Analisis Putusan Pengadilan Negeri Pinrang no. 02/pid. b/2016/pn. pin. tentang kelalaian berkendara yang mengakibatkan kematian di tinjau dari hukum positif dan hukum islam.

(1)

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PINRANG NO. 02/PID. B/2016/PN. PIN. TENTANG KELALAIAN BERKENDARA YANG MENGAKIBATKAN

KEMATIAN DI TINJAU DARI HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

SKRIPSI

OLEH SYAIHOL U NIM: C03212029

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

JURUSAN HUKUM PUBLIK

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM (JINAYAH) SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Analisi Putusan Pengadilan Negeri Pinrang no. 02/pid.

B/2016/pn. Pin. Tentang Kelalaian Berkendara Yang Mengakibatkan Kematian Di

Tinjau Dari Hukum Positif Dan Hukum Islam” Skripsi ini merupakan penelitian

untuk menjawab pertanyaan, 1) Bagaimana pertimbangan Hukum hakim terhadap Putusan Negeri Pinrang no. 02/pid. B/2016/pn. Pin ? 2) Bagaimana Pandangan Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Pinrang No. 02/pid. B/2016/pn. Pin ?

Dengan adanya permasalahan di atas, maka penyusun mengkaji dan meneliti untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan menggunakan metode penelitian Normatif kepustakaan (library research), teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi atau penelaahan terhadap buku, Undang-undang, catatan, dan laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang akan dipecahkan. Sedangkan untuk menganalisis hasil penelitian menggunakan teknik deskriptif analisis verifikatif dengan pola pikir deduktif, yaitu dengan cara memaparkan data dengan jelas dalam hal ini data terkait dengan Surat Putusan Pengadilan Pinrang.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa hukuman dirasa terlalu rendah. Hal ini diambil berdasarkan unsur – unsur yang terdapat dalam kasus tersebut dan juga melihat fakta – fakta pesidangan. Selain korban meninggal dunia dalam kasus tersebut terdapat korban luka-luka berat dan kerusakan barang juga, Namun dalam surat dakwaan hanya tercantum Pasal 310 Ayat (4) sedang untuk luka-luka Ayat (2) dan (3) tidak dicantumkan. Dalam hukum Islam sanksi terhadap pengendara bermotor karena kealpaannya menyebabkan kecelakaan lalu lintas dan mengakibatkan orang lain meninggal dunia termasuk dalam pembunuhan karena kesalahan dihukum dengan diyat dengan syarat telah mendapatkan pemaafan dari keluarga korban

Semoga masyarakat bisa lebih mengerti dan mematuhi UU. No. 22 tahun 2009 dan hakim juga diharapkan bisa mengkaji kembali mengenai pemberian hukuman yang tinggi apakah bisa lebih memberikan efek jera atau lebih menjamin efek jera kepada pelaku tindak pidana.


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah ... 9

C. Rumusan Masalah ... 10

D. Kajian Pustaka ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 13

G. Definisi Operasional ... 13

H. Metode Penelitian ... 14

I. Tehnik Pengolahan Bahan Hukum ... 17


(8)

BAB II SANKSI PIDANA BAGI PELAKU KELALAIAN BERKENDARA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAMA DAN UU

NO.22 TAHUN 200 DAFTAR PUSTAKA ... 21

A. Kecelakaan Lalu Lintas ... 21

B. Kelalaian atau Kealpaan menurut Hukum pidana Islam ... 32

C. Kelalaian menurut Undang-undang UU. No 22 Tahun 2009 ... 52

D. Ancaman pemidanaan menurut UU. No 22 Tahun 2009 ... 57

BABIII PENERAPAN PASAL 310 DALAM PUTUSAN NO. 02/PID.B/2016/PN. PIN. TENTANG TINDAK PIDANA KELALAIAN BERKENDARA YANG MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA, LUKA BERAT, LUKA RINGAN DAN KERUSAKAN BARANG A. Deskripsi Kasus ... 60

B. Keterangan Saksi ... 62

C. Pertimbangan Hukum Hakim Terhadap Kasus Kelalaian Yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia, Luka Berat, Luka Ringan Dan Kerusakan Barang ... 65

D. Hal-hal yang Meringankan dan Memberatkan ... 69

E. Amar Putusan ... 71

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENERAPAN PASAL 310 TERHADAP PUTUSAN NO. 02/PID.B/2016/PN. PIN. PERIHAL KELALAIAN BERKENDARA YANG MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA, LUKA BERAT, LUKA RINGAN, DAN KERUSAKAN BARANG ... 37

A. Analisis Terhadap Putusan Hakim dalam Kasus Kelalaian Berkendara yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia, Luka Berat, Luka Ringan, dan Kerusakan Barang ... 37


(9)

B. Analisis Hukum Islam Terhadap Sanksi Hukum Bagi Pengendara yang melakukan kelalaian ... 82 BAB V PENUTUP ...

A. Kesimpulan ... 94 B. Saran ... 95 DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lalu lintas merupakan sarana komunikasi masyarakat yang memegang peranan vital dalam memperlancar pembangunan dan roda perekonomian. Karena dengan adanya lalu lintas tersebut, memudahkan akses kita dalam melakukan kegiatan pemenuhan perekonomian. Tanpa adanya lalu lintas, dapat kita bayangkan bagaimana susahnya untuk pergi ke tempat kerja, sekolah dan aktifitas lainya. Tidak ada satupun pekerjaan tanpa meliputu penggunaan lalu lintas. Begitu besarnya manfaat lalu lintas dalam kehidupan sehari-hari. Jalan raya merupakan suatu sarana bagi manusia untuk mengadakan hubungan antara tempat yang satu dengan tempat yang lain, dengan mempergunakan berbagai jenis kendaraan baik yang bermotor maupun yang tidak bermotor. Di Indonesia jalan merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berbeda dalam pengaruh pelayanan dalam satu hubungan hirarki.1

Sebelum orang mengenal alat transportasi, perhubungan dari tempat ke tempat yang lain dilakukan dengan cara jalan kaki, sedangkan untuk mengangkut barang atau hasil buruan dengan memanggulnya di bahu. Seiring

1


(11)

berkembangnya zaman, alat transportasi mulai di temukan. Dan perkembangan alat transportasi semakin hari semakin bertambah. Penggunanyapun beragam, mulai dari pelajar, pegawai, karyawan, dan profesi lainya. Bagi mereka alat tranportasi sangatlah penting untuk mempermudah dan mempercepat dalam beraktifitas sehari-hari. Ditambah dengan bermacam jenis, bentuk, model serta keunggulanya masing-masing. Pentingnya transportasi tersebut tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan akan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang dari dan ke seluruh pelosok tanah air, bahkan dari dan ke luar negeri. Disamping itu transportasi juga berperan sebagai penunjang, pendorong, dan penggerak bagi pertumbuhan daerah yang berpotensi, namun belum berkembang, dalam upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya.

Dibalik manfaat lalu lintas dan transportasi tersebut, terdapat juga berbagai permasalahan yang berkaitan dengan penggunaan jalan raya. Salah satu permasalahan dalam lalu lintas yaitu apa yang disebut kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas dapat terjadi karena beberapa faktor, antara lain faktor manusia, pemakai jalan, faktor kendaraan, faktor jalan, dan factor lingkungan maupun alam. Diantara faktor-faktor tersebut faktor manusia yang paling menentukan. Kelemahan yang timbul dari faktor-faktor tersebut dapat diatasi, apabila pengemudi berhati-hati, taat pada peraturan lalu lintas, dan selalu mengecek kondisi kendaraan.

Masalah yang dihadapi saat ini masih tingginya kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Sementara itu di Indonesia, setiap tahun sekitar 9.000 nyawa


(12)

melayang sia-sia akibat kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Data tersebut menunjukkan bahwa 25 orang tewas setiap hari atau satu orang meninggal dunia di jalan raya setiap satu jam.2

Faktor kelalaian manusia dalam kecelakaan lalu lintas di jalan raya memainkan peranan penting. Ketidak seimbangan pertumbuhan jumlah penduduk dan peningkatan kegiatan sosial ekonomi masyarakat dengan sulitnya penambahan ruas jalan akan mengalami peningkatan yang selanjutnya membawa akibat meningkatnya volume lalu lintas di jalan raya. Meningkatnya volume lalu lintas di jalan raya yang tidak seimbang dengan daya tampung prasarana jalan menimbulkan pelanggaran, kemacetan dan kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban jiwa.3

Dalam hukum pidana, kelalaian atau culpa terletak antara sengaja dan kebetulan, culpa dipandang lebih ringan daripada sengaja, hukuman dari akibat perbuatan kelalaian atau culpa diadakan pengurangan hukuman pidana. Maksud dari pembunuhan karena kealpaan atau kelaian itu sendiri adalah suatu perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang bukan karena kehendaknya untuk melakukan tindak pidana tersebut. Tetapi karena ketidak hati-hatiannya sehingga mengakibatkan orang lain jadi korban. Jadi,

2

Kompas Cyber Media, Setiap Hari 25 Orang Mati di Jalan,

http://www.kompascommunity.com/index.php?fuseaction=home.detail&id=19806&section, 23 September 2016, 21.15 WIB.

3


(13)

pengendara tidak dikategorikan masuk kedalam unsur kesengajaan tetapi masuk dalam unsur kelalaian.4

Masalah-masalah kelalaian atau culpa dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dijelaskan pada ketentuan pasal 359 dan 360, yaitu:

1. Pasal 359. Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.

2. Pasal 360. Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat dihukum dengan hukuman penjara selamalamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.5

Dari uraian pada Pasal 359 dan 360 dapat disimpulkan bahwa apabilala kelalaian atau culpa pengemudi itu mengakibatkan orang lain atau korban meninggal dunia ancaman pidananya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 359 KUHP.

Namun dengan seiring berjalanya waktu, pemerintah juga memiliki Undang-Undang yang disesuaikan dengan kebutuhan peraturan perundangan tentang lalu lintas dan angkutan jalan yang mengatur tentang lalu lintas lebih spesifik dalam Undang-undang Republik Indonesia No.22 Tahun 2009.

4

Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), 65

5

R. Soesilo, KUHP serta komentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal, Bogor: Politeia. 1980, h.214


(14)

Sejak adanya UU tersebut kebanyakan pelaku kecelakaan yang diakibatkan kelalaian pengemudi tidak lagi dikenakan pasal 359 KUHP yang berbunyi:

“Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang mati, dihukum

dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun.”

Melainkan dikenakan pasal 310 dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang berbunyi:

1. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan kerusakan kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah). 2. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena

kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah).

3. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).


(15)

4. Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).6

Dalam Pasal 310 UU RI No 22 Tahun 2009 dari ayat 1 sampai ayat 4 dijelaskan sanksi-sanksi pidana bagi pengemudi yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dari akibat yang ditimbulkan luka ringan sampai meninggal dunia. Dalam undang-undang ini juga diatur mengenai hak, kewajiban serta tanggungjawab para penyedia jasa terhadap kerugian pihak ketiga sebagai akibat dari penyelenggaraan angkutan jalan. Karena dalam perkembangannya, pelaku tindak pidana lalu lintas jalan ini berkewajiban memberikan santunan kepada korbannya. Memang santunan bagi korban tindak pidana lalu lintas jalan pada saat ini seperti sudah menjadi kewajiban, apalagi jika sipelaku adalah orang yang mempunyai kedudukan ekonomi kuat atau dengan kata lain mempunyai uang yang lebih.

Kasus kecelakaan lalu lintas yang akan menjadi bahan skripsi penulis adalah kasus kecelakaan yang bertempat di Kamp. Padanglampe, Desa Samaulue, Kecamtan Lanrisang, Kabupaten Pinrang yang terjadi pada hari Kamis tanggal 25 Juni 2015 sekitar pukul 21.00 Wita. Pada awalnya terdakwa berangkat dari sawah hendak pulang kerumah dengan mengendarai sepeda

6

UU RI NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN, Bandung: Citra Umbara, 2010, h.143.


(16)

motor Honda No. Pol. DD 6519 AG melintas dari arah selatan menuju ke Utara dengan kecepatan 40-50 km per jam. Namun kelengkapan sepeda motor terdakwa tidak memiliki lampu depan dengan hanya menggunakan lampu gantung yang tidak berfungsi dengan baik, lalu terjadi tabrakan antara sepeda motor yang di kendarai oleh terdakwa Nurdin dengan sepeda motor dari arah berlawanan yang dikendarai oleh korban Syamsir yang berboncengan dengan lel. Muh. Wahid yang mengakibatkan syamsir terlempar dan tidak sadarkan diri dan terdakwa juga terjatuh di tengah jalan.

Sehingga kasus dengan No. Perkara: 02/Pid.B/2016/PN. Pin. Tindak pidana mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya menyebabkan orang lain meninggal dunia dalam putusan hakim dijerat dengan pasal 310 ayat (4) UU No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.

Dalam hukum pidana islam juga membahas tentang bagaimana tindak pidana atau yang dilakukan dengan kelalaian atau secara tidak sengaja atau semi sengaja yang sering dikaitkan dengan tindak pidana atas jiwa yaitu pembunuhan.7

Dalam perspektif islam tindak pidana kelalaian atau disebut jarimah tidak sengaja, Abdul Qodir Audah mengemukakan jarimah tidak sengaja bisa dianalogikan dengan pembunuhan karena kekeliruan semata, yaitu sebagai berikut:

7


(17)

لتقلا

ءا لا

ضح لا

وه

ام

ذصق

هيف

ينج

لا

و

ص شلا

هنكلو

ءا خا

يف

هلعف

وا

يف

هن

“pembunuhan karena kekeliruan semata-mata adalah suatu adalah suatu pembunuhan dimana pelaku sengaja melakukan suatu pebuatan, tetapi tidak ada maksud untuk mengenai orang, melainkan terjadi kekeliruan, baik dalam

perbuatannya maupun dalam dugaannya.”8

Sedangkan, ulama’ Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah membagi

pembunuhan menjadi 3 macam:

1. Pembunuhan sengaja (qatl al-‘amd), yaitu suatu penganiayaan terhadap seseorang dengan maksud untuk menghilangkan nyawanya.

2. Pembunuhan semi sengaja (qatl syibh al-‘amd), yaitu perbuatan penganiayaan terhadap seseorang tidak dengan maksud untuk membunuhnya tetapi mengakibatkan kematian.

3. Pembunuhan karena kesalahan (qatl al-khat}a’).

Berdasarkan hal tersebut melatar belakangi penulis untuk mengangkatnya menjadi topik pembahasan dalam penulisan skripsi dengan

judul ‘’ ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PINRANG NO. 02/PID. B/2016/PN. PIN. TENTANG KELALAIAN BERKENDARA YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN DI TINJAU DARI HUKUM POSITIF

DAN HUKUM ISLAM”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

8

Abdul Qadir Audah, At Tsyri’ Al Jinaiy Al Islamy, jil II,Dar Al Kitab Al „Araby, Beirut, tanpa tahun, h.104


(18)

Dari paparan Latar Belakang diatas maka pokok yang akan dikaji dalam pembahasan ini adalah:

1. Tindak pidana kelalaian berkendara yang mengakibatkan korban meninggal dunia berdasarkan pasal 310 KUHP.

2. Faktor – faktor yang melatar belakangi terjadinya kecelakaan lalu lintas.

3. Tindak pidana kelalaian berkendara yang mengakibatkan korban meninggal dunia ditinjau dari hukum pidana Islam.

4. Sanksi yang diterapkan bagi pelanggar pasal 310 KUHP tentang kelalaian berkendara yang mengakibatkan korban meninggal dunia. 1. Sanksi yang diterapkan bagi pelanggar pasal 310 KUHP tentang

kelalaian dalam hukum pidana Islam.

2. Pertimbangna hakim dalam memutus perkara No. Perkara: 02/Pid.B/2016/PN. Pin.

Adapun batasan masalah dalam pembahasan ini:

5. Pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara No. Perkara: 02/Pid.B/2016/PN. Pin. Tentang kelalaian berkendara yang mengakibatkan korban meninggal dunia.

6. Pertimbangan hukum pidana Islam terhadap putusan No. Perkara: 02/Pid.B/2016/PN. Pin. Tentang kelalaian berkendara yang mengakibatkan korban meninggal dunia.


(19)

Rumusan masalah yang dapat diangkat berdasarkan latar belakang di atas adalah:

1. Bagaimana pertimbangan Hukum hakim terhadap Putusan Negeri Pinrang no. 02/pid. B/2016/pn. Pin. ?

2. Bagaimana Pandangan Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Pinrang No. 02/pid. B/2016/pn. Pin.

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka pada dasarnya adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian yang sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.9

Dalam menulis sebuah skripsi penulis melakukan kajian pustaka dengan membaca buku, melihat isi buku yang membahas tentang aturan lalu lintas dan tindak pidana kelalaian serta menganalisa dengan tujuan agar tidak terdapat duplikasi dengan skripsi penulis. Buku-buku yang terkait tentang permasalahan aturan lalu lintas dan tindak pidana kelalaian secara umum sangat banyak beredar di masyarakat. Lebih jelasnya penulis akan kemukakan beberapa skripsi yang mempunyai bahasan dalam satu tema yang dapat peneliti jumpai, antara lain:

9

Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi(Surabaya: t.p.,2014),9.


(20)

1. “Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Kelalaian Pengemudi yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia”, lukaBerat, luka Ringan Dan Kerusakan Barang (Studi Putusan Nomor 589 / Pid .sus / 2015 /PN. MDN”. yang ditulis Romli Jurusan SJ (Siyasah Jinayah) IAIN Sunan Ampel Surabaya, Tahun 2005. Karyanya memuat tentang tinjauan hukum pidana Islam terhadap Penerapan Pasal 359 KUHP dalam perkara kecelakaan lalu lintas di PN Medan, dari studi kasus yang diambil karena kelalaiannya kurang berkonsentrasi dalam berkendara sehingga menyebabkan 2 orang meninggal dunia dan 4 orang mengalami luka ringan dan dalam putusannya majlis hakim memutuskan 5 bulan 24 hari potong tahanan yang ternyata lebih ringan dari tuntutan JPU 9 bulan penjara potong tahanan (berdasarkan Pasal 359 KUHP).10

Skripsi yang akan saya tulis sama-sama tantang kelalaian berkendara yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia namun skripsi di atas masih menggunakan pasal 359 KUHP sedangkan skripsi yang akan saya tulis sudah menggunakan UU No. 22 Tahun 2009.

2. “Hukuman Pengemudi Di Bawah Umur Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Perspekif Hukum Islam” yang di tulis Moch. Nizar Arif Yuwana. (Skripsi-UINSA Surabaya 2015) Fakultas Syariah dan Hukum

10Romli, “Tinjauan Hukum Pidana

Islam Terhadap Penerapan Pasal 359 KUHP dalam Perkara

Kecelakaan Lalu Lintas (Studi Kasus di PN Lamongan)” ( Skripsi--, Iain Sunan Ampel Surabaya, 2005).


(21)

Jurusan Hukum Politik Islam. Skripsi tentang kelalaian berkendara yang menyebabkan orang lain meninggal dunia.

Skripsi yang akan saya tulis sama-sama menggunakan UU No.22 Tahun 2009 tentang kelalaian berkendara yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Namun ada perbedaan dimana di dalam skripsi Moch. Nazir terdakwa masih dibawah umur dan mempunyai Undang-undang khusus sedangkan kasus yang akan saya tulis tidak menggunakan UU Khusus. 11

3. “sanksi pidana bagi pengemudi yang terlibat kecelakaan lalu lintas sehingga menyebabkan korban meninggal dunia menurut KUHP pasal 359 jo UU No. 22 Tahun 2009” yang di tulis M. Bustanul Arifin (Skripsi-Iain Sunan Ampel 2013). Jurusan Siyasah Jinayah.

Skripsi yang akan saya tulis membahas tentang penerapan UU No. 22 Tahun 2009 dan bagaimana hakim memutus menurut UU tersebut.

Sedangkan skripsi M. Bustanul ini lebih kepada perbandingan antara dua UU No.22 Tahun 2009 dan KUHP pasal.

E. Tujuan Penelitian

Dari rumusan permasalahan di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

11

“Hukuman Pengemudi Di Bawah Umur Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang

Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Perspekif Hokum Islam” yang di tulis Moch. Nizar Arif Yuwana.


(22)

1. Untuk mengetahui Sanksi hukum tindak pidana yang dilakukan dalam keadaan alpa / kelalaian menurut Pasal 310 UU No. 22 Tahun 2009.

2. Untuk mengetahui Tinjauan Hukum Islam Terhadap Terhadap Sanksi Hukum tindak pidana yang dilakukan dalam keadaan alpa/kelalaian.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sekurang-kurangnya dua aspek yaitu.

1. Aspek teoritis, dapat dijadikan pedoman untuk menyusun hipotesis penulisan berikutnya, bila ada kesamaan dengan masalah ini, dan memperluas khasanah ilmu pengetahuan tentang tindak pidana yang berkaitan dengan kelalaian dalam berkendara yang menyebabkan orang lain meninggal dunia.

2. Aspek Praktis, Secara praktis, penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui tinjauan terhadap tindak pidana kelalaian pengemudi kendaraan bermotor yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas menurut Undang-undang No.22 tahun 2009 pasal 310 dan Hukum Pidana Islam.

G. Definisi Operasional

Agar mempermudah dan tidak menyimpang atau salah pengertian terhadap istilah dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan sebagai berikut.


(23)

1. Hukum pidana Islam adalah: Perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh

syara’ yang di ancam oleh Allah dengan hukuman Hudud dan Ta’zir.

dalam hal ini merupakan jinayah Qatl atau pidana pembunuhan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, baik secara sengaja maupun tidak.

2. Kelalaian berkendara adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan tidak sengaja dengan menggunakan sarana angkut dijalan yang terdiri atas kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor, dan karena ketidak hati-hatiannya mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Dalam kasus yang terjadi di Pinrang, Karna kurang kehati-hatian yang mengakibatkan kecelakaan.

3. Penerapan UU lalu lintas adalah pemberlakuan sesuatu hal yang telah mengikat yang berhubungan dengan gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan,dalam penerapan UU No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.

H. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif yaitu penelitian untuk menentukan hukum dari sebuah peristiwa. hukum. Penelitian ini menitik beratkan kepada Putusan Pengadilan Negeri Pinrang No. 02/pid. B/2016/pn. Pin. tentang kealpaan yang menyebabkan kematian.

Metode hokum penelitian Normatif metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hokum yag dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum


(24)

yang ada. dengan prosedur penelitian yang akan menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis dari dokumen, undang-undang, bahan-bahan pustaka (library research), artikel-artikel dan sumber-sumber yang berkaitan dengan Putusan Pengadilan Negeri Pinrang No. 02/pid. B/2016/pn. Pin. Untuk mendapatkan hasil yang akurat dalam menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan metode sebagai berikut:

Di dalam metode penelitian normatif, terdapat 3 macam bahan yang dipergunakan oleh penulis yakni:.

1. Sumber primer

Sumber primer adalah sumber data yang paling utama, terikat dengan penelitian yang akan dilakukan, dan memungkinkan untuk mendapat sejumlah informasi yang diperlukan dan berkaitan dengan penelitian, sumber primer dari penulisan ini yaitu:

1)Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas 2)Putusan Pengadilan Negeri Pinrang No. 02/pid. B/2016/pn. Pin. 3)Pandangan para ulama mengenai maqasyid ash-syariah

2. Sumber sekunder

Bahan hokum sekunder itu diartikan sebagai bahan hukum yang tidak mengkat tetapi menjelaskan mengenai bahan hokum primer yang merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran para pakar atau ahli yang mempelajari suatu bidang tertentu secara khusus yang akan memberikan petunjuk kemana penelitian akan mengarah. Yang


(25)

dimaksud bahan sekunder disini oleh penulis adalah doktrin-doktrin yang ada ddalam buku, jurnal hokum dan internet. sumber skunder dari penulisan ini yaitu :

1) A.Djazuli, Fikih Jinayah(Upaya menanggulangi kejahatan dalam Islam), ( Jakarta:PT Raja Grafindo, 1997).

2) Ahmad Wardi Muslih, Hukum Pidana Islam,(Jakarta: Sinar Grafika, 2005).

3) Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000).

4) Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Bandung: Eresco. Cet. 4, 1986).

3. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya. Macam macam pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah:12

1. Pendekatan kasus (case approach)

Pendekatan ini dilakukan dengan melakukan telaah pada kasus-kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi. Kasus yang ditelaah berdasarkan dari 1) Putusan Pengadilan Negeri Pinrang No. 02/pid. B/2016/pn. Pin.

12

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009), hal. 93


(26)

2. Pendekatan konseptual (conceptual approach)

Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dari doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-padangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. Konsep yang dikaji dalam skripsi

ini yaitu konsep anak, anak pelaku tindak pidana, juvenile delinquency, dan konsep pemidanaan.

Penelitian yang dilakukan oleh penulis lebih ditujukan kepada pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus. Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan.

B. Teknik Pengolahan Bahan Hukum

Jenis pengumpulan ini adalah Library Research atau study kepustakaan. Merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisah dari suatu penelitian. Teori-teori yang mendasari masalah dan bidang yang akan diteliti dapat ditemukan dengan melakukan studi kepustakaan. Melalui studi kepustakaan


(27)

juga diperoleh informasi tentang penelitian sejenis atau yang ada kaitanya dengan penelitian, ataupun penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sehingga dapat memanfaatkan semua informasi dan pemikiran-pemikiran yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan.

Data yang di dapat dari dokumen dan sudah terkumpulkan dilakukan analisis, berikut tahapan-tahapannya:

a. Editing , yaitu mengadakan pemeriksaan kembali terhadap data-data yang diperoleh secara cermat baik dari data primer atau sekunder. TentangTinjauan Fikih Jinayah terhadap Penerapan UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 310 di Pengadilan Negeri Pinrang No. Perkara: 02/Pid.B/2016/PN. Pin tantang tindak pidana kelalaian berkendara yang mengakibatkan korban meninggal dunia.

b. Organizing, yaitu menyusun data secara sestematis,mengenai Tinjauan Fikih Jinayah terhadap Penerapan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 310 di Pengadilan Negeri Pinrang No. Perkara: 02/Pid.B/2016/PN. Pin tantang tindak pidana kelalaian berkendara yang mengakibatkan korban meninggal dunia.

c. Analizing, yaitu tahapan analisis terhadap data, mengenai Tinjauan Fikih Jinayah terhadap Penerapan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 310 di Pengadilan Negeri Pinrang No. Perkara: 02/Pid.B/2016/PN. Pin tantang tindak pidana kelalaian berkendara yang mengakibatkan korban meninggal dunia.


(28)

I. Sistematika Pembahasan

Bab Pertama : Pendahuluan. Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang permasalahan yang diangkat, permasalahan yang akan dibahas, tujuan penelitian dan manfaat penulisan, metode yang digunakan dalam penelitian, serta sistematika penulisan skripsi.

Bab Kedua : Didalamnya berisi materi mengenai Deskripsi tentang tinjauan pidana Islam, kejahatan dan tinjauan umum tentang tindak pidana yang dilakukan dalam keadaan alpa / kelalaian serta teori-teori pemidanaan.

Bab Ketiga : Memuat tentang penyelesaian atau penetapan hakim terhadap tindak pidana mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Bab ini menjelaskan tentang deskripsi ataupun data putusan No. Perkara: 02/Pid.B/2016/PN. Pin. Tentang kelalaian berkendara yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia. beserta penerapan pasal 310 dalam putusan tersebut.

Bab Keempat : Memuat tentang analisis hukum pidana Islam dan analisis terhadap keberlakuan atau penerapan UU No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan Pasal 310 di No. Perkara: 02/Pid.B/2016/PN. Pin. Tentang kelalaian berkendara yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Perihal mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Bab ini mengemukakan analisis tentang dasar hakim Pengadilan Negeri Pinrang atau sistem pemidanaan hakim tentang putusan Nomor : 02/Pid.B/2016/PN. Pin serta nilai kesesuaian hukuman tindak pidana tersebut.


(29)

Bab Kelima : Penutup. Bab ini mengemukakan kesimpulan dari semua jawaban atas semua permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini, sedangkan saran dikemukakan untuk memberi masukan kepada pengadilan negeri Pinrang dan lembaga penegak hukum yang terkait dengan permasalan yang dibahas dalam skripsi ini.


(30)

BAB II

SANKSI PIDANA BAGI PELAKU KELALAIAN BERKENDARA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAMA DAN UU NO.22 TAHUN 2009

A. Kecelakaan lalu lintas

1. Definisi kecalakaan lalu lintas

Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja yang melibatkan kendaraan atau pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan harta benda lainya. Dikarenakan ada penyebabnya, hal-hal yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan harus ditemukan dan dianalisis, agar dapat dilakukan tindak korektif terhadap penyebab itu dan dengan upaya yang preventif lebih lanjut kecelakaan bisa dihindari dan dicegah. Menurut Hobbs (1995) mengungkapkan bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang sulit diprediksi kapan dan dimana terjadinya. Kecelakaan tidak hanya trauma, cedera, ataupun kecacatan tetapi juga kematian. Kasus kecelakaan sulit diminimalisasi dan cenderung meningkat seiring pertambahan panjang jalan dan banyaknya pergerakan dari kendaraan. Secera tekhnis kecelakaan lalu lintas didefinisikan sebagai suatu keadian yang disebabkan oleh banyak factor yang tidak sengaja terjadi. Dalam pengertian secara sederhana, bahwa suatu kecelakaan lalu lintas terjadi apabila semua faktor keadaan tersebut secara


(31)

bersamaan pada satu titik waktu tertentu bertepatan terjadi. Hal ini berarti memang sulit meramalkan secara pasti dimana dan kapan suatu kecelakaan akan terjadi.

Menurut Moeljatno orang dapat dikatakan mempunyai kesalahan apabila ketika dia melakukan perbuatan pidana, dilihat dari segi masyarakat dapat dicela karenanya, yaitu kenapa melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat padahal mampu untuk mengetahui bahwa perbuatan tersebut jelek, dan dapat menghindari perbuatan jelek itu. Apabila dia tetap melakukan perbuatan pidana maka perbuatan tersebut memang sengaja dilakukan (delik kesengajaan), dan celaannya berupa kenapa melakukan perbuatan yang dia mengerti bahwa perbuatan itu merugikan masyarakat.1

Kelalaian atau kealpaan atau culpa yang dalam doktrin hukum pidana disebut sebagai kealpaan yang tidak disadari atau onbewuste schuld dan kealpaan disadari atau bewuste schuld. Dimana dalam unsur ini factor terpentingnya adalah pelaku dapat menduga terjadinya akibat dari perbuatannya itu atau pelaku kurang berhati-hati.2

Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan, Pengertian Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan

1

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 1993. h. 158

2


(32)

dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. yang diaturnya, yakni yang tadinya 16 bab dan 74 pasal, menjadi 22 bab dan 326 pasal.3

Jika undang-undang sebelumnya yakni UU Nomor 14 Tahun 1992 menyebutkan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sebagain pengamalan Pancasila, transportasi memiliki posisi yang penting dan strategis dalam pembangunan bangsa yang berwawasan lingkungan dan hal ini harus tercermin pada kebutuhan mobilitas seluruh sektor dan wilayah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan Negara.

Sedangkan undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, UU ini melihat bahwa lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum. Selanjutnya di dalam batang tubuh dijelaskan bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh Undang-Undang ini adalah :terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan modal angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh

3“Implementasi UU No. 22 Tahun 2009”,

http://komunitaspemudaniasselatan.blogspot.com/2011/01/implementasi-uu-no-22-tahun- 2009.html, diakses pada tanggal 24 Mei 2014.


(33)

persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa dan terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. Undang-Undang ini berlaku untuk membina dan menyelenggarakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar melalui: kegiatan gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang di jalan, kegiatan yang menggunakan sarana-prasarana, dan fasilitas pendukung lalu lintas dan angkutan jalan dan kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, pendidikan berlalu lintas, manajemen dan rekayasa lalu lintas, serta penegakan hukum lalu lintas dan angkutan jalan.

Tujuan-tujuan diterapkanya undang-undang lalu lintas nomor 22 tahun

2009. Tujuan tersebut termaktub dalam pasal 3 yang berisi “lalu lintas dan

angkutan jalan diselenggarakan dengan tujuan:

a. Terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa.


(34)

c. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.4 Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa pada lalu lintas jalan yang tidak terduga dan tidak diinginkan serta sulit diprediksi kapan dan dimana terjadinya. sedikitnya melibatkan satu kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang menyebabkan cedera, trauma, kecacatan, kematian dan/atau kerugian harta benda pada pemiliknya (korban).

2. Factor-faktor terjadinya kecelakaan lalu lintas

Berlakunya UU No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan ternyata tidak bisa membuat angka kecelakaan lalu lintas di jalan raya berkurang malah cenderung semakin meningkat. Selain itu, hukuman yang tercantum dalam UU tersebut juga tidak bisa mengurangi kebiasaan masyarakat yang cenderung mengabaikan aturan-aturan yang dibuat untuk menjaga keselamatan bersama di jalan raya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas banyak terjadi akhir-akhir ini, Diantaranya:

a. Factor manusia

Faktor manusia menjadi faktor yang paling dominana dalam peristiwa Kecelakaan Lalu Lintas. Sebagian besar kejadian kecelakaan ini

4

Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Surabaya: Kesindo Utama,2012), 7.


(35)

diawali dengan melanggar rambu-rambu lalu lintas. Pelanggaran inim bisa terjadi karena tidak sengaja melanggar peraturan, ketidak tahuanm atau ketidak sadaran akan arti aturan yang berlaku ataupun tidak memperhatikan ketentuan yang diberlakukan dalam berkendara.

Menurut Hamzah, kesalahan pengemudi terjadi karena ketidakhatihatian atau lalai dalam mengendarai kendaraannya. Dalam pandangan hukum pidana, kelalaian atau Culpa terletak antara sengaja dan kebetulan. Culpa dinilai lebih ringan daripada sengaja. Hukuman dari akibat kelalaian diadakan pengurangan hukuman pidana.5

Tidak sedikit jumlah kecelakaan yang terjadi di Jalan raya diakibatkan karena ulah pengemudi, mulai dari mengendarai dalam keadaan kelelahan, mengantuk, tidak menggunakan helm atau sabuk pengaman saat berkendara, bermain hand-phone saat berkendara, mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi, dan lain sebagainya.

Hadiman mengatakan bahwa ada beberapa faktor dari pengemudi yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas,diantaranya : 1) Daya konsentrasi kurang baik

2) Daya reaksi lamban

3) Sikap mental yang kurang baik 4) Kelelahan

5) Mabuk / minum minuman keras

5


(36)

6) Gangguan emosional 7) Kelainan fisik

8) Pelanggaran terhadap kecepatan/ peraturan lalu lintas

9) Daya perkiraan yang buruk dalam mengambil keputusan segera dan Tepat

10) Kurang terampil

11) Kesalahan saat mendahului/didahului kendaraan lain.6 b. Factor keadaan jalan

Keadaan jalan juga mempengaruhi tingkat kecelakaan yang terjadi di jalan raya, adanya jalan berlubang, keadaan jalan yang tidak rata dan sebagainya. Hal tersebut tidak terlepas dari bahan atau material yang digunakan ketika membangun jalan tersebut dan hal itu diperparah dengan banyaknya truk ataupun mobil-mobil besar dengan muatan yang melebihi kapasitas.

c. Factor kendaraan

Kecelakaan Lalu Lintas tidak lepas dari faktor kendaraan. Faktor kendaraan yang mengakibatkan sering terjadinya kecelakaan antara lain rem tidak berfungsi sebagaimana mestinya ( rem blong ), pecah ban, kondisi mesin yang tidak baik, kondisi kendaraan yang sudah tidak layak pakai, dan berbagai penyebab lainnya. Keseluruhan faktor kendaraan

6

Hadiman, Menyongsong Hari Esok yang Lebih Tertib Jadilah Pengemudi yang Baik ( Jakarta: Dislitbang Polri, 1988), 21-22


(37)

yang berimplikasi pada kecelakaan lalu lintas sangat erat hubungannya dengan teknologi yang digunakan dan perawatan yang dilakukan

terhadap kendaraan. d. Faktor linkungan

Pertimbangan cuaca yang tidak menguntungkan serta kondisi jalan dapat mempengaruhi kecelakaan lalu lintas, akan tetapi pengaruhnya belum dapat ditentukan. Bagaimanapun pengemudi merupakan faktor terbesar dalam kecelakaan lalu lintas.

3. Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya merupakan produk hukum yang menjadi acuan dasar dan utama yang mengatur segala bentuk aspek lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia. Undang-undang ini merupakan penyempurnaan dari undang-undang sebelumnya yaitu Undang-undang-undang Nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya yang mana Undang-undang ini dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan kebutuhan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan

saat ini sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru. UU Nomor 14 tahun 1992 ini berlaku selama 18 tahun, kemudian regulasi tentang UU lalu lintas diperbaharui pada tahun 2009.


(38)

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 26 Mei 2009 yang kemudian disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 22 Juni 2009. Undang-undang ini adalah kelanjutan dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992, terlihat bahwa kelanjutannya merupakan pengembangan yang signifikan dilihat dari jumlah klausul yang diaturnya, yakni yang sebelumnya berjumlah 16 bab dan 74 pasal, menjadi 22 bab dan 326 pasal.7

Terdapat beberapa perbedaan antara UU Nomor 14 Tahun 1992 dengan UU Nomor 22 Tahun 2009. Undang-undang yang awal, yakni UU Nomor 14 Tahun 1992 menyebutkan bahwa untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, transportasi memiliki posisi yang penting dan strategis dalam pembangunan bangsa yang berwawasan lingkungan dan hal ini harus tercermin pada kebutuhan mobilitas seluruh sektor dan wilayah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara. Berbeda dengan undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, UU ini memandang bahwa lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya untuk memajukan kesejahteraan umum. kemudia pada batang tubuh

7“Implementasi UU No. 22 Tahun 2009.”

ttp://komunitaspemudaniasselatan.blogspot.com/2011/01/ implementasi-uu-no-22-tahun- 2009.html, diakses pada 17 Mei 2016


(39)

Undang-undang tersebut di jelaskan bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh Undang-undang ini tercantum dalam pasal 3 UULAJ, diantaranya adalah :

a. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa,

b. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa,

c. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. Undang-Undang ini berlaku untuk membina dan menyelenggarakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, tertib, selamat, dan lancer yang ditempuh melalui kegiatan gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang di Jalan, kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dan kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi Kendaraan bermotor dan Pengemudi, pendidikan berlalu lintas, Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta penegakan hukum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Dan saat ini, penerapan UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan Raya, dinilai berjalan tertatih-tatih. Penyebab utama yang menghambat kelancaran implementasi UU ini adalah tidak mendukungnya sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana yang perlu


(40)

disediakan untuk mendukung kelancaran implementasi UU ini adalah struktur organisasi yang memiliki kewenangan dalam melaksanakan norma peraturan dan budaya dalam masyarakat

.

4. Pertanggung jawaban perdata

Tindak pidana yang dapat digabungkan dengan perkara gugatan ganti kerugian, Semua kejahatan-kejahatan yang mengakibatkan kerusakan barang, atau/dan mengakibatkan luka-luka berat ataupun kematian, dapat dimintakan penggabungan perkara ganti kerugian dengan perkara pidana yang dilakukan terdakwa. Seperti dalam masalah kecelakaan lalu lintas atau kerugian-kerugian kebendaan yang lainnya, misalnya tabrakan mobil, tabrakan kapal, bus dan lainnya yang menimbulkan kerugian sehingga korban kecelakaan mengeluarkan biaya baik untuk pengobatan maupun untuk perbaikan-perbaikan barang-barang yang rusak.

Kecelakaan lalu lintas memang berada dalam lingkup masalah pidana. Namun, kecelakaan lalu lintas juga bisa dihubungkan dengan KUHPerdata jika akibat dari kasus kecelakaan tersebut merugikan pihak lain. Dan pertanggung jawaban perdata dalam kasus kecelakaan lalu lintas dapat dituntut melalui pasal 1365 KUHPerdata. Pasal itu memuat 4 (empat) unsur yang harus dipenuhi agar gugatannya berhasil, yaitu:

a. Perbuatan melawan hukum/ melanggar hukum. b. Kerugian.


(41)

c. Kesalahan/kealpaan.

d. Hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.

B. Kelalaian atau Kealpaan menurut Hukum pidana Islam 1. Pengertian Jarimah

Menurut bahasa kata jarimah berasal dari kata “jarama" kemudian

bentuk masdarnya adalah “jaramatan" yang artinya perbuatan dosa, perbuatan salah, atau kejahatan. Pengertian jarimah tersebut tidak berbeda dengan pengertian tindak pidana, (peristiwa pidana, delik) dalam hokum pidana positif. Perbedaannya hanyalah bahwa hukum positif

mengklasifikasikan antara kejahatan dan pelanggaran melihat berat dan ringannya hukuman, sedangkan syari'at Islam tidak membedakannya, semuanya disebut jarimah atau jinayat mengingat sifat pidananya. Pelakunya

dinamakan dengan “jarim”, dan dan yang dikenai perbuatan itu adalah

“mujaram alaihi”.8

Para fuqaha’ sering kali memakai kata-kata 'jinayah" untuk jarimah. Yang dimaksud dengan kata jinayah adalah perbuatan yang dilarang oleh syara' baik perbuatan itu mengenai (merugikan) jiwa atau harta benda ataupun lain-lainnya. Akan tetapi, para fuqaha' memakai katakata “jinayah" hanya untuk perbuatan yang mengenai jiwa orang atau anggota badan. Ada pula

8

Marsum, Fiqh Jinayat (Hukum Pidana Islam), Yogyakarta: BAG. Penerbitan FH UII, 1991,hlm.2


(42)

golongan fuqaha’ yang membatasi pemakaian kata-kata jarimah kepada jarimah hudud dan qishas saja.

Dengan mengesampingkan perbedaan pemakaian kata-kata “jinayah” dikalangan fuqaha, dapatlah penulis katakan bahwa kata-kata “jinayah" dalam istilah “fuqaha” sama dengan kata-kata "jarimah.9 Suatu perbuatan dianggap jarimah apabila dapat merugikan tata aturan masyarakat, atau kepercayaan-kepercayaannya, atau merugikan kehidupan masyarakat, baik berupa benda, nama baik, atau perasaannya dengan pertimbangan- pertimbangan yang lain yang harus dihormati dan dipelihara.

Suatu hukuman dibuat agar tidak terjadi jarimah atau pelanggaran dalam kehidupan masyarakat, sebab dengan larangan-larangan saja tidak cukup. Meskipun hukuman itu dirasakan kejam bagi si pelaku, namun hukuman itu sangat diperlukan karena dapat menciptakan ketenteraman dan kedamaian dalam kehidupan masyarakat, karena dasar pelanggaran suatu perbuatan itu adalah pemeliharaan kepentingan masyarakat itu sendiri.

2. Macam-macam pembunuhan

Apabila diperhatikan dari sifat perbuatan seseorang dalam melakukan

pembunuhan, tindak pidana dalam syari’at Islam digolongkan menjadi 3 (tiga)

9

Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, Cet-5, 1993, hlm. 2


(43)

macam. Yaitu : a. Amd (disengaja), b. syibhu amd ( semi sengaja), dan c. khata’ (tidak disengaja).10

a. Pembunuhan disengaja ( qatlu Amd )

Pembunuhan dengan sengaja dalam bahasa Arab adalah Qatlu

al-„Amd. Secara etimologi bahasa Arab kata Qatlu al-„Amd tersusun dari dua kata yaitu al-Qatlu dan al-„Amd. Al-Qatlu artinya perbuatan yang dapat menghilangkan jiwa. Sedangkan kata al-„Amd memiliki pengertian sengaja dan berniat. Yang dimaksud pembunuhan dengan sengaja ialah seorang mukallaf secara sengaja (dan berencana). membunuh jiwa yang terlindungi darahnya dengan cara atau alat yang biasanya dapat membunuh.11

Unsur-unsur dari pembunuhan sengaja adalah: 1. Pelaku adalah mukallaf dan berakal;

2. Adanya niat dan rencana untuk membunuh; 3. Korban adalah orang yang dilindungi darahnya

4. Alat yang di gunakan pada umumnya dapat mematikan.

Hukuman untuk pembunuhan macam pertama ada 3 macam hukuman. Yaitu hukuman pokok, hukuman pengganti, dan hukuman tambahan. Hukum pokok bagi pembunuhan sengaja adalah qisas.

10

Zainuddin Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia . ( Jakarta : Sinar grafika, 2006 ) Hal.125

11

Ibnu daqiq Al-‘ied, Tuhfatul-Labîb Fî Syarhi at-Taqrîb (t.tt, t.t) hal. 374 dan al-Mulakhash al- Fiqh Juz ll hal. 465


(44)

Hukuman qisas ini tidak dibebankan melainkan hanya kepada pelaku pembunuhan disengaja dan hukuman ini diberlakukan jika dalam pembunuhan tersebut ada unsur rencana dan tipu daya dan tidak ada maaf dari keluarga korban. Apabila keluarga korban memaafkan maka hukuman penggantinya adalah diyat. Jika sanksi qisas dan diyat dimaafkan maka hukuman penggantinya adalah ta’zir. Adapun hukuman tambahan yang berhubungan dengan hal ini adalah pencabutan atas hak waris dan hak wasiat harta dari orang yang dibunuh, terutama jika antara pembunuh dengan yang dibunuh mempunyai hubungan kekeluargaan.12

b. Pembunuhan semi sengaja ( qatlu shibhi amd )

Pembunuhan semi sengaja adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang mukallaf kepada orang yang dilindungi hukum, dan dilakukan dengan sengaja tapi memakai alat yang biasanya tidak membahayakan atau mematikan seseorang. Seperti melempar dengan krikil, memukul dengan tongkat kecil, menampar dengan tangan, dan lain

sebagainya. Menurut Imam Syafi’ seperti yang dikutip Sayyid Sabiq,

pembunuhan semi sengaja adalah pembunuhan yang sengaja dalam pemukulannya dan keliru dalam pembunuhannya.13

Adapun unsur-unsur pembunuhan semi sengaja adalah sebagai berikut:

12

Ibid.h.135

13


(45)

1) Perbuatan pelaku menyebabkan kematian

2) Terdapat maksud penganiayaan atau permusuhan 3) Alat yang digunakan biasanya tidak mematikan 4) Korban adalah orang yang terlindungi darahnya.

Untuk hukuman bagi pembunuhan semi sengaja ini tidak berlaku hukuman qisas karena pelaku tidak bermaksud untuk membunuh. Dan hukuman yang berlaku adalah diyat mugholladzoh dan kaffarat, dan hukuman penggantinya adalah puasa dan ta’zir, sedangkan hukuman tambahannya adalah terhalangnya hak waris. Diyat merupakan hukuman pengganti dari qisas dan hukuman pokok bagi pembunuhan semi sengaja dan pembunuhan tidak disengaja. 14

Menurut Sayyid Sabiq, pembunuhan semi sengaja, memiliki kemiripan dengan pembunuhan sengaja, yaitu dilihat dari segi kesengajaannya memukul. Adapun kemiripannya dengan pembunuhan tidak sengaja adalah menggunakan suatu alat yang tidak dimaksudkan untuk membunuh, yaitu alat yang tidak lazim dipergunakan dalam kasus pembunuhan.15

c. Pembunuhan tidak disengaja ( qatlu khata’)

Pembunuhan tidak disengaja adalah kebalikan dari pembunuhan disengaja ( qatlu Amd). Pembunuhan tidak sengaja merupakan tindakan

14

Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam ( Bandung : Pustaka Setia ,2000) h. 133

15


(46)

pembunuhan oleh orang mukallaf terhadap orang yang dilindungi darahnya yang terjadi karena kesalahan atau kelalaian bukan kesengajaan. Unsur-unsur dari pembunuhan secara tidak sengaja diantaranya :

1. Perbuatan tanpa maksud melakukan kejahatan tetapi mengakibatkan kematian seseorang.

2. Terjadinya perbuatan itu karena kesalahan bukan Kesengajaan 3. Perbuatan yang pelakunya tidak bermaksud jahat, tetapi akibat

kelalaiannya dapat menyebabkan kematian seseorang. Adanya hubungan sebab-akibat antara perbuatan kesalahan dan kematian korban

4. korban darahnya terlindungi.16

Dasara hukum pembunuhan karena kesalahan terdapat dalam

Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 92 : 23

















































16


(47)





























































”Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali Karena tersalah (Tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin Karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan Taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha

Bijaksana”. (QS. Al-Nisa’ (4): 92).24

Hukuman bagi pelaku pembunuhan tidak disengaja adalah berupa diyat mukhoffafah yang dibebankan kepada keluarga pembunuh. Diyat ini merupakan hukuman pengganti dari qisas. Selain diyat juga bias dengan membayar kaffarat yaitu dengan memerdekakan budak tanpa cacat yang dapat mengurangi kemampuan bekerjanya. Dan setelah dianalisis, kasus kecelakaan lalu lintas karena kealpaan itu tergolong dalam pembunuhan tidak disengaja atau karena kelalaian. Oleh karena itu, dalam pandangan


(48)

Islam kasus kecelakaan tersebut pelakunya dikenakan kaffarat dan diyat yang dibebankan kepada keluarga pembunuh.

3. Sanksi pidana bagi pelaku pembunuhan karena kealpaan menurut hokum pidana Islam.

Pembunuhan tidak sengaja merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan tidak ada unsur kesengajaan yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia serta menggunakan alat yang secara lazim tidak mematikan. Pada dasarnya dalam pembunuhan macam ini, seseorang

melakukan pembunuhan yang diperbolehkan dalam syari’at, seperti memanah

binatang buruan atau satu target tertentu, namun ternyata secara tidak sengaja anak panahnya mengenai orang yang haram dibunuh hingga orang tersebut meninggal dunia. Dan hilangnya nyawa seseorang tersebut bukanlah tujuan dari pelaku, akan tetapi karena kelalaiannya dalam bertindak mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Dalam pembunuhan, terdapat beberapa jenis sanksi, yaitu : hukuman pokok, hukuman pengganti, dan hukuman tambahan. Hukuman pokok pembunuhan adalah qisas. Apabila dimaafkan oleh keluarga korban, maka hukuman penggantinya diyat. Jika sanksi qisas dan diyat dimaafkan, maka hukuman penggantinya adalah ta’zir. Menurut Imam

Syafi’I, ta’zir tadi ditambah kaffarat. Hukuman tamabahan yang berkaitan dengan hal ini adalah pencabutan hak waris dan hak wasiat.17

17


(49)

Dari tiga macam pembunuhan yang telah dijelaskan diatas, masingmasing memiliki hukuman atau konsekuensi yang berbeda. Dan untuk kasus kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain mengalami luka-luka dan meninggal dunia yang penulis bahas saat ini, tergolong pembunuhan secara tidak sengaja. Pembunuhan kategori ini terdapat beberapa macam ketentuan hukuman yaitu :

a. Tidak Ada qisas (hukuman berupa tindakan yang sama dengan kejahatan pelaku).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Surat An nisaa’

Ayat 92































“Dan barangsiapa membunuh seorang mu’min dengan tidak

sengaja, (hendaklah) ia memerdekakan seorang budak yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya, kecuali jika

mereka bersedekah (tidak mengambilnya).” (QS. An Nisa’: 92)26

b. Kewajiban membayar diyat

Kewajiban bagi pembunuhan tidak disengaja adalah diyat

mukhaffafah dan kaffarat. Adapun pengertian diyat adalah Harta yang diwajibkan atas kejahatan terhadap jiwa atau yang semakna dengannya. Dengan definisi ini dapat diartikan bahwa diyat dikhususkan sebagai pengganti jiwa atau yang semakna dengannya, artinya pembayaran


(50)

diyat itu terjadi karena berkenaan dengan kejahatan terhadap jiwa atau nyawa seseorang. Sedangkan diyat untuk anggota badan disebut ‘Irsy. Dasar disyari’atkannya diyat tercantum dalam al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 92.































“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain ), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barang siapa yang membunuh orang mukmin karena tersalah ( hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya ( si terbunuh itu), kecuali jika mereka ( keluarga terbunuh )

bersedekah…..”

Pada mulanya pembayaran diyat menggunakan unta, tapi jika unta sulit ditemukan maka pembayarannya dapat menggunakan barang lainnya, seperti emas, perak, uang, baju dan lain-lain yang kadar nilainya disesuaikan dengan unta. Menurut kesepakatan para ulama, diyat yang wajib adalah 100 ekor unta bagi pemilik unta, 200 ekor sapi bagi pemilik sapi, 2.000 ekor domba bagi pemilik domba, 1.000 dinar bagi pemilik emas, 12.000 dirham bagi pemilik perak dan 200 setel pakaian untuk pemilik pakaian.18

Sedangkan diyat itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu diyat mughalladzah dan diyat mukhaffafah. Diyat mughalladzah itu adalah

18


(51)

diyat yang berlaku pada pembunuhan sengaja yang dibebankan kepada pelaku pembunuhan dan harus dibayar secara kontan. Dan komposisi diyat mugallazah adalah 100 ekor unta yang 40 diantaranya sedang mengandung. Jadi apabila dirinci dari 100 ekor unta tersebut adalah sebagai berikut :

1) 30 ekor unta hiqqah (unta berumur 4 tahun) 2) 30 ekor unta jad’ah (unta berumur 5 tahun)

3) 40 ekor unta khalifah (unta yang sedang mengandung)

Adapun diyat mukhaffafah itu adalah diyat yang berlaku pada pembunuhan semi sengaja dan pembunuhan tidak sengaja yang dibebankan kepada ahli waris pelaku pembunuhan dan dibayar dengan cara diangsur selama kurun waktu tiga tahun, dengan jumlah diyat 100 ekor unta, perinciannya sebagai berikut :

1) 20 ekor unta bintu ma’khad (unta betina berumur 2 tahun) 2) 20 ekor unta ibnu ma’khad (unta jantan berumur 2 tahun) 3) 20 ekor bintu labin (unta betina berumur 3 tahun)

4) 20 ekor unta hiqqah dan, 5) 20 ekor unta jadz’ah. c. Kewajiban Membayar Kaffarah

Yaitu dengan membebaskan hamba sahaya mukmin, namun apabila tidak ada maka penggantinya adalah berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Allah Ta’ala berfirman di ayat yang sama:


(52)





































“Maka barangsiapa yang tidak memperolehnya, (hendaklah ia)

berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allah.” (QS. An Nisa: 92)32

kaffarat ini disesuaikan dengan jumlah korban meninggal menurut npendapat sebagian ulama, jadi misalnya dalam kasus kecelakaan yang meninggal sebanyak dua orang , maka pelaku harus membebaskan 2 (dua) budak mukmin, atau berpuasa dua bulan berturut-turut dua kali. Sementara sebagian ulama berpendapat cukup satu kaffarat saja. Dari uraian diatas, bisa disimpulkan bahwa sanksi untuk kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan orang lain mengalami lukaluka dan meninggal dunia yang penulis bahas saat ini adalah diyat mukhaffafah dan kaffarat. Maksud dan tujuan adanya pembayaran diyat dan kaffarat terhadap pelaku tindak pidana kealpaan ini adalah :

1. Pelaku tindak pidana diwajibkan membayar diyat kepada ahli waris korban agar pelaku tindak pidana ini tidak dikenakan sanksi hukuman qisas.


(53)

2. Adanya kewajiban melaksanakan kaffarat, yaitu memerdekakan budak mukmin.

3. Bagi yang tidak mampu melaksanakan ketentuan di atas, maka hendaknya ia berpuasa dua bulan berturut-turut, sebagai penerimaan taubat dari Allah swt.

4. Unsur-unsur Jarimah

Dari uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa unsur-unsur jarimah secara umum yang harus dipenuhi dalam menetapkan suatu perbuatan jarimah yaitu

a. Unsur formil (rukun syar'i) yakni adanya nash yang melarang perbuatan dan mengancam hukuman terhadapnya.

b. Unsur materiil (rukun maddi) yakni adanya tingkah laku yang membentuk jarimah, baik berupa perbuatan-perbuatan nyata ataupun sikap tidak berbuat.

c. Unsur moril (rukun adabi) yakni pembuat, adalah seorang mukallaf (orang yang dapat dimintai pertanggung jawaban terhadap jarimah yang diperbuatnya).

Ketiga unsur tersebut di atas haruslah terdapat pada suatu perbuatan untuk digolongkan kepada jarimah. Disamping unsur umum, pada tiap-tiap jarimah juga terdapat unsur-unsur khusus untuk dapat dikenakan hukuman seperti, unsur pengambilan dengan diam-diam bagi jarimah pencurian. Misalnya suatu perbuatan dikatakan pencurian manakala barang yang diambil


(54)

berupa harta, pengambilannya secara diamdiam, dan barang tersebut dikeluarkan dari tempat simpanannya. Jika tidak memenuhi ketentuan tersebut seperti barang tidak berada dalam tempat yang tidak pantas, nilainya kurang dari ¼ (seperempat) dinar, atau dilakukan secara terang-terangan. Meskipun memenuhi unsur-unsur umum, bukanlah dikenakan pencurian yang dikenakan hukuman potong tangan seperti dalam ketentuan nash Al-Qur'an. Pelakunya hanya terkena hukuman ta'zir yang ditetapkan oleh penguasa.

5. Macam-macam Jarimah

Dalam hukum pidana Islam (fiqih jinayah), tindak pidana (jarimah) dapat dikategorikan kedalam tiga bagian, yaitu:

a. Jarimah hudud

Kata hudud adalah bentuk jama' dari kata hadd. Secara etimologi, kata hadd berarti batas pemisah antara dua hal agar tidak saling bercampur atau supaya salah satunya tidak masuk pada wilayah yang lainnya.19 Kata hadd juga berarti pelanggaran, pencegahan, serta batas akhir dari sesuatu yang dituju. Menurut Ahmad Hanafi, jarimah hudud adalah jarimah yang diancamkan hukuman hadd yaitu hukuman yang telah ditentukan macam dan jumlahnya dan menjadi hak Tuhan. Dengan demikian, dapat di pahami bahwa ciri khas dari jarimah hudud yaitu:

19

Rokhmadi, Reaktualisasi Hukum Pidana Islam (Kajian tentang Formulasi Sanksi Hukum Pidana Islam), Semarang: IAIN Walisongo, 2005, hlm. 22


(55)

1) Hukumannya tertentu dan terbatas, dalam artian bahwa hukumannya telah ditentukan oleh syara' dan tidak ada batas maksimal dan batas minimal.

2) Hukuman tersebut merupakan hak Allah semata, atau kalau ada hak manusia, maka hak Allah yang lebih menonjol. Hukuman hudud tidak mempunyai batas terendah atau batas tertinggi. Pengertian hak tuhan adalah bahwa hukuman tersebut tidak dapat dihapuskan baik oleh perseorangan yang menjadi korban jarimah ataupun oleh masyarakat yang diwakili oleh negara.

Hukuman yang termasuk hak tuhan ialah setiap hukuman yang dikehendaki oleh kepentingan umum (masyarakat) seperti untuk memelihara ketenteraman dan keamanan masyarakat, dan manfaat penjatuhan hukuman tersebut akan dirasakan oleh keseluruhan masyarakat. Disamping itu, hukuman hadd merupakan perangkat pengancam yang ditetapkan oleh Allah SWT agar orang tidak mengerjakan sesuatu yang dilarang-Nya atau meninggalkan sesuatu yang di perintahkan-Nya. Karena pada dasarnya tabiat manusia itu cenderung untuk menuruti hawa nafsunya, kenikmatan sesaat membuat mereka melupakan ancaman akhirat. Sehingga dalam hal ini Allah SWT menetapkan ancaman dengan hukuman-hukuman (had) yang dapat menghalangi manusia untuk menghindari dari pedihnya hukuman dan jatuhnya harga dirinya.


(56)

Imam Al Mawardi menjelaskan bahwa, pembagian hukuman hadd ada dua macam: Pertama, hukuman yang merupakan hak Allah SWT. Kedua, hukuman yang berkaitan dengan hak manusia.20 Hukuman (had) yang berkaitan dengan hak Allah SWT ada dua macam, yaitu: Hukuman atas meninggalkan perbuatan-perbuatan yang wajib, dan hukuman atas mengerjakan larangan-larangan-Nya.

Macam-macam jarimah yang diancam dengan hukuman hudud

oleh kebanyakan para fuqaha' ditetapkan ada tujuh macam, yaitu : Zina, Qadzaf (tuduhan zina) sukr al-khamr (minuman keras), sariqah (pencurian), hirabah qatl al-thariq (perampokan), riddah (keluar dari Islam) dan bughah (pemberontakan).21

b. Jarimah qishas-diyat

Menurut bahasa kata qishas adalah bentuk masdar, sedangkan bentuk madhinya adalah qashasha yang artinya memotong. Atau juga berasal dari kata Iqtashasha yang artinya "mengikuti", yakni mengikuti perbuatan si pelaku sebagai balasan atas perbuatannya. Jarimah qishas diyat ialah: perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman qishas atau hukuman diyat. Hukuman yang berupa qishas maupun hukuman yang berupa diyat

20

Iman al-Mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan dalam Takaran Islam Jakarta: Gema Insani Press, Cet- 1, 2000, hlm. 425

21


(57)

adalah hukuman-hukuman yang telah ditentukan batasnya, dan tidak mempunyai batas terendah maupun batas tertinggi, tetapi menjadi hak perseorangan (hak manusia). Dengan pengertian, bahwa si korban bisa memaafkan si pelaku jarimah, dan apabila dimaafkan oleh si korban, maka hukumannya menjadi hapus. Jadi, ciri dari jarimah qishas diyat adalah:

1) Hukumannya sudah tertentu dan terbatas, yakni sudah ditentukan oleh syara' dan tidak terdapat batas maksimal dan minimal.

2) Hukuman tersebut merupakan hak perseorangan (individu), dalam artian bahwa, si korban atau keluarganya berhak memberikan pengampunan terhadap pelaku.

Jarimah qishas diyat dalam hukum pidana Islam terdiri dari lima macam, yakni: Pembunuhan sengaja (al-qatl al-amd), pembunuhan semi sengaja (al-qatl syibh al-amd), pembunuhan tidak sengaja (al-khatha'), penganiayaan sengaja (al jarh al-amd), dan penganiayaan tidak sengaja (al-jarh syibh al-amd).22

c. Jarimah ta’zir

Menurut bahasa lafaz ta’zir berasal dari kata A’zzara

(

رسع

)

yang sinonimnya adalah:

1)

عنملا

درلاو

. yang artinya mencegah dan menolak.

22

Rokhmadi, Reaktualisasi Hukum Pidana Islam (Kajian tentang Formulasi Sanksi Hukum Pidana Islam), Semarang: IAIN Walisongo, 2005, hlm. 85


(58)

2)

بيدءاتلا

. yang artinya mendidik.

Pengertian tersebut di atas sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah dan Wahbah Azzuhaily, bahwa ta'zir diartikan mencegah dan menolak (

درلاو عنملا

) karena ia dapat mencegah pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya lagi. Sedangkan ta'zir diartikan mendidik (

بيدءاتلا

) karena, ta'zir dimaksudkan untuk mendidik dan memperbaiki pelaku agar ia menyadari perbuatan jarimahnya kemudian meninggalkan dan menghentikannya.23

Istilah jarimah ta’zir menurut hukum pidana Islam adalah tindakan yang berupa edukatif (pengajaran) terhadap pelaku perbuatan dosa yang tidak ada sanksi hadd dan kifaratnya. Atau dengan kata lain, ta’zir adalah hukuman yang bersifat edukatif yang ditentukan oleh hakim. Jadi ta'zir merupakan hukuman terhadap perbuatan pidana/delik yang tidak ada ketetapan dalam nash tentang hukumannya. Hukuman-hukuman ta’zir tidak mempunyai batas-batas hukuman tertentu, karena syara' hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, mulai dari yang seringan-ringannya sampai hukuman yang seberat-beratnya. Dengan kata lain, hakimlah yang berhak menentukan macam tindak pidana beserta hukumannya, karena kepastian hukumnya belum ditentukan oleh syara'. Disamping itu juga, hukuman ta'zir merupakan hukuman atas tindakan pelanggaran dan

23

Ahmad Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, Cet-2, 2005, hlm. 248-249


(1)

adanya pemberian maaf dari keluarganya. Dalam al-Qur’an, anggota

badan semua anggota tubuh

ada qishashnya. Hal ini selaras dengan firman-Nya, dalam (QS. Al-Maidah : 45)

































































“dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat)

bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka


(2)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya, mengenai sanksi hukuman kepada

pengendara bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu

lintas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam kasus perkara No. 02/Pid.B/2016/PN. Pin. Yang mengakibatkan 1

orang meninggal dan 1 orang luka berat. Yang dirasa vonis yang diberikan

hakim terlalu ringan yaitu hanya 8 bulan. hal itu diambil berdasarkan

unsur-unsur yang terdapat dalam kasus tersebut dan juga melihat

fakta-fakta di persidangan yang murni unsur kelalaian (culpa) karena tidak ada

niat sebelumnya dari terdakwa untuk membunuh. Penerapan pasal 310

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tersebut memang sudah

diterapkan meskipun dalam kasus tersebut juga terdapat korban luka-luka,

namun dalam surat dakwaan yang diajukan hanya dakwaan tunggal yakni

pasal 310 ayat (4) sedangkan untuk pasal 310 ayat (2) dan (3) untuk

korban yang mengalami luka-luka tidak dimasukkan kedalam dakwaan.

2. Dalam hukum islam sanksi terhadap pengendara bermotor karena

kelalaiannya menyebabkan kecelakaan lalu lintas, adalah diyat, karena


(3)

sebagai jarimah pembunuhan karena kesalahan. Hukuman diyat yang

diberikan bisa berupa pemberian jaminana kesehatan, jaminan social

terhadap korban dan untuk anak yang ditinggalkan jika orang tuanya

meninggal karena kasus kecelakaan tersebut bisa diberikan jaminan

Pendidikan. Namun, karena pihak pelaku telah memberikan uang ganti

rugi (diyat) kepada keluarga korban dengan jumlah yang sesuai dengan

kemampuan pelaku dan juga telah menanggung semua biaya pengobatan

maka cukup wajar jika hakim dalam putusannya hanya menjatuhkan

hukuman penjara tanpa ada diyat.

B. Saran

1. Aturan yang diterapkan di Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terutama di pasal 310 harus menjadi perhatian

bagi semua kalangan masyarakat demi keselamatan dan tidak ada terjadinya

kecelakaan lalu lintas, supaya berhati-hati dalam berkendara di jalan,

mematuhi aturan lalu lintas dan selalu mengecek kondisi kendaraan sebelum

melakukan perjalanan.

2. Untuk aparat penegak hukum seperti Hakim, diharapkan bisa mengkaji

kembali mengenai pemberian hukuman yang tinggi apakah bisa lebih

memberikan efek jera atau lebih menjamin efek jera kepada pelaku tindak


(4)

3. Hukum islam secara umum sebenarnya memiliki keistimewaan karena di

dalamnya terdapat jalan yang termudah dalam menyelesaikan

persoalan-persoalan yang timbul seiring dengan kemajuan zaman, maka dari itu

hendaknya nilai-nilai hokum islam dimasukkan ke dalam rumusan KUHP


(5)

DAFTAR PUSTAKA

C.S.T. Kansil, dkk.1995. Disiplin Berlalu lintas di Jalan Raya. Jakarta: PT Rineka

cipta.

Marpaung Leden. 2000. Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, Jakarta: Sinar

Grafika.

R. Soesilo, 1980. KUHP serta komentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal.

Bogor: Politeia.

UU RI NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN. Bandung: Citra Umbara.

Muslih Ahmad Wardi.2005. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika.

Audah Abdul Qadir, At Tsyri’ Al Jinaiy Al Islamy, jil II,Dar Al Kitab Al „Araby,

Beirut, tanpa tahun.

Ismail Fahmi, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sanksi Hukum Karena Kelalaian Dalam

Berkendara Motor, Studi Pasal 310 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Skripsi--,IAIN Walisongo Semarang,2011. Romli, Tinjauan Hukum Pidana Islam

Terhadap Penerapan Pasal 359 KUHP dalam Perkara Kecelakaan Lalu Lintas (Studi Kasus di PN Lamongan, Skripsi--, Iain Sunan Ampel Surabaya, 2005.

Kompas Cyber Media, Setiap Hari 25 Orang Mati di Jalan,

http://www.kompascommunity.com/index.php?fuseaction=home.detail&id=1 9806&sectio, 23 September 2016, 21.15 WIB.

Marzuki Peter Mahmud. 2009. Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana Prenada Media

Group.

Moeljatno.1993. Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta.


(6)

Hamzah Andi,1994 Asas-asas hukum pidana Jakarta: Rineka Cipta.

Hadiman,1988. Menyongsong Hari Esok yang Lebih Tertib Jadilah Pengemudi yang

Baik Jakarta: Dislitbang Polri.

Hanafi Ahmad.1993. Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang.

Al-‘ied Ibnu daqiq, Tuhfatul-Labîb Fî Syarhi at-Taqrîb

Munajat Makhrus,.2004. Dekonstruksi Hukum Pidana Islam Yogyakarta: Logung

Pustaka.


Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24