TINDAK PIDANA PEMALSUAN KETERANGAN DOMISILI DALAM AKTA CERAI.
TINDAK PIDANA PEMALSUAN KETERANGAN
DOMISILI DALAM AKTA CERAI
Diajukan untuk memenuhi per syar atan guna memper oleh gelar
Sar jana Hukum pada Fakultas Hukum Univer sitas Pembangunan
Nasional “Veter an” J awa Timur
SKRIPSI
Disusun Oleh :
DEVI GLADI FEBRIYANTI
0771010147
YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN
PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
NASIONAL’’VETERAN’’ J AWA TIMUR
FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
SURABAYA
2011
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan
rahmat
dan
karuniaNya,
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul: TINDAK PIDANA
PEMALSUAN KETERANGAN DOMISILI DALAM AKTA CERAI DI
PENGADILAN NEGERI SURABAYA Study Kasus Putusan Pengadilan
Negeri Surabaya No Perkara: 1390/Pid.B/2010/PN. Sby.
Penyusunan Skripsi untuk memenuhi persyaratan sesuai kurikulum
yang ada di Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur. Disamping itu dapat memberikan hal-hal yang berkaitan
dengan disiplin ilmu yang penulis dapat selama perkuliahan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih
atas bantuan dan bimbingan serta saran yang sangat berharga kepada :
1. Bapak Hariyo Sulistiyantoro, SH., MM., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
2. Bapak Sutrisno, SH., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. E.C. Gendut Sukarno,MS.,selaku Wakil Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Subani, SH., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan
baik.
v
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
5. Ibu Wiwin Yulianingsih, SH., MKn, Selaku Dosen Pembimbing
Pendamping, yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam
penyusunan skripsi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
7. Seluruh staf Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
8. Kedua orang tua kami tercinta, serta seluruh keluarga besarku yang telah
memberikan dukungan moril maupun materiil serta doanya selama ini.
9. Untuk seseorang tercinta yang selama ini berperan sebagai motivator
terima kasih atas segala dorongan dan bantuannya.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang
bersifat membangun penulis harapkan karena kurangnya pengalaman dan
terbatasnya pengetahuan yang penulis miliki.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan tersebut
dengan kebaikan pula. Harapan penulis semoga Proposal Skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Surabaya, Desember 2011
Penulis
vi
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA
TIMUR
FAKULTAS HUKUM
Nama Mahasiswa
NPM
Tempat Tanggal Lahir
Program Studi
Judul Skripsi
: Devi Gladi Febriyanti
: 0771010147
: Surabaya. 24 Februari 1989
: Strata1 (S1)
:
TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT KETERANGAN DOMISILI
DALAM AKTA CERAI
ABSTRAKSI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang akibat hukum dari
pemalsuan keterangan domisili dalam akta cerai
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif melalui
wawancara. Sumber data yang diperoleh dari literatur dan perundang-undangan
yang berlaku. Analisa data menggunakan analisa kualitatif.
Hasil penilitian dapat disimpulkan bahwa berdasarkan perkara
pemalsuan surat keterangan atau identitas dalam akta cerai, pihak istri dapat
melakukan upaya hukum terhadap putusan cerai yang didalamnya mengandung
unsur kejahatan tindak pidana.
Kata Kunci :
Tindak Pidana Pemalsuan Keterangan Per kawinan Dalam
Akta Cerai, Upaya Hukum Istri, Akibat Hukum Yang
ditimbulkan.
xi
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
1
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN J UDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJ UAN ...................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN REVISI ..................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. x
ABSTRAK ..................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 5
1.5 Landasan Konseptual ..................................................................... 6
1.5.1 Pengertian Tindak Pidana ..................................................... 6
1.5.2 Pengertian Tindak Pidana Pemalsuan ................................... 7
1.5.3 Pengertian Surat ................................................................... 12
1.5.4 Pengertian Perkawinan ......................................................... 14
1.5.5 Pengertian Surat Palsu .......................................................... 15
1.5.6 Pengertian Akta Cerai .......................................................... 16
1.5.7 Implementasi Perkawinan..................................................... 17
vii
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
1.5.8 Implementasi Perceraian....................................................... 20
1.5.9 Pencatatn Perkawinan........................................................... 20
1.5.10 Upaya Hukum Dalam Hukum Acara Pidana ....................... 21
1.5.11 Sanksi Pidana ..................................................................... 27
1.6 Metode Penelitian ........................................................................ 28
1.6.1 Jenis Penelitian..................................................................... 28
1.6.2 Sumber Data ........................................................................ 28
1.6.3 Metode Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ................. 29
1.6.4 Metode Analisis Data ........................................................... 29
1.6.5 Lokasi Penelitian .................................................................. 30
1.6.6 Waktu Penelitian .................................................................. 30
1.7 Sistematika Penulisan .................................................................... 30
BAB II Akibat Hukum Dari Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Keterangan
Domisili Dalam Akta Cerai ............................................................. 33
2.1 Tindak Pidana Pemalsuan Surat ........................................................ 33
2.2 Tindak Pidana Pemalsuan Ditinjau Dari Berbagai Aspek .................. 38
BAB III Upaya Hukum Istri Terhadap Tindakan Pemalsuan Surat
Keterangan Domisili Dalam Putusan Cerai ................................... 41
3.1 Putusan Pengadilan ........................................................................... 41
3.2 Pelaksanaan Putusan ......................................................................... 46
3.2.1 Upaya Hukum Biasa .............................................................. 47
3.2.1.1 Naik Banding (revisi) Ke Pengadilan Tinggi (PT) ...... 47
3.2.1.2 Kasasi (Pembatalan) Ke Mahkamah Agung (MA) ...... 47
3.2.2 Upaya Hukum Luar Biasa ...................................................... 47
viii
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3.2.2.1 Kasasi Demi Kepentingan Hukum ............................... 47
3.2.2.2 Peninjauan Kembali (PK) Putusan Pengadilan Yang
Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap ........................ 47
3.3 Hambatan Istri Dalam Melakukan Upaya Hukum ........................ 48
BAB IV Penutup......................................... .................................................... 51
4.1 Kesimpulan.................................................................................. 51
4.2 Saran ............................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Berbagai perbuatan pidana yang bertujuan dengan maksud
menguntungkan atau memperkaya diri salah satunya adalah
penipuan,
kecurangan,
pencurian
dan pemalsuan data
yang
dilakukan. Perbuatan pemalsuan dapat digolongkan pertama-tama
dalam kelompok kejatahan ”Penipuan”, hingga tidak semua
perbuatan adalah pemalsuan.
Perbuatan pemalsuan tergolong
kelompok
kejahatan
penipuan apabila seseorang memberikan gambaran tentang sesuatu
gambaran atas barang seakan-akan asli atau benar, sedangkan
sesungguhnya atau kebenaran tersebut tidak dimilikinya. Karena
gambaran data ini orang lain terpedaya dan mempercaya bahwa
keadaan yang digambarkan atas barang dan surat atau data tersebut
adalah benar atau asli. Pemalsuan terhadap tulisan atau data terjadi
apabila isinya atau datanya tidak benar.1
1
Bahan Skripsi, Kajian Kriminologi Tindak Pidana Pemalsuan Data Dan Kaitannya
Dengan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik,
MARGARETHA M R SITOMPUL, NPM 060200311, Universitas Sumatera Utara, Medan
2010
( http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17867/6/Cover.pdf.), Sabtu, 19 Maret 2011,
20:11.
1
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2
Disamping
pengakuan terhadap azas hak atas jaminan
kebenaran atau keaslian sesuatu data dan surat atau tulisan,
perbuatan pemalsuan terhadap data dan surat atau tulisan tersebut
harus ”dilakukan dengan tujuan jahat”.
Berbagai jenis perbuatan pemalsuan yang terdapat dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana. Berhubung tujuan jahat dianggap terlalu
luas, harus diisyaratkan, bahwa pelaku harus mempunyai ” niat
atau maksud ” untuk menciptakan anggapan atas sesuatu yang
dipalsukan sebagai yang asli atau benar.
Suatu perbuatan pemalsuan dapat dihukum apabila terjadi
perkosaan terhadap jaminan atau kepercayaan dalam hal mana :
a. Pelaku mempunyai niat/maksud dengan menggambarkan
keadaan
yang
tidak
benar
itu
seolah-oleh
benar
mempergunakan sesuatu data yang tidak asli seolah-olah asli,
hingga orang lain percaya bahwa data tersebut adalah benar
dan asli dan karenanya orang lain terperdaya.
b. Unsur niat/maksud tidak perlu meliputi unsur menguntungkan
diri sendiri atau orang lain sebaliknya dari berbagai jenis
perbuatan penipuan.
c. Tetapi perbuatan tersebut harus menimbulkan suatu bahaya
umum,
yang
khusus
dalam pemalsuan data/surat dan
sebagainya, dirumuskan dengan masyarakat ” kemungkinan
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3
kerugian
”
dihubungkan
dengan
sifat
daripada
data/surat tersebut.
Berbagai jenis kejahatan pemalsuan dalam KUHP meliputi :
1. Sumpah palsu (Bab IX).
2. Pemalsuan mata uang dan uang kertas Negara serta uang kertas
Bank (Bab X).
3. Pemalsuan materai dan merek / Cap (Bab XI).
4. Pemalsuan Surat (Bab XII).2
Apabila dikaitkan dengan delik-delik yang ada dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, maka tindakan menyuruh
memasukkan keterangan palsu dapat dikategorikan sebagai
perbuatan
tanpa
wewenangnya
memalsukan
surat
pemalsuan surat. Dengan demikian pelaku yang
atau
menyuruh
memalsukan keterangan palsu dalam akta cerai dapat diancam
dengan pidana berdasarkan Pasal 263 – 266, 273 KUHP.
Apabila seseorang memalsukan segala sesuatu untuk
menyembunyikan
perkawinan-perkawinan
terdahulu
untuk
menikah lagi, atau melakukan pernikahan baru padahal sebetulnya
ia tahu bahwa perkawinannya yang terdahulu itu merupakan
pengahalang yang sah baginya untuk menikah lagi dan tetap saja ia
melakukan, maka ancaman pidananya cukup berat, yaitu paling
lama berkisar 5 (lima) sampai 7 (tujuh) tahun. Dengan demikian
2
Ibid, hal.1
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4
tampak jelas masih sering terjadinya perkawinan liar, talak liar,
poligami liar, dan kesemuanya itu dilakukan tanpa memenuhi
persyaratan-persyaratan yang telah diatur oleh UU Nomor 1 tahun
1974 dan pasal-pasal dalam KUHP Pidana yaitu dalam pasal 263 –
266 dan pasal 279 KUHP.
Membuat surat palsu
atau
keterangan
palsu
adalah
menyusun surat atau tulisan pada keseluruhannya. Adanya surat ini
karena dibuat secara palsu. Surat ini mempunyai tujuan untuk
menunjukkan bahwa surat seakan-akan berasal dari orang lain
daripada penulisnya (pelaku). Ini disebut pemalsuan meteriil
(materiele valsheid). Asal surat itu adalah palsu.
Perbuatan
memalsukan surat dilakukan
dengan
cara
melakukan perubahan-perubahan tanpa hak (tanpa izin yang
berhak) dalam suatu surat atau tulisan, perubahan mana dapat
mengenai tanda tangannya maupun mengenai isinya. Tidak perduli,
bahwa ini sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak benar atau
sesuatu yang benar; perubahan isi yang tidak benar menjadi benar
merupakan pemalsuan surat.3
3
Ibid hal.1
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
5
1.2. Perumusan Masalah
1. Akibat hukum apa yang ditimbulkan atas perbuatan tindak
pidana pamalsuan keterangan domisili dalam putusan cerai yang
dilakukan oleh suami ?
2. Upaya hukum apa yang seharusnya dapat dilakukan oleh istri
terhadap pemalsuan surat keterangan dalam akta cerai yang
dilakukan oleh suami ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui akibat hukum terhadap suami yang
melakukan pemalsuan surat ketrangan dalam akta cerai.
2) Untuk mengetahui bentuk upaya hukum yang dapat dilakukan
oleh istri terhadap pemalsuan surat keterangan dalam akta cerai
yang dilakukan oleh suami.
1.4.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan
ilmu pengetahuan hukum pidana, khususnya terkait mengenai
akibat hokum dan upaya hukum terhadap pelaku pemalsuan
surat keterangan dalam akta cerai.
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
6
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi informasi
konkrit bagi usaha pembaharuan hukum pidana khususnya bagi
hakim, pengacara, ketika mengajukan upaya laporan terhadap
adanya tindak pidana pemalsuan surat keterangan dalam akta
cerai yang merupakan data/dokumen penting.
1.5.
Landasan Konseptual
1.5.1. Pengertian Tindak Pidana
Menurut Soenarto Soerodibroto, S.H. menyebutkan
dalam bukunya Kitab Undnag-Undang Hukum Pidana dan
Kitab
Undang-Undang
Hukum
Acara
Pidana,
pada
umumnya untuk suatu kejahatan diisyaratkan bahwa
kehendak pelaku ditujukan terhadap perbuatan yang oleh
undang-undang diancam dengan hukuman.
Sedangkan
menurut
Moeljatno, tindak pidana
merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hokum larangan mana disertai ancaman atau sanksi yang
berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar
larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan
pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hokum
dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu
diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
7
suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh
kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan
kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu.4
1.5.2.
Pengertian Tindak Pidana Pemalsuan
1.5.2.1.
Menurut Para Ahli Hukum
Menurut pengertian para pembentuk
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang
berlaku, yang dapat menjadi objek dari
tindak pidana pemalsuan yang dimaksudkan
dalam Bab ke-XII dari buku ke-II KUHP itu
juga hanya tulisan-tulisan.
Tindak pidana pemalsuan di dalam KUHP yang
berlaku di negara kita, tidak dapat dilepaskan dari
pengaturan tindak pidana pemalsuan di dalam Code Penal
yang menurut sejarahnya pernah juga diberlakukan di
Negeri Belanda. Dari sejarahnya dapat diketahui bahwa
pengaturan masalah tindak pidana pemalsuan di dalam
Code Penal ternyata juga mendapat pengaruh dari pengaruh
masalah tindak pidana yang sama di dalam Hukum
Romawi.5
4
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, , Rineka Cipta, Jakarta, 2002
5
P. A. F. Lamintang, Kejahatan Membahayakan Kepercayaan Umum Terhadap Surat,
Alat Pembayaran, Alat Bukti, Dan Peradilan, Jakarta, 2009, hal. 1
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
8
Menurut Hukum Romawi, yang dipandang sebagai
de iegenlijke falsum atau sebagai tindak pidana pemalsuan
yang sebenarnya ialah pemalsuan surat-surat berharga dan
pemalsuan mata uang, dan baru kemudian telah ditambah
dengan sejumlah tindak pidana yang sebenarnya tidak dapat
dipandang sebagai pemalsuan-pemalsuan, sehingga tidak
dapat dipandang sebagai pemalsuan-pemalsuan, sehingga
tindak pidana tersebut di dalam doktrin juga disebut quasti
falsum atau pemalsuan yang sifatnya semu. Karena
ditambahkannya sejumlah quasti falsum atau pemalsuan
yang sifatnya semu.6
Akibat lain dari ditambahkannya sejumlah quasi
falsum di dalam Hukum Romawi juga telah menyebabkan
orang tidak pernah berusaha untuk membuat suatu rumusan
yang jelas tentang tindak pidana pemalsuan, yakni untuk
dapat membuat suatu garis pemisah antara pengertian
pemalsuan dengan tindak pidana yang lain, terutama dengan
tindak pidana penipuan.7
Usaha untuk membuat suatu rumusan yang jelas
tentang yang disebut falsum atau pemalsuan telah dilakukan
oleh para pakar hukum pidana romawi, tetapi usaha mereka
6
Ibid hal. 7
7
Ibid hal. 7
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
9
ternyata tidak memberikan hasil yang memuaskan, sehingga
untuk menjelaskan apa yang disebut falsum.8
Menurut penerjemahan Prof. Dr. M. David, sesuai
dengan teks tulisan tersebut, yang dapat dianggap sebagai
falsum itu hanyalah apabila orang telah meniru tulisan
tangan orang lain atau telah menggunting atau menghapus
sesuatu dari suatu tulisan atau dari suatu buku kas ataupun
telah membuktikan dalam kolom kredit suatu jumlah uang
pinjaman yang terdapat dalam kolom debet dari suatu buku
kas, tetapi tidak termasuk dalam pengertiannya, yakni jika
orang dengan sesuatu cara telah membohong pada waktu
melakukan penghitungan.9
Yang menurut Prof. Van Bemmelen dan Prof. van
Hattum, ialah Valsheid in geschrifte is aanwezig, wanneer
van ietswat niet waar is, woordt beweerd dat het waar is,
yang artinya pemalsuan dalam tulisan itu terjadi, jika
sesuatu yang tidak nyata itu dianggap sebagai sesuatu yang
nyata.10
Menurut Prof. Van Bemmelen dan Prof. van
Hattum, walaupun rumusan falsum di atas sebenarnya
8
Ibid hal. 7
9
Ibid hal. 7
10
Ibid hal. 7
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
10
terlalu luas, sehingga dapat dimasukkan juga ke dalam
pengertiannya, yakni setiap perbuatan yang sifatnya
menipu, tetapi tidak dapat disangkal kebenarannya bahwa
rumusan tentang falsum tersenut telah berpengaruh yang
cukup besar pada tulisan-tulisan dari para penulis hingga
abad kedelapan belas.11
Setelah para pembentuk Code Penal Prancis
mengatur yang mereka sebut dengan faux dengan tindak
pidana yang lain, yang sebagai satu keseluruhan telah
mereka sebut les crimes et delits contre la paix publique
atau kejahatan dan pelanggaran terhadap kepercayaan
umum, dunia ilmu pegetahuan hukum pidana di Jerman
telah berusaha untuk memperoleh suatu kejelasan tentang
tindak pidana yang bersangkutan.12
Dari beberapa kenyataan sejarah di atas, kiranya
dapat dimengerti bahwa para pembentuk Kitab UndangUndang Hukum Pidana pun telah mendapatkan kesulitan
pada waktu membentuk ketentuan pidana yang melarang
pemalsuan-pemalsuan, khususnya ketentuan pidana yang
melarang pemalsuan tulisan ataupun yang di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
11
Ibid hal. 7
12
Ibid hal. 7
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
11
1.5.2.2. Menurut
Ketentuan
Kitab
Undang-Undang
Hukum Pidana
Pasal 263 – 266 dan 279 KUHP tentang Pemalsuan
Pasal 263 :
(1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat
menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang atau
yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan
maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat
tersebut seolah-olah isinya benar dan;
(2) Diancam jika pemakai tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena
pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam diancam
dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat
palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati jika pemakaian surat itu
dapat menimbulkan kerugian. Surat menurut pasal 263 adalah segala
surat yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis ditulis
dengan mesin ketik dan lain-lain. Pengertian dan lain-lain ini
memungkinkan surat otentik yang dibuat atau ditulis melalui proses
computer, sehingga data atau keterangan yang ada dalam media disket
atau sejenisnya dapat digunakan.
Pasal 264 :
(1) Pemalsuan surat diancam pidana penjara paling lama delapan tahun,
jika dilakukan terhadap :
1.Akta-akta otentik; 2. Surat hutang atau sertifikat dari sesuatu
Negara atau bagiannya ataupundari suatu lembaga umum; 3.
Surat sero atau hutang atau sertikat sero atau hutang dari suatu
perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai; 4. Talon tanda
bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan
dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai
pengganti surat-surat itu; 5. Surat kredit atau surat dagang yang
diperuntukkan untuk diedarkan.
(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja
memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati
atau yang dipalsukanseolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika
pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Pasal 265 :
Ditiadakan berdasarkan Stabl.. 1926. No. 359 jo.No.429
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
12
Pasal 266 :
(1) Barangsiapa menyuruh memasukkan keterangn palsu kedalam suatu
akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakn
oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang
lain memakai akta itu seolah-olah keterangnnya sesuai dengan
kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian,
dengn pidana penjara paling lama 7 tahun;
(2) Diancam dengan pidana yang sama barangsiapa dengan sengaja
memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati
atau dipalsukan seolah-olah benar dan tidak palsu, jika pemalsuan surat
itu dapat menimbulkan kerugian.
Pasal 279 :
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun :
Ke-1. Barangsiapa mengadakan pernikahan padahal mengetahui bahwa
pernikahan atau hal mengetahui bahwa pernikahan atau pernikahanpernikahannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu;
Ke-2. Barangsiapa mengadakan pernikahan padahal diketahui bahwa
pernikahannya atau pernikahan-pernikahan pihak lain menjadi penghalang
yang sah untuk itu.
(2) Jika yang melakukakn perbuatan yang diterangkan dalam ke-1,
menyembunyikan kepada pihak lainnya bahwa pernikahan-pernikahan
yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu, diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(3) Pencabutan hak tersebut dalam pasal 35 No. 1-5 dapat dinyatakan.
1.5.3. Pengertian Surat
Surat (geschrift) adalah suatu lembaran kertas yang di
atasnya terdapat tulisan yang terdiri dari kalimat dan huruf termasuk
angka yang mengandung atau berisi buah pikiran atau makna
tertentu, yang dapat berupa tulisan dengan tangan, dengan mesin
ketik, printer komputer, dengan mesin cetakan dan dengan alat dan
cara apa pun.
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
13
Membuat surat palsu ( valselijk opmaaken ) adalah membuat
sebuah surat yang seluruh atau sebagian isinya palsu. Palsu artinya
tidak benar atau bertentangan dengan yang sebenarnya.
Sementara
itu,
perbuatan
memalsukan
(vervalsen) surat adalah berupa perbuatan mengubah dengan cara
bagaimanapun oleh orang yang tidak berhak atas sebuah surat yang
berakibat sebagian atau seluruh isinya menjadi lain atau berbeda
dengan isi surat semula. Apabila perbuatan mengubah itu dilakukan
oleh orang yang tidak berhak, makapemalsuan surat telah terjadi.
Orang yang tidak berhak itu adalah orang selain pembuat surat.13
Sama
halnya
dengan
membuat surat palsu,
memalsu surat dapat terjadi selain terhadap sebagian atau seluruh
isi surat, dapat juga pada tanda tangan pembuat surat.
Perbedaan
prinsip
perbuatan
membuat surat palsu
dan
memalsu surat diantaranya perbuatan membuat surat palsu yaitu
sebelum perbuatan dilakukan dan belum ada surat, kemudian
membuat sebuah surat palsu yang seluruhnya dalam tulisan itu palsu,
sedangkan memalsukan surat yaitu surat yang asli terhadap isinya
(termasuk tanda tangan dan nama pembuat asli) dilakukan perbuatan
memalsu yang akibatnya surat yang semula benar menjadi surat yang
13
Adami Chazawi, Kejahatan terhadap Pemalsuan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2001, hal.3
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
14
sebagian atau seluruh isinya tidak benar dan bertentangan dengan
kebenaran atau palsu.14
1.5.4. Pengertian Perkawinan
Para Sarjana Hukum, antara lain Asser, Scholten, dan Wiarda
memberikan definisi sebagai berikut : “Perkawinan ialah suatu
persekutuan antara seorang pria dengan seorang wanita yang diakui
oleh Negara untuk bersama/bersekutu yang kekal”.15
Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 1
dikatakan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir dan bathin antara
seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa, selanjutnya pada pasal 2
ayat (1) disebutkan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan
menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 2 perkawinan adalah
suatu pernikahan yang merupakan akad yang sangat kuat atau
mittsaqon
ghalidzan
untuk
mentaati
perintah
Allah
dan
melaksanakanya adalah merupakan ibadah.
Dan dalam Ensiklopedi Hukum Islam dikatakan bahwa
perkawinan adalah merupakan salah satu upaya untuk menyalurkan
naluri seksual suami isteri dalam sebuah rumah tangga sekaligus
14
Adami Chazawi, op.cit, hal.100
15
R. Soeto Prawirohamidjojo M. P, Hukum Orang Dan Keluarga, (Surabaya, 1995),
hal.18
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
15
sarana untuk menghasilkan keturunan yang dapat menjamin
kelangsungan eksistensi manusia dibumi. 16
1.5.5. Pengertian Surat Palsu
Membuat surat palsu ini dapat berupa:
a.
Membuat
sebuah surat yang
sebagian
atau
seluruh
isi surat tidak sesuai atau bertentangan dengan kebenaran.
Membuat surat palsu
yang
demikian
disebut
dengan
pemalsuan intelektual (intelectuele valschheid);
b.
Membuat sebuah surat yang seolah-olah surat itu berasal dari
orang lain selain pembuat surat. Membuat surat palsu yang
demikian ini disebut dengan pemalsuan materiil (materiele
valschheid). Palsunya surat atau tidak benarnya surat terletak
pada asalnya atau si pembuat surat.
Di samping isinya dan asalnya surat yang tidak benar dari
membuat surat palsu, dapat juga tanda tangannya yang tidak benar. Hal ini
dapat terjadi dalam hal misalnya:17
a.
Membuat dengan meniru tanda tangan seseorang yang tidak ada
orangnya, seperti orang yang sudah meninggal dunia atau secara
fiktif (dikarang-karang);
16
Abdul Azis Dahlan, (Ed.) 2006. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT. Ichtiyar Baru
van Hoeve.
17
Adami Chazawi, Kejahatan terhadap Pemalsuan, PT. Raja Grafindo Persada, ( Jakarta,
2001 ), hal.100
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
16
b.
Membuat dengan meniru tanda tangan orang lain baik dengan
persetujuannya ataupun tidak.
Tidak
semua surat dapat
menjadi
obyek pemalsuan surat,
melainkan Terbatas pada 4 macam surat, yaitu:
1.
Surat yang menimbulkan suatu hak
2.
Surat yang menimbulkan suatu perikatan
3.
Surat yang menimbulkan pembebasan hutang
4.
Surat yang diperuntukkan bukti mengenai sesuatu hal.
Walaupun pada umumnya sebuah surat tidak melahirkan secara
langsung adanya suatu hak, melainkan hak itu timbul dari adanya
perikatan hukum atau perjanjian yang tertuang dalam surat itu, tetapi
ada surat-surat tertentu
yang
disebut surat formil
yang
langsung
melahirkan suatu hak tertentu, misalnya cek, bilyet giro, wesel, surat izin
mengemudi, ijazah dan lain sebagainya. 18
1.5.6. Pengertian Akta Cerai
Akta adalah suatu tulisan (surat) yang dibuat dengan sengaja
untuk dijadikan bukti tentang sesuatu peristiwa dan ditandatangani
oleh pembuatnya.
Akta autentik adalah akta yang dibuat oleh/dihadapan pejabat
yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuanketentuan yang telah ditetapkan baik dengan ataupun tanpa bantuan
18
Adami Chazawi, Kejahatan terhadap Pemalsuan, PT. Raja Grafindo Persada, ( Jakarta,
2001 ), hal.102
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
17
yang berkepentingan untuk dicatat didalamnya; surat yang sejak
semula dengan sengaja secara resmi dibuat untuk pembuktian jika
terjadi sengketa di kemudian hari.
Cerai adalah putus hubungan sebagai suami isteri pisah
dengan segala konsekuensi hukumnya.19
Dengan demikian akta cerai adalah suatu tulisan atau akta
yang dibuat oleh pejabat yg berwenang yang sengaja dikeluarkan
sebagai bukti bahwa telah putusnya hubungan suami istri.
1.5.7. Implementasi Per kawinan
Tentang perkawinan diatur dalam pasal 26 sampai dengan
pasal 102 B.W. Bab ini dibagi dalam satu ketentuan umum dan tujuh
sub bagian. Ketentuan umum hanya terdiri atas sebuah pasal saja
yaitu pasal 26 B.W.
Dalam bagian I di jumpai ketentuan-ketentuan tentang syaratsyarat intern atau materiil, berurutan antara pasal 27 sampai dengan
pasal 49 B.W. yang merupakan ketentuan-ketentuan yang mengatur
tentang perlangsungan perkawinan.
Dengan demikian sebuah perkawinan yang telah terbentuk
tersebut, tidak menutup kemungkinan akan terjadinya perceraian
antara keduanya sepanjang memenuhi syarat-syarat terjadinya
19
Kamus Hukum
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
18
perceraian sesuai dengan pasal 3 UU Nomor 1 tahun1974 antara
lain:
1. Berzinah, yaitu
hubungan bersetubuh dengan orang lain
daripada istri atau suaminya.
2. Meninggalkan tempat tinggal bersama-sama degan maksud
jahat, yaitu sesuatu tindakan yang dilakukan oleh suami
seseorang suami yang pergi dengan sengaja bersama wanita lain
dengan maksud untuk menikah secara diam-diam.
3. Dihukum penjara selama 5tahun atau lebih yang diucapkan
sesudah perkawinan.
4. Penganiayaan berat yang dilakukan suami atau istri, dilakuka
terhadap pihak lain, atau penganiayaan yang sedemikian rupa
dikhawatirkan bahwa pihak yang dianiaya itu, akan meninggal
dunia, atau suatu penganiayaan yang mengakibatkan luka-luka
yang berat pada badan pihak yang dianiaya.
5. Cacat badan atau penyakit yang timbul setelah pernikahan
dilakukan sedemikian rupa sehingga suami atau istri yang
menderita itu, tidak dapat melakukan hal sesuatu yang layak
dalam suatu perkawinan.
6. Percecokan diantara suami istri, yang tidak mungkin diperbaiki
lagi. 20
20
Ibid, hla.22
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
19
Apabila salah satu pihak melakukan hal-hal seperti yang
dilakukan diatas, maka kemungkinan besar perceraian akan
dikabulkan hakim, sehingga perkawinan yang dibina sebelumnya
akan bubar. Tetapi fakta menunjukkan bahwa perceraian juga terjadi
diluar ketentuan tersebut di atas, salah satu alasan perceraian juga
terjadi diluar ketentuan tersebut di atas, salah satu alasan perceraian
dapat dilakukan dengan dalih sudah tidak saling mencintai lagi dan
sebagainya. Dengan kata lain, banyak alasan yang lebih ringan
dibandingkan syarat-syarat di atas dijadikan alasan utuk melakukan
suatu perceraian.
Pada dasarnya dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1
Tahun 1974 menganut adanya adanya asas monogami dalam
perkawinan. Hal ini disebut dengan tegas dalam pasal 3 ayat 1 yang
menyebutkan bahwa, “pada asasnya seorang pria hanya boleh boleh
mempunyai seorang istri dan seorang wanita hanya boleh
mempunyai seorang suami. Akan tetapi asas monogamy dalam
Undang-Undang Perkawinan tidak bersiftat mutlak, artinya hanya
bersifat pengarah pada pembentukan perkawinan monogamy dengan
jalan mempersulit dan mempersempit penggunaan lembaga poligami
dan bukan menghapus sama sekali system poligami. Ini dapat
diambil sebuah argumen yaitu jika perkawinan poligami ini
dipermudah maka setiap laki-laki yang sudah beristri maupun yang
belum tentu akan beramai-ramai untuk melakukan poligami dan ini
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
20
tentunya akan sangat merugikan pihak perempuan juga anak-anak
yang dilahirkannya nanti dikemudian hari.
1.5.8. Implementasi Percer aian
Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pada
dasarnya mempersulit terjadinya perceraian. Alasan undang-undang
mempersulit perceraian ialah : 21
1.
Perkawinan itu tujuannya suci dan mulia, sedangkan
perceraian adalah perbuatan yang dibenci Tuhan;
2.
Untuk membatasi kesewenang-wenangan suami terhadap istri;
3.
Untuk mengangkat derajad dan martabat istri (wanita),
sehingga setara dengan derajad dan martabat suami (pria).
1.5.9. Pencatatan Perceraian
Panitera Pengadilan atau Pejabat Pengadilan yang ditunjuk
berkewajiban mengirimkan suatu helai salinan putusan yang telah
mempunyai kekuatan hokum tetap/yang telah dikukuhkan tanpa
bermaterai kepada Pegawai Pencatat ditempat perceraian itu terjadi
dan Pegawai Pencatat mendaftarkan pututsan perceraian dalam
sebuah daftar yang disediakan untuk itu. Apabila perceraian
dilakukan pada daerah hokum yang berbeda dengan daerah hokum
Pegawai Pencatat dimana perkawinan dilangsungkan, maka satu
helai salinan putusan yang telah mempunyai kekuatan hokum
21
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
2000 , hal. 109
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
21
tetap/yang telah dikukuhkan tanpa bermaterai, dikirimkan pula
kepada Pegawai Pencatat dimana perkawinan dilangsungkan, dan
oleh Pegawai Pencatat tersebut dicatat pada bagian pinggir dari
daftar catatan perkawinan, salinan putusan itu disampaikan kepada
Pegawai Pencatat di Jakarta (pasal 35 PP Nomor 9 Tahun 1975).22
Selambat-lambatnya tujuh hari setelah perceraian diputuskan,
Panitera Pengadilan Agama menyampaikann putusan yang telah
mempunyai kekuasaan hukum tetap itu kepada Pengadilan Negeri
untuk
dikukuhkan.
Pengukuhan
tersebut
dilakukan
dengan
membubuhkan kata “dikukuhkan” dan ditandatangani oleh Hakim
Pengadilan Negeri dan dibubuhi cap di nas pada putusan tersebut.
Selambat-lambatnya tujuh hari setelah diterima putusan dari
Pengadilan Agama, Panitera Pengadilan Negeri menyampaikan
kembali putusan itu kepada Pengadilan Agama (pasal 36 PP Nomor
1975).23
1.5.10. Upaya Hukum dalam Hukum Acara Pidana
Proses peradilan pidana dilakukan dengan berdasar pada
ketentuan hukum acara pidana yang
berlaku mulai dari proses
penyelidikan, penyidikan, dan persidangan di pengadilan sampai
putusan yang dijatuhkan oleh hakim serta upaya hukum yanag dapat
ditempuh oleh para pihak. Berdasarkan hukum acara pidana yang
22
Abdulkadir Kuhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
2000 , hal. 114
23
Ibid hal. 17
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
22
berlaku di Indonesia, dalam hal ini Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981
Tentang Hukum Acara Pidana selanjutnya
disebut
Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP), penyelidikan dilakukan
oleh setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia, sedangkan
penyidik dilakukan oleh pejabat polisi Negara Republik Indonesia
dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang.
Setelah proses penyidikan dianggap lengkap, maka berkas
perkara akan dilimpahkan ke pengadilan dalam lingkup peradilan
umum pada daerah hukum sesuai dengan kewenangan relatif
pengadilan
termaksud,
dan
selanjutnya
dilakukan
proses
persidangan yang diawali dengan dakwaan jaksa, dalam hal ini
didasari hasil penyidikan yang telah dilakukan. Ada beberapa
bentuk surat dakwaan yang dapat dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum,
yakni :
1. Surat dakwaan
tunggal
atau
biasa,
yaitu surat dakwaan
yang
disusun dalam rumusan tunggal atau berisi satu dakwaan saja.
2. Surat dakwaan alternatif, yaitu surat dakwaan yang mengandung lebih
dari satu dakwaan yang saling mengecualikan satu sama lain dan
memberi pilihan pada hakim untuk menentukan dakwaan mana yang
lebih tepat untuk dipertanggung jawabkan oleh terdakwa sehubungan
dengan tindak pidana yang dilakukannya.
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
23
3. Surat dakwaan subsidair, yaitu surat dakwaan yang terdiri dari dua atau
lebih
dakwaan
yang
disusun
secara
berurutan
mulai
dari
tindak pidana yang terberat sampai pada dakwaan tindak pidana yang
teringan.
4. Surat dakwaan kumulatif yaitu surat dakwaan yang disusun berupa
rangkaian dari beberapa dakwaan atas kejahatan atau pelanggaran, atau
dengan kata lain merupakan gabungan beberapa dakwaan sekaligus. 24
Pada dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum,
diuraikan mengenai terjadinya tindak pidana yang didakwakan kepada
terdakwa,
didasarkan
disertai
ketentuan hukum yang
pada
ketentuan
telah
dilanggar,
Kitab
baik
Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) atau peraturan perundang-undangan
lainnya di bidang pidana, sehingga dapat terlihat jelas hubungan kausal
antara peristiwa pidana yang didakwakan dengan pasal yang diterapkan,
untuk selanjutnya harus dibuktikan pada proses pembuktian.
Menurut ketentuan pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa
pembuktian dan putusan hakim dilakukan secara :
“ Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali bila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
24
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan Dan
Penuntutan, Sinar Grafika, ( Jakarta, 2003 ), hal. 392.
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
24
Sementara itu, pasal 184 KUHAP menegaskan mengenai alatalat bukti yang sah yaitu :
a.
b.
c.
d.
e.
Keterangan saksi
Keterangan ahli
Surat
Petunjuk
Keterangan terdakwa
Pembuktian pada peradilan pidana sangat mempengaruhi dan
menentukan tahap selanjutnya yaitu Penuntutan yang dilakukan oleh
Jaksa Penuntut Umum, yang mana didalamnya menekankan pada pasal
yang akan diterapkan serta bentuk pidana yang diharapkan akan
dijatuhkan pada terdakwa. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum kepada
terdakwa harus sesuai dan tidak melebihi hukuman sebagaimana telah
ditentukan dalam pasal yang diterapkan tersebut. Pada dasarnya ada
beberapa bentuk hukuman sebagaimana diatur dalam pasal 10 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu :
a.
Pidana pokok terdiri dari :
1. hukuman mati,
2. hukuman penjara,
3. hukuman kurungan, dan
4. hukuman denda.
b. Pidana tambahan terdiri dari :
1. pencabutan beberapa hak tertentu,
2. perampasan barang tertentu, dan
3. pengumuman keputusan hakim.
Ketentuan pidana yang terdapat pada setiap pasal dalam KUHP
atau peraturan perundang-undangan lainnya di bidang pidana didasari
dengan bentuk hukuman sebagaimana diatur dalam Pasal 10 KUHP di
atas.
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
25
Begitu pula dengan hakim, pada prinsipnya harus memutuskan
suatu perkara pidana sesuai proses pembuktian yang telah dilakukan.
Putusan hakim dalam suatu peradilanpidana dapat berupa :
1.
Putusan bebas, berarti terdakwa dijatuhi putusan bebas atau
dinyatakan bebas dari tuntutan hukum (vryjspraak) sebagaimana
diatur dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP, biasanya putusan bebas
ini ditentukan dari pemeriksaan di persidangan yang mana
kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya
tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Dengan kata lain,
putusan bebas secara yuridis dinilai hakim tidak memenuhi asas
pembuktian menurut undang-undang secara negatif, atau tidak
memenuhi batas minimum pembuktian.
2.
Putusan
lepas
dari
segala
tuntutan hukum,
sebagaimana
diatur dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP. Putusan lepas dari segala
tuntutan hukum didasari kriteria bahwa apa yang didakwakan
kepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, atau
sekalipun terbukti, hakim berpendapat bahwa perbuatan yang
didakwakan tidak merupakan tindak pidana, dengan kata lain tidak
ada
unsur
pertanggungjawaban
pidananya, dalam hal
ini
dimungkinkan ada alasan pembenar dan/atau alasan pemaaf.
3.
Putusan pemidanaan, yang diatur dalam pasal 193 KUHAP. Pasal
termaksud mengatur bahwa terdakwa dijatuhi hukuman pidana
sesuai
dengan
ancaman
yang
ditentukan
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
dalam pasal
26
tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa dan tidak
melebihi ancaman pidana yang dituntut oleh Jaksa Penuntut
Umum dalam surat tuntutannya.25
Apabila pengadilan berpendapat dan menilai terdakwa terbukti
bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, maka
hakim akan menjatuhkan hukuman kepadanya berdasarkan pembuktian
yang telah dilakukan dalam proses persidangan tersebut, dengan
sekurang-kurangnya dibuktikan dengan dua alat bukti yang sah yang
memberi keyakinan kepada hakim terdakwalah pelaku tindak
pidananya, sebagaimana diatur dalam Pasal 183 KUHAP.
Syarat pemidanaan terdiri dari perbuatan dan orang. Unsur
perbuatan meliputi perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang
dan perbuatan yang bersifat melawan hukum dengan tidak ada alasan
pembenar. Unsur orang terkait dengan adanya kesalahan pelaku yang
meliputi kemampuan bertanggungjawab dan kesengajaan (dolus) atau
kealpaan (culpa) serta tidak ada alasan pemaaf.
Apabila syarat-syarat pemidanaan tersebut terpenuhi, maka
dapat dilakukan pemidanaan terhadap pelaku pidana atau terdakwa.
Namun demikian, sebelum penjatuhan pidana, terdapat aspek yang
harus dipertimbangkan di luar syarat pemidanaan yang meliputi aspek
korban dan aspek pelaku. Aspek korban meliputi kerugian dan/atau
25
Ibid, hal.334
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
27
penderitaan akibat tindak pidana yang menimpanya, serta derajat
kesalahan korban dalam terjadinya tindak pidana (victim precipitation).
Kerugian dan/atau penderitaan korban yang besar dan/atau berat
merupakan aspek memberatkan pemidanaan terhadap pelaku, begitu
pula sebaliknya, sedikit dan/atau ringannya kerugian dan/atau
penderitaan korban merupakan aspek meringankan pemidanaan bagi
terdakwa yang terbukti melakukan kejahatan termaksud.
Semakin tinggi derajat victim precipitation, maka semakin besar
dipertimbangan aspek yang meringankan terdakwa. Aspek pelaku
yang dipertimbangkan meliputi sikap dan perilaku terhadap korban
setelah terjadinya tindak pidana, kepribadian serta komitmen terhadap
penyelesaian kasus yang dihadapi.
Atas kondisi seperti dijelaskan di atas, seringkali hakim pada
proses peradilan pidana menjatuhkan putusan yang cenderung lebih
ringan atau di bawah tuntutan jaksa penuntut umum. Walaupun hal itu
tidak
dilarang
menurut
undang-undang,
namun
menjadikan
ketidakpuasan masyarakat terutama korban dan keluarganya atas
putusan hakim tersebut, yang dianggap tidak mencerminkan adanya
kepastian hukum dan tidak memenuhi rasa keadilan.
1.5.11. Sanksi Pidana
Menurut pasal 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP)
menyatakan
bahwa
apabila
seseorang
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
menyuruh
28
memasukkan keterangn palsu kedalam suatu akta otentik mengenai
sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu,
dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai
akta itu seolah-olah keterangnnyasesuai dengan kebenaran,
diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan
pidana penjara paling lama 7 tahun.
1.6. Metode Penelitian
1.6.1. J enis Penelitian dan Tipe Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu
type penelitian hukum yang difokuskan untuk mengkaji penerapan
kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hokum positif. 26
1.6.2. Sumber Data
Dalam penelitian ilmu hokum normative, sumber utamanya
adalah bahan hokum bukan data atau fakta social karena dalam
penelitian ilmu hokum normative yang dikaji adalah bahan hokum
yang berisi aturan-aturan yang bersifat normative.27
a) Sumber Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer
yang dimaksud adalah Peraturan
perundang-undangan RI.
26
Ibrahim Jhonny, Teori dan Metodologi Penetian Hukum Normatif, Malang : PT. Bayu
Media Publishing, 2010, hal.295
27
Bahder Johan nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung, Mandar Maju, 2008,
hal. 86
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
29
b) Sumber Bahan Hukum Sekunder
Adalah bahan hokum yang menjelaskan secara umum
mengenai bahan hokum primer, hal ini bisa berupa :
a. Buku-buku Ilmu Hukum
b. Jurnal Ilmu Hukum
c. Laporan Penelitian Ilmu Hukum
d. Internet dan bahan yang terkait dengan permasalahan yang
dibahas.
c) Sumber Bahan Hukum Tersier
Merupakan bahan hokum sebagai perangkap dari kedua
bahan hukum sebelumnya terdiri dari :
a. Kamus Hukum
b. Kamus Besar Bahasa Indonesia
1.6.3. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara
menganalisis Peraturan Perundang-undangan dan masalah yang
dibahas, dipaparkan, disistimatisasi, kemudian dianalisis untuk
meneginterpretasikan hokum yang berlaku.
1.6.4. Metode Analisis Data
Pengolahan data menggunakan metode diskriptif analisis
artinya data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap
data primer dan data sekunder. Deskriptif tersebut, meliputi isi dan
struktur hokum positif yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
30
penulis untuk menentukan isi dan makna aturan hokum yang
dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hokum yang
menjadi objek kajian. 28
1.6.5. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat atau daderah yang dipilih
sebagai tempat pengumpulan data dilapangan untuk menemukan
jawaban atas masalah. Lokasi yang dipilih sebagai penelitian adalah
Pengadilan Negeri Surabaya.
1.6.6. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini adalah 3 (tiga) bulan, dimulai dari bulan
April 2011 sampai dengan Juni 2011. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan pertengahan April. Tahap persiapan penelitian ini
meliputi : penentuan judul penelitian, penyusunan proposal, seminar
proposa
DOMISILI DALAM AKTA CERAI
Diajukan untuk memenuhi per syar atan guna memper oleh gelar
Sar jana Hukum pada Fakultas Hukum Univer sitas Pembangunan
Nasional “Veter an” J awa Timur
SKRIPSI
Disusun Oleh :
DEVI GLADI FEBRIYANTI
0771010147
YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN
PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
NASIONAL’’VETERAN’’ J AWA TIMUR
FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
SURABAYA
2011
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan
rahmat
dan
karuniaNya,
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul: TINDAK PIDANA
PEMALSUAN KETERANGAN DOMISILI DALAM AKTA CERAI DI
PENGADILAN NEGERI SURABAYA Study Kasus Putusan Pengadilan
Negeri Surabaya No Perkara: 1390/Pid.B/2010/PN. Sby.
Penyusunan Skripsi untuk memenuhi persyaratan sesuai kurikulum
yang ada di Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur. Disamping itu dapat memberikan hal-hal yang berkaitan
dengan disiplin ilmu yang penulis dapat selama perkuliahan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih
atas bantuan dan bimbingan serta saran yang sangat berharga kepada :
1. Bapak Hariyo Sulistiyantoro, SH., MM., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
2. Bapak Sutrisno, SH., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. E.C. Gendut Sukarno,MS.,selaku Wakil Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Subani, SH., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan
baik.
v
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
5. Ibu Wiwin Yulianingsih, SH., MKn, Selaku Dosen Pembimbing
Pendamping, yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam
penyusunan skripsi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
7. Seluruh staf Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
8. Kedua orang tua kami tercinta, serta seluruh keluarga besarku yang telah
memberikan dukungan moril maupun materiil serta doanya selama ini.
9. Untuk seseorang tercinta yang selama ini berperan sebagai motivator
terima kasih atas segala dorongan dan bantuannya.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang
bersifat membangun penulis harapkan karena kurangnya pengalaman dan
terbatasnya pengetahuan yang penulis miliki.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan tersebut
dengan kebaikan pula. Harapan penulis semoga Proposal Skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Surabaya, Desember 2011
Penulis
vi
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA
TIMUR
FAKULTAS HUKUM
Nama Mahasiswa
NPM
Tempat Tanggal Lahir
Program Studi
Judul Skripsi
: Devi Gladi Febriyanti
: 0771010147
: Surabaya. 24 Februari 1989
: Strata1 (S1)
:
TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT KETERANGAN DOMISILI
DALAM AKTA CERAI
ABSTRAKSI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang akibat hukum dari
pemalsuan keterangan domisili dalam akta cerai
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif melalui
wawancara. Sumber data yang diperoleh dari literatur dan perundang-undangan
yang berlaku. Analisa data menggunakan analisa kualitatif.
Hasil penilitian dapat disimpulkan bahwa berdasarkan perkara
pemalsuan surat keterangan atau identitas dalam akta cerai, pihak istri dapat
melakukan upaya hukum terhadap putusan cerai yang didalamnya mengandung
unsur kejahatan tindak pidana.
Kata Kunci :
Tindak Pidana Pemalsuan Keterangan Per kawinan Dalam
Akta Cerai, Upaya Hukum Istri, Akibat Hukum Yang
ditimbulkan.
xi
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
1
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN J UDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJ UAN ...................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN REVISI ..................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. x
ABSTRAK ..................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 5
1.5 Landasan Konseptual ..................................................................... 6
1.5.1 Pengertian Tindak Pidana ..................................................... 6
1.5.2 Pengertian Tindak Pidana Pemalsuan ................................... 7
1.5.3 Pengertian Surat ................................................................... 12
1.5.4 Pengertian Perkawinan ......................................................... 14
1.5.5 Pengertian Surat Palsu .......................................................... 15
1.5.6 Pengertian Akta Cerai .......................................................... 16
1.5.7 Implementasi Perkawinan..................................................... 17
vii
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
1.5.8 Implementasi Perceraian....................................................... 20
1.5.9 Pencatatn Perkawinan........................................................... 20
1.5.10 Upaya Hukum Dalam Hukum Acara Pidana ....................... 21
1.5.11 Sanksi Pidana ..................................................................... 27
1.6 Metode Penelitian ........................................................................ 28
1.6.1 Jenis Penelitian..................................................................... 28
1.6.2 Sumber Data ........................................................................ 28
1.6.3 Metode Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ................. 29
1.6.4 Metode Analisis Data ........................................................... 29
1.6.5 Lokasi Penelitian .................................................................. 30
1.6.6 Waktu Penelitian .................................................................. 30
1.7 Sistematika Penulisan .................................................................... 30
BAB II Akibat Hukum Dari Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Keterangan
Domisili Dalam Akta Cerai ............................................................. 33
2.1 Tindak Pidana Pemalsuan Surat ........................................................ 33
2.2 Tindak Pidana Pemalsuan Ditinjau Dari Berbagai Aspek .................. 38
BAB III Upaya Hukum Istri Terhadap Tindakan Pemalsuan Surat
Keterangan Domisili Dalam Putusan Cerai ................................... 41
3.1 Putusan Pengadilan ........................................................................... 41
3.2 Pelaksanaan Putusan ......................................................................... 46
3.2.1 Upaya Hukum Biasa .............................................................. 47
3.2.1.1 Naik Banding (revisi) Ke Pengadilan Tinggi (PT) ...... 47
3.2.1.2 Kasasi (Pembatalan) Ke Mahkamah Agung (MA) ...... 47
3.2.2 Upaya Hukum Luar Biasa ...................................................... 47
viii
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3.2.2.1 Kasasi Demi Kepentingan Hukum ............................... 47
3.2.2.2 Peninjauan Kembali (PK) Putusan Pengadilan Yang
Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap ........................ 47
3.3 Hambatan Istri Dalam Melakukan Upaya Hukum ........................ 48
BAB IV Penutup......................................... .................................................... 51
4.1 Kesimpulan.................................................................................. 51
4.2 Saran ............................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Berbagai perbuatan pidana yang bertujuan dengan maksud
menguntungkan atau memperkaya diri salah satunya adalah
penipuan,
kecurangan,
pencurian
dan pemalsuan data
yang
dilakukan. Perbuatan pemalsuan dapat digolongkan pertama-tama
dalam kelompok kejatahan ”Penipuan”, hingga tidak semua
perbuatan adalah pemalsuan.
Perbuatan pemalsuan tergolong
kelompok
kejahatan
penipuan apabila seseorang memberikan gambaran tentang sesuatu
gambaran atas barang seakan-akan asli atau benar, sedangkan
sesungguhnya atau kebenaran tersebut tidak dimilikinya. Karena
gambaran data ini orang lain terpedaya dan mempercaya bahwa
keadaan yang digambarkan atas barang dan surat atau data tersebut
adalah benar atau asli. Pemalsuan terhadap tulisan atau data terjadi
apabila isinya atau datanya tidak benar.1
1
Bahan Skripsi, Kajian Kriminologi Tindak Pidana Pemalsuan Data Dan Kaitannya
Dengan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik,
MARGARETHA M R SITOMPUL, NPM 060200311, Universitas Sumatera Utara, Medan
2010
( http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17867/6/Cover.pdf.), Sabtu, 19 Maret 2011,
20:11.
1
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2
Disamping
pengakuan terhadap azas hak atas jaminan
kebenaran atau keaslian sesuatu data dan surat atau tulisan,
perbuatan pemalsuan terhadap data dan surat atau tulisan tersebut
harus ”dilakukan dengan tujuan jahat”.
Berbagai jenis perbuatan pemalsuan yang terdapat dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana. Berhubung tujuan jahat dianggap terlalu
luas, harus diisyaratkan, bahwa pelaku harus mempunyai ” niat
atau maksud ” untuk menciptakan anggapan atas sesuatu yang
dipalsukan sebagai yang asli atau benar.
Suatu perbuatan pemalsuan dapat dihukum apabila terjadi
perkosaan terhadap jaminan atau kepercayaan dalam hal mana :
a. Pelaku mempunyai niat/maksud dengan menggambarkan
keadaan
yang
tidak
benar
itu
seolah-oleh
benar
mempergunakan sesuatu data yang tidak asli seolah-olah asli,
hingga orang lain percaya bahwa data tersebut adalah benar
dan asli dan karenanya orang lain terperdaya.
b. Unsur niat/maksud tidak perlu meliputi unsur menguntungkan
diri sendiri atau orang lain sebaliknya dari berbagai jenis
perbuatan penipuan.
c. Tetapi perbuatan tersebut harus menimbulkan suatu bahaya
umum,
yang
khusus
dalam pemalsuan data/surat dan
sebagainya, dirumuskan dengan masyarakat ” kemungkinan
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3
kerugian
”
dihubungkan
dengan
sifat
daripada
data/surat tersebut.
Berbagai jenis kejahatan pemalsuan dalam KUHP meliputi :
1. Sumpah palsu (Bab IX).
2. Pemalsuan mata uang dan uang kertas Negara serta uang kertas
Bank (Bab X).
3. Pemalsuan materai dan merek / Cap (Bab XI).
4. Pemalsuan Surat (Bab XII).2
Apabila dikaitkan dengan delik-delik yang ada dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, maka tindakan menyuruh
memasukkan keterangan palsu dapat dikategorikan sebagai
perbuatan
tanpa
wewenangnya
memalsukan
surat
pemalsuan surat. Dengan demikian pelaku yang
atau
menyuruh
memalsukan keterangan palsu dalam akta cerai dapat diancam
dengan pidana berdasarkan Pasal 263 – 266, 273 KUHP.
Apabila seseorang memalsukan segala sesuatu untuk
menyembunyikan
perkawinan-perkawinan
terdahulu
untuk
menikah lagi, atau melakukan pernikahan baru padahal sebetulnya
ia tahu bahwa perkawinannya yang terdahulu itu merupakan
pengahalang yang sah baginya untuk menikah lagi dan tetap saja ia
melakukan, maka ancaman pidananya cukup berat, yaitu paling
lama berkisar 5 (lima) sampai 7 (tujuh) tahun. Dengan demikian
2
Ibid, hal.1
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4
tampak jelas masih sering terjadinya perkawinan liar, talak liar,
poligami liar, dan kesemuanya itu dilakukan tanpa memenuhi
persyaratan-persyaratan yang telah diatur oleh UU Nomor 1 tahun
1974 dan pasal-pasal dalam KUHP Pidana yaitu dalam pasal 263 –
266 dan pasal 279 KUHP.
Membuat surat palsu
atau
keterangan
palsu
adalah
menyusun surat atau tulisan pada keseluruhannya. Adanya surat ini
karena dibuat secara palsu. Surat ini mempunyai tujuan untuk
menunjukkan bahwa surat seakan-akan berasal dari orang lain
daripada penulisnya (pelaku). Ini disebut pemalsuan meteriil
(materiele valsheid). Asal surat itu adalah palsu.
Perbuatan
memalsukan surat dilakukan
dengan
cara
melakukan perubahan-perubahan tanpa hak (tanpa izin yang
berhak) dalam suatu surat atau tulisan, perubahan mana dapat
mengenai tanda tangannya maupun mengenai isinya. Tidak perduli,
bahwa ini sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak benar atau
sesuatu yang benar; perubahan isi yang tidak benar menjadi benar
merupakan pemalsuan surat.3
3
Ibid hal.1
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
5
1.2. Perumusan Masalah
1. Akibat hukum apa yang ditimbulkan atas perbuatan tindak
pidana pamalsuan keterangan domisili dalam putusan cerai yang
dilakukan oleh suami ?
2. Upaya hukum apa yang seharusnya dapat dilakukan oleh istri
terhadap pemalsuan surat keterangan dalam akta cerai yang
dilakukan oleh suami ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui akibat hukum terhadap suami yang
melakukan pemalsuan surat ketrangan dalam akta cerai.
2) Untuk mengetahui bentuk upaya hukum yang dapat dilakukan
oleh istri terhadap pemalsuan surat keterangan dalam akta cerai
yang dilakukan oleh suami.
1.4.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan
ilmu pengetahuan hukum pidana, khususnya terkait mengenai
akibat hokum dan upaya hukum terhadap pelaku pemalsuan
surat keterangan dalam akta cerai.
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
6
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi informasi
konkrit bagi usaha pembaharuan hukum pidana khususnya bagi
hakim, pengacara, ketika mengajukan upaya laporan terhadap
adanya tindak pidana pemalsuan surat keterangan dalam akta
cerai yang merupakan data/dokumen penting.
1.5.
Landasan Konseptual
1.5.1. Pengertian Tindak Pidana
Menurut Soenarto Soerodibroto, S.H. menyebutkan
dalam bukunya Kitab Undnag-Undang Hukum Pidana dan
Kitab
Undang-Undang
Hukum
Acara
Pidana,
pada
umumnya untuk suatu kejahatan diisyaratkan bahwa
kehendak pelaku ditujukan terhadap perbuatan yang oleh
undang-undang diancam dengan hukuman.
Sedangkan
menurut
Moeljatno, tindak pidana
merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hokum larangan mana disertai ancaman atau sanksi yang
berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar
larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan
pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hokum
dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu
diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
7
suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh
kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan
kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu.4
1.5.2.
Pengertian Tindak Pidana Pemalsuan
1.5.2.1.
Menurut Para Ahli Hukum
Menurut pengertian para pembentuk
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang
berlaku, yang dapat menjadi objek dari
tindak pidana pemalsuan yang dimaksudkan
dalam Bab ke-XII dari buku ke-II KUHP itu
juga hanya tulisan-tulisan.
Tindak pidana pemalsuan di dalam KUHP yang
berlaku di negara kita, tidak dapat dilepaskan dari
pengaturan tindak pidana pemalsuan di dalam Code Penal
yang menurut sejarahnya pernah juga diberlakukan di
Negeri Belanda. Dari sejarahnya dapat diketahui bahwa
pengaturan masalah tindak pidana pemalsuan di dalam
Code Penal ternyata juga mendapat pengaruh dari pengaruh
masalah tindak pidana yang sama di dalam Hukum
Romawi.5
4
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, , Rineka Cipta, Jakarta, 2002
5
P. A. F. Lamintang, Kejahatan Membahayakan Kepercayaan Umum Terhadap Surat,
Alat Pembayaran, Alat Bukti, Dan Peradilan, Jakarta, 2009, hal. 1
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
8
Menurut Hukum Romawi, yang dipandang sebagai
de iegenlijke falsum atau sebagai tindak pidana pemalsuan
yang sebenarnya ialah pemalsuan surat-surat berharga dan
pemalsuan mata uang, dan baru kemudian telah ditambah
dengan sejumlah tindak pidana yang sebenarnya tidak dapat
dipandang sebagai pemalsuan-pemalsuan, sehingga tidak
dapat dipandang sebagai pemalsuan-pemalsuan, sehingga
tindak pidana tersebut di dalam doktrin juga disebut quasti
falsum atau pemalsuan yang sifatnya semu. Karena
ditambahkannya sejumlah quasti falsum atau pemalsuan
yang sifatnya semu.6
Akibat lain dari ditambahkannya sejumlah quasi
falsum di dalam Hukum Romawi juga telah menyebabkan
orang tidak pernah berusaha untuk membuat suatu rumusan
yang jelas tentang tindak pidana pemalsuan, yakni untuk
dapat membuat suatu garis pemisah antara pengertian
pemalsuan dengan tindak pidana yang lain, terutama dengan
tindak pidana penipuan.7
Usaha untuk membuat suatu rumusan yang jelas
tentang yang disebut falsum atau pemalsuan telah dilakukan
oleh para pakar hukum pidana romawi, tetapi usaha mereka
6
Ibid hal. 7
7
Ibid hal. 7
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
9
ternyata tidak memberikan hasil yang memuaskan, sehingga
untuk menjelaskan apa yang disebut falsum.8
Menurut penerjemahan Prof. Dr. M. David, sesuai
dengan teks tulisan tersebut, yang dapat dianggap sebagai
falsum itu hanyalah apabila orang telah meniru tulisan
tangan orang lain atau telah menggunting atau menghapus
sesuatu dari suatu tulisan atau dari suatu buku kas ataupun
telah membuktikan dalam kolom kredit suatu jumlah uang
pinjaman yang terdapat dalam kolom debet dari suatu buku
kas, tetapi tidak termasuk dalam pengertiannya, yakni jika
orang dengan sesuatu cara telah membohong pada waktu
melakukan penghitungan.9
Yang menurut Prof. Van Bemmelen dan Prof. van
Hattum, ialah Valsheid in geschrifte is aanwezig, wanneer
van ietswat niet waar is, woordt beweerd dat het waar is,
yang artinya pemalsuan dalam tulisan itu terjadi, jika
sesuatu yang tidak nyata itu dianggap sebagai sesuatu yang
nyata.10
Menurut Prof. Van Bemmelen dan Prof. van
Hattum, walaupun rumusan falsum di atas sebenarnya
8
Ibid hal. 7
9
Ibid hal. 7
10
Ibid hal. 7
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
10
terlalu luas, sehingga dapat dimasukkan juga ke dalam
pengertiannya, yakni setiap perbuatan yang sifatnya
menipu, tetapi tidak dapat disangkal kebenarannya bahwa
rumusan tentang falsum tersenut telah berpengaruh yang
cukup besar pada tulisan-tulisan dari para penulis hingga
abad kedelapan belas.11
Setelah para pembentuk Code Penal Prancis
mengatur yang mereka sebut dengan faux dengan tindak
pidana yang lain, yang sebagai satu keseluruhan telah
mereka sebut les crimes et delits contre la paix publique
atau kejahatan dan pelanggaran terhadap kepercayaan
umum, dunia ilmu pegetahuan hukum pidana di Jerman
telah berusaha untuk memperoleh suatu kejelasan tentang
tindak pidana yang bersangkutan.12
Dari beberapa kenyataan sejarah di atas, kiranya
dapat dimengerti bahwa para pembentuk Kitab UndangUndang Hukum Pidana pun telah mendapatkan kesulitan
pada waktu membentuk ketentuan pidana yang melarang
pemalsuan-pemalsuan, khususnya ketentuan pidana yang
melarang pemalsuan tulisan ataupun yang di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
11
Ibid hal. 7
12
Ibid hal. 7
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
11
1.5.2.2. Menurut
Ketentuan
Kitab
Undang-Undang
Hukum Pidana
Pasal 263 – 266 dan 279 KUHP tentang Pemalsuan
Pasal 263 :
(1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat
menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang atau
yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan
maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat
tersebut seolah-olah isinya benar dan;
(2) Diancam jika pemakai tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena
pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam diancam
dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat
palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati jika pemakaian surat itu
dapat menimbulkan kerugian. Surat menurut pasal 263 adalah segala
surat yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis ditulis
dengan mesin ketik dan lain-lain. Pengertian dan lain-lain ini
memungkinkan surat otentik yang dibuat atau ditulis melalui proses
computer, sehingga data atau keterangan yang ada dalam media disket
atau sejenisnya dapat digunakan.
Pasal 264 :
(1) Pemalsuan surat diancam pidana penjara paling lama delapan tahun,
jika dilakukan terhadap :
1.Akta-akta otentik; 2. Surat hutang atau sertifikat dari sesuatu
Negara atau bagiannya ataupundari suatu lembaga umum; 3.
Surat sero atau hutang atau sertikat sero atau hutang dari suatu
perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai; 4. Talon tanda
bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan
dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai
pengganti surat-surat itu; 5. Surat kredit atau surat dagang yang
diperuntukkan untuk diedarkan.
(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja
memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati
atau yang dipalsukanseolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika
pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Pasal 265 :
Ditiadakan berdasarkan Stabl.. 1926. No. 359 jo.No.429
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
12
Pasal 266 :
(1) Barangsiapa menyuruh memasukkan keterangn palsu kedalam suatu
akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakn
oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang
lain memakai akta itu seolah-olah keterangnnya sesuai dengan
kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian,
dengn pidana penjara paling lama 7 tahun;
(2) Diancam dengan pidana yang sama barangsiapa dengan sengaja
memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati
atau dipalsukan seolah-olah benar dan tidak palsu, jika pemalsuan surat
itu dapat menimbulkan kerugian.
Pasal 279 :
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun :
Ke-1. Barangsiapa mengadakan pernikahan padahal mengetahui bahwa
pernikahan atau hal mengetahui bahwa pernikahan atau pernikahanpernikahannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu;
Ke-2. Barangsiapa mengadakan pernikahan padahal diketahui bahwa
pernikahannya atau pernikahan-pernikahan pihak lain menjadi penghalang
yang sah untuk itu.
(2) Jika yang melakukakn perbuatan yang diterangkan dalam ke-1,
menyembunyikan kepada pihak lainnya bahwa pernikahan-pernikahan
yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu, diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(3) Pencabutan hak tersebut dalam pasal 35 No. 1-5 dapat dinyatakan.
1.5.3. Pengertian Surat
Surat (geschrift) adalah suatu lembaran kertas yang di
atasnya terdapat tulisan yang terdiri dari kalimat dan huruf termasuk
angka yang mengandung atau berisi buah pikiran atau makna
tertentu, yang dapat berupa tulisan dengan tangan, dengan mesin
ketik, printer komputer, dengan mesin cetakan dan dengan alat dan
cara apa pun.
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
13
Membuat surat palsu ( valselijk opmaaken ) adalah membuat
sebuah surat yang seluruh atau sebagian isinya palsu. Palsu artinya
tidak benar atau bertentangan dengan yang sebenarnya.
Sementara
itu,
perbuatan
memalsukan
(vervalsen) surat adalah berupa perbuatan mengubah dengan cara
bagaimanapun oleh orang yang tidak berhak atas sebuah surat yang
berakibat sebagian atau seluruh isinya menjadi lain atau berbeda
dengan isi surat semula. Apabila perbuatan mengubah itu dilakukan
oleh orang yang tidak berhak, makapemalsuan surat telah terjadi.
Orang yang tidak berhak itu adalah orang selain pembuat surat.13
Sama
halnya
dengan
membuat surat palsu,
memalsu surat dapat terjadi selain terhadap sebagian atau seluruh
isi surat, dapat juga pada tanda tangan pembuat surat.
Perbedaan
prinsip
perbuatan
membuat surat palsu
dan
memalsu surat diantaranya perbuatan membuat surat palsu yaitu
sebelum perbuatan dilakukan dan belum ada surat, kemudian
membuat sebuah surat palsu yang seluruhnya dalam tulisan itu palsu,
sedangkan memalsukan surat yaitu surat yang asli terhadap isinya
(termasuk tanda tangan dan nama pembuat asli) dilakukan perbuatan
memalsu yang akibatnya surat yang semula benar menjadi surat yang
13
Adami Chazawi, Kejahatan terhadap Pemalsuan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2001, hal.3
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
14
sebagian atau seluruh isinya tidak benar dan bertentangan dengan
kebenaran atau palsu.14
1.5.4. Pengertian Perkawinan
Para Sarjana Hukum, antara lain Asser, Scholten, dan Wiarda
memberikan definisi sebagai berikut : “Perkawinan ialah suatu
persekutuan antara seorang pria dengan seorang wanita yang diakui
oleh Negara untuk bersama/bersekutu yang kekal”.15
Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 1
dikatakan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir dan bathin antara
seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa, selanjutnya pada pasal 2
ayat (1) disebutkan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan
menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 2 perkawinan adalah
suatu pernikahan yang merupakan akad yang sangat kuat atau
mittsaqon
ghalidzan
untuk
mentaati
perintah
Allah
dan
melaksanakanya adalah merupakan ibadah.
Dan dalam Ensiklopedi Hukum Islam dikatakan bahwa
perkawinan adalah merupakan salah satu upaya untuk menyalurkan
naluri seksual suami isteri dalam sebuah rumah tangga sekaligus
14
Adami Chazawi, op.cit, hal.100
15
R. Soeto Prawirohamidjojo M. P, Hukum Orang Dan Keluarga, (Surabaya, 1995),
hal.18
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
15
sarana untuk menghasilkan keturunan yang dapat menjamin
kelangsungan eksistensi manusia dibumi. 16
1.5.5. Pengertian Surat Palsu
Membuat surat palsu ini dapat berupa:
a.
Membuat
sebuah surat yang
sebagian
atau
seluruh
isi surat tidak sesuai atau bertentangan dengan kebenaran.
Membuat surat palsu
yang
demikian
disebut
dengan
pemalsuan intelektual (intelectuele valschheid);
b.
Membuat sebuah surat yang seolah-olah surat itu berasal dari
orang lain selain pembuat surat. Membuat surat palsu yang
demikian ini disebut dengan pemalsuan materiil (materiele
valschheid). Palsunya surat atau tidak benarnya surat terletak
pada asalnya atau si pembuat surat.
Di samping isinya dan asalnya surat yang tidak benar dari
membuat surat palsu, dapat juga tanda tangannya yang tidak benar. Hal ini
dapat terjadi dalam hal misalnya:17
a.
Membuat dengan meniru tanda tangan seseorang yang tidak ada
orangnya, seperti orang yang sudah meninggal dunia atau secara
fiktif (dikarang-karang);
16
Abdul Azis Dahlan, (Ed.) 2006. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT. Ichtiyar Baru
van Hoeve.
17
Adami Chazawi, Kejahatan terhadap Pemalsuan, PT. Raja Grafindo Persada, ( Jakarta,
2001 ), hal.100
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
16
b.
Membuat dengan meniru tanda tangan orang lain baik dengan
persetujuannya ataupun tidak.
Tidak
semua surat dapat
menjadi
obyek pemalsuan surat,
melainkan Terbatas pada 4 macam surat, yaitu:
1.
Surat yang menimbulkan suatu hak
2.
Surat yang menimbulkan suatu perikatan
3.
Surat yang menimbulkan pembebasan hutang
4.
Surat yang diperuntukkan bukti mengenai sesuatu hal.
Walaupun pada umumnya sebuah surat tidak melahirkan secara
langsung adanya suatu hak, melainkan hak itu timbul dari adanya
perikatan hukum atau perjanjian yang tertuang dalam surat itu, tetapi
ada surat-surat tertentu
yang
disebut surat formil
yang
langsung
melahirkan suatu hak tertentu, misalnya cek, bilyet giro, wesel, surat izin
mengemudi, ijazah dan lain sebagainya. 18
1.5.6. Pengertian Akta Cerai
Akta adalah suatu tulisan (surat) yang dibuat dengan sengaja
untuk dijadikan bukti tentang sesuatu peristiwa dan ditandatangani
oleh pembuatnya.
Akta autentik adalah akta yang dibuat oleh/dihadapan pejabat
yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuanketentuan yang telah ditetapkan baik dengan ataupun tanpa bantuan
18
Adami Chazawi, Kejahatan terhadap Pemalsuan, PT. Raja Grafindo Persada, ( Jakarta,
2001 ), hal.102
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
17
yang berkepentingan untuk dicatat didalamnya; surat yang sejak
semula dengan sengaja secara resmi dibuat untuk pembuktian jika
terjadi sengketa di kemudian hari.
Cerai adalah putus hubungan sebagai suami isteri pisah
dengan segala konsekuensi hukumnya.19
Dengan demikian akta cerai adalah suatu tulisan atau akta
yang dibuat oleh pejabat yg berwenang yang sengaja dikeluarkan
sebagai bukti bahwa telah putusnya hubungan suami istri.
1.5.7. Implementasi Per kawinan
Tentang perkawinan diatur dalam pasal 26 sampai dengan
pasal 102 B.W. Bab ini dibagi dalam satu ketentuan umum dan tujuh
sub bagian. Ketentuan umum hanya terdiri atas sebuah pasal saja
yaitu pasal 26 B.W.
Dalam bagian I di jumpai ketentuan-ketentuan tentang syaratsyarat intern atau materiil, berurutan antara pasal 27 sampai dengan
pasal 49 B.W. yang merupakan ketentuan-ketentuan yang mengatur
tentang perlangsungan perkawinan.
Dengan demikian sebuah perkawinan yang telah terbentuk
tersebut, tidak menutup kemungkinan akan terjadinya perceraian
antara keduanya sepanjang memenuhi syarat-syarat terjadinya
19
Kamus Hukum
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
18
perceraian sesuai dengan pasal 3 UU Nomor 1 tahun1974 antara
lain:
1. Berzinah, yaitu
hubungan bersetubuh dengan orang lain
daripada istri atau suaminya.
2. Meninggalkan tempat tinggal bersama-sama degan maksud
jahat, yaitu sesuatu tindakan yang dilakukan oleh suami
seseorang suami yang pergi dengan sengaja bersama wanita lain
dengan maksud untuk menikah secara diam-diam.
3. Dihukum penjara selama 5tahun atau lebih yang diucapkan
sesudah perkawinan.
4. Penganiayaan berat yang dilakukan suami atau istri, dilakuka
terhadap pihak lain, atau penganiayaan yang sedemikian rupa
dikhawatirkan bahwa pihak yang dianiaya itu, akan meninggal
dunia, atau suatu penganiayaan yang mengakibatkan luka-luka
yang berat pada badan pihak yang dianiaya.
5. Cacat badan atau penyakit yang timbul setelah pernikahan
dilakukan sedemikian rupa sehingga suami atau istri yang
menderita itu, tidak dapat melakukan hal sesuatu yang layak
dalam suatu perkawinan.
6. Percecokan diantara suami istri, yang tidak mungkin diperbaiki
lagi. 20
20
Ibid, hla.22
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
19
Apabila salah satu pihak melakukan hal-hal seperti yang
dilakukan diatas, maka kemungkinan besar perceraian akan
dikabulkan hakim, sehingga perkawinan yang dibina sebelumnya
akan bubar. Tetapi fakta menunjukkan bahwa perceraian juga terjadi
diluar ketentuan tersebut di atas, salah satu alasan perceraian juga
terjadi diluar ketentuan tersebut di atas, salah satu alasan perceraian
dapat dilakukan dengan dalih sudah tidak saling mencintai lagi dan
sebagainya. Dengan kata lain, banyak alasan yang lebih ringan
dibandingkan syarat-syarat di atas dijadikan alasan utuk melakukan
suatu perceraian.
Pada dasarnya dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1
Tahun 1974 menganut adanya adanya asas monogami dalam
perkawinan. Hal ini disebut dengan tegas dalam pasal 3 ayat 1 yang
menyebutkan bahwa, “pada asasnya seorang pria hanya boleh boleh
mempunyai seorang istri dan seorang wanita hanya boleh
mempunyai seorang suami. Akan tetapi asas monogamy dalam
Undang-Undang Perkawinan tidak bersiftat mutlak, artinya hanya
bersifat pengarah pada pembentukan perkawinan monogamy dengan
jalan mempersulit dan mempersempit penggunaan lembaga poligami
dan bukan menghapus sama sekali system poligami. Ini dapat
diambil sebuah argumen yaitu jika perkawinan poligami ini
dipermudah maka setiap laki-laki yang sudah beristri maupun yang
belum tentu akan beramai-ramai untuk melakukan poligami dan ini
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
20
tentunya akan sangat merugikan pihak perempuan juga anak-anak
yang dilahirkannya nanti dikemudian hari.
1.5.8. Implementasi Percer aian
Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pada
dasarnya mempersulit terjadinya perceraian. Alasan undang-undang
mempersulit perceraian ialah : 21
1.
Perkawinan itu tujuannya suci dan mulia, sedangkan
perceraian adalah perbuatan yang dibenci Tuhan;
2.
Untuk membatasi kesewenang-wenangan suami terhadap istri;
3.
Untuk mengangkat derajad dan martabat istri (wanita),
sehingga setara dengan derajad dan martabat suami (pria).
1.5.9. Pencatatan Perceraian
Panitera Pengadilan atau Pejabat Pengadilan yang ditunjuk
berkewajiban mengirimkan suatu helai salinan putusan yang telah
mempunyai kekuatan hokum tetap/yang telah dikukuhkan tanpa
bermaterai kepada Pegawai Pencatat ditempat perceraian itu terjadi
dan Pegawai Pencatat mendaftarkan pututsan perceraian dalam
sebuah daftar yang disediakan untuk itu. Apabila perceraian
dilakukan pada daerah hokum yang berbeda dengan daerah hokum
Pegawai Pencatat dimana perkawinan dilangsungkan, maka satu
helai salinan putusan yang telah mempunyai kekuatan hokum
21
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
2000 , hal. 109
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
21
tetap/yang telah dikukuhkan tanpa bermaterai, dikirimkan pula
kepada Pegawai Pencatat dimana perkawinan dilangsungkan, dan
oleh Pegawai Pencatat tersebut dicatat pada bagian pinggir dari
daftar catatan perkawinan, salinan putusan itu disampaikan kepada
Pegawai Pencatat di Jakarta (pasal 35 PP Nomor 9 Tahun 1975).22
Selambat-lambatnya tujuh hari setelah perceraian diputuskan,
Panitera Pengadilan Agama menyampaikann putusan yang telah
mempunyai kekuasaan hukum tetap itu kepada Pengadilan Negeri
untuk
dikukuhkan.
Pengukuhan
tersebut
dilakukan
dengan
membubuhkan kata “dikukuhkan” dan ditandatangani oleh Hakim
Pengadilan Negeri dan dibubuhi cap di nas pada putusan tersebut.
Selambat-lambatnya tujuh hari setelah diterima putusan dari
Pengadilan Agama, Panitera Pengadilan Negeri menyampaikan
kembali putusan itu kepada Pengadilan Agama (pasal 36 PP Nomor
1975).23
1.5.10. Upaya Hukum dalam Hukum Acara Pidana
Proses peradilan pidana dilakukan dengan berdasar pada
ketentuan hukum acara pidana yang
berlaku mulai dari proses
penyelidikan, penyidikan, dan persidangan di pengadilan sampai
putusan yang dijatuhkan oleh hakim serta upaya hukum yanag dapat
ditempuh oleh para pihak. Berdasarkan hukum acara pidana yang
22
Abdulkadir Kuhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
2000 , hal. 114
23
Ibid hal. 17
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
22
berlaku di Indonesia, dalam hal ini Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981
Tentang Hukum Acara Pidana selanjutnya
disebut
Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP), penyelidikan dilakukan
oleh setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia, sedangkan
penyidik dilakukan oleh pejabat polisi Negara Republik Indonesia
dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang.
Setelah proses penyidikan dianggap lengkap, maka berkas
perkara akan dilimpahkan ke pengadilan dalam lingkup peradilan
umum pada daerah hukum sesuai dengan kewenangan relatif
pengadilan
termaksud,
dan
selanjutnya
dilakukan
proses
persidangan yang diawali dengan dakwaan jaksa, dalam hal ini
didasari hasil penyidikan yang telah dilakukan. Ada beberapa
bentuk surat dakwaan yang dapat dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum,
yakni :
1. Surat dakwaan
tunggal
atau
biasa,
yaitu surat dakwaan
yang
disusun dalam rumusan tunggal atau berisi satu dakwaan saja.
2. Surat dakwaan alternatif, yaitu surat dakwaan yang mengandung lebih
dari satu dakwaan yang saling mengecualikan satu sama lain dan
memberi pilihan pada hakim untuk menentukan dakwaan mana yang
lebih tepat untuk dipertanggung jawabkan oleh terdakwa sehubungan
dengan tindak pidana yang dilakukannya.
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
23
3. Surat dakwaan subsidair, yaitu surat dakwaan yang terdiri dari dua atau
lebih
dakwaan
yang
disusun
secara
berurutan
mulai
dari
tindak pidana yang terberat sampai pada dakwaan tindak pidana yang
teringan.
4. Surat dakwaan kumulatif yaitu surat dakwaan yang disusun berupa
rangkaian dari beberapa dakwaan atas kejahatan atau pelanggaran, atau
dengan kata lain merupakan gabungan beberapa dakwaan sekaligus. 24
Pada dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum,
diuraikan mengenai terjadinya tindak pidana yang didakwakan kepada
terdakwa,
didasarkan
disertai
ketentuan hukum yang
pada
ketentuan
telah
dilanggar,
Kitab
baik
Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) atau peraturan perundang-undangan
lainnya di bidang pidana, sehingga dapat terlihat jelas hubungan kausal
antara peristiwa pidana yang didakwakan dengan pasal yang diterapkan,
untuk selanjutnya harus dibuktikan pada proses pembuktian.
Menurut ketentuan pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa
pembuktian dan putusan hakim dilakukan secara :
“ Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali bila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
24
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan Dan
Penuntutan, Sinar Grafika, ( Jakarta, 2003 ), hal. 392.
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
24
Sementara itu, pasal 184 KUHAP menegaskan mengenai alatalat bukti yang sah yaitu :
a.
b.
c.
d.
e.
Keterangan saksi
Keterangan ahli
Surat
Petunjuk
Keterangan terdakwa
Pembuktian pada peradilan pidana sangat mempengaruhi dan
menentukan tahap selanjutnya yaitu Penuntutan yang dilakukan oleh
Jaksa Penuntut Umum, yang mana didalamnya menekankan pada pasal
yang akan diterapkan serta bentuk pidana yang diharapkan akan
dijatuhkan pada terdakwa. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum kepada
terdakwa harus sesuai dan tidak melebihi hukuman sebagaimana telah
ditentukan dalam pasal yang diterapkan tersebut. Pada dasarnya ada
beberapa bentuk hukuman sebagaimana diatur dalam pasal 10 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu :
a.
Pidana pokok terdiri dari :
1. hukuman mati,
2. hukuman penjara,
3. hukuman kurungan, dan
4. hukuman denda.
b. Pidana tambahan terdiri dari :
1. pencabutan beberapa hak tertentu,
2. perampasan barang tertentu, dan
3. pengumuman keputusan hakim.
Ketentuan pidana yang terdapat pada setiap pasal dalam KUHP
atau peraturan perundang-undangan lainnya di bidang pidana didasari
dengan bentuk hukuman sebagaimana diatur dalam Pasal 10 KUHP di
atas.
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
25
Begitu pula dengan hakim, pada prinsipnya harus memutuskan
suatu perkara pidana sesuai proses pembuktian yang telah dilakukan.
Putusan hakim dalam suatu peradilanpidana dapat berupa :
1.
Putusan bebas, berarti terdakwa dijatuhi putusan bebas atau
dinyatakan bebas dari tuntutan hukum (vryjspraak) sebagaimana
diatur dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP, biasanya putusan bebas
ini ditentukan dari pemeriksaan di persidangan yang mana
kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya
tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Dengan kata lain,
putusan bebas secara yuridis dinilai hakim tidak memenuhi asas
pembuktian menurut undang-undang secara negatif, atau tidak
memenuhi batas minimum pembuktian.
2.
Putusan
lepas
dari
segala
tuntutan hukum,
sebagaimana
diatur dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP. Putusan lepas dari segala
tuntutan hukum didasari kriteria bahwa apa yang didakwakan
kepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, atau
sekalipun terbukti, hakim berpendapat bahwa perbuatan yang
didakwakan tidak merupakan tindak pidana, dengan kata lain tidak
ada
unsur
pertanggungjawaban
pidananya, dalam hal
ini
dimungkinkan ada alasan pembenar dan/atau alasan pemaaf.
3.
Putusan pemidanaan, yang diatur dalam pasal 193 KUHAP. Pasal
termaksud mengatur bahwa terdakwa dijatuhi hukuman pidana
sesuai
dengan
ancaman
yang
ditentukan
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
dalam pasal
26
tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa dan tidak
melebihi ancaman pidana yang dituntut oleh Jaksa Penuntut
Umum dalam surat tuntutannya.25
Apabila pengadilan berpendapat dan menilai terdakwa terbukti
bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, maka
hakim akan menjatuhkan hukuman kepadanya berdasarkan pembuktian
yang telah dilakukan dalam proses persidangan tersebut, dengan
sekurang-kurangnya dibuktikan dengan dua alat bukti yang sah yang
memberi keyakinan kepada hakim terdakwalah pelaku tindak
pidananya, sebagaimana diatur dalam Pasal 183 KUHAP.
Syarat pemidanaan terdiri dari perbuatan dan orang. Unsur
perbuatan meliputi perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang
dan perbuatan yang bersifat melawan hukum dengan tidak ada alasan
pembenar. Unsur orang terkait dengan adanya kesalahan pelaku yang
meliputi kemampuan bertanggungjawab dan kesengajaan (dolus) atau
kealpaan (culpa) serta tidak ada alasan pemaaf.
Apabila syarat-syarat pemidanaan tersebut terpenuhi, maka
dapat dilakukan pemidanaan terhadap pelaku pidana atau terdakwa.
Namun demikian, sebelum penjatuhan pidana, terdapat aspek yang
harus dipertimbangkan di luar syarat pemidanaan yang meliputi aspek
korban dan aspek pelaku. Aspek korban meliputi kerugian dan/atau
25
Ibid, hal.334
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
27
penderitaan akibat tindak pidana yang menimpanya, serta derajat
kesalahan korban dalam terjadinya tindak pidana (victim precipitation).
Kerugian dan/atau penderitaan korban yang besar dan/atau berat
merupakan aspek memberatkan pemidanaan terhadap pelaku, begitu
pula sebaliknya, sedikit dan/atau ringannya kerugian dan/atau
penderitaan korban merupakan aspek meringankan pemidanaan bagi
terdakwa yang terbukti melakukan kejahatan termaksud.
Semakin tinggi derajat victim precipitation, maka semakin besar
dipertimbangan aspek yang meringankan terdakwa. Aspek pelaku
yang dipertimbangkan meliputi sikap dan perilaku terhadap korban
setelah terjadinya tindak pidana, kepribadian serta komitmen terhadap
penyelesaian kasus yang dihadapi.
Atas kondisi seperti dijelaskan di atas, seringkali hakim pada
proses peradilan pidana menjatuhkan putusan yang cenderung lebih
ringan atau di bawah tuntutan jaksa penuntut umum. Walaupun hal itu
tidak
dilarang
menurut
undang-undang,
namun
menjadikan
ketidakpuasan masyarakat terutama korban dan keluarganya atas
putusan hakim tersebut, yang dianggap tidak mencerminkan adanya
kepastian hukum dan tidak memenuhi rasa keadilan.
1.5.11. Sanksi Pidana
Menurut pasal 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP)
menyatakan
bahwa
apabila
seseorang
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
menyuruh
28
memasukkan keterangn palsu kedalam suatu akta otentik mengenai
sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu,
dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai
akta itu seolah-olah keterangnnyasesuai dengan kebenaran,
diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan
pidana penjara paling lama 7 tahun.
1.6. Metode Penelitian
1.6.1. J enis Penelitian dan Tipe Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu
type penelitian hukum yang difokuskan untuk mengkaji penerapan
kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hokum positif. 26
1.6.2. Sumber Data
Dalam penelitian ilmu hokum normative, sumber utamanya
adalah bahan hokum bukan data atau fakta social karena dalam
penelitian ilmu hokum normative yang dikaji adalah bahan hokum
yang berisi aturan-aturan yang bersifat normative.27
a) Sumber Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer
yang dimaksud adalah Peraturan
perundang-undangan RI.
26
Ibrahim Jhonny, Teori dan Metodologi Penetian Hukum Normatif, Malang : PT. Bayu
Media Publishing, 2010, hal.295
27
Bahder Johan nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung, Mandar Maju, 2008,
hal. 86
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
29
b) Sumber Bahan Hukum Sekunder
Adalah bahan hokum yang menjelaskan secara umum
mengenai bahan hokum primer, hal ini bisa berupa :
a. Buku-buku Ilmu Hukum
b. Jurnal Ilmu Hukum
c. Laporan Penelitian Ilmu Hukum
d. Internet dan bahan yang terkait dengan permasalahan yang
dibahas.
c) Sumber Bahan Hukum Tersier
Merupakan bahan hokum sebagai perangkap dari kedua
bahan hukum sebelumnya terdiri dari :
a. Kamus Hukum
b. Kamus Besar Bahasa Indonesia
1.6.3. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara
menganalisis Peraturan Perundang-undangan dan masalah yang
dibahas, dipaparkan, disistimatisasi, kemudian dianalisis untuk
meneginterpretasikan hokum yang berlaku.
1.6.4. Metode Analisis Data
Pengolahan data menggunakan metode diskriptif analisis
artinya data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap
data primer dan data sekunder. Deskriptif tersebut, meliputi isi dan
struktur hokum positif yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh
Hak cipta @ milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
30
penulis untuk menentukan isi dan makna aturan hokum yang
dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hokum yang
menjadi objek kajian. 28
1.6.5. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat atau daderah yang dipilih
sebagai tempat pengumpulan data dilapangan untuk menemukan
jawaban atas masalah. Lokasi yang dipilih sebagai penelitian adalah
Pengadilan Negeri Surabaya.
1.6.6. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini adalah 3 (tiga) bulan, dimulai dari bulan
April 2011 sampai dengan Juni 2011. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan pertengahan April. Tahap persiapan penelitian ini
meliputi : penentuan judul penelitian, penyusunan proposal, seminar
proposa