PERSEPSI GURU MATEMATIKA TERHADAP ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA.

(1)

DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

SKRIPSI

Oleh: Imam Khairudin

NIM D74212073

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PMIPA

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA FEBRUARI 2017


(2)

ii

DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk memenuhi salah satu persyaratan

dalam menyelesaikan Progam Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh: Imam Khairudin

NIM D74212073

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PMIPA

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA FEBRUARI 2017


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

viii

PERSEPSI GURU MATEMATIKA

TERHADAP ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)

DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Oleh: IMAM KHAIRUDIN

ABSTRAK

Setiap guru mempunyai persepsi yang berbeda-beda terhadap ABK. Ada sebagian guru yang tidak peduli lagi terhadap prestasi, perilaku, dan permasalahan ABK, namun ada pula guru yang membantu dengan memberikan pendekatan-pendekatan terhadap ABK. Disamping itu, keberhasilan belajar ABK juga dipengaruhi oleh sikap guru. Sikap yang positif terhadap ABK dapat meningkatkan minat belajar menjadi lebih maksimal. Sedangkan sikap yang negatif terhadap ABK dapat menurunkan minat belajar. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang persepsi dan sikap guru terhadap ABK dalam pembelajaran matematika.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengambilan subjek dalam penelitian ini adalah 2 guru matematika dengan melibatkan 5 siswa ABK kelas VIII SMP Negeri 29 Surabaya tahun ajaran 2016/2017. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi, angket dan wawancara.

Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1) persepsi guru matematika terhadap ABK dalam pembelajaran matematika kelas VIII di SMP Negeri 29 Surabaya adalah baik (67,69%) yaitu, [a] guru tidak boleh membeda-bedakan antara ABK dengan siswa biasa, [b] guru mampu memberikan perhatian secara lebih/khusus pada ABK, [c] guru mampu menciptakan suasana belajar yang nyaman pada ABK, [d] guru dapat memberikan tambahan waktu untuk ABK yang merasa kesulitan dalam pembelajaran. (2) sikap guru matematika terhadap ABK dalam pembelajaran matematika kelas VIII di SMP Negeri 29 Surabaya adalah baik (78,68%) yaitu, [a] guru bersikap ramah pada ABK [b] guru bersikap sabar dalam menjelaskan materi pada ABK, [c] guru berusaha membimbing ABK untuk membuat kelompok ketika berdiskusi, [d] guru berusaha membantu ABK yang kesulitan dalam mengerjakan soal diskusi.

Kata Kunci: Persepsi Guru, Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), Pembelajaran Matematika.


(8)

xi

HALAMAN SAMPUL LUAR ... i

HALAMAN SAMPUL DALAM ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v

HALAMAN MOTTO. ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Batasan Penelitian ... 6

F. Definisi Operasional ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Tentang Persepsi Guru ... 7

1. Pengertian Persepsi ... 7

2. Komponen Persepsi ... 8

3. Faktor-faktor Pembentuk Persepsi ... 9

4. Syarat Terjadinya Persepsi ... 9

B. Kajian Tentang Sikap Guru ... 10

1. Pengertian Sikap ... 10


(9)

xii

C. Kajian Tentang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ... 14

1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ... 14

2. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ... 15

D. Pembelajaran Matematika ... 19

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 23

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 24

D. Teknik Pengumpulan Data ... 24

1. Observasi ... 24

2. Kuesioner atau Angket ... 25

3. Wawancara ... 25

4. Dokumentasi ... 26

E. Instrumen Penelitian ... 26

1. Lembar Observasi Sikap Guru ... 26

2. Lembar Kuesioner atau Angket ... 28

a. Persepsi Guru ... 28

b. Sikap Guru ... 30

3. Lembar Pedoman Wawancara ... 33

4. Dokumentasi Foto... 34

F. Teknik Analisis Data ... 34

1. Validasi Instrumen Penelitian ... 35

2. Analisis Lembar Observasi Sikap Guru ... 36

3. Analisis Angket ... 38

a. Persepsi Guru ... 38

b. Sikap Guru ... 39

4. Analisis Pedoman Wawancara ... 40

G. Prosedur Penelitian ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 43

1. Validasi Instrumen Penelitian ... 44

a. Validasi Lembar Observasi Sikap Guru terhadap ABK ... 45

b. Validasi Lembar Angket Persepsi Guru terhadap ABK ... 56


(10)

xiii

2. Deskripsi Persepsi Guru terhadap ABK dalam Pembelajaran

Matematika ... 49

a. Subjek G1 ... 49

b. Subjek G2 ... 53

3. Deskripsi Sikap Guru terhadap ABK dalam Pembelajaran Matematika ... 57

a. Subjek G1 ... 57

b. Subjek G2 ... 65

B. Analisis Data ... 84

1. Analisis Persepsi Guru terhadap ABK dalam Pembelajaran Matematika ... 73

a. Subjek G1 ... 73

b. Subjek G2 ... 79

2. Analisis Sikap Guru terhadap ABK dalam Pembelajaran Matematika ... 87

a. Subjek G1 ... 87

b. Subjek G2 ... 89

BAB V PEMBAHASAN A. Persepsi Guru terhadap ABK dalam Pembelajaran Matematika ... 91

B. Sikap Guru terhadap ABK dalam Pembelajaran Matematika ... 92

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 97


(11)

xiv

Tabel 3.1 Waktu Pelaksanaan Penelitian ... 23

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Observasi Sikap Guru ... 27

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Angket Persepsi Guru ... 29

Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Angket Sikap Guru ... 31

Tabel 3.5 Alur Instrumen Penelitian ... 34

Tabel 3.6 Kriteria Pengkategorian Kevalidan Instrumen Penelitian ... 36

Tabel 3.7 Kriteria Penilaian Kepraktisan Istrumen Penelitian ... 36

Tabel 3.8 Kriteria Persentase Penilaian Istrumen Penelitian Observasi Sikap Guru ... 37

Tabel 3.9 Kriteria Persentase Penilaian Istrumen Penelitian Angket Persepsi Guru ... 38

Tabel 3.10 Kriteria Persentase Penilaian Istrumen Penelitian Angket Sikap Guru ... 40

Tabel 4.1 Daftar Nama Subjek Penelitian ... 43

Tabel 4.2 Daftar Nama Siswa ABK ... 43

Tabel 4.3 Daftar Nama Validator ... 44

Tabel 4.4 Validitas Lembar Observasi Sikap Guru ... 45

Tabel 4.5 Validitas Lembar Angket Persepsi Guru ... 46

Tabel 4.6 Validitas Lembar Angket Sikap Guru ... 47

Tabel 4.7 Validitas Lembar Pedoman Wawancara Persepsi Guru ... 48

Tabel 4.8 Data Angket Persepsi Guru (G1) ... 49

Tabel 4.9 Data Angket Persepsi Guru (G2) ... 54

Tabel 4.10 Data Observasi Sikap Guru (G1) ... 58

Tabel 4.11 Data Angket Sikap Guru (G1) ... 61

Tabel 4.12 Data Observasi Sikap Guru (G2) ... 65


(12)

xv

Gambar 3.1 Langkah-langkah Analisis Data Menurut Miles dan huberman .... 40

Gambar 4.1 Data Angket Persepsi G1 Butir Pernyataan 1-3 ... 73

Gambar 4.2 Data Angket Persepsi G1 Butir Pernyataan 5-7 ... 76

Gambar 4.3 Data Angket Persepsi G1 Butir Pernyataan 13-14 ... 77

Gambar 4.4 Data Angket Persepsi G2 Butir Pernyataan 1-3 ... 79

Gambar 4.5 Data Angket Persepsi G2 Butir Pernyataan 5-7 ... 82


(13)

xvi

Lampiran 1 Lembar Observasi Sikap Guru ... 99

Lampiran 2 Lembar Validasi I Observasi Sikap Guru ... 103

Lampiran 3 Lembar Validasi II Observasi Sikap Guru ... 105

Lampiran 4 Lembar Angket Persepsi guru ... 107

Lampiran 5 Lembar Validasi I Angket Persepsi Guru ... 113

Lampiran 6 Lembar Validasi II Angket Persepsi Guru ... 115

Lampiran 7 Lembar Angket Sikap Guru ... 117

Lampiran 8 Lembar Validasi I Angket Sikap Guru ... 121

Lampiran 9 Lembar Validasi II Angket Sikap Guru ... 123

Lampiran 10 Lembar Pedoman Wawancara ... 125

Lampiran 11 Lembar Validasi I Pedoman Wawancara ... 127

Lampiran 12 Lembar Validasi II Pedoman Wawancara ... 129

Lampiran 13 Transkip Wawancara Subjek Guru 1 ... 131

Lampiran 14 Transkip Wawancara Subjek Guru 2 ... 135

Lampiran 15 Dokumentasi ... 139

Lampiran 16 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 140

Lampiran 17 Surat Izin Penelitian ... 147

Lampiran 18 Surat Balasan Penelitian ... 148

Lampiran 19 Surat Tugas Dosen ... 149

Lampiran 20 Lembar Konsultasi ... 150


(14)

1 A. Latar Belakang Masalah

Keberadaan anak berkebutuhan khusus bukan menjadi hal yang baru bagi masyarakat dalam beberapa dekade terakhir ini. Menurut World Health Organization, diperkirakan terdapat sekitar 7-10% dari total populasi anak di seluruh dunia yang termasuk anak berkebutuhan khusus. Di Indonesia, data dari Badan Pusat Statistik Nasional tahun 2007 menunjukkan bahwa terdapat 82.840.600 jiwa anak dari 231.294.200 jiwa penduduk Indonesia, dimana sekitar 8,3 juta jiwa di antaranya adalah anak berkebutuhan khusus.1

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan anak yang memiliki kekurangan karena mempunyai cacat fisik, mental, maupun sosial. ABK memiliki hak yang sama dengan anak-anak normal lainnya dalam segala aspek kehidupan. Begitu pula dalam hal pendidikan, mereka juga memiliki hak untuk bersekolah guna mendapatkan pengajaran dan pendidikan. Dengan memberikan kesempatan yang sama kepada ABK untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran, maka akan membantu mereka dalam membentuk kepribadian yang terdidik, mandiri, dan terampil. Hak atas pendidikan bagi ABK ditetapkan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 disebutkan bahwa: “Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial”.2

Selain itu terdapat berbagai ayat al-Qur’an yang bernuansa inklusi. Nilai religius yang dapat digali pada ayat Allah di dalam al-qur’an yang menyatakan bahwa Allah swt menyatakan semua makhluk itu sama. Diantara ayat yang dapat dijadikan pedoman yaitu:

1

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010. 2

Mohammad Effendi. Pengantar Pdikopedagogik Anak Berkelainan.(Jakarta: Bumi Aksara. 2006). hlm 1


(15)

(٤)

ِن َﺳ ْﺣَأ ﻲ ِﻓ َنﺎَﺳ ْﻧِْﻹا ﺎَﻧْﻘَﻠَﺧ ْدَﻘَﻟ

Artinya: “..Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (Q.S. At-Tin ayat 4)”.3

Negara juga menjamin hak-hak ABK untuk bersekolah di sekolah reguler. Hal ini tertuang pada pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan “Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan”. Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) sebagai institusi yang bertanggung jawab meregulasi pendidikan mengeluarkan kebijakan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif sebagai solusi atas terjadinya diskriminasi bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus agar mampu mengenyam pendidikan yang layak.4

Di Indonesia, pendidikan khusus dilaksanakan melalui dua jalur, yaitu pada satuan pendidikan akademis (sekolah luar biasa) dan pada sekolah reguler (program pendidikan inklusif). Sejalan dengan perkembangan layanan pendidikan untuk ABK, sekolah inklusi memberikan pelayanan yang berbeda dengan sekolah-sekolah khusus lainnya.

Sekolah inklusi adalah sekolah yang melaksanakan pendidikan inklusif yang secara realistis menganggap setiap anak memiliki kecepatan pembelajaran berbeda.5 Jadi, terdapat siswa yang mampu mencapai target bahkan melebihi namun terdapat pula siswa yang berada di bawah target yang ingin dicapai. Hal ini dianggap normal, karena setiap anak memiliki kemampuan dan hambatan yang berbeda. Dalam hal itu, terdapat beberapa faktor pendukung yang harus dimiliki oleh sekolah inklusif yang semua faktor ini harus dioptimalkan misalnya program, kurikulum, pendekatan, metode, dan yang lebih penting adalah pelaksana pendidikan itu sendiri yaitu guru.

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur

3

Departemen Agama RI,Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahnya(Bandung: PT Syaamil Cipta Media, 2006), hlm. 519 dan 597

4 Undang-undang Permendiknas (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional) Nomor 70 Tahun 2009 disertai penjelasan, tt.


(16)

pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.6 Guru merupakan salah satu tokoh penting dalam praktek inklusi di sekolah, karena guru berinteraksi secara langsung dengan para siswa, baik siswa yang berkebutuhan khusus, maupun siswa non berkebutuhan khusus. Setiap guru diharapkan mampu menghadapi permasalahan-permasalahan yang menimbulkan ketidakselarasan pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Kesulitan-kesulitan yang terjadi diantaranya dikarenakan kurangnya komunikasi antara ABK dengan guru maupun siswa dengan siswa. Komunikasi merupakan hal yang terpenting dalam penyampaian materi kepada siswa, maka guru harus memahami kebutuhan tiap siswanya, agar pembelajaran berjalan dengan baik dan tidak ada kesenjangan antara mereka yang normal dan ABK. Kesiapan mental guru dan siswa mutlak diperlukan agar terjalin hubungan yang baik dalam pembelajaran matematika di kelas inklusi.

Adapun hal lain, pada saat proses belajar mengajar berlangsung biasanya guru hanya terfokus perhatiannya pada anak regular. Guru mempunyai persepsi yang berbeda-beda terhadap ABK. Ada sebagian guru yang tidak peduli lagi terhadap prestasi, perilaku, dan permasalahan ABK, namun ada pula guru yang membantu anak dengan memberikan pendekatan-pendekatan, seperti mendekati anak, kemudian menanyakan apa yang menyebabkan anak melakukan perilaku yang tidak baik ketika proses pembelajaran.7

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Steven Elliott yang berjudul “The Effect of Teacher’s Attitude Toward Inclusion On The Practice and Success Levels of Children With and Without Disabilities in Physical Education” melaporkan adanya hubungan antara sikap guru terhadap kelas inklusi dan efektivitas pengajaran. Sikap guru yang positif di kelas inklusi untuk anak berkebutuhan khusus menghasilkan anak-anak yang belajar lebih maksimal sesuai dengan tingkat keberhasilan mereka.8

6Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen.

7Desi Kurniawati Dkk. “Persepsi Guru Kelas Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus di SD PAYAKUMBUH”,Jurnal ilmiah pendidikan khusus.Vol.3 No.1,(Summer 2014), 111. 8 Steven E.“The Effect of Teacher’s Attitude Toward Inclusion On The Practice and Success Levels of Children With and Without Disabilities in Physical Education”. International Journal Of Special Education.Vol 23 No.3,Summer2008, 48.


(17)

Sedangkan dari hasil studi yang dilakukan olehMarino dan Miller pada akhir 1990 an, diketahui bahwa sikap guru terhadap masuknya ABK dalam sistem pendidikan itu dapat disimpulkan sebagai berikut: studi yang mencakup 364 guru, menunjukkan beberapa temuan penting yaitu sebanyak 1.72% guru percaya bahwa masuknya akan gagal karena keberatan dari guru pendidikan umum. Sebanyak 2.75% dari mereka berpendapat bahwa guru pendidikan umum tidak mempunyai alat atau pengalaman pendidikan yang diperlukan untuk mengatasi dengan khusus kebutuhan siswa. Sebanyak 3.67% dari mereka mempertahankan bahwa guru pendidikan umum lebih suka mengirim kebutuhan khusus siswa ke kelas pendidikan khusus dari pada mengandalkan bantuan guru inklusi di kelas mereka. Namun demikian, Sebanyak 51% berpendapat bahwa guru pendidikan umum yang bertanggung jawab untuk kebutuhan khusus siswa dalam kelas mereka.9 Berdasarkan permasalahan di atas, maka dengan dasar inilah yang mendorong peneliti mencoba mengadakan penelitian dengan judul:

“Persepsi Guru Matematika terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam PembelajaranMatematika.”

9 Monahan, R. G., Marino, S. B. and Millar, R. Teacher attitudes towards inclusion: implications for teacher education in schools 2000. (Education,1996) hal 316-320.


(18)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana persepsi guru matematika terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam pembelajaran matematika siswa kelas VIII di SMPN 29 Surabaya?

2. Bagaimana sikap guru matematika terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam pembelajaran matematika siswa kelas VIII di SMPN 29 Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui persepsi guru matematika terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam pembelajaran matematika siswa kelas VIII di SMPN 29 Surabaya.

2. Untuk mengetahui sikap guru matematika terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam pembelajaran matematika siswa kelas VIII di SMPN 29 Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

Pengetahuan atau hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, antara lain sebagai berikut:

a)

Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan, khususnya tentang persepsi dan sikap terhadap ABK dalam pembelajaran matematika.

b)

Manfaat praktis

1.

Bagi guru yang mengajar ABK

Diharapkan dapat memberikan masukan kepada guru yang mengajar ABK untuk selalu meningkatkan profesionalitasnya pada saat mengajar sehingga dapat meningkatkan minat belajar ABK.

2.

Bagi orang tua yang memiliki ABK

Diharapkan dapat memberikan wawasan kepada orang tua untuk lebih menghargai dan mendukung potensi yang dimiliki ABK, tidak hanya melihat kekurangannya saja.


(19)

3.

Bagi Kepala Sekolah Reguler Lainnya

Diharapkan kepala sekolah dapat memberikan pengajaran berupa kegiatan serta pelatihan kepada guru-guru agar dapat membentuk sikap dan perilaku yang baik terhadap ABK.

E. Batasan Masalah

Dari permasalahan di atas, maka peneliti membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut:

1.

Penelitian ini hanya ditujukan pada guru matematika dan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yaitu Slow Respon dan Tuna daksa di kelas VIII-F dan VIII-H SMPN 29 Surabaya.

2.

Penelitian ini membahas pembelajaran matematika tentang pemahaman konsep bilangan.

F. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan penafsiran dalam memahami judul penelitian di atas, maka peneliti perlu membuat definisi operasional sebagai berikut:

1. Persepsi adalah suatu proses aktivitas seseorang dalam memberikan kesan, penilaian, pendapat, merasakan dan menginterpretasikan sesuatu berdasarkan informasi yang diperoleh.

2. Sikap adalah suatu kecenderungan dan keyakinan seseorang terhadap suatu hal (objek) sebagai upaya penyesuaian diri terhadap lingkungan.

3. Guru Matematika dalam penelitian ini adalah guru umum yang mengajar matematika pada siswa ABK.

4. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau perkembangan mengalami kelainan atau penyimpangan fisik, mental-intelektual, sosial dan atau emosional dibanding dengan anak-anak lain seusianya, sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. 5. Pembelajaran Matematika merupakan suatu proses komunikasi

fungsional antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa dalam upaya untuk membantu siswa dalam mengkonstruksi atau membangun prinsip dan konsep matematika.


(20)

7

A. Kajian Tentang Persepsi Guru

1. Pengertian Persepsi

Secara etimologis, persepsi atau perception berasal dari bahasa latin perceptio dari kata percipere, yang artinya menerima atau mengambil.10 Menurut Bimo Walgito persepsi merupakan suatu proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris.11Namun proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Karena itu proses persepsi tidak dapat lepas dari proses penginderaan merupakan proses pendahulu dari proses persepsi.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan tentang pengertian persepsi, diantaranya sebagai berikut:12 1) Persepsi adalah tanggapan langsung dari suatu serapan. 2) Persepsi adalah proses seseorang, pengetahuan beberapa

hal melalui panca inderanya.

Slameto menjelaskan bahwa persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi manusia terus-menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya melalui indera penglihat, pendengar, peraba, perasa, dan penciuman.13

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan sebuah proses tanggapan atau penerimaan suatu informasi berupa stimulus yang diterima melalui indera, kemudian menimbulkan reaksi terhadap hal tersebut melalui interpretasi sehingga menghasilkan pendapat maupun tingkah laku. Persepsi dalam penelitian ini adalah tanggapan guru matematika terhadap Anak

10Alex Sobur.Psikologi Umum.(Bandung: Pustaka Setia. 2003).hlm 45

11Bimo Walgito. Pengantar Psikologi Umum.(Yogyakarta:Andi Offset 2010).hlm 99 12Tim Penyusun Kamus, Pusat Bimbingan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia , ( Jakarta : Balai Pustaka, 1990), hlm. 75

13

Slameto.Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. (Jakarta: PT Rineka Cipta 2010).hlm 102


(21)

Berkebutuhan Khusus (ABK) yang ada di Sekolah SMPN 29 Surabaya.

Berikut adalah persepsi guru terhadap peserta didik menurut Monica D Giffing, diantaranya sebagai berikut:14

1. Guru mempunyai pemahaman yang luas tentang

pendidikan/sekolah.

2. Guru mempunyai kemampuan untuk membuat suasana kelas menjadi aman dan nyaman bagi semua peserta didik. 3. Guru mampu mengenali setiap karakteristik yang dimiliki

oleh semua peserta didik.

4. Guru mempunyai keterampilan dalam mengajar semua peserta didik tanpa terkecuali.

2. Komponen Persepsi

Alex Sobur menjelaskan terdapat tiga komponen utama proses pembentukan persepsi, diantaranya sebagai berikut:15

a. Seleksi.

Penyampaian oleh indera terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit. Setelah diterima, rangsangan atau data diseleksi.

b. Interpretasi

Proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang komplek menjadi sederhana.

c. Pembulatan

Penarikan kesimpulan dan tanggapan terhadap informasi yang diterima. Persepsi yang diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi yaitu bertindak sehubungan dengan apa yang telah di serap yang terdiri

14Giffing, Monica D., "Perceptions of Agriculture Teachers Toward Including Students with Disabilities" (2009).All Graduate Theses and Dissertations.Hlm. 302


(22)

dari reaksi tersembunyi sebagai pendapat/sikap dan reaksi terbuka sebagai tindakan yang nyata sehubungan dengan tindakan yang tersembunyi (pembentukan kesan).

3. Faktor-Faktor Pembentuk Persepsi

Wirawan menjelaskan bahwa terbentuknya persepsi dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya sebagai berikut:16 a. Perhatian

Seluruh rangsang yang ada disekitar kita, tidak dapat kita tangkap sekaligus, tetapi harus difokuskan pada satu atau dua objek saja. Perbedaan fokus antara satu orang dengan orang lain menyebabkan terjadinya perbedaan persepsi.

b. Set

Set adalah harapan seseorang akan rangsang yang akan timbul. Perbedaan set juga akan menyebabkan perbedaan persepsi.

c. Kebutuhan

Kebutuhan sesaat maupun menetap dalam diri individu akan mempengaruhi persepsi orang tersebut. Kebutuhan yang berbeda akan menyebabkan persepsi yang berbeda pula bagi tiap-tiap individu.

d. Sistem Nilai

Sistem nilai yang berlaku di dalam masyarakat juga berpengaruh terhadap persepsi seseorang.

e. Ciri Kepribadian

Pola kepribadian yang dimiliki oleh individu akan menghasilkan persepsi yang berbeda.

4. Syarat Terjadinya Persepsi

Bimo Walgito menjelaskan bahwa ada beberapa syarat sebelum individu mengadakan persepsi, diantaranya sebagai berikut:

a. Objek

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar 16

Wirawan. Profesi dan Standar Evaluasi. (Jakarta: Yayasan & UNHAMKA PRESS,2002).hlm49


(23)

individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Namun sebagian besarstimulusdatang dari luar individu.

b. Reseptor

Reseptor merupakan alat untuk menerimastimulus. Di samping itu pula harus ada syaraf sensorik sebagai alat untuk meneruskanstimulusyang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. c. Perhatian

Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatanatau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.

B. Kajian Tentang Sikap 1. Pengertian Sikap

Sikap manusia bukanlah yang melekat sejak lahir, tetapi diperoleh melalui proses pembelajaran yang sejalan dengan perkembangan hidupnya. Asrori mendefinisikan sikap adalah predisposisi emosional yang dipelajari untuk merespon secara konsisten terhadap suatu objek.17 Sikap sendiri tidak identik dengan respon dalam bentuk perilaku dan tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat disimpulkan dari konsistensi perilaku yang dapat diamati di lingkungan sekitar. Kecenderungan sikap dapat berbentuk penerimaan maupun penolakan terhadap suatu objek tertentu.

Menurut ahli yang terkenal di bidang psikologi sosial dan psikologi kepribadian, La Pierre menjelaskan bahwa sikap sebagai pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi social atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimulussosial yang telah terkondisikan.18

17M.Asrori. op. cit. hlm 45 18

Azwar, S.Sikap Manusia. Teori dan Pengukurannya (Edisi ke 2).(Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2010).hlm 107


(24)

Sarwono mengemukakan bahwa sikap merupakan proses evaluasi yang sifatnya internal dan subjektif yang berlangsung dalam diri seseorang dan tidak dapat diamati secara langsung.19Sedangkan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Thurstone juga berpendapat bahwa sikap sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan objek psikologi. Orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu objek psikologi apabila ia suka, sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap yang negatif terhadap objek psikologi bila ia tidak suka terhadap obyek psikologi.20

Dari definisi sikap di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu kecenderungan dan keyakinan seseorang terhadap suatu hal (objek) sebagai upaya penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial. Sedangkan sikap guru yang profesional adalah guru yang kompeten menjalankan profesi keguruannya dengan kemampuan tinggi. Untuk memahami beratnya profesi guru karena harus memiliki keahlian ganda berupa keahlian dalam bidang pendidikan dan keahlian dalam bidang studi yang diajarkan.

Menurut Zakiah Daradjat guru itu harus lebih memperhatikan sikap pada saat mengajar, diantaranya sebagai berikut:21

1. Mencintai jabatannya sebagai guru. 2. Bersikap adil terhadap peserta didik. 3. Berlaku sabar, ikhlas, dan tenang. 4. Guru harus berwibawa.

5. Menunjukkan ekspresi gembira. 6. Guru harus bisa bersikap manusiawi.

7. Bekerja sama dengan guru-guru lain dan masyarakat. 8. Memahami peserta didik.

19Sarlito W. Sarwono.Psikologi sosial. (Jakarta: Salemba Humanika,2009).hlm 79 20Abu Hamadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm.163. 21


(25)

2. Komponen Sikap

Sarwono, dkk mengemukakan bahwa sikap adalah konsep yang dibentuk oleh tiga komponen, yaitu kognitif, afektif, dan perilaku. Adapun penjelasan masing-masing komponen sebagai berikut:22

a. Komponen Kognitif

Komponen kognitif berisikan kepercayaan mengenai apa yang berlaku dan apa yang benar bagi objek sikap. Apabila kepercayaan telah terbentuk, akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang diharapkan dari objek.

b. Komponen Afektif

Komponen afektif menyangkut perasaan seseorang terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.

c. Komponen Perilaku atau Konaktif

Komponen konaktif menunjukan bagaimana perilaku atau kecenderungan seseorang dalam berperilaku terhadap objek sikap. Komponen konaktif adalah bentuk perilaku yang tidak dapat hanya dilihat saja tetapi juga meliputi pernyataan atau perkataan yang diucapkan seseorang. 3. Faktor-Faktor Pembentuk Sikap

Saifuddin Azwar menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap, diantaranya sebagai berikut:23

a. Pengalaman Pribadi

Penghayatan yang kuat akan apa yang telah kita alami dapat menjadi dasar dalam pembentukan sikap. Pengalaman pribadi yang melibatkan emosional dan

penghayatan yang mendalam akan memudahkan

terbentuknya sikap.

22Ibid. 23

Saifuddin Azwar. Sikap manusia: teori dan pengukurannya. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset,2015).hlm 30-38


(26)

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Orang lain merupakan salah satu komponen sosial yang mempengaruhi sikap. Seseorang cenderung memiliki sikap yang searah dengan orang lain yang dianggap penting, yaitu seseorang dapat meniru sikap dari orang yang dianggap penting.

c. Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan dimana seseorang tinggal akan berpengaruh terhadap pembentukan sikap begitu juga dengan lingkungan yang juga sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadiaan seseorang.

d. Media masa

Media masa sebagai sarana komunikasi membawa sugesti-sugesti yang dapat mengarahkan pendapat seseorang. Apabila sugesti tersebut cukup kuat, akan berpengaruh terhadap pembentukan sikap.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Melalui lembaga pendidikan dan lembaga agama seseorang diajarkan mengenai moral. Lembaga pendidikan dan lembaga agama meletakan dasar pada diri seseorang untuk menentukan kepercayaan seseorang. Sehingga kepercayaan tersebut yang akan membentuk sikap seseorang.

f. Pengaruh faktor emosional

Sikap bukan hanya dibentuk oleh kebudayaan yang ada dalam suatu lingkungan tetapi juga emosi yang ada pada diri seseorang. Sikap yang muncul pada seseorang dapat berupa sikap yang didasari oleh emosi.

4. Sikap Guru terhadap Peserta Didik

Berikut adalah sikap guru terhadap peserta didik menurut Rugaiyah dan Atiek Sismiati, diantaranya sebagai berikut:24

a. Guru melaksanakan tugas secara profesional yaitu mendidik, mengarahkan, melatih, menilai, membimbing, mengajar dan mengevaluasi hasil belajar.

24

Sismiati dan Rugaiyah,Profesi Kependidikan ,(Bogor: Ghalia Indonesia, 2011),hlm 21-22


(27)

b. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati dan mengamalkan hak dan kewajiban sebagai individu dan warga sekolah.

c. Guru memahami perbedaan karakteristik setiap individu dan memberikan layanan pembelajaran sesuai hal peserta didik.

d. Guru mencari informasi mengenai peserta didik untuk menunjang proses pembelajaran.

e. Guru membuat suasana kelas menjadi nyaman, dan menyenangkan.

f. Guru menjalin hubungan peserta didik dengan penuh kasih sayang dan menjauhkan dari tindakan kekerasan.

g. Guru berusaha mencegah setiap gangguan negatif yang dapat mempengaruhi perkembangan peserta didik.

h. Guru mengerahkan segenap kemampuan profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan seluruh kemampuan pribadinya, serta kreatifitas peserta didik.

i. Guru selalu menjunjung harga diri dan tidak merendahkan peserta didik.

j. Guru bertindak dan memahami peserta didik secara adil. C. Kajian Tentang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau perkembangan mengalami kelainan atau penyimpangan fisik, mental-intelektual, sosial dan atau emosional dibanding dengan anak-anak lain seusianya, sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.25Aqila Smart menjelaskan bahwa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya.26 Sedangkan menurut Heward, Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi, atau 25Miftakhul Jannah & Ira Darmawanti,Tumbuh Kembang Anak Usia Dini & Deteksi Dini pada Anak Berkebutuhan Khusus,(Surabaya: Insight Indonesia, 2004) hlm.15

26

Aqila Smart,Anak Cacat Bukan Kiamat (Metode Pembelajaran & Terapi untuk Anak Berkebutuhan Khusus),(Yogyakarta : Kata Hati, 2010) hlm.33


(28)

fisik. Bisa jadi, ABK justru memiliki kemampuan melebihi siswa pada umumnya, misalnya anak yang berbakat atau memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa. Anak dengan karakteristik semacam ini memerlukan penanganan khusus dalam memenuhi kebutuhan belajarnya.

Anak berkebutuhan khusus memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya. Keunikan tersebut menjadikan mereka berbeda dari anak-anak normal pada umumnya. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilikinya, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka.

Dengan demikian, yang dimaksud dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda pada umumnya karena memiliki hambatan belajar yang diakibatkan oleh adanya hambatan perkembangan persepsi, hambatan perkembangan fisik, hambatan perkembangan perilaku dan hambatan perkembangan inteligensi/kecerdasan. Bahkan sebagian dari ABK ada pula yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa. Berkebutuhan khusus lebih memandang pada kebutuhan anak untuk mencapai prestasi dan mengembangkan kemampuannya secara optimal. Oleh karena itu, ABK memerlukan bentuk layanan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan dan potensi mereka.

2. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Klasifikasi anak berkebutuhan khusus dibagi menjadi dua bagian, yaitu berkebutuhan khusus temporer dan berkebutuhan khusus permanen.27Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang bersifat temporer/ sementara adalah anak yang mengalami hambatan perkembangan disebabkan oleh faktor eksternal. Sedangkan ABK yang bersifat permanen adalah anak yang mengalami hambatan belajar yang bersifat internal dan akibat langsung dari kondisi kecacatan. Ketika berkebutuhan khusus temporer tidak dapat ditangani dengan baik maka akan 27

Memet dan Widyaiswara, Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus, (Memahami Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus LPMP Jawa Barat.htm), 2013


(29)

menjadi berkebutuhan khusus permanen. Berdasarkan kemampuan intelektualnya, ABK dapat dikelompokkan menjadi dua kategori antara lain:28

1. Anak berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata.

2. Anak berkelainan yang memiliki kemampuan intelektual di bawah rata-rata.

Secara garis besar, yang tergolong Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) berdasarkan jenis kebutuhannya sebagaimana menurut gagasan Hallahan dan Kauffman, Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Hadiyanto, yaitu:29

a) Tuna Netra (anak dengan gangguan penglihatan)

Tuna netra adalah gangguan daya penglihatan, berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun mereka telah diberi pertolongan alat bantu khusus mereka masih tetap mendapat pendidikan khusus.

Ciri-ciri tuna netra:

Anak-anak dengan gangguan penglihatan dapat diketahui dengan ciri-ciri berikut :

1. Tidak mampu melihat.

2. Tidak mampu mengenali pada jarak 6 meter. 3. Kerusakan nyata pada kedua bola mata. 4. Sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan. 5. Mengalami kesulitan saat mengambil benda kecil di

sekitarnya.

6. Bagian bola mata yang hitam berwarna

keruh/bersisik/kering.

7. Peradangan hebat pada kedua bola mata.

8. Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak, antara lain: mata bergoyang-goyang terus.

b) Tuna Rungu (anak dengan gangguan pendengaran)

Gangguan pendengaran merupakan gangguan yang menghambat proses informasi bahasa melalui

28Bambang Dibyo Wiyono,Pendidikan Inklusif (Bunga Rampai Pemikiran Educational for All), Jurnal pendidikan Univ. Negeri Malang, 2011


(30)

pendengaran, dengan maupun tanpa alat pengeras, bersifat permanen maupun sementara, yang mengganggu proses pembelajaran anak.

Ciri-ciri tuna rungu: 1. Tidak mampu dengar.

2. Terlambat perkembangan bahasa.

3. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi. 4. Kurang tanggap bila diajak bicara.

5. Ucapan kata tidak jelas. 6. Kualitas suara aneh/monoton.

7. Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar. 8. Banyak perhatian terhadap getaran.

9. Keluar nanah dari kedua telinga. 10. Terdapat kelainan organis telinga c) Tuna Daksa (anak dengan kelainan fisik)

Merupakan gangguan fisik yang berkaitan dengan tulang, otot, sendi dan sistem persarafan, sehingga memerlukan pelayanan khusus.

Ciri-ciri tuna daksa:

1. Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh.

2. Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur atau tidak terkendali).

3. Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap atau tidak sempurna dari biasa.

4. Terdapat cacat pada alat gerak.

5. Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam. 6. Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan

menunjukkan sikap tubuh tidak normal.

d) Anak yang berbakat atau memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa

IDEA (Individuals with Disabilities Education Act) menjelaskan bahwa anak yang berbakat adalah anak yang memiliki kemampuan yang melebihi dari kemampuan orang lain pada umumnya dan mampu untuk menunjukkan hasil kerja yang sangat tinggi. Keberbakatan ini dapat dilihat dari berbagai area seperti: kemampuan intelektual secara umum, akademis yang khusus, berpikir kreatif,


(31)

kepemimpinan, seni, dan psikomotor. Seorang anak dapat dikatakan berbakat apabila ia memiliki kemampuan yang di atas rata-rata, memiliki komitmen terhadap tugas yang tinggi dan juga kreatif.

e) Tuna Grahita (anak dengan retardasi mental)

Tuna Grahita adalah kondisi kelainan/keterbelakangan mental, (retardasi mental) atau tingkah laku akibat kecerdasan yang terganggu, yang disebabkan oleh fungsi-fungsi kognitif yang sangat lemah. Adakalanya cacat mental dibarengi dengan cacat fisik sehingga disebut cacat ganda.

Ciri-ciri tuna grahita:

1. Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar.

2. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia. 3. Perkembangan bicara/bahasa terlambat.

4. Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong).

5. Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali).

6. Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler). f) Anak lamban belajar (slow learner)

g) Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik

Anak berkesulitan belajar adalah anak yang mengalami kesulitan belajar karena ada gangguan persepsi. Ada tiga bentuk kesulitan belajar anak, (Attention Deficit Disorder (ADD)/Gangguan konsentrasi, Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD)/ Gangguan hiperaktif, Dyslexia/Baca, Dysgraphia/Tulis, Dyscalculia/ Hitung, Dysphasia/Bicara,Dyspraxia/Motorik).

h) Tuna Laras (anak dengan gangguan emosi dan perilaku) i) Tuna Wicara (anak dengan gangguan dalam berbicara)

Menurut IDEA (Individuals with Disabilities Education Act) tahun 1997, gangguan ini mengacu pada


(32)

gangguan komunikasi seperti gagap, gangguan artikulasi, gangguan bahasa, atau gangguan suara yang berdampak pada hasil pembelajaran seorang anak.

Ciri-ciri anak gangguan bicara:

1. Sulit menangkap isi pembicaraan orang lain. 2. Tidak lancar dalam bicara.

3. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi. 4. Suara parau.

5. Tidak fasih mengucapkan kata-kata tertentu.

6. Dapat atau tidak disertai ketidaklengkapan organ bicara atau sumbing.

j) Autis

Autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan yang dimanifestasikan dalam hambatan komunikasi verbal dan non verbal, masalah pada interaksi sosial, gerakan yang berulang dan stereotip, sangat terganggu dengan perubahan dari suatu rutinitas, memberikan respon yang yang tidak sesuai terhadap rangsangan sensoris.

Ciri-ciri anak autis:

1. Terlambat bicara atau tidak dapat berkomunikasi. 2. Mengeluarkan kata-kata yang tidak dapat dimengerti

orang lain (bahasa planet).

3. Menolak atau menghindar untuk bertatap mata. 4. Tidak menoleh bila dipanggil.

D. Pembelajaran Matematika

Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Matematika merupakan salah satu jenis dari enam materi ilmu yaitu matematika, fisika, biologi, psikologi, ilmu-ilmu social danlinguistik. Didasarkan pada pandangan konstruktivisme, hakikat matematika yakni anak yang belajar matematika dihadapkan pada masalah tertentu berdasarkan


(33)

konstruksi pengetahuan yang diperolehnya ketika belajar dan anak berusaha memecahkannya.30

Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses pendidikan dalam ruang lingkup sekolah. Suherman mendefinisikan “Pembelajaran adalah proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan”.31

Proses pembelajaran adalah berjalannya suatu pembelajaran dalam suatu kelas agar siswa belajar dengan menggunakan model pembelajaran terbimbing.32 Suatu proses pembelajaran bertujuan agar siswa mampu mengembangkan kemampuan fisik maupun psikis ke dalam tiga ranah. Sehingga pembelajaran yang berlangsung akan lebih bermakna. Tidak hanya sebatas pengetahuannya saja, namun lebih pada pengamalan ilmu dan keterampilan menciptakan sesuatu sebagai hasil pemahaman ilmu tertentu. Secara tidak langsung proses pembelajaran dipengaruhi oleh perencanaan yang baik yang dapat kita lihat dari rencana pelaksanaan.

Sedangkan dalam hubungannya dengan dengan

pembelajaran matematika, Suherman mengemukakan bahwa: “Pembelajaran matematika adalah suatu upaya membantu siswa untuk mengkonstruksi atau membangun konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep atau prinsip tersebut terbangun dengan sendirinya”.33

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan suatu proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa dalam upaya untuk membantu siswa dalam mengonstruksi atau membangun prinsip dan konsep matematika. Pembangunan prinsip dan konsep tersebut lebih diutamakan dibangun sendiri oleh siswa sedangkan guru hanya sebagai “jembatan” dalam rangka memahami 30Hamzah,Model Pembelajaran(Jakarta:PT. Bumi Aksara, 2007), hlm 126-132 31Erman Suherman,Strategi pembelajaran matematika kontemporer, (Jakarta:JICA, 2006), hlm.11

32Suismanto, dkk. Panduan Pelaksanaan Praktik Pengalaman Lapangan 1.(Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, 2013).hlm. 14


(34)

konsep dan prinsip tersebut. Karena dengan dibangunnya prinsip dan konsep diharapkan siswa mengalami perubahan sikap dan pola pikirnya sehingga dengan bekal tersebut siswa akan terbiasa menggunakannya dalam menjalani kehidupannya sehari-hari.

Pembelajaran matematika sebagai suatu proses kegiatan, terdiri atas tiga fase atau tahapan. Fase-fase proses pembelajaran matematika yang dimaksud meliputi tahap perencanaan pembelajaran, tahap pelaksanaan pembelajaran, dan tahap evaluasi suatu tugas pekerjaan selama proses pembelajaran.

1.

Tahap Perencanaan

Perencanaan pembelajaran perlu dilakukan untuk mengkoordinasikan komponen pembelajaran yang meliputi identitas mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar. Perencanaan pembelajaran tersebut harus disusun secara lengkap dan sistematis sehingga pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, serta memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif.

2.

Tahap Pelaksanaan Pembelajaran

Tahap ini merupakan tahap implementasi atau tahap pelaksanaan atas perencanaan pengajaran yang telah dibuat oleh guru. Dalam tahap ini, guru melakukan interaksi belajar mengajar melalui penerapan berbagai strategi, metode, teknik pembelajaran dan pemanfaatan seperangkat media. Dengan demikian, pada pelaksanaan pembelajaran guru hendaknya mengatur kondisi yang mempengaruhi pembelajaran, antara lain tentang isi, menetapkan sendi pengajaran untuk siswa yang menjadi objek pengajaran dan menciptakan suasana yang menyenangkan dalam proses belajar mengajar. Adapun langkah-langkah kegiatan pembelajaran melalui tiga tahapan pokok, yaitu tahap pra instruksional, tahap instruksional, dan tahap penilaian. Salah satu dari ketiga tahapan tersebut tidak boleh ditinggalkan karena merupakan rangkaian dalam proses pembelajaran.


(35)

3.

Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut

Kegiatan evaluasi dan tindak lanjut dalam pembelajaran tidak hanya diartikan sebagai kegiatan menutup pelajaran, tetapi juga sebagai kegiatan akhir dalam pembelajaran. Kegiatan tindak lanjut harus ditempuh berdasarkan proses dan evaluasi siswa. Kegiatan evaluasi dan tindak lanjut harus dilakukan secara sistematis dan fleksibel, sehingga dalam prosesnya akan dapat menunjang optimalisasi hasil belajar siswa.


(36)

23

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Nana Syaodih mengungkapkan, penelitian deskriptif kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari perspektif partisipan (orang yang diambil datanya).35 Hal ini juga sesuai dengan yang dijelaskan oleh Lexy J.

Moleong bahwa penelitian penelitian deskriptif kualitatif, yakni penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, seperti sikap, persepsi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata ataupun bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.36

Dalam hal ini, peneliti berupaya menggambarkan kegiatan penelitian yang dilakukan, yaitu menganalisis bagaimana persepsi dan sikap guru matematika terhadap siswa ABK dalam pembelajaran matematika di kelas VIII SMP Negeri 29 Surabaya.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 29 yang bertempat di Jl. Prof. Dr. Moestopo No. 4 Pacarkeling, Surabaya. Adapun waktu dan kegiatan penelitian sebagaimana dipaparkan peneliti dalam Tabel 3.1 berikut ini:

Tabel 3.1

Waktu Pelaksanaan Penelitian

No. Hari/Tanggal Nama Kegiatan

1 Rabu, 18 Mei 2016

Meminta izin kepada Kepala SMP Negeri 29 Surabaya untuk melakukan penelitian.

2 Minggu, 30 Mei 2016 Validasi dan revisi

35 Nana Syaodih S, Metode Penelitian Pendidikan , (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2008), hlm 94

36 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif .(Bandung: PT Remaja Rosdakarya,


(37)

instrumen penelitian kepada validator.

3 Kamis, 9 Juni 2016

a. Melakukan

wawancara dengan guru.

b. Penyebaran angket kepada guru.

4

Senin, 18 Juli 2016 Melakukan observasi terhadap guru dalam proses pembelajaran. Rabu, 3 Agustus 2016

5 Senin, 18 Juli 2016

Meminta surat balasan penelitian kepada Kepala SMP Negeri 29 Surabaya bahwa benar-benar telah melakukan penelitian.

C. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah guru matematika sebanyak 2 orang dan siswa ABK sebanyak 5 anak di kelas VIII SMP Negeri 29 Surabaya tahun pelajaran 2016/2017. Sedangkan objek penelitian ini adalah persepsi dan sikap guru matematika terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam pembelajaran matematika.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi: 1. Observasi

Observasi adalah pengambilan data dengan cara mengamati suatu kondisi atau fakta alami, tingkah laku dan hasil kerja responden dalam situasi alami.37 Sedangkan menurut

Trianto, observasi adalah pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan melibatkan seluruh indera untuk mendapatkan data.38 Dengan demikian, observasi adalah proses pengambilan

37 Zaenal Arifin, Metodologi Penelitian Pendidikan: Filosofi, Teori dan Aplikasinya,

(Surabaya: Lentera Cendikia, 2010), hlm 101.

38 Trianto, Pengantar Penelitian Pendidikan bagi Pengembangan Profesi Pendidikan dan Tenaga


(38)

data yang melibatkan seluruh indera melalui kegiatan pengamatan terhadap suatu kondisi atau fakta alami, tingkah laku dan hasil kerja responden dalam situasi alami/nyata.

Arifin mengelompokkan pengambilan data menggunakan metode observasi menjadi tiga macam, yaitu observasi terbuka, observasi tertutup dan observasi tidak langsung.39 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode

observasi terbuka, dimana kehadiran peneliti dalam menjalankan tugasnya di tengah-tengah kegiatan responden diketahui secara terbuka, sehingga antara responden dengan peneliti terjadi interaksi secara langsung. Observasi dilakukan selama proses kegiatan belajar mengajar berlangsung untuk memperoleh data mengenai sikap guru matematika terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) pada proses pembelajaran. 2. Kuesioner atau Angket

Kuesioner atau angket adalah metode pengumpulan data berupa sejumlah pernyataan tertulis yang bertujuan untuk memperoleh informasi dari responden tentang kejadian atau peristiwa yang dialami.40 Angket yang digunakan dalam

penelitian ini dimaksudkan untuk menelusuri persepsi dan sikap guru matematika terhadap ABK di SMP Negeri 29 Surabaya.

3. Wawancara

Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.41

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur (semi structure interview). Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-depth-interview, dimana dalam pelaksaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya.42 Dalam penelitian ini

Kependidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010), hlm 266-267.

39 Zaenal Arifin, Op.cit,hlm 101. 40 Trianto,Op.Cit hlm 265

41 Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2012). hlm 317. 42Ibid. Hal 320


(39)

wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara yang sudah disusun sebelumnya yang berisi tentang garis besar pokok permasalahan penelitian yaitu persepsi guru terhadap siswa ABK. Wawancara ini ditujukan kepada guru matematika di SMP Negeri 29 Surabaya.

4. Dokumentasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dokumentasi didefinisikan sebagai sesuatu yang tertulis, tercetak atau terekam yang dapat dipakai sebagai bukti atau keterangan. Sedangkan menurut Paul Outlet pengertian dokumentasi adalah kegiatan khusus berupa pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, penemuan kembali dan penyebaran dokumen.43 Dokumentasi yang digunakan peneliti adalah

dokumentasi berupa foto yang berkaitan dengan sikap guru terhadap siswa ABK yang terjadi pada saat pembelajaran berlangsung. Tujuan peneliti menggunakan teknik dokumentasi ini sebagai penunjang untuk memperkuat hasil data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara.

E. Instrumen Penelitian

Intrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.44

Dalam penelitian kualitatif ini, instrumen yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Lembar observasi sikap guru

Lembar observasi (Lampiran 1) ini digunakan untuk mendapatkan data tentang aktivitas guru yang berkaitan dengan sikap terhadap siswa ABK pada saat pembelajaran berlangsung di kelas VIII SMP Negeri 29 Surabaya. Lembar observasi yang digunakan adalah lembar observasi terstruktur berupa checklist

untuk memudahkan peneliti dalam melakukan pengamatan. Sebelum digunakan, daftar pernyataan observasi terlebih dahulu divalidasikan kepada dosen yang berkompeten yaitu Imam Rofiki, M.Pd (Dosen Pendidikan UIN Sunan Ampel Surabaya) dan Febriana Kristanti, M.Si (Dosen Pendidikan

43 http://wawan-junaidi.blogspot.com/2016/01/pengertian-dokumentasi.html.diakses 1

januari 2016


(40)

UIN Sunan Ampel Surabaya). Lembar observasi ini juga telah melalui proses revisi sesuai saran-saran dan pertimbangan dari validator tersebut. Lembar validasi observasi ini terdapat pada lampiran 2 dan lampiran 3. Data sikap guru diperoleh melalui dan kolom yang tersedia sesuai dengan kondisi guru saat pembelajaran berlangsung.

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Observasi Sikap Guru

No Aspek yang dilihat

Indikator Nomor

1

Kegiatan Pendahuluan

a. Pembukaan / Salam b. Melakukan

apersepsi c. Menyampaikan

kompetensi pembelajaran

1,2,3,4,5

2

Kegiatan Inti

a. Menyampaikan materi

pembelajaran b. Pembentukan

kelompok c. Membimbing

siswadalam kelompok

6,7,8,9,10, 11,12,13,14

3

Kegiatan Penutup

a. Melakukan refleksi pembelajaran b. Membuat

rangkuman c. Penutupan

15,16,17


(41)

2. Lembar Kuesioner atau Angket

Pada instrumen penelitian kuesioner atau angket dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut:

a. Persepsi guru

Angket persepsi guru (lampiran 4) ini berisi pernyataan-pernyataan yang dimaksudkan untuk menggali informasi mengenai persepsi guru matematika terhadap siswa ABK kelas VIII SMP Negeri 29 Surabaya. Angket ini disusun berdasarkan kriteria yang ada dalam indikator persepsi guru yang digunakan oleh Monica D.Giffing

dalam penelitiannya yang berjudul “The Perceptions of

Agriculture Teachers on Including Students with Disabilities”. Bentuk angket ini berupa 26 peryataan dan setiap butir pernyataan disediakan 5 pilihan jawaban meliputi Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (RG), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Dalam pengisian angket ini, guru tinggal memberi tanda centang kondisi yang sebenarnya.

Sebelum digunakan, angket persepsi guru ini terlebih dahulu divalidasikan kepada dosen yang berkompeten yaitu Imam Rofiki, M.Pd (Dosen Pendidikan UIN Sunan Ampel Surabaya) dan Febriana Kristanti, M.Si (Dosen Pendidikan UIN Sunan Ampel Surabaya). Lembar angket persepsi guru ini juga telah melalui proses revisi sesuai saran-saran dan pertimbangan dari validator tersebut. Lembar validasi angket persepsi guru ini terdapat pada lampiran 5 dan lampiran 6.


(42)

Tabel 3.3

Kisi-kisi Instrumen Angket Persepsi Guru

No Aspek

Persepsi Indikator

Nomer Soal

Jumlah Soal

1 Pemaha man yang luas tentang pendidik an/sekola h inklusi a. Mengetahui kemampuan yang dimiliki ABK

1, 2 2

b. Mengetahui kebutuhan yang dimiliki ABK

3, 4 2

2 Kemamp

uan guru dalam memfasil itasi peserta didik a. Mampu beradaptasi dengan bahan/ kurikulum ABK

5, 10 2

b. Mampu mengatur perilaku ABK

6 1

c. Mampu menciptaka n suasana yang nyaman bagi ABK

7, 8, 9 3

d. Mampu menyediaka n waktu lebih untuk ABK


(43)

3 Mengena li setiap karakteri stik/tingk at kecacata n yang dimiliki oleh semua peserta didik a. Mampu mengenali setiap karakteristi k/ tingkat kecacatan yang dimiliki ABK 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19 7

4 Keteram pilan dalam mengajar semua peserta didik tanpa terkecual i a. Mampu mengajar ABK berdasarkan tingkat kecacatan yang mereka miliki 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26 7

Total 26

b. Sikap guru

Angket sikap guru (lampiran 7) ini berisi pernyataan-pernyataan yang dimaksudkan untuk menggali informasi mengenai sikap guru matematika terhadap siswa ABK kelas VIII SMP Negeri 29 Surabaya. Angket ini disusun berdasarkan kriteria yang ada dalam indikator sikap guru yang digunakan oleh Dina Mariyana dalam penelitiannya yang berjudul: “Hubungan Antara Persepsi Siswa tentang Sikap Mengajar Guru PAI dengan Prestasi Belajar PAI Siswa Kelas VIII SMPN 4 Pandak Bantul Yogyakarta”. Bentuk angket ini berupa 20 peryataan dan setiap butir pernyataan disediakan 5 pilihan jawaban meliputi Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (RG), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Dalam pengisian angket ini, guru tinggal memberi tanda centang


(44)

kondisi yang sebenarnya.

Sebelum digunakan, angket sikap guru ini terlebih dahulu divalidasikan kepada dosen yang berkompeten yaitu Imam Rofiki, M.Pd (Dosen Pendidikan UIN Sunan Ampel Surabaya) dan Febriana Kristanti, M.Si (Dosen Pendidikan UIN Sunan Ampel Surabaya). Lembar angket sikap ini juga telah melalui proses revisi sesuai saran-saran dan pertimbangan dari validator tersebut. Lembar validasi angket sikap guru ini terdapat pada lampiran 8 dan lampiran 9.

Tabel 3.4

Kisi-kisi Instrumen Angket Sikap Guru

No Aspek Sikap Indikator Nomor Soal Banyak Soal Positif Negatif

1 Mencintai jabatannya sebagai seorang guru

- Mampu menjaga penampilan sebagai seorang guru

1, 2 2

2 Bersikap adil pada peserta didik

- Mampu bersikap adil terhadap semua siswa

3, 4 2

3 Berlaku sabar, ikhlas dan tenang

- Mampu bersikap sabar dalam

membimbing siswa - Mampu

bersikap ikhlas dalam

membimbing siswa - Mampu

bersikap tenang dalam


(45)

membimbing siswa 4 Guru harus

berwibawa

- Mampu menjadi kebanggaan semua siswa

9, 10 2

5 Menunjukkan ekspresi gembira - Mampu bersikap riang/gembira dalam melaksanakan pembelajaran

11 12, 2

6 Guru harus bisa bersikap manusiawi

- Mampu memberikan kesan yang menyenangkan

15 13, 14 3 7 Bekerja sama

dengan guru-guru lain

- Mampu bekerja sama dengan guru lain

17 16 2

8 Memahami peserta didik - Mampu memahami jenis karakteristik siswa - Mampu menerima semua pendapat/ masukan dari semua siswa - Mampu

memberikan waktu lebih pada siswa yang kesulitan

18, 19

, 20 3


(46)

3. Lembar Pedoman wawancara

Pedoman wawancara (Lampiran 10) berisi tentang kerangka dan garis besar pokok-pokok masalah yang dijadikan sebagai dasar dalam mengajukan pertanyaan kepada responden penelitian. Pedoman ini merupakan pedoman yang digunakan selama proses mewawancarai subjek penelitian untuk menggali informasi lebih mendalam tentang persepsi guru matematika terhadap siswa ABK dalam pembelajaran matematika. Sebelum diberikan kepada subjek penelitian, pedoman wawancara tersebut telah mendapatkan validasi dari beberapa dosen ahli yaitu Imam Rofiki, M.Pd dan Febriana Kristanti, M.Si yang merupakan dosen pendidikan matematika UINSA Surabaya. Pedoman wawancara ini telah melalui proses revisi sesuai saran dari validator tersebut. Lembar validasi pedoman wawancara ini terdapat pada lampiran 11 dan lampiran 12.

Validasi untuk semua instrumen tersebut mencakup beberapa hal, diantaranya sebagai berikut:

1. Segi materi

a. Butir-butir pertanyaan sudah sesuai dengan indikator persepsi yang meliputi perspektif inklusi, kemampuan, tingkat kecacatan dan tingkat keterampilan.

b. Butir-butir pertanyaan menggambarkan arah tujuan yang ingin dicapai.

2. Segi konstruksi

a. Butir pertanyaan dirumuskan dengan singkat dan jelas. b. Butir pertanyaan yang dirumuskan tidak menimbulkan

penafsiran ganda.

c. Butir pertanyaan yang dirumuskan tidak mendorong/mengarahkan subjek yang diwawancarai pada suatu kesimpulan tertentu.

3. Segi bahasa

a. Bahasa yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.

b. Menggunakan bahasa yang komunikatif dan sesuai dengan jenjang pendidikan subjek.


(47)

4. Dokumentasi foto

Dokumentasi ini digunakan sebagai penunjang data yang diperoleh dari hasil foto tentang aktivitas guru yang berkaitan dengan siswa ABK pada saat pembelajaran di SMP Negeri 29 Surabaya.

Berikut alur instrumen penelitian yang disajikan pada Tabel 3.5 berikut ini:

Tabel 3.5

Alur Instrumen Penelitian N

o Partisipan

Aspek yang diteliti Teknik pengumpula n data Sumber data

1 Siswa ABK Proses pembelajara n observasi Siswa ABK yang ada di kelas 2 Guru

matematika Persepsi dan sikap Wawancara, angket dan observasi Guru matematika 3 Guru pendampin g khusus Identitas siswa ABK Wawancara dan dokumentasi Guru pendampin

g khusus

F. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil angket, observasi, wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, serta membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.45 Analisis yang digunakan pada

penelitian ini diantaranya sebagai berikut:

45 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,


(48)

1. Validasi instrumen penelitian

Analisis data hasil validasi instrumen penelitian dapat dilakukan dengan mencari rata-rata setiap kategori dan rata-rata setiap aspek dalam lembar validasi, sehingga diperoleh rata-rata total penilaian validator terhadap masing-masing instrumen penelitian. Adapun rumus yang digunakan untuk mengetahui validitas instrumen penelitian adalah sebagai berikut:

a. Mencari rata-rata setiap kategori dari semua validator

�� = ∑=1

Keterangan :

��: rata-rata kategori ke-

� :skor hasil penelitian validator ke- terhadap kategori ke-

� : banyak validator

b. Mencari rata-rata setiap aspek dari semua validator

�� = ∑=1��

Keterangan :

�� : rata-rata aspek ke-

�� : rata-rata kategori ke- terhadap aspek ke-

� : banyak kategori dalam aspek ke- c. Mencari rata-rata total validitas

�� = ∑=1��

Keterangan :

�� : rata-rata total validitas

�� : rata-rata aspek ke-

� : banyak aspek

Untuk menentukan kategori kevalidan suatu perangkat diperoleh dengan mencocokkan rata-rata (�̅) total dengan kategori kevalidan instrumen penelitian menurut Khabibah, sebagai berikut:46

46 Siti Khabibah, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika dengan Soal Terbuka untuk Meningkatkan Kreatifitas Siswa Sekolah Dasar, Disertasi, (Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Surabaya, 2006), hal 90.


(49)

Tabel 3.6

Kriteria Pengkategorian Kevalidan Instrumen Penelitian Interval Skor Kategori Kevalidan

4 ≤ VR ≤ 5 Sangat Valid 3 ≤ VR < 4 Valid 2 ≤ VR < 3 Kurang Valid 1 ≤ VR < 2 Tidak Valid

Keterangan :

VR adalah rata-rata total hasil penilaian validator terhadap instrumen penelitian meliputi lembar observasi, angket, dan pedoman wawancara. Suatu instrumen penelitian dikatakan valid jika interval skor pada semua rata-rata berada pada kategori "tinggi" atau "sangat tinggi".

Untuk mengetahui kepraktisan instrumen penelitian, terdapat lima kriteria penilaian umum instrumen penelitian dengan kode nilai sebagai berikut:

Tabel 3.7

Kriteria Penilaian Kepraktisan Istrumen Penelitian

Kode Nilai Keterangan

A Dapat digunakan tanpa revisi

B Dapat digunakan dengan sedikit revisi C Dapat digunakan dengan banyak revisi D Tidak dapat digunakan

2. Analisis lembar observasi sikap guru

Obervasi terhadap sikap guru selama pembelajaran matematika berlangsung meliputi 3 komponen dalam kegiatan pembelajaran yang terdiri dari sub-sub item sejumlah 17 komponen meliputi 5 komponen kegiatan pendahuluan, 9 komponen kegiatan inti dan 3 komponen kegiatan penutup. Masing-masing komponen memiliki rentang penilaian dari 1 sampai dengan 5, dengan keterangan sebagai berikut: 1 = kurang baik, 2 = kurang, 3 = cukup, 4 = baik dan 5 = sangat baik. Dari 17 komponen tersebut diperoleh skor maksimal dengan cara mengalikan jumlah komponen seluruhnya dengan


(50)

rentang terbesar, seperti yang dituangkan dalam hubungan berikut:

Untuk menganalisis sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran dapat diketahui dari hasil persentase. Adapun persentase tersebut diperoleh dari hubungan sebagai berikut:

Peneliti mengelompokkan kriteria sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran berdasarkan hasil persentase yang didapat dari pengolahan skala likert sebagai berikut:47

Tabel 3.8

Kriteria Persentase Penilaian Istrumen Penelitian Observasi Sikap Guru

Hasil Persentase Keterangan

8 ≤ % ≤ Sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran sangat baik

6 ≤ % < 8 Sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran baik

4 ≤ % < 6 Sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran biasa saja

≤ % < 4 Sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran tidak baik

47 Riduwan, Skala pengukuran variabel-variabel penelitian. (Bandung: Alfabeta2012). Hal

15

Persentase = �� � � �� �

� � x 100%

Skor Maksimal = 17 x 5 = 85


(51)

≤ % < Sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran sangat tidak baik

3. Analisis angket a. Persepsi guru

Angket persepsi guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran matematika berisi 26 pernyataan yang terbagi menjadi 4 komponen yaitu perspektif inklusi, kemampuan, tingkat kecerdasan dan tingkat ketrampilan. Untuk pengisian angket, peneliti menggunakan kategori yang harus dipilih oleh guru sebagai berikut: SS= Sangat Setuju, S= Setuju, RG= Ragu-ragu, TS= Tidak Setuju, STS= Sangat Tidak Setuju. Peneliti menggunakan skor bertingkat yang berbeda pada kelima kategori sebagai berikut : SS= 5, S= 4, RG= 3, TS= 2 dan STS= 1.

Untuk menganalisis persepsi guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran dapat diketahui dari hasil persentase. Adapun persentase tersebut diperoleh dari hubungan sebagai berikut:

Peneliti mengelompokkan kriteria persepsi guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran berdasarkan hasil persentase yang didapat dari pengolahan skala likert

sebagai berikut:48

Tabel 3.9

Kriteria Persentase Penilaian Istrumen Penelitian Angket Persepsi Guru

Hasil Persentase Keterangan

8 ≤ % ≤ Persepsi guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran sangat baik 6 ≤ % < 8 Persepsi guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran baik

48Ibid. Hal 15

Persentase = �� � � �� �


(52)

4 ≤ % < 6 Persepsi guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran biasa saja ≤ % < 4 Persepsi guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran tidak baik ≤ % < Persepsi guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran sangat tidak baik

b. Sikap guru

Angket sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran matematika berisi 20 pernyataan, yang terdiri dari 16 pernyataan positif dan 4 pernyataan negatif. Dalam angket ini, pernyataan positif terletak pada nomor 1, 2, 4, 5, 6, 7. 8, 9, 10, 11, 12, 15, 16, 18, 19 dan 20. Adapun pernyataan negatif terletak pada nomor 3, 13,14 dan 17. Untuk pengisian angket, peneliti menggunakan kategori yang harus dipilih oleh guru sebagai berikut: SS= Sangat Setuju, S= Setuju, RG= Ragu-ragu, TS= Tidak Setuju, STS= Sangat Tidak Setuju. Peneliti menggunakan skor bertingkat yang berbeda pada kelima kategori tersebut. Untuk pernyataan positif diberikan skor sebagai berikut: SS= 5, S= 4, RG= 3, TS= 2 dan STS= 1. Sedangkan untuk pernyataan negatif diberikan skor sebagai berikut: SS= 1, S= 2, RG= 3, TS= 4 dan STS= 5.

Untuk menganalisis sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran dapat diketahui dari hasil persentase. Adapun persentase tersebut diperoleh dari hubungan sebagai berikut:

Peneliti mengelompokkan kriteria sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran berdasarkan hasil persentase yang didapat dari pengolahan skala likert

sebagai berikut:49

49 Riduwan, Skala pengukuran variabel-variabel penelitian. (Bandung: Alfabeta2012).hal

15

Persentase = �� � � �� �


(53)

Tabel 3.10

Kriteria Persentase Penilaian Istrumen Penelitian Angket Sikap Guru

Hasil Persentase Keterangan

8 ≤ % ≤ Sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran sangat baik 6 ≤ % < 8 Sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran baik 4 ≤ % < 6 Sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran biasa saja ≤ % < 4 Sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran tidak baik ≤ % < Sikap guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran sangat tidak baik

4. Analisis pedoman wawancara

Miles dan Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas dan datanya sampai jenuh.50

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan dalam periode tertentu. Berikut tahapan analisis dalam penelitian ini:

Gambar 3.1

Langkah-langkah Analisis Data Menurut Miles dan huberman

50 Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. (Bandung; Alfabeta.2008). hlm 207 Penyajian Data Pengumpulan

Data

Penarikan Kesimpulan Reduksi Data


(54)

1. Pengumpulan Data

Data-data yang diperoleh di lapangan dicatat atau direkam dalam bentuk naratif, yaitu uraian data yang diperoleh dari lapangan apa adanya tanpa adanya komentar peneliti yang berupa catatan kecil. Dari catatan deskriptif ini, kemudian dibuat catatan refleksi yaitu catatan yang berisi komentar, pendapat, penafsiran peneliti dan fenomena yang ditemui di lapangan.

2. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal-hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Data yang direduksi memberikan gambaran yang lebih dalam tentang hasil pengamatan dan mempermudah peneliti untuk menemukan kembali data tersebut jika diperlukan. Reduksi data yang dimaksud dalam penelitian adalah kegiatan yang mengacu pada proses pemilihan, pemusatan perhatian dan penyederhanaan data mentah di lapangan tentang persepsi guru terhadap siswa ABK dalam pembelajaran. Dengan kata lain, dalam tahap reduksi data ini dilakukan pengurangan data yang tidak terlalu penting. Hasil wawancara dituangkan secara tertulis dengan cara sebagai berikut: (1) memutar kembali hasil rekaman suara beberapa kali agar dapat menuliskan dengan tepat jawaban yang diucapkan oleh subjek wawancara, (2) mentranskip hasil wawancara dengan subjek wawancara dan (3) memeriksa kembali hasil transkip tersebut.

3. Penyajian Data

Penyajian data dilakukan dengan cara menyusun secara naratif sekumpulan informasi yang telah diperoleh dari hasil reduksi data, sehingga dapat memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan. Informasi yang dimaksud adalah data hasil wawancara tentang persepsi guru terhadap siswa ABK. Penyajian data dari penelitian ini adalah persepsi guru matematika terhadap siswa ABK dalam pembelajaran matematika.

4. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

Penarikan kesimpulan adalah memberikan makna dan penjelasan terhadap hasil penyajian data. Penarikan


(1)

91

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka pada bab ini akan menjelaskan pembahasan dari hasil penelitian tentang persepsi dan sikap guru terhadap ABK dalam pembelajaran matematika, antara lain sebagai berikut:

A. Persepsi Guru terhadap ABK dalam Pembelajaran Matematika Berdasarkan hasil analisis angket persepsi beberapa guru terhadap ABK diperoleh rata-rata persentase sebanyak 67,69%. Hal ini membuktikan bahwa hasil persentase mencapai pada kisaran 60% < 80%, yang berarti bahwa persepsi guru terhadap ABK dalam pembelajaran matematika adalah baik. Dari hasil angket guru dengan hasil wawancara pada BAB IV, diperoleh data mengenai persepsi guru terhadap ABK dalam pembelajaran matematika, antara lain sebagai berikut:

1. Guru tidak boleh membeda-bedakan antara siswa ABK dengan siswa biasa

Dalam melakukan proses pembelajaran, guru memberikan contoh yang baik kepada semua siswa di dalam kelas dengan mampu bersikap adil terhadap semua muridnya tanpa terkecuali khususnya pada ABK. Karena semua berhak mendapatkanperlakuan yang sama antara ABK dengan siswa biasa.

2. Guru mampu memberikan perhatian secara lebih/khusus pada ABK

ABK adalah anak yang mempunyai keterbatasan, baik dalam kecerdasannya yang lambat atau fisiknya yang kurang normal. Oleh karena itu, ABK sangat butuh perhatian lebih bukan hanya dari guru di sekolah, melainkan pemerintah juga harus memperhatikan perkembangan ABK sendiri.

3. Guru mampu menciptakan suasana belajar yang nyaman pada ABK

Lingkungan belajar yang nyaman akan membuat kegiatan pembelajaran akan menyenangkan dan lebih menarik. Biasanya ABK menyukai pembelajaran yang langsung praktek misalkan menggunakan media pembelajaran.

4. Guru dapat memberikan tambahan waktu untuk ABK yang merasa kesulitan dalam pembelajaran


(2)

92

Siswa ABK biasanya mempunyai kecerdasan yang lambat, terkadang mereka butuh dibimbing secara pribadi untuk melihat langsung seberapa besar potensi yang dimilikinya. Untuk itu perlu adanya tambahan waktu khusus buat ABK.

5. Guru dapat memperhatikan potensi yang dimiliki oleh ABK Sebagai seorang guru kita harus bisa memperhatikan perkembangan semua peserta didik kita termasuk ABK. Banyak dari ABK yang memang kesulitan dalam akademik tapi terkadang juga ada yang sangat bagus dalam non akademiknya. Oleh karena itu kita sebagai guru harus bisa mengembangkan potensi-potensi tersebut.

B. Sikap Guru terhadap ABK dalam Pembelajaran Matematika Berdasarkan hasil analisis observasi sikap guru terhadap ABK diperoleh rata-rata persentase sebanyak 78,85%. Sedangkan angket sikap beberapa guru terhadap ABK diperoleh rata-rata persentase sebanyak 78,5%. Dari hasil observasi dan sikap guru terhadap ABK diperoleh hasil rata-rata persentase akhir adalah 78,68%. Hal ini membuktikan bahwa hasil persentase mencapai pada kisaran 60% < 80%, yang berarti bahwa sikap guru terhadap ABK dalam pembelajaran matematika adalah baik. Dari hasil angket guru dengan hasil observasi pada BAB IV, diperoleh data mengenai sikap guru terhadap ABK, antara lain sebagai berikut:

1. Guru bersikap ramah terhadap ABK

Pada saat pertama kali masuk kelas, guru terlihat menerapkan Senyum, Sapa, Salam (3S) pada semua peserta didik termasuk siswa ABK. Guru memberikan motivasi-motivasi dengan ramah dan tidak menggunakan nada tinggi. 2. Guru bersikap sabar terhadap ABK

Pada saat pembelajaran dimulai, guru berusaha menjelaskan materi pelajaran tidak tergesa-gesa khususnya pada ABK terlihat sekali bahwa guru dengan sabar dan jarang sekali mengeluh ketika ada ABK yang belum paham dengan materi yang dijelaskan oleh guru tersebut.

3. Guru berusaha membimbing ABK untuk membuat kelompok ketika berdiskusi


(3)

Pada saat pembelajaran, guru berusaha mengintruksikan untuk membagi peserta didik di kelas menjadi beberapa kelompok termasuk ABK, terlihat ada ABK yang masih kebingungan dengan apa yang diintruksikan kemudian guru membantu siswa ABK tersebut untuk menemukan kelompoknya.

4. Guru berusaha membantu ABK yang kesulitan dalam mengerjakan soal diskusi.

Pada saat pembelajaran, guru memberikan beberapa soal diskusi untuk dikerjakan secara berkelompok, terlihat ada ABK yang merasa kesulitan mengerjakan soal tersebut. Guru berusaha menghampiri ABK tersebut kemudian menanyakan soal yang belum dimengerti dan guru berusaha membantu mengerjakan soal yang sulit tersebut.

5. Guru memberikan kesempatan pada ABK untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.

Pada saat kegiatan diskusi selesai, guru memberikan kesempatan pada semua kelompok yang merasa siap untuk mempresentasikan hasil pekerjaan kelompoknya. Namun belum ada yang mengerjakan semua soal tersebut, kemudian guru memberikan kesempatan kepada siswa ABK untuk mempresentasikan hasil diskusi yang telah dikerjakan oleh kelompoknya.

6. Guru menghargai hasil kerja yang dilakukan oleh ABK. Pada saat kegiatan diskusi selesai, guru memberikan nilai kepada masing-masing kelompok. Terlihat bahwa guru sangat menghargai hasil pekerjaan yang telah dikerjakan oleh semua peserta didik dengan memberikan nilai yang bagus pada masing-masing kelompok.

7. Guru memberikan penghargaan pada ABK dengan memberikan tepuk tangan.

Pada saat pembelajaran telah selesai, guru memberikan penghargaan kepada semua peserta didik dengan memberikan tepuk tangan kepada semua kelompok. Terlihat sekali bahwa semua peserta didik merasa dihargai atas kerja keras yang dilakukan dan siswa ABK pun terlihat ikut senang denga apresiasi yang telah diberikan oleh guru.


(4)

94


(5)

97

Arifin, Zaenal. Metodologi Penelitian Pendidikan: Filosofi, Teori dan Aplikasinya. Surabaya: Lentera Cendikia, 2010.

Asrori, Mohammad. Psikologi pembelajaran. Bandung: CV. Wacana Prima, 2009.

Azwar, S. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya (Edisi ke 2). Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Daradjat, Zakiah, dkk. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004.

Desi, Kurniawati, dkk. 2014. “Persepsi Guru Kelas Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus di SD PAYAKUMBUH”.Jurnal ilmiah pendidikan khusus.Vol. 3 No. 1, Summer 2014. 111.

Effendi, Mohammad. 2006. Pengantar Pdikopedagogik Anak Berkelainan.Jakarta: Bumi Aksara.

Elliott, Steven. 2008. “The Effect of Teacher’s Attitude Toward Inclusion On The Practice and Success Levels of Children With and Without Disabilities in Physical Education”. International Journal Of Special Education. Vol. 23 No. 3, Summer 2008, 48.

Fitriani, F Syahrul.Menggali Potensi di Sekolah Inklusif. Lentera Insan, 2012.

Hamzah.Model Pembelajaran.Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007. Jannah, Miftakhul & Darmawanti, Ira. Tumbuh Kembang Anak Usia

Dini & Deteksi Dini pada Anak Berkebutuhan Khusus. Surabaya: Insight Indonesia, 2004.

Matchem, David, Dissertation: ”Teachers Attitudes Toward and Perceptions of Mathematics Reform in Newfoundland: A Qualitative Research Study. (Canada: The Faculty of Education in Memorial University, 2011), 3-4.

Memet dan Widyaiswara. Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus. Jawa Barat: Memahami Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus LPMP, 2013.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004.

Monahan, R. G., Marino, S. B. and Millar, R. 1996. “Teacher attitudes towards inclusion: implications for teacher education in schools 2000”.Education.Vol. 117 No. 2, Summer 1996. 316-320.


(6)

98

Patkin, D., & Timor, T. 2010. Attitudes of Mathematics Teachers Towards the Inclusion of Students with Learning Disabilities and Special Needs in Mainstream Classrooms. Electronic Journal for Inclusive Education,Vol. 2 No. 6, Summer 2010. Riduwan. Skala pengukuran variabel-variabel penelitian. Bandung:

Alfabeta, 2012.

Smart, Aqila. Anak Cacat Bukan Kiamat Metode Pembelajaran dan Terapi untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Kata Hati, 2010.

Sugiyono.Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2012. Suhandono, Yuli., Skripsi: “Analisis Pembelajaran Matematika

Bilingual di kelas rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) SMP Muhammdiyah 5 Surabaya”. Surabaya: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UINSA Surabaya, 2012. Suherman, Erman. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.

Jakarta: JICA, 2006.

Suismanto, dkk. Panduan Pelaksanaan Praktik Pengalaman Lapangan 1. Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, 2013.

Sunaryo dan Sutarti. Pendidikan anak berkebutuhan khusus (Inklusif): FKIP Universitas Muhammdiyah Surakarta, 2011.

Tirtarahardja dan Sulo.Pengantar Pendidikan. Bandung: Rineka Cipta, 2005.

Trianto. Pengantar Penelitian Pendidikan bagi Pengembangan Profesi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010.

Wirawan. Profesi dan Standar Evaluasi. Jakarta: Yayasan & UNHAMKA PRESS, 2002.

Wiyono, Bambang D. 2011. Pendidikan Inklusif (Bunga Rampai Pemikiran Educational for All). Jurnal pendidikan Univ. Negeri Malang.