Studi Deskriptif Mengenai Kesenjangan Antara Iklim Kerja yang Dirasakan dengan Iklim Kerja yang Diharapkan pada Desainer di Studio Desain "X" di Bandung.

(1)

Fandy Febriansyah, NRP 0533029, Studi Deskriptif Mengenai Kesenjangan Iklim Kerja Yang Dirasakan Dengan Iklim Kerja Yang Diharapkan Pada Designer Studio Desain “X” di kota Bandung. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai kesenjangan iklim kerja pada disigner studio desain “X” di kota Bandung. Variabel penelitian adalah iklim kerja yang dilandasi oleh teori dari Litwin dan Stringer, 1968, teori lain yang bisa digunakan untuk mendukung variabel adalah teori kebutuhan dan teori perkembangan.

Rancangan penelitian ini diukur dengan alat ukur questioner yang dilandasi teori Organizational Citizenship Behavior dengan validitas sebesar 0,035 - 0,870 diolah menggunakan rumus Rank Spearman dan reliabilitas sebesar 0,570 diolah menggunakan rumus Alpha Cronbach. Penelitian dilakukan pada Designer studio desain “X” di kota Bandung dengan sampel sejumlah 30 orang diambil dengan teknik purposive sampling.

Data diolah dengan menggunakan analisis distribusi frekuensi. Iklim kerja dari alat ukur ini menjaring enam dimensi iklim kerja yaitu conformity, responsibility, standart, reward, organizational clarity, dan team spirit. Keenam dimensi tersebut dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal.

Hasil yang diperoleh yaitu Designer studio desain ”X” yang mempunyai iklim kerja rendah sebanyak 93,3% dan tinggi sebanyak 6,7%. Designer dengan iklim kerja yang rendah menampilkan seluruh dimensi iklim kerja yang rendah juga. Sedangkan Disigner dengan iklim kerja tinggi menampilkan dua dimensi yang tergolong tinggi yaitu Clarity dan Team Spirit. Faktor-faktor lain yang memengaruhi Iklim kerja rendah adalah faktor karakteristik internal, karakteristik secara keseluruhan, karakteristik individu. Peneliti mengajukan saran agar Studio desain “X” mengetahui kondisi-kondisi psikologis iklim kerja sehingga mengetahui intervensi yang dapat dilakukan secara sistematik, yang dapat membantu designer untuk menghayati iklim kerja yang tinggi dan mengurangi permasalahan-permasalahan dari dampak penghayatan iklim kerja yang rendah.


(2)

Abstrak

Fandy Febriansyah, NRP 0533029, Gaps Regarding Descriptive Study of Work Climate on Climate Perceived Work With Expected In Design Studio Designer "X" in the city of Bandung. This research was conducted to know the description of the climate gap disigner design studio working on "X" in the city of Bandung. Variable is the climate research work based on the theory of Litwin and Stringer, 1968, another theory that can be used to support variable is the theory and the theory of develop mental needs.

The design of this study was measured with a questionnaire measuring instrument that based on the theory of Organizational Citizenship Behavior with the validity of 0.035 to 0.870 is processed using the Spearman Rank formula and reliability of 0.570 is processed using the Cronbach alpha formula. The study was conducted on the Designer design studio "X" in the city with a sample of some 30 people were taken with a purposive sampling technique. Data processed using the frequency distribution analysis. Work climate of this measure to capture six dimensions of work climate that is conformity, responsibility, standards, rewards, organizational clarity, and team spirit. The six dimensions are influenced by external factors and internal factors.

The results obtained by the Designer design studio "X" which has a low work climate as much as high as 93.3% and 6.7%. Designer with low work climate that displays all the dimensions of work climate that is also low.While working climate Disigner with high two-dimensional displays that are categorized as high as Clarity and Team Spirit. Other factors that affect the climate of low employment are factors internal characteristics, the overall characteristics, individual characteristics. Researchers propose suggestions for the design studio "X" to know the conditions so that the work climate of psychological interventions that can be done knowing systematically, which can help the designer to appreciate the high working climate and reduce the problems of climate impacts of low jobappreciation.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK………...i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...iii

DAFTAR SKEMA...vii

DAFTAR TABEL...viii

DAFTAR LAMPIRAN... ..ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 10

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian... 10

1.3.1 Maksud penelitian... 10

1.3.2 Tujuan Penelitian... 10

1.4 Kegunaan Penelitian... 10

1.4.1 Kegunaan Ilmiah... 10

1.4.2 Kegunaan Praktis... 11

1.5 Kerangka Pemikiran...12


(4)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Kebutuhan... ....23

2.1.1 Definisi Kebutuhan ... ....23

2.2 Iklim kerja ... ....26

2.3 demensi-demensi iklim kerja ... ....29

2.3.1 Pengukuran iklim kerja ... ....33

2.4 Tahap Perkembangan masa dewasa awal ... ....35

2.4.1 karakteristik usia dewasa awal ... ....36

2.4.2 Tugas perkembangan Dewasa Awal...38

2.5 Teori Kesenjangan .......39

2.6 Pengertian persepsi ... ...40

BAB - III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian... ....42

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... ....43

3.2.1 Variabel Penelitian ... ....43

3.2.2 Definisi Operasional... ....43

3.3 Populasi ... ....44

3.3.1 Karakteristik populasi ... ....44


(5)

3.6. Validasi dan Reliabilitas...46

3.6.1. Validasi Alat Ukur...46

3.6.2. Realibilitas Alat Ukur...48

3.7. Teknik Analisis Data...48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Responden...51

4.1.1. Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Klamin...51

4.1.2. Gambaran Responden Berdasarkan Lama Kerja...52

4.2. Gambaran Hasil Penelitian...52

4.2.1. Tabulasi Silang Antara Iklim Kerja Dengan Dimensi Iklim Kerja...53

4.3. Pembahasan...57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan...67

5.2. Saran...68

5.2.1. Saran Teoritis...68

5.2.2. Saran Praktis...68 DAFTAR PUSTAKA


(6)

DAFTAR SKEMA

1.1 Skema kerangka pemikiran…... 21


(7)

3.1 Enam dimensi Iklim kerja...45

3.2. Skor pemilihan jawaban……….46

4.1.1 Gambaran responden berdasarkan jenis klamin………...51

4.1.2 Gambaran Responden berdasarkan lama kerja……….52

4.2. Gambaran Hasil penelitian iklim kerja………..53

4.2.1 Tabulasi silang antara iklim kerja dengan reward………...53

4.2.2. Tabulasi silang antara iklim kerja dengan standart……….54

4.2.3. Tabulasi silang antara iklim kerja dengan conformity………55

4.2.4. Tabulasi silang antara iklim kerja dengan responsibility………55

4.2.5. Tabulasi silang antara iklim kerja dengan team sprit……….56


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran AKata pengantar kuesioner penelitian

Lampiran A.1 Data responden

Lampiran A.2 Kuesioner Iklim Kerja dan Data Penunjang

Lampiran BHasil perhitungan Validitas kuesioner

Lampiran CHasil Realibility Analysis – Scale (Alpha Cronbach)

Lampiran D Tabulasi Silang Antara Iklim Kerja dengan Dimensi Iklim Kerja.


(9)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan modern, setiap produk, baik barang maupun jasa membutuhkan suatu bentuk iklan sebagai bagian dari strategi pemasaran untuk dapat menembus pasar konsumen yang menjadi sasarannya. Media pemasaran dengan iklan dapat berbentuk iklan media cetak, iklan media elektronik dan lain sebagainya. Iklan dibuat dengan suatu desain yang dirancang dalam suatu studio desain. Iklan dibuat dengan suatu desain yang dirancang oleh para ahli yang profesional, untuk dapat menggambarkanmaksud dan tujuannya untuk mengekomunikasikan produk dan jasa kepada para calon konsumen

Desain adalah sebuah pekerjaan yang membutuhkan pemikiran kreatif dan inovatif. Desain adalah sebuah pekerjaan yang membutuhkan pemikiran yang inovatif. Desain merupakan perencanaan dalam pembuatan sebuah objek, sistem, komponen atau struktur. Dalam artian yang lebih luas, desain merupakan seni terapan dan rekayasa yang berintegrasi dengan teknologi. Desain dikenakan pada bentuk sebuah rencana, dalam hal ini dapat berupa proposal, gambar, model, maupun deskripsi. Jadi dapat dikatakan, desain merupakan sebuah konsep tentang sesuatu. Seorang perancang atau orang yang mendesain sesuatu disebut desainer, namun desainer lebih lekat kaitannya dengan profesional yang bekerja dilingkup


(10)

2

desain yang bekerja untuk merancang sesuatu yang menggabungkan atau bereksplorasi dalam hal estetika dan teknologi. Lebih spesifik desain merupakan sebuah aktifitas yang bertujuan untuk membangun kualitas multi elemen dalam sebuah objek, proses, layanan dan sistem mereka dalam siklus hidup produk tersebut (www.google.com). Oleh karena itu, desain merupakan faktor utama inovasi manusia dalam teknologi dalam prosesnya berintegrasi dengan budaya, sosial dan ekonomi. Namun sayangnya, tidak semua perusahaan memiliki kemampuan untuk dapat menjabarkan hal-hal yang diinginkan dalam bentuk tampilan visual yang menarik.

Untuk memenuhi kebutuhan berbagai perusahaan, maka Studio Desain dibuat. Sebuah studio desain diharapkan dapat menciptakan desain yang inovatif dan kreatif agar dapat mempunyai ciri khas studio tersebut. Untuk dapat menghasilkan hasil tersebut, studio desain harus memiliki desainer yang berkompeten dan ahli di bidangnya. Para desainer ini bertugas untuk meuangkan visi, nilai-nilai, dan konsep produk yang ada ke dalam tampilan yang menarik, sehingga iklan yang dibuat dapat menjadi hal yang mendorong konsumen untuk dapat membeli produk/jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. Untuk itu, kegiatan kerja sebagai seorang desainer sangat membutuhkan kerativitas, bukan hanya merancang tampilan visual yang menarik, namun juga mengintegrasikan prinsip kegunaan dan manfaat dari produk yang ditunjukkan.

Salah satu studio desain yang cukup dikenal di Bandung adalah studio desain “X”. Peneliti meawancarai owner dari Studio Desain “X”, dan mendapatkan informasi, bahwa Studio desain “X” memiliki klien dengan brand-brand ternama. Studio


(11)

desain tersebut biasanya menggunakan jasa gambar sesuai keinginan klien. Sebagai sebuah perusahaan, studio desain “X” dikepalai oleh soran creative director, yang bertugassebagai pengambil keputusan atas apa yang harus dilakukan oleh studio tersebut misalnya mencari klien dan menyetujui bekerja sama dalam suatu hubungan kerja dengan suatu produk. Jabatan berikutnya adalah art director yang bertugas sebagai penyaring atau pengelola ide-ide yang diberikan oleh klien, dan mencari sebuah tema tentang suatu produk yang nantinya akan diserahkan kepadacreative director untuk disetujui.

Jabatan berikutnya adalah account executive yang bertugas menghitung pengeluaran dan budget dari klien dan kemudian diserahkan kepada account executive. Jabatan berikutnya adalah desainer yang bertugas untuk mengembangkan tema yang diberikan olehart director sebagai sebuah hasil suatu produk. Dan jabatan yang paling bawah adalah junior desainer yang bertugas sama seperti desainer namun dibedakan atas bobot yang diberikan. Studio desain “X” biasa membuat produk seperti poster, kalendar, iklan media maupun cetak. Dengan pembagian tugas seperti ini, setiap karyawan memiliki tugas masing-masing dalam setiap fase pembuatan desain, dari konseptualisasi, sampai diterimanya suatu desain iklan oleh perusahaan pemesan. Dengan 30 orang karyawan yang ada, maka setiap posisi diharapkan dapat melakukan peranannya dengan baik dalam menyelesaikan desain yang dibuat.

Dari hasil wawancara dengan CreativeDirector Studio Desain “X”, sebagian besar karyawan studio desain “X” adalah fresh graduate,karena menurut pemilik studio tersebut karyawan yang baru saja lulus memiliki ide-ide yang fresh dan


(12)

4

masih original. Studio desain pada umumnya hanya mau menerima karyawan yang sudah memiliki pengalaman kerja, namun studio desain “X” berfikiran sebaliknya. Para klien sangat menginginkan ide yang masih original, dan ide-ide tersebut hanya dimiliki oleh para karyawan yang belum memiliki pengalaman kerja atau karyawan yang baru lulus. Berdasarkan informasi yang didapat dari perusahaan, jumlahturn over di perusahaan cukup tinggi. Dalam 1 tahun terakhir saja, karyawan yang telah mengundurkan diri sebanyak 45 orang sehingga perusahaan perlu menambah karyawan baru dengan mencari fresh graduate. Perputaran karyawan yang sangat cepat ini membuat studio desain “X” harus terus menerus mencari karyawan baru, untuk dapat menutupi kebutuhan yang muncul akibat karyawan yang keluar.

Studio desain “X” mempunyai aturan-aturan untuk mengontrol karyawan dalam bekerja, namun pelaksanaannya aturan dan job description tidak berjalan sesuai dengan aturan danjob descriptionyang telah ditetapkan. Hal ini ditegaskan oleh 7 dari 10 karyawan (70%) desain yang mengatakan aturan yang berlaku tidak sesuai dengan job description. Misalnya seorang desainer harus mengelola dan menyaring ide-ide yang diberikan oleh klien dan dirumuskan ke dalam suatu tema tertentu, sedangkan tugas tersebut adalah tugas art director. Apabila para desainer sudah menemukan tema dalam sebuah produk tertentu sering kali ide-ide mereka ditolak tanpa penjelasan yang jelas. Menurut 7 dari 10 (70%) karyawan tugas-tugas yang mereka kerjakan sering tidak sesuai dengan job description mereka. Karyawan diberikan tugas-tugas yang tidak sesuai dengan bidang mereka. Misalnya seorang marketing harus mencari seorang klien yang seharusnya tugas


(13)

tersebut dikerjakan oleh account executive. Hal ini seringkali membuat para karyawan menjadi bingun akan tugas dan perannya dalam lingkungan perusahaan. Hal ini, diungkapkan oleh Creative Director studio “X” sebagai resiko yang muncul sebagai akibat kurangnya tenaga kerja karena banyaknya karyawan yang keluar. Ia mengharapkan, jika perushaaan dapat merekrut lebih banyak lagi karyawan, maka struktur kerja yang tumpang-tindih seperti saat ini dapat dihindari.

Dari hasil wawancara dengan creative director studio desain “X”, sebagianbesar karyawan studio desain ‘X” adalah karyawan fresh graduate. Pertimbangan untuk merekrut karyawan fresh graduate ini adalah karena mereka dianggap lebih kreatif, inovatif, dan memiliki ide-ide yang maish fresh dan original. Meskipun studio desain lainumumnya hanya mau menerima karyawan uang sudah memiliki pengaaman kerja, namun studia desain “X” justru lebih menekankan pada ide-ide kreatif dari para desainer muda....

Namun, berdasarkan wawancara dengan pemilik, diketahui bahwa jumlah turn over dalam lingkungan studio desain menunjukkan angka yang cukup tinggi, yaitu mencapai 45 orang hanya dalam waktu 1 tahun. Hal ini membuat Studio Desain “X” harus terus menerus merekrut desainer-desainer baru untuk menggantikan para karyawan yang keluar. Hal ini membuat Studio Desain “X” perlu aktif dalam mencari karyawan yang baru.

Dalam lingkungan Studio Desain “X”, aturan-aturaan dan tata tertib bekerja sudah ditetapkan, dan setiap keryawan memiliki Job Description yang sudah jelas.


(14)

6

Namun sayangnya, dalam pelaksanaan kegiatan kerja, Job Description ini seringkali tidak dapat dilaksanakan, karena berbagai situasi yang membutuhkan keputusan dan tindakan yang cepat membuat par akaryawan sering kali mendapatkan tugas-tugas tamabhan diluar job description yang sudah ditetapkan . Para karyawan menyatakan bahwa pihak manajemen mengutamakan penilaian kehadiran kerja karyawan. Apabila karyawan tidak pernah bolos akan mendapatkan bonus di akhir tahun. Karyawan juga akan mendapatkan bonus jika mampu menyelesaikan tugas dengan resiko menantang, misalnya seperti mendapatkan brand-brand ternama sebagai klien mereka. 7 dari 10 (70%) karyawan sebenarnya menyukai tantangan dalam memberikan ide-ide ke dalam suatu produk, Dan mereka menyukai dengan adanya target yang diberikan dikarenakan dapat meningkatkan semangat kerja karyawan.

meningkatkan gaji dan tunjangan yang diberikan. Hal ini muncul, karena para karyawan hanya memilii gaji sebesar rata-rata Rp. 1,8 juta rupiah, dan tidak mnerima bonus dari hasil kerja dari perusahaan. ...Jam kerja karyawan juga tidak teratur sesuai dengan perjanjian kerja di awal, misalanya sebagian ebsar karyawan bekerjaa dari pukul 08.30-22.00, padahal di kontrak kerja, diungkapkan bahwa jam kerja akan berakhir pada pukul 17.30.

Dari hasil wawancarapeneliti dengan 7 dari 10 orang desainer di studio desain “X”, mereka menghayati bahwa tugas yang diberikan berat, dengan tenggat waktu yang sangat singkat. Satu proyek biasanya dikerjakan dalam waktu 1 minggu, dan


(15)

terkadang satu orang karyawan memiliki dua-tiga proyek yang harus dikerjakan bersamaan, dalam tenggat waktu yang sama. Tenggat waktu yang diberikan ileh atasan sering menjadi keluhan desainer, karena disaat yang sama, mereka harus mengerjakan berbagai desain dalam waktu yang singkat. Hal ini membuat para desainer harus membawa pulang tugas-tugas yang dimiliki, dengan cara bekerja di rumah.

Karyawan menghayati bahwa dalam perusahaan terdapat keadaan saling mempercayai, tolong menolong, bersahabat dan hubungan yang baik antara anggota di lingkungan kerja cukup baik. Ada sebanyak 7 dari 10 karyawan memandang kurang cocok dengan account executive, tapi antara desainer sangat menjaga hubungan yang baik dengan desainer yang lain dan saling membantu.

Apabila ada tugas atau ide-ide yang belum mereka temukan maka para desainer saling membantu untuk memberikan ide-ide kepada desainer lainnya. Dalam situasi ini para desainer dan art director dan account executive sering mengalami ketidak cocokan sehingga mereka merasa art director dan account executivetidak kooperatif dengan paradesainer dalam pengembangan ide-ide atau tema tertentu. Sering ide-ide mereka ditolak tanpa ada penjelasan tertentu. Hal ini sering membingungkan para karyawan, karena situasi kerja yang ada dalam lingkungan kerja menjadi tidak konsisten, dimana kebijakan dapat berubah kapan saja, dan terkadang merugikan para karyawan. Mereka menghayati, bahwa situasi kerja yang ada sebenarnya menyenangkan, namun tidak didukung oleh adanya


(16)

8

suatu struktur kepemimpinan dan aturan yang sesuai dengan keinginan mereka. Dari hasil wawancara, peneliti menemukan bawja sebagian (50%) dari karywan yang diwawancarai mengungkapkan bahwa mereka cukup puas dengan situasi kerja yang ada dalam lingkungan studio ‘X”, namun sebagian karyawan lain justru mengungkapkan sebaliknya, bahwa kegiatan kerja di studio “X” memiliki situasi yang kurang menyenangkan.

Sebagian besar (8 dari 10 orang karyawan / 80%) karyawan yang diwawancarai setuju, bahwa tingkat Turn over sangat tinggi terjadi pada jabatan desainer yaitu mencapai 45 orang dalam setahun. Hal tersebut juga disebabkan oleh kontrak kerja yang tidak jelas sehingga para disainer bisa memutus kontrak kerja mereka, dan penyebab lain adalah gaji meraka yang tidak sesuai dengan pekerjaan mereka. Hal ini, menurut mereka muncul dari adanya unsur-unsur ketidakpuasan dalam lingkungan kerja. Mereka mengungkapkan, bahwa sebenarnya mereka merasa nyaman dalam bekerja, dan senang karena dapat menerapkan kreativitas mereka dalam kegiatan bekerja, namun merasa bingung status dan aturan yang kurang jelas yang berlaku dalam lingkungan kerja.

Ada 7 dari 10 orang desainer yang menhayati, bahwa mereka tidak emmiliki hubungan yang baik dengan account executive, namun memiliki hubungan yang baik dengan rekan-rekan desainer. Saat mereka belum menemukan ide yang dapat digunakan untuk desainnya, mereka akan saling membantu memberikan ide pada desainer lain. Hal ini membuat para desainer lebih nyaman untuk berbagai satui dengan yang lain. Sedangkan, para desainer sendiri justru lebih banyak berdebat dan memiliki konflik dengan account executive, yang banyak dianggap


(17)

tiak kooperatif, dengan tidak emmberikan umpan balik yang sesuai dengan yang diharapkan, uantuk dapat menghasilan bentuk desain yang dapat diterima.

Hasl tersebut, memebuat para karyawan mengungkapkan, bahwa seharusnya kegiatan kerja yang ada dalam studio ‘X” seharusnya menjadi lingkungan yang menyenangkan dan kreatif,namu karean tidak didukung oleh struktur yang sesuai dengan keinginan mereka, maka situasi tersebut menjadi kurang nyaman. Di satu sisi, mereka merasa nyaman karena mereka dapat mengungkapkan dan mengekpresikan ide mereka, namun situasi kerja yang masih tumpang tindih dan tidak didukung oleh adanya sistem umpan balik yang psotif dari lingkungan kerja, membuat mereka merasa kurang nyaman bekerja lebih lanjut. Hal ini sangat disesalkan, karena sebenarnya apda kontrak kerja yang dibuat, tugas-tugas yang harus dilaksanakan sudah tertulis dengan jelas, namun pada pelaksanaannya, jika para desainer ingin keluar, maka perusahaan tidak memilikikekuatan untuk dapat mencegah.

Para karyawan, tentu memiliki harapan akan situasi kerja yang diinginkan, dan dapat menilai, apakah situasi kerja yang dimiliki saat ini sesuai dengan harapan tersebut. Kondisi ini, dapat dipahami sebagai Iklim Kerja. Iklim kerja merupakan kepribadian organisasi yang timbul dan berkembang dari berbagai situasi dan kondisi dalam pekerjaan, dirasakan oleh anggota organisasi sebagai hasil persepsinya yang dipengaruhi oleh kebutuhan dari harapan individu dan yang membedakan antara organisasi satu dengan organisasi lain. Litwin & Mayer


(18)

10

(1971). Artinya, harapan dan penilaian individu dalam memahami lingkungan kerja di Studio Desain “X” akan menentukan, seperti apa organisasi tempatnya bekerja sesuai dengan kedua hal ini. Saat seorang memahami, bahwa iklim kerja yang dimiliki dalam lingkungan kerjanya sesuai dengan harapannya, maka hal tersebut akan memunculkan persepsi yang positif terhadap lingkungan kerja.

Namun, dalam lingkungan kerja Studio Desain “X”, peneliti menemukan bahwa harapan dan kenyataaan karyawan sangat beragam. Karyawan mempunyai beban kerja yang besar, namun jumlah karyawan tidak seimbang dengan banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan. Survey awal yang saya lakukan terhadap 10 responden, 8 orang responden mengatakan tidak puas dengan iklim kerja yang berada diperusahaan tersebut. Sedangkan 2 orang responden mengatakan cukup puas dengan iklim kerja perusahaan tersubut dikarnakan lingkungan pekerjaan yang menyenangkan dan mendapatkan pengalaman yang sangat banyak.

Dalam lingkungan kerja studio desain “X”, peneliti menemukan bahwa harapan dan kenyataan yang dimiliki oleh para karyawan memiliki keragaman, dimana ada para karyawan yang menhayati terdapat kesenjangan yang jauh antara harapan dan kenyataan, dimana lebih menunjukkan ketidakpuasan dengan lingkungan kerja, di sisi lain, ada lagi ada karyawan yang menghayati kesenjangan yang tidak terlalu besar, dan mereka menghayati, bahwa mereka merasa cukup puas terhadap kondisi kerja yang ada dalam lingkaungan Studio Desain “X”


(19)

Berdasatkan informasi di atas, didapat bawha dalam lingkungan Studio Desain ‘X” terdapat berbagai permasalahn yang muncul sebagai akibat dari adanya kesenjangan yang muncul dari harapan dan kenyataan terhadap iklim kerja. Hal tersebut, mendorongpeneliti untuk melakukan penelitian mengenai Kesenjangan antara Iklim kerja yang diharapkan dan Iklim kerja yang dirtasakan para para keryawan yang bekerja di lingkungan Studio Desain “X”

1.2 Identifikasi masalah

Bagaimana gambaran kesenjangan iklim kerja yang dirasakan dengan iklim kerja yang diharapkan pada desainer di studio desain “X” di kota Bandung.

1.3 Maksud dan tujuan penelitian 1.3.1 Maksud penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai iklim kerja pada desainer di studio desain “X” di Bandung.

1.3.2 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data yang rinci mengenai kesenjangan iklim kerja yang dirasakan dengan iklim kerja yang diharapkan desainer di studio desain “X” di Bandung, dan keterkaitannya dengan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi.

1.4 Kegunaan penelitian 1.4.1 Kegunaan teoritis


(20)

12

 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dalam bidang psikologi industri dan organisasi, khususnya mengenai masalah iklim kerja.

 Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai salah satu masukan untuk penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan iklim kerja. 1.4.2 Kegunaan praktis

 Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi pada pihak Studio Desain “X” untuk dapat meningkatkan keseuaian antara iklim kerja yang menjadi harapan para karyawan dengan iklim kerja aktual. Informasi tersebut dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi pimpinan perusaan dalam upaya memperbaiki iklim kerja yang ada dalam perusaan.

 Memberikan Informasi kepada para supervisor desainer mengenai gambaran iklim kerja yang dirasakan dengan iklim kerja yang diharapkan menurut desainer. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi para supervisor untuk memahami para desainer, khusunya mengenai iklim kerja yang ada dan iklim kerja yang diharapkan dalam rangka meningkatkan produktifitas atau hasil kerja desainer.


(21)

Sebuah studio desain diharapkan dapat menciptakan desain yang inovatif dan kreatif agar dapat mempunyai ciri khas studio tersebut. Untuk dapat menghasilkan hasil tersebut, studio desain harus memiliki desainer yang berkompeten dan ahli di bidangnya. Seorang desainer membutuhkan suasana kerja yang mendukung untuk menciptakan suatu desain yang baru sesuai dengan harapan kliennya. Oleh karena itu, desain merupakan faktor utama inovasi manusia dalam teknologi dalam prosesnya berintegrasi dengan budaya, sosial dan ekonomi.

Untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki oleh perusahaan sebagai sebuah kesatuan, maka diperlukan iklim kerja yang baik dalam perusahaan. Iklim kerja dalam suatu organisasi digambarkan sebagai segala sesuatu yang terdapat dalam lingkungan kerja, yang dirasakan secara langsung maupun tidak langsung oleh orang-orang yang berbeda dalam lingkungan tersebut. Iklim kerja dapat dianggap sebagai personality dari organisasi. Dalam hal ini, pengalaman masa lalu memainkan peran penting dalam penentuan iklim sekarang. Iklim dipengaruhi oleh hambatan-hambatan yang terjadi karena sistem organisasi formal dan oleh sifat tugas-tugas yang diisyaratkan bagi pekerja. Di studio desain “X” iklim organisasi tidak memiliki struktur yang jelas dimana para karyawan mengerjakan tugas-tugas yang tidak sesuai dengan job description. Kebutuhan- kebutuhan, harapan-harapan serta nilai-nilai yang khusus dari anggota organisasi memberikan masukan yang berarti bagi iklim kerja dalam kaitannya dengan definisi diatas. Penting untuk dicatat bahwa iklim bukanlah suatu realitas objektif. Faktor


(22)

14

penting dalam iklim kerja adalah persepsi dari anggota organisasi, maka secara umum dapat dikatakan bahwa iklim kerja merupakan kepribadian organisasi yang timbul dan berkembang dari berbagai situasi dan kondisi dalam pekerjaan, dirasakan oleh anggota organisasi sebagai hasil persepsinya yang dipengaruhi oleh kebutuhan dari harapan individu dan yang membedakan antara organisasi satu dengan organisasi lain. Litwin & Mayer (1971, dalam Kold, 1974 menyatakan bahwa iklim kerja memiliki dimensi-dimensi conformity, responsibility, standards, reward, organizational clarity danteam spirit.

Dimensi iklim kerja yang pertama adalah conformity. Conformity adalah derajat penghayatan karyawan terhadap pembatasan-pembatasan dalam organisasi kerja, bahwa banyak aturan-aturan, prosedur-prosedur, kebijaksanaan dalam praktek-praktek yang harus mereka taati daripada melakukan pekerjaan menurut cara mereka sendiri. Karyawan yang memiliki conformity dengan kesesuaian yang rendah akan memandang aturan-aturan yang berada di perusahaan tidak sesuai dengan job description. Misalnya seorang desainer yang harus menjalankan tugas art director dan mengelola dan menyaring ide-ide yang diberikan oleh klien dan dirumuskan ke dalam suatu tema tertentu, namun apabila para desainer sudah menemukan tema dalam sebuah produk tertentu sering kali ide-ide mereka ditolak tanpa penjelasan yang jelas. Disisi lain, para karyawan yang memiliki conformity dengan kesesuaian yang tinggi cenderung positif akan memandang aturan yang ada sebagai hal yang dapat mendorong perilaku kerja yang positif. Hal


(23)

ini dapat terlihat saat desainer memberikan ide-ide mereka kepada art director, dan ide-ide mereka diterima tanpa penjelasan yang jelas juga. Dalam conformity, karyawan juga memandang aturan sebagai bagian kerja yang sangat penting untuk dijalankan. Aturan dipandang sebagai alat bantu untuk bekerja secara disiplin dan terorganisir.

Dimensi yang kedua adalah responsibility, yang merupakan derajat penghayatan para bawahan bahwa mereka diberi banyak tanggung jawab, dapat mengambil keputusan dan memecahkan persoalan tanpa harus bertanya kepada atasan terlebih dahulu. Responsibility yang dengan keseuaian yang tinggi dapat muncul dari para desainer yang diberi tugas untuk membuat suatu yang konsep desain bagi suatu produk dengan desain yang inovatif, menarik dan sesuai dengan konsumen. Di sisi lain mereka juga dituntut untuk mengerjakan dengan waktu yang sangat cepat. Tuntutan kerja seperti itu dapat dihayati oleh karyawan sebagai beban kerja yang tinggi dan membuat iklim kerja menjadi tidak nyaman. Namun desainer juga dapat menghayati aturan-aturan tersebut sebagai tantangan dan pemicu dalam berprestasi. Yang diharapkan para desainer adalah sebaiknya tugas-tugas yang diberikan harus sesuai dengan waktu pengerjaan, misalnya tugas-tugas yang berat harus dilakukan dengan waktu yang agak lama, sedangkan tugas-tugas yang ringan dikerjakan dengan waktu yang singkat. Namun sesekali para desainer juga mengharapkan tugas yang berat dan dilakukan dengan cepat sehingga memberikan tantangan dan pemicu dalam berkreasi secara cepat. Sebaliknya, para karyawan yang memiliki responsibility yang cenderung kurang sesuai


(24)

16

akan menganggap tanggung jawab dan tuntutan waktu yang diberikan sebagai beban.

Dimensi yang ke tiga adalahstandards, yang merupakan penghayatan para karyawan bahwa pihak manajemen mengutamakan pelaksanaan kerja yang baik, termasuk menetapkan suatu target tertentu yang mengandung resiko menantang. Studio desain “X” mempunyai standart kualitas desain yang dipandang cukup tinggi oleh para desainer. Perusahaan menetapkan kualitas desain yang sangat abstrak, yaitu disain yang susah dimengerti oleh mayoritas orang, sehingga maksud yang diberikan lewat desain sering kali tidak tepat. Dan hal ini dianggap sebagai standart kualitas perusahaan yang sulit untuk dicapai. Di sisi lain ada juga desainer yang memandang standart kualitas desain di studio desain “X” cukup rendah. Hal ini dikarenakan desain yang begitu mudah dibuat. Karyawan menghayati bahwa seharusnya Standards yang diberikan oleh perusahaan lebih jelas, seperti perusahaan mempunyai suatu ciri khas desain sehingga para desainer hanya perlu mengembangkan ciri khas desain tersebut.

Dimensi yang keempat adalah rewards, yang merupakan penghayatan karyawan bahwa mereka diakui dan diberi imbalan untuk pekerjaan yang dilaksanakan dengan baik, daripada dikritik dan dihukum bila melakukan kesalahan. Karyawan memandang proses reward dan punishment di studio desain “X” masih belum berjalan. Hasil atau bonus atas apa yang sudah mereka kerjakan masih belum diterima. Apabila pekerjaan mereka mencapai target, desainer tidak mendapatkan rewards apapun dari perusahaan.


(25)

Sedangkan proses punishment sudah berjalan seperti menerima surat peringatan satu sampai dengan surat peringatan tiga apabila para desainer melakukan pelanggaran dalam pekerjaannya. Para desainer mengharapkan bahwa hasil kerja keras mereka diberikan rewards yang pantas, seperti apabila karyawan kerja lembur dikantor harusnya mendapatkan uang tambahan, dan apabila desainer memberikan suatu desain yang sangat disukai oleh klien, desainer mengharapkan bonus atas hasil karyanya tersebut.

Dimensi yang kelima adalah organizational clarity. Derajat penghayatan para karyawan bahwa segala sesuatu yang ada di dalam perusahaan (organisasi) tersebut diorganisir dengan baik mengenai organisasi, tujuan maupun pekerjaan yang dirumuskan dengan jelas. Tugas-tugas yang mereka kerjakan sering tidak sesuai dengan job description mereka, Karyawan diberikan tugas-tugas yang tidak sesuai dengan bidang mereka. Misalnya seorang marketing harus mencari sebuah klien yang seharusnya tugas tersebut dikerjakan oleh account executive. Desainer mengharapkan job description dalam studio desain “X” harus jelas dengan pekerjaan mereka, sehingga pekerjaan desainer tidak terganggu dengan pekerjaan yang lain. Sehingga para desainer dapat focus dan bekerja sesuai dengan target yang diberikan.

Dimensi yang keenam adalah team spirit, Derajat penghayatan karyawan bahwa dalam perusahaan terdapat keadaan saling mempercayai, tolong menolong, bersahabat dan hubungan yang baik antara anggota di lingkungan kerja tersebut. Karyawan dapat memandang keadaan saling menghargai dari


(26)

18

perusahaan sebagai sesuatu yang positif dan negatif, Pada jabatan tertentu para karyawan sangat menjaga hubungan yang baik dengan karyawan lain dengan saling membantu. contoh di jabatan desainer Apabila ada tugas atau ide-ide yang belum mereka temukan maka para desainer saling membantu untuk memberikan ide-ide kepada desainer lainnya. Namun para desainer dan art director atau account executive sering mengalami ketidakcocokan sehingga mereka merasa art director dan account executive tidak kooperatif dengan para desainer dalam pengembangan ide-ide atau tema tertentu. sering ide-ide mereka ditolak tanpa ada penjelasan tertentu. Para desainer mengharapkan bahwa apabila mereka memberikan ide-ide atau tema yang mereka berikan tidak sesuai dengan keinginan art director dan account executive, para desainer mengharapkan penjelasan yang jelas sehingga penjelasan tersebut dapat dijadikan pembelajaran bagi desainer agar nantinya dapat memberikan desain atau tema yang lebih baik.

Keenam dimensi tersebut dipengaruhi oleh 3 faktor yang dapat membentuk iklim kerja. (Steers, 1979 dalam Maharani, 2002: 50-53) yaitu karakteristik internal dari organisasi itu, karakteristik organisasi secara keseluruhan dan karakteristik orang-orang yang berada di dalam organisasi. Karakteristik internal organisasi terdiri dari kondisi dalam organisasi yang diatur manajemen dalam membawa organisasi untuk mencai tujuannya. Organisasi sebagai sistem terbuka, dalam upaya karakteristik internalnya, pemahaman karakteristik organisasi secara totalitas dapat dilakukan melalui penelaahan terhadap ukuran organisasi yang besar atau organisasi kecil,


(27)

teknologi yang digunakan dalam organisasi apakah dapat menunjang kemajuan karyawan, dan lingkungan yang dihadapi organisasi. Faktor tersebut akan mempengaruhi iklim yang dirasakan anggota, karena secara langsung maupun tidak langsung, anggota pun berinteraksi dengan faktor-faktor tersebut. Besar kecilnya organisasi ditentukan oleh jumlah anggota yang terlibat dalam peroses kegiatan organisasi. Organisasi yang kecil memungkinkan frekuensi tatap muka antar individu menjadi lebih besar, sehingga keakraban mungkin lebih besar pula. Komunikasi yang lebih intensif memungkinkan terbentuknya suasana yang berbeda dengan organisasi yang berukuran besar.

Iklim kerja tercipta sebagai hasil interaksi individu-individu dalam organisasi. Iklim kerja merupakan suasana yang dirasakan orang-orang yang terlibat dalam organisasi, dengan demikian karakteristik individu seperti persepsi, sifat kemampuan masa lalu, harapan serta nilai-nilai yang dianut oleh setiap individu akan berpengaruh terhadap proses interaksi.

Karakteristik individu yang satu dengan yang lain akan memberi warna pada iklim kerja yang terbentuk. Karakteristik individu yang memiliki kemungkinan paling besar dalam mempengaruhi iklim kerja adalah karakteristik yang sesuai dengan tuntutan organisasi. Pengenalan karakteristik individu menjadi penting karena akan menentukan perilaku pemimpin dalam membawa organisasi mencapai tujuan.

Faktor berikutnya, adalah karakteristik pemimpin, yaitu apakah terdapat kesesuaian antara perilaku yang diharapkan bawahannya. Dengan demikian


(28)

20

apa yang dilakukan pemimpin dan bagaimana karakteristik pemimpin itu akan memberikan pengaruh yang cukup berarti terhadap corak iklim kerja, demikian pula halnya dengan karakteristik bawahannya akan member pengaruh pula terhadap iklim kerja.

Menurut Gilmer Iklim kerja dapat diukur dalam organisasi melalui persepsi para anggota dalam organisasi. Menurut Likert (dalam Gilmer, 1971;45) adalah mungkin untuk mengukur iklim secara langsung berdasarkan persepsi individu tentang tingkah laku yang sedang dipelajari. Pengukuran subjektif merupakan suatu penilaian tidak langsung terhadap sifat-sifat organisasi melalui alat-alat yang mengukur persepsi kelompok. Disini, seorang anggota organisasi merupakan responden bagi alat ukur tersebut. Pengukuran iklim ini melalui persepsi adalah sah asalkan menggambarkan indikator-indikator iklim yang objektif.

Jika para karyawan mempersepsi dimensi iklim kerja yang dirasakan didalam suatu organisasi kerja sesuai dengan dengan iklim kerja yang diharapkan maka para desainer akan menghayati tidak adanya kesenjangan atau dapat dikatakan kesenjangan rendah. Misalnya pada dimensi conformity, kebutuhan akan rasa aman dapat terpenuhi. Pada dimensi responsibility, kebutuhan akan pengakuan serta rasa hormat dari orang lain dapat terpenuhi. Pada dimensi standard, kebutuhan akan pengakuan dapat terpenuhi. Pada dimensi Organizational Clarity, kebutuhan akan rasa aman dapat terpenuhi. Pada dimensi team spirit, kebutuhan untuk member dan menerima cinta, persahabatan, afeksi, kebersamaan dan dukungan antara rekan kerja, bawahan


(29)

dan atasan dapat terpenuhi. Begitu juga sebaliknya, bila desainer mempersepsikan bahwa dimensi iklim kerja yang dirasakan di dalam perusahaan tidak sesuai dengan iklim kerja yang diharapkan maka para desainer akan menghayati kesenjangan yang tinggi.

Dengan demikian, maka Kerangka Penelitian ini daat dijabarkan dalam bagan sebagai berikut:


(30)

22

1.6 Asumsi

22

1.6 Asumsi

22


(31)

 Setiap desainer memiliki harapan yang berbeda-beda terhadap iklim kerja yang ada di studio desain “X”.

 Iklim kerja perusahaan dipersepsi oleh desainer berdasarkan pemenuhan kebutuhan hidup masing-masing, oleh karena itu setiap desainer mempersepsi iklim kerja yang ada di studio desain “X” berbeda-beda.  Setiap desainer memiliki kesenjangan yang berbeda-beda derajatnya


(32)

66 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini peneliti akan memaparkan kesimpulan mengenai hasil interpretasi dan analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya beserta kesimpulan dan saran yang bernilai praktis dan terarah sesuai dengan hasil penelitian.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai kesenjangan antara iklim kerja yang dirasakan dengan iklim kerja yang diharapkan pada desainer di studio desain ”X” di Bandung, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Sebanyak 93,3% designer studio desain “X” di kota Bandung memiliki iklim kerja yang rendah,dan 6,7% memiliki iklim kerja tergolong tinggi.

2. Designer studio desain “X” di kota Bandung yang memiliki tingkat iklim kerja rendah, hal tersebut ditampilkan dari 6 dimensi iklim kerja yaitu conformity, responsibility, standart, reward, organizational clarity, dan team spirit yang sebagian besar rendah pula.

3. Sebanyak 93,3% faktor karakteristik internal, karakteristik secara keseluruhan dan karakteristik individu mengatakan buruk, dan sebanyak 6,7% mengatakan ke tiga karakteristik tersebut baik.


(33)

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

1. Penelitian berikutnya dapat dilakukan untuk meneliti hubungan antara iklim kerja dengan dimensi-dimensi iklim kerja sehingga diperoleh gambaran dimensi-dimensi yang rendah sehingga peneliti mengetahui dimensi yang menghambat perkembangan diri desainer.

2. Penelitian berikutnya dapat dilakukan dengan mempertimbangkan faktor – faktor yang mempengaruhi misalnya faktor internal atau melihat hubungan antara faktor internal dengan iklim kerja

5.2.2 Saran Praktis

a) Bagi designer studio desain ”X” di kota Bandung mengetahui bahwa iklim kerja yang rendah berada di dimensi yang mana, sehingga designer dapat mengetahui kesenjangan yang mereka harapkan dan mereka rasakan sehingga menjadi lebih baik.

b) Bagi studio desain “X” di kota Bandung mengetahui kondisi-kondisi psikologis iklim kerja sehingga mengetahui intervensi yang dapat dilakukan secara sistematik, sehingga dapat membantu designer untuk menghayati iklim kerja yang tinggi dan mengurangi permasalahan-permasalahan dari dampak penghayatan iklim kerja yang rendah.


(34)

DAFTAR PUSTAKA

Kold, david A, Irwin M. Rubin, james M, Mc. Intyre. 1971. Organizational Psychology. Fourth Edition. New Jersey : Prentice. Hall

Robbins, Stephen P. 1996.Perilaku organisasi. Edisi bahasa Indonesia. Jakarta : PT Prenhallindo

Milton, Charles R. 1981. Human Behavior in Organization,Three Level Of Behavior. Englewood Cliffs, New jersey: prentice-hall

Sitepu Sk Nirwana. 1995. Statistika.Diterbitkan atas usaha unit pelayanan statistika jurusan statistika, FMIPA universitas padjajaran. Bandung

David, K dan J.W. Newstrom. 1985. Human Behavior at Work :Organisasional Behavior.Seventh Edition. Singapore : MC Graw Hill, Inc. Book co


(35)

http://www.worddesain.com

http://www.ndysain.com

http://en. Wikipedia.org/wiki/ Big Five Personality traits


(1)

1.6 Asumsi

1.6 Asumsi

1.6 Asumsi


(2)

23

Setiap desainer memiliki harapan yang berbeda-beda terhadap iklim kerja

yang ada di studio desain “X”.

Iklim kerja perusahaan dipersepsi oleh desainer berdasarkan pemenuhan

kebutuhan hidup masing-masing, oleh karena itu setiap desainer

mempersepsi iklim kerja yang ada di studio desain “X” berbeda-beda.

Setiap desainer memiliki kesenjangan yang berbeda-beda derajatnya


(3)

66

Pada bab ini peneliti akan memaparkan kesimpulan mengenai hasil

interpretasi dan analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya beserta

kesimpulan dan saran yang bernilai praktis dan terarah sesuai dengan hasil penelitian.

5.1

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai kesenjangan antara iklim kerja yang

dirasakan dengan iklim kerja yang diharapkan pada desainer di studio desain ”X” di

Bandung, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Sebanyak 93,3%

designer

studio desain “X” di kota Bandung memiliki

iklim

kerja yang rendah,

dan 6,7% memiliki iklim kerja tergolong tinggi.

2.

Designer

studio desain “X” di kota Bandung yang memiliki tingkat iklim kerja

rendah, hal tersebut ditampilkan dari 6 dimensi iklim kerja yaitu

conformity,

responsibility, standart, reward, organizational clarity, dan

team spirit

yang

sebagian besar rendah pula.

3. Sebanyak 93,3% faktor karakteristik internal, karakteristik secara keseluruhan dan

karakteristik individu mengatakan buruk, dan sebanyak 6,7% mengatakan ke tiga

karakteristik tersebut baik.


(4)

67

5.2

Saran

5.2.1

Saran Teoritis

1. Penelitian berikutnya dapat dilakukan untuk meneliti hubungan antara iklim

kerja dengan dimensi-dimensi iklim kerja sehingga diperoleh gambaran

dimensi-dimensi yang rendah sehingga peneliti mengetahui dimensi yang

menghambat perkembangan diri desainer.

2. Penelitian berikutnya dapat dilakukan dengan mempertimbangkan faktor –

faktor yang mempengaruhi misalnya faktor internal atau melihat hubungan

antara faktor internal dengan iklim kerja

5.2.2

Saran Praktis

a) Bagi designer studio desain ”X” di kota Bandung mengetahui bahwa iklim

kerja yang rendah berada di dimensi yang mana, sehingga designer dapat

mengetahui kesenjangan yang mereka harapkan dan mereka rasakan sehingga

menjadi lebih baik.

b)

Bagi studio desain “X” di kota Bandung mengetahui

kondisi-kondisi psikologis iklim kerja sehingga mengetahui intervensi yang dapat

dilakukan secara sistematik, sehingga dapat membantu designer untuk

menghayati iklim kerja yang tinggi dan mengurangi

permasalahan-permasalahan dari dampak penghayatan iklim kerja yang rendah.


(5)

Kold, david A, Irwin M. Rubin, james M, Mc. Intyre. 1971.

Organizational

Psychology

. Fourth Edition. New Jersey : Prentice. Hall

Robbins, Stephen P. 1996.

Perilaku organisasi. Edisi bahasa Indonesia

. Jakarta : PT

Prenhallindo

Milton, Charles R. 1981

. Human Behavior in Organization

,

Three Level Of Behavior.

Englewood Cliffs, New jersey

: prentice-hall

Sitepu Sk Nirwana. 1995. Statistika.

Diterbitkan atas usaha unit pelayanan statistika

jurusan statistika

, FMIPA universitas padjajaran. Bandung

David, K dan J.W. Newstrom. 1985. Human Behavior at Work :

Organisasional

Behavior.

Seventh Edition. Singapore : MC Graw Hill, Inc. Book co


(6)

DAFTAR RUJUKAN

http://www.worddesain.com

http://www.ndysain.com

http://en. Wikipedia.org/wiki/ Big Five Personality traits