Pengaruh Shopping Lifestyle, Store Atmosphere, dan Hedonic Shopping Value Terhadap Perilaku Pembelian Impulsif Pelanggan Aeon Depart Ment Store Bsd City

(1)

PENGARUH SHOPPING LIFESTYLE, STORE ATMOSPHERE, DAN HEDONIC SHOPPING VALUE TERHADAP PERILAKU PEMBELIAN

IMPULSIF PELANGGAN AEON DEPARTMENT STORE BSD CITY

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

Larassanti Dewi Paramita NIM: 1112081000007

JURUSAN MANAJEMEN PEMASARAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi

1. Nama : Larassanti Dewi Paramita 2. Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 9 Januari 1995

3. Alamat : Kp. Suradita RT 005/001 No. 51, Suradita,

Cisauk, Tangerang, Banten

4. Agama : Islam

5. Nama Ayah : Supriyadi 6. Nama Ibu : Sawitri

7. Nomor Telepon : 085890535747

8. Email : larassantidewi89@gmail.com

B. Pendidikan Formal

1. 2000-2006 : SDN Pondok Jagung II 2. 2006-2009 : SMPN 1 Serpong

3. 2009-2012 : SMAN 7 Kota Tangerang Selatan 4. 2012-2016 : S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta C. Pengalaman Organisasi

1. 2006-2009 : Paskibra SMPN 1 Serpong

2. 2009-2010 : Paskibra SMAN 7 Kota Tangerang Selatan 3. 2012-2013 : Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia


(7)

4. 2013-2014 : Div. Luar Kampus Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Manajemen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5. 2014-2015 : Div. Kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Manajemen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

6. 2015-2016 : Sekretaris Bidang Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Manajemen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(8)

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze the effect of shopping lifestyle, store atmosphere, and hedonic shopping value towards impulse buying behavior of AEON Department Store BSD City. Type of this research is quantitative. Source data is the research primary data from the customer AEON Department Store BSD City. The data collection in this research uses convenience sampling with 100 respondents customer AEON Departmen Store BSD City. This research uses Regresion analysis. The results of this research showed that : (1) Shopping Lifestyle has significantly influence to Impulse Buying Behavior (2 )Store Atmosphere has significantly influence to Impulse Buying Behavior, and (4) Hedonic Shopping Value has significantly influence to Impulse Buying Behavior, (5) and Shopping Lifestyle, Store Atmosphere, and Hedonic Shopping Value has significantly influence to Impulse Buying Behavior.

Keywords : Shopping Lifestyle, Store Atmosphere, Hedonic Shopping Value, and Impulse Buying Behavior


(9)

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh shopping

lifestyle, store otmosphere dan hedonic shopping value terhadap perilaku

pembelian impulsif pada AEON Department Store BSD City. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif. Sumber data penelitian ini merupakan data primer yang berasal dari sampel yaitu pelanggan AEON Department Store BSD City. Pengumpulan data dilakukan menggunakan convenience sampling dengan menyebarkan kepada 100 responden pelanggan AEON Department Store BSD City. Penelitian ini menggunakan metode analisis Regresi Berganda. Hasil temuan dari penelitian ini menunjukan bahwa : (1) shopping lifestyle berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku pembelian impulsif AEON Department Store BSD City (2) store atmosphere berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku pembelian impulsif AEON Department Store BSD City (3) hedonic shopping value berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku pembelian impulsif AEON Department Store BSD City (5) shopping lifestyle, store atmosphere, dan hedonic shopping value

berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku pembelian impulsif AEON Department Store BSD City.

Kata kunci : shopping lifestyle, store atmosphere, hedonic shopping value,


(10)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Shopping Lifestyle, Store Atmosphere, dan

Hedonic Shopping Value Terhadap Perilaku Pembelian Impulsif pada AEON

Department Store BSD City. Shalawat serta salam semoga tetap dan akan terus tercurahkan kepada baginda nabi besar Muhammad SAW, yang telah membimbing kita dari zaman kegelapan hingga zaman yang terang benderang ini. Telah berakhir sudah perjuangan yang indah dan tak akan pernah peneliti lupakan dibangku kuliah ini. Peneliti sangat bersyukur atas selesainya penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari betul bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat disusun tanpa bantuan pihak-pihak lain. Oleh karena itu, pada sedikit paragraf ini penulis akan menyampaikan terima kasih kepada segenap pihak-pihak tersebut, yang diantaranya adalah :

1. Kedua orang tua tersayang, tercinta, Bapak Supriyadi dan Ibu Sawitri, serta adik-adik Elmira dan Bayu. Yang selalu mendoakan peneliti tanpa henti, dan tidak pernah lelah memotivasi, mengingatkan, mendukung peneliti baik secara moril maupun materil. Yang selalu ada tanpa kenal


(11)

waktu, yang selalu menegur dikala peneliti mulai khilaf, lupa, maupun lalai, yang selalu meluruskan jalan peneliti dikala peneliti mulai kehilangan arah.

2. Bapak Dr. Arief Mufraini, Lc., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Titi Dewi Warninda, SE., M.Si, selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Ir. Ella Patriana, MM., AAAIJ selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Cut Erika Ananda Fatimah, SE., MBA., selaku dosen Pembimbing Skripsi, terimakasih telah berkenan meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing peneliti, yang telah bersedia memberikan motivasi, tambahan ilmu, arahan dan solusi pada setiap permasalahan atas kesulitan dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak Adhitya Ginanjar, SE., M.Si, selaku dosen Pembimbing akademik yang telah bersedia memberikan motivasi, banyak ilmu dan solusi selama masa perkuliahan.

7. Seluruh Bapak/ Ibu dosen dan Staf Karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pengetahuan yang sangat bermanfaat selama masa perkuliahan dan membantu penulis.


(12)

8. Seluruh keluarga besar alm. Bapak Maryono Effendi yang selalu mendoakan, memberikan motivasi, arahan yang baik, serta mendukung baik moril maupun materil kepada penulis.

9. Bramantio, yang senantiasa memberikan dorongan semangat, memotivasi, mengingatkan penulis agar menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih banyak atas waktu, bantuan, perhatian, hiburan dan doa yang diberikan kepada penulis hingga skripsi ini selesai.

10. Teman-teman seperjuangan Manajemen 2012, yang telah memberikan warna kepada penulis di kampus. Khususnya Konsentrasi Pemasaran yang telah membantu, mendukung, saling bertukar ilmu dan senantiasa berjuang bersama kepada Anggita, Silvia, Ravena, Putri, Kiki, Dita, Julham, Syawendi, Tomi, Shofyan, terimakasih banyak. Tak lupa sahabat-sahabat seperjuangan dari penulis pertama kuliah sampai hari ini telah menyelesaikan skripsi Nisa, Ica, Yulvie, Sinta, Asri, Zizi. Terimakasih banyak atas motivasinya, kepeduliannya, hiburan, dukungan serta semangatnya untuk penulis. Selain itu juga terimakasih kepada Rezky Oktafiandi, SE., dan Riri Ruhiana, SE, yang telah membimbing penulis, memberi masukan dan arahan yang baik dalam pembuatan skripsi ini. 11.Sahabat-sahabat dari penulis masih kecil, Tiwi, Dani, dan Lisa yang selalu

memotivasi dengan cara tidak biasa untuk memicu semangat penulis menyelesaikan skripsi ini.

12.Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dan memberi masukan serta inspirasi bagi penulis, suatu


(13)

kebahagiaan telah dipertemukan dan diperkenalkan dengan kalian semua, terima kasih banyak.

Akhir kata, penulis memahami bahwasannya tak ada satupun di dunia ini yang sempurna, tak terkecuali skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada pembaca berkenan memberikan saran yang membangun guna memberikan koreksi pada skripsi ini dan diadakan perbaikan untuk penulisan berikutnya.


(14)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Skripsi ... i

Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ... ii

Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ... iii

Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ... iv

Daftar Riwayat Hidup ... v

Abstract ... vii

Abstrak ... viii

Kata Pengantar ... ix

Daftar Isi ... xiii

Daftar Tabel ... xvi

Daftar Gambar ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13

1. Tujuan Penelitian ... 13

2. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

A. Landasan Teori ... 15

1. Pemasaran Ritel ... 15

a. Definisi Ritel ... 16

b. Jenis Ritel ... 16

c. Fungsi Ritel ... 22

2. Shopping Lifestyle ... 24

a. Definisi Lifestyle ... 24

b. Sembilan Gaya Hidup Konsumen ... 25

c. Definisi Shopping Lifestyle ... 26

3. Store Atmosphere ... 28

a. Definisi Store Atmosphere ... 28


(15)

4. Hedonic Shopping Value ... 37

a. Definisi Hedonic Shopping Value ... 37

b. Dimensi Hedonic Shopping Value ... 39

5. Perilaku Pebelian Impulsif ... 39

a. Definisi Pembelian Impulsif ... 39

b. Karakteristik Pembelian Impulsif ... 41

6. Hubungan Antar Variabel ... 42

a. Hubungan Antara Variabel Shopping Lifestyle pada Perilaku Pembelian Impulsif ... 42

b. Hubungan Antara Variabel Store Atmosphere pada Perilaku Pembelian Impulsif ... 43

c. Hubungan Antara Variabel Hedonic Shopping Value pada Perilaku Pembelian Impulsif ... 43

B. Peneliatian Terdahulu ... 45

C. Kerangka Pemikiran ... 49

D. Hipotesis Penelitian ... 50

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 51

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 51

1. Wilayah dan Waktu Penelitian ... 51

2. Variabel Penelitian ... 51

B. Metode Penentuan Sampel ... 51

1. Populasi ... 51

2. Sampel ... 52

C. Metode Pengumpulan Data ... 54

1. Data Primer ... 54

2. Data Sekunder ... 55

D. Metode Analisis Data ... 55

E. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 56

1. Uji Validitas ... 56

2. Uji Reliabilitas ... 57

F. Uji Asumsi Klasik ... 57

1. Uji Normalitas ... 57

2. Uji Multikolonieritas ... 59

3. Uji Heterokedasitas ... 60

G. Analisis Regresi Linear Berganda ... 61

H. Uji Hipotesis ... 62

1. Uji t (Uji Parsial) ... 62

2. Uji f (Uji Simultan) ... 63


(16)

J. Operasional Variabel Penelitian ... 65

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 69

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 69

B. Pembahasan Hasil Deskriptif Responden ... 71

1. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 71

2. Responden Berdasarkan Usia ... 72

3. Responden Berdasarkan Profesi ... 72

4. Responden Berdasarkan Pendidikan ... 73

5. Responden Berdasarkan Pendapatan ... 74

C. Pembahasan Analisis Deskriptif ... 74

1. Deskripsi Variabel Shopping Lifestyle ... 75

2. Deskripsi Variabel Store Atmosphere ... 79

3. Deskripsi Variabel Hedonic Shopping Value ... 93

4. Deskripsi Variabel Perilaku Pembelian Impulsif ... 98

5. Distribusi Jawaban Responden ... 104

D. Hasil Uji Kualitas Data ... 110

1. Hasil Uji Validitas ... 108

2. Hasil Uji Reliabilitas ... 112

E. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 113

1. Hasil Uji Normalitas ... 113

2. Hasil Uji Multikolinieritas ... 116

3. Hasil Uji Heteroskedatisitas ... 118

F. Hasil Uji Hipotesis ... 120

1. Hasil Uji t (Uji Parsial) ... 120

2. Hasil Uji f (Uji Simultan) ... 124

G. Analisis Regresi Linier Berganda ... 125

H. Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 126

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 128

A. Kesimpulam ... 128

B. Saran ... 129

DAFTAR PUSTAKA ... 133


(17)

DAFTAR TABEL

Nomer Keterangan Halaman

1.1 Jumlah Kependudukan Kota Tangerang Selatan ... 5

1.2 Jumlah Rumah Tangga Kota Tangerang Selatan Selatan ... 5

2.1 Penelitian Terdahulu ... 45

3.1 Skala Likert ... 56

3.2 Operasional Variabel Penelilitian ... 65

4.1 - 4.5 Pembahasan Hasil Deskriptif Responden ... 71

4.6 - 4.46 Pembahasan Analisis Deskriptif ... 74

4.47 - 4.50 Distribusi Jawaban Responden ... 104

4.51 Hasil Uji Validitas ... 110

4.52 Hasil Uji Reliabilitas ... 112

4.53 Hasil Uji Kolmogrov-Smirnov ... 115

4.54 Hasil Uji Multikolinieritas ... 117

4.55 Hasil Uji Heteroskedastisitas Secara Statistik ... 119

4.56 Hasil Uji t (Uji Parsial) ... 120

4.57 Hasil Uji f (Uji Simultan) ... 124

4.58 Hasil Uji Regresi Linear Berganda ... 125


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

2.1 Model Kerangka Penelitian ... 49 4.1 Kurva Normal P-Plot Hasil Uji Normalitas ... 114 4.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas Secara Grafik Scatterplot ... 118


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era modern saat ini, pertumbuhan berbagai kegiatan bisnis meningkat semakin pesat yang salah satunya dapat dilihat pada perkembangan industri ritel. Bisnis ritel dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terkait aktivitas penjualan ataupun distribusi barang secara langsung kepada konsumen akhir, dimana secara fokus aktivitas tersebut diarahkan guna menambahkan nilai barang untuk penggunaan pribadi (Utami, 2008:2).

Keinginan masyarakat untuk berbelanja dengan mudah dan nyaman menjadi salah satu faktor meningkatanya industri bisnis ritel di Indonesia (Arvinia, 2013). Bangkitnya bisnis ritel tradisional seperti pasar, warung, dan toko maupun bisnis ritel moderen seperti supermarket, hypermarket, minimarket, convenience center, superstore, factory outlet, dan department store sudah sewajarnya para pelaku bisnis ritel dituntut untuk mampu bersaing memperoleh pangsa pasar serta mempertahankan keberlangsungan usahanya dalam jangka panjang.

Seiring dengan kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikann peluang bagi para pelaku bisnis ritel terutama di bidang fashion. Kenyataanya ini menyebabkan banyak bermunculan toko-toko yang menjual berbagai jenis produk-produk fashion dan produk lainnya, baik untuk pria ataupun wanita dari kalangan anak kecil sampai orang dewasa. Dalam perubahan gaya hidup tersebut konsumen akan berusaha memenuhi kebutuhannya. Prilaku ini berkaitan dengan


(20)

perilaku belanja konsumen. Perilaku ini juga akan muncul akibat adanya perencanaan atau tanpa perencanaan sebelumnya (impulse buying).

Indonesia merupakan surga bagi pelaku industri ritel, tak terkecuali pemain ritel dunia. Pasar Indonesia menjadi perhatian pemain ritel dunia. Apalagi, jumlah penduduk Indonesia mencapai 235 juta dengan capaian gross domestic product

(GDP) mencapai Rp 4.000 triliun. Secara keseluruhan bisnis ritel pada 2010 bagus dan tumbuh 12%, dan pada 2011 akan tumbuh 13%-15%. Selain itu, daya beli konsumen juga masih bagus dan inflasi masih terkontrol 6-6,5%. (Prasetyo, 2012)

Dalam lima tahun terakhir peningkatan omset ritel modern cukup pesat, hal ini juga didukung oleh pertumbuhan jumlah ritel yang pesat yaitu mencapai 18.152 gerai pada 2011, dibandingkan 10.365 gerai pada 2007. Menurut Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo) pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia antara 10-15% per tahun. Penjualan ritel pada 2006 masih sebesar Rp 49 triliun, namun melesat hingga mencapai Rp 100 triliun pada 2010. Sedangkan pada 2011 pertumbuhan ritel diperkirakan masih sama yaitu 10%-15% atau mencapai Rp 110 triliun, menyusul kondisi perekonomian dan daya beli masyarakat yang relatif bagus (Indonesian Commercial Newsletter, 2011)

Perkembangan kemajuan Kota Tangerang Selatan sebagai daerah perdagangan dan jasa menempatkan masyarakat di wilayah Kota Tangerang Selatan menjadi sangat konsumtif (Deslatama, 2016). Masyarakat yang konsuntif di Tangerang Selatan membuat para pengusaha ritel tertarik membangun pusat perbelanjaan ritel di Tangerang Selatan. Terbukti dari 30 pusat perbelanjaan yang


(21)

ada di Banten, 18 diantanya berada di Tangerang. Terkonsentrasinya pusat belanja besar di kawasan Tangerang tentu tak lepas dari jumlah populasi penduduknya yang mencapai 4 juta jiwa lebih. Di sisi lain, semakin bertambah juga masyarakat kelas menengah atas dengan daya beli tinggi di kawasan ini. Menurut Ketua APPBI Banten, Heru Nasution, jumlah tersebut akan terus bertambah seiring tren aktual yang sedang berkembang saat ini. Tren tersebut tak melulu tentang belanja, melainkan memenuhi kebutuhan hiburan, relaksasi, kuliner, pertemuan, dan juga gaya hidup. (Alexsander, 2014)

Pelaku usaha pusat belanja yang tergabung dalam Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) tahun 2012 mencapai 300 anggota, dan hampir 30 persen berada di DKI Jakarta. Diperkirakan, pertumbuhan toko modern di Indonesia selama 2012-2015 akan berada pada kisaran 4,5-5 persen per tahun. Sementara. Itu jumlah gerai ritel modern yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) mencapai 20.000 gerai. Pertumbuhan gerai hypermarket rata-rata sebesar 30 persen per tahun, supermarket 7 persen per tahun dan mini market sekitar 15 persen per tahun. Total omzet penjualan ritel modern mencapai Rp 135 triliun pada tahun 2012 dan diperkirakan pada tahun 2013 mencapai Rp 150 triliun (65 persen makanan dan 35 persen non makanan). Dari jumlah belanja makanan, hypermarket mengambil porsi 35 persen,

minimarket 35 persen dan supermarket 30 persen (Malau, 2016).

Lebih lanjut Mendag menjelaskan pertumbuhan perdagangan modern yang ditandai dengan pertumbuhan pusat belanja dan toko modern didorong oleh urbanisasi, peningkatan pendapatan penduduk dan perubahan gaya hidup (Malau,


(22)

2016). Pertumbuhan pusat belanja dan toko modern pada dasarnya merupakan gambaran dari peningkatan standar hidup masyarakat. Keberadaan pusat belanja dibutuhkan sebagai sarana pemasaran bagi jaringan ritel nasional maupun multinasional. Perubahan gaya hidup konsumen telah disikapi oleh pengelola pusat belanja dan toko modern dengan melakukan perubahan konsep dan format toko atau ruang usaha sesuai dengan keinginan konsumen akan suasana belanja yang lebih santai dan nyaman

Dari hasil pengamatan sebelumnya diketahui bahwa menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tangerang Selatan menyebutkan, ada 1.443.403 jiwa jumlah penduduk pada tahun 2013 dan meningkat menjadi 1.492.999 jiwa pada tahun 2014, hal ini sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumtif di Kota Tangerang Selatan. Menurut BPS Kota Tangerang Selatan kondisi ekonomi konsumen triwulan III-2015 sebesar 111,21, artinya kondisi ekonomi konsumen meningkat dari triwulan sebelumnya. Tingkat kepercayaan dan optimisme konsumen juga meningkat dibandingkan dengan Triwulan II-2015 sebesar 108,19. Dari hasil pengamatan BPS membaiknya kondisi ekonomi konsumen didorong oleh peningkatan pendapatan rumah tangga, rendahnya pengaruh inflansi terhadap tingkat konsumsi dan meningkatnya konsumsi berbelanja. Selain itu perkiraan konsidi ekonomi konsumen Triwulan IV-2015 sebasar 103,96, artinya kondisi ekonomi konsumen pada triwulan mendatang diperkirakan akan membaik. Perbaiakn kondisi ekonomi konsumen triwulan IV-2015 diperkirakan terjadi karena adanya peningkatan pendapatan rumah tangga dan diperkuat oleh meningkatnya perkiraan rencana pembelian barang-barang. Berikut tabel jumlah


(23)

penduduk menurut BPS Kota Tangerang Selatan dan tabel jumlah rumah tangga di Kota Tangerang Selatan.

Tabel 1.1

Jumlah Kependudukan Kota Tangerang Selatan

Kecamatan

2013 2014

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

(Jiwa)

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

(Jiwa)

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Kota Tangerang Selatan 727.802 715.601 752.600 740.399

Setu 38.352 36.650 39.814 38.067

Serpong 78.007 79.245 81.291 82.624

Pamulang 159.014 155.917 163.531 160.426

Ciputat 108.225 104.599 111.535 107.849

Ciputat Timur 97.453 96.031 99.683 98.277

Pondok Aren 172.787 168.629 179.064 174.840

Serpong Utara 73.964 74.530 77.682 78.316

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tangerang Selatan

Tabel 1.2

Jumlah Rumah tangga Kota Tangerang Selatan

Kecamatan Jumlah Rumah Tangga

2014

Setu 21.151

Serpong 41.677

Pamulang 82.127

Ciputat 54.227

Ciputat Timur 50.276

Pondok Aren 88.708

Serpong Utara 42.425

Kota Tangerang Selatan 380.591


(24)

Dari data di atas diketahui bahwa jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan yang meningkat mempengaruhi jumlah konsumsi yang juga meningkat. Hal ini sangat menguntungkan bagi pengusaha bisnis ritel yang ada di Kota Tangerang Selatan, termasuk AEON Department Store BSD. Selain dengan masyarakat Kota Tangerang Selatan sendiri terdapat juga masyarakat diluar dari kota Tangerang Selatan yang berkunjung ke AEON Department Store BSD, seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Nielsen (2007), ternyata 85% pembelanja di ritel modern Indonesia cenderung untuk berbelanja sesuatu yang tidak direncanakan (Impulse buying: tantangan baru pemilik merek, 2009). Ini dapat dilihat pada grafik, di mana 61% konsumen biasanya memang merencanakan membeli sesuatu sehingga mereka datang ke ritel. Namun demikian, mereka kadang-kadang juga membeli sesuatu yang lain. Artinya, mereka juga melakukan pembelian yang direncanakan. Sebanyak 13% konsumen selalu membeli sesuatu yang lain, dan bahkan 10% benar-benar tidak merencanakan untuk membeli (Impulse buying: tantangan baru pemilik merek, 2009).

Survei antar Negara yang dilakukan oleh Nielsen, konsumen di negara seperti Australia, Selandia Baru, Hong Kong dan China ternyata lebih sering melakukan impulse buying dibandingkan negara seperti Jepang dan Korea

(Impulse buying: tantangan baru pemilik merek, 2009). Hal tersebut menunjukkan

bahwa bukan hanya di Indonesia saja tetapi hampir di setiap Negara konsumen cenderung melakukan impulse buying. Fenomena perilaku belanja konsumen yang


(25)

tidak direncanakan (impulse buying) dipengaruhi beberapa faktor, antara lain gaya hidup belanja (shopping lifestyle) konsumen, Jackson (2004) mengatakan

shopping lifestyle merupakan ekspresi tentang lifestyle dalam berbelanja

(Japarianto dan Sugiharto, 2011).

Shopping lifestyle merupakan pola konsumsi yang mencerminkan pilihan

seseorang tentang bagaimana cara seseorang menghabiskan waktu dan uang. Dengan ketersediaan waktu konsumen akan memiliki banyak waktu untuk berbelanja dan dengan uang konsumen akan memiliki daya beli yang tinggi.

Dengan berbagai faktor internal yang dimiliki konsumen akan berhubungan pula dengan suasana hati dan kebiasaan mereka berbelanja apakah didorong sifat hedonis atau tidak. Holbrook dan Hirschman (1982) dalam Abednego (2011) membagi perilaku belanja konsumen menjadi dua bagian, yaitu pembelanja hedonis dan pembelanja utilitarian. Pembelanja hedonis adalah pembelanja yang mengutamakan pengalaman dan kesenangan dalam berbelanja, sedangkan pembelanja utilitarian adalah pembelanja yang berorientasi pada tugas. Dengan mengetahui tipe perilaku berbelanja, maka diharapkan gerai fashion mampu melakukan pendekatan yang tepat bagi konsumen maupun calon konsumen yang datang sehingga diharapkan akan terjadi tindak lanjut berupa pembelian produk

fashion bahkan pembelian berulang dari gerai tersebut. Pendapat lain disampaikan

Subagio (2011:16) yang menyatakan bahwa utilitarian value merupakan dorongan dalam diri seseorang untuk mengevaluasi motif dalam mendapatkan produk dan/atau jasa yang berkualitas, dan juga efisiensi dalam waktu dan tenaga.


(26)

Maka dari itu didasarkan pada peryataan bahwa di wilayah Kota Tangerang Selatan yang sangat Konsumtif (Deslatama, 2016) maka penelitian ini akan fokus pada nilai belanja hedonis yang dalam memenuhi kebutuhan hedonisnya sangat memungkinkan bagi konsumen untuk terlibat dalam perilaku impulse buying. Ketika tujuan berbelanja adalah untuk pengalaman yang menyenangkan, produk yang akan dibeli ini nampak seperti terpilih tanpa perencanaan dan mereka menghadirkan suatu peristiwa pembelian impulsif. Perilaku pembelian impulsif pada orientasi fashion termotivasi oleh versi baru dari fashion dan citra merek yang memandu konsumen ke pengalaman berbelanja hedonis (Park et al., 2006 dalam Abednego, 2011).

Selain dengan faktor internal terdapat juga beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi keputusan pembelian impulsif, salah satunya adalah store atmosphere yang dimiliki toko untuk menarik para pengunjung datang. Store

atmosphere mencangkup disain interior dan eksterior toko, hal ini sangat

mempengaruhi pikiran bawah sadar konsumen untuk merasa tertarik pada toko dan penasaran akan apa yang dijual di dalam toko tersebut, sehingga konsumen akan datang bekunjung. Dalam hal ini sangat mungkin apabila store atmosphere

mempengaruhi dalam pembelian impulsif, desain toko yang menarik membuat siapa saja akan datang berkunjung.

Konsumen yang melakukan pembelian impulsif tidak berpikir untuk membeli produk atau merek tertentu. Mereka langsung melakukan pembelian karena ketertarikan pada merek atau produk saat itu juga. Konsumen cenderung untuk membeli secara spontan, reflek, tiba-tiba, dan otomatis. Impulse buying


(27)

dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti display yang menarik ataupun karena harga diskon.

Adanya perilaku impulsif memberikann dampak positif bagi para pelaku ritel. Dampak positifnya adalah pelaku ritel akan mendapatkan keuntungan yang tinggi pada toko pada setiap bulannya. Oleh karena itu penting bagi pelaku ritel untuk mendapatkan informasi dalam menentukan strategi bersaing yang harus dilakukan terhadap perilaku pembelian impulsif.

Mengingat perilaku pembelian impulsif sangat memberikann manfaat bagi pelaku ritel, penelitian ini berusaha untuk mengkaji faktor-faktor yang ada dalam diri konsumen meliputi shopping lifestyle, store atmosphere dan hedonic shopping

value terhadap perilaku pembelian impulsif pelanggan AEON Department Store

BSD. Ketiga jenis variabel itulah yang menjadi objek peneliti dalam melakukan penelitian.

Pertimbangan pemilihan AEON Department Store BSD merupakan pusat perbelanjaan yang ramai dan banyak dikunjungi oleh masyarakat JABODETABEK umumnya dan masyarakat Kota Tangerang Selatan khususnya. Mall asal negeri sakura tersebut hadir dengan konsep yang segar dengan tema yang mudah menarik perhatian kaum muda Tangerang Selatan. Selain itu, mall ini pun memiliki nuansa khas Jepang yang tidak dimiliki oleh mal lainnya di kawasan yang sama (Dea, 2016). Letaknya yang strategis yang berada di tengah–tengah kota BSD, sehingga memungkinkan masyarakat datang ke AEON Department Store BSD. AEON Department Store BSD juga menyediakan semua kebutuhan


(28)

konsumen akan produk fashion dan produk lain yang lengkap dan berkualitas. AEON Department Store BSD mendorong perilaku konsumen melalui strategi-strategi seperti rancangan toko yang menarik, pajangan-pajangan produk, dan penjualan.

Kawasan Serpong (BSD) yang dipilih sebagai pijakan pertama AEON Mall memang dinilai cukup potensial. Meski sudah banyak pusat perbelanjaan di sekitar sana seperti Living World, Mall Alam Sutra, atau Summarecon Mall serpong, AEON mall optimis bisa memikat warga sekitar bahkan luar kawasan. Menurut Andrian Pranata selaku Operations General Manager PT AMSL Indonesia, keunikan dan lokasi yang tak jauh dari jalan tol menjadi beberapa kelebihan mall (Anjani, 2015).

AEON Department Store sendri berada di pusat kota BSD City, dengan dikelilingi oleh perumahan elit dan di apit oleh 2 ruas jalan tol menuju BSD City, yaitu jalan Tol Jakarta-Tangerang dari Jakarta melalui Simpang Susun Tomang kemudia keluar Tangerang pada Km 18 dan jalan Tol Bintaro Serpong, jalan tol ini terhubung dengan Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR) dan pada ujungnya terdapat 2 pintu keluar menuju BSD City yaitu lingkar barat (km 12) dan lingkar timur (km 10). Selain diapit 2 ruas jalan tol, juga terdapat mode transportasi lain yang bisa mengantar konsumen menuju ke AEON Mall, yaitu melalui KRL Commuter Line, Shuttle Bus/Feeder Busway, Angkutan kota dari kota-kota sekitarnya seperti Pamulang, Ciputat, Tangerang, Serpong, Karawaci, Parung dan Bogor.


(29)

Selain itu, AEON Mall juga merupakan salah satu pusat perbelanjaan ritel modern yang bergaya jepang pertama di Indonesia. Dengan konsep ini masyarakat atau pelanggan akan lebih tertarik mengunjungi AEON Department Store yang berada di dalam AEON Mall itu sendiri. Di negara aslinya, Jepang, AEON merupakan salah satu pusat perbelanjaan populer dan terbesar. AEON sudah mendirikan 141 mal atau 2/3 dari seluruh pusat perbelanjaan yang ada di sana (Anjani,2015).

Dengan adanya produk-produk dari Jepang yang di jual di AEON Department Store BSD City membuat kosnumen melihat dan tertarik akan produk tersebut lalu membelinya, tanpa direncanakan sebelumnya. Selain dengan produk dari Jepang, di AEON Department Store BSD City juga menjual produk-produk dengan harga terjangkau sampai dengan yang paling mahal. Dengan adanya diskon di beberapa produk yang di jual AEON Department Store BSD City akan menimbulakan perilaku pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya. Demak menambahkan, di lantai 2 terdapat, brand yang hanya dimiliki mall ini dimana para konsumen dapat memesan khusunya kemeja dengan ukuran dan bentuk sesuai keinginan dengan harga terjangkau (wartadki.com, 2015).

Perbedaan AEON Department Store BSD City dengan Department Store lainnya di Tangerang Selatan seperti Ramayana dan Matahari, terletak pada produk yang di jual di AEON Department Store BSD City. Berbagai merek dan produk dari Jepang di tawarkan di AEON Department Store BSD City. Selain itu juga barang display AEON Department Store BSD City tertata dengan sangat rapi, dan ketidak padatan di dalam AEON Department Store BSD City


(30)

menciptakan suasana yang lebih baik dari pada sempit dengan barang-barang yang tidak di tata dengan baik, kebersihan AEON Department Store BSD City juga sangat terjaga dengan baik. Hal-hal seperti ini terkait dengan variabel yang diambil yaitu store atmosphere.

Berdasarkan argumentasi yang disajikan di atas, maka judul penelitian ini adalah “Pengaruh Shopping Lifestyle, Store Atmosphere, dan Hedonic Shopping

Value Terhadap Perilaku Pembelian Impulsif Pada AEON Department Store

BSD”

B. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan informasi mengenai latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh antara Shopping Lifestyle terhadap Perilaku Pembelian Impulsif?

2. Apakah terdapat pengaruh antara Store Atmosphere terhadap Perilaku Pembelian Impulsif?

3. Apakah Terdapat pengaruh antara Hedonic Shopping Value terhadap Perilaku Pembelian Impulsif?

4. Apakah terdapat pengaruh antara Shopping Lifestyle, Store Atmosphere,

dan Hedonic Shopping Value terhadap Perilaku Pembelian Impulsif


(31)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk menganalisis pengaruh yang signifikan antara Shopping Lifestyle terhadap Perilaku Pembelian Impulsif.

b. Untuk menganalisis pengaruh yang signifikan antara Store Atmosphere

terhadap Perilaku Pembelian Impulsif.

c. Untuk menganalisis pengaruh yang signifikan antara Hedonic

Shopping Value terhadap Perilaku Pembelian Impulsif.

d. Untuk menganalisis pengaruh yang signifikan antara Shopping Lifestyle, Store Atmosphere, dan Hedonic Shopping Value terhadap Perilaku Pembelian Impulsif secara simultan.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagi Penulis

Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang dunia kerja dalam bidang ritel serta melatih keterampilan teknis penulis dalam menganalisa suatu masalah.

b. Bagi Perusahaan

1) Membantu perusahaan dalam mengetahui hal-hal yang menjadi pengaruh terhadap perilaku pembelisn impulsif para konsumen. 2) Memotivasi perusahaan untuk mempertahankan bahkan

meningkatkan kualitas dan pelayanan. c. Bagi Akademisi


(32)

Sebagai bahan bacaan untuk menambah pengetahuan, sebagai referensi dan sebagai bahan pertimbangan bagi rekan-rekan mahasiswa apabila terdapat pelajaran yang berkaitan dengan shopping lifestyle, store atmosphere, dan hedonic shopping value terhadap perilaku pembelian impulsif.


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Pemasaran Ritel

Kata ritel berasal dari bahasa Perancis, ritellier, yang berarti memotong atau memecah sesuatu. Retaill atau eceran (retailling) dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis. Sering kali orang-orang beranggapan bahwa ritel hanya menjual produk-produk di toko. Tetapi retaill (ritel) juga melibatkan pelayanan jasa layanan antar (delivery

services) ke rumah-rumah. Tidak semua ritel dilakukan di toko.

Kegiatan yang dilakukan dalam bisnis retaill (ritel) adalah menjual berbagai produk, jasa atau keduanya, kepada konsumen untuk keperluan konsumsi pribadi maupun bersama. Produsen menjual produk-produknya kepada peretaill maupun peritel besar (wholesaler). Peritel besar ini juga kerap disebut sebagai grosir atau pedagang partai besar.

Industri ritel terus berubah seiring dengan perubahan teknologi, perkembangan dunia usaha, dan tentunya kebutuhan konsumen. Ritel adalah keseluruhan aktivitas bisnis yang terkait dengan penjualan dan pemberian layanan kepada konsumen untuk penggunaan yang sifatnya individu sebagai pribadi maupun keluarga. Agar berhasil dalam pasar ritel yang kompetitif, peritel harus dapat menawarkan produk yang tepat,


(34)

dengan harga yang tepat, pada tempat yang tepat, dan waktu yang tepat. Oleh karena itu, pemahaman peritel tehadap karakteristik target pasar atau konsumen yang akan dilayani merupakan hal yang sangat penting.

Dalam operasionalnya peritel menjalankan beberapa fungsi antara lain membantu konsumen dalam menyediakan berbagai produk dan jasa, menjalankan fungsi memecah (bulk breaking), maupun menambah nilai produk. Secara keseluruhan, pengelolaan binis ritel membutuhkan implementasi fungsi-fungsi manajemen secara terintegrasi baik fungsi keuangan, pemasaran, sumber daya manusia, maupun operasional.

a. Definisi Ritel

Menurut Berman dan Evan, (2010:4) ritel merupakan keseluruhan aktivitas bisnis yang menyangkut penjualan dan jasa kepada konsumen untuk Sigunakan oleh mereka sendiri, keluarga, atau rumah tangganya.

Levy and Weitz (2008:7) mendefinisikan ritel sebagai kegiatan bisnis yang menambah nilai produk dan penjualan layanan kepada konsumen untuk dirinya sendiri atau Sigunakan oleh keluarga.

Melihat dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ritel adalah suatu kegiatan bisnis dalam bentuk perdagangan atau jual beli barang dana atau jasa kepada konsumen akhir.

b. Jenis Ritel

Menurut utami (2006:12) jenis ritel dikelompokan ke dalam empat bagian besar yaitu:


(35)

1) Supermarket tradisional

Supermarket tradisional adalah supermarket yang melayani penjualan makanan, daging, minuman, dan produk makanan lainnya, serta melakukan pembatasan penjualan terhadap produk-produk non makanan, seperti produk kesehatan, kecantikan, dan produk-produk umum lainnya.

2) Big-box retailler

Big-box retailler adalah supermarket yang ukurannya lebih luas dari supermarket tradisional, serta mulai menjual berbagai produk luar negeri yang bervariasi. Pada format big-box retailler, terdapat berbagai jenis supermarket, yaitu:

a) Supercenter

Supercenter merupakan Supermarket yang mempunyai luas

lantai 3.000 hingga 10.00 meter persegi. Produk yang dijual adalah produk makanan yang berkisaran 30-40% dan produk non makanan 60-70%. Supermarket jenis ini termasuk Supermarket yang tumbuh dengan cepat. Persediaan yang di milikii berkisar anatara 12.000-20.000 item.

b) Hypermarket

Hypermarket merupakan supermarket yang mempunyai

luas antara ebih dari 18.000 meter persegi dengan kombinasi produk makanan sebagai 60-70% dan


(36)

produk-produk umum sebanyak 30-40%. Hypermarket dalah salah satu bentuk supermarket yang memiliki persediaan lebih besar dari pada supercenter yaitu lebih dari 25.000 item ang meliputi makanan, perkakas, peralatan olahraga, furnitur, perlengkapan rumah tangga, elektronik, komputer dan sebagainya.

c) Warehouse

Warehouse merupakan ritel yang ukuran luas bangunanya lebih dari 13.000 meter persegi dan lokasinya biasanya diluar kota. Pada jenis ritel ini, interior yang Sigunakan lebih sederhana. Produk yang dijual meliputi makanan dan produk umum biasa.

3) Convinience Store

Convinience store memiliki variasi dan jenis produk yang terbatas. Luas bangunan ritel jenis ini berukuran kurang dari 350 meter persegi dan dikenal konsumen sebagai pasar swalayan mini yang menjual berbagai produk kebutuhan sehari-hari. Convinience store ditujukan kepada konsumen yang mempunyai waktu singkat untuk berbelanja tanpa harus mengeluarkan upaya yang besar dalam mencari prosuk-prosuk yang diinginkan, produk-produk yang dijual bisanya bermerek terkenal dan harga yang ditawarkan lebih tinggi dari pada di supermarket.


(37)

4) General Merchandise Retaill

Jenis ritel ini meliputi toko diskon, toko khusus, toko kategori,

Department store, off-price retailling dan value retailling.

a) Toko Diskon

Toko diskon merupakan jenis ritail yang menjual berbagai variasi produk seperti pakaian, sepatu, celana, kemeja, dan sebagainya, dengan pelayanan yang terbatas, dan harga yang murah. Toko diskon menjual produk dengan merek milik toko itu sendiri maupun merek-merek lain yang sudah dikenal luas. Tetapi, merek-merek tersebut kebanyakan bukan merek yang terkenal dan produk yang dijual tidak

uptudate.

b) Toko Kategori

Toko kategori adalah toko diskon dengan varias produk yang dijual lebih khusus tetapi memiliki jenis produk yang lebih banyak. Ritel ini merupakan salah satu toko diskon yang paling dasar. Beberapa toko kategori menggunakan penedekatan pelayanan seperti menggunakan asisten untuk melayani konsumen.

c) Toko Khusus (speciality store)

Toko khusus meliki kategori produk terbatas yang berkonsentrasi pada produk-produk komplementer. Toko khusus memiliki tingkat pelanyanan yang tinggi dengan


(38)

luas toko sekitar 800 meter persegi. Barang yang dijual pada toko khusus ini di targetkan untuk pasar yang lebih spesifik, toko furniture, toko pakaian anak, dan toko buku. d) Toko Serba ada (Department store)

Department store merupakan jenis ritel yang menjual

variasi produk yang luas dengan menggunakan beberapa staf, seperti layanan pelanggan dan beberapa tenaga sales

counter. Area belanja pada Department store biasanya

dibagi menjadi beberapa bagian diantaranya, area pembelian, area promosi, pelayanan, dan pengawasan. Masing-masing area belanja dipake oleh buyer. Buyer

adalah kepala Department store yang bertanggungjawab terhadap masalah personel dan promosi.

e) Off-price retailling

Ritel jenis ini menyedikan beberapa produk dengan merek yang berganti-ganti dan fashion yang up tp date dengan tingkat harga produk yang murah. Ritel off-price dapat menjual merek dan lebel produk terkenal dengan harga yang lebih rendah dari umumnya.

f) Value retailling

Value retailling merupakan toko yang jual sejumlah jenis produk dengan tingkat harga rendah dan biasanya berlokasi


(39)

di daerah-daerah yang padat penduduknya. Ritel jenis ini biasanya berukuran lebih kecil dari toko diskon tradisional.

Adapun beberapa jenis ritel menurut Sujana (2005: 17-21), yaitu:

1) Tipe bisnis ritel atas kepemilikan a) Single-store retailler

Single-store retailler merupakan tipe bisnis ritail dengan ukuran luas bangunan sekitar kurang dari 100 , contohnya seperti kios atau toko di pasar tradisional sampai minimarket modern.

b) Rantai toko ritailer

Adalah toko ritel yang memiliki banyak cabang dan biasanya di miliki oleh satu institusi bukan perorangan, melainkan dalam bentuk perseroan.

c) Toko waralaba

Toko ritel yang dibangun berdasarkan kontrak kerja waralaba.

2) Tipe bisnis ritel berdasarkan luas sales area

a) Small store

Sebuah toko kecil yang umumnya dioperasikan pada usaha kecil. Small store merupakan toko retail teradisional, dengan sales area kurang dari 100


(40)

b) Minimarket

Dioperasikan dengan luas sales area antara 1000 sampai dengan 5000

c) Hypermarket

Dioperasikan dengan luas sales area lebih dari 5000 3) Tipe bisnis retailler berdasarkan merchandise category

a) Speciality store

Adalah toko ritel yang menjual sebagian kategori barang atau menjual beberapa barang yang spesifik.

b) Grocery store

Merupakan toko retaill yang sebagian besar kategori barang dijual adalah barang kebutuhan sehari-hari.

c) Department store

Sebagian besar dari barangyang dijual di Department store

bukanlah barang-barang kebutuhan pokok.

d) Hyperstore

Menjual barang dengan retan kategori barang yang sangat luas. Menjual hampir semua jenis barang kebutuhan setiap lapisan konsumen. Toko retaill di Indonesia tampaknya belum ada yang dapat dikategorikan dalam tipe hyperstore.

c. Fungsi Ritel

Penjualan eceran dapat lebih maju dalam usahanya apabila mau bekerja lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya dalam melayani


(41)

konsumen. Pelayanan kepada konsumen harus diutamakan karena merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menarik konsumen. Berman dan Evan (2010: 7-9) menjelaskan fungsi dalam distribusi adalah sebagai berikut:

1) Ritel merupakan tahap akhir dalam saluran distribusi yang terdiri dari usaha-usaha dan orang-orang yang terlibat dalam perpindahan fisik dan penyerahan kepemilikan barang dan jasa dari produsen ke konsumen.

2) Ritel dalam saluran distribusi mempunyai peranan penting sebagai perantara antara pengusaha manufaktur, pedagang besar, serta pemasok lain ke konsumen akhir. Para pedagang eceran mengmpulkan berbagai macam dan jasa dari beragam pemasok dan selanjutnya menawarkan kepada beberapa konsumen.

3) Fungsi distribusi dari ritel adalah terjalinnya komunikasi dengan pelanggan mereka, pengusaha manufaktur, dan pedagang besar.

4) Bagi para pengusaha manufaktur dan pemasok yang masih kecil, pedagang eceran harus dapat menyediakan bantuan yang berguna seperti transportasi, penyimpanan, dan periklanan. 5) Melalui ritel, transaksi para pelanggan dilengkapi dengan

pelayanan pelanggan yang lebih baik seperti packaging,


(42)

2. Shopping Lifestyle a. Definisi Lifestyle

Menurut Levy dan Weitz (2009:131) gaya hidup di definisikan secara sederhana sebagai bagaimana seseorang hidup. Gaya hidup mengacu pada bagaimana seseorang hidup, bagaimana mereka menghabiskan waktu dan uang mereka. kegiatan pembelian yang di lakukan, sikap dan pendapat mereka tentang dunia di mana mereka tinggal. Gaya hidup juga di pergunakan untuk menguraikan tiga tingkat agresasi orang yang berbeda: individu, sekelompok kecil orang yang berinteraksi dan sekelompok orang yang lebih besar (misalnya, segemen pasar). Konsep gaya bidup konsumen cukup berbeda dengan kepribadian. Gaya hidup menunjukan bagaimana orang hidup, bagaimana mereka membelanjakan uangnnya, dan bagaimana mereka mengalokasikan waktu mereka.

Oleh karenanya, hal ini berhubungan dengan tindakan dan perilaku sejak lahir, berbeda dengan kepribadian yang menggambarkan konsumen dari perspektif yang lebih internal yaitu, karakteristik pola berfikir, perasaan dan memandang konsumen (Mowen, Minor 2002).

Gaya hidup secara luas didefinikan bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga di sekitarnya (pendapat).


(43)

Gaya hidup suatu masyarakat berbeda dengan masyarakat lainnya, bahkan dari suatu masa kemasa gaya hidup suatu individu dan kelompok masyarakat tertentu akan bergerak dinamis. Namun demikian, gaya hidup tidak cepat berubah, sehingga ada kurun waktu tertentu gaya hidup relative permanen (Sutisna, 2002:145).

b. Sembilan Gaya Hidup Konsumen

Terdapat sembilan gaya hidup konsumen menurut Mowen dan Minor 2002:295) antara lain sebagai berikut:

1) Functionalist: menghabiskan uang untuk hal-hal yang penting

2) Nurturers: muda dan berpendapatan rendah

3) Aspirers: berfokus pada menikmati gaya hidup tinggi dengan

membelanjakan sejumlah uang diastas rata-rata untuk barang-barang bersetatus, khususnya tempat tinggal.

4) Experiential: membelanjakan jumlah di atas rata-rata terhadap barang-barang hiburan, hobi dan kesenangan (convenience)

5) Succeeders: rumah tangga yang mapan. Berusia setengah baya

dan berpendidikan tinggi. Menghabiskan uang di atas rata-rata untuk hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan.

6) Moral majority: pengeluaran yang besar untuk organisasi

pendidikan, dan masalah politik.

7) The golden years: kebanyakan adalah para pensiunan, tetapi

pendapatannya tertinggi ketiga. Melakukan pengeluaran yang besar pada produk-produk padat modal dan hiburan.


(44)

8) Sustainers: pendapatan dibelanjakan untuk kebutuhan sehari-hari

9) Subsisters: tingkat sosial ekonomi rendah. Presentase

kehidupan pada kesejahteraan di atas rata-rata. c. Definisi Shopping Lifestyle

Japarinto dan Sugiharto (2011) mengemukanan shopping

Lifestyle mengacu pada pola konsumen yang mencerminkan pilihan

seseorang tentang bagaimana cara menghabiskan waktu dan uang. Dalam arti ekonomi, shopping lifestyle menunjukan cara yang dipilih oleh seseorang untuk mengalokasikan pendapatan, baik dari segi alokasi dana untuk berbagai produk dan layanan serta alternatif-alternatif tertentu dalam pembelian kategori serupa. Shopping lifestyle

juga didefinisikan sebagai perilaku yang ditunjukkan oleh pelanggan sehubungan dengan serangkaian tanggapan pribadi dan pendapat tentang pembelian produk (Prastia, 2013). Japarianto dan Sugiharto (2011) menyatakan bagi masyarakat high income berbelanja sudah menjadi gaya hidup (lifestyle), artinya mereka akan rela mengorbankan sesuatu demi mendapatkan produk yang disenangi. Pembelian produk yang mengikuti jaman hingga sesuatu yang ditemukan secara tidak sengaja, dan pembelian yang tidak terencana menyebabkan terjadinya impulse buying.

Sebuah marketing shopping lifestyle mengakui bahwa masyarakat masuk kedalam kelompok-kelompok berdasarkan hal-hal


(45)

yang mereka inginkan bagaimana cara menghabiskan waktu luang dan bagaimana memilih cara untuk menghabisakan uang (Japarinto dan Sugiharto, 2011).

Shopping lifestyle merupakan ekspresi tentang lifestyle dalam berbelanja yang mecerminkan perbedaan status sosial. Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulakan bahwa shopping lifestyle

adalah cara seseorang untuk mengalokasikan waktu dan uang berbagai produk, layanan, fashion, hiburan (Jackson, 2004 dalam Japarinto dan Sugiharto, 2011).

Cobb dan Hoyer dalam Japarianto dan Sugiono (2011), mengemukakan bahwa untuk mengetahui hubungan shopping lifestyle

terhadap impulse buying behavior adalah dengan menggunakan indikator:

1) Menanggapi untuk membeli setiap tawaran iklan mengenai produk fashion

2) Membeli pakaian model terbaru ketika melihatnya di Galaxy Mall

3) Berbelanja brand yang paling terkenal

4) Yakin bahwa brand (produk kategori) terkenal yang di beli terbaik dalam hal kualitas

5) Sering membeli berbagai brand (produk kategori) daripada brand


(46)

6) Yakin ada dari brand lain (kategori produk) yang sama seperti yang di beli .

Beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa shopping

lifestyle adalah cara seseorang untuk mengalokasikan waktu dan uang

untuk berbagai produk, layanan, teknologi, fashion, hiburan dan pendidikan. Shopping lifestyle ini juga ditentukan oleh beberapa faktor antara lain sikap terhadap merek, pengaruh iklan dan kepribadian (Japarianto dan Sugiono, 2011: 32-41).

3. Store Atmosphere

a. Definisi Store Atmosphere

Atmosphere (suasana toko) adalah unsur lain dalam gudang

persenjataan toko, setiap toko mempunyai tata letak fisik yang mempersulit atau memudahkan pembelian berjalan kesana kemari. Setiap toko mempunyai “penampilan”. Toko tersebut harus mempunyai atmosfer terencana yang sesuai dengan pasar sasaranya dan memikat konsumen untuk membeli (Kotlet, 2007:77). Store

atmosphere mempengaruhi keadaan emosi pembeli yang menyebabkan

atau pembelian.

Store Atmosphere menurut Levy dan Weitz (2007:510) yaitu

Atmospherics refers to the design of an environment via visual communication, lighting, colors, music and scent to stimulate customers’ perceptual and emitional responses and ultimately to affect their purchase behavior”. Maksud dari pengertian tersebut adalah


(47)

mendisain suatu lingkungan melalui komunikasi visual, pencahayaan, warna, musik dan penciuman untuk merangsang persepsi dan emosi dari pelanggan dan pada akhirnya untuk mempengaruhi perilaku pembelanjaan mereka.

Bermandan Evans (2001:602) mendefinisikan Store Atmosphere

sebagai berikut “Atmosphere Refers To The Store’s Physical

Characteristics That Are Used To Develop An Image And Draw Customers”. Yaitu bahawa untuk toko basis retail atau eceran, suasana lingkungan toko itu berdasarkan pada karakteristik fisik yang biasanya Sigunakan untuk membangun kesan dan menarik pelanggan. Pengertian Store Atmosphere menurut Lamb Hair dan Mc Danial (2001) dan Lili dan Jujun (2009:95) yaitu kesan keseluruhan yang disampaikan oleh tata letak fisik toko, dekorasi, dan lingkungan sekitarnya.

Berdasarkan definisi tersebut suasana toko (store atmosphere) adalah efek estetika dan emisional yang diciptakan melalui ciri-ciri fisik dari toko, dimana semuanya berhubungan dengan pancaindera (penglihatan) dari konsumen dan dapat mempengaruhi emosi konsumen untuk melakukan pembelian.

b. Elemen Store Atmosphere

Menurut Berman dan Evans (2010:509) store atmosphere dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:


(48)

1. Tampak depan toko (Exterior)

Exterior sebuah toko memiliki dampak kuat pada citra dan harus

direncanakan sebaik mungkin. Kombinasi dari exterior ini dapat membuat bagian luar toko menjadi terlihat unik, menarik, menonjol, dan mengundang orang untuk masuk ke dalam toko. Elemen exterior ini mengandung sub elemen-elemen sebagai berikut:

a) A storefront (etalase) adalah total eksterior fisik toko itu sendiri. Hal ini termasuk tanda, pintu masuk, jendela, lampu, dan bahan kontruksi.

b) A marquee (sebuah tanda) adalah tanda yang menampilkan

nama toko, dapat dengan warna cat atau dengan lampu neon, dicetak atau dengan tulisan, dicampur dengan slogan (merek jual), dan informasi lainnya.

c) Store entrances (toko pintu masuk) membutuhkan tiga

keputusan besar. Pertama, menentukan jumlah pintu masuk. Banyak toko-toko kecil memiliki satu pintu masuk. Kedua, memilih jenis pintu. Pintu bisa bergulir, listrik, self-opening,

teratur, atau push-pull. Ketiga, menentukan jalan setapak. Sebuah lebar jalan menciptakan suasana yang berbeda dan suasana hati daripada lebar jalan yang sempit.


(49)

d) Display window (tampilan jendela) memiliki dua tujuan utama: (1) untuk mengidentifikasi toko atau menampilkan dan (2) untuk mendorong orang untuk masuk.

e) Exterior building height (tinggi bangunan eksterior) bisa disamarkan atau tidak disamarkan. Dengan tinggi bangunan yang tidak disamarkan, seluruh toko bisa dilihat oleh pejalan kaki.

f) Uniqueness (keunikan) mungkin tidak tanpa kekurangan.

Sebuah contoh adalah multi-level “pusat perbelanjaan i putaran”. Karena pusat ini (yang sering menepati blok kota persegi) bulat, parkir pada setiap tingkat lantai membuat jarak berjalan sangat pendek.

g) The surroundng stores and surrounding area (toko-toko di sekitarannya dan daerah sekitannya) harus dipelajari.

h) Parking facilities (fasilitas parkir) dapat menambah saluran dari atmosfer. Berlimpah tampat parkir gratis dan dekat, dapat menciptakan citra yang lebih positif dibanding dengan tempat parkir mahal dan jauh.

2. Bagian dalam toko (interior)

Interior adalah bagian dalam dari suatu toko yang harus dirancang untuk memaksimalkan visual merchandising.

Display yang baik dapat menarik perhatian pengunjung dan membantu mereka mudah mengamati, memeriksa, dan memilih


(50)

barang-barang itu, dan akhirnya melakukan pembelian ketika konsumen masuk ke dalam toko. Berikut indikator dari bagian dalam toko:

a) Flooring (lantai) dapat berupa semen, kayu, linoleum,

karpet, dan sebagainya. Karpet tebal yang mewah dapat menciptakan satu jenis suasana dan laintai yang dapat berupa beton.

b) Lighting (pencahayaan)bisa langsung atau tidak langsung, putih atau warna, konstan atau berkedip.

c) Scents and sounds (aroma dan suara) mempengaruhi

suasana hati pelanggan. Sebuah restoran dapat menggunakan aroma makanan untuk meningkatkan selera masyarakat. Tempo lambat musik di supermarket mendorong orang untuk bergerak lebih lambat.

d) Store fixtures (perlengkapan toko) dapat direncanakan

sesuai kegunaan dan estetika dari sebuah toko itu sendiri. Perlengkapan toko yang termasuk dekorasi interior yaitu pipa, balok, pintu, ruangan penyimpanan, rak display, dan meja.

e) Wall rextures (teksture dinding) mempengaruhi

atmospherics. Toko-toko yang mengutamakan prestige

menggunakan wallpaper yang dapat mengangkat citra toko tersebut.


(51)

f) Temperature (suhu toko), kurangnya panas di musim dingin dan tidak ada AC di musim panas dapat mempersingkat perjalanan belanja. Citra dipengaruhi oleh pengunaan AC sentral, unit AC, kipas angin, atau jendela yang terbuka.

g) Wide (lebar), ketidakpadatan menciptakan susana yang

lebih baik dari pada sempit dan ramai. Orang-orang berbelanja lebih lama dan menghabiskan lebih banyak jika mereka tidak didorong sambil bejalan atau melihat barang dagangan.

h) Dressing facilities di milikii oleh toko kelas atas dengan menggunakan karpet dan memiliki kamar ganti pribadi.. i) Vertical tranportation (trasportasi vertical): lift, eskalator,

atau tangga. Toko yang lebih besar mungkin memiliki kombinasi dari ketiganya.

j) Personnel generate (personal) menghasilkan suasana yang

positif: sopan, rapi, berpengetahuan. Sebuah toko menggunakan layanan diri meminimalkan personal dan meciptakan diskon, gambar inpersonal.

k) Merchandise, pengecer menjual barang dagang yang dapat

mempengaruhi citranya.

l) Price levels (tingkat harga) menumbuhkan presepsi citra ritel di benak konsumen dan cara harga yang ditampilkan adalah bagian penting dari atmosfer.


(52)

m) Cleanliness, harus ada rencana untuk menjaga toko bersih. Tidak peduli seberapa mengesankan eksterior dan interior, sebuah toko berantakan akan dianggap buruk.

3. Tata Letak Toko (Store Layout)

Pada titik ini, secara spesifik tata letak toko direncanakan secara berurutan. Penataan toko adalah salah satu elemen penting yang ada dalam faktor store atmosphere, karena dengan melakukan penataan toko yang baik dan benar akan memudahkan konsumen dalam melakukan kegiatan pembelian di dalam toko, seperti dalam proses pencarian barang yang dibutuhkan atau diinginkan oleh konsumen. Penataan toko yang baik dan benar juga dapat menimbulkan presepsi konsumen yang baik dan menghasilkan citra merek yang positif sesuai dengan harap dan tujuan pengusaha ritel tersebut. Elemen-elemen yang diperlukan adalah:

a) Allocation of floor space (alokasi ruang setiap lantai) Toko memiliki jumlah total lantai ruang untuk menjual barang, personil, dan pelanggan. Tanpa alokasi ini, pengecer tidak akan tau ruang yang tersedia untuk ditambilakam, tanda-tanda, kamar kecil, dan sebagainya. b) Classification of store offerings (klasifikasi penawaran

toko) Persembahan sebuah toko yang selanjutnya dikelasifikasikan ke dalam kelompok produk. Banyak


(53)

pengecer menggunakan kombinasi pengelompokan dan

layout toko sesuai rencana. Ketentuan khusus harus

dilakukan untuk meminimalkan mengutil dan pencurian. c) Determination of space needs (penentuan lalu lintas-pola

arus) Lalu lintas-pola aliran toko ini kemudian ditetapkan. Pola lalu lintas lurus sering Sigunakan oleh pengecer makanan, toko diskon, toko obat, toko hardware, dan toko alat tulis.

d) Determination of spece needs (penentuan kebutuhan

ruang) Ruang untuk setiap kategori produk dihitung, dengan kedua penjualan dan ruang non jual dipertimbangkan. Ada dua pendekatan yang berbeda: metode stok model dan rasio produktifitas ruang. Pendekatan model saham menentukan ruang lantai yang diperlukan untuk menjalankan dan menampilkan bermacam-macam barang dagangan yang tepat. Toko pakaian dan toko sepatu di antara mereka yang menggunakan metode ini.

e) Mapping out in-store locations (pemetaan di lokasi toko)

Pada saat ini, lokasi Department dipetakan. Produk apa yang harus ada pada setiap lantai?

f) Arrangement of individual products (penataan produk


(54)

toko yang mengatur produk indivisdu. Item yang menguntungkan dan merek bisa diatur berdasarkan ukuran paket, harga, warna, merek, tingkat layanan pribadi yang diperlukan, dan minat pelanggan. Penggeseran tata letak toko dapat menurunkan penjualan dan membingungkan pembeli.

4. Penampilan interior (interior (point of purchase) displays)

Interior (point of purchase) display bertujuan untuk

memberikann informasi pada konsumen yang berbelanja. Hal ini memberikann kesan yang berbeda pada store atmosphere

dan berfungsi sebagai alat promosi. Beberapa jenis display

yang dijelaskan di sini:

a) An assortment display (sebuah layar) menunjukan

berbagai barang dagangan. Dengan terbuka, pelanggan didorong untuk merasakan, melihat, dan mencoba produk.

b) A theme-setting display (pengaturan tema-tampilan)

menggambarkan penawaran produk secara tematik dan mentapkan suasana hati tertentu. Pengecer sering menunjukan variasi untuk mecerminkan musim atau acara khusus. Setiap tema khusus berusaha untuk menarik perhatian dan membuat belanja lebih menyenangkan.

c) An ensemble display (tampilan ensemble), produk yang


(55)

kategori terpisah dan barang-barang akan tersedia dalam satu Department atau Department yang berdekatan.

d) A rack display (sebuah rak display) memiliki kegunaan utma fungsional: untuk menggantung atau menghadirkan produk yang rapi. Tampilan ini harus hati-hati dipertahankan karena dapat menyebabkan kekacauan produk dan pembeli mengembalikan barang ke tempat yang salah.

4. Hedonic Shopping Value

a. Definisi Hedonic Shopping Value

Seseorang dalam nilai-nilai hedonis yang lebih tinggi tidak dapat puas dengan aspek manfaat atau fungsional dari perilaku membeli itu sendiri tetapi rasa puas itu muncul pada aspek yang menyenangkan dan mengesankan untuk mereka (Eren dan Hacioglu, 2012). Nilai hedonis diasumsikan berhubungan dengan kepuasan melalui rasa senang, fantasi, main-main, dan kenikmatan. Hirschman dan Holbrook mengatakan nilai hedonis dirasakan melalui rasa senang dan kesenangan yang bertentangan dengan pencapaian tujuan (Babin et la, 1994 dalam Eren dan Hacioglu, 2012).

Hedonic shopping value memainkan peran penting dalam

impulse buying. Oleh karena itu, sering kali konsumen mengalami


(56)

di luar alasan ekonomi, seperti karena rasa suka terhadap suatu produk, senang, sosial atau pengaruh emosional (Usfita, 2016: 71-75).

Nilai hedonis sebagai suatu manfaat emosional yang dirasakan melalui pengalaman berbelanja, selain dari pencapaian pembelian tujuan aslinya. Nilai belanja hedonis sebagai hiburan yang diraskan dan emosional yang berharga yang disediakan melalui kegiatan berbelanja. Konsumen memperoleh nilai hedonis serta tugas terkait atau nilai memperoleh produk selama pengalaman berbelanja (Maclnnis dan Price, 1987; Babin at al, 1994 dalam Irani dan Hanzae, 2011). Menurut Negara (2003) pengalaman belanja adalah cerminan dari instrumen yang menyajikan secara langsung manfaat dari suatu pengalaman dalam melakukan pembelanjaan (hedonic shopping

value), nilai yang mencerminkan instrumen manfaat belanja

(utilitarian shopping value), tingkat sumber daya yang dibelanjakan dan jumlah dari nilai belanja seseorang (resources expenditure).

Seseorang dengan nilai hedonis yang tinggi cenderung menggunakan pendapatan surplus mereka untuk membeli keinginan-keinginan baru mereka yang terus tumbuh. Orang dengan nilai hedonis bertujuan menikmati kehidupan dan penting untuknya memiliki waktu luang. Hal ini diyakini karena orang menganggap kesenangan dan kepuasan lebih dari nilai manfaat suatu produk material itu sendiri selama proses dalam budaya pembelian konsumen (Campbell, 1987; Caprara et al, 2006 dalam Eren dan Hacioglu, 2012).


(57)

Berdasarkan pemaparan di atas, dalam penelitian ini definisi yang Sigunakan adalah definisi yang dipaparkan oleh Babin et al., (1994) dalam Eren dan Hacioglu (2012), dimana nilai belanja hedonis didefinisikan sebagai suatu hiburan yang dirasakan dan emosional bernilai yang dirasakan melalui kegiatan berbelanja.

b. Dimensi Hedonic Shopping Value

Babin, et al (1994) dalam Eren dan Hacioglu (2012) telah mengembangkan skala tentang Hedonic Shopping Value. Babin memandang nilai belanja hedonis melalui dua dimensi, yaitu:

1. Enjoyable, dimana didefinisikan bahwa pembelian hedonis

menganggap berbelanja dapat menghilangkan stress, mengurangi mood negatif, dan untuk menyenangkan diri sendiri.

2. “escape” or adventure, dimana didefinisikan bahwa berbelanja sebagai pendorong semangat, berpetualang, dan merasakan dunia yang berbeda.

5. Perilaku Pembelian Impulsif (Impulse Buying) a. Definisi Pembelian Impulsif

Pembelian impulsif atau pembelian tidak terencana, sesuai dengan istilahnya merupakan pembelian yang terjadi ketika konsumen tiba-tiba mengalami keinginan yang kuat untuk membeli sesuatu secepatnya.

Menurut Mawardi (2011:159), pembelian tak terencana adalah perilaku pembelian di mana konsumen tidak mempertimbangkan untu


(58)

membeli, atau mempertimbangkan untuk membeli tetapi belum memutuskan produk apa yang akan dibeli.

Menurut Hircshman, pembelian impulsif adalah kecenderungan konsumen untuk melakukan pembelian secara sepontan, tidak terfleksi, terburu-buru, dan didorong oleh aspek psikologis emosional terhadap suatu prduk serta tergoda oleh persuasi dari pemasar (Mawardi, 2011:163).

Pembelian impulsif atau pembelian tidak direncana merupakan bentuk lain dari pola pembelian konsumen. Sesuai dengan istilahnya, pembelian tersebut secara spesifik tidak terencana. Terjadi ketika konsumen tiba-tiba mengalami keinginan yang kuat untuk membeli barang yang dia inginkan secepatnya.

Dalam kasus pembelian tak terencana, konsumen akan masuk dulu kedalam toko dan mencari serta mengevaluasi informasi yang ada di dalamnya seperti informasi potongan harga dan produk baru. Terkadang konsumen akan mencoba dan membandingkan produk-produk yang menjadi pusat perhatiannya.

Menurut Faber dalam Mawardi (2011:168), menyebutkan bahwa faktor-faktor yang terkait dalam pembelian tidak terencana, mencangkup:

1) Faktor psikologi seperti penghargaan dari (self esteem), depresi, gelisah, dan perfeksionis.


(59)

2) Faktor biologis direfleksikan dalam dampak terapi minuman keras dan neurotransmisi, personal, dan sejarah keluarga tentang pembelian konsumlsif yang terkait dengan ketidakteraturan.

3) Faktor budaya seperti peranan gender, pengalam awal anak-anak, dan perubahan norma sosial seperti perasaan terasing.

b. Karekteristik Pembelian Impulsif

Menurut Hawkins (2004) pembelian impulsif dapat Sigolongkan sebagai berikut:

1) Pembelian impulsif (pure impulse buying)

Yaitu suatu pembelian impulsif yang murni disebabkan oleh suatu pola pembelian yang menyimpang dari pembelian normal. Pada proses impulsif murni, maka calon pembeli langsung mengarahkan kepada suatu merek tertentu dan kemudian melakukan pembelian secara cepat kebutuhan akan kategori produk tersebut mungkin timbul dibawah sadar, dimana tidak ada informasi yang dicari dan tidak ada merek lain yang dipertimbangkan.

2) Pembelian impulsif karena pengalaman masa lalu (remender impulse buying)

Pembelian ini terjadi ketika seorang konsumen diingatkan oleh sebuah stimulasi dan dalam toko atau membutuhkan barang ketika dia melihat toko atau teringat iklan tentang suatu barang dan keputusan sebelumnya untuk membeli. Individu secara sepontan


(60)

memutuskan unuk membeli barang yang didasarkan pada pengalaman atau ingatan sebelumnya.

3) Pembelian impulsif karena sugesti (suggestion impulse buying)

Pada pembelian tipe ini, konsumen tidak mempunyai pengetahuan yang cukup terhadap produk baru. Konsumen melihat produk tersebut dan seringkali konsumen terpengaruh karena diyakinkan oleh penjual atau teman yang ditemuinya pada saat belanja.

4) Pembelian impulsif karena situasi tertentu (planned impulse buying)

Tipe pembelian ini terjadi setelah melihat dan mengetahui kondisi penjualan. Misalnya penjualan produk tertentu dengan harga khusus pembelian kupon, dan lain-lain.

5) Pembelian impulsif barang pengganti (Subtitution impulse buying)

Konsumen melakukan pembelian karena sebenarnya sudah direncanakan tetapi karena barang yang dimaksud habis atau tidak sesuai dengan apa yang dinginkan maka pembelian dilakukan dengan membeli jenis barang yang sama tetapi dengan merek atau ukuran yang berbeda.

6. Hubungan Antara Variabel

a. Hubungan Antara Variabel Shopping Lifestyle pada Perilaku Pembelian Impulsif


(61)

Shopping lifestyle mencerminkan pilihan seseorang dalam menghabiskan waktu dan uang. Dengan kesedian waktu konsumen akan memiliki banyak waktu untuk berbelanja dan dengan uang konsumen akan memiliki daya beli yang tinggi. Hal tersebut tentu berkaitan dengan kelibatan konsumen terhadap suatu produk, yang juga mempengaruhi terjadinya impulse buying (Prastia, 2013).

Pelanggan AEON Departement Store BSD City di dominasi oleh kalangan menengah atas yang memiliki daya beli yang tinggi, sifat konsumtif akan mempengaruhi seseorang dalam memilih barang untuk menghabiskan waktu dan uang mereka. Sehingga tidak jarang pelanggan memilih barang yang tidak direncankan sebelumnya.

b. Hubungan Antara Variabel Store Atmosphere pada Perilaku Pembelian Impulsif

Gerai yang mampu menciptakan atmosfer toko yang nyaman akan membuat kosumen lebih menikamti proses pembelian sehingga keinginan konsumen untuk berbelanja semakin meningkat (Lin dan Yi (2010) dalam Trisna, 2015). Hal itu berarti jika gerai menciptakan suasana toko yang nyaman dan menarik maka konsumen akan lebih menikmati proses pembelian dan berada lebih lama didalam gerai, dari hal itu lah terciptanya perilaku pembelian impulsif.


(62)

AEON Department store BSD City memiliki suasana toko yang nyaman dan menarik, selain itu banyak barang yang ditawarkan ditata dengan baik dan di kelompokan sesuai dengan jenisnya, kebersihan di AEON Department store BSD City pun terjaga dengan sangat baik, tempanya yang luas membuat berebelanja menjadi menyenangkan dan konsumen dapat memilih dan membili suatu produk di AEON Department Store BSD City dengan rasa nyaman dan menyenangkan, hal tersebut dapat juga mempengaruhi pembelian-pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya karena faktor-faktor tersebut.

c. Hubungan Antara Variabel Hedonic Shopping Value pada Perilaku Pembelian Impulsif

Dengan berbagai faktor internal yang di miliki konsumen akan berhubungan pula dengan suasana hati dan kebiasaan mereka berbelanja apakah didorong sifat hedonis yang biasa disebut dengan

hedonic shopping value atau tidak. Menurut Rashmawati (2009)

Sejak pengalaman berbelanja bertujuan untuk mencukupi kebutuhan hedonis, produk yang akan dibeli nampak seperti terpilih tanpa perencanaan dan konsumen menghadirkan suatu peristiwa impulse buying (Prastia, 2013).

Masyarakat Tangerang Selatan yang pekerja keras dan konsumtif membuat seseorang membutuhkan hiburan, dengan adanya mall AEON di sekitaran BSD ini maka sebagian besar


(63)

masyarakat memilih untuk berlibur di AEON. Saat berlibur suasana hati yang tenang mempengaruhi setiap orang untuk melihat-lihat barang di AEON Department Store BSD City tidak jarang konsumen langsung tertarik akan suatu produk padahal sebelumnya tidak terjadi perencanaan akan membeli suatu produk. Maka dari itu timbul perilaku pembelian impulsif.

B. Peneliatan Terdahulu

Untuk memberikan gambaran dan kerangka pemikiran dalam penelitian maka perlu kiranya untuk membahas hasil-hasil penelitian terdahulu sebagai acuan dalam membandingkan penelitian saat ini dengan penelitian terdahulu sehingga akan menghasilkan suatu analisa yang sesuai dengan teori dan penelitian terdahulu. Adapun penelitian terdahulu seperti yang dijelaskan di bawah ini:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Penliatian/

Judul/Sum ber Persamaan Penelitian Perbedaan Penelitian Hasil Penelitian 1. Fika Eka

Prastia/2013 Pengaruh Shopping Lifestyle, Fashion Involvement

dan Hedonic Shopping Value Terhadap Impulse Buying a. Mengguna kan vaeiabel Shopping Lifestyle, Hedonic Shopping Value, dan

Impulse Buying Behavior b. Mengguna kan a. Penelitian ini tindak menggunak an variabel

store atmosphere Hasil penelitian menunjukan bahwa shopping lifestyle berpengaruh terhadap impulse buying behavior pelanggan toko


(1)

0 1 3 Sig. (2-taile d) .6 4 8 .1 0 7 .0 0 2 .0 0 8 .0 0 0 .4 3 8 .2 7 9 .1 8 9 .0 0 8 .1 0 7 .6 4 8 .1 0 7 .0 1 5 .0 0 0 .0 0 0 .1 8 9 .1 0 7 .2 7 9 .0 0 0 .0 0 3

N 3

0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 V A R 0 0 0 1 4 Pear son Corr elati on .5 2 4* * .5 7 9* * .5 1 0* * .3 3 2 .4 5 0* .4 2 8* .6 2 1* * .4 1 1* .3 5 4 .6 4 2* * .5 2 4* * .5 7 9* * .4 3 8* 1 .4 1 8* .4 1 8* .4 1 1* .5 7 9* * .6 2 1* * .4 5 0* .7 0 6 ** Sig. (2-taile d) .0 0 3 .0 0 1 .0 0 4 .0 7 3 .0 1 3 .0 1 8 .0 0 0 .0 2 4 .0 5 5 .0 0 0 .0 0 3 .0 0 1 .0 1 5 .0 2 2 .0 2 2 .0 2 4 .0 0 1 .0 0 0 .0 1 3 .0 0 0

N 3

0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 V A R 0 0 0 1 5 Pear son Corr elati on .2 7 1 .4 7 6* * .5 2 0* * .6 6 6* * .6 1 9* * .1 3 3 .5 3 3* * .5 1 8* * .5 1 8* * .4 0 5* .2 7 1 .4 7 6* * .6 8 8* * .4 1 8* 1 1. 0 0 0* * .5 1 8* * .4 7 6* * .5 3 3* * .6 1 9* * .7 0 8 ** Sig. (2-taile d) .1 4 7 .0 0 8 .0 0 3 .0 0 0 .0 0 0 .4 8 2 .0 0 2 .0 0 3 .0 0 3 .0 2 6 .1 4 7 .0 0 8 .0 0 0 .0 2 2 .0 0 0 .0 0 3 .0 0 8 .0 0 2 .0 0 0 .0 0 0

N 3

0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 V A R 0 0 0 1 6 Pear son Corr elati on .2 7 1 .4 7 6* * .5 2 0* * .6 6 6* * .6 1 9* * .1 3 3 .5 3 3* * .5 1 8* * .5 1 8* * .4 0 5* .2 7 1 .4 7 6* * .6 8 8* * .4 1 8* 1. 0 0 0* * 1 .5 1 8* * .4 7 6* * .5 3 3* * .6 1 9* * .7 0 8 ** Sig. (2-taile d) .1 4 7 .0 0 8 .0 0 3 .0 0 0 .0 0 0 .4 8 2 .0 0 2 .0 0 3 .0 0 3 .0 2 6 .1 4 7 .0 0 8 .0 0 0 .0 2 2 .0 0 0 .0 0 3 .0 0 8 .0 0 2 .0 0 0 .0 0 0

N 3

0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0


(2)

V A R 0 0 0 1 7 Pear son Corr elati on .7 7 0* * .6 3 3* * .5 1 2* * .5 4 3* * .4 0 6* .3 7 5* .6 4 4* * 1. 0 0 0* * .6 2 8* * .6 3 3* * .7 7 0* * .6 3 3* * .2 4 6 .4 1 1* .5 1 8* * .5 1 8* * 1 .6 3 3* * .6 4 4* * .4 0 6* .8 3 1 ** Sig. (2-taile d) .0 0 0 .0 0 0 .0 0 4 .0 0 2 .0 2 6 .0 4 1 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .1 8 9 .0 2 4 .0 0 3 .0 0 3 .0 0 0 .0 0 0 .0 2 6 .0 0 0

N 3

0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 V A R 0 0 0 1 8 Pear son Corr elati on .6 4 2* * 1. 0 0 0* * .5 0 6* * .5 0 5* * .5 1 8* * .2 2 4 .7 9 7* * .6 3 3* * .4 5 7* .5 4 7* * .6 4 2* * 1. 0 0 0* * .3 0 0 .5 7 9* * .4 7 6* * .4 7 6* * .6 3 3* * 1 .7 9 7* * .5 1 8* * .8 4 0 ** Sig. (2-taile d) .0 0 0 .0 0 0 .0 0 4 .0 0 4 .0 0 3 .2 3 4 .0 0 0 .0 0 0 .0 1 1 .0 0 2 .0 0 0 .0 0 0 .1 0 7 .0 0 1 .0 0 8 .0 0 8 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 3 .0 0 0

N 3

0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 V A R 0 0 0 1 9 Pear son Corr elati on .5 8 5* * .7 9 7* * .3 0 5 .5 2 6* * .4 5 5* .3 7 7* 1. 0 0 0* * .6 4 4* * .3 4 6 .6 6 6* * .5 8 5* * .7 9 7* * .2 0 4 .6 2 1* * .5 3 3* * .5 3 3* * .6 4 4* * .7 9 7* * 1 .4 5 5* .8 1 5 ** Sig. (2-taile d) .0 0 1 .0 0 0 .1 0 1 .0 0 3 .0 1 1 .0 4 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 6 1 .0 0 0 .0 0 1 .0 0 0 .2 7 9 .0 0 0 .0 0 2 .0 0 2 .0 0 0 .0 0 0 .0 1 1 .0 0 0

N 3

0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 V A R 0 0 Pear son Corr elati on .4 2 9* .5 1 8* * .4 3 3* .5 8 7* * 1. 0 0 0* * .1 1 2 .4 5 5* .4 0 6* .5 3 3* * .3 0 8 .4 2 9* .5 1 8* * .6 0 7* * .4 5 0* .6 1 9* * .6 1 9* * .4 0 6* .5 1 8* * .4 5 5* 1 .6 9 4 **


(3)

0 2 0

Sig. (2-taile d)

.0 1 8

.0 0 3

.0 1 7

.0 0 1

.0 0 0

.5 5 6

.0 1 1

.0 2 6

.0 0 2

.0 9 8

.0 1 8

.0 0 3

.0 0 0

.0 1 3

.0 0 0

.0 0 0

.0 2 6

.0 0 3

.0 1 1

.0 0 0

N 3

0 3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

T O T A L

Pear son Corr elati on

.7 7 2*

*

.8 4 0*

*

.6 6 7*

*

.7 0 7*

*

.6 9 4*

*

.4 1 5*

.8 1 5*

*

.8 3 1*

*

.6 8 8*

*

.7 2 2*

*

.7 7 2*

*

.8 4 0*

*

.5 1 8*

*

.7 0 6*

*

.7 0 8*

*

.7 0 8*

*

.8 3 1*

*

.8 4 0*

*

.8 1 5*

*

.6 9 4*

*

1

Sig. (2-taile d)

.0 0 0

.0 0 0

.0 0 0

.0 0 0

.0 0 0

.0 2 2

.0 0 0

.0 0 0

.0 0 0

.0 0 0

.0 0 0

.0 0 0

.0 0 3

.0 0 0

.0 0 0

.0 0 0

.0 0 0

.0 0 0

.0 0 0

.0 0 0

N 3

0 3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

3 0

Cronbach's Alpha

N of Items

.953 20

Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Hedonic Shopping Value Correlations

VAR0 0001

VAR0 0002

VAR0 0003

VAR0 0004

VAR0 0005

VAR0 0006

TOT AL

VAR0 0001

Pearson

Correlation 1 .296 .355 .323 .434

*

.344 .666

* *

Sig.

(2-tailed) .112 .054 .081 .017 .063 .000

N 30 30 30 30 30 30 30

VAR0 0002

Pearson

Correlation .296 1 .408

*

.627** .586** .521** .752

* *

Sig.

(2-tailed) .112 .025 .000 .001 .003 .000


(4)

VAR0 0003

Pearson

Correlation .355 .408

*

1 .229 .780** .591** .709

* *

Sig.

(2-tailed) .054 .025 .223 .000 .001 .000

N 30 30 30 30 30 30 30

VAR0 0004

Pearson

Correlation .323 .627

**

.229 1 .502** .436* .710

* *

Sig.

(2-tailed) .081 .000 .223 .005 .016 .000

N 30 30 30 30 30 30 30

VAR0 0005

Pearson

Correlation .434

*

.586** .780** .502** 1 .846** .885

* *

Sig.

(2-tailed) .017 .001 .000 .005 .000 .000

N 30 30 30 30 30 30 30

VAR0 0006

Pearson

Correlation .344 .521

**

.591** .436* .846** 1 .793

* *

Sig.

(2-tailed) .063 .003 .001 .016 .000 .000

N 30 30 30 30 30 30 30

TOTA L

Pearson

Correlation .666

**

.752** .709** .710** .885** .793** 1 Sig.

(2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000

N 30 30 30 30 30 30 30

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items


(5)

Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Perilaku Pembelian Impulsif

Correlations

VA R00 001

VA R00 002

VA R00 003

VA R00 004

VA R00 005

VA R00 006

VA R00 007

VA R00 008

VA R00 009

TO TA L

VA R00 001

Pearson Correlati on

1 .304 .583** .244 .243 .485** .189 .304 .243 .55 9** Sig.

(2-tailed) .103 .001 .193 .195 .007 .317 .103 .195 .00

1

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

VA R00 002

Pearson Correlati on

.304 1 .753** .710** .571** .606** .467** 1.00 0**

.571

**

.85 2** Sig.

(2-tailed) .103 .000 .000 .001 .000 .009 .000 .001 .00

0

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

VA R00 003

Pearson Correlati on

.583

**

.753

** 1

.619

**

.487

**

.678

**

.585

**

.753

**

.487

**

.87 7** Sig.

(2-tailed) .001 .000 .000 .006 .000 .001 .000 .006 .00

0

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

VA R00 004

Pearson Correlati on

.244 .710** .619** 1 .306 .506** .457* .710** .306 .68 2** Sig.

(2-tailed) .193 .000 .000 .100 .004 .011 .000 .100 .00

0

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

VA R00 005

Pearson Correlati on

.243 .571** .487** .306 1 .657** .383* .571** 1.00 0**

.75 6** Sig.

(2-tailed) .195 .001 .006 .100 .000 .037 .001 .000 .00

0

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

VA R00 006

Pearson Correlati on

.485

**

.606

**

.678

**

.506

**

.657

** 1

.533

**

.606

**

.657

**

.85 5**


(6)

Sig.

(2-tailed) .007 .000 .000 .004 .000 .002 .000 .000 .00

0

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

VA R00 007

Pearson Correlati on

.189 .467** .585** .457* .383* .533** 1 .467** .383* .65 2** Sig.

(2-tailed) .317 .009 .001 .011 .037 .002 .009 .037 .00

0

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

VA R00 008

Pearson Correlati on

.304 1.00 0**

.753

**

.710

**

.571

**

.606

**

.467

** 1

.571

**

.85 2** Sig.

(2-tailed) .103 .000 .000 .000 .001 .000 .009 .001 .00

0

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

VA R00 009

Pearson Correlati on

.243 .571** .487** .306 1.00 0**

.657

**

.383

*

.571

** 1

.75 6** Sig.

(2-tailed) .195 .001 .006 .100 .000 .000 .037 .001

.00 0

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

TOT AL

Pearson Correlati on

.559

**

.852

**

.877

**

.682

**

.756

**

.855

**

.652

**

.852

**

.756

** 1

Sig.

(2-tailed) .001 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items


Dokumen yang terkait

Pengaruh Fashion Involvement dan In-Store Shopping Environment terhadap Pembelian Impulsif

0 17 132

THE INFLUENCE OF SHOPPING ENVIRONMENT RESPONSES, SHOPPING LIFESTYLE, IN-STORE PROMOTION AND SERVICE QUALITY TOWARD IMPULSE BUYING (Study at Chandra Departement Store Tanjung Karang) PENGARUH RESPON LINGKUNGAN BELANJA, SHOPPING LIFESTYLE, IN-STORE PROMOTIO

5 54 85

Analisis Pengaruh Promosi Penjualan dan Store Atmosphere terhadap Shopping Emotion dan Dampaknya terhadap Impulse Buying

1 8 152

PENDAHULUAN Analisis Pengaruh Perilaku Hedonic Shopping, Display Product, Price Discount, Dan Positive Emotion Terhadap Keputusan Pembelian Impulsif (Survei Di Centro Departement Store Solo Paragon).

0 4 11

DAFTAR PUSTAKA Analisis Pengaruh Perilaku Hedonic Shopping, Display Product, Price Discount, Dan Positive Emotion Terhadap Keputusan Pembelian Impulsif (Survei Di Centro Departement Store Solo Paragon).

0 2 4

Analisa Pengaruh Hedonic Shopping Value dan Shopping Lifestyle terhadap Impulse Buying pada Mall Paris Van Java.

5 25 25

PERANAN HEDONIC SHOPPING VALUE DAN FASHION INVOLVEMENT TERHADAP PERILAKU IMPULSE BUYING DI MATAHARI DEPARTMENT STORE SURABAYA.

3 26 81

Kata kunci—hedonic shopping value, store atmosphere, impulsive buying, deskriptif analisis

0 2 12

PERANAN HEDONIC SHOPPING VALUE DAN FASHION INVOLVEMENT TERHADAP PERILAKU IMPULSE BUYING DI MATAHARI DEPARTMENT STORE SURABAYA SKRIPSI

0 0 12

Pengaruh Shopping Lifestyle, Hedonic Shopping Value dan Impulse Buying Behavior Konsumen Celcius Plaza Surabaya - UWKS - Library

0 0 15