HUBUNGAN KAJIAN KITAB MABADI’ AL-FIQHIYYAH DENGAN PEMAHAMAN SANTRI TENTANG IBADAH SHALAT MAKTUBAH DI PONDOK PESANTREN PUTRI SALAFIYAH SA’IDIYAH AROSBAYA BANGKALAN.

(1)

HUBUNGAN KAJIAN KITAB MABADI’ AL-FIQHIYYAH DENGAN PEMAHAMAN SANTRI TENTANG IBADAH SHALAT MAKTUBAH

DI PONDOK PESANTREN PUTRI SALAFIYAH SA’IDIYAH AROSBAYA

BANGKALAN

SKRIPSI

Oleh: UMMU KULSUM

NIM. D01211074

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 2015


(2)

(3)

(4)

(5)

HUBUNGAN KAJIAN KITAB MABADI’ AL-FIQHIYYAH DENGAN PEMAHAMAN SANTRI TENTANG IBADAH SHALAT MAKTUBAH

DI PONDOK PESANTREN PUTRI SALAFIYAH SA’IDIYAH AROSBAYA

BANGKALAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Ilmu Tarbiyah

Oleh: UMMU KULSUM

NIM. D01211074

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 2015


(6)

iv

ABSTRAK

Ummu Kulsum, NIM. D01211074, 2015. Hubungan Kajian Kitab Mabadi’ Al -Fiqhiyyah dengan Pemahaman Santri Tentang Ibadah Shalat Maktubah di

Pondok Pesantren Putri Salafiyah Sa’idiyah Arosbaya Bangkalan. Skripsi

Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1) Bagaimana pelaksananan kajian kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah di Pondok Pesantren Putri Salafiyah Sa’idiyah Arosbaya

Bangkalan tahun 2014-2015. 2) Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman santri tentang ibadah shalat maktubah. 3) Untuk mengetahui ada tidaknya antara hubungan kajian kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah dengan pemahaman santri tentang ibadah shalat

maktubah di Pondok Pesantren Putri Salafiyah Sa’idiyah Arosbaya Bangkalan.

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasional kuantitatif, dimana penelitian ini bertujuan untuk menemukan apakah terdapat hubungan dari dua variabel atau lebih, serta seberapa besar korelasi yang ada diantara variabel yang diteliti dengan menggunakan uji statistik kolerasi product moment. Sedangkan teknik instrumentnya menggunakan teknik observasi, dokumentasi, angket, tes dan interview. Populasi dalam penelitian ini adalah santri yang tengah mengkaji kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah yang berjumlah 117 santri yang terdiri dari 3 kelas, dan diambil sampel sebanyak 40 santri.

Setelah penelitian ini dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Pelaksanaan kajian kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah yaitu penulis peroleh dari hasil jawaban angket dengan prosentase 62,13%, yang mana standar penafsiran berkisar antara 40% sampai dengan 70% tergolong cukup baik, dalam arti pelaksanaan kajian kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah cukup baik. 2) Pemahaman santri tentang ibadah shalat maktubah yaitu penulis peroleh dari hasil tes pemahaman santri tentang ibadah shalat maktubah dengan nilai rata-rata (mean), 74.75, yang berkisar antara 70 sampai dengan 90 tergolong dalam kategori baik. 3) Dari hasil analisis data dapat diketahui hasil perhitungan rxy = 0,462 yang termasuk dalam kategori sedang. Kemudian pada tabel product moment dengan db 38, diperoleh pada taraf 5% = 0,320 dan taraf 1% = 0,413. Dengan demikian nilai rxy lebih besar dari nilai taraf 5% dan 1%, sehingga dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak, yakni antara variabel X (kajian kitab Mabadi’ Al-fiqhiyyah) dan variabel Y (pemahaman santri tentang ibadah shalat maktubah) terdapat korelasi positif. Dengan kata lain terdapat hubungan yang signifikan antara kajian kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah dengan pemahaman santri tentang ibadah shalat maktubah di Pondok Pesantren Putri Salafiyah Sa’idiyah Arosbaya Bangkalan.

Kata Kunci : Hubungan, Kajian Kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah, Pemahaman Santri, Ibadah Shalat Maktubah.


(7)

xi

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

PERSETUJUAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

ABSTRAK ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

DEKLARASI ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Kegunaan Penelitian... 9

E. Hipotesis Penelitian ... 10

F. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 11


(8)

xii

H. Sistematika Pembahasan ... 16

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Kajian Kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah ... 18

1) Pengertian Kajian ... 18

2) Eksistensi Kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah ... 20

3) Biografi Pengarang Kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah ... 21

B. Tinjauan Pemahaman Santri Tentang Ibadah Shalat Maktubah ... 23

1. Tinjauan Tentang Pemahaman Santri ... 23

2. Tinjauan Tentang Ibadah Shalat Maktubah ... 35

3. Dasar Hukum, Filsafat dan Hikmah Shalat ... 38

C. Tinjauan Tentang Konsep Ibadah Shalat dalam Kitab Mabadi’ Al -Fiqhiyyah 1. Shalat ... 46

2. Rukun-rukunnya Shalat ... 48

3. Yang Termasuk Sunnah-sunnahnya Shalat ... 50


(9)

xiii

D. Tinjauan Tentang Hubungan Kajian Kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah

dengan Pemahaman Santri Tentang Ibadah Shalat Maktubah di

Pondok Pesantren Putri Salafiyah Sa’idiyah Arosbaya Bangkalan ... 56

BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelilian ... 58

B. Jenis Penelitian dan Sumber Data ... 59

C. Teknik Penentuan Sumber Data ... 63

D. Teknik Instrument Pengumpulan Data ... 67

E. Teknik Analisis Data ... 72

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 77

1. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Sa’idiyah ... 77

2. Visi dan Misi Madrasah Pondok Pesantren ... 81

3. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Putri ... 82

4. Jalur dan Jenis Pendidikan ... 83

5. Kurikulum dan Pembelajaran ... 85

6. Keadaan Pengajar dan Pengurus ... 88

7. Keadaan Santri ... 100


(10)

xiv B. Penyajian Data

1. Penyajian Data Tentang Pelaksanaan Kajian Kitab Mabadi’ Al -Fiqhiyyah... 104 2. Penyajian Data Pemahaman Santri Tentang Ibadah Shalat

Maktubah ... 116 C. Analisis Data ... .. 124

1. Analisis Data Tentang Pelaksanaan Kajian Kitab Mabadi’ Al -Fiqhiyyah ... 124 2. Analisis Data Pemahaman Santri Tentang Ibadah Shalat Maktubah 127 3. Analisis Data Tentang Hubungan Kajian Kitab Mabadi’ Al

-Fiqhiyyah dengan Pemahaman Santri Tentang Ibadah Shalat

Maktubah di Pondok Pesantren Putri Salafiyah Sa’idiyah

Arosbaya Bangkalan ... 130 D. Pengujian Hipotesis ... 134

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 137 B. Saran-saran ... 138

DAFTAR PUSTAKA


(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Metode yang diterapkan pesantren pada prinsipnya mengikuti selera Kyai, yang dituangkan dalam kebijakan-kebijakan pendidikannya, dari perspektif metodik, pesantren terbagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok pesantren yang hanya menggunakan metode yang bersifat tradisional dalam mengajarkan kitab-kitab klasik. Kelompok kedua adalah pesantren yang hanya menggunakan metode-metode hasil penyesuaian dengan metode yang dikembangkan pendidikan formal. Kelompok ketiga adalah kelompok pesantren yang bersifat tradisional dan mengadakan penyesuaian dengan metode pendidikan yang dipakai dalam lembaga pendidikan formal.1 Dibandingkan kelompok pertama dan kedua, model pesantren pada kelompok ketiga itu menjadi kecenderungan akhir-akhir ini. Termasuk juga pondok pesantren Salafiyah

Sa’idiyah Arosbaya Bangkalan.

Kajian sama halnya dengan pembelajaran, namun kajian disini lebih kerap dikenal dengan hal yang berhubungan dengan agama. Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik, dimana pembelajaran terkait dengan bagaimana membelajarkan siswa atau bagaimana membuat siswa dapat belajar dengan

1

Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi,


(12)

2

mudah. Oleh karena itu pembelajaran dapat didefinisikan sebagaimana hubungan antara pengajar (guru) dan pihak yang di ajar (siswa) sehingga terjadi suasana yang kondusif, pihak siswa aktif belajar dan pihak guru aktif mengajar.2

Apa yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar sering disebut dengan prestasi belajar atau hasil belajar (Nana Sudjana: 1991). Pencapaian prestasi belajar atau hasil belajar siswa merujuk kepada aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Oleh karena itu, ketiga aspek di atas juga harus menjadi indikator hasil belajar.3

Seorang guru dituntut untuk dapat mengembangkan program belajar yang optimal, sehingga terwujud proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Belajar merupakan proses yang sangat penting dilakukan oleh siswa, karena tanpa adanya hasil belajar yang memadai mereka akan kesulitan dalam menghadapi berbagai tantangan dalam masyarakat.4

Hasil belajar siswa juga dapat berupa penilaian yang berupa angka sebagai indeks prestasi untuk mengetahui keberhasilan siswa. Hasil penilaian memberikan informasi balik, baik siswa maupun guru. Informasi tersebut memberikan gambaran tentang keberhasilan dan kelemahan-kelemahan serta kesulitan yang dihadapi oleh siswa dan guru. Kelemahan dalam hasil belajar ditafsirkan sebagai kurang tercapainya tujuan pengajaran. Dengan kata lain, ada sejumlah tujuan

2

Iskandar W, Kumpulan Pemikiran dalam Pendidikan, (Jakarta: Rajawali, 1982), h. 37.

3

Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 3.

4 Isma’il SM,

Strategi Pembelajaran Agama Islam bebasis PAIKEM, (Semarang: Rasail Media Group, 2008), h. 30.


(13)

3

yang mungkin tidak tercapai atau kurang mencapai target yang direncanakan sebelumnya.5

Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada dorongan siswa yang diamati dan di ukur dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan hasil sebelumnya. Hasil belajar ini dapat dilakukan dengan mengamati terjadinya perubahan tingkah laku tersebut setelah dilakukan penilaian.

Kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah merupakan nama sebuah kitab fikih. Fikih merupakan salah satu bagian dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang membahas langsung tentang tata cara ibadah dan hubungan sosial dengan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Fikih merupakan ilmu yang sering dan akan diterapkan setiap harinya, seperti bersesuci; baik hadats kecil maupun besar, shalat, puasa dan semua yang berkaitan dengan hal Ubudiyah, Muammalah, Munakahat dan juga Jinayat (tindak kriminal). Dengan demikian ibadah seseorang tidak akan diterima, misalkan shalat, zakat, atau puasa apabila tidak mengetahui hukum atau aturan-aturan dan tata caranya yang benar yang bersifat teknis, dari sinilah urgensinya ilmu fikih. Karena itu menjadi fardhu „ain bagi seorang Muslim untuk mempelajari dan menguasainya agar ibadah yang dilakukannya bisa sah, diterima dan yakin pelaksanaannya.

5

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan System, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 234.


(14)

4

Materi-materi fikih mayoritas mengajarkan bagaimana tata cara melakukan ibadah amaliah sehari-hari terutama dalam hal ibadah shalat. Shalat merupakan penghubung seorang hamba kepada penciptanya, dan shalat merupakan manifestasi penghambaan dan kebutuhan diri kepada Allah SWT. Dari sinilah shalat dapat menjadi media permohonan pertolongan dalam menyingkirkan segala bentuk kesulitan yang ditemui manusia dalam perjalanan hidupnya.6 Bahkan dalam al-Quran telah dijelaskan bahwa shalat bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, seperti yang terkandung dalam surat Al-Ankabut ayat 45 yang berbunyi:

ِءاَشْحَفْلا ِنَع ىَهْ َ ت َةاّصلا ّنِإ َةاّصلا ِمِقَأَو ِباَتِكْلا َنِم َكْيَلِإ َيِحوُأ اَم ُلْتا

ِرَكُْمْلاَو

َنوُعَ ْصَت اَم ُمَلْعَ ي ُّللاَو ُرَ بْكَأ ِّللا ُرْكِذَلَو

: توبك علا(

٥٤

)

Artinya: “Bacalah apa yang telah di wahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.7

6

Abdul Aziz Muhammad Azam dan Abdul Wahhan Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah; Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), cet. Ke-2, h. 145.

7

Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Diponegoro, 2011), cet. Ke-20, h. 401.


(15)

5

Adapun shalat yang dapat menahan dari perbuatan keji dan mungkar adalah shalat yang dilakukan dengan benar dalam bentuk sesempurna mungkin; baik itu dengan cara memenuhi rukun, syarat dan wajib serta hal-hal yang menyempurnakan shalat.

Shalat adalah jatidiri dalam diri seorang Muslim. Barang siapa menyia-nyiakannya, maka tidak ada gunanya dia sebagai Muslim, dia akan disebut orang Kafir atau murtad. Shalat adalah bagian daripada anggota badan.8 Shalat adalah tiang agama, prosentase kekokohan tiang agama kita itu dimulai dari bagaimana kita melakukan shalat dengan benar, sebagaimana yang telah di contohkan oleh Rasulullah kepada para sahabatnya.

Dewasa ini, ada sebagian orang yang melakukan shalat hanya dengan gerakannya saja sehingga ia belum di anggap telah melakukan shalat. Hal ini terjadi karena ia tidak paham dan tidak mendalami perkara agama. Akibatnya, ada rukun yang kurang atau ada bacaan yang tidak di baca dengan baik, padahal wajib

sesuai dengan tuntutan syari’ah. Maka seakan-akan dia belum shalat karena shalatnya rusak. Maka dari itu hendaklah kita membenahi shalat kita, mulai takbiratul ihram, sujud, rukuk dan bacaan-bacaannya hingga salam dan mereformasi shalat kita sehingga sesuai dengan petunjuk aslinya yaitu petunjuk dari Rasulullah SAW.

8Muhammad Rawwas Qal’ajhi, Mausu’ah Fiqhi Umar Ibnil Khatab r.a; Ensiklopedi Fiqih

Umar bin Khathab r.a, diterjemahkan oleh: M. Abdul Mujib AS, et.al, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 498.


(16)

6

Shalat yang sempurna adalah shalat yang sesuai dengan petunjuk (hadits) Rasul, dengan menghadirkan hati dan menunaikan apa yang seharusnya dilakukan dengan khusyu dan menghadirkan kehadiran Allah serta ikhlas dalam melakukannya. Namun keikhlasan dalam beribadah saja tidak menjamin keabsahan suatu ibadah tersebut; melainkan juga harus mengetahui ilmu tentangnya. Sebab setiap seseorang yang beramal tanpa ilmu, maka akan tertolak dan tidak diterima. Dari sini dapat disimpulkan bahwa orang yang melaksanakan shalat haruslah mengetahui rukun dan syarat-syaratnya, serta memahami dengan benar sesuai ketentuan. Jika seseorang telah memiliki atau mengetahui ilmu tentang shalat, kemudian melakukannya dengan menghadirkan hati; maka Insya Allah akan menciptakan dalam relung kalbunya suatu rahasia yang menjadikannya melakukan yang makruf dan tercegah dari yang mungkar. Dengannya ia akan gemar kepada ketaatan, dan benci kepada beragam kemaksiatan. Bila hal ini terjadi, berarti shalatnya telah berfungsi memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran, akhlak menjadi baik dan ikhlas beramal. Semua tergantung pada masing-masing diri kita. Setiap pribadi bertanggung jawab atas amalnya sendiri-sendiri, ia tidak akan bertanggung jawab atas amalan orang lain dan tidak akan dibebani beban orang lain. Maka dari sinilah sangat penting bagi seorang makhluk hidup mengetahui dan memperdalam pemahaman

ibadah shalat yang sesuai dengan aturan syara’, khususnya shalat maktubah


(17)

7

Berdasarkan penelitian, di Pondok Pesantren Salafiyah Sa’idiyah Arosbaya Bangkalan ini, ilmu fikih merupakan mata pelajaran wajib sehingga jam pelajaran fikih lebih banyak dibanding kajian lainnya, karena ilmu fikih dirasa sangat penting mengandung berbagai implikasi konkrit bagi pelaku keseharian individu maupun masyarakat. Kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah ini merupakan kitab fikih yang sangat mendasar bagi pemula yang ingin belajar, jadi tidak jauh kemungkinan bahwa terdapat kasus yang tidak diterangkan dalam kitab ini. Maka peneliti tergerak untuk melakukan sebuah penelitian terkait dengan isi kandungan kitab ini. Kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah ini menjelaskan tentang ilmu-ilmu fikih (hukum agama) meliputi thaharah, shalat, zakat, puasa dan haji. Namun karena keterbatasan waktu, peneliti memilih untuk mengkaji lebih dalam tentang bab shalat dalam kitab ini, khususnya shalat maktubah. Peneliti ingin mengetahui adakah hubungan yang siginifikan antara kajian kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah ini dengan pemahaman santri tentang ibadah shalat maktubah, yang dikolaborasikan dengan beberapa metode yang diterapkan di pesantren ini. Apakah kitab yang cukup mendasar ini sudah memenuhi persyaratan yang diperlukan atau tidak demi ketepatan suatu ibadah, khususnya ibadah shalat maktubah yang merupakan ibadah amaliah sehari-hari.

Dengan uraian di atas, maka penulis mengadakan penelitian dengan judul

“Hubungan Kajian Kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah Dengan Pemahaman Santri

Tentang Ibadah Shalat Maktubah Di Pondok Pesantren Putri Salafiyah Sa’idiyah


(18)

8

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan:

1. Bagaimanakah pelaksanaan kajian kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah di Pondok

Pesantren Putri Salafiyah Sa’idiyah Arosbaya Bangkalan tahun 2014-2015? 2. Bagaimanakah pemahaman santri tentang ibadah shalat maktubah?

3. Adakah hubungan antara kajian kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah dengan pemahaman santri tentang ibadah shalat maktubah di Pondok Pesantren Putri

Salafiyah Sa’idiyah Arosbaya Bangkalan?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan kajian kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah

di Pondok Pesantren Putri Salafiyah Sa’idiyah Arosbaya Bangkalan tahun 2014-2015.

2. Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman santri tentang ibadah shalat maktubah.

3. Untuk mengetahui hubungan kajian kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah dengan pemahaman santri tentang ibadah shalat maktubah di Pondok Pesantren Putri


(19)

9

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan atau manfaat yang akan di peroleh melalui penelitian ini antara lain:

1. Manfaat Akademik Ilmiah

Hasil peneltitan ini di harapkan dapat memberikan kontribusi dalam bidang ilmu pengetahuan dan mengembangkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam khususnya pada jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. 2. Manfaat Sosial Praktis

1) Informasi dari hasil penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat bagi lembaga pendidikan dalam mengembangkan visi, misi serta tujuan pendidikan.

2) Diharapkan dapat menjadi sumber dalam pelaksanaan pembinaan pengembangan sikap keberagaman pada santri serta untuk kemajuan pada bidang pendidikan.

3) Penelitian ini di harapkan dapat membantu santri menjadi insan kamil sesuai dengan tujuan pendidikan.

Untuk peneliti sendiri, di harapkan dapat di jadikan sebagai ilmu pengetahuan serta pengalaman yang berharga untuk masa depan.


(20)

10

E. Hipotesis Penelitian

Istilah hipotesis berasal dari kata “Hypo” yang artinya di bawah dan “Thesa” yang artinya kebenaran. Jadi hipotesa artinya di bawah kebenaran atau

kebenarannya masih perlu di uji lagi.9 Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian sampai data terkumpul.10

Berdasarkan anggapan dasar tersebut di atas, hipotesis itu sendiri dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Hipotesis Awal (Hipotesis Nol)

Hipotesis awal merupakan hipotesis yang mengandung pernyataan yang menyangkal dan biasanya ditulis dengan (Ho)

2. Hipotesis Alternatif (HipotesiS Kerja)

Adapun hipotesis untuk penelitian ini adalah:

a. Hipotesis Awal yaitu menyatakan adanya hubungan kajian kitab Mabadi’

Al-Fiqhiyyah dengan pemahaman santri tentang ibadah shalat maktubah di

Pondok Pesantren Putri Salafiyah Sa’idiyah Arosbaya Bangkalan.

b. Hipotesis alternatif yaitu menyatakan tidak adanya hubungan kajian kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah dengan pemahaman santri tentang ibadah shalat

maktubah di Pondok Pesantren Putri Salafiyah Sa’idiyah Arosbaya

Bangkalan.

9

Suharismi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), cet. Ke-13, h. 17.

10


(21)

11

F. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Masalah

1. Ruang Lingkup Penelitian

Variabel dalam penelitian adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.11 Dalam penelitian ini, peneliti membatasi ruang lingkup pembahasan sebagai berikut:

1) Obyek dari penelitian ini adalah kajian kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah dan hubungannya dengan pemahaman santri tentang ibadah shalat maktubah di Pondok Pesantren Putri Salafiyah Sa’idiyah Arosbaya Bangkalan. 2) Subyek Penelitian ini adalah seluruh santri putri kelas II Madrasah

Diniyah Pondok Pesantren Salafiyah Sa’idiyah Arosbaya Bangkalan tahun

ajaran 2014-2015. Pemilihan subyek populasi kelas II, dikarenakan kelas

I’dadiyah masih mempelajari Jilid satu yang isinya masih seputar perkenalan dasar tentang pelajaran jilid selanjutnya, dan kelas I masih pendalaman jilid satu dan melanjutkan jilid dua, sedangkan apabila penulis memilih kelas III keatas sudah tidak menggunakan kitab Mabadi’

Al-Fiqhiyyah.

3) Karena penelitian ini termasuk kuantitatif, maka harus menggunakan dua variabel; yaitu variabel X dan Y. Variabel X adalah kajian kitab Mabadi’

Al-Fiqhiyyah dan variabel Y adalah pemahaman santri tentang ibadah shalat maktubah yang diperoleh dari hasil perolehan angket, observasi dan interview.

11


(22)

12

2. Keterbatasan Penelitian

Dalam keterbatasan penelitian ini penulis menjalankan adanya kualitas

dan kuantitas Pondok Pesantren Putri Salafiyah Sa’idiyah Arosbaya

Bangkalan, macam-macam kualitas meliputi: a. Sejarah berdirinya

b. Visi dan Misi

c. Struktur Organisasi Pondok Pesantren d. Jalur dan Jenis Pendidikan

e. Kurikulum dan Pembelajaran

Sedangkan macam-macam kuantitas itu, meliputi: a. Keadaan Pengajar dan Pengurus

b. Keadaan Santri

c. Keadaan Sarana dan Prasarana

Sebenarnya masih banyak kualitas dan kuantitas yang ada di pesantren ini, namun karena keterbatasan waktu penelitian, maka peneliti hanya meneliti sebatas yang telah disebutkan di atas.


(23)

13

G. Definisi Operasional

Untuk menghindari adanya penafsiran yang berbeda, maka pada penelitian ini perlu ditegaskan beberapa istilah, diantaranya sebagai berikut:

1. Hubungan

Hubungan adalah keadaan yang berhubungan (keadaan yang berangkai antara yang satu dengan yang lain).12

2. Kajian

Kajian berasal dari kata “kaji” yang mendapat imbuhan-an sehingga menjadi kata-kata kajian. Dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti pelajaran, telaah ilmu atau hasil penelitian (terutama dalam hal agama).13 3. Kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah

Kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah adalah kitab yang berisi ilmu-ilmu fikih menyangkut perihal ibadah mengenai pengenalan dan pemahaman tentang tata cara thaharah, shalat, puasa, zakat, dan ibadah haji madzhab Imam

Syafi’i, yang terdiri dari empat juz atau jilid dan ditulis oleh Umar Abdul Jabbar.

4. Pemahaman

Pemahaman (comprehension) menurut Suharismi Arikunto adalah bagaimana seseorang mempertahankan, membedakan, menduga (estimates),

12

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 358.

13


(24)

14

menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menulis kembali, dan memperkirakan.14 Dengan pemahaman siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana diantara fakta dan konsep.

5. Santri

Santri adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan ilmu agama Islam di suatu tempat yang dinamakan pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai. Menurut bahasa istilah santri

berasal dari bahasa Sanskerta, “shastri” yang memiliki akar kata yang sama

dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan. Adapula

yang mengatakan berasal dari kata “cantrik” yang berarti para pembantu, begawan atau resi, seorang cantrik di beri upah berupa ilmu pengetahuan oleh begawan atau resi tersebut. Tidak jauh beda dengan seorang santri yang mengabdi di Pondok Pesantren, sebagai konsekuensinya ketua Pondok Pesantren memberikan tunjangan kepada santri tersebut.15

6. Ibadah Shalat Maktubah

Ibadah shalat, menurut bahasa; kata ibadah berarti patuh (al-tha’ah), dan tunduk (al-khudlu). Ubudiyah artinya tunduk dan merendahkan diri.

14

Suharismi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan; Edisi Revisi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet. Ke-IX, h. 118.

15

Makhfudli Ferry Efendi, Keperawatan Kesehatan Komunitas; Teori dan Praktik dalam Keperawatan, (Jakarta: Salemba Medika, 2009), h. 313.


(25)

15

Menurut Al-Azhari, kata ibadah tidak dapat di sebutkan kecuali untuk kepatuhan kepada Allah.16

Shalat menurut bahasa berarti doa, sedang menurut syara’ berarti

menghadapkan jiwa dan raga kepada Allah; karena takwa hamba kepada Tuhannya, mengagungkan kebesaran-Nya dengan khusyu dan ikhlas dalam bentuk perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam, menurut cara-cara dan syarat-syarat yang telah ditentukan.17

Shalat maktubah adalah shalat yang telah di tentukan waktunya oleh

Allah, yaitu dhuhur, ashar, maghrib, isya’ dan shubuh.

7. Pondok Pesantren

Pondok Pesantren terdiri dari dua kata yaitu pondok dan pesantren, pesantren adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu. Disamping itu kata

“pondok” juga berasal dari bahasa Arab “funduq” yang berarti hotel atau asrama.18

8. Salafiyah Sa’idiyah

Salafiyah Sa’idiyah adalah nama sebuah pesantren yang terletak di Jalan Aermata Buduran Arosbaya Bangkalan Madura.

16

Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2003), Cet. Ke-2, h. 17.

17Moh, Rifa’i,

Mutiara Fiqih, (Semarang: CV. Toha Putra, 1978), h. 79.

18

Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1994), H. 18.


(26)

16

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini, meliputi:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini membahas tentang latar belakang masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, hipotesis penelitian, ruang lingkup dan keterbatasan penelitian, definisi operasional dan sistematika pembahasan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Dalam bab ini membahas landasan teori meliputi: tinjauan tentang kajian kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah, tinjauan pemahaman santri tentang ibadah shalat maktubah, tinjauan tentang konsep ibadah shalat dalam kitab Mabadi’ Al -Fiqhiyyah, tinjauan tentang hubungan kajian kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah dengan pemahaman santri tentang ibadah shalat maktubah.

BAB III : METODE PENELITIAN

Dalam bab ini berisikan metode penelitian meliputi: rancangan penelitian, jenis penelitian dan sumber data, teknik penentuan sumber data, teknik instrumen pengumpulan data, dan teknik analisis data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

Dalam bab ini berisikan penjelasan tentang data dan temuan yang diperoleh dengan menggunakan metode dan prosedur yang telah di uraikan pada


(27)

17

bab tiga, yaitu tentang deskripsi data yang meliputi latar belakang dan obyek penyajian data.

BAB V : PENUTUP

Dalam bab ini menjelaskan tentang kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran yang berkaitan dengan penelitian.


(28)

18

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Tentang Kajian Kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah 1. Pengertian Kajian

Kajian berasal dari kata “kaji” yang mendapat imbuhan-an sehingga menjadi kata-kata kajian. Dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti pelajaran, telaah ilmu atau hasil penelitian (terutama dalam hal agama).19

Kajian sama halnya dengan pembelajaran, namun kajian disini lebih kerap dikenal dengan hal yang berhubungan dengan agama. Pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan, didalamnya terdapat interaksi antara berbagai komponen, yaitu pendidik, peserta didik dan materi pelajaran atau sumber belajar. Interaksi antara ketiga komponen utama ini melibatkan sarana dan prasarana seperti metode, media dan penataan lingkungan tempat belajar sehingga tercipta suatu proses pembelajaran yang memungkinkan tercapainya tujuan yang telah direncanakan.

Untuk memahami hakikat kajian atau pembelajaran, kita dapat melihatnya dari dua segi, yakni segi etimologis (bahasa) dan segi

terminologis (istilah).

Secara etimologis, Zayadi (2004:8) berpendapat bahwa kata pembelajaran merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, intruction yang

19


(29)

19

bermakna upaya untuk membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya (effort) dan berbagai strategi, metode dan pendekatan ke arah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Sedangkan dalam pengertian terminologis menurut Corey sebagaimana yang dikutip oleh Sagala (2006:61), merupakan suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus, atau menghasilkan respon dalam kondisi-kondisi tertentu, kajian atau pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan. Dari pengertian terminologis dapat dikatakan bahwa kajian atau pembelajaran merupakan sebuah sistem, yaitu suatu totalitas yang melibatkan berbagai komponen yang saling berinteraksi. Untuk mencapai interaksi pembelajaran sudah barang tentu perlu adanya komunikasi secara jelas antara pendidik dengan peserta didik sehingga terpadu dua kegiatan, yaitu kegiatan belajar mengajar (usaha pendidik) dengan kegiatan belajar (tugas peserta didik) yang berguna dalam mencapai tujuan pengajaran.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kajian atau pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik secara terprogram dalam desain intruksional (intructional design) untuk membuat peserta didik belajar secara aktif (student active learning) yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Karena kajian atau pembelajaran pada dasarnya merupakan kegiatan terencana yang mengkondisikan atau


(30)

20

merangsang seseorang agar bisa belajar dengan baik, dan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan bisa tercapai.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kajian merupakan pembelajaran yang berhubungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan agama, secara spesifik dapat diartikan kajian merupakan pembelajaran yang secara sistematis dan terpadu untuk mengetahui dan menganalisis secara mendalam hal-hal yang berkaitan dengan pokok-pokok ajaran agama, serta realitas pelaksanaannya dalam kehidupan.

2. Eksistensi Kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah

Kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah adalah kitab fikih bermadzhab Imam

Syafi’i, karangan Ustadz Umar Abdul Jabbar yang terbagi menjadi empat

jilid atau juz dan pertama kali ditulis pada bulan Rajab tahun 1353 H/ 1932 M. Kitab ini berisi tentang seputar ilmu hukum-hukum agama yang mendukung terhadap ibadah sehari-hari, misalkan dalam hal: thaharah, shalat, puasa, zakat, haji dan lain sebagainya.

Kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah biasa di gunakan oleh pelajar sekolah atau pesantren di Indonesia, terutama bagi pemula yang sesuai dengan nama kitab ini yakni Mabadi’ Al-Fiqhiyyah yang berarti dasar permulaan fikih. Kitab ini di susun oleh Ustadz Umar Abdul Jabbar dengan berpedoman kepada kemampuan yang sesuai dengan alam negara


(31)

21

Indonesia, juga mengingat apa yang menjadi kegemaran dan kekuatan akal fikiran para pelajar.20

Kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah saat ini tidak hanya di gunakan di pesantren-pesantren salaf, bahkan ada juga yang digunakan di sekolah formal yang biasanya di jadikan sebagai kegiatan ekstra yang dikembangkan menjadi kajian muatan lokal di sekolah-sekolah formal.

3. Biografi Pengarang Kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah (Umar Abdul

Jabbar)

Dalam sejarah pendidikan Islam, Syaikh ’Umar Yahya „Abdul Jabbar merupakan salah seorang „ulama Saudi Arabia yang telah menyusun buku-buku muqarrar berbahasa Arab untuk santri-santri pemula.

Umar Abdul Jabbar dilahirkan pada tahun 1320 H di Makkah Al-Mukarramah yang juga menjadi tempatnya tumbuh dan belajar.

Pendidikannya ditangani oleh para „ulama negeri Tanah Suci di zamannya.

Disamping itu, beliau juga masuk ke Madrasah „Askariyyah (kemiliteran) dan lulus dari fakultas kemiliteran di masa Syarif Al-Husain.

Di usianya yang masih tergolong muda, beliau berpindah ke Indonesia menjadi seorang penulis dan guru agama setelah sebelumnya sebagai seorang yang tumbuh di ketentaraan meski tidak luput dari

20

Ustadz Umar Abdul Jabbar, Terjemah Mabadiul Fiqih; Dasar Permulaan Fiqih Jilid Ke-1, diterjemahkan oleh: Anas Ali, et.al, (Surabaya: Salim Nabhan), h. 2.


(32)

22

pelajaran-pelajaran diniyah yang beliau terima dari para ulama di zamannya.

Beliau berguru pada beberapa ulama di Negeri ini, diantara yang beliau jumpai di Makkah adalah Ahmad Al-Khathib, Muhammad Nawawi Banten (mengajarkan kitab tafsirnya yang berjudul Murah Labid), Muhammad Mahfudz Tremes (mengajarkan beberapa kitabnya, seperti:

Mauhibah Dzil Fadhl, Al-Kaubah As-Sathi’), Uhaid bi Idris, Muhammad Patani, Muhammad Nur Patani, Mukhtar „Atharid Batavia dan lainnya.

Kemudian beliau juga berguru pada ulama-ulama lain dari penjuru

Negeri, diantaranya adalah: Muhammad „Ali Al-Maliki, Jamal Al-Maliki,

„Abbdussattar Ad-Dahlawi As-Salafi, Muhammad Sulaiman Hasbullah,

„Abdul Hamid Kudus, Yusuf Al-Khayyath, Muhammad Al-Marzuqi, Khalifah An-Nabhani, Abu Bakar Khauqir Al-Hindi As-Salafi, dan lain sebagainya.

Di Indonesia, beliau termasuk penulis buku-buku muqarrar

berbahasa Arab di Madrasah untuk jenjang pemula. Sampai detik ini, kita masih dapat menjumpai sejumlah buku-bukunya yang diajarkan hampir di seluruh Pesantren dan Madrasah Diniyah di Indonesia, termasuk Madrasah

tradisional, bahkan juga di Sekolah formal. Misalnya kitab “Khulashah Nurul Yaqin” dalam 2 Juz, “Al-Mabadi’ Al-Fiqhiyyah „ala Madzhab Al -Imam Asy-Syafi’i” dalam 4 juz, “Taqrib Al-Fiqh Asy-Syafi’i, Khulashah Itmam Al-Wafa’ fi Sirah Al-Khulafa, Al-Durus min Madhi Al-Ta’lim wa


(33)

23

Hadlirih bi Al-Masjidil Al-Haram, dan lain sebagainya. Selain itu, beliau juga mempunyai buku kamus biografi yang menghidangkan

biografi-biografi sejumlah ulama abad 14. Kamus biografi-biografi itu bertajuk “Siyar wa

Tarajim Ba’dh „Ulamaina fi Al-Qarn Ar-Rabi’ „Asyar Al-Hijrri”. Dalam

buku ini tidak hanya biografi ulama-ulama Timur Tengah saja yang terekam, namun juga ulama Timur Jauh (baca: Nusantara), India, Daghistan, dan lainnya.

Pada 16 Muharram 1391 H/ 1970 M, akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhirnya di Makkah Al-Mukarramah setelah sekian tahun melawat di Negeri fana ini, beliaupun di makamkan di Ma’la. Semoga Allah merahmati beliau dan menempatkannya di surga-Nya. Aamiin.21

B. Tinjauan Pemahaman Santri Tentang Ibadah Shalat Maktubah

1. Tinjauan Tentang Pemahaman Santri

a. Pengertian Pemahaman Santri

Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, pemahaman adalah sesuatu hal yang kita pahami dan kita mengerti dengan benar.22 Sedangkan menurut Sadiman, pemahaman merupakan suatu kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan,

21

Dari Artikel dalam Internet. Al-Mawardi. 2013, “Mewujudkan Dakwah Para Nabi dan Rasul”, dilihat di Https://Al-Mawardi.Wordpress.Com/2013/04/14 Jasa-Seorang-Ulama-Saudi-Terhadap-Pendidikan-Islam-di-Indonesia/ Diakses Pada 20 Juli 2015.

22

Amran YS Chaniago, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), Cet. Ke-V, h. 427.


(34)

24

menerjemahkan, atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya.23

Sedangkan pemahaman (comprehension) menurut Suharismi Arikunto adalah bagaimana seseorang mempertahankan, membedakan, menduga (estimates), menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menulis kembali, dan memperkirakan.24 Dengan pemahaman, peserta didik diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana diantara konsep-konsep.

Mengingat hal yang berkaitan dengan pemahaman, tentunya tidak akan luput dari proses belajar mengajar atau pembelajaran. Istilah belajar akan bermuara pada satu hal yaitu perubahan tingkah laku seseorang dengan kegiatan yang disengaja, disusun dengan sistematis dan terencana dengan melakukan serangkaian kegiatan. Maka belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif, dimana proses adaptasi tersebut akan menghasilkan hasil yang optimal apabila diberi penguat (reinforcer). Sedangkan mengajar merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan berlangsungnya proses belajar, atau sebagaimana definisi mengajar

23

Arif Sukadi Sadiman, Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Belajar, (Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa, 1946), h. 109.

24


(35)

25

menurut Smith; yaitu menanamkan pengetahuan atau keterampilan (Teaching is imparting knowledge or skill).25

Proses pembelajaran mengharuskan adanya interaksi diantara keduanya, yakni pendidik (teacher/murabbi) yang bertindak sebagai pengajar dan peserta didik (student/murid) yang bertindak sebagai orang yang belajar. Karena mengajar merupakan kegiatan yang mutlak memerlukan keterlibatan individu peserta didik. Karena guru yang mengajar dan peserta didik yang belajar merupakan “dwi tunggal” dalam perpisahan raga bersatu antara guru dan peserta didik. Sebagaimana kegiatan lainnya, kegiatan belajar mengajar berupaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan (pemahaman) siswa dalam mencapai tujuan yang diharapkan, maka evaluasi hasil belajar memiliki ranah-ranah yang terkandung dalam tujuan belajar menurut teori belajar Taksonomi Bloom yang meliputi tiga ranah beserta aspek-aspeknya, yaitu:

1) Ranah Kognitif (Cognitive Domain), yang meliputi aspek pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), penguraian (analysis), memadukan (synthesis), dan penilaian (evaluation).

2) Ranah Afektif (Affective Domain), yang berkaitan dengan aspek-aspek emosional (emotional) seperti perasaan (feeling), minat (interest), sikap (attitude), kepatuhan moral dan sebagainya.

25

Ali Muhammad, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2000), 13.


(36)

26

Kemudian aspek penerimaan (receiving/attending), sambutan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian (organization), dan karakter (characterization).

3) Ranah Psikomotor (Psychomotor Domain), meliputi aspek keterampilan (skill) yang melibatkan fungsi sistem saraf dan otot (noeromuscular system) dan fungsi psikis. Ranah ini terdiri atas kesiapan (readiness), meniru (imitation), membiasakan (habitual), menyesuaikan (adaptation) dan menciptakan (origination).26

Hasil belajar (pemahaman) merupakan tipe belajar yang lebih tinggi dibandingkan tipe belajar pengetahuan. Menurut Nana Sudjana, pemahaman dapat dibedakan menjadi tiga kategori, antara lain:

1) Tingkat terendah yakni pemahaman terjemahan, mulai menerjemahkan dari arti sebenarnya, mengartikan prinsip-prinsip. 2) Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yaitu

menghubungkan bagian-bagian terendah dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang bukan pokok.

3) Tingkat pemahaman ketiga merupakan tingkat pemahaman ektrapolasi. Memiliki tingkat pemahaman ekstrapolasi berarti seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat estimasi, prediksi, berdasarkan pada pengertian dan kondisi yang

26

Heri Gunawan, Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 118-124.


(37)

27

diterangkan dalam ide-ide atau simbol, serta kemampuan membuat kesimpulan yang dihubungkan dengan implikasi dan konsekuensinya.27

Mengenai pengertian santri, terdapat empat pendapat yang mengemukakan asal-usul kata santri, keempat pendapat tersebut adalah:

1) Berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru mengaji.

2) Berasal dari bahasa India shastri yang berarti orang yang tahu tentang buku-buku suci agama Hindu.

3) Berasal dari bahasa Sanskerta shastri yang berarti melek huruf. 4) Berasal dari bahasa Jawa cantrik yang berarti seseorang yang

selalu mengikuti seorang guru kemanapun ia pergi dengan tujuan agar dapat belajar suatu keahlian dari sang guru.28

Dalam perkembangan berikutnya, istilah santri digunakan untuk menyebut seseorang yang belajar agama di Pondok Pesantren, baik yang bermukim ataupun yang hanya sekedar datang untuk mengaji. Zamakhsyari Dhofier membagi jenis santri menjadi tiga kelompok. Pertama, santri murni atau disebut santri mukim, yaitu santri yang belajar dan tinggal di dalam Pondok Pesantren. Kedua, santri kalong yaitu santri yang tidak tinggal di dalam Pondok Pesantren tetapi secara reguler turut serta dalam setiap kegiatan yang ada di

27

Nana Sudjana, Penilaian Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), h. 24

28

Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 19.


(38)

28

Pondok. Ada juga yang mengartikan santri kalong adalah santri yang kalau malam ada di Pondok, kalau siang ada di rumahnya, hal ini dinisbatkan pada arti kalong sendiri yang berarti kelelawar yang hanya berani keluar dari sarangnya pada waktu malam. Ketiga, santri

musiman, yakni santri yang datang ke Pesantren pada saat-saat tertentu.29

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemahaman santri adalah: santri mampu memahami, mengerti, menerangkan, menyimpulkan, dan memberi contoh mengenai materi yang telah dipelajari sesuai dengan penjelasan gurunya, serta dapat mengimplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemahaman atau Hasil

Belajar Santri

Secara umum menurut Muhibbin Syah, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar atau pemahaman siswa, dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

1) Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/ kondisi jasmani (aspek fisiologis) dan rohani siswa (aspek psikologis); 2) Faktor ekternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan

di sekitar siswa, yang meliputi lingkungan sosial dan lingkungan nonsosial;

29


(39)

29

3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.30

Sedangkan menurut Uzer Usman dan Lilis Setiawati, mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman (hasil belajar) siswa meliputi:

Pertama, faktor yang berasal dari diri sendiri (internal factor), yang meliputi:

1. Faktor Jasmaniah (fisiologis) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Yang dimaksud faktor ini adalah panca indera yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, seperti mengalami sakit, cacat tubuh atau perkembangannya tidak sempurna, berfungsinya kelenjar tubuh yang membawa kelainan tingkah laku, dan;

2. Faktor psikologis, baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, yang terdiri atas:

a. Faktor intelektif yang meliputi faktor potensial, yaitu kecerdasan dan bakat serta kecakapan nyata;

30

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), h. 132.


(40)

30

b. Faktor non-intelektif yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat kebutuhan, motivasi, emosi dan penyesuaian diri;

c. Faktor kematangan fisik maupun psikis.

Kedua, faktor yang berasal dari luar diri (eksternal factor). Termasuk dalam faktor-faktor eksternal ini adalah:

1. Faktor sosial meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan lingkungan kelompok;

2. Faktor budaya, seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian;

3. Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah, fasilitas sarana dan prasarana serta fasilitas belajar, dan;

4. Faktor lingkungan spritual atau keagamaan.31

Menurut Suryabrata (1989:250) yang dikutip oleh Heri Gunawan, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar (pemahaman), harus di desain sedemikian rupa, sehingga dapat membantu proses pembelajaran belajar mengajar secara maksimal. Letak sekolah atau tempat belajar misalnya harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang telah ditentukan, seperti ditempat yang tidak terlalu bising, ramai, bangunannya juga harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.

31

Moch Uzer Usman dan Lilis Setiawati, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1993), h. 10.


(41)

31

Selanjutnya faktor metode belajar juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap pemahaman atau keberhasilan belajar. Apabila anak memiliki kebiasaan belajar yang baik, maka ia akan mampu mempelajari dan memahami setiap materi yang diajari guru di sekolah. Oleh karena itu, cara belajar memiliki peranan penting dalam menentukan keberhasilan anak dalam belajar. Dengan demikian, tinggi rendahnya kemampuan memahami dan prestasi anak dalam belajar banyak dipengaruhi oleh metode atau cara belajar yang digunakan. Adapun yang termasuk dalam faktor-faktor metode belajar antara lain adalah:

1. Kegiatan berlatih atau praktek. Berlatih dapat diberikan secara maraton (nostop) atau secara terdistribusi (dengan selingan waktu istirahat). Latihan yang dilakukan secara maraton dapat melelahkan dan membosankan, sedang latihan yang terdistribusi menjamin terpeliharanya stamina kegairahan dalam belajar.

2. Over learning and drill. Untuk kegiatan yang bersifat abstrak seperti menghafal atau mengingat, maka over learning sangat diperlukan. Over learning berlaku bagi latihan keterampilan motorik, dan drill berlaku bagi kegiatan berlatih abstraksi misalnya berhitung. Mekanisme drill tidak berbeda dengan over learning. 3. Resitasi selama belajar. Kombinasi kegiatan membaca dengan


(42)

32

membaca. Resitasi lebih cocok diterapkan pada belajar membaca dan hafalan.

4. Pengenalan tentang hasil-hasil belajar. Penelitian menunjukkan, bahwa pengenalan seseorang terhadap hasil atau kemajuan belajarnya adalah penting, seseorang akan lebih berusaha meningkatkan belajar selanjutnya.

5. Belajar dengan keseluruhan dan dengan bagian-bagian. Belajar dengan keseluruhan merupakan cara belajar yang dimulai dari umum ke khusus atau mulai dari keseluruhan ke bagian-bagian. Menurut beberapa penelitian, perbedaan evektifitas antara belajar dengan keseluruhan dengan bagian-bagian adalah belum ditemukan secara nyata. Namun demikian, apabila kedua prosedur itu dipakai secara simultan, ternyata belajar mulai dari keseluruhan ke bagian-bagian adalah lebih menguntungkan dari pada belajar mulai dari bagian-bagian. Hal ini dapat dimaklumi, karena belajar dengan mulai dari keseluruhan individu dapat menemukan set atau cara yang tepat untuk belajar. Disamping itu, anak dibiasakan untuk mencari dan menganalisa materi secara keseluruhan. Kelemahan metode keseluruhan adalah membutuhkan banyak waktu dan pemikiran sebelum belajar yang sesungguhnya sedang berlangsung.

6. Bimbingan dalam belajar. Bimbingan yang diberikan terlalu banyak kepada anak baik oleh guru atau orang lain cenderung


(43)

33

membuat anak menjadi ketergantungan. Bimbingan dapat diberikan batas-batas yang diperlukan oleh individu. Hal yang penting yaitu perlunya pemberian modal kecakapan pada individu, sehingga yang bersangkutan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan dengan sedikit saja bantuan dari pihak lain.

7. Kondisi-kondisi insentif. Insentif adalah obyek atau situasi eksternal yang dapat memenuhi motif individu. Insentif bukan tujuan melainkan alat untuk mencapai tujuan.32

c. Langkah-langkah dalam Memperbaiki Pemahaman Santri

1) Memperbaiki proses pengajaran

Langkah ini merupakan langkah awal dari meningkatkan proses pemahaman siswa (santri) dalam belajar. Perbaikan proses pengajaran meliputi: memperbaiki tujuan pembelajaran, materi pelajaran, metode dan media yang tepat serta evaluasi belajar. 2) Adanya kegiatan bimbingan belajar

Kegiatan bimbingan belajar merupakan bantuan yang diberikan kepada individu (santri) agar dapat mencapai taraf perkembangan dan kebahagiaan secara optimal.33 Kegiatan bimbingan ini hanya diberikan kepada siswa tertentu yaitu siswa yang dipandang memerlukan bimbingan.

32

Heri Gunawan, Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, h. 160-161.

33

Abin Syamsudin Makmur, Psikologi Kependidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2003), h. 238.


(44)

34

3) Penambahan waktu belajar

Berdasarkan penemuan John Charrol (1963) dalam observasinya mengatakan bahwa bakat untuk bidang studi tertentu di tentukan oleh tingkat belajar siswa menurut waktu yang telah disediakan pada tingkatan tertentu. Hal ini mengandung arti bahwa seorang siswa dalam belajarnya harus diberi waktu yang sesuai dengan bakat mempelajari pelajaran dan kualitas pelajaran itu sendiri. Sehingga dengan demikian siswa (santri) akan dapat belajar dan mencapai pemahaman secara optimal.

4) Motivasi belajar

Banyak para ahli yang menjelaskan tentang pengertian motivasi dari berbagai sudut pandang mereka masing-masing. Mc. Donal mengatakan bahwa, motivation is a energy change withim the person characterized by affective and anticipatory goal reaction. Yang artinya motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang di tandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan.34 Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan karena seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tak akan melakukan aktifitas dalam belajar.

Berdasarkan penjelasan tersebut penulis menarik kesimpulan bahwa dalam melakukan perbaikan pemahaman siswi dapat dilakukan

34


(45)

35

dengan cara memperbaiki proses pembelajaran (metode, strategi, tujuan maupun indikator pembelajaran), selain itu perbaikan juga dilakukan pada dalam diri siswi misalnya bakat, kemauan belajar dan motivasi belajar. Perbaikan siswa ini bertujuan, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai semaksimal mungkin.

2. Tinjauan Tentang Ibadah Shalat Maktubah

a. Pengertian Ibadah Shalat

Ibadah shalat secara terminologi adalah ucapan dan perbuatan yang ditentukan, yang dibuka dengan takbiratul ihram, dan ditutup dengan salam. Shalat dinamakan demikian karena mencakupnya shalat terhadap shalat secara etimologi yang bermakna doa.35

Adapun secara hakikinya, shalat ialah “berhadapan hati (jiwa)

kepada Allah, yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan didalam jiwa, rasa kebesaran dan kesempurnaan kekuasaan-Nya” atau mendhahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua-duanya.36

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan, ibadah shalat

merupakan bentuk penghubung seorang hamba kepada penciptanya yang merupakan manifestasi penghambaan dan kebutuh diri kepada Allah SWT., dan sebagai sarana komunikasi antara hamba dengan

35 Ibnu Aby Zein, Fiqih Klasik; Terjamah Fathal Mu’in, (Lirboyo: Lirboyo Press, 2015),

h. 1.

36


(46)

36

Tuhannya sebagai bentuk ibadah yang diawali dengan takbir dan di akhiri dengan salam menurut syarat, rukun yang telah ditentukan

syara’, serta merupakan penyerahan diri (lahir dan bathin) dalam rangka ibadah dan memohon ridha-Nya.

b. Pengertian Shalat Maktubah

Adapun Shalat Maktubah adalah shalat yang diwajibkan (shalat yang di fardhukan), yakni shalat lima waktu yang sudah di tentukan waktunya, yaitu dhuhur, ashar, maghrib, isya’ dan shubuh.37

Shalat yang di fardhukan secara individual berjumlah lima waktu setiap hari dan malam yang telah diketahui dari agama secara pasti. Orang yang menentangnya dihukumi kafir. Shalat lima waktu di fardhukan pada malam isra, setelah 10 tahun lebih 3 bulan kenabian Nabi Muhammad, tepatnya terjadi pada malam 27 bulan Rajab.

Kewajiban shalat maktubah ini hanya di bebankan kepada setiap orang Muslim mukallaf, yaitu seorang Muslim yang telah baligh, berakal, baik laki-laki maupun lainnya, dan orang yang suci dari dua hadats. Ritual ibadah shalat tidak diwajibkan bagi orang Kafir asli, anak kecil, orang gila, epilepsi, dan orang mabuk yang tidak ceroboh, karena tidak ada tanggungan bagi mereka, dan juga tidak wajib bagi seorang wanita yang haid dan nifas sebab tidak sah shalat dari mereka berdua. Tidak ada kewajiban mengganti shalat yang

37


(47)

37

ditinggalkan atas wanita haid dan nifas, namun wajib diganti bagi orang murtad dan orang yang ceroboh dalam hilangnya akal sebab mabuk.38

Adapun shalat wajib selain shalat lima waktu antara lain, adalah:

1) Shalat Nadzar, yaitu shalat yang di nadzarkan atau diikrarkan kepada Allah sebagai ungkapan syukur atas nikmat keberhasilan sesuatu.

2) Shalat Jenazah, yang berhukum fardhu kifayah yang apabila ada seorang Muslim meninggal dunia, maka kewajiban bagi kaum Muslim untuk menyolatkannya. Jika telah ada satu orang Muslim saja yang menyolatkan, maka hilanglah kewajiban Muslim lainnya, namun jika tidak ada satupun yang menyolatkan jenazah seorang Muslim, maka dosanya akan ditanggung oleh semua orang Muslim.

3) Shalat Jumat, yaitu shalat fardhu dua rakaat yang di kerjakan pada

waktu dhuhur hari jum’at sesudah dua khuthbah jum’at.39

Namun disini peneliti memberi batasan masalah yang akan diteliti yaitu terkait dengan hubungan kajian kitab Mabadi Al-Fiqhiyyah dengan pemahaman santri tentang ibadah shalat maktubah. Dan shalat maktubah disini, sesuai dengan definisi shalat maktubah

38

Ibnu Aby Zein, Fiqih Klasik,, h. 1-2.

39


(48)

38

dalam buku Fiqih Klasik; Terjemah Fathal Mu’in yang berarti shalat yang diwajibkan (shalat lima waktu).

3. Dasar Hukum, Filsafat dan Hikmah Shalat

1) Dasar Hukum Shalat

Dalam Al-Qur’an di jelaskan dasar hukum diwajibkannya

shalat sebagaimana firman Allah dalam Qur’an Surah An-Nisa: 103, yang berbunyi:

اَذِإَف ْمُكِبوُُج ىَلَعَو اًدوُعُ قَو اًماَيِق َّللا اوُرُكْذاَف َةاّصلا ُمُتْيَضَق اَذِإَف

اًباَتِك َنِِمْؤُمْلا ىَلَع ْتَناَك َةاّصلا ّنِإ َةاّصلا اوُميِقَأَف ْمُتَْ نْأَمْطا

ءاَسِلا(اًتوُقْوَم

:

۰۱٣

(

Artinya: “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Seseungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang di tentukan waktunya atas orang-orang yang

beriman”. 40

40


(49)

39

لا ِمِقَأَو ِباَتِكْلا َنِم َكْيَلِإ َيِحوُأ اَم ُلْتا

ىَهْ َ ت َةاّصلا ّنِإ َةاّص

ِنَع

َنوُعَ ْصَت اَم ُمَلْعَ ي ُّللاَو ُرَ بْكَأ ِّللا ُرْكِذَلَو ِرَكُْمْلاَو ِءاَشْحَفْلا

: توبك علا(

۴۵

)

Artinya: “Bacalah apa yang telah di wahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. an sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.41

وُقَو ىَطْسُوْلا ِةاّصلاَو ِتاَوَلّصلا ىَلَع اوُظِفاَح

ةرقبلا( َنِتِناَق ِّلِل اوُم

:

۸۳۲

)

Artinya : “Peliharalah segala salat (mu), dan (peliharalah)

shalat wusthaa. Berdirilah karena Allah (dalam salatmu) dengan

khusyuk.”42

Dalam As-Sunnah juga disebutkan:

41

QS. Al-Ankabut: 45

42


(50)

40

اَمُه َع ََاَعَ ت ُّللا َيِضَر ِب اّطَْْا ِنْبا ِّللا ِدبَع ِن ّْْرلا ِدبَع َِِا نَع

َُِِب : ُلوُقَ ي : َمّلَسَو ِيَلَع ِّللا ّلَص ِّللا َلوُسَر ُتعََِ : َلاَق

اًدّمَُُ ّنَاَو ِّللا ّاِإ َلِا َا نَا ِةَداَهَش :ٍسََ ىَلَع ِمَاسِإا

َلوُسَر

.َناَضَمَر ِموَصَو , ِتيَبلا ِجَحَو ,ِةاَكّزلا ءاِتبِاَو ,ِةَاّصلا ِم اَقِاَو ,ِّللا

)ملسم و يراخبلا اور(

Artinya: Dari Abi Abdurrohman „Abdullah bin Khathab ra,

berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda: “Islam dibangun

atas lima perkara: Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan haji ke baitullah, serta puasa di bulan

Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim)43

َلَع ُّللا ىّلَص ِّللا ُلوُسَر َلاَق( ِكِلاَم ْنَع

)َمّلَسَو ِْي

اَمَك اوُلَصَو :

)يراخبلا اور( يّلَصُأ ُِِمُتْ يَأَر

43

Imam Yahya Syarifuddin An-Nawawi, Syarah Al-Arba’in AN-Nawawiyah fi Al-Hadits Ash-Shahih An-Nabawiyah, (Dar Alqalam), h. 21.


(51)

41

Arti hadits: Dari Malik (Rasulullah telah bersabda): “Dan shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (H.R. Bukhari)

Melihat hadits diatas, kita tahu bahwa shalat yang kita lakukan harus sesuai dengan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.44

2) Filsafat Shalat

Maksud dari pembahasan filsafat shalat adalah mengenal dan meneliti bagaimana terkandung dalam ibadah shalat, dari mengungkap makna takbir sampai makna salam.

a. Makna Takbir

Ketika memulai shalat seseorang di perintahkan menghadap ke arah kiblat dengan wajahnya, sedang lainnya menghadap Allah semata tidak menoleh dan berpaling kepada-Nya, dan mengharap belas kasih Tuhan-Nya.45

Dan ketika mengucap takbir bahwa ia (pelaku shalat) memasuki kawasan suci spritual shalat, dan dengan mengucapkan takbir maka ia telah mengagungkan, memuliakan dan menganggap Allah lebih besar (agung) dari seluruh hamba-Nya dan menafikan sekutu atas-Nya.

44

Hasby Ash-Shidiqy, Pedoman Shalat,, h. 138.

45


(52)

42

b. Makna Rukuk

Tatkala seseorang yang shalat membungkukkan tubuh dan melakukan rukuk, pada hakikatnya ia mengakui kerendahan dirinya, dan dengan mengucap dzikir ketika rukuk, ia mengakui kebesaran dan keagungan Allah SWT., hal ini merupakan sebaik-baiknya bentuk keindahan diri seorang hamba di hadapan Al-Haqq.46 Sesempurnanya penghambaan rukuk adalah bahwa seorang yang sedang rukuk merasa kecil dan merasa hina di hadapan Tuhan yang ada di dalam hatinya itu menghapuskan segala kesombongan pada dirinya dan pada makhluk lain, serta mengagungkan Tuhannya yang tidak ada sekutu bagi-Nya.47

c. Makna Sujud

Disyariatkan dalam sujudnya untuk memberikan ubudiyah

setiap anggota badan sesuai dengan bagiannya dengan meletakkan dahimya di tanah, hatinya tunduk kepada Tuhannya, dan meletakkan anggota tubuhnya yang paling mulia, yaitu wajahnya di tanah, dalam keadaan tersebut hatinya mengikuti gerak tubuhnya. Hatinya bersujud kepada Allah sebagaimana badannya, wajahnya, kedua tangannya, kedua lututnya, dan kedua kakinya juga bersujud. Hamba yang sedang bersujud adalah hamba yang

46

Musthafa Khalili, Berjumpa Allah dalam Shalat, (Jakarta: Zahra, 2006), h. 87.

47


(53)

43

dekat, mendekatkan diri. Hamba yang paling dekat dengan Tuhannya adalah orang yang bersujud.48

Sujud adalah menundukkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Suci, meletakkan kepala di atas tanah, dan menganggap diri hina. Roh dan jiwa sujud adalah melepaskan hati dari belenggu berbagai perkara material dan fana, serta memutus ketergantungan pada keduniawian. Hakikat sujud adalah menjalin hubungan dengan Sang Sesembahan serta mencapai maqam yang terpuji. Sujud adalah keadaan dimana hamba teramat dekat dengan tuannya, dan merupakan sebaik-baiknya keadaan.49

d. Makna Tasyahud

Yang di maksud tasyahud ialah bacaan at-tahiyyat. “ At-Tahiyyah” ditafsirkan sebagai penghormatan kepada raja, terhadap

kekekalan dan kelanggengan raja.50 Sedangkan Allah memiliki sifat-sifat tersebut. Oleh karena itu, Dialah yang paling berhak mendapatkannya. Dia adalah raja yang memiliki kerajaan. Semua penghormatan yang di berikan kepada raja baik itu sujud, kekekalan, kelanggengan, pada dasarnya hanya milik Allah.

Tasyahud adalah pujian dan sanjungan kepada Allah SWT., juga pembaharuan dan pengulangan kesaksian atas ketuhanan

48

Musthafa Khalili, Berjumpa Allah dalam Shalat, h. 69.

49

Ibid., 98.

50


(54)

44

Allah SWT., dan kenabian Nabi Muhammad SAW., yang pada dasarnya penekanan terhadap Iman dan Islam.51

e. Makna Salam

Kata salam berasal dari kata silm yang berarti aman dan damai. Seseorang yang tunduk pada perintah ilahi, dan penuh kerendahan hati menjalankan ajaran agama Rasulullah SAW., maka ia akan aman dari berbagai bencana dunia dan siksaan akhirat.52

3) Hikmah Shalat

Shalat memiliki hikmah dan himmah yang begitu mendasar sebagai sumber hukum, hukum yang akan menampilkan bentuk kehidupan ideal penuh kedinamisan dan keharmonisan. Shalat berfungsi sebagai tonggak tegaknya bangunan hidup, bangunan megah yang memiliki sejuta ruang yang dibutuhkan bagi kehidupan dengan segala sendi-sendinya. Shalat bagi pelaksananya akan menggoreskan kedamaian dan ketenangan dalam kalbu, tak mudah mengadu, tak gampang goncang dan menggerutu apabila ada musibah yang menimpa, tetapi ia menyadari dengan kesadaran yang teramat dalam bahwa segala yang merundung manusia adalah cobaan dari sang Khalik, ujian pasti berakhir dengan kebahagiaan jikalau dihadapi dengan kebesaran dan kesabaran jiwa.

51

Musthafa Khalili, Berjumpa Allah dalam Shalat, h. 100.

52


(55)

45

Shalat sebagai tiang agama, penyangga bangunan megah lagi perkasa, sebagai cahaya terang keyakinan, obat pelipur ragam penyakit didalam dada dan pengendali serta pengarah segala problema yang membelenggu langkah-langkah kehidupan manusia, karenanya shalat dapat mencegah perilaku keji dan munkar, menjauhkan nafsu yang berkarakter condong pada kejelekan untuk mencampakkannya sejauh mungkin. Shalat merupakan suatu ibadah vertikal, baik dalam segi sosial masyarakat, kesehatan, atau segi fadhilah-fadhilah dalam kehidupan seorang muslim.53

C. Tinjauan Tentang Konsep Ibadah Shalat dalam Kitab Mabadi’ Al -Fiqhiyyah

Berikut ini merupakan konsep ibadah shalat dalam kitab Mabadi’ Al -Fiqhiyyah, hanya penulis paparkan dari jilid tiga, dikarenakan jilid satu dan jilid dua isinya hanya berkisar antara dasar-dasarnya saja, sedangkan untuk jilid empat belum dikaji oleh santri di Pondok Pesantren Putri Salafiyah

Sa’idiyah Arosbaya Bangkalan. Maka agar lebih sistematisnya, maka penulis

memilih jilid tiga sebagai landasan teori bab shalat dalam kitab Mabadi’ Al -Fiqhiyyah. Berikut ulasannya:

53

M. Asykuri Darusman, Kaifiyah dan Hikmah Shalat Versi Kitab Salaf (Pendidikan Shalat Lengkap), (Sidogiri: Sidogiri Press, 2002), cet. Ke-3, h. 137.


(56)

46

1. Shalat

a. Shalat Lima Waktu

Hukum shalat lima waktu adalah fardhu „ain atas setiap mukallaf, maka siapa yang menolak kewajiban shalat lima waktu, mereka adalah orang Kafir.

Bagi anak-anak supaya di perintahkan setelah mencapai umur 7 tahun dan hendaklah di pukul kalau meninggalkan setelah berusia 10 tahun.54

b. Hal-hal yang Menjadi Syarat Sahnya Shalat

1) Thaharah (dalam keadaan suci) dari kedua hadats (kecil maupun besar).

2) Thaharah badannya, pakaian dan tempatnya shalat dari semua benda najis.

3) Menutup aurat (yang termasuk aurat bagi laki-laki ialah anggota antara pusar sampai lutut, dan bagi perempuan merdeka (bukan hamba sahaya) ialah seluruh tubuhnya selain wajah dan kedua tapak tangan).

4) Menghadap kiblat, dan; 5) Waktu shalat telah masuk.

54


(57)

47

c. Waktu-waktunya Shalat

1) Waktu Shubuh, di mulai dari menyingsingnya fajar shadiq (fajar yang benar)55 hingga terbitnya matahari.

2) Waktu Dhuhur, di mulai dari tergelincirnya matahari hingga bayangan satu benda sama panjangnya dengan benda itu sendiri;

selain bayangan istiwa’ (bayangan istiwa’ tidak dapat di anggap).

3) Waktu Ashar, di mulai dari habisnya waktu dhuhur hingga terbenamnya matahari.

4) Waktu Maghrib, di mulai dari terbenamnya matahari hingga hilangnya awan merah.

5) Waktu Isya, di mulai dari hilangnya awan merah hingga menyingsingnya fajar shadiq.

d. Waktu-waktu yang di Makruhkan Melakukan Shalat Sunnah

Waktu-waktu yang di makruhkan melakukan shalat sunnah tanpa sebab (seperti: shalat sunnah muthlak) selain di Makkah, yaitu: 1) Sesudah shalat shubuh hingga terbitnya matahari.

2) Ketika terbitnya matahari hingga naik setinggi tombak.

3) Ketika istiwa’ (matahari tepat berada di tengah-tengah) kecuali pada hari jumat).

4) Sesudah shalat ashar hingga terbenamnya matahari.

55

Fajar Shadiq ialah cahaya yang nampak terang dari arah timur yang mana cahaya itu meluas sampai ke seluruh ufuk cakrawala dan terus naik ke langit dan makin lebih memancar cahaya sinarnya. Sebelum fajar shadiq nampak terlebih dahulu fajar kadzib (fajar yang dusta-tidak dapat di benarkan) yang pancaran sinarnya hanya sebentar kemudian lenyap.


(58)

48

5) Ketika menguningnya matahari hingga terbenam.56

2. Rukun-rukunnya Shalat

a. Rukun-rukunnya Shalat

1) Niat, diringi dengan mengucapkan takbiratul ihram.

2) Berdiri, bagi orang yang mampu melakukan dalam shalat fardhu. 3) Takbiratul ihram

4) Membaca al-fatihah 5) Rukuk dengan tuma’ninah 6) I’tidal dengan tuma’ninah

7) Sujud dua kali dengan tuma’ninah

8) Duduk antara dua sujud dengan tuma’ninah 9) Duduk akhir

10)Membaca tasyahud dalam duduk yang akhir

11)Membaca shalawat atas nabi Muhammad SAW., dalam duduk yang akhir

12)Menertibkan semua yang menjadi rukun-rukunnya shalat. 13)Mengucapkan salam yang pertama.

56


(59)

49

b. Syarat-syarat Niat

1) Jika shalat itu shalat fardhu, maka wajib adanya Qashad

(kesengajaan), dan Ta’yin (ketentuan), serta Niat mengerjakan shalat fardhu.

2) Jika shalat itu shalat sunnah yang di tentukan waktunya (ada sebabnya) semisal tahajjud, maka wajib adanya Qashad dan Ta’yin.

3) Jika shalat itu sunnah muthlak, maka wajib adanya Qashad saja.57

c. Syarat-syarat Membaca Al-Fatihah

1) Tertib secara berurutan 2) Muwalat

3) Menjaga tasydidnya

4) Tidak boleh lahin (salah mengucapkan huruf) yang nantinya dapat merubah arti.

5) Setidak-tidaknya bacaan itu dapat di dengar oleh pembaca itu sendiri.

6) Jangan sampai bacaan al-fatihah itu di tengah-tengahnya di selingi dzikir yang lain.

57


(60)

50

d. Syarat-syarat Rukuk

1) Kedua telapak tangannya dapat mendekap kedua lututnya

2) Jangan sampai orang yang rukuk itu meninggikan kepalanya, leher dan punggungnya serta merendahkan pantatnya dan memajukan dadanya.

e. Syarat-syarat Sujud

1) Orang yang sujud mengikutkan 7 anggota badannya (dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua ujung kakinya).

2) Dahinya supaya terbuka, tidak terhalang oleh sesuatu misalnya rambut, kopyah dan lain-lain.

3) Tidak bersujud di atas benda yang bergerak yang gerakannya di sebabkan oleh orang yang sedang shalat.58

3. Yang Termasuk Sunnah-sunnahnya Shalat

a. Hal-hal yang di Sunnahkan sebelum Shalat di Mulai

1) Adzan, untuk shalat fardhu, baik disaat bepergian (safir) atau menetap (hadhar) sesudah masuknya waktu shalat, kecuali shubuh karena shalat shubuh itu di sunnahkan memakai dua adzan. Adzan pertama di pertengahan malam, sedangkan adzan yang kedua setelah menyingsingnya fajar shadik yang berarti saat shubuh sudah masuk.

58


(61)

51

2) Iqamah, yang terus di lanjutkan dengan mengerjakan shalat.

3) Bersiwak, (menggundar dengan menggunakan batang kayu siwak), hukumnya sunnah untuk segala waktu, kecuali waktu sesudah tergelincirnya matahari bagi orang yang berpuasa.

4) Meletakkan Sutrah, (tanda penghalang) agar jangan ada orang yang berlalu di muka orang yang sedang shalat.59

b. Sunnah-sunnah bagi Orang yang Sudah Berada dalam Keadaan Shalat

Ada dua macam sunnah bagi orang yang sudah berada dalam

keadaan shalat, yaitu sunnah ab’ad dan sunnah hai’at.60

1) Sunnah-sunnah Ab’adnya Shalat

Tujuh hal yang termasuk sunnah ab’adnya shalat, yaitu:

1) Duduk pertama (dalam shalat Dhuhur, Ashar, Maghrib, dan

Isya’) setelah mendapat dua rakaat.

2) Membaca tasyahud di waktu duduk pertama.

3) Membaca shalawat atas Nabi SAW., di waktu duduk pertama. 4) Membaca shalawat yang ditujukan kepada keluarga Nabi

dalam tasyahud akhir.

5) Membaca qunut di waktu shalat shubuh dan di waktu melakukan shalat sunnah witir setelah pertengahan yang akhir

59

Umar Abdul Jabbar, Terjemah Mabadiul Fiqih, h. 47.

60


(62)

52

dari bulan Ramadhan (mulai dari malam ke-15 di bulan Ramadhan).

6) Membaca qunut dengan berdiri.

7) Membaca shalawat atas Nabi SAW., juga atas seluruh keluarga serta para sahabatnya dalam qunut.

Barang siapa meninggalkan salah satu dari

sunnah-sunnah ab’adnya shalat, maka hendaklah melakukan sujud sahwi (sujud karena lupa).

Sujud Sahwi, adalah sujud dua kali sesudah tasyahud akhir sebelum mengucapkan salam. Adapun yang menjadi sebab sujud sahwi adalah:

1) Dikarenakan meninggalkan sebagian dari ab’adnya shalat. 2) Melakukan sesuatu karena lupa, andaikan di sengaja sudah

tentu membatalkan shalat, misalnya: berbicara hanya sedikit dan pula disebabkan lupa.

3) Ragu-ragu dalam hal raka’atnya.

4) Tanpa sengaja orang itu memindahkan “rukun qauli

(golongan ucapan) walaupun bukan pada tempatnya, tetapi tidak membatalkan shalatnya, misalkan: mengulangi membaca fatihah dalam rukuk, sujud dan duduk).


(63)

53

2) Sunnah-sunnah Hai’atnya Shalat

Beberapa hal yang menjadi sunnah hai’atnya shalat, antara

lain adalah:

1) Mengangkat kedua tangan sejajar dengan kedua bahu ketika mengucapkan takbiratul ihram, ketika rukuk bangun dari rukuk dan ketika berdiri dari tasyahud awal.

2) Mendekapkan tangan kanan di atas punggung kiri di bawah dada.

3) Membaca doa iftitah.

4) Membaca ta’awwudz sebelum al-fatihah dan membaca ta’min sesudah al-fatihah.

5) Membaca surah sesudah al-fatihah untuk selain makmum yang dapat mendengar apa yang di baca oleh imamnya.

6) Mengeraskan bacaan al-fatihah dan surah pada tempatnya dan memperlahankan juga pada tempatnya.

7) Mengucapkan takbir di waktu turun dan naik. 8) Membaca tasbih dalam rukuk dan sujud.

9) Mengucapkan: “sami’allaahu liman hamidah...” dan seterusnya

di waktu i’tidal.

10)Mengangkat kedua tangan ketika membaca doa qunut. 11)Duduk Iftirasy dalam semua duduk.


(1)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil analisa dan penelitian diatas, maka disini dapat penulis sajikan kesimpulan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan kajian kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah yang penulis peroleh dari hasil jawaban angket dengan prosentase, 62,13%, yang mana standar penafsiran berkisar antara 40% sampai dengan 70% tergolong cukup baik, dalam arti bahwa pelaksanaan kajian kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah di Pondok Pesantren tersebut cukup baik.

2. Sedangkan pemahaman santri tentang ibadah shalat maktubah, yaitu penulis peroleh dari hasil tes pemahaman santri tentang ibadah shalat maktubah dengan nilai rata-rata (mean), 74.75, yang berkisar antara 70 sampai dengan 90 tergolong kategori baik.

3. Dari hasil analisis data dapat diketahui hasil perhitungan rxy = 0,462 yang

termasuk dalam kategori sedang. Kemudian pada tabel product moment

dengan db 38, diperoleh pada taraf 5% = 0,320 dan taraf 1% = 0,413. Dengan demikian nilai rxy lebih besar dari nilai taraf 5% dan 1%, sehingga

dapat disimpulkan bahwa Ha (Hipotesis alternatif) diterima dan Ho (Hipotesis nihil) ditolak, yakni antara variabel X (kajian kitab Mabadi’ Al -fiqhiyyah) dan variabel Y (pemahaman santri tentang ibadah shalat maktubah) terdapat korelasi positif. Dengan kata lain terdapat hubungan yang signifikan antara kajian kitab Mabadi’ Al-Fiqhiyyah dengan


(2)

138

pemahaman santri tentang ibadah shalat maktubah di Pondok Pesantren Putri Salafiyah Sa’idiyah Arosbaya Bangkalan.

B. Saran-saran

Dengan melakukan penelitian ini tentunya penulis mempunyai tujuan akademis yang diharapkan bermanfaat bagi semua pihak, namun penulis sangat menyadari bahwa hasil penelitian ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya konstruktif-motivatif yang ditujukan kepada penulis.

Berdasarkan penelitian ini, akhirnya penulis memberikan saran-saran untuk penulis sampaikan kepada obyek penelitian di Pondok Pesantren Salafiyah Sa’idiyah Arosbaya Bangkalan khususnya dan pendidikan luas umumnya. Adapun saran-sarannya adalah sebagai berikut:

1. Kepada Civitas Akademi untuk lebih aktif dalam proses belajar mengajar karena hal itu dapat meningkatkan wawasan dalam berpikir serta dapat mengasah kemampuan berkomunikasi didepan khalayak umum, tentunya dengan mempelajari pelajaran dengan giat.

2. Bagi Guru diharapkan untuk menerapkan metode yang mampu

meningkatkan minat dan motivasi belajar peserta didik, sehingga peserta didik mampu memahami materi yang disampaikan Guru dengan mudah sehingga peserta didik memperoleh nilai dan kompetensi diri secara maksimal. Dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengemukakan pendapat demi terasahnya tingkat pemahaman materi.


(3)

139

3. Bagi lembaga, semoga dengan rampungnya hasil penelitian ini, bisa menjadikan acuan agar bersama-sama terus melakukan pembenahan demi terwujudnya pendidikan yang holistic-integral, duniawi-ukhrawi, sehingga mampu mencetak peserta didik yang berilmu, beramal dan bertakwa kepada Allah SWT.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharismi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan; Edisi Revisi.

Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharismi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

An-Nawawi, Imam Yahya Syarifuddin. Syarah Al-Arba’in AN-Nawawiyah fi Al-Hadits Ash-Shahih An-Nabawiyah. Dar Alqalam.

Ash-Shidiqy, Hasby. 1976. Pedoman Shalat. Jakarta: Bulan Bintang.

Azam, Abdul Aziz Muhammad dan Hawwas, Abdul Wahhan Sayyed. 2010. Fiqh Ibadah; Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji. Jakarta: Bumi Aksara. Chaniago, Amran YS. 2002. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka

Setia.

Darusman, M. Asykuri. 2002. Kaifiyah dan Hikmah Shalat Versi Kitab Salaf (Pendidikan Shalat Lengkap). Sidogiri: Sidogiri Press.

Departemen Agama RI. 2011. Al-Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahannya.

Bandung:Diponegoro.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Depdikbud. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Dekdikbud. 1996. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: IKIP Malang.

Dhofier, Zamakhsari. 1994. Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Drajat, Zakiyah. 2001. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Efendi, Makhfudli Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas; Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Gunawan, Heri. 2012. Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung: Alfabeta.


(5)

Hadi, Sutrisno. 1980. Metodologi Research Jilid I. Yogyakarta: Andi Offiset.

Hamalik, Oemar. 2003. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan

System. Jakarta: Bumi Aksara.

Jabbar, Umar Abdul. Terjemah Mabadiul Fiqih; Dasar Permulaan Fiqih Jilid I, diterjemahkan oleh: Anas Ali, et.al. Surabaya: Salim Nabhan.

Khalili, Musthafa. 2006. Berjumpa Allah dalam Shalat. Jakarta: Zahra.

Madjid, Nurcholish. 1997. Bilik-bilik Pesntren; Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta:Paramadina.

Makmur, Abin Syamsudin. 2003. Psikologi Kependidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Mardalis. 1995. Metode Penelitian; Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara. Mastuhu. 1987. “Prinsip Pendidikan Pesantren”, dalam Dinamika Pesantren.

Jakarta: LP3EM.

Mawardi, “Mewujudkan Dakwah Para Nabi dan Rasul”, Https://Al-Mawardi.Wordpress.Com/2013/04/14 Jasa-Seorang-Ulama-Saudi-Terhadap-Pendidikan-Islam-di-Indonesia/ diakses pada tanggal 20 Juli 2015.

Muhammad, Ali. 2000. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Mujamil, Qomar. 2006. Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi. Jakarta: Erlangga.

Nasution, Mustafa Edwin dan Usman, Hardwin. 2006. Proses Penelitian Kuantitatf. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Nasution, S. 1996. Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara.

NK, Roetiyah. 2004. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Poewirdanto. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Qal’ajhi, Muhammad Rawwas. 1999. Mausu’ah Fiqhi Umar Ibnil Khatab r.a;

Ensiklopedi Fiqih Umar bin Khathab r.a, diterjemahkan oleh: M. Abdul Mujib AS, et.al. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


(6)

Sadiman, Arif Sukadi. 1946. Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Belajar.

Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.

Singaribun, Masri dan Efendi, Sofyan. 1990. Metodologi Penelitian Survey. Jakarta: CV. Pustaka LPES.

SM, Isma’il. 2008. Strategi Pembelajaran Agama Islam bebasis PAIKEM. Semarang: Rasail Media Group.

Soepono, Bambang. 1997. Statistik Terapan; dalam Penelitian ilmu-ilmu Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana, Nana. 1995. Penilaian Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Sugiyono. 1980. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bulan Bintang. Surakhmat, Winarmo. 1994. Pengantar Penelitian Ilmiyah. Bandung: Tarsito.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Syarifuddin, Amir. 2003. Garis-garis Besar Fiqih. Jakarta: Kencana.

Tohirin. 2005. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Usman, Moch Uzer dan Setiawati, Lilis. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Walgito, Bimo. 1989. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolahan. Yogyakarta: Andi Offset.

W, Iskandar. 1982. Kumpulan Pemikiran dalam Pendidikan. Jakarta: Rajawali. Zein, Ibnu Aby. 2015. Fiqih Klasik; Terjamah Fathal Mu’in. Lirboyo: Lirboyo

Press.

Zuhairini, dkk. 1983. Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam. Surabaya: Usaha Nasional.