Pengaruh Shopping Lifestyle Dan Fashion Involvement Terhadap Impulse Buying Behaviour Masyarakat Di Kota Denpasar.

(1)

PENGARUH SHOPPING LIFESTYLE DAN FASHION

INVOLVEMENT TERHADAP IMPULSE BUYING BEHAVIOUR

MASYARAKAT DI KOTA DENPASAR

SKRIPSI

Oleh:

NI PUTU SISKA DEVIANA D NIM : 1115251125

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2016


(2)

PENGARUH SHOPPING LIFESTYLE DAN FASHION

INVOLVEMENT TERHADAP IMPULSE BUYING BEHAVIOUR

MASYARAKAT DI KOTA DENPASAR

SKRIPSI

Oleh:

NI PUTU SISKA DEVIANA D NIM : 1115251125

Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana Denpasar


(3)

Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing, serta diuji pada tanggal : April 2016

Tim Penguji: Tanda tangan

1. Ketua : . ...

2. Sekretaris : ...

3. Anggota : ...

Mengetahui,

Ketua Jurusan Manajemen Pembimbing

Prof. Dr. Ni Wyn Sri Suprapti,SE., M.Si. Drs.


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam Naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar rujukan.

Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, saya bersedia diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, April 2016 Mahasiswa,

Ni Putu Siska Deviana D NIM : 1115251125


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi

Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya, penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Shopping Lifestyle Dan

Fashion Involvement Terhadap Impulse Buying Behaviour Masyarakat Di

Kota Denpasar” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan

dan pengarahan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya dalam

penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan

terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. I.G.B. Wiksuana,SE.,MS., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

2. Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa,SE.,M.S. selaku Pembantu Dekan I Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

3. Prof.Dr. Ni Wayan Sri Suprapti, SE.,M.Si. selaku Ketua Jurusan Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

4. Dra Ni Ketut Sariyathi, SE., MM. selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan selama perkuliahan di

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

5. Drs. Ida Bagus Badjra, MM, Prof. Dr. Ni Luh Putu Wiagustini, SE., M.Si, dan A. A. Gede Suarjaya, SE, MM selaku Dosen Pembimbing, Pembahas yang telah berkenan meluangkan waktunya dan dengan sabar telah


(6)

memberikan bimbingan dan masukan serta motivasi sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen yang telah mendidik penulis selama ini sehingga

mampu menyelesaikan studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Udayana.

7. Orang tua ……… suami yang telah banyak memberikan dorongan moril, material maupun spiritual yang tak ternilai harganya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

8. Sahabat-sahabat dan seluruh teman-teman mahasiswa Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Udayana Jurusan Manajemen, Akuntansi, Ekonomi

Pembangunan Program Regular, Ekstensi dan Diploma yang tidak bisa

disebutkan satu persatu, terima kasih atas persahabatannya, masukkannya,

kehidupan kampus yang menyenangkan dan dukungannya selama

penyusunan skripsi ini.

9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan, kritik, dan saran


(7)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan

dan pengarahan dari berbagai pihak. Meskipun demikian, penulis tetap

bertanggung jawab terhadap semua isi skripsi. Penulis berharap semoga skripsi

ini bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan.

Denpasar, April 2016


(8)

Judul : Pengaruh Shopping Lifestyle Dan Fashion Involvement Terhadap Impulse Buying Behaviour Masyarakat Di Kota Denpasar

Nama : Ni Putu Siska Deviana D NIM : 1115251125

Abstrak

Fashion merupakan tujuan utama konsumen mendatangi sebuah mall

maupun butik, terdapat pakaian wanita, pria, anak-anak, hingga kosmetik dan aksesoris lainnya. Kondisi ekonomi setiap individu, menjadikan konsumen bersifat konsumtif, sehingga ketika melihat sesuatu barang yang dianggapnya menarik akan dibeli walau dengan harga yang lumayan tinggi, dan hal tersebut sudah banyak diakui oleh masyarakat, khususnya di Kota Denpasar. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh shopping lifestyle dan fashion

imvolement terhadap impulse buying behavior masyarakat kota Denpasar.

Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dengan skala 5 likert. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 orang responen dengan teknik analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial shopping lifestyle berpengaruh positif signifikan terhadap impulse buying behavior, bila shoppinglife style meningkat maka impulse buying behaviour. Fashion imvolement berpengaruh positif signifikan terhadap impulse buying behavior, Fashion imvolement meningkat maka impulse buying behaviour.

Saran Bagi penyedia produk Fashion atau department store yang ada sebaiknya menyediakan berbagai macam merek fashion yang berbeda, untuk menarik konsumen dalam melakukan pembelanjaan yang tidak terduga dapat pula memberikan program-program tetentu seperti diskon.Bagi peneliti selanjutnya untuk menambahkan lagi variabel lainnya yang dapat mempengaruhi Impulse

Buying seperti, diskon, emosi, dan atmosfer toko. Selain itu menambahkan jumlah

sampel, mencari lebih luas ruang lingkup penelitian tidak hanya di Denpasar.


(9)

ABSTRACT

Fashion is the main objective of consumers visiting a mall or boutique, there is a women's clothing, men, children, to cosmetics and other accessories. Economic conditions of each individual, making the consumer is consumptive, so when looking for something that is considered attractive to be purchased even with a fairly high price, and it is now widely recognized by the public, especially in the city of Denpasar. The purpose of this study was to determine the influence of lifestyle and fashion shopping imvolement against impulse buying behavior Denpasar city community.

The data used in this study using a questionnaire with 5 Likert scale. The sample used dlam this study were 100 people responen. The analysis tool used is linear regression berganda.Hasil study showed that partially shopping lifestyle significant positive effect on impulse buying behavior, when shoppinglife style increases the impulse buying behavior. Fashion imvolement significant positive effect on impulse buying behavior, Fashion imvolement increases, the impulse buying behavior.

Suggestions for Fashion product provider or department stores that exist should provide a wide range of different fashion brands, to attract consumers in unexpected spending may also provide on specific programs such as diskon.Bagi next researcher to add yet another variable that can affect Impulse buying such as, discount, emotion, and the atmosphere store. Besides adding a number of samples, looking for a broader scope of research not only in Denpasar.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Sistematika Penulisan ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori ... 10

2.1.1 Impulse buying behavior ... 10

2.1.2 Sopping lifestyle ... 13

2.1.3 Fashion Involment ... 15

2.2 Hipotesis Penelitian ... 17

2.2.1 Pengaruh shopping lifestyle terhadap impulse buying behaviour ... 17

2.2.2 Pengaruh fashion involment terhadap impulse buying behaviour ... 17

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 19

3.2 Lokasi atau Ruang Lingkup Wilayah Penelitian ... 19

3.3 Obyek Penelitian ... 19

3.4 Identifikasi Variabel ... 19

3.5 Definisi Operasional Variabel ... 20

3.5.1 Impulse buying behaviour... 20

3.5.2 Shopping lifestyle ... 20

3.5.3 Fashion involment ... 21

3.6 Jenis dan Sumber Data ... 23

3.7 Populasi, Sampel, ... 23

3.8 Metode Pengumpulan Data ... 24

3.9 Pengujian Instrumen Penelitian ... 24


(11)

3.9.2 Uji Reliabilitas ... 25

3.10 Teknik Analisis Data ... 25

3.10.1 Analisis Regresi Linear Berganda ... 25

3.10.2 Uji Asumsi klasik ... 25

3.10.2 Uji Hipotesis ... 26

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran umum Kota Denpasar ... 27

4.2 Karakteristik Responden ... 28

4.3 Hasil Pengujian Instrument ... 29

4.3.1 Hasil Uji Validitas ... 29

4.3.2 Hasil Uji Reliabilitas... 30

4.4 Deskriptif Variabel Penelitian ... 30

4.4.1 Shopping lifestyle ... 31

4.4.2 Fashion Involment ... 32

4.4.2 Impulse buying behaviour... 35

4.5 Analisis Regresi Berganda ... 37

4.5.1 Uji Asumsi Klasik ... 37

4.5.2 Analisis Regresi linear Berganda ... 40

4.6 Analisis Kelayakan Model ... 41

4.7 Pengujian Hipotesis Dan Pembahasan ... 42

4.7.1 Pengaruh shopping lifestyle terhadap impulse buying behavior ... 42

4.5.2 Pengaruh fashion involment terhadap impulse buying behavior ... 43

4.8 Keterbatasan Penelitian ... 45

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 46

5.2 Saran ... 46

DAFTAR RUJUKAN ... 48


(12)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

3.1 Instrument Penelitian ... 22

4.1 Karakteristik Responden ... 28

4.2 Hasil Validitas ... 29

4.3 Hasil Uji Reliabilitas ... 30

4.4 Deskripsi Jawaban Responen Terhadap Shopping Lifestyle ... 31

4.5 Deskripsi Jawaban Responen Terhadap Fashion Imvolement ... 33

4.6 Deskripsi Jawaban Responen Terhadap Impulse Buying ... 35

4.7 Hasil Uji Normalitas ... 38

4.8 Hasil Uji Multikoleniaritas ... 39

4.9 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 39

4.10 Hasil Rangkuman Hasil Anaisis Regresi Linear Berganda ... 40


(13)

DAFTAR GAMBAR

No Gambar Halaman


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.1 Latar Belakang

Fashion merupakan tujuan utama konsumen mendatangi sebuah mall

maupun butik, terdapat pakaian wanita, pria, anak-anak, hingga kosmetik dan

aksesoris lainnya. Kondisi ekonomi setiap individu, menjadikan konsumen

bersifat konsumtif, sehingga ketika melihat sesuatu barang yang dianggapnya

menarik akan dibeli walau dengan harga yang lumayan tinggi, dan hal tersebut

sudah banyak diakui oleh masyarakat, khususnya di Kota Denpasar.

Edwin dan Sugiono (2011) menyatakan bagi masyarakat high income berbelanja sudah menjadi gaya hidup (lifestyle), artinya mereka akan rela mengorbankan sesuatu demi mendapatkan produk yang disenangi. Pembelian

produk yang mengikuti jaman hingga sesuatu yang ditemukan secara tidak

sengaja, dan pembelian yang tidak terencana menyebabkan terjadinya impulse

buying. Bellenger et al. dalam Mattila dan Jochen (2008) menyatakan bahwa 27–

62 persen pembelian yang terjadi di department store merupakan pembelian impulsif. Abdolvand et al. (2011) menyatakan bahwa pembelian impulsif merupakan aspek penting dalam perilaku konsumen dan konsep vital bagi peritel

sebab pembelian tidak terencana yang dilakukan oleh konsumen secara langsung

akan berkontribusi pada nilai omset penjualan yang didapat oleh peritel tersebut.

Chang (2014) menjelaskan bahwa pembelian impulsif merupakan salah satu yang


(15)

seringnya perilaku pembelian impulsif terjadi dalam berbagai jenis produk.

Impulse buying dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang di antaranya adalah

faktor lingkungan, dan bagaimana konsumen menanggapi rangsangan yang

diberikan oleh lingkungan konsumen tersebut baik lingkungan eksternal maupun

lingkungan internal konsumen. Setiap orang memiliki perbedaan dalam impulse

buying. Ini disebabkan karena beberapa orang memiliki kecendrungan yang lebih

tinggi untuk bereaksi terhadap impulse buying, sedangkan yang lain tidak menanggapi rangsangan tersebut (Lin dan Chuang, 2005).

Pembelian impulsif merupakan sebuah fenomena dan kecenderungan

perilaku berbelanja meluas yang terjadi di dalam pasar sehingga menjadi poin

penting dalam pemasaran (Herabadi, 2003). Fenomena perilaku pembelian

impulsif merupakan sebuah tantangan bagi para pelaku bisnis dimana mereka

dituntut untuk mampu menciptakan ketertarikan secara emosional seperti

memancing gairah konsumen untuk membeli dan mengkonsumsi suatu produk

tertentu. Konsumen yang sudah tertarik secara emosional, nantinya akan

melakukan pembelian tanpa memikirkan rasionalitas dalam proses pengambilan

keputusan (Putra, 2014).

Ghani et al. (2011) menyatakan pembelian impulsif merupakan perilaku pembelian dengan keputusan yang tiba-tiba dan langsung memutuskan untuk

membeli suatu produk yang sebelumnya tidak memiliki niat untuk membeli

produk tersebut. Pembelian impulsif biasanya terjadi dalam waktu yang singkat

karena keputusan pembelian yang dilakukan biasanya tidak diimbangi dengan


(16)

Sebuah retailer harus menyadari betul kekuatan dari pembelian impulsif yang dilakukan konsumen karena akan berpengaruh terhadap nilai omset mereka

(Munusamy et al., 2010).

Prastia (2011) menyatakan shopping lifestyle mencerminkan pilihan seseorang dalam menghabiskan waktu dan uang. Dengan ketersediaan waktu

konsumen akan memiliki banyak waktu untuk berbelanja dan dengan uang

konsumen akan memiliki daya beli yang tinggi. Hal tersebut tentu berkaitan

dengan keterlibatan konsumen terhadap suatu produk, salah satunya keterlibatan

konsumen pada poduk fashion (fashion involvement yang juga mempengaruhi terjadinya perilaku impulse buying.

Semakin tinggi pendapatan konsumen maka akan tinggi pula tingkat

konsumsinya, yang mampu memicu terjadinya impulse buying. Dampak positifnya akan berada pada pelaku bisnis yang akan memperoleh profit yang

semakin tinggi pula. Dengan adanya shopping lifestyle, maka para pelaku bisnis sangat dipacu untuk menyediakan berbagai fashion yang menjadi selera konsumen, semakin banyak variasi fashion yang disediakan pelaku bisnis, semakin tinggi pula peluang terjadinya impulse buying. Banerjee dan Saha (2012) menyatakan impulse buying didefinisikan sebagai sesuatu yang tidak direncanakan, di tempat berbelanja yang dipicu oleh stimulus. Stimulus diberikan

melalui pemasaran sensorik atau menyentuh suatu produk, berdasarkan informasi

yang jelas dan terlihat tentang penawaran khusus dan membantu konsumen


(17)

Shopping lifestyle merupakan kebiasaan konsumen dalam berbelanja yang dipengaruhi oleh perubahan jaman, pendapatan konsumen, dan status sosial.

Tidak semua konsumen dapat dikategorikan memiliki shopping lifestyle ini, karena pendapatan, sikap, serta status sosial dari konsumen juga berpengaruh pada

shopping lifestyle. Volume belanja konsumen yang tinggi dapat dikategorikan

sebagai shopping lifestyle, karena tidak hanya untuk barang yang harga tinggi dikatakan bahwa konsumen tersebut termasuk dalam shopping lifestyle, tetapi konsumen yang berbelanja dengan harga yang terjangkau namun dengan volume

yang besar, maka konsumen tersebut dapat dikategorikan termasuk dalam

shopping lifestyle (Karbasivar, 2011).

Fashion involvement adalah keterlibatan seseorang dengan suatu produk

fashion karena kebutuhan, kepentingan, ketertarikan dan nilai terhadap produk

tersebut (Edwin dan Sugiyono, 2011:34). Fashion dapat menjadikan individu terlihat unggul dalam lingkungan sosialnya. Perubahan jaman pada fashion yang berganti-ganti hampir di setiap bulan, maka konsumen yang selalu mengikuti

perubahan jaman tersebut akan terlihat unggul baik dalam berpakaiannya yang

nantinya akan menegaskan identitas individu tersebut dalam lingkungan

sosialnya.

Shopping lifestyle sudah menjadi tradisi sekaligus trend dalam jaman

globalisasi ini, konsumen tidak hanya dapat berbelanja di mall atau di toko-toko saja, tidak sedikit juga yang berbelanja secara online (Amiri et al., 2012). Jika diperhatikan kebanyakan para konsumen lebih cenderung berbelanja fashion.


(18)

Penampilan yang menawan, yang sejuk dipandang menjadi prioritas untuk menilai

karakteristik individu, hingga untuk melamar pekerjaan pun penampilan menjadi

prioritas. Hal inilah penyebab salah satunya shopping lifestyle, ketika konsumen masuk ke mall, dan melihat barang yang terlihat bagus, walaupun tidak direncanakan sebelumnya, konsumen pasti akan membeli barang tersebut, yang

disebut sebagai impulse buying

Impulse buying atau pembelian yang tidak terduga sangat rentan terjadi,

karena setiap individu pasti ingin selalu terlihat menawan dan sejuk dipandang di

setiap saat. Shopping lifestyle, fashion involvement, dan impulse buying menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan, sebagai mana dapat didukung oleh beberapa

penelitian sebelumnya yang menyatakan faktor-faktor tersebut berpengaruh

signifikan, seperti ;

Penelitian Pattipeilohy (2013) menunjukkan bahwa fashion involvement berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behaviour mengenai produk

fashion. Penelitian Tirmizi, dkk (2009) menunjukkan bahwa fashion involvement

berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behaviour serta shopping lifestyle berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behaviour. Hosssein, dkk (2014) menyatakan bahwa pengaruh fashion involvement, karakteristik personal, dan

store environemt terhadap impulse buying, menunjukkan bahwa fashion

berpengaruuh positif signifikan terhadap impulse buying. Penelitian Park et al (2006), menunjukkan bahwa fashion involvement mempunyai efek positif terhadap impulse buying. Era modern saat ini perkembangan bisnis fashion di Kota Denpasar mengalami kemajuan yang sangat pesat, kemajuan ini dapat dilihat


(19)

dari bertambahnya mall, butik, hingga penjualan melalui online yang semakin menjamur. Kemajuan yang dialami oleh para pelaku bisnis fashion ini, disebabkan oleh kemajuan perekonomian di Kota Denpasar, yang berdampak pada tingginya

minat berbelanja konsumen. Kondisi ekonomi setiap individu masyarakat kota

Denpasar menjadikan masyarakat bersifat konsumtif, sehingga ketika melihat

sesuatu barang yang dianggapnya menarik akan dibeli walau dengan harga yang

lumayan tinggi, dan hal tersebut sudah banyak diakui oleh masyarakat, khususnya

di Kota Denpasar, dengan demikian masyarakat Kota Denpasar cenderung

mengalami pembelian yang tidak terduga. Melalui survey yang dilakukan terhadap 20 orang masyarakat Kota Denpasar yang yang melakukan pembelanjaan

produk fashion diperoleh hasil bahwa keseluruhan konsumen pernah melakukan

impulse buying pada saat berbelanja produk fashion, yang diakibatkan fashion

involvement dan shopping lifestyle. Hal ini mengindikasikan bahwa fenomena

impulse buying selalu terjadi pada masyarakat Kota Denpasar. Subjek dari

penelitian ini adalah masyarakat di Kota Denpasar yang melakukan impulse

buying behavior, maka dari pada itu peneliti melakukan penelitian dengan judul

Pengaruh Shopping Lifestyle dan Fashion Involvement terhadap Impulse Buying

Behaviour masyarakat di Kota Denpasar.

1.2Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan tersebut, maka rumusan

masalah penelitian ini sebagai berikut :

1) Apakah shopping lifestyle berpengaruh terhadap impulse buying behavior pada produk fashion di Kota Denpasar?


(20)

2) Apakah fashion involvement berpengaruh terhadap impulse buying

behavior pada produk fashion di Kota Denpasar?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Untuk menjelaskan pengaruh shopping lifestyle terhadap impulse buying

behavior pada produk fashion di Kota Denpasar.

2) Untuk menjelaskan pengaruh fashion involvement terhadap impulse buying

behavior pada produk fashion di Kota Denpasar.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikat manfaat sebagai

berikut:

1) Manfaat teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat memperkaya bukti empiris mengenai teori

yang menyatakan pengaruh shoping lifestyle dan fashion involvement terhadap

impulse buying behaviour serta mampu dijadikan sebagai bahan studi lanjutan

yang relevan.

2) Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kegunaan praktis bagi

mahasiswa maupun instansi yang terkait.

1)Bagi pihak pelaku bisnis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pelaku


(21)

serta impulse buying behaviour, sehingga pelaku bisnis dapat meningkatkan profit usahanya.

2)Bagi pihak akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang

berkaitan dengan shopping lifestyle, fashion behaviour, serta impulse

buying behaviour yang dapat diaplikasikan dalam penelitian

selanjutnya.

3)Bagi pihak lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk

menciptakan ide-ide baru dalam membangun sebuah usaha fashion, kepada pelaku bisnis fashion dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai referensi baru guna meningkatkan profit.

1.5 Sistematika Penulisan

Pembahasan skripsi disusun berdasarkan urutan beberapa bab secara

sistematis sehingga antara bab yang lain mempunyai hubungan yang erat. Adapun

sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah

penelitian yang terdiri dari hal-hal apa saja yang mendasari

dilakukannya penelitian, serta menguraikan rumusan masalah

penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika


(22)

Bab II : Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian

Dalam bab ini diuraikan mengenai landasan teori dan konsep yang

berkaitan dengan impulse buying behavior, shopping life style, dan

fashion invovelment.

Bab III : Metode Penelitian

Dalam bab ini diuraikan mengenai metode penelitian yang meliputi

desain penelitian, lokasi atau ruang lingkup wilayah penelitian,

obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional

variabel, jenis dan sumber data, populasi, sampel dan metode

penentuan sampel, metode pengumpulan data, dan teknik analisis

data yang digunakan.

Bab IV : Data dan Pembahasan Hasil Penelitian

Dalam bab ini diuraikan mengenai gambaran umum, deskripsi data

hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian.

Bab V : Simpulan dan Saran

Dalam bab ini diuraikan mengenai tentang simpulan dan saran

yang diperoleh dari hasil analisis penelitian yang telah dibahas


(23)

BAB II

LANDASAN TEORI DAN RUMUSAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Impulse Buying Behaviour

Konsumen seringkali membeli suatu produk tanpa direncanakan terlebih

dahulu. Keinginan untuk membeli seringkali muncul di toko atau di mall. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut. Adanya pemotongan harga atau

discount membuat konsumen akan merasakan kebutuhan untuk membeli produk

tersebut. Keputusan pembelian yang seperti ini dikatakan sebagai impulse buying (Sumarwan, 2003).

Keputusan pembelian yang dilakukan belum tentu direncanakan, terdapat

pembelian yang tidak direncanakan (impulse buying) akibat adanya rangsangan lingkungan belanja (Edwin dan Sugiyono, 2011). Implikasi dari lingkungan

belanja terhadap perilaku pembelian mendukung asumsi bahwa jasa layanan fisik

menyediakan lingkungan yang mempengaruhi perilaku konsumen, dihubungkan

dengan karakteristik lingkungan konsumsi fisik (Bitner et al., 2011).

Berdasarkan penelitiaan yang sebelumnya, pembelian yang tidak

terencana (impulse buying) dapat diklasifikasin dalam empat tipe (Hodge dalam Edwin dan Sugiyono, 2011).

1) Pure impulse buying merupakan pembelian secara impulse yang dilakukan

karena adanya luapan emosi dari konsumen sehingga melakukan pembelian


(24)

2) Reminder impulse buying merupakan pembelian yang terjadi karena konsumen tiba-tiba teringat untuk melakukan pembelian produk tersebut.

Dengan demikian konsumen telah pernah melakukan pembelian sebelumnya

atau telah pernah melihat produk tersebut dalam iklan.

3) Suggestion impulse buying merupakan pembelian yang terjadi saat konsumen

melihat produk, melihat tata cara pemakaian atau kegunaannya dan

memutuskan untuk melakukan pembelian.

4) Planned impulse buying merupakan pembelian yang terjadi ketika konsumen

membeli produk berdasarkan harga spesial dan produk-produk tertentu.

Dengan demikian planned impulse buying merupakan pembelian yang dilakukan tanpa direncanakan dan tidak tengah memerlukannya dengan

segera.

Variabel ini diukur dengan beberapa indikator yakni : 1) Tanggapan atas

tawaran iklan. 2) Pembelian pakaian model terbaru. 3) Pembelian dilakukan tanpa

keputusan yang pasti. 4) Selalu melakukan pembelian produk fashion saat memasuki mall. 5) Terobsesi untuk membelanjakan seluruh uang yang dimiliki untuk membeli produk fashion. 6) Membeli produk fashion yang tidak terlalu dibutuhkan.

Sultan et al. (2012) menyatakan perilaku pembelian impulsif merupakan sebuah dorongan yang kuat untuk membeli sesuatu dengan segera yang lebih

bersifat emosional daripada rasional. Hal tersebut didukung oleh penelitian Coley

dalam Anggraini (2012) menunjukkan bahwa dalam proses keputusan pembelian,


(25)

kebutuhan maka akan memungkinkan timbulnya pembelian impulsif. Dalam praktik pembelian, apabila perilaku impulsif lebih mendominasi dalam proses keputusan pembelian, tak jarang konsumen akan mengabaikan beberapa tahapan

dan serentak mengambil keputusan untuk membeli dengan mengabaikan proses

pencarian informasi serta evaluasi alternatif (Machfoedz, 2007:62).

Utami (2010: 69) menyatakan pengaruh stimulus dan situasi yang terdapat

di lingkungan tempat berbelanja merupakan penyebab terjadinya impulse buying. Konsumen yang paling sering melakukan pembelian tak terencana biasanya

adalah mayoritas konsumen yang melakukan pembelanjaan di pasar swalayan.

Kondisi – kondisi yang dapat mempermudah terjadinya impulse buying di swalayan adalah:

1) Besarnya transaksi yang dilakukan oleh konsumen tersebut, semakin

banyaknya produk yang di beli maka presentase terjadinya pembelian impulse akan semakin besar.

2) Perjalanan belanja, semakin lama konsumen melakukan perjalanan dalam

melakukan perbelanjaan maka presentase terjadi impulse buying akan semakin tinggi.

3) Frekuensi belanja, impulse buying lebih sering terjadi pada konsumen yang sering melakukan perbelanjaan.

4) Daftar belanja, daftar belanja yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu dapat

menyebabkan terjadinya impulse buying hal ini hanya berpengaruh terhadap pembelian berskala besar yang lebih dari 15 item.


(26)

2.1.2 Shopping Lifestyle

Shopping lifestyle mengacu pada pola konsumsi yang mencerminkan

pilihan seseorang tentang bagaimana upaya menghabiskan waktu dan uang.

Dalam arti ekonomi, shopping lifestyle menunjukkan cara yang dipilih oleh seseorang untuk mengalokasikan pendapatan, baik dari segi alokasi dana untuk

berbagai produk dan layanan, serta alternatif-alternatif tertentu dalam pembedaan

kategori serupa. Betty Jackson (2004) mengatakan shopping lifestyle merupakan ekspresi tentang lifestyle dalam berbelanja yang mencerminkan perbedaan status

sosial. Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa shopping

lifestyle adalah cara seseorang untuk mengalokasikan waktu dan uang untuk

berbagai produk, layanan, teknologi, fashion, hiburan dan pendidikan. Shopping

lifestyle ini juga ditentukan oleh beberapa faktor antara lain sikap terhadap merek,

pengaruh iklan dan kepribadian.

Gaya hidup merupakan salah satu indikator dari faktor pribadi yang turut

berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Jika diartikan, gaya hidup merupakan

pola hidup di dunia yang diekspresikan oleh kegiatan, minat dan pendapat

seseorang. Gaya hidup menggambarkan seseorang secara keseluruhan yang

berinteraksi dengan lingkungan. Gaya hidup juga mencerminkan sesuatu di balik

kelas sosial seseorang dan menggambarkan bagaimana mereka menghabiskan

waktu dan uangnya. Gaya hidup pada prinsipnya adalah pola seseorang dalam

mengelola waktu dan uangnya. Kotler dan Keller (2008:175) mengemukakan

bahwa sebagian gaya hidup terbentuk oleh keterbatasan uang atau keterbatasan


(27)

dengan bertanya pada konsumen tentang kegiatan mereka (pekerjaan, hobi,

liburan), minat (keluarga, pekerjaan, komunitas), dan opini (tentang isu sosial, isu

politik, bisnis). Perusahaan yang melayani konsumen dengan keuangan terbatas,

menciptakan produk dan jasa murah. Konsumen yang mengalami keterbatasan

waktu cenderung multitugas (multitasking), melakukan dua atau lebih pekerjaan pada waktu yang sama. Mereka cenderung membayar orang lain untuk

mengerjakan tugas karena waktu lebih penting daripada uang. Perusahaan yang

melayani mereka akan menciptakan produk dan jasa yang nyaman bagi kelompok

ini. Kotler dan Keller (2008:224) menyatakan gaya hidup adalah pola hidup

seseorang di dunia yang terungkap pada aktivitas, minat, dan opininya. Gaya

hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan

lingkungannya. Para pemasar mencari hubungan antara produk mereka dengan

kelompok gaya hidup. Contohnya, perusahaan penghasil komputer mungkin

mendapatkan bahwa sebagian besar pembeli komputer berorientasi pada

pencapaian prestasi. Dengan demikian, para pemasar dapat lebih jelas 14

mengarahkan merek-nya ke gaya hidup orang yang berprestasi. Para pemasar

selalu menyingkapkan tren baru dalam gaya hidup konsumen. Gaya hidup

(lifestyle) menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana mereka

membelanjakan uangnya, dan bagaimana mereka mengalokasikan waktu mereka

(Mowen, 2002). Gaya hidup secara luas didefinisikan sebagai cara hidup yang

didefinisikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka, apa yang

mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia di sekitarnya (Setiadi,


(28)

sehubungan dengan serangkaian tanggapan dan pendapat pribadi tentang

pembelian produk (Cobb dan Hoyer, 1986 dalam Wikartika 2010). Adapun

indikator shopping lifestyle : 1) Tanggapan atas tawaran iklan.

2) Pembelian pakaian model terbaru.

3) Pembelian fashion merek terkenal.

4) Produk fashion memiliki kualitas yang terbaik. 5) Pembelian merek fashion yang berbeda-beda. 6) Semua merek fashion memiliki kualitas yang sama.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa shopping

lifestyle adalah cara seseorang untuk menglokasikan waktu dan uang untuk

berbagai produk, layanan teknologi, fashion, hiburan, dan pendidikan. Shopping

lifestyle ini juga ditentukan oleh beberapa faktor antara lain sikap terhadap merek,

pengaruh iklan dan kepribadian.

2.1.3 Fashion Involvement

Para peneliti telah mendefinisikan fashion involvement dari berbagai macam sudut pandanya (Japarianto dan Sugiharto, 2013:5) mendefinisikan

involvement sebagai minat atau bagian motivasional yang ditimbulkan oleh

stimulus atau situasi tertentu, dan ditujukan melalui ciri penampilan. Keteribatan

(involvement) mengacu pada persepsi konsumen tentang pentingnya atau relevansi

personal suatu objek, kejadian atau aktifitas (Setiadi, 2003). Fashion involvemet digunakan terutama untuk memprediksi variabel perilaku berkaitan dengan


(29)

konsumen (Park et al., 2006). Fashion involvement merupakan ketertarikan konsumen pada kategori produk fashion (seperti pakaian) (Park et al., 2006, dalam Wikartika, 2010). Dalam pemasaran fashion, fashion involvement mengacu pada ketertarikan perhatian dengan kategori produk fashion (seperti pakaian).

Fashion involvement digunakan terutama untuk meramalkan variabel tingkah laku

yang berhubungan dengan produk pakaian seperti keterlibatan produk, perilaku

pembelian, dan karakteristik konsumen. Park et al. (2006) menemukan bahwa

fashion involvement pada pakaian berhubungan sangat erat dengan karakteristik

pribadi (yaitu wanita dan kaum muda) dan pengetahuan fashion, yang mana pada gilirannya mempengaruhi kepercayaan konsumen di dalam membuat keputusan

pembelian. Dalam membuat keputusan pembelian pada fashion involvement ditentukan oleh beberapa faktor yaitu karakteristik konsumen, pengetahuan

tentang fashion, dan perilaku pembelian konsumen. Variabel ini diukur dengan 8 indikatornya adalah:

1) Memiliki model pakaian terbaru lebih dari satu.

2) Fashion hal penting dalam mendukung aktifitas.

3) Senang menggunakan model pakaian yang berbeda dari yang lain.

4) Pakaian dapat menunjukkan karakteristik.

5) Dapat memprediksi kepribadian seseorang dari pakaian.

6) Pakaian favorite dapat membuat percaya diri. 7) Mencoba pakaian sebelum membelinya.


(30)

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa fashion

involvemet adalah keterlibatan seseorang dengan suatu produk pakaian karena

kebutuhan, kepentingan, ketertarikan dan nilai terhadap produk tersebut. Seo et al., (2001) dalam penelitiannya menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara tingkat fashion involvement dan pembelian pakaian dimana konsumen dengan fashion involvement yang tinggi lebih memungkinkan membeli pakaian. Konsumen dengan fashion involvement yang lebih tinggi memungkinkan terlibat dalam pembelian impulsif yang berorientasi fashion (Park et al., 2006).

2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Shopping Lifestyle Terhadap Impulse Buying Behaviour Berdasarkan hasil penelitian Edwin dan Sugiyono (2011), shopping lifestyle berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behaviour. Shopping menjadi salah satu lifestyle yang paling digemari, untuk memenuhi lifestyle ini masyarakat rela mengorbankan sesuatu demi mencapainya dan hal tersebut cenderung

mengakibatkan impulse buying (Japarianto dalam Prastia, 2011). Penelitian Tirmizi dkk. (2009), menunjukkan bahwa Shopping lifestyle berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behavior. Berdasarkan pemaparan di atas, maka diajukan hipotesis keempat yaitu:

H1 : Shopping Lifestyle Berpengaruh Positif Signifikan Terhadap Impulse Buying Behaviour

2.2.2 Pengaruh Fashion Involvement Terhadap Impulse Buying Behaviour Berdasarkan hasil penelitian Edwin dan Sugiyono (2011), fashion

involvement berpengaruh terhadap impulse buying behaviour. Pakaian sangat


(31)

fashion, yang pada gilirannya dipengaruhi oleh keyakinan konsumen dalam membuat keputusan pembelian dan seringnya terjadi impulse buying behaviour. Penelitian Pattipeilohy (2013) di Kota Ambon, menunjukkan bahwa fashion

involvement berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behaviour.

Penelitian Tirmizi, dkk. (2009), menunjukkan bahwa: fashion involvement berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behaviour serta shopping lifestyle berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behaviour. Hossseins, dkk. (2014) dalam penelitiannya di Iran menunjukkan bahwa fashion berpengaruuh positif terhadap impulse buying. Penelitian Park et al. (2006), menunjukkan bahwa fashion involvement mempunyai pengaruh positif terhadap impulse buying.

H2 : Fashion Involvement Berpengaruh Positif Signifikan Terhadap

Impulse Buying Behaviour

H2

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

Sumber:

H1 : Edwin dan Sugiyono (2011), Japarianto dalam Prastia (2011) dan Tirmizi dkk. (2009).

H2 : Edwin dan Sugiyono (2011), Pattipeilohy (2013), Tirmizi, dkk. (2009), Hossseins, dkk. (2014), Park et al. (2006)

.

Shopping Lifestyle (X1)

Fashion Involvement (X2)

Impulse Buying

Behaviour (Y)


(1)

2.1.2 Shopping Lifestyle

Shopping lifestyle mengacu pada pola konsumsi yang mencerminkan pilihan seseorang tentang bagaimana upaya menghabiskan waktu dan uang.

Dalam arti ekonomi, shopping lifestyle menunjukkan cara yang dipilih oleh seseorang untuk mengalokasikan pendapatan, baik dari segi alokasi dana untuk

berbagai produk dan layanan, serta alternatif-alternatif tertentu dalam pembedaan

kategori serupa. Betty Jackson (2004) mengatakan shopping lifestyle merupakan ekspresi tentang lifestyle dalam berbelanja yang mencerminkan perbedaan status

sosial. Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa shopping lifestyle adalah cara seseorang untuk mengalokasikan waktu dan uang untuk berbagai produk, layanan, teknologi, fashion, hiburan dan pendidikan. Shopping lifestyle ini juga ditentukan oleh beberapa faktor antara lain sikap terhadap merek, pengaruh iklan dan kepribadian.

Gaya hidup merupakan salah satu indikator dari faktor pribadi yang turut

berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Jika diartikan, gaya hidup merupakan

pola hidup di dunia yang diekspresikan oleh kegiatan, minat dan pendapat

seseorang. Gaya hidup menggambarkan seseorang secara keseluruhan yang

berinteraksi dengan lingkungan. Gaya hidup juga mencerminkan sesuatu di balik

kelas sosial seseorang dan menggambarkan bagaimana mereka menghabiskan

waktu dan uangnya. Gaya hidup pada prinsipnya adalah pola seseorang dalam

mengelola waktu dan uangnya. Kotler dan Keller (2008:175) mengemukakan

bahwa sebagian gaya hidup terbentuk oleh keterbatasan uang atau keterbatasan


(2)

dengan bertanya pada konsumen tentang kegiatan mereka (pekerjaan, hobi,

liburan), minat (keluarga, pekerjaan, komunitas), dan opini (tentang isu sosial, isu

politik, bisnis). Perusahaan yang melayani konsumen dengan keuangan terbatas,

menciptakan produk dan jasa murah. Konsumen yang mengalami keterbatasan

waktu cenderung multitugas (multitasking), melakukan dua atau lebih pekerjaan

pada waktu yang sama. Mereka cenderung membayar orang lain untuk

mengerjakan tugas karena waktu lebih penting daripada uang. Perusahaan yang

melayani mereka akan menciptakan produk dan jasa yang nyaman bagi kelompok

ini. Kotler dan Keller (2008:224) menyatakan gaya hidup adalah pola hidup

seseorang di dunia yang terungkap pada aktivitas, minat, dan opininya. Gaya

hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan

lingkungannya. Para pemasar mencari hubungan antara produk mereka dengan

kelompok gaya hidup. Contohnya, perusahaan penghasil komputer mungkin

mendapatkan bahwa sebagian besar pembeli komputer berorientasi pada

pencapaian prestasi. Dengan demikian, para pemasar dapat lebih jelas 14

mengarahkan merek-nya ke gaya hidup orang yang berprestasi. Para pemasar

selalu menyingkapkan tren baru dalam gaya hidup konsumen. Gaya hidup

(lifestyle) menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana mereka membelanjakan uangnya, dan bagaimana mereka mengalokasikan waktu mereka

(Mowen, 2002). Gaya hidup secara luas didefinisikan sebagai cara hidup yang

didefinisikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka, apa yang

mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia di sekitarnya (Setiadi,


(3)

sehubungan dengan serangkaian tanggapan dan pendapat pribadi tentang

pembelian produk (Cobb dan Hoyer, 1986 dalam Wikartika 2010). Adapun

indikator shopping lifestyle :

1) Tanggapan atas tawaran iklan.

2) Pembelian pakaian model terbaru.

3) Pembelian fashion merek terkenal.

4) Produk fashion memiliki kualitas yang terbaik.

5) Pembelian merek fashion yang berbeda-beda.

6) Semua merek fashion memiliki kualitas yang sama.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa shopping

lifestyle adalah cara seseorang untuk menglokasikan waktu dan uang untuk berbagai produk, layanan teknologi, fashion, hiburan, dan pendidikan. Shopping lifestyle ini juga ditentukan oleh beberapa faktor antara lain sikap terhadap merek, pengaruh iklan dan kepribadian.

2.1.3 Fashion Involvement

Para peneliti telah mendefinisikan fashion involvement dari berbagai macam sudut pandanya (Japarianto dan Sugiharto, 2013:5) mendefinisikan

involvement sebagai minat atau bagian motivasional yang ditimbulkan oleh stimulus atau situasi tertentu, dan ditujukan melalui ciri penampilan. Keteribatan

(involvement) mengacu pada persepsi konsumen tentang pentingnya atau relevansi personal suatu objek, kejadian atau aktifitas (Setiadi, 2003). Fashion involvemet digunakan terutama untuk memprediksi variabel perilaku berkaitan dengan


(4)

konsumen (Park et al., 2006). Fashion involvement merupakan ketertarikan konsumen pada kategori produk fashion (seperti pakaian) (Park et al., 2006, dalam Wikartika, 2010). Dalam pemasaran fashion, fashion involvement mengacu

pada ketertarikan perhatian dengan kategori produk fashion (seperti pakaian). Fashion involvement digunakan terutama untuk meramalkan variabel tingkah laku yang berhubungan dengan produk pakaian seperti keterlibatan produk, perilaku

pembelian, dan karakteristik konsumen. Park et al. (2006) menemukan bahwa fashion involvement pada pakaian berhubungan sangat erat dengan karakteristik pribadi (yaitu wanita dan kaum muda) dan pengetahuan fashion, yang mana pada

gilirannya mempengaruhi kepercayaan konsumen di dalam membuat keputusan

pembelian. Dalam membuat keputusan pembelian pada fashion involvement ditentukan oleh beberapa faktor yaitu karakteristik konsumen, pengetahuan

tentang fashion, dan perilaku pembelian konsumen. Variabel ini diukur dengan 8 indikatornya adalah:

1) Memiliki model pakaian terbaru lebih dari satu.

2) Fashion hal penting dalam mendukung aktifitas.

3) Senang menggunakan model pakaian yang berbeda dari yang lain.

4) Pakaian dapat menunjukkan karakteristik.

5) Dapat memprediksi kepribadian seseorang dari pakaian.

6) Pakaian favorite dapat membuat percaya diri.

7) Mencoba pakaian sebelum membelinya.


(5)

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa fashion involvemet adalah keterlibatan seseorang dengan suatu produk pakaian karena kebutuhan, kepentingan, ketertarikan dan nilai terhadap produk tersebut. Seo et al., (2001) dalam penelitiannya menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara tingkat fashion involvement dan pembelian pakaian dimana konsumen dengan fashion involvement yang tinggi lebih memungkinkan membeli pakaian. Konsumen dengan fashion involvement yang lebih tinggi memungkinkan terlibat

dalam pembelian impulsif yang berorientasi fashion (Park et al., 2006).

2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Shopping Lifestyle Terhadap Impulse Buying Behaviour Berdasarkan hasil penelitian Edwin dan Sugiyono (2011), shopping lifestyle

berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behaviour. Shopping menjadi salah satu lifestyle yang paling digemari, untuk memenuhi lifestyle ini masyarakat

rela mengorbankan sesuatu demi mencapainya dan hal tersebut cenderung

mengakibatkan impulse buying (Japarianto dalam Prastia, 2011). Penelitian Tirmizi dkk. (2009), menunjukkan bahwa Shopping lifestyle berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behavior. Berdasarkan pemaparan di atas, maka diajukan hipotesis keempat yaitu:

H1 : Shopping Lifestyle Berpengaruh Positif Signifikan Terhadap Impulse Buying Behaviour

2.2.2 Pengaruh Fashion Involvement Terhadap Impulse Buying Behaviour Berdasarkan hasil penelitian Edwin dan Sugiyono (2011), fashion involvement berpengaruh terhadap impulse buying behaviour. Pakaian sangat terkait dengan keterlibatan ke karateristik pribadi dan pengetahuan tentang


(6)

fashion, yang pada gilirannya dipengaruhi oleh keyakinan konsumen dalam membuat keputusan pembelian dan seringnya terjadi impulse buying behaviour. Penelitian Pattipeilohy (2013) di Kota Ambon, menunjukkan bahwa fashion involvement berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behaviour. Penelitian Tirmizi, dkk. (2009), menunjukkan bahwa: fashion involvement

berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behaviour serta shopping lifestyle

berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behaviour. Hossseins, dkk. (2014) dalam penelitiannya di Iran menunjukkan bahwa fashion berpengaruuh positif terhadap impulse buying. Penelitian Park et al. (2006), menunjukkan bahwa fashion involvement mempunyai pengaruh positif terhadap impulse buying.

H2 : Fashion Involvement Berpengaruh Positif Signifikan Terhadap Impulse Buying Behaviour

H2

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

Sumber:

H1 : Edwin dan Sugiyono (2011), Japarianto dalam Prastia (2011) dan Tirmizi

dkk. (2009).

H2 : Edwin dan Sugiyono (2011), Pattipeilohy (2013), Tirmizi, dkk. (2009),

Hossseins, dkk. (2014), Park et al. (2006) .

Shopping Lifestyle (X1)

Fashion Involvement (X2)

Impulse Buying Behaviour (Y) H1