pandangan tersebuttidak benar.

(h) Konfrontasi

Menyerang ketidaklogikaan berfikir konseli dan membawa konseli kearah berfikir yang lebih logika.43

2) Teknik imaginal

(a) Dispute imajinasi (imaginal disputation)

42

Gantina Komalasari,Teori dan Teknik Konseling, hal. 221-222

43

Dewa Ketut Sukardi,Pengantar Teori Konseling(Ghalia Indonesia: Jakarta, 1985), hal. 91


(51)

42

Stategi imaginal disputation melibatkan penggunaan imageri. Setelah melakukan dispute secara verbal, konselor meminta konseli untuk membayangkan dirinya kembali pada situasi yang menjadi masalah dan melihat apakah emosinya telah berubah. Bila iya, maka konselor meminta konseli untuk mengatakan pada dirinya sebagai individu yang berfikir lebih rasional dan mengulang kembali proses di atas. Bila belum maka keyakinan irasionalnya masih ada.

(b) Kartu control emosional (the emotional control card-ECC)

Adalah alat yang dapat membantu konseli menguatkan dan memperluas praktikRational–emotive Behavior Therapy(REBT). ECC biasa digunakan untuk memperkuat proses belajar, secara lebih khusus perasaan marah (anger), kritik diri (self - criticism), kecemasan (anxiety), dan depresi (depression). ECC berisi dua kategori perasaan yang paralel, yaitu, perasaan yang tidak seharusnya atau yang merusak diri dan perasaan yang sesuai dan tidak merusak diri. 44

(c) Proyeksi waktu (time projection)

Meminta konseli untuk memvisualisasikan kejadian yang tidak menyenangkan ketika kejadian itu terjadi, setelah itu membayangkan seminggu kemudian, sebulan kemudian, enam bulan kemudian, setahun kemudian, dan seterusnya. Bagaimana

44


(52)

43

konseli merasakan perbedaan tiap waktu yang dibayangkan. Konseli dapat melihat bahwa hidup berjalan terus dan menumbuhkan penyesuaian.

(d) Teknik melebih-lebihkan (the “blow-up”technique)

Adalah variasi dari teknik “worst case imagery”. Meminta konseli membayangkan kejadian yang menyakitkan atau kejadian yang menakutkan, kemudian melebih-lebihkannya sampai pada taraf yang paling tinggi. Hal ini bertujuan agar konseli dapat mengontrol ketakutannya.

3) Teknik behavioral

(a) Dispute tingkah laku (behavioral disputation)

Behavioral dispute atau risk taking, yaitu memberi kesempatan kepada konseli untuk mengalami kejadian yang menyebabkannya berfikir irasional dan melawan keyakinannya tersebut. Contoh, bila konseli memiliki keyakinan bahwa ia harus sempurna mengerjakan tugas, maka konseli diminta untuk mengerjakan tugas seadanya.45

(b) Bermain peran (role playing)

Dengan bantuan konselor konseli melakukan role play tingkah laku baru yang sesuai dengan keyakinan yang rasional.

45


(53)

44

(c) Peran rasional terbalik (rational role reversal)

Yaitu meminta konseli untuk memainkan peran yang memiliki keyakinan rasional sementara konselor memainkan peran menjadi konseli yang irasional. Konseli melawan keyakinan irasional konselor dengan keyakinan rasional yang diverbalisasiakan.

(d) Pengalaman langsung (exposure)

Konseli secara sengaja memasuki situasi yang menakutkan. Proses ini dilakukan melalui perencanaan dan penerapan keterampilan mengatasi masalah (coping skills) yang telah dipelajari sebelumnya.

(e) Menyerang rasa malu (shame attacking)

Melakukan konfrontasi terhadap ketakutan untuk malu dengan secara sengaja bertingkah laku yang memalukan dan mengundang ketidaksetujuan lingkungan sekitar. Dalam hal ini konseli diajarkan mengelola dan mengantisipasi perasaan malunya.46

(f) Pekerjaan rumah (homework assignments)

Selain melakukan disputation secara verbal, REBT juga menggunakan homework assignments (pekerjaan rumah) yang dapat digunakan sebagai self-help work. Terdapat beberapa aktivitas yang dapat dilakukan dalamhomework assignments yaitu:

46


(54)

45

membaca, mendengarkan, menulis, mengimajinasikan, berpikir, relaksasi danditraction,serta aktivitas.47

d. Langkah-langkahRational Emotive Behavior Therapy(REBT)

REBT membantu konseli mengenali dan memahami perasaan, pemikiran dan tingkah laku yang irasional. Dalam proses ini konseli diajarkan untuk menerima bahwa perasaan, pemikiran dan tingkah laku tersebut diciptakan dan diverbalisasi oleh konseli sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut, konseli membutuhkan konselor untuk membantu mengatasi permasalahannya. Dalam proses konseling dengan pendekatan REBT terdapat beberapa langkah yang dikejakan oleh konselor dan konseli.

1) Langkah awal

Proses dimana konseli diperlihatkan dan disadarkan bahwa mereka tidak logis dan irasional. Proses ini membantu konseli memahami bagaimana dan mengapa dapat menjadi irasional. Pada langkah ini konseli diajarkan bahwa mereka memiliki potensi untuk mengubah hal tersebut.

2) Langkah kedua

Pada langkah ini konseli dibantu untuk yakin bahwa pemikiran dan perasaan negatif tersebut dapat ditantang dan diubah. Pada langkah ini konseli mengeksplorasi ide-ide untuk menentukan tujuan-tujuan rasional. Konselor juga mendebat pikiran irasional konseli dengan menggunakan pertanyaan untuk menantang validitas ide tentang diri,


(55)

46

orang lain, dan lingkungan sekitar. Pada langkah ini konselor menggunakan teknik-teknik konseling REBT untuk membantu konseli mengembangkan pikiran rasional.

3) Langkah akhir

Pada langkah ini, konseli dibantu untuk secara terus menerus mengembangkan pikiran rasionalnya serta mengembangkan filosofi hidup yang rasional sehingga konseli tidak terjebak pada masalah yang disebabkan oleh pemikiran.

Langkah-langkah konseling ini merupakan proses natural dan berkelanjutan. Langkah-langkah ini menggambarkan keseluruhan proses konseling yang dilalui oleh konselor dan konseli. Secara khusus, terdapat beberapa langkah interval konseling dengan pendekatan REBT, yaitu: 1) Bekerjasama dengan konseli (engage with klien)

(a) Membangun hubungan dengan konseli yang dapat dicapai dengan mengembangkan empati, kehangatan dan pengharapan.

(b) Memperhatikan tentang “secondary disturbances” atau hal yang mengganggu konseli yang mendorong konseli mencari bantuan. (c) Memperlihatkan kepada konseli tentang kemungkinan perubahan

yang bisa dicapai dan kemampuan konselor untuk membantu konseli mencapai tujuan konseling.

2) Melakukan asesmen terhadap masalah , orang dan situasi (assess the problem, person and situation)


(56)

47

(a) Mulai dengan mengidentifikasi pandangan-pandangan tentang apa yang menurut konseli salah.

(b) Perhatikan bagaimana perasaan konseli mengalami masalah ini. (c) Laksanakan asesmen secara umum dengan mengidentifikasi latar

belakang personal dan sosial, kedalaman masalah, hubungan dengan kepribadian individu, dan sebab-sebab non-psikis seperti: kondisi fisik, lingkungan, dan penyalahgunaan obat.

3) Mempersiapkan konseli untuk terapi (prepare the client for therapy) (a) Mengklarifikasi dan menyetujui tujuan konseling dan motivasi

konseli untuk berubah.

(b) Mendiskusikan pendekatan yang akan digunakan dan implikasinya. 4) Mengimplementasikan program penanganan (implementasi the

treatment program)

(a) Menganalisis episode spesifik di mana inti masalah itu terjadi, menemukan keyakinan-keyakinan yang terlibat dalam masalah, dan mengembangkanhomework.

(b) Mengembangkan tugas-tugas tingkah laku untuk mengurangi ketakutan atau modifikasi tingkah laku.

(c) Menggunakan teknik-teknik tambahan yang diperlukan 5) Mengevaluasi kemajuan (evaluate progree)

Pada menjelang akhir intervensi konselor memastikan apakah konseli mencapai perubahan yang signifikan dalam berfikir atau perubahan tersebut disebabkan faktor lain.


(57)

48

6) Mempersiapkan konseli untuk mengakhiri konseling (prepare the client for termination)

Mempersiapkan konseli untuk mengakhiri proses konseling dengan menguatkan kembali hasil yang sudah dicapai. Selain itu, mempersiapkan konseli nuntuk dapat menerima adanya kemungkinan kemunduran dari hasil yang sudah dicapai atau kemungkinan mengalami masalah di kemudian hari.

e. Ciri-ciriRational Emotive Behavior Therapy(REBT) Ciri-ciri REBT dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Dalam menelusuri masalah konseli yang dibantunya, konselor berperan lebih aktif dibandingkan konseli. Maksudnya adalah bahwasannya peran konselor disini harus bersikap efektif dan memiliki kapasitas untuk memecahkan masalah yang dihadapi konseli dan bersungguh-sungguh dalam mengatasi masalah, artinya konselor harus melibatkan diri dan berusaha menolong konselinya supaya dapat berkembang sesuai dengan keinginan dan disesuaikan dengan potensi yang dimilikinya.

2) Dalam proses hubungan konseling harus tetap diciptakan dan dipelihara hubungan baik dengan konseli. Dengan sikap yang ramah dan hangat dari konselor akan mempunyai pengaruh yang penting demi suksesnya proses konseling sehingga tercipta proses yang akrab dan nyaman ketika berhadapan dengan konseli.


(58)

49

3) Tercipta dan terpeliharanya hubungan baik dipergunakan oleh konselor untuk membantu konseli mengubah cara berfikirnya yang tidak rasional menjadi rasional.

4) Dalam proses hubungan konseling, konselor tidak banyak menelusuri masa lampau konseli.

(a) Diagnosa (rumusan masalah) yang dilakukan dalam konseling REBT bertujuan untuk membuka ketidak logisan cara berfikir konseli.

(b) Dengan melihat permasalahan yang dihadapi konseli dan faktor penyebabnya, yakni menyangkut cara berfikir konseli yang tidak rasional dalam menghadapi masalah, yang pada intinya menunjukkan bahwa cara berfikir yang tidak logis itu sebenarnya menjadi penyebab gangguan emosionalnya.48

f. Peranan konselor

Untuk mencapai tujuan konseling konselor Rational Emotive Behavior Therapy memiliki peran yang sangat penting. Menurut REBT peran konselor adalah sebagai berikut:

(a) Konselor lebih edukatif-direktif kepada konseli yaitu dengan banyak memberikan cerita dan penjelasan, khususnya pada tahap awal.

(b) Mengkonfrontasikan masalah konseli secara langsung

48


(59)

50

(c) Menggunakan pendekatan yang dapat memberi semangat dan memperbaiki cara berpikir konseli, kemudian memperbaiki mereka untuk dapat mendidik dirinya sendiri.

(d) Dengan gigih dan berulang-ulang dalam menekankan bahwa ide irrasional itulah yang menyebabkan hambatan emosional pada konseli (e) Menyerukan konseli menggunakan kemampuan rasional (rational

power) daripada emosinya

(f) Menggunakan pendekatan didaktik dan filosofis

(g) Menggunakan humor49 sebagai jalan mengkonfrontasikan berfikir secara irrasional.50

3. Kesenjangan Komunikasi

a. Pengertian Kesenjangan Komunikasi

Kesenjangan Komunikasi terdiri dari dua kata yaitu “kesenjangan” dan “komunikasi”. Secara definisi “kesenjangan”adalah setiap sesuatu yang menyumbat arus pesan, baik yang bersifat external maupun internal.51 Sedangkan komunikasi adalah suatu proses penyampaian dan penerimaan pesan, berita atau informasi dari seseorang kepada orang lain.52 Jadi kesenjangan komunikasi adalah adanya sesuatu yang menyumbat arus pesan dari proses penyampaian dan menerimaan pesan.

Dalam skipsinya Hanif Basyriyah yang mengutip dari kamus kontemporer (Yoze Rizal) mendefinisikan kesenjangan komunikasi adalah 49

Apa arti kata itu dalam bahasa indonesia

50

Latipun,Psikologi Konseling(Malang: UMM Press, 2011), hal. 80-81

51

Aubrey B Fisher,Teori komunikasi(Bandung: cv Remaja Karya, 1989), hal. 07.

52

Miftah Thoha, Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 145.


(60)

51

hambatan dalam proses komunikasi yang disebabkan perbedaan latar belakang budaya atau perbedaan persepsi antar komunikator yang menyampaikan pesan dan komunikasi yang menjadi sasarannya.53

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulakan bahwa kesenjangan komunikasi adalah adanya hambatan dalam proses menerima pesan sehingga menghasilakan maksud yang berbeda dengan tujuan yang diharapkan, hambatan tersebut bisa berupa perbedaan pengertian, pikiran, presepsi maupun perasaan dari masing-masing individu atau kelompok yang menerima maupun menyampaikan pesan.

b. Bentuk-bentuk Kesenjangan Komunikasi.

Komunikasi dalam keluarga tidak selamanya berjalan dengan mulus dan lancar seperti yang diharapkan. Seringkali dijumpai dalam suatu keluarga terjadi salah pengertian antara satu anggota dengan anggota lainnya mengenai pesan yang mereka sampaikan dalam berkomunikasi. Kesenjangan komunikasi atau hambatan dalam komunikasi terbagi menjadi 3 macam yakni:

1) Hambatan yang bersifat teknis adalah hambatan yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti :

(a) Kurangnya sarana dan prasarana yang diperlukan dalam proses komunikasi.

(b) Penguasaan teknik dan metode berkomunikasi yang tidak sesuai.

53

Hanif Basyriyah , “Konseling Keluarga dalam mengatasi kesenjangan komunikasi

antara menanantu dengan mertua di Desa Pabean Sadati Sidoarjo”(Skripsi, Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2007, hal. 07.


(61)

52

(c) Kondisi fisik yang tidak memungkinkan terjadinya proses komunikasi yang dibagi menjadi kondisi fisik manusia, kondisi fisik yang berhubungan dengan waktu atau situasi/ keadaan, dan kondisi peralatan.

2) Hambatan semantik yakni hambatan yang disebabkan kesalahan dalam menafsirkan, kesalahan dalam memberikan pengertian terhadap bahasa (kata-kata, kalimat, kode-kode) yang dipergunakan dalam proses komunikasi.

3) Hambatan perilaku disebut juga hambatan kemanusiaan. Hambatan yang disebabkan berbagai bentuk sikap atau perilaku, baik dari komunikator maupun komunikan. Hambatan perilaku tampak dalam berbagai bentuk, seperti :

(a) Pandangan yang sifatnya apriori (b) Prasangka yang didasarkan pada emosi (c) Suasana otoriter

(d) Ketidakmauan untuk berubah (e) Sifat yang egosentris54

c. Faktor-faktor Penyebab Kesenjangan Komunikasi

Komunikasi tidak selamanya akan memberi hasil yang diharapkan dan tidak sedikit pula komunikasi yang dilakukan tidak mendapat tanggapan atau respon seperti yang diinginkan. Adapun faktor-faktor penyebab kesenjangan komunikasi sebagai berikut:

54Jessica Gani, “

Pengaruh Hambatan Komunikasi Terhadap Kinerja Karyawan Hotel Midtown Surabaya”, Jurnal E-Komunikasi,(online), Vol 2, no. 1, (http://www.petra.ac.id,diakses 20 Januari 2014).


(62)

53

1) Hal-hal yang menyangkut sistematik yaitu pengertian kata-kata seringkali mengandung arti berbeda dari yang dimaksudkan oleh penyampaian pesan atau juru penerang. Bilamana kedua belah pihak baik si penyampai pesan maupun yang menerima pesan (pendengar) tidak memahami terminologi yang sama, maka komunikasi sulit diperoleh secara efektif. Dalam keadaan demikian maka terjadilah Communication Breakdown.

2) Hal-hal yang menyangkut pengalaman yakni pengalaman yang telah lalu sering kali menjadi penghambat terhadap komunikasi yang efektif. Dalam keadaan demikian seseorang sering mentafsirkan berbeda terhadap suatu keterangan pengalaman yang berbeda.

3) Struktur sosial dari mana si pemberi pesan atau atau juru penerang dan si penerima pesan atau keterangan berasal juga sering menimbulkan Communication Breakdown.

4) Self-imageyang bertahan atau tertutup pada perubahan. Dalam keadaan demikian orang kadang-kadang dalam menerima keterangan dari orang lain tetap cenderung untuk dipertahankan pendirian atau pendapatnya, bahkan keterangan tersebut disarankan sebagai ancaman, terutama bila mana seseorang berbeda di dalam lingkungan yang tidak aman, kecurangan terhadap orang lainpun timbul.55

55

Millard J. Bienvenve,Talking it Over at Home in Familly Communication, dikutip dari H.M Arifin,Psikologi Dakwah,(Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hal. 80


(63)

54

d. Ciri-ciri Kesenjangan Komunikasi

1) Tidak langsung (bertele-tele), tidak mengatakan maksud dan tujuan secara jelas.

2) Pasif (malu-malu, tertutup).

3) Antagonistis (marah-marah, agresif, atau bernada kebencian).

4) Kabur (pesan atau maksud yang disampaikan tidak jelas dan memerlukan penafsiran).

5) Tidak terbuka (maksud yang sesungguhnya tidak pernah diungkapkan secara terus terang).

6) Tidak secara lisan (pesan disampaikan melalui bahasa tubuh, bukan dengan kata-kata).

7) Satu arah (lebih banyak berbicara daripada mendengarkan).

8) Tidak responsif (sedikit/atau tidak ada minat terhadap pandangan atau kepentingan orang lain).

9) Tidak nyambung (tanggapan dan kebutuhan orang lain disalahartikan atau disalahtafsirkan).

10) Tidak jujur (perasaan, gagasan, atau keputusan diungkapkan dengan berbohong).56

4. Kesenjangan Komunikasi merupakan Masalah Bimbingan dan Konseling Islam.

WS. Winkel menyataan masalah adalah sesuatu yang menghambat, merintangi, mempersulit dalam usaha mencapai sesuatu. Bentuk kongkret dari

56

Ahmad Muchtar, penulisan makalah disajikan dalam diklat prajabatan Gol. III di Surabaya (Surabaya: Gedung Muchtaruddin, 2011), 13 juni - 02 Juli


(1)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

✁ ✂

3. Hasil akhir pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam dengan Rational

Emotive Behavior Therapy dalam mengatasi kesenjangan komunikasi

antara anak dan ayah tiri di desa Kalicilik Sukosewu Bojonegoro

dikategorikan berhasil. Hal ini dapat dilihat dari hasil prosentase sebanyak

83%, dan juga dapat dilihat dari perubahan yang ditunjukkan oleh konseli.

B. Saran

Mengingat pentingnya Bimbingan Konseling Islam dalam kehidupan,

maka peneliti akan memberikan saran-saran guna memberikan kesempurnaan

pada penelitian selanjutnya. Hal ini dikarenakan penelitian ini masih jauh dari

kesempurnaan sebab adanya keterbatasan peneliti baik dari segi pemahaman,

pemikiran maupun referensi.

1. Bagi konseli bahwa setiap masalah hendaknya diselesaikan secara

baik-baik dan jangan pernah menghindari masalah tersebut karena hal tersebut

bukan merupakan sebuah solusi. Percayalah Allah tidak akan memberikan

cobaan kepada hamba-Nya melebihi batas kemampuan.

2. Bagi konselor apabila menghadapi kasus seperti penelitian ini hendaknya

diperlukan waktu yang lebih lama untuk melakukan proses konseling, agar

hasil yang didapat atau tingkat keberhasilan lebih efektif.

3. Bagi pembaca pada umumnya penelitian ini diharapkan tidak hanya

sekedar menjadi referensi untuk dibaca, akan tetapi dipahami dan

mengambil pelajaran agar dalam menjalani kehidupan dapat menciptakan

pola komunikasi yang efektif, baik dalam kehidupan keluarga, kelompok,


(2)

4. Bagi peneliti selanjutnya apabila dalam penelitian ini ada banyak

kekeliruan mohon kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk


(3)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

Agung Candra Setiawan,

http://keluarga.com/keluarga/konflik-dalam-keluarga-penyebab-dan-cara-mengatasinya.diakses 12 April 2017

A. Juntika Nurihsan, dan Syamsu Yusuf, Landasan Bimbingan dan Konseling,

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010.

Aswadi, Iyadah dan Ta’ziyah Prespektif Bimbingan Konseling Islam, Surabaya :

Dakwah Digital Press, 2009.

Alwisol,Psikologi Kepribadian, Malang: UMM Press, 2009.

Anwar, Saifuddin,Metodologi Penelitian, Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 1998.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi

VI ,Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006.

Ahmad Muchtar, penulisan makalah disajikan dalam diklat prajabatan Gol. III di Surabaya (Surabaya: Gedung Muchtaruddin, 2011), 13 juni - 02 Juli

Basyriyah , Hanif “Konseling Keluarga dalam mengatasi kesenjangan

komunikasi antara menanantu dengan mertua di Desa Pabean Sadati

Sidoarjo”,Skripsi, Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2007.

B Fisher, Aubrey,Teori komunikasi, Bandung: cv Remaja Karya, 1989.

Bungin, Burhan, Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif Dan

Kualitatif ,Surabaya: Airlangga University Press, 2001.

Bakran Adz Dzaky, Hamdani, Psikoterapi Konseling Islam, Yogyakarta: Fajar


(4)

Corey, Gerald, Teori dan Praktek Konseling & Terapi, Bandung: Refika Aditama, 2009.

Departemen Agama RI, Al-Quran keluarga dan Terjemahannya, Bandung: CV

Media Fitrah Rabbani, 2009.

Dokumentasi desa Kemamang, Balen, Bojonegoro tahun 2014

Effendy,Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 1997.

Herdiansyah, Haris, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial,

Jakarta: Salemba Humanika 2010.

Hosniya, “Bimbingan Konseling Islam dalam menangani misskomunikasi antara

anak dan orang tua di Desa Jenangger Batang-Batang Sumenep”Skripsi, Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2010.

J. Moleong, Lexy, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2009.

Jessica Gani, “Pengaruh Hambatan Komunikasi Terhadap Kinerja Karyawan Hotel Midtown Surabaya”, Jurnal E-Komunikasi,(online), Vol 2, no. 1, http://www.petra.ac.id,diakses 20 Januari 2014.

Ketut Sukardi, Dewa, Pengantar Teori Konseling (Ghalia Indonesia: Jakarta,

1985.

Komalasari, Gantina dkk,Teori dan Teknik Konseling, Jakarta: Indseks, 2011.

Latipun,Psikologi Konseling,Malang: UMM Press, 2011.


(5)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Mashudi, Farid,Psikologi Konseling, Jogjakarta: IRCiSoD, 2013.

Millard J. Bienvenve,Talking it Over at Home in Familly Communication, dikutip

dari H.M Arifin,Psikologi Dakwah,Jakarta: Bumi Aksara, 2000.

Moh. Surya, dan Djumhur, Bimbingan dan Penyuluhan Di Indonesia Guidance

dan Caunseling,Malang: CV. Ilmu, 1975.

Mubarok, Ahmad, Al Irsyad an Nafsiy Konseling Agama Teori dan Kasus,

Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara, 2002.

Mulyana, Deddy,Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: Rosda, 2007.

Munir, Samsul Amir,Bimbingan dan Konseling Islam, Jakarta: Amzah, 2010.

Musnamar, Thohari, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islami,

Yogyakarta: UII Press, 1992.

Nazir, Moh,Metode Penelitian,Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998.

Rahim Faqih, Aunur, Bimbingan Konseling dalam Islam, Yogyakarta: UII

PRESS, 2004.

Rifa hidayah, dan Elfi Mu’awanah, Bimbingan Konseling Islami Di Sekolah

Dasar,Jakarta: Bumi Aksara, 2012

Sarwono, Jonathan Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Yogyakarta:

Graha Ilmu 2006.

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan

R &D,Bandung: Alfabeta, 2006.


(6)

Thoha, Miftah, Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998.

Willis, Sofyan S,Konseling Keluarga, Bandung: Alfabeta, 2013.

Winkel, W.s., Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Jakarta: PT.

Gramedia, 2007.

Winkel, W.s Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan di Sekolah


Dokumen yang terkait

Efektivitas Rational Emotive Behavior Therapy untuk Meningkatkan Self Esteem pada Siswa SMP Korban Bullying

11 143 314

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TEKNIK RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY DALAM MENGUBAH POLA HIDUP HEDONIS SEORANG MAHASISWA UIN SUNAN AMPEL SURABAYA.

1 4 115

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF DALAM MENGATASI SIBLING RIVALRY DALAM KELUARGA DI DESA GRABAGAN KECAMATAN TULANGAN KABUPATEN SIDOARJO.

0 0 119

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI BEHAVIOR UNTUK MENGATASI SIFAT TEMPERAMENTAL ANAK DI WRINGINANOM GRESIK.

0 3 114

BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN PENDEKATAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) UNTUK MENGATASI BURNOUT SYNDROME SEORANG PENGURUS DI UNIT KEGIATAN MAHASISWA PADUAN SUARA UIN SUNAN AMPEL SURABAYA.

0 2 110

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY DALAM MENANGANI KETERASINGAN SEORANG LESBI DI SEMOLOWARU SURABAYA.

0 4 112

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY DALAM MENANGANI SIKAP FEMINISME PADA SEORANG PEMUDA DI DESA BALONGMASIN KECAMATAN PUNGGINNG MOJOKERTO.

0 0 110

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF DALAM MENANGANI KEBENCIAN ANAK PADA AYAH DI WONOCOLO SURABAYA.

0 2 109

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN FAMILY THERAPY DALAM MENANGANI KESENJANGAN KOMUNIKASI ANTARA ANAK DENGAN AYAH DI DESA BOHAR KECAMATAN TAMAN KABUPATEN SIDOARJO : STUDI KASUS KESENJANGAN KOMUNIKASI ANTARA ANAK DENGAN AYAH YANG MENIKAH LAGI.

0 0 110

BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN PENDEKATAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK PENERIMA MANFAAT

0 0 16