Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan Perilaku Caring Perawat di Instalasi Gawat Darurat Badan Rumah Sakit Umum Tabanan Tahun 2015.

(1)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan Perilaku Caring Perawat di Instalasi Gawat Darurat Badan Rumah Sakit Umum Tabanan”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K), M.Kes, sebagai Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan penulis kesempatan menuntut ilmu di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar.

2. Bapak Prof. Dr. dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan pengarahan dalam pembuatan skripsi ini.

3. Ibu Ns. Made Oka Ari Kamayani, S.Kep,M.Kep, sebagai pembimbing utama yang telah memberikan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.

4. Bapak Ns. I Made Oka Adnyana , S.Kep, sebagai pembimbing pendamping yang telah memberikan bantuan dalam penulisan skripsi ini.

5. Direktur Badan Rumah Sakit Umum Tabanan atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

6. Keluarga tercinta yang selalu memberi semangat dan motivasi dalam menghadapi semua kesulitan dalam penulisan skripsi ini.


(2)

vii

7. Teman-teman PSIK-B tahun 2013 atas dukungan dan semangatnya. 8. Seluruh pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan kritik yang membangun.

Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Denpasar, Pebruari 2015


(3)

viii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

RINGKASAN PENELITIAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan ... 5

1.4 Manfaat ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan Emosional ... 7

2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional ... 7

2.1.2 Komponen-Komponen Kecerdasan Emosional ... 8

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional... 10

2.1.4 Ciri-ciri Individu yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi ... 11

2.1.5 Kecerdasan Emosional Perawat di Tempat Kerja ... 12

2.2 Perilaku Caring ... 12

2.2.1 Pengertian Caring ... 12

2.2.2 Komponen Caring Menurut Watson ... 13

2.2.3 Bentuk Pelaksanaan Caring ... 16

2.2.4 Tujuan Caring Dalam Keperawatan ... 17

2.2.5 Perilaku Caring Dalam Praktik Keperawatan ... 17

2.3 Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan Caring Perawat ... 18

BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep ... 20

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ... 21

3.3 Hipotesis ... 23

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian ... 24

4.2 Kerangka Kerja ... 24

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 25


(4)

ix

4.5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 27

4.6 Instrumen pengumpulan Data ... 28

4.7 Pengolahan dan Analisa Data ... 29

4.8 Etika Penelitian ... 31

BAB V METODE PENELITIAN 5.1 Hasil Penelitian ... 33

5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 33

5.1.2 Karakteristik Demografi Respoinden ... 33

5.1.3 Data Variabel yang Diteliti ... 37

5.2 Pembahasan ... 40

5.2.1 Kecerdasan Emosional Perawat ... 40

5.2.2 Perilaku Caring Perawat ... 42

5.2.3 Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan Perilaku Caring Perilaku Caring Perawat ... 43

5.3 Keterbatasan Penelitian ... 46

BAB V METODE PENELITIAN 6.1 Kesimpulan ... 47

6.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(5)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan Perilaku Caring Perawat ... 20 Gambar 4.2 Bagan kerangka kerja penelitian hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku caring perawat di IGD BRSU Tabanan ... 24


(6)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.2 Definisi Operasional ... 22 Tabel 5.1 Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di IGD

BRSU Tabanan Januari 2015 ... 34 Tabel 5.2 Distribusi karakteristik responden berdasarkan umur di IGD BRSU

Tabanan Januari 2015 ... 34 Tabel 5.3 Distribusi karakteristik responden berdasarkan pendidikan di IGD BRSU

Tabanan Januari 2015 ... 34 Tabel 5.4 Distribusi karakteristik responden berdasarkan lama bekerja di IGD BRSU

Tabanan Januari 2015 ... 35 Tabel 5.5 Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di IGD BRSU

Tabanan Januari 2015 ... 35 Tabel 5.6 Distribusi karakteristik responden berdasarkan umur di IGD BRSU

Tabanan Januari 2015 ... 36 Tabel 5.7 Distribusi karakteristik responden berdasarkan pendidikan di IGD BRSU

Tabanan Januari 2015 ... 36 Tabel 5.8 Distribusi karakteristik responden berdasarkan diagnosa di IGD BRSU Tabanan Januari 2015 ... 37 Tabel 5.9 Distribusi responden berdasarkan kecerdasan emosional di IGD BRSU Tabanan Januari 2015 ... 37 Tabel 5.10 Distribusi responden berdasarkan penilaian tentang caring perawat di IGD

BRSU Tabanan Januari 2015 ... 38 Tabel 5.11 Distribusi hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku caring

perawat di IGD BRSU Tabanan Januari 2015 ... 38 Tabel 5.12 Distribusi silang kecerdasan emosional dengan perilaku caring perawat di


(7)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Realisasi Pelaksanaan Penelitian Lampiran 2 : Realisasi Anggaran Penelitian

Lampiran 3 : Lembar Permintaan Menjadi Responden

Lampiran 4 : Lembar Pernyataan Bersedia Menjadi Responden Lampiran 5 : Pernyataan Keaslian Tulisan

Lampiran 6 : Data Demografi Responden

Lampiran 7 : Lembar Kuisioner dan Discharge Planning Lampiran 8 : Tabel Induk Karakteristik Subyek Penelitian Lampiran 9 : Surat Ijin Penelitian


(8)

xiii ABSTRAK

Putra, Edi Permana. 2015. Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan Perilaku Caring Perawat di Instalasi Gawat Darurat Badan Rumah Sakit Umum Tabanan Tahun 2015. Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Denpasar. Pembimbing (1) Ns. Made Oka Ari Kamayani, S.Kep,M.Kep; (2) Ns. I Made Oka Adnyana , S.Kep.

Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan di rumah sakit. Pelayanan keperawatan yang bermutu sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah bagaimana kemampuan perawat dalam mengelola emosi sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan secara baik yang diwujudkan melalui perilaku caring. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana kecerdasan emosional, Perilaku caring perawat yang di nilai oleh pasien dan hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku caring perawat di IGD BRSU Tabanan. Jenis penelitian ini adalah descriptive-corelational. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di IGD BRSU Tabanan dengan jumlah 35 orang menggunakan metode purposive sampling dan pasien yang berjumlah 52 orang yang sesuai kriteria inklusi selama 2 minggu dengan metode consecutive sampling. Hasil penelitian adalah kecerdasan emosional perawat di IGD BRSU Tabanan termasuk dalam kategori sedang sebanyak 20 orang (57,14%), dengan perilaku caring dalam kategori cukup sebanyak 34 orang (65,38%) dan didapatkan kemaknaan (α)=0,014 dimana lebih kecil dari 0,05 yang berarti H1 diterima artinya ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku caring perawat di IGD BRSU Tabanan dan koefisien korelasi (r)=0,415 yang berarti ada hubungan yang cukup. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional perawat di IGD BRSU Tabanan adalah sedang dengan perilaku caring perawat cukup dan ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku caring perawat,dengan tingkat hubungan cukup.untuk itu peneliti menyarankan perlu dilakukan peningkatan kemampuan perawat dengan pelatihan yang menekankan pada kemampuan perawat dalam mendengarkan kata hati, belajar dari orang lain, meningkatkan motivasi diri agar perawat mampu meningkatkan kemampuan kerja.


(9)

xiv ABSTRACT

Putra, Edi Permana. 2015. The Emotional Intelligence and Nurse Caring Behavior Of in The Emergency Room Tabanan Hospital 2015. Final Assignment, Nursing Science Department, Faculty of Medicine, Udayana University of Denpasar. Advisor (1) Ns. Made Oka Ari Kamayani, S.Kep,M.Kep; (2) Ns. I Made Oka Adnyana , S.Kep.

Nursing service is a part of the hospital services. One of the factors that influenced of the Quality nursing care is how the nurse to manage emotions so it can provide good nursing care that is manifested through caring behavior. The purpose of this study was to determine the relationship between emotional intelligence and nurse caring behaviors in the Emergency Room (ER) Tabanan Hospital. This study is a descriptive-corelational. The population in this study are all nurses in the ER Tabanan Hospital the 35 that taken by purposive sampling method and patients 52 patients who fit the inclusion criteria for 2 weeks with consecutive sampling method. The result show that emotional intelligence of nurse in the ED BRSU Tabanan included in the moderate category as many as 20 people (57.14%), with caring behavior in the enough category as many as 34 people (65.38%) and gained significance (α) = 0.014 which is smaller of 0.05 means H1 acceptable means there is a relationship between emotional intelligence and nurse caring behaviors in the ER Tabanan Hospital and the correlation coefficient (r) = 0.415, which means that the relationship was strong enough. From these result it can be concluded that the emotional intelligence of nurses ER Tabanan Hospital is moderate with enough nurses caring behavior and there is a relationship between emotional intelligence with nurses caring behavior, the level of relationship that researchers suggest should be enough to improve the ability of nurses with training that emphasizes the nurse's ability to listen to your heart, learn from others, improve self motivation so that nurses can improve the workability.


(10)

xv

RINGKASAN PENELITIAN

Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan Perilaku Caring Perawat Di Intsalasi Gawat Darurat Badan Rumah Sakit Umum Tabanan

Tahun 2015

Oleh:DEWA PT. EDI PERMANA PUTRA (NIM. 1302115021)

Dalam pengembangan pelayanan keperawatan di Indonesia, rumah sakit sebagai bagian dari pemberi layanan kesehatan telah berupaya untuk meningkatkan pelayanan yang berkualitas dalam bidang keperawatan. Untuk dapat mewujudkan tercapainya pelayanan yang berkualitas diperlukan adanya tenaga keperawatan yang profesional, memiliki kemampuan intelektual, teknikal, interpersonal, bekerja berdasarkan standar praktek, memperhatikan kaidah etika dan moral sehingga terbentuknya budaya kerja yang baik karena itu pelayanan di rumah sakit sangat ditentukan oleh pelayanan keperawatan atau asuhan keperawatan.

Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian descriptive corelational yang bertujuan untuk mencari hubungan kecerdasan emosional perawat dengan perilaku caring perawat dan menggunakan rancangan cross-sectional. Penelitian dilaksanakan di IGD BRSU Tabanan, penelitian ini dilaksanakan selama dua minggu yaitu pada bulan Januari 2015. Teknik pengambilan sampel untuk populasi perawat menggunakan purposive sampling sedangkan untuk populasi pasien menggunakan metode consecutive sampling

Dari hasil pengamatan terlihat nilai tertinggi sebesar 40% yaitu pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku caring perawat, sebagian besar pada kecerdasan emosional sedang dan perilaku caring cukup, ini berarti ada hubungan searah antara kecerdasan emosional dengan perilaku caring perawat.Setelah dilakukan uji statistik non parametrik kendall’s tau ditemukan nilai signifikan (2 tailed) adalah


(11)

xvi

0,014, maka nilai signifikansi lebih kecil dari nilai α (0,014<0,05). Ini berarti Ho ditolak dan H1 diterima, menunjukan ada hubungan antara kecerdasan emosional dan perilaku caring. Nilai korelasi yang ditunjukan adalah 0,415 menunjukan ada korelasi yang cukup dan searah.

Dari simpulan hasil penelitian diatas maka peneliti menyampaikan saran bidang keperawatan sebagai berikut, menetapkan aspek caring sebagai bagian dari seleksi perawat, mengembangkan program self awareness perawat, bekerja sama dengan psikologi atau motivator. Dilakukan melalui pelatihan yang menekankan pada kemampuan perawat untuk mendengarkan kata hati, belajar dari orang lain, menyampaikan masalah dan kemempuan untuk memotivasi diri agar perawat dapat meningkatkan kemampuan kerja dan lebih mampu memahami orang lain baik teman sejawat, tim kesehatan lain dan pasien


(12)

xvii

DAFTAR PUSTAKA

Agustin. (2002). Perilaku Caring Perawat Dan Hubungannya Dengan Kepuasan Klien Di Instalasi Rawat Inap Bedah Dewasa Rumah Sakit Dr.

Mohammad Hoesin

Palembang.http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/JHS/article/view/927/867. Diunduh 16 Oktober 2014

Adriana. 2010. Hubungan Kecerdasan Emosional Perawat Dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana MenurutPersepsi Pasien Di Ruang Rawat Inap Rsu Dr. H.

Koesnadi Bondowoso. Tesis FIK UI.

http://journal.ui.ac.id/index.php/jkepi/article/viewFile . Diunduh 16 Oktober 2014

Bar-on, Reuven. (2007, April). Bar-on model of emotional-social intelligence. Januari 12, 2010. http://www.reuvenbaron.org/bar-on model/essay.php?i=3#intra

Blais, KK. 2007. Praktek Keperawatan Profesional di Rumah Sakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Depkes RI, 2009, Pedoman Mutu Pelayanan Rumah Sakit, Jakarta Depkes RI Depkes R.I. 2005. Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan RI : Jakarta Goleman, Daniel. (2005). Emotional intelligence. New York: Bantam Dell

Hidayat. 2011. Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa Data. Salemba Medika: Jakarta

Kernbach, S.,& Schutte, N.S. 2005. The Impact of Cervice Provider Emotional

Intelegence On Customer Satisfication.

http://www.emeraldinsight.com/Insight/viewContentItem.do?contentType McQueen, Anne. (2000). Nurse-patient relationships and partnership in hospital

care. Journal of Clinical Nursing, 9(5), 723-731. Januari 17, 2010. http://www.ingentaconnect.com/content/bsc/jcn/2000/00000009/00000005/a

Mulyaningsih. 2011. Hubungan Berpikir Kritis Dengan Perilaku Caring Perawat di

RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Tesis FIK UI.

http://journal.ui.ac.id/index.php/jkepi/article/viewFile . Diunduh 16 Oktober 2014


(13)

xviii

Nursalam, 2008. Konsep Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan, Edisi III Jakarta : Salemba Medika

Potter, P.A., & Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses Dan Praktik (Yasmin Asih, dkk, penerjemah), Edisi 4. Jakarta :EGC Rego, Armenio., Godinho, Lucinda., & McQueen, Anne. 2008. Emotional intelligence

and caring behavior in nursing. Januari 12, 2010. Diambil dari http://ibacnet.org/bai2007/proceedings/Papers/2007bai7810.doc

Sarwono Jonathan, 2006, Panduan cepat dan Mudah SPSS 14, Yogyakarta : Andi Yogyakarta

Sudjana, M. A. 2002, Metode Statistika, Edisi Ketiga, Bandung, Tarsito

Supriyadi. 2006. Hubungan Karakteristik Pekerjaan Dengan Pelaksanaan Perilaku Caring Oleh Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Samarinda. Tesis FIK UI. Tidak dipublikasiakan

Tim Penyusun PSIK. 2012. Panduan Penulisan Skripsi Edisi Revisi. Denpasar

Watson, Jean.(2004). Theory of human caring. Diambil dari Http://www2.uchsc.edu/son/caring tanggal 16 Oktober 2014


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam pengembangan pelayanan keperawatan di Indonesia, beberapa rumah sakit sebagai bagian dari pemberi layanan kesehatan telah berupaya untuk meningkatkan pelayanan yang berkualitas dalam bidang keperawatan. Upaya ini dilakukan agar dapat menarik lebih banyak pasien guna mampu bersaing dalam bidang pelayanan kesehatan. Persaingan dalam pemberian pelayanan kesehatan yang bermutu akan menjadi sorotan masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan. Hal ini dikarenakan para konsumen pelayanan kesehatan sangat memperhatikan pelayanan yang mengutamakan mutu pelayanan yang diberikan oleh suatu rumah sakit (Potter & Perry, 2005).

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan atupun masyarakat. Sesuai dengan batasan seperti di atas, mudah dipahami bahwa bentuk dan jenis pelayanan kesehatan yang ditemukan banyak macamnya (Depkes. RI, 2009). Untuk dapat mewujudkan tercapainya pelayanan yang berkualitas diperlukan adanya tenaga keperawatan yang profesional, memiliki kemampuan intelektual, teknikal, interpersonal, bekerja berdasarkan standar praktek, memperhatikan kaidah etika dan moral sehingga terbentuknya budaya kerja yang baik karena itu pelayanan di rumah sakit sangat ditentukan oleh pelayanan keperawatan atau asuhan keperawatan (Depkes. RI, 2005).


(15)

Mutu pelayanan keperawatan sangat mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan, bahkan menjadi salah satu faktor penentu citra institusi pelayanan kesehatan (rumah sakit) di mata masyarakat. Hal ini terjadi karena tenaga perawat merupakan kelompok profesi dengan jumlah terbanyak, paling depan dan terdekat dengan pasien. Asuhan keperawatan yang berkualitas dapat diwujudkan dengan pemberian asuhan keperawatan yang didasari caring perawa tyang baik. Karena, perilaku caring yang ditampilkan oleh seorang perawat dapat mempengaruhi kepuasan pasien. Salah satu indikator klinik mutu pelayanan keperawatan adalah kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan (Depkes. RI, 2008). Penelitian tentang hubungan caring perawat dengan tingkat kepuasan pasien yang dilakukan Agustin tahun 2002, menunjukan bahwa perilaku caring perawat cenderung meningkatkan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan.

Sikap caring perawat sangat diperlukan dalam pemberian asuhan keperawatan, namun belum semua perawat dapat berperilaku caring yang baik. Hal ini didukung oleh penelitian Ardiana (2010) bahwa hampir separuh perawat belum berperilaku caring menurut persepsi pasien terutama kemampuan perawat dalam berkomunikasi dengan pasien. Dari survey yang dilakukan bagian Humas BRSU Tabanan pada tahun 2011 tentang kepuasan pasien mengenai pelayanan kesehatan didapatkan, rata-rata pasien merasa puas dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Namun masih ada beberapa keluhan dari responden terhadap pelayanan dan sikap perawat, antara lain kurang senyum, kurang memberikan informasi, cara berkomunikasi yang kurang baik dan lain-lain.

Pelayanan kesehatan yang berkualitas yang diberikan perawat tidak hanya diberikan kepada individu namun diberikan juga kepada keluarga dan masyarakat baik dalam keadaan sehat ataupun sakit (Nursalam, 2007). Untuk mewujudkan pelayanan yang berkualitas seorang


(16)

perawat harus memiliki keterampilan manajemen emosi yang disebut dengan istilah kecerdasan emosional.

Kernbach & Schutte (2005) kecerdasan emosional yang baik, yang ditunjukan pemberi pelayanan kesehatan, mampu meningkatkan tingkat kepuasan pasien dalam berhubungan dengan petugas kesehatan. Kestabilan emosi sangat penting karena perawat mungkin sering menghadapi keadaan darurat, misalnya orang sakit dengan keluarga yang tertekan serta situasi sulit lainnya (Pujianyuhono, 2011). Jadi perilaku caring yang disertai dengan kecerdasan emosional yang baik akan mendukung terwujudnya pelayanan kesehatan yang sesuai dengan keinginan pasien.

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang dalam mengenali dan mengelola emosi yang dimilikinya, mampu memahami emosi diri sendiri dan orang lain serta mampu menggunakan perasaan untuk mengarahkan pikiran dan tindakan orang lain (Salovey & Mayer, 2005). Hal ini sesuai dengan pendapat Suwardi (2008) kecerdasan emosional yang baik sangat diperlukan perawat dalam berinteraksi dengan pasien, keluarga pasien, dokter, teman sesama perawat, dan tim kesehatan lainnya. Saat berinteraksi sangat dibutuhkan sikap empati, mampu mengenali dan memahami emosi diri sendiri dan orang lain, sehingga terjadi hubungan saling percaya dan saling membantu antara perawat dengan pasien, perawat dengan keluarga pasien, perawat dengan dokter dan perawat dengan tim kesehatan lainnya (Suwardi, 2008). Goleman (2005) mengidentifikasi lima domain kecerdasan emosional meliputi mengetahui emosi diri sendiri, mengatur emosi diri, memotivasi diri sendiri, mendukung dan memahami emosi orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain.

Salah satu unit yang selalu dekat dan berhubungan dengan banyak orang dalam suatu rumah sakit adalah Unit Gawat Darurat (IGD). IGD merupakan salah satu unit di rumah sakit yang memiliki tim kerja dengan kemampuan khusus dan peralatan, yang memberikan pelayanan


(17)

pasien gawat darurat. Perawat di IGD harus mampu memberikan asuhan keperawatan yang membutuhkan kemampuan untuk menyesuaikan situasi kritis dengan kecepatan dan ketepatan yang tidak selalu dibutuhkan pada situasi keperawatan lain. Kecerdasan emosional yang baik bagi perawat di IGD dapat membantu mengelola emosi dan memahami keadaan pasien maupun keluarga pasien. Menurut Kusmawati (2009) tingkat stress yang tinggi di IGD sangat mempengaruhi kinerja perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Sama halnya dengan perilaku caring, Witri, dkk (2005) menjelaskan perilaku caring merupakan hal yang paling penting dalam memberikan asuhan keparawatan yang holistik. Hasil wawancara dengan beberapa perawat pelaksana di IGD BRSU Tabanan diperoleh informasi perawat masih kesulitan dalam memberikan penjelasan kepada pasien ataupun keluarga mengenai masalah yang dihadapi pasien ataupun keluarga, terutama dalam situasi jumlah pasien yang banyak ditambah keluarga pasien yang kurang sabar dalam mendapatkan pelayanan.

Masalah-masalah yang telah diuraikan diatas menjadi latar belakang peneliti melakukan penelitian tentang hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku caring perawat di IGD BRSU Tabanan.

1.2. Rumusan Masalah

Dengan berorientasi pada latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu ”Adakah hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku caring perawat di Instalasi Gawat Darurat Badan Rumah Sakit Umum Tabanan ?”

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku caring perawat di IGD Badan Rumah Sakit Umum Tabanan.


(18)

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi tingkat kecerdasan emosional perawat di IGD BRSU Tabanan. 2. Mengidentifikasi perilaku caring perawat di IGD BRSU Tabanan.

3. Menganalisa hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku caring perawat di IGD BRSU Tabanan.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Untuk mengembangkan ilmu keperawatan khususnya dalam hal tingkat kecerdasan emosional dan perilaku caring perawat, serta dapat memberikan gambaran atau informasi bagi peneliti selanjutnya mengenai kecerdasan emosional dan perilaku caring perawat.

1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini merupakan masukan bagi manajemen keperawatan BRSU Tabanan terutama dalam upaya meningkatkan kualitas perawat dari segi kecerdasan

emosional dan perilaku caring perawat untuk meningkatkan kualitas pelayanan. 2. Bagi Profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai gambaran dan informasi bagi perawat akan pentingnya memiliki kecerdasan emosional dan perilaku caring.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini diuraikan tentang materi-materi yang ada hubungannya dengan kecerdasan emosional dan konsep caring perawat.

2.1 Kecerdasan Emosional

2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional terdiri dari dua kata yaitu kecerdasan dan emosional. Kecerdasan memiliki makna kemampuan untuk memecahkan atau menciptakan sesuatu yang bernilai bagi budaya tertentu (Gardner dalam Efendi, 2005). Sedangkan emosi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Martin, 2003) emosi di definisikan sebagai (1) luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu yang singkat (2) keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis.

Menurut Goleman (2009) kecerdasan emosional merupakan kemampuan emosi yang meliputi kemampuan untuk mengendalikan diri, daya tahan untuk menghadapi suatu masalah, mampu mengendalikan impuls, memotivasi diri, mampu mengatur suasana hati, kemampuan berempati dan membina hubungan dengan orang lain. Pendapat ini didukung oleh Bar-on dalam Armiyanti (2008) yang menyebutkan kecerdasan emosional sebagai suatu kecerdasan emosi-sosial dimana seseorang memahami dan mengekspresikan dirinya sendiri, memahami orang lain dan berhubungan dengan orang lain tersebut, serta mampu mengatasi kebutuhan, tantangan dan tekanan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu Mayer & Salovey (Mubayidh, 2006) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai suatu kecerdasan sosial yang berkaitan dengan kemampuan individu dalam memantau


(20)

baik emosi dirinya maupun emosi orang lain, dan juga dalam membedakan emosi dirinya dengan emosi orang lain, dimana kemampuan ini digunakan untuk mengarahkan pola pikir dan perilakunya. Berdasarkan pendapat diatas dapat di tarik kesimpulan, kecedasan emosional merupakan kemampuan individu untuk dapat memahami emosi diri sendiri dan orang lain untuk dapat menghadapi masalah, tantangan dan tekanan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.2 Komponen-Komponen Kecerdasan Emosional

Goleman (2009) menjabarkan komponen-komponen dari kecerdasan emosional sebagai berikut:

1. Mengenali emosi diri, yaitu kemampuan individu untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu, untuk mencermati perasaan yang muncul. Ketidakmampuan menguasai keadaan yang ada menandakan seseorang dalam kekuasaan emosi. Kemampuan mengenali emosi diri meliputi kesadaran diri.

2. Mengelola emosi, merupakan kemampuan untuk memnghibur diri sendiri, melepaskan diri dari tekanan, ketersinggungan, dan kecemasan akibat yang timbul dari kegagalan keterampilan emosi dasar. Orang yang kurang mampu mengelola emosi cenderung bernaung dalam tekanan, namun orang yang baik dalam mengelola emosi akan dapat melepaskan diri dari tekanan yang ada. Kemampuan mengelola emosi meliputi kemampuan penguasaan diri dan menenangkan diri.

3. Memotivasi diri sendiri, yaitu kemampuan unruk mengatur emosi merupakan suatu senjata yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan dan merupakan hal yang penring dalam memotivasi dan menguasai diri. Individu yang memiliki kemampuan ini dengan baik cenderung akan mampu lebih produktif dan efektif dalam segala upaya yang dilaksanakannya. Kemampuan ini didasari oleh kemampuan mengendalikan emosi, yaitu


(21)

mengendalikan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati. Kemampuan ini meliputi: pengendalian dorongan hati, kekuatan berpikir positif dan optimis.

4. Membina hubungan, yaitu keterampilan individu dalam mengelola emosi orang lain, meliputi kemampuan sosial yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan hubungan antar pribadi.

5. Mengenal emosi orang lain, kemampuan ini disebut empati, kemampuan ini merupakan kemampuan dasar dalam bersosial. Orang yang berempati cenderung mampu merasakan dan menangkap sinyal-sinyalsosial tersembunyi yang menandakan apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain.

Pendapat lain tentang komponen kecerdasan emosional juga di sampaikan oleh Tridhonanto (2009), menurut Tridhonanto aspek kecerdasan emosional terdiri dari empat komponen yaitu:

1. Kecakapan pribadi, yakni kemampuan mengelola diri sendiri. 2. Kecakapan sosial, kemampuan menangani sosial.

3. Keterampilan sosial, merupakan kemampuan menggugah pendapat yang diinginkan orang lain

Dari uraian tentang komponen-komponen kecerdasan emosional diatas, peneliti lebih memilih menggunakan teori dari Goleman yaitu: mengenal emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, membina hubungan dan mengenal emosi orang lain, karena mencakup keseluruhan dan lebih terperinci


(22)

Kecerdasan yang dimiliki setiap individu tidak dimiliki sejak lahir, melainkan terbentuk melalui proses pembelajaran. Goleman (2009) menyebutkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional setiap individu antara lain:

1. Lingkungan keluarga

Peristiwa emosi pada saat anak-anak akan melekat dan menetap secara permanen sampai dewasa. Orang tua memegang peranan penting sebagai subyek yang perilakunya diidentifikasi, diinternalisai dan akhirnya menjadi bagian dari kepribadian seorang anak. Kehidupan emosianal yang dipupuk baik dalam keluarga akan mempengaruhi bagaimana perilaku anak dikemudian hari, sebagai contoh : melatih disiplin, rasa tanggung jawab, kemampuan berempati, kepedulian dan sebagainya. Hal ini memudahkan anak dalam menangani dan menghadapi masalah yang dihadapinya kelak, dan menjauhkan anak dari perilaku kasar dan negatif.

2. Lingkungan non keluarga

Dalam hal ini adalah lingkungan diluar keluarga seperti lingkungan penduduk, lingkungan masyarakat, teman sekolah, lingkungan tempat kerja dan sebagainya. Kecerdasan emosional cenderung berjalan sejalan dengan perkembangan fisik anak, pembelajaran biasanya muncul melelui aktivitas bermain pada anak seperti bermain peran. Anak mulai berperan sebagai orang lain disertai emosi yang mengikutinya, disinilah anak belajar memahami keadaan orang lain. Pelatihan mengenai kecerdasan emosi dapat dilakukan melalui pelatihan asertivitas, pengembangan empati dan pelatihan yang kecerdasan emosional yang lain.

2.1.4 Ciri-ciri Individu Yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi

Kecerdasan emosional dapat dikategorikan seperti halnya kecerdasan intelektual. Namun untuk mengetahui kategori kecerdasan emosional seseorang hanya dapat diketahui setelah


(23)

melakukan tes kecerdasan emosional. Goleman (2009) mengemukakan ciri-ciri individu yang memiliki kecerdasan emosional tinggi adalah :

1. Memiliki kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan dapat bertahan dalam menghadapi frustasi.

2. Dapat mengendalikan dorongan-dorongan hati, sehingga tidak berlebihan dalam menghadapi suatu kesenangan.

3. Mampu mengatur suasana hati dan dapat menjaganya agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir seseorang.

4. Mampu berempati terhadap orang lain dan tidak lupa berdoa.

Kecerdasan emosi mempengaruhi semua aspek yang berhubungan dengan pelayanan. Aapek-aspek kecerdasan emosional secara praktis disajikan dalam perilaku yang meliputi : kerajinan, kedisiplinan, tanggungjawab, perasaan percaya diri, kesadaran diri, optimis, pengendalian diri, tidak menunda pekerjaan, kerendahan hati, berani menerima kenyataan, kerja sama, komunikasi, dan seterusnya yang sangat berpengaruh terhadap kesuksesan seseorang dalam menjalani kehidupannya (Mulyadi, 2005)

2.1.5 Kecerdasan Emosional Perawat di Tempat Kerja

Kecerdasan emosional memegang peranan penting dalam bertanggung jawab atas keberhasilan dalam hidup dan psikologis yang memainkan peran penting dalam terbentuknya interaksi antar individu dalam lingkungan kerja (Oginska-Bulik, 2005). Penelitian tentang kecerdasan emosional perawat dilakukan oleh Kusmawati (2009) mengenai hubungan


(24)

kecerdasan emosional dengan stress kerja perawat di Instalasi Rawat Darurat (IRD). Hasil dari penelitian tersebut menunjukan ada hubungan negatif yang bermakna antara kecerdasan emosional dengan stress kerja perawat di IRD RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

Kemampuan untuk mengenal emosi orang lain dan kemampuan untuk mengatur emosi diri sendiri sangat penting dalam pekerjaan pelayanan kesehatan (Salovey & Mayer, 1990). Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, dalam hal ini manusia, cenderung melibatkan emosi didalamnya, salah satu perwujudan pentingnya kecerdasan emosi dalam pelayanan kesehatan adalah bagaimana kemampuan kita dalam mengekspresikan perasaan positif maupun negatif terhadap emosi pasien maupun keluarga pasien.

2.2 Perilaku Caring 2.2.1 Pengertian Caring

Caring merupakan suatu kemampuan untuk berdedikasi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, menunjukan perhatian, perasaan empati dengan orang lain,

dan perasaan cinta atau menyayangi yang merupakan kehendak keperawatan (Potter & Perry, 2005). Dalam keperawatan caring merupakan suatu hal yang sentral karena caring merupakan suatu cara pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih meningkatkan kepedulian dengan klien (Sartika & Nanda, 2011)

Menurut Swanson caring merupakan suatu cara bagi perawat untuk memelihara hubungan yang bernilai dengan pasien agar mereka merasakan komitmen dan tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri. Hal ini dapat dilakukan melalui lima komponen proses caring diantaranya mengetahui (knowing), kehadiran (being with), melakukan (doing for), memampukan (enabling), dan mempertahankan kepercayaan (maintaining belief) (Swanson, 1991 dalam Watson, 2005)


(25)

Berdasarkan pendapat yang diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa caring merupakan tindakan atau upaya yang dilakukan untuk mendekatkan diri, mendekatkan diri dan memberi perhatian kepada orang lain dengan tujuan menolong, berempati dan menunjukan rasa kepedulian kita dalam setiap pemberian pelayanan keperawatan.

2.2.2 Komponen Caring Menurut Watson

Menurut Watson (2007), fokus utama daripada keperawatan adalah faktor karatif yang bersumber dari perspektif humanistik yang digabungkan dengan dasar pengetahuan ilmiah dan diuraikan menjadi 10 (sepuluh) faktor karatif. Kesepuluh faktor ini dapat memberikan kepuasan terhadap pemenuhan kebutuhan tertentu pada manusia. Maka dari itu, Watson sangat menekankan agar kesepuluh faktor tersebut harus terwujud dalam pemberian asuhan keperawatan. Kesepuluh faktor tersebut antara lain:

1. Pendeketan humanistik dan altruistik

Pendekatan ini dipelajari dari awal kehidupan, akan tetapi sangat dipengaruhi oleh pendidikan keperawatan. Faktor ini dapat didefinisaikan sebagai kepuasan melalui pemberian dan perpanjangan dari kesadaran diri. Perilaku caring perawat pelaksana yang menggambarkan sistem humanistik adalah dengan menghormati pasien sebagai individu (manusia). Perilaku yang menggambarkan pemberian sistem altruistik adalah dengan mendahulukan kebutuhan pasien daripada kebutuhan pribadi (Watson, 1979 dalam Tomey & Alligod 2006)

2. Menanamkan kepercayaan dan harapan

Faktor ini menanamkan nilai-nilai humanistik dan altruistik, memfasilitasi pemberian pelayanan keperawatan yang holistik dan kesehatan yang positif kepada klien


(26)

(pasien). Perawat berperan penting dalam membengun hubungan yang efektif antara perawat-pasien dan pencapaian kesejahteraan dengan membantu pasien meningkatkan perilaku mencari pertolongan kesehatan, membantu memahami terapi yang diberikan dan memberi keyakinan adanya kekuatan penyembuhan. Perawat perlu mendorong pasien agar memiliki harapan untuk dapat kembali seperti normal (sehat) kembali (Pinto dan Spiri, 2008).

3. Mengembangkan kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain

Merupakan suatu kemampuan untuk mengakui perasaan untuk aktualisasi diri melalui penerimaan diri baik pasien maupun perawat. Seorang perawat yang memiliki kepekaan dalam dirinya maka dia akan lebih mampu ikhlas, apa adanya dan peka terhadap kebutuhan orang lain. Beberapa pasien menyatakan perawat yang ingin menyatu dengan pasien diwujudkan dengan cara menunjukan rasa tertarik dengan apa yang dirasakan pasien (Wysong & Driver, 2009).

4. Mengembangkan hubungan saling percaya dan saling membantu

Mengembangkan hubungan saling percaya dan saling membantu antara pasien dan perawat merupakan hal yang paling utama dalam transpersonal caring. Hubungan saling percaya digambarkan sebagai suatu hubungan yang memfasilitasi untuk penerimaan perasaan positif dan negatif diantaranya kejujuran, empati, kehangatan dan komunikasi efektif.


(27)

Perawat perlu memiliki kemampuan untuk menggunakan pemahaman intelektual maupun emosional pada keadaan yang berbeda baik positif maupun negatif. Tujuan sikap ini adalah untuk menciptakan hubungan yang terbuka, menghargai perasaan dan pengalaman antar perawat-pasien.

6. Menggunakan metode sistematis dalam pemecahan masalah

Perawat menggunakan proses keperawata untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan masalah keperawatan, dan mengambil keputusan secara sistematis. Proses keperawatan merupakan pendekatan yang digunakan memecahkan masalah secara sistematis dan terorganisir, sehingga dapat menghilagkan pandangan lama bahwa perawat adalah asisten dokter.

7. Meningkatkan pembelajaran dan pengajaran dalam hubungan interpersonal

Konsep ini merupakan konsep terpenting dalam keperawatan yang membedakan caring dengan curing. Dengan pembelajaran dan pengajaran memungkinkan pasien memperoleh pengetahuan dan bertanggungjawab terhadap kodisi sehat-sakitnya. Melalui proses pembelajaran diharapkan pasien mampu melakukan perawatan mandiri, menentukan kebutuhan diri dan mendorongpertumbuhan diri pasien.

8. Menciptakan lingkungan yang suportif, protektif, perbaikan mental, fisik, sosial budaya dan spiritual

Perawat perlu mengetahui pengaruh lingkungan internal dan eksternal pasien terhadap kondisi sehat-sakit pasien. Pengaruh lingkungan internal pasien antara lain kesehatan mentalspiritual dan dan kepercayaan sosiokultural individu, sedangkan lingkungan eksternal meliputi kenyamanan, privasi, keamanan dan keindahan lingkungan.


(28)

9. Membantu memberi bimbingan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan pasien

Perawat perlu mengenali kebutuhan biofisikal, psikofisikal, psikososial, dan interpersonal diri perawat dan pasien. Pasien harus puas dengan kebutuhan terendah sebelum tercapai kebutuhan lebih tinggi.

10.Menghargai kekuatan eksistensial-phenomenologikal

Perawat perlu menghargai kekuatan eksistensial dan phenomenologikal yang diyakini pasien dengan tujuan memfasilitasi pencapaian pertumbuhan diri dan kematangan jiwa pasien

2.2.3 Bentuk Pelaksanaan Caring

Menurut (Caruth et all, 1999) dalam memberikan asuhan keperawatan, caring dapat terdiri dari beberapa bentuk antara lain:

1. Kehadiran

Kehadiran dimaksudkan bagaiman perawat selalu berada di dekat pasien secara fisik menunjukkan pemahaman akan kehadiran berada bersama pasien untuk sharing.

2. Sentuhan

Sentuhan dimaksudkan dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat hendaknya melakukan sentuhan skin to skin, menjaga kontak mata, senyuman serta protektif dalam artian mencegah cidera.


(29)

Perawat hendaknya selalu mendengarkan dengan sabar tanpa menyela/memotong pembicaraan pasien (keluhan pasien), mendapatkan informasi dari pasien dan mengiterpretasikan informasi yang didapatkan dari pasien.

4. Mengetahui

Mengetahui dalam artian memahami pasien dengan segala permasalahan yang menyangkut keperawatan atau penyakitnya, memahami intervensi yang direncanakan, namun mengurangi membuat asumsi dan fokus pada pasien.

2.2.4 Tujuan Caring Dalam Keperawatan

Pada dasarnya tujuan caring adalah agar perilaku perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan terdiri dari upaya melindungi, meningkatkan dan menjaga/mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain dalam proses penyembuhan penyakit, penderitaan dan keberadaannya membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri dengan sentuhan kemanusiaan (Watson,1979). Menurut Blais (2007) caring merupakan fokus pemersatu praktek keperawatan. Perilaku caring juga sangat penting untuk tumbuh kembang, memperbaiki dan meningkatkan kondisi atau cara hidup.

2.2.5 Perilaku Caring Dalam Praktik Keperawatan

Caring dapat diartikan sebagai suatu kemampuan yang dapat digunakan untuk berdedikasi terhadap orang lain, pengawasan dengan waspada, perasaan empati dengan orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi. Caring merupakan sentral dalam praktik keperawatan, karena caring merupakan suatu cara pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih meningkatkan kepedulian kepada klien, sehingga caring merupakan bagian inti terpenting dalam praktik keperawatan (Sartika,2010)


(30)

Caring dalam praktik keperawatan dapat dilakukan dengan mengembangkan hubungan saling percaya antara perawat dengan klien. Pengembangan hubungan saling percaya menerapkan bentuk komunikasi untuk menjalin hubungan dalam keperawatan. Perawat bertindak dengan cara yang terbuka dan jujur. Empati berarti perawat memahami apa yang dirasakan klien. Ramah berarti penerimaan positif terhadap orang lain yang sering diekspresikan melalui bahasa tubuh, ucapan tekanan suara, sikap terbuka, ekspresi wajah, dan lain-lain (Kozier & Erb,1985 dalam Nurachman,2001)

Perilaku caring sangat penting dalam layanan keperawatan karena akan memberikan kepuasan kepada pasien dan keperawatan akan lebih memahami konsep caring, khususnya perilaku caring dan mengaplikasikan dalam pelayanan keperawatan. Seorang perawat memerlukan kemampuan untuk memperhatikan orang lain, keterampilan intelektual, teknikal dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku caring (Dwiyanti, 2007).

2.3 Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Caring Perawat

Perilaku caring yang yang didasari kecerdasan emosional yang baik akan mendukung terciptanya pelayanan kesehatan yang sesuai dengan harapan pasien. Kerfoot (1996, dalam Rego, Godinho & Mc Queen, 2008 ) menyampaikan bahwa pasien menerima pelayanan tenaga kesehatan dengan keterampilan sempurna, namun bila tidak disertai dengan sikap emosi yang baik dalam pelayanan, maka pelayanan tersebut dinilai pasien sebagai pelayanan yang tidak adekuat. Selain itu, Kerbach dan Schutte (2005) menyebutkan bahwa kecerdasan emosional yang baik, yang ditunjukan pemberi pelayanan kesehatan, mampu meningkatkan laporan tentang tingkat kepuasan pasien dalam berhubungan dengan petugas kesehatan. Maka daripada itu perawat perlu mengiternalisasikan kecerdasan emosional yang baik dalam setiap pelayanan


(31)

kesehatan yang diberikan kepada pasien. Hal ini seseuai dengan pendapat Mc. Queen (2004) bahwa perawat perlu memiliki kemampuan kecerdasan emosional untuk memenuhi kebutuhan perawatan pasien dan untuk melakukan negoisasi kooperatif dengan tim kesehatan lain.


(1)

(pasien). Perawat berperan penting dalam membengun hubungan yang efektif antara perawat-pasien dan pencapaian kesejahteraan dengan membantu pasien meningkatkan perilaku mencari pertolongan kesehatan, membantu memahami terapi yang diberikan dan memberi keyakinan adanya kekuatan penyembuhan. Perawat perlu mendorong pasien agar memiliki harapan untuk dapat kembali seperti normal (sehat) kembali (Pinto dan Spiri, 2008).

3. Mengembangkan kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain

Merupakan suatu kemampuan untuk mengakui perasaan untuk aktualisasi diri melalui penerimaan diri baik pasien maupun perawat. Seorang perawat yang memiliki kepekaan dalam dirinya maka dia akan lebih mampu ikhlas, apa adanya dan peka terhadap kebutuhan orang lain. Beberapa pasien menyatakan perawat yang ingin menyatu dengan pasien diwujudkan dengan cara menunjukan rasa tertarik dengan apa yang dirasakan pasien (Wysong & Driver, 2009).

4. Mengembangkan hubungan saling percaya dan saling membantu

Mengembangkan hubungan saling percaya dan saling membantu antara pasien dan perawat merupakan hal yang paling utama dalam transpersonal caring. Hubungan saling percaya digambarkan sebagai suatu hubungan yang memfasilitasi untuk penerimaan perasaan positif dan negatif diantaranya kejujuran, empati, kehangatan dan komunikasi efektif.


(2)

Perawat perlu memiliki kemampuan untuk menggunakan pemahaman intelektual maupun emosional pada keadaan yang berbeda baik positif maupun negatif. Tujuan sikap ini adalah untuk menciptakan hubungan yang terbuka, menghargai perasaan dan pengalaman antar perawat-pasien.

6. Menggunakan metode sistematis dalam pemecahan masalah

Perawat menggunakan proses keperawata untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan masalah keperawatan, dan mengambil keputusan secara sistematis. Proses keperawatan merupakan pendekatan yang digunakan memecahkan masalah secara sistematis dan terorganisir, sehingga dapat menghilagkan pandangan lama bahwa perawat adalah asisten dokter.

7. Meningkatkan pembelajaran dan pengajaran dalam hubungan interpersonal

Konsep ini merupakan konsep terpenting dalam keperawatan yang membedakan caring dengan curing. Dengan pembelajaran dan pengajaran memungkinkan pasien memperoleh pengetahuan dan bertanggungjawab terhadap kodisi sehat-sakitnya. Melalui proses pembelajaran diharapkan pasien mampu melakukan perawatan mandiri, menentukan kebutuhan diri dan mendorongpertumbuhan diri pasien.

8. Menciptakan lingkungan yang suportif, protektif, perbaikan mental, fisik, sosial budaya dan spiritual

Perawat perlu mengetahui pengaruh lingkungan internal dan eksternal pasien terhadap kondisi sehat-sakit pasien. Pengaruh lingkungan internal pasien antara lain kesehatan mentalspiritual dan dan kepercayaan sosiokultural individu, sedangkan lingkungan eksternal meliputi kenyamanan, privasi, keamanan dan keindahan lingkungan.


(3)

9. Membantu memberi bimbingan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan pasien

Perawat perlu mengenali kebutuhan biofisikal, psikofisikal, psikososial, dan interpersonal diri perawat dan pasien. Pasien harus puas dengan kebutuhan terendah sebelum tercapai kebutuhan lebih tinggi.

10.Menghargai kekuatan eksistensial-phenomenologikal

Perawat perlu menghargai kekuatan eksistensial dan phenomenologikal yang diyakini pasien dengan tujuan memfasilitasi pencapaian pertumbuhan diri dan kematangan jiwa pasien

2.2.3 Bentuk Pelaksanaan Caring

Menurut (Caruth et all, 1999) dalam memberikan asuhan keperawatan, caring dapat terdiri dari beberapa bentuk antara lain:

1. Kehadiran

Kehadiran dimaksudkan bagaiman perawat selalu berada di dekat pasien secara fisik menunjukkan pemahaman akan kehadiran berada bersama pasien untuk sharing.

2. Sentuhan

Sentuhan dimaksudkan dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat hendaknya melakukan sentuhan skin to skin, menjaga kontak mata, senyuman serta protektif dalam artian mencegah cidera.


(4)

Perawat hendaknya selalu mendengarkan dengan sabar tanpa menyela/memotong pembicaraan pasien (keluhan pasien), mendapatkan informasi dari pasien dan mengiterpretasikan informasi yang didapatkan dari pasien.

4. Mengetahui

Mengetahui dalam artian memahami pasien dengan segala permasalahan yang menyangkut keperawatan atau penyakitnya, memahami intervensi yang direncanakan, namun mengurangi membuat asumsi dan fokus pada pasien.

2.2.4 Tujuan Caring Dalam Keperawatan

Pada dasarnya tujuan caring adalah agar perilaku perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan terdiri dari upaya melindungi, meningkatkan dan menjaga/mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain dalam proses penyembuhan penyakit, penderitaan dan keberadaannya membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri dengan sentuhan kemanusiaan (Watson,1979). Menurut Blais (2007) caring merupakan fokus pemersatu praktek keperawatan. Perilaku caring juga sangat penting untuk tumbuh kembang, memperbaiki dan meningkatkan kondisi atau cara hidup.

2.2.5 Perilaku Caring Dalam Praktik Keperawatan

Caring dapat diartikan sebagai suatu kemampuan yang dapat digunakan untuk berdedikasi terhadap orang lain, pengawasan dengan waspada, perasaan empati dengan orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi. Caring merupakan sentral dalam praktik keperawatan, karena caring merupakan suatu cara pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih meningkatkan kepedulian kepada klien, sehingga caring merupakan bagian inti terpenting dalam praktik keperawatan (Sartika,2010)


(5)

Caring dalam praktik keperawatan dapat dilakukan dengan mengembangkan hubungan saling percaya antara perawat dengan klien. Pengembangan hubungan saling percaya menerapkan bentuk komunikasi untuk menjalin hubungan dalam keperawatan. Perawat bertindak dengan cara yang terbuka dan jujur. Empati berarti perawat memahami apa yang dirasakan klien. Ramah berarti penerimaan positif terhadap orang lain yang sering diekspresikan melalui bahasa tubuh, ucapan tekanan suara, sikap terbuka, ekspresi wajah, dan lain-lain (Kozier & Erb,1985 dalam Nurachman,2001)

Perilaku caring sangat penting dalam layanan keperawatan karena akan memberikan kepuasan kepada pasien dan keperawatan akan lebih memahami konsep caring, khususnya perilaku caring dan mengaplikasikan dalam pelayanan keperawatan. Seorang perawat memerlukan kemampuan untuk memperhatikan orang lain, keterampilan intelektual, teknikal dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku caring (Dwiyanti, 2007).

2.3 Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Caring Perawat

Perilaku caring yang yang didasari kecerdasan emosional yang baik akan mendukung terciptanya pelayanan kesehatan yang sesuai dengan harapan pasien. Kerfoot (1996, dalam Rego, Godinho & Mc Queen, 2008 ) menyampaikan bahwa pasien menerima pelayanan tenaga kesehatan dengan keterampilan sempurna, namun bila tidak disertai dengan sikap emosi yang baik dalam pelayanan, maka pelayanan tersebut dinilai pasien sebagai pelayanan yang tidak adekuat. Selain itu, Kerbach dan Schutte (2005) menyebutkan bahwa kecerdasan emosional yang baik, yang ditunjukan pemberi pelayanan kesehatan, mampu meningkatkan laporan tentang tingkat kepuasan pasien dalam berhubungan dengan petugas kesehatan. Maka daripada itu perawat perlu mengiternalisasikan kecerdasan emosional yang baik dalam setiap pelayanan


(6)

kesehatan yang diberikan kepada pasien. Hal ini seseuai dengan pendapat Mc. Queen (2004) bahwa perawat perlu memiliki kemampuan kecerdasan emosional untuk memenuhi kebutuhan perawatan pasien dan untuk melakukan negoisasi kooperatif dengan tim kesehatan lain.