Identifikasi Stress Kerja dan Strategi Koping Perawat di Ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Kota Langsa
IDENTIFIKASI STRES KERJA DAN STRATEGI KOPING
PERAWAT DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT KOTA LANGSA
SKRIPSI
Oleh
Rosmawar
081121004
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
(2)
Judul : Identifikasi Stress Kerja dan Strategi Koping Perawat di Ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Kota Langsa
Nama Mahasiswa : Rosmawar
NIM : 081121004
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2009
Tanggal Lulus : 28 Desember 2009
Pembimbing Penguji I
Jenny M.Purba, SKp, MNS Salbiah, SKp,MKep
NIP. 19740108 20003 2 001 NIP. 19751013 2001 12 2 002
Penguji II
M.Sukri Tanjung, Skep, Ns
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara telah Menyetujui Skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan (S.Kep).
Medan, Desember 2009
Pembantu Dekan I,
Erniyati, SKp. MNS
(3)
PRAKATA
Alhamdullilah segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Identifikasi Stres
Kerja dan Strategi Koping Perawat di Ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Umum Kota Langsa” .
Ucapan terimakasih saya sampaikan pada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalan proses penyelesaian skripsi
ini, sebagai berikut:
1. Bapak dr. Dedi Ardinata, Mkes selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Erniyati SKp, MNS selaku pembantu Dekan I Fakultas keperawatan
Universitas Sumatra Utara.
3. Ibu Jenny M.Purba SKp, MNS selaku sebagai dosen pembimbing dan dosen
penguji I yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama
penyusunan skripsi.
4. Ibu Salbiah S.Kp, Mkep, selaku dosen Penguji II, atas saran dan masukan –
masukannya pada penulis.
5. Bapak M.Sukri Tanjung, S.Kep, NS selaku dosen Penguji III, atas saran dan
masukan-masukannya pada penulis.
(4)
7. Direktur BPK RSU Kota Langsa, Direktur RS PTP I cut Meutia Langsa,
Direktur RS Cut Nyak Dhien Langsa, beserta seluruh staf khususnya perawat
ruang Instalasi Gawat Darurat yang telah bersedia menjadi responden dalam
penelitian ini.
8. Suamiku Akhmad zulkifli, buah hatiku Faturrahman Zulkifli dan Fatwa
Hasnuagi Zulkifli, yang menjadi inspirasi untuk terus berusaha memberi yang
terbaik.
9. Sahabat-sahabatku seangkatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra
Utara Medan.
Medan, Desember 2009
Penulis
(Rosmawar)
(5)
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul... i
Halaman pengesahan... ii
Prakata... iii
Daftar isi... iv
Daftar Tabel... v
Daftar Skema... vi
Abstrak... vii
BAB I. Pendahuluan 1. Latar Belakang... 1
2. Tujuan Penelitian... 5
3. Pertanyaan Penelitian... 5
4. Manfaat Penelitian... 5
4.1. Rumah Sakit... 6
4.2. Pendidikan Keperawatan... 6
4.3. Penelitian... 6
BAB 2. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian stres kerja... 7
2. Profesi perawat... 10
3. Stres kerja pada perawat... 11
4. Dampak negtif stres kerja... 13
5. Stres, koping dan adaptasi... 14
6. Konsep stategi koping... 18
6.1. Pengertian koping... 18
6.2. Jenis strategi koping... 19
6.3. Strategi koping pada perawat... 21
BAB 3 Kerangka Penelitian 1. Kerangka penelitian... 23
2. Defenisi operasional... 24
BAB 4. Metodoloi Penelitan 1. Desain penelitian... 26
2. Populasi dan sampel... 26
2.1. Populasi penelitian... 26
2.2. Sampel penelitian... 26
3. Lokasi dan waktu penelitian... 27
4. Pertimbangan etik... 27
5. Instrumen penelitian... 28
6. Validitas instrumen... 29
7. Reliabilitas Instrumen... 30
(6)
9. Analisa data... 31
BAB 5 Hasil Penelitian Dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian... 32
1.1. Karakteristik responden... 32
1.2. Stres kerja dan strategi koping pada perawat yang bertugas di ruang instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kota Langsa... 33
2. Pembahasan... 36
BAB 6 Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Kesimpulan... 45
2. Rekomendasi... 46
2.1. Rekomendasi terhadap keterbatasan penelitian... 46
2.2. Rekomendasi terhadap praktek keperawatan... 47
Daftar Pustaka... 48
Lampiran-lampiran 1. Inform concent... 51
2. Jadwal tentatif penelitian... 52
3. Instrumen penelitian... 53
4. Perincian dana penelitian... 56
5. Riwayat hidup... 57
(7)
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2 Defenisi Opersional... 24
Tabel 5.1 Tendensi sentral usia dan lama bekerja perawat ruang
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kota Langsa (n=45)... 32
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi data demografi perawat ruang Instalasi Gawat darurat Rumah Sakit kota Langsa (n= 45)... 33
Tabel 5.3 Urutan skor stres kerja berdasarkan nilai mean dari yang tertingg sampai terendah (n=45)... 34
Tabel 5.4 Skor mean dan standar deviasi berdasarkan kategori stres kerja (n=45)... 35
Tabel 5.5 Urutan skor strategi koping berdasarkan nilai mean yang digunakan responden dari yang tertinggi sampai terendah (n=45)... 35
Tabel 5.6 Skor mean dan standar deviasi berdasarkan kategori strategi koping (n=45)... 36
(8)
DAFTAR SKEMA
(9)
Judul : Identifikasi Stres Kerja dan Strategi Koping pada Perawat diRuang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kota Langsa.
Nama : Rosmawar NIM : 081121004
Jurusan : Fakultas Keperawatan Tahun : 2009
Abstrak
Stres kerja merupakan Suatu keadaan yang menyebabkan seorang perawat merasa tertekan dan tidak nyaman yang dapat mempengaruhi dirinya secara fisik, psikologis dan sosial yang disebabkan kerja. Sedangkan strategi koping merupakan upaya yang dilakukan perawat untuk mengatasi stres kerja. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi stres kerja dan strategi koping pada perawat yang bertugas di ruang instalasi gawat darurat dengan desain deskriptif. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 45 orang dengan menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan data dilakukan tanggal 4 sampai 18 Agustus 2009. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar stres kerja perawat adalah stres sosial (mean=1,83 dan standar deviasi=0,42). Urutan stres kerja yang sering dialami perawat meliputi perasaan kesal terhadap keluarga pasien, pimpinan yang kurang memperhatikan kesejahteraan, kesal dengan teman yang tidak menyelesaikan pekerjaan sehingga melimpahkan pekerjaannya, perasaan letih dan otot yang kaku setelah selesai bekerja serta pimpinan yang sering mengintervensi pekerjaan. Sementara itu strategi koping yang digunakan perawat dalam mengatasi stres kerja, yaitu koping yang berokus pada masalah (mean=2,44, standar deviasi=0,33), dan koping yang berfokus pada emosi (mean=2,43, standar deviasi=0,31). Instrumen dalam penelitian ini, peneliti susun berdasarkan tinjauan teoritis dan pendapat ahli, tidak menggunakan instrument khusus untuk mengukur stres kerja, sehingga pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan instrumen yang lebih spesifik yang telah teruji untuk mengukur tingkatan stres pada perawat. Bentuk penelitian yang akan datang diharapkan dapat menggunakan metode kualitatif sehingga dapat lebih mencerminkan gambaran stres kerja pada perawat.
(10)
Judul : Identifikasi Stres Kerja dan Strategi Koping pada Perawat diRuang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kota Langsa.
Nama : Rosmawar NIM : 081121004
Jurusan : Fakultas Keperawatan Tahun : 2009
Abstrak
Stres kerja merupakan Suatu keadaan yang menyebabkan seorang perawat merasa tertekan dan tidak nyaman yang dapat mempengaruhi dirinya secara fisik, psikologis dan sosial yang disebabkan kerja. Sedangkan strategi koping merupakan upaya yang dilakukan perawat untuk mengatasi stres kerja. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi stres kerja dan strategi koping pada perawat yang bertugas di ruang instalasi gawat darurat dengan desain deskriptif. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 45 orang dengan menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan data dilakukan tanggal 4 sampai 18 Agustus 2009. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar stres kerja perawat adalah stres sosial (mean=1,83 dan standar deviasi=0,42). Urutan stres kerja yang sering dialami perawat meliputi perasaan kesal terhadap keluarga pasien, pimpinan yang kurang memperhatikan kesejahteraan, kesal dengan teman yang tidak menyelesaikan pekerjaan sehingga melimpahkan pekerjaannya, perasaan letih dan otot yang kaku setelah selesai bekerja serta pimpinan yang sering mengintervensi pekerjaan. Sementara itu strategi koping yang digunakan perawat dalam mengatasi stres kerja, yaitu koping yang berokus pada masalah (mean=2,44, standar deviasi=0,33), dan koping yang berfokus pada emosi (mean=2,43, standar deviasi=0,31). Instrumen dalam penelitian ini, peneliti susun berdasarkan tinjauan teoritis dan pendapat ahli, tidak menggunakan instrument khusus untuk mengukur stres kerja, sehingga pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan instrumen yang lebih spesifik yang telah teruji untuk mengukur tingkatan stres pada perawat. Bentuk penelitian yang akan datang diharapkan dapat menggunakan metode kualitatif sehingga dapat lebih mencerminkan gambaran stres kerja pada perawat.
(11)
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional
telah diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal. Tujuan pembangunan kesehatan nasional adalah peningkatan mutu,
cakupan, dan efisiensi melalui penerapan dan penyempurnaan standar pelayanan,
standar tenaga, standar peralatan, standar profesi dan peningkatan manajemen
rumah sakit (Depkes, 2000).
Rumah sakit adalah salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan, yang
merupakan tempat dan tumpuan harapan masyarakat untuk memperoleh
pelayanan kesehatan. Rumah sakit harus mampu memberikan pertolongan dan
perawatan yang memadai, berupa pelayanan yang nyaman, tepat, bermanfaat dan
profesional. Untuk itu, rumah sakit dituntut memberikan pelayanan dengan mutu
yang baik dan menyediakan fasilitas yang dilengkapi sarana peralatan yang
memadai dan modern dengan sumber daya manusia yang berkualitas dan
profesional yang mampu menghasilkan produktifitas kerja yang tinggi (Depkes,
1998).
Perawat sebagai salah satu pemberi pelayanan kesehatan kepada
individu, keluarga dan masyarakat dituntut untuk memberi pelayanan dengan
(12)
kesiagaan setiap saat dari seorang perawat dalam menangani pasien, kondisi ini
akan membuat seorang perawat akan lebih mudah mengalami stres (Hamid,
2001).
Perawat dalam menjalankan profesinya sangat rawan terhadap stres,
kondisi ini dipicu karena adanya tuntutan dari pihak organisasi dan interaksinya
dengan pekerjaan yang sering mendatangkan konflik atas apa yang dilakukan.
Nursalam (2002) mengatakan, beban kerja yang sering dilakukan oleh perawat
bersifat fisik seperti mengangkat pasien, mendorong peralatan kesehatan,
merapikan tempat tidur pasien, mendorong brankart, dan yang bersifat mental
yaitu kompleksitas pekerjaan misalnya keterampilan, tanggung jawab terhadap
kesembuhan, mengurus keluarga serta harus menjalin komunikasi dengan pasien.
Menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI, 2006) sebanyak
50,9 % perawat Indonesia yang bekerja mengalami stres kerja, sering merasa
pusing, lelah, kurang ramah, kurang istirahat akibat beban kerja terlalu tinggi serta
penghasilan yang tidak memadai. Sementara itu, Frasser (1997) menjelaskan
bahwa 74 % perawat mengalami kejadian stres, yang mana sumber utamanya
adalah lingkungan kerja yang menuntut kekuatan fisik dan keterampilan.
Instalasi Gawat darurat merupakan unit penting dalam operasional suatu
rumah sakit, yaitu sebagai pintu masuk bagi setiap pelayanan yang beroperasi
selama 24 jam selain poliklinik umum dan spesialis yang hanya melayani pasien
pada saat jam kerja. Sebagai ujung tombak dalam pelayanan keperawatan rumah
sakit, IGD harus melayani semua kasus yang masuk ke rumah sakit. Dengan
(13)
ini dituntut untuk memiliki kemampuan lebih di banding dengan perawat yang
melayani pasien di ruang yang lain. Setiap perawat yang bertugas di ruang IGD
wajib membekali diri dengan ilmu pengetahuan, keterampilan, bahkan dianggap
perlu mengikuti pelatihan-pelatihan yang menunjang kemampuan perawat dalam
menangani pasien secara cepat dan tepat sesuai dengan kasus yang masuk ke
IGD. Perawat juga dituntut untuk mampu bekerjasama dengan tim kesehatan lain
serta dapat berkomunikasi dengan pasien dan keluarga pasien yang berkaitan
dengan kondisi kegawatan kasus di ruang tersebut, kebutuhan akan sarana dan
peralatan yang menunjang pelayanan merupakan hal penting lain yang harus
diperhatikan oleh penyelenggara rumah sakit (RSUD Kota Langsa, 2009).
Hasil wawancara penulis dengan beberapa perawat yang bertugas di IGD
RSUD Kota Langsa diketahui bahwa beban kerja sangat banyak karena perawat
harus melaksnakan asuhan keperawatan kepada klien, harus melakukan
pencatatan dan dokumentasi asuhan keperawatan klien, mengurus administrasi
klien, membawa pasien untuk pemeriksaan laboratorium dan sebagainya. Perawat
juga mengatakan bahwa shift malam juga menjadi masalah bagi perawat karena
harus meninggalkan rumah dan keluarganya pada malam hari. Tingginya tuntutan
akan penyelenggaraan pelayanan di ruang IGD sering memicu stres kerja pada
karyawan/staf yang bertugas di ruang tersebut, kondisi ini juga dipicu oleh karena
kurangnya perhatian dari pimpinan atau penyelenggara rumah sakit, sarana dan
peralatan yang kurang mencukupi, keterbatasan bahan habis pakai, ketatnya
peraturan dan jadwal shiff yang melelahkan, serta beban kerja yang berlebihan,
(14)
kunjungan pasien di ruang IGD, hal ini tergambar dari jumlah perawat yang
bertugas di ruang IGD RSUD Kota Langsa 21 orang, dengan jumlah kunjungan
60 s/d 75 orang/hari. Hasil wawancara penulis dengan beberapa pasien yang
dirawat diketahui, dalam memberikan pelayanan kepada pasien perawat sering
marah-marah, tidak sabar dalam melakukan tindakan keperawatan sehingga
terkesan kasar, perawat terkesan tidak peduli, waktu perawat untuk bersenda
gurau dengan sesama perawat lebih banyak daripada melakukan perawatan
terhadap pasien. Kondisi ini mengharuskan perawat memahami strategi koping
yang seimbang sesuai masalah yang dihadapi di tempat kerja. (RSUD Kota
Langsa, 2009).
Stres kerja yang sering dialami perawat di Instalasi Gawat Darurat meliputi
stres Psikologis yang diperkirakan dialami hampir 40% perawat, sebagian perawat
yang mengalami stres psikologis diantaranya menderita gejala gangguan disfungsi
sosial (mean=13.45, standar deviasi=2.47) diikuti gejala somatic (mean=13.45,
standar deviasi=4.26), hampir 20% mengaami depresi mulai dari yang ringan
maupun depresi berat (Lam, 2002).
Berdasarkan latar belakang, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang stres kerja pada perawat, khususnya di ruang Instalasi Gawat Darurat
Rumah Sakit Kota Langsa. Penelitian ini sangat relevan sebagaimana diketahui
bahwa Instalasi Gawat Darurat adalah suatu ruang yang memberikan pelayanan
emergensi yang bersifat akut, primer, episodik, tidak terjadwal dan membutuhkan
perhatian khusus. Oleh karena itu dibutuhkan pengetahuan dan ketrampilan tinggi
(15)
2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi stres kerja dan
strategi koping pada perawat yang bertugas di ruang Instalasi Gawat Darurat
Rumah Sakit Kota Langsa.
3. Pertanyaan Penelitian
3.1 Stres kerja apa sajakah yang dihadapi perawat di ruang Instalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit Kota Langsa.
3.2 Bagaimana strategi koping perawat dalam menghadapi stres kerja di ruang
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kota Langsa.
4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :
4.1 Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Instalasi Gawat Darurat
Rumah Sakit Kota Langsa untuk dapat mengetahui dan bagaimana mengatasi
masalah stres kerja yang terjadi pada perawat.
4.2. Bagi pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini akan dapat digunakan sebagai masukan bagi
keperawatan dasar dan manajemen keperawatan dalam mempersiapkan perawat
untuk dapat menggunakan koping yang adaptif ketika berhadapan dengan stres
(16)
4.3. Bagi Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data tambahan
bagi penelitian keperawatan berikutnya yang terkait dengan stres kerja pada
(17)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Stres Kerja
Stres adalah merupakan suatu fenomena yang sangat kompleks dan unik
sehingga banyak pakar berbeda pendapat dalam memberikan defenisi tentang
stres, walaupun pada dasarnya antara satu defenisi dengan defenisi lainnya
terdapat inti persamaannya.
Menurut Hawari (2001), yang dimaksud dengan stres adalah respon
tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Misalnya
bagaimana respon tubuh seseorang mana kala yang bersangkutan mengalami
beban pekerjaan yang berlebihan. Bila ia sanggup mengatasinya artinya tidak ada
gangguan pada fungsi organ tubuh, maka dikatakan yang bersangkutan tidak
mengalami stres, tetapi sebaliknya bila ia mengalami gangguan pada satu atau
lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan
fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut mengalami stres.
Menurut Cooper (1995), stres adalah tekanan yang terlalu besar bagi kita.
Stres itu sangat bersifat personal, setiap orang memiliki tingkatan toleransi
tertentu pada tekanan di setiap waktunya, yaitu kemampuan kita untuk mengatasi
atau tidak mengatasinya.
National Safety Council (2004) di Amerika Serikat, Stres adalah sebagai
(18)
dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik
manusia tersebut.
Stres kerja timbul akibat kepuasan kerja tidak terwujud dari
pekerjaannya. Stres kerja perlu sedini mungkin diatasi oleh pimpinan agar hal-hal
yang merugikan perusahaan dapat diatasi. Stres adalah suatu kondisi ketegangan
yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seseorang. Orang-orang
yang mengalami stres menjadi nervous dan merasakan kekuatiran kronis. Mereka
sering menjadi marah-marah, agresif, tidak dapat relaks, atau memperlihatkan
sikap yang tidak kooperatif.
Stres dapat terjadi pada hampir semua pekerja, baik tingkat pimpinan
maupun pelaksana. Kondisi kerja yang lingkungannya tidak baik sangat potensial
untuk menimbulkan stres bagi pekerjanya. Stres dilingkungan kerja memang tidak
dapat dihindarkan, yang dapat dilakukan adalah bagaimana mengelola, mengatasi
atau mencegah terjadinya stres tersebut, sehingga tidak menganggu pekerjaan
(Notoatmodjo,2002).
Gejala stres yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja
mereka. Luthans (2000) mendefenisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam
menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses
psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa
yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan
(19)
kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting diamati sejak
mulai timbulnya tuntutan untuk efesiensi di dalam pekerjaan. Akibat adanya stres
kerja tersebut, yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis,
peningkatan ketegangan pada emosi, proses berfikir dan kondisi fisik individu.
Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja karyawan mengalami beberapa hal,
seperti : mudah marah dan agresif, tidak dapat relaks, emosi yang tidak stabil,
sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlibat dan kesulitan dalam
masalah tidur.
Menurut National Safety Council (2004), penyebab stres kerja
dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu :
1. Penyebab Organisasional yang terdiri dari :
a) Otonomi yaitu kemandirian perawat dalam menjalankan tugasnya serta
tidak membutuhkan pengawasan yang ketat dari atasannya.
b) Relokasi pekerjaan (mutasi) yaitu perpindahan tempat kerja seseorang dari
satu bagian/unit ke bagian/unit yang lain.
c) Karier yaitu jabatan yang diduduki seseorang dalam pekerjaannya.
d) Beban kerja yaitu pekerjaan yang diterima atau diemban seseorang yang di
dukung dengan tanggung jawab dari pekerjaan tersebut.
e) Interaksi dengan pasien yaitu kontak langsung antara pasien dengan
perawat dalam asuhan keperawatan yang dilaksanakan oleh seorang
(20)
2. Penyebab Individual yang terdiri dari :
a) Keluarga yaitu dukungan yang berasal dari suami/isteri dan anak-anak
serta sanak saudara dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
b) Kejenuhan yaitu adanya kebosanan dengan pekerjaan yang selalu sama
sepanjang tahun dan sudah tidak suka lagi karena sudah terlalu sering atau
banyak.
c) Konflik dengan rekan kerja yaitu ketidak sesuaian antara dua atau lebih
anggota atau kelompok di tempat kerja.
3. Penyebab Lingkungan.
Menurut Grainger (1999), petugas kesehatan dalam menjalankan tugasnya
menghadapi banyak sekali stressor diantaranya : 1) menghadapi pasien yang :
menderita, sekarat, lumpuh, kematian pasien, 2) harus selalu bersikap baik kepada
orang yang mungkin tidak disukai, 3) berbicara dengan kerabat pasien, bertatatap
muka langsung dengan orang lain, 4) waktu kerja yang lama dan kerja shift, 5)
melakukan tindakan yang bersifat traumatis, 6) kemajuan teknologi, 7)
pertanggung jawaban terhadap manusia, 8) akibat yang sangat besar dari
keputusan yang salah, 9) risiko penularan penyakit akibat pekerjaan, 10)
pengharapan dan tuntutan masyarakat, 11) risiko kekerasan fisik, 12)
pengembangan karir yang tidak dapat diramalkan.
2. Profesi Perawat
Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan
melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang
(21)
tahun 1992). Seorang perawat dikatakan profesional jika memiliki ilmu
pengetahuan, keterampilan keperawatan profesional serta memiliki sikap
profesional sesuai kode etik profesi.
Menurut Keputusan Menpan Nomor 94/KEP/M.PAN/11/2001, perawat
adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan
hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pelayanan
keperawatan kepada masyarakat pada sarana kesehatan, perawat berkedudukan
sebagai pelaksana teknis fungsional pelayanan keperawatan yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan (Men PAN, 2001).
Sebagian besar perawat adalah pegawai rumah sakit, perawat merupakan tenaga
kesehatan yang dominan di rumah sakit baik dari segi jumlah maupun
keberadaannya dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, perawat
mempunyai hubungan langsung dengan pasien (Praptiningsih, 2006).
3. Stres Kerja Pada Perawat
Stres adalah tekanan yang terlalu besar bagi individu (Towner, 2002)
Terjadinya stress di tempat kerja hampir tidak dapat dihindari dalam banyak jenis
pekerjaan. Perawat sebagai sumber daya manusia yang bekerja di rumah sakit,
dalam melaksanakan pekerjaannya dihadapkan pada kondisi-kondisi (karakteristik
organisasi) yang dapat menimbulkan stres kerja.
Menurut Highley dalam Cox (1996) perawat, secara alamiah merupakan
profesi yang penuh dengan stres, berdasarkan hasil observasinya sebagai berikut :
(22)
kematian, banyak tugas-tugas perawat tidak diberi penghargaan, tidak
meyenangkan dan penuh tekanan, sering diremehkan, menakutkan.
Menurut Cox (1996), ciri-ciri situasi kerja perawat yang penuh dengan
stres, antara lain : 1) bekerja dengan kebutuhan-kebutuhan yang menimbulkan
ancaman : pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang tidak sesuai untuk
mengatasi masalah keperawatan, 2) pekerjaan tidak sesuai dengan kebutuhan, 3)
situasi dimana perawat memiliki sedikit kontrol terhadap pekerjaan berlebih, 4)
situasi dimana perawat menerima sedikit dukungan dalam pekerjaan dan diluar
pekerjaan.
Banyak hasil penelitian membuktikan bahwa stressor kerja pada perawat
sangat bervariasi, antara lain seperti tersebut di bawah ini : menurut Ilmi (2005),
stresor kerja pada perawat sesuai urutannya adalah beban kerja berlebih sebesar
82%, pemberian upah yang tidak adil 58%, kondisi kerja 52%, tidak diikutkan
dalam pengambilan keputusan 45%.
Sementara itu, Graytoft dan Anderson (1981), mengidentifikasi 7
sumber stres pada perawat yang bekerja di rumah sakit yaitu : 1) Menghadapi
kematian, 2) Konflik dengan dokter, 3) Persiapan yang tidak memadai untuk
menghadapi kebutuhan-kebutuhan emosional pasien dan keluarganya, 4)
Kurangnya dukungan terhadap staf, 5) Konflik dengan perawat yang lain dan
supervisor, 6) Beban kerja berlebih, 7) Ketentuan pengobatan.
Bailey (1980), menambahkan bahwa sumber stress kerja perawat antara
(23)
staf medis, isu perawatan pasien, pendidikan teknis dan ketrampilan, beban kerja
dan isu karir.
4. Dampak Negatif Stres Kerja
Menurut Rice (1987) yang mengutip pendapat Beehr dan Newman, ada
3 dampak negatif yang terjadi pada individu sehubungan dengan stres kerja yaitu
: gejala psikologis, gejala fisik dan gejala perilaku seperti berikut ini :
Gejala Psikologis yaitu : a) cemas, tegang, bingung dan mudah
tersinggung, b) perasaan frustrasi, marah c) sensitif dan reaktif, d) perasaan
tertindas, e) penurunan efektivitas komunikasi, f) kemunduran dan depresi, g)
terisolasi dan terasing, h) kebosanan dan ketidakpuasan kerja, i) kelelahan mental
dan penurunan fungsi intelektual, j) kehilangan konsentrasi, k) kehilangan
spontanitas dan kreatifitas, l) harga diri rendah. motivasi yang rendah untuk pergi
bekerja.
Gejala fisik yaitu : a) peningkatan denyut nadi dan tekanan darah, b)
penyakit jantung, c) peningkatan sekresi adrenalin dan noradrenalin, d) gangguan
gastrointestinal : ulkus lambung, e) masalah pernafasan, f) peningkatan keringat,
g) kelainan kulit, h) sakit kepala, i) kelelahan fisik, j) ketegangan otot, k)
gangguan tidur, l) kematian
Gejala Perilaku yaitu : a) kinerja dan produktifitas rendah, b) peningkatan
penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat, c) sabotase pekerjaan, d)
(24)
ada nafsu makan, kombinasi gejala depresi, g) kehilangan berat badan yang
tiba-tiba, h) perilaku beresiko : judi dan ngebut, h) agresi, pengrusakan, dan
merampok, i) hubungan yang buruk dengan keluarga dan teman, j) bunuh diri atau
percobaan bunuh diri.
5. Stres, Koping dan Adaptasi
Stres juga merupakan realitas kehidupan setiap hari. Setiap orang tidak
dapat terhindar dari stres. Setiap orang pernah stres dan akan mengalaminya,
akan tetapi kadarnya berbeda-beda serta dalam jangka waktu yang tidak sama
(Hardjana, 1994). Selye (1956 dalam davis, et al, 1995) menyatakan bahwa stres
merupakan tanggapan menyeluruh dari tubuh baik fisik maupun mental terhadap
setiap tuntutan ataupun perubahan yang mengganggu, mengancam rasa aman
dan harga diri individu. Pengalaman stres adalah pengalaman pribadi dan
bersifat subjektif. Stres terjadi apabila individu menilai situasi yang ada pada
dirinya adalah situasi yang mengancam. Stres sendiri dapat berakibat baik atau
buruk pada individu, tergantung pada penilaian dan daya tahan individu terhadap
hal, peristiwa, orang dan keadaan yang potensial atau netral kandungan stresnya
(Hardjana,1994). Berdasarkan hal tersebut, maka setiap individu akan
mengalami stres karena adanya stimulus (stressor), dimana stimulus tersebut
dapat menimbulkan perubahan atau masalah (stres) yang memerlukan cara
menyelesaikan atau menyesuaikan kondisi terhadap masalah tersebut (koping)
(25)
Gambar 1. Proses stress, koping dan adaptasi
Pada individu, sumber stressor dapat berupa:
1. Lingkungan
a. Sikap lingkungan: berupa tuntutan, pandangan positif dan negatif terhadap
keberhasilan diterima bekerja.
b. Tuntutan dan sikap keluarga, misalnya keharusan mendapatkan pekerjaan,
keinginan akan pilihan orang tua untuk bekerja.
c. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), makin cepatnya
memperoleh informasi dan trend masa depan jika berhasil terhadap sesuatu
yang diinginkan.
2. Diri sendiri
a. Kebutuhan psikologis yaitu keinginan yang harus dicapai terhadap yang
diinginkannya.
b. Proses internalisasi diri, yaitu penyerapan terhadap yang diinginkan secara
(26)
3. Pikiran
a. Berkaitan dengan penilaian individu terhadap lingkungan dan pengaruhnya
pada diri serta persepsi terhadap lingkungan.
b. Berkaitan dengan cara penilaian diri tentang cara penyesuaian yang biasa
dilakukan oleh individu yang bersangkutan.
Dampak stressor dipengaruhi oleh berbagai faktor (Kozier & Erb, 1983
dikutip Keliat, 1999) yaitu :
1. Sifat stressor
Pengetahuan individu tentang stressor tersebut dan pengaruhnya pada
individu tersebut.
2. Jumlah stressor
Banyaknya stressor yang diterima individu dalam waktu bersamaan. Jika
individu tidak siap akan menimbulkan perilaku yang tidak baik. Misalnya
marah pada hal-hal yang kecil.
3. Lama stressor
Seberapa sering individu menerima stressor yang sama. Makin sering
individu mengalami hal yang sama maka akan timbul kelelahan dalam
mengatasi masalah tersebut
4. Pengalaman masa lalu
Pengalaman individu yang lalu mempengaruhi individu menghadapi
(27)
5. Tingkat perkembangan
Tiap individu tingkat perkembangannya berbeda.
Koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah, individu menyesuaikan diri dengan koping dan respons terhadap situasi
yang menjadi ancaman bagi diri individu. Cara yang dapat dilakukan adalah :
1. Individu
a. Kenali diri sendiri
Merupakan tahap awal yang harus dilakukan. Karena individu yang
sudah kenal akan dirinya, akan siap untuk menghadapi stressor yang ada.
Cara yang dapat dilakukan adalah:
- Identifikasi siapa diri anda
- Tanyakan pada orang lain siapa anda
- Mintalah umpan balik jika anda sudah kenal diri anda
b. Turunkan kecemasan
- Identifikasi penyebab cemas
- Cari tindakan yang dapat menurunkan kecemasan
- Lakukan teknik relaksasi
c. Tingkatkan harga diri
- Identifikasi aspek positif yang di miliki
- Mulai gali kemampuan positif yang di miliki
(28)
d. Persiapan diri
- Tingkatkan kemampuan kognitif atau pengetahuan
- Berdoa
- Mencari informasi
- Diskusi dengan orang yang sudah punya pengalaman bekerja
- Identifikasi kebutuhan yang perlu dipersiapkan
e. Pertahankan dan tingkatkan cara yang sudah baik.
2. Dukungan sosial (keluarga, teman dan masyarakat)
a. Pemberian dukungan terhadap peningkatan kemampuan kognitif
b. Ciptakan lingkungan keluarga yang sehat, misalnya waktu berdikusi
dengan anggota keluarga.
c. Berikan bimbingan mental dan spiritual
d. Berikan bimbingan khusus, misalnya konseling
Adaptasi merupakan hasil akhir dari upaya koping. Karakteristik respon
beradaptasi adalah:
- Dapat mempertahankan keseimbangan
- Adaptasi memerlukan waktu
- Kemampuan adaptasi berbeda untuk tiap individu
(29)
6. Mekanisme koping pada perawat
6.1. Pengertian Koping
Koping adalah proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan
situasi stresfull. Merupakan respon terhadap situasi yang mengancam dirinya baik
fisik maupun psikologik (Rasmun, 2004)
Foklman dan Lazarus (1988 dalam Kozier. 2004) mendefinisikan koping
sebagai upaya kognitif dan tingkah laku untuk mengatur tuntutan yang spesifik
baik eksternal maupun internal yang dinilai sebagai beban atau sumber-sumber
yang melebihi kemampuan seseorang.
Koping sebagai upaya kognitif dan tingkah laku individu dalam
menyelesaikan situasi stresfull baik internal maupun eksternal yang dinilai
sebagai beban yang melebihi kemampuan.
6.2. Mekanisme koping
Kozier (2004) mengatakan bahwa koping merupakan suatu karakteristik
atau cara menjawab tantangan dari perubahan lingkungan atau situasi dari suatu
masalah yang spesifik. Individu dapat menggunakan satu atau lebih sumber
koping dalam mengatasi masalah. Mekanisme koping berdasarkan
penggolonganmya dibagi menjadi dua menurut Stuart dan Sunden dalam
Mustikasari (2006) yaitu : mekanisme koping adaptif dan mekanisme koping
(30)
Mekanisme koping adaptif adalah mekanisme koping yang mendukung
fungsi integratif, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah
berbicara pada orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi,
latihan seimbang dan aktifitas kontruktif. Mekanisme koping maladaptif adalah
mekanisme koping yang menghambat fungsi intregrasi, memecahkan
pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.
Kategorinya adalah makan berlebihan/tidak makan, bekerja berlebihan,
menghindar (Mustikasari, 2006).
Tipe mekanisme koping dapat diklasifikasikan menjadi dua: (1)
Mekanisme koping berfokus pada masalah, meliputi tindakan dan usaha segera
untuk mengatasi ancaman pada dirinya. Contoh: negosiasi, konfrontasi dan
meminta nasehat; (2) Mekanisme koping berfokus pada emosi, meliputi ide dan
gagasan untuk mengurangi distress emosional. Contohnya: penggunaan
mekanisme pertahanan ego seperti denial, supresi atau proyeksi mekanisme
koping yang berfokus pada emosi tidak memperbaiki situasi tetapi seseorang
sering merasa lebih baik (Kozier, 2004).
Koping dapat pula dikaji melalui berbagai aspek, salah satunya adalah
aspek psikososial yaitu: Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu berorientasi
terhadap tindakan untuk memenuhi tuntutan dari situasi stres secara realitis, dapat
berupa konstruktif dan destruktif. Misalnya: Prilaku menyerang (agresif) biasanya
untuk menghilangkan atau mengatasi rintangan untuk memuaskan kebutuhan.
Prilaku menarik diri digunakan untuk merubah cara melakukan, merubah tujuan
(31)
pertahanan ego yang sering disebut sebagai mekanisme pertahanan mental
(Mustikasari, 2006).
Dalam mengatasi masalah psikologis ada dua metode koping yang dapat
digunakan individu menurut Bell dalam Rasmun (2001) yaitu: Metode koping
jangka panjang, cara ini adalah konstruktif dan merupakan cara yang efektif dan
realistis dalam menangani masalah psikologi dalam kurun waktu yang lama
seperti: berbicara pada orang lain (teman, keluarga atau profesi ) tentang masalah
yang dihadapi, mencoba mencari informasi lebih banyak tentang masalah yang
dihadapi, menghubungkan masalah yang dihadapi dengan kekuatan supra natural,
melakukan latihan fisik untuk mengurangi ketegangan/masalah, menbuat berbagai
alternatif tindakan untuk mengurangi situasi, mengambil pelajaran dari peristiwa
atau pengalaman masa lalu.
Metode koping yang kedua yaitu metode koping jangka pendek, cara ini
digunakan untuk mengurangi stres/ketegangan psikoligis dan cukup efektif untuk
sementara waktu, tetapi tidak efektif untuk digunakan dalam jangka panjang
contohnya adalah: menggunakan alkohol atau obat mencoba melihat aspek humor
dari situasi yang tidak menyenangkan, melamun dan frustasi, tidak ragu dan
merasa yakin bahwa semua akan kembali stabil, banyak tidur, banyak merokok,
menangis, beralih pada aktifitas lain agar dapat melupakan masalah (Rasmun,
2001).
Selain koping individu itu sendiri, koping keluarga sangat berpengaruh
(32)
pendukung yang paling dekat dengan klien, yaitu: (1) Mencari dukungan sosial
seperti meminta bantuan keluarga, tetangga, teman atau keluarga jauh; (2)
Reframing yaitu mengkaji ulang kejadian masa lalu agar lebih dapat menangani
dan menerimanya; (3) Mencari dukungan spiritual dan berdoa, menemui pemuka
agama dan aktif dalam pertemuan ibadah; (4) Menggerakkan keluarga untuk
mencari dan menerima bantuan; (5) Penilaian secara pasif terhadap peristiwa yang
dialami dengan cara menonton tv, atau diam saja (Rasmun, 2001).
Jalowiec dalam Smeltzer (2001) mengidentifikasi lima cara penting
(koping) dalam menghadapi penyakit yaitu: (1) Mencoba optimis mengenai masa
depan; (2) Menggunakan dukungan sosial; (3) Menggunakan sumber spiritual; (4)
Mencoba tetap mengontrol situasi maupun perasaan; (5) Mencoba menerima
kenyataan yang ada.
6.3. Koping pada perawat
Menurunkan stres yang terkait dengan pekerjaan dapat menyebabkan
perubahan konteks organisasional keperawatan atau pendekatan perawat
individual terhadap kerja. Perbaikan lingkungan kerja dapat dipandang sebagai
suatu tanggungjawab manajerial dalam upaya meminimalkan stressor yang terkait
kerja. Dalam pelayanan kesehatan, perawat yang mengalami stres berat dapat
kehilangan motivasi, mengalami kejenuhan yang berat dan tidak masuk kerja
(33)
Setiap orang mungkin mempunyai pendekatan yang berbeda dalam
menanggulangi dan mengurangi dampak akibat stres. Dewe (1989) meneliti
respon perawat stres dan mengidentifikasi enam kategori penanggulangan, yaitu :
1. Strategi pemecahan masalah.
2. Mencoba untuk meletakan sesuatu dalam perspektif (sebenarnya).
3. Menjaga masalah pada diri sendiri.
4. Melibatkan diri sendiri dalam pekerjaan dan bekerja lebih keras dalam waktu
yang lebih lama.
5. Menerima pekerjaan apa adanya.
(34)
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Penelitian
Kerangka konseptual dalam penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
stressor kerja dan mekanisme koping pada perawat di ruang Instalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit Kota Langsa. Adapun kerangka penelitian ini adalah stres
kerja yang meliputi stres fisik, psikologis dan sosial serta strategi koping yang
digunakan perawat.
Skema 1. Kerangka konsep dari penelitian
Stres kerja
• Stres fisik
• Stres Psikologis
•
Stres sosial
Strategi koping
• Koping berfokus pada
emosi
• Koping berfokus pada
(35)
2. Defenisi Operasional
Tabel 3.2 Definisi Operasional
o Variab el Defenisi Operasional Alat ukur Hasil Ukur S kala Stres kerja
a. Stres Fisik
b. Stres psikologi
c. Stres Sosial
Suatu keadaan yang menyebabkan seorang perawat tertekan dan tidak
nyaman yang
dapat mempengaruhi dirinya secara fisik,psikologis dan sosial yang disebabkan kerja Gangguan fisiologis tubuh yang disebabkan oleh stres kerja
Gangguan
psikologis yang merupakan akibat dari stres kerja
Gangguan prilaku yang ditimbulkan akibat dari stres
kerja yang mempengaruhi
hubungan perawat dengan orang lain
Skala Likert Skala Likert Skala Likert Deskripsi dalam bentuk nilai mean dan estándar deviasi Deskripsi dalam bentuk nilai mean dan estándar deviasi Deskripsi dalam bentuk nilai mean dan estándar deviasi Ratio Ratio Ratio
(36)
Strategi Koping a. Koping berfokus masalah b. Koping berfokus emosi
Jenis upaya atau tingkah laku yang dipilih perawat dalam menghadapi stres kerja
Upaya untuk mengatasi stres kerja dengan cara yang berfokus pada masalah yang ditimbulkan
Upaya untuk mengurangi
masalah stres kerja secara emocional Skala Likert Skala Likert Deskripsi dalam bentuk nilai mean dan estándar deviasi Deskripsi dalam bentuk nilai mean dan estándar deviasi Ratio Ratio
(37)
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
(Notoatmojo, 2002) dimana peneliti menguji data pada satu titik waktu, dan
dikumpulkan pada satu kesempatan dengan subjek yang sama yang bertujuan
untuk mengidentifikasi stres kerja pada perawat di Ruang Instalasi Gawat Darurat
Rumah Sakit Kota Langsa dan strategi koping yang digunakan.
2. Populasi dan Sampel Penelitian
2.1. Populasi Penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di
ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kota Langsa terdiri dari PNS dan
non PNS yang seluruhnya berjumlah 45 orang, dimana laki-laki berjumlah 26
orang dan perempuan 16 orang.
2.2. Sampel penelitian
Pada penelitian ini penentuan jumlah sampel dilakukan dengan
menggunakan total sampling, yaitu pengambilan sampel dari seluruh jumlah
populasi. Hal ini disebabkan oleh jumlah populasi yang kurang dari 100 maka
(38)
3. Lokasi dan Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Ruang IGD RSUD Kota Langsa, IGD RS
Cut Nyak Dhien, RS PTP I Cut Meutia. Alasan peneliti memilih lokasi di tiga
rumah sakit ini adalah, karena ketiga rumah sakit ini merupakan pusat pelayanan
dan rujukan dari tiga kabupaten, yaitu Pemerintah Kota Langsa, Kabupaten Aceh
Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang, serta ketiga rumah sakit ini memiliki jumlah
sampel yang mencukupi sesuai kriteria yang telah ditentukan peneliti. Penelitian
ini dilakukan pada tanggal 4 Agustus - 18 Agustus 2009.
4. Pertimbangan Etik
Pertimbangan etik dalam penelitian ini penting mengingat objek dari
penelitian ini adalah manusia. Penelitian ini dilakukan setelah disetujui oleh
institusi pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin
pengumpulan data diperoleh dari Direktur RSUD Kota Langsa, Direktur RS Cut
Nyak Dhien, Direktur RS PTP I Cut Meutia. Penelitian ini mengakui hak-hak
responden dalam menyatakan kesediaan atau ketidaksediaannya untuk dijadikan
objek penelitian. Lembar persetujuan (informed concent) ditandatangani
berdasarkan keinginan objek penelitian. Peneliti akan menjelaskan tujuan, sifat
dan manfaat penelitian. Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden
dijamin oleh peneliti, Untuk menjaga kerahasiaan maka kuesioner yang diberikan
akan diberi kode tertentu tanpa nama dan hanya peneliti yang mempunyai akses
(39)
5. Instumen penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner yang
dibuat sendiri oleh penelitian berdasarkan tinjauan pustaka. Instrumen ini terdiri
dari 3 (tiga) bagian yaitu kuesioner data demografi, kuesioner identifikasi stres
kerja dan kuesioner koping yang berfokus pada masalah dan koping berfokus
pada emosi.
Kuesioner data demografi yang terdiri dari umur, jenis kelamin, suku,
agama, pendidikan, lama bekerja dan pelatihan yang pernah diikuti. Pada data
demografi ini responden diminta untuk memberi jawaban dengan tanda cheklist
pada pernyataan jenis kelamin, suku, agama dn pendidikan serta jawaban isian
pada pernyataan umur, lama bekerja dan pelatihan yang pernah diikuti.
Kuesioner identifikasi stres kerja yang dibuat peneliti berdasarkan
tinjauan pustaka terdiri dari 15 pernyataan, yaitu pernyataan 1 s/d 5 merupakan
pernyataan stres fisik, pernyataan 6 s/d 10 merupakan pernyataan stres psikologi
dan pernyataan 11 s/d 15 merupakan pernyataan stres sosial. Kuesioner dibuat
dengan menggunakan skala likert dimana responden diminta untuk memberi
jawaban berupa pernyataan selalu=3, kadang-kadang=2, tidak pernah=1 dengan
tanda cheklist pada kolom yang tersedia.
Kuesioner koping juga dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan
pustaka yang terdiri dari 10 pernyataan, meliputi yaitu pernyataan 1 s/d 5
merupakan koping yang berfokus pada masalah dan pernyataan 6 s/d 10
(40)
menggunakan skala likert dimana responden diminta untuk memberikan jawaban
berupa pernyataan, setuju sekali= 3, setuju= 2, tidak setuju= 1 dengan tanda
cheklist pada kolom yang tersedia.
5. Validitas Instrumen
Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat
kevalidan dan kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih
mempunyai validitas tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti
memiliki validtas rendah. Instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur
apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti
secara tepat, Arikunto (2006).
Sebelum kuesioner disusun, peneliti terlebih dahulu melakukan
langkah-langka agar kuesioner memenuhi ketentuan validitas isi (content validity).
Validitas isi merupakan penilaian peneliti tentang seberapa jauh tingkat
keterwakilan karakteristik yang dikaji dalam butir-butir pertanyaan. Penilaian
content validity sebuah instrumen sangat subyektif dan umumnya didasarkan pada
riset terdahulu atau pendapat ahli (Brockopp, 2000). Dalam penelitian ini
kuesioner yang telah disusun divalidasi oleh ahli keperawatan jiwa dari
departemen jiwa komunitas ibu Jenny M. Purba S.Kp. MNS. Setelah dilakukan uji
validitas terhadap masing-masing item pernyataan dalam kuesioner, didapatkan
bahwa seluruh pernyataan dinyatakan valid sehingga tidak ada pernyataan yang
(41)
6. Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat ukur
dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini menunjukan sejauh mana hasil
pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih
terhadap gejala yang sama, dengan alat ukur yang sama (Notoatmojo, 2005).
Dalam penelitian ini tehnik reliabilitas dengan menggunakan rumus
cronbach alpha, karena skor pada instrumen penelitian merupakan rentangan
antara nilai atau berbentuk skala. Uji reliabilitas dilakukan setelah uji validitas
pada 10 orang perawat IGD RS Pringadi Medan.
Berdasarkan hasil uji realibilitas, maka diketahui bahwa terdapat seluruh
pernyataan dalam kuesioner reliable karena memiliki nilai lebih dari 0,7 sehingga
tidak ada pernyataan yang harus direvisi atau dikeluarkan.
7. Tehnik Pengumpulan Data
Data penelitian ini dikumpulkan di ruang Instalasi IGD RSUD Kota
Langsa, IGD RS Cut Nyak Dhien, IGD RS PTP I Cut Meutia. Adapun prosedur
yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut: 1) Mengajukan
surat permohnan izin penelitian pada institusi Fakultas Keperawatan Universitas S
umatra Utara. 2) mengajukan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian
kepada Direktur RSUD Kota Langsa, Direktur RS Cut Nyak Dhien, Direktur RS
PTP I Cut Meutia. Setelah mendapat izin penelitian, maka peneliti melakukan
(42)
tujuan penelitian serta prosedur penelitan, bila calon responden bersedia menjadi
responden, maka dipersilakan untuk menandatangani informed consent menjadi
responden, menjelaskan kepada responden tentang cara pengisian kuesioner, dan
memberi kesempatan pada responden untuk bertanya apabila ada pernyataan yang
tidak dipahami. Adapun waktu yang digunakan peneliti unuk setiap proses
pengambilan data adalah 30 menit untuk setiap responden. Selanjutnya data yang
diperoleh akan dikumpulkan untuk dianalisis.
8. Analisa Data
Setelah data terkumpul, selanjutnya data-data itu akan diolah sesuai
dengan tahapannya, yaitu : pemeriksaan data (editing), pemberian kode (coding),
pemasukan data ke komputer (entry), dan pembersihan data (data cleaning).
Analisa data dilakukan dengan bantuan komputer.
Penilaian jawaban responden dilakukan sebagai berikut: untuk jawaban
pernyataan masing-masing kuesioner adalah: selalu =3, kadang-kadang =2, tidak
pernah =1, total skor tertinggi stres kerja adalah 15 dan skor terendah adalah 5.
Jawaban untuk pernyataan kuesioner koping adalah setuju sekali=3, setuju=2,
tidak setuju=3 total skor tertinggi 15 dan terendah 5. Data akan dianalisis dengan
menggunakan sistem komputerisasi. Analisis data meliputi statistik deskriptif
untuk menampilkan data demografi, identifikasi stres kerja dan strategi koping.
Selanjutnya analisis stres kerja yang dialami perawat dan strategi koping yang
dipilih dalam mengatasi stres kerja dengan menggunakan nilai men den standar
(43)
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
1.1. Karakteristik Reponden
Karakteristik perawat yang berjumlah 45 orang di ruang Instalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit Kota Langsa yang menjadi responden penelitian yaitu usia
minimum 22 tahun, maximum 41 tahun dengan rata-rata responden 27,73.
Sedangkan lama bekerja responden minimum 2 tahun, maximum 11 tahun dengan
rata-rata 5,02. Hasil penelitian tentang usia dan lama bekerja responden dapat
dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 5.1 Tendensi sentral usia dan lama bekerja perawat ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kota Langsa (n= 45)
No Karakteristik Minimum Maximum Mean
1. Usia 22 41 27,73
2. Lama bekerja 2 11 5,02
Hasil penelitian tentang jenis kelamin responden sebagian besar adalah
laki-laki (57,78%) dari suku Aceh (53,33%) dan seluruhnya beragama islam
(100%) dengan latar belakang pendidikan mayoritas DIII Keperawatan (71,11%)
(44)
penanganan pasien gawat darurat (PPGD, ATLS, BTCLS) 24,44%. Hasilnya dapat
dilihat pada tabel 5.2 sebagai berikut:
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Data Demografi Perawat Ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kota Langsa (n= 45)
No Data Demografi Frekuensi persentase
1 Jenis kelamin a. Laki-laki b. Perempuan 26 19 57.78 42.22 2 Suku a. Aceh b. Jawa c. Minang d. Melayu e. Dan lain-lain
24 13 1 3 4 53.33 28.89 2.22 6.67 8.89 3 Agama
a. Islam 45 100
4 Pendidikan
a. SI Keperawatan b. DIII Keperawatan c. SPK 7 32 6 15.56 71.11 13.33 5 Pelatihan yang pernah diikuti
a. ATLS b. BTLS c. PPGD d. GKM e. SIM f. Nasokomial
g. Tidak pernah ikut pelatihan
2 3 6 1 1 1 31 4.44 6.67 13.33 2.22 2.22 2.22 44.46
(45)
1.2. Stres kerja dan strategi koping pada perawat yang bertugas di ruang Instalasi Gawat darurat Rumah Sakit Kota Langsa
Stres kerja yang memiliki nilaimean tertinggi merupakan stress yang
paling banyak dirasakan responden penelitian karena adanya stressor di tempat
kerja seperti terlihat pada tabel 5.3. Urutan stres kerja yang sering dikeluhkan
perawat meliputi perasaan kesal terhadap pasien/keluarga pasien (mean= 2.11,
sd=0.50) diikuti oleh pimpinan yang kurang memperhatikan kesejahteraan
(mean= 1.97, sd= 0.56), kesl terhadap teman yang tidak bertanggungjawab dalam
bekerja dan melimphkan pekerjaannya (mean=1.97, sd=0.56), perasaan letih dan
otot kaku setelah selesai bekerja (mean=1.91, sd=0.59) serta pimpinan yang sering
mengintervensi pekerjaan (mean=1.80, sd=0.55)
Tabel 5.3 Urutan skor stres kerja berdasarkan nilai mean dari yang tertinggi sampai yang terendah (n= 45)
No Stres kerja Mean SD
1 Saya kesal menghadapi pasien/keluarga pasien yang cerewet 2.11 0.50
2. Saya merasa pimpinan kurang memperhatikan kesejahteraan saya 1.97 0.56 3. Saya merasa kesal dengan teman yang tidak menyelesaikan
pekerjaan dan melimpahkan pada saya 1.97 0.50
4. Saya merasa letih, otot kaku (kaku leher) saat/seteleh bekerja di
rumah sakit 1.91 0.59
5. Saya merasa pimpinan sering mengintervensi pekerjaan saya 1.80 0.55 6. Saya merasa tertekan dengan ketatnya peraturan yang harus
dipatuhi 1.71 0.45
(46)
sakit 1.64 0.57 8. Saya sering marah dan mengomel pada bekerja 1.64 0.43 9. Saya selalu mengalami sakit kepala ketika bekerja di rumah sakit 1.62 0.53
10. Saya mudah lupa dan sulit kosentrasi setelah bekerja di rumah sakit 1.55 0.54
11. Saya merasafrustasi bil bertugas pada jadwal shif malam 1.55 0.75 12. Saya merasa jenuh dan malas masuk kerja 1.53 0.62
13. Saya merasa mudah tersinggung pada bekerj di rumah sakit 1.46 0.78 14. Saya mrasa tegang,gemetar dan keringat dingin saat menghadapi
pasien masuk dalam kondisi kritis 1.40 0.49
15. Saya sering mengalami ketegangan dalam berinteraksi dengan
teman sejawat 1.28 0.50
Tabel 5.4 menunjukan bahwa stres kerja dipandang dari kategori
persubvariabel, dimana stres sosial merupakan stress yang lebihbanyak dialami
perawat dibandingkan stress kerja lainnya dengan nilai mean 1,83 dan standar
deviasi 0,42. Stres sosial secara akumulatif memilikinilai mean tinggi karena item
pernyataan” perasaan kesal terhadap pasien/keluarga yang cerewet” disetujui
sebagian besar perawat sebagai hal yang lebih sering dialami.
Tabel 5.4 Skor mean dan standar deviasi berdasarkan kategori stres kerja (n= 45)
No Kategori stres Mean Standar deviasi
1. Stres sosial 1.81 0,42
2. Stres fisik 1,61 0.31
3. Stress psikologi 1,58 0,47
Total stress 5,02 1,2
(47)
Tabel 5.5 menunjukan Strateg koping yang lebih sering digunakan
perawat ketika mengalami stes kerja yaitu berusaha mendekatkan diri kepada
Tuhan (mean=2.73, sd=0.45) dimana merupakan strategi koping yang berfokus
pada emosi, diikuti oleh berharap semua pekerjaan dapat terselesaikan dengan
baik (mean=2.64, sd=0.48),melanjutkan pendidikan untuk meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan (mean=2.55, sd=0.50), berusaha bekerjasama
dengan teman sejawat, pimpinan dan pasien/keluarga pasien (mean=2.53,
sd=0.50) serta mencoba memperbaiki kesalahan dalam pekerjaan selangkah demi
selangkah (mean=2.44, sd=0.50)
Tabel 5.5 Urutan skor strategi koping berdasarkan nilai mean yang digunakan perawat dari nila tertinggi sampai terendah (n= 45)
No Strategi Koping Kategori jenis koping Mean SD
1. Saya berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan daam menghadapi masalah pekerjaan
Berfokus pada emosi 2,73 0,45
2. Saya berharap semua pekerjaan dapat
terselesaikan dengan baik Berfous pada emosi 2,64 0,48
3. Saya merasa perlu melanjutkan pendidikan untuk meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan
Berfokus pada masalah 2,55 0,50
4. Saya berusaha bekerjasama dengan teman sejawat, pimpinan dan pasie/keluarga pasien
Berfous pada masalah 2,53 0,50
5. Saya mencoba memperbaiki kesalahan
(48)
selangkah
6. Saya mencoba berfikir positif terhadap masalah yang saya rasakan dalam
pekerjaan
Berfokus pada masalah 2,33 0,56
7. Saya mencoba berkonsultasi dengan pimpinan bila mengalami masalah
dalam pekerjaan
Berfokus pada masalah 2,31 0,55
8. Saya menganggap pekerjaan ini
sebagai rutinitas yang harus dijalani Bergokus pada emosi 2,24 0,64
9. Untuk menghilangkan kejenuhan saya
mencoba berolahraga dengan teratur Berfokus pada emosi 2,20 0,46 10. Saya mencari dukungan dari teman
dan keluarga bila menghadapi maalah pekerjaan
Berfokus pada emosi 2,31 0,47
Tabel 5.6 menunjukan strategi koping berfokus pada masalah dan
koping berfokus pada emosi, dari hasil akumulasi nilai mean didapatkan bhwa
perawat lebih banyak menggunakan koping yang berfokus pada masalah (mean=
2,44, sd=0,33) daripada koping yang berfokus pada emosi (mean=2,43, sd=0,31).
Tabel 5.6 Skor mean dan standar deviasi berdasarkan kategori strategi koping (n= 45)
No Kategori Koping Mean Standar deviasi
1. Koping berfokus pada masalah 2,44 0,33
2. Koping berfokus pada emosi 2,43 0,31
(49)
2. Pembahasan
2.1 pembahasan stress kerja
a. Stres sosial
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa responden lebih banyak
mengalami stres sosial sebagai stres kerja, dimana perasaan kesal menghadapi
pasien/keluarga pasien yang cerewet (mean=2,11, sd=0,50), pimpinan yang
kurang memperhatikan kesejahteraan (mean=1,97, sd=0,56), kesal dengan teman
yang tidak menyelesaikan pekerjaan dan melimpahkan pada saya (mean=1,97,
sd=0,50), pimpinan yang sering mengintervensi pekerjaan 9mean=1,80 sd=0,55)
dan sering mengalami ketegangan dalam berinteraksi dengan teman sejawat
(mean=1,28, sd=0,50) secara akumulatif memiliki nilai tertinggi daripada skor
stres yang lain.
Hasil penelitian diatas dikaitkan dengan karakteristik demografi,
khususnya pada pelatihan yang pernah diikuti, lebih sedikit perawat yang pernah
mendapatkan pelatihanyang berkaitan dengan penanganan pasien gawat darurat
(PPGD, ATLS,BTCLS) sedangkan selebihnya mendapat pelathan yang tidak
berkaitan dengan penanganan pasien gawat darurat, bahkan ada yang belum
pernah mendapatkan pelatihan sama sekali. Pelatihan yang pernah diikuti dapat
menambah pengetahuan perawatsecara lebih spesifik sehingga ketrampilan akan
bertambah yang akn berakibat pada penampilan kerja ketika menangani pasien.
Perawat yang terampil akan memuaskan pasien atau keluarga pasien yang
(50)
diberikan akan berkurang. Sebaliknya bila kurang tanggap dalam menghadapi
pertanyaan dan berbagai keluhan pasienmaka akan mudah terjadi pertentangan
antara perawat, pasien dan keluarga pasien.
Faktor karakteristik lainnya yang mempengaruhi stres sosial ini adalah
pendidikan, sebagian besar perawat yang bertugas di ruang IGD berpendidikan
DIII, sehingga belum mengetahui menajamen memimpin perawat pelaksana yang
baik dan benar. Pengetahuan mengenai peran perawat sebagai pemimpin lebih
banyak diulas di tinggkat pendidikan yang lebih tinggi sehingga tindakan yang
harus dilakukan oleh seorang pemimpin terhadap staf yang mejadi bawahannya
lebih sering terlewatkan. Walaupun kemampuan menajerial perawat dapat ditempa
berdasarkan pengalaman namun akan lebih baik bila telah mengetahui
pendapat-pendapat ahli yang terkait dengan hal tersebut sehingga dapat menjadi wawasan
bagi perawat untuk menerapkan tindakan yang tepat ketika menjadi pemimpin di
ruangan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Griffin (2006)
bahwa setiap manajer membutuhkan minimal tiga ketrampilan dasar yaitu: 1)
Ketrampilan konseptual dalam membuat konsep, gagasanatau ide demi kemajuan
organisasi, 2) Ketrampilan dalam berhubungan dengan orang lain yaitu
kemampuan berkomunikasi secara persuasive dengan bawahan yang dipimpnnya,
3) Ketrampilan tehnikal merupakan kemampuan untuk menjalankan suatu
pekerjaan tertentu. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa masih ada pimpinan
yang kurang memperhatikan kesejahteraan bawahan, intervensi pekerjaan yang
berlebihan pada bawahan, hal ini berkontribusi pada stres sosial yang dialami
(51)
Selain itu hasil penelitian juga menunjukan bahwa sejawat yang tidak
bertanggungjawab menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tugasnya, dirasakan
perawat sebagai stress sosial di lingkungan kerja. Tanggungjawab yang tidak
terselesaikan oleh rekan kerja akan menambah beban kerja perawat yang
dilimpahi tanggungjawab menyelesaikan tugas tersebut. Hasil penelitan ini juga
menunjukan bahwa hal ini sesuai dengan pendapat Mc Vicar (2003), bahwa
perawat yang bertugas di ruang instalasi gawat darurat memiliki beban kerja yang
tinggi. Selain karena jam kerja yang panjang juga disebabkan tuntutan dalam
bekerja. Penambahan beban kerja, akan melipatgandakan beban yang sudah ada
sehingga perawat lebih mudah tertekan dan tidak dapat bekerja dengan optimal.
Stres sosial merupakan salah satu stres yang dapat dijumpai pada perawat
karena tekanan di tempat kerja. Menurut survey yang dilakukan oleh Willims
(2004) resiko perawat menderita stres sosial dua sampai tiga kali lebih tinggi
daripada individu yang tidak bekerja sebagai perawat. Kesimpulan ini diambil
berdasarkan penelitian terhadap 190 responden yang bertugas di Department of
Veteran Affairs Medical Center, Barat Daya Amerika Serikat dimana sebagian
besar menyatakan, bahwa stress sosial terutama ketidaknyaman dengan pasien
dan keluarga yang memberikan pernyataan secara verbal tentang ketidakpuasan
terhadap semua tindakan perawat. Kesimpulannya adalah stres sosial merupakan
stres yang paling sering dialami perawat. Hal ini karena pekerjaan perawat
merupakan pekerjaan tim yang membutuhkan dukungan dari banyak pihak agar
tujuan dari tindakan yang telah ditetapkan dapat dicapai. Dukungan dari
(52)
keluarga pasien. Pekerjaan yang hanya akan sukses bila dikerjakan secara
kolektif, akan sangat mengganggu bila salah satu unsur dari bagian tersebut tidak
dapat bekerjasama atau tindakan yang di tampilkan tidak sesuai harapan, bila hal
tersebut ditemukan maka akan timbul streskerja.
b. Stres fisik
Dampak stressor yang dimanifestasikan dengan gangguan fisik seperti
letih, otot kaku (kaku leher) selama dan setelah menyelesaikan pekerjaan
(mean=1,91, sd=0,59), merasa ada gangguan tidur setelah pulang dari bekerja
(mean=1,64, sd=0,43), selalu mengalami sakit kepala saat bekerja (mean=1,62,
sd=0,53), mudah lupa serta sulit konsentrasi (mean=1,55, sd=0,45), merasa
tegang, gemetar dan keringat dingin saat menghadapi pasien kritis (mean=1,40,
sd=0,49) merupakan stres fisik yang berikutnya setelah stres sosial yang dialami
perawat di ruang Instalasi Gawat darurat Rumah Sakit kota Langsa. Keadaan ini
diakibatkan karena tugas yang dilakukan umumnya menuntut kecepatan dan
ketepatan dalam mengantisipasi kondisi pasien agar mampu melalui kondisi kritis
sebelum mendapat pertolongan selanjutnya atau terhindar dari kecacatan yang
lebih buruk lagi. Intensitas kerja yang demikian tinggi lama kelamaan akan
berdampak pada kondisi fisik perawat seperti keletihan yangberlebihan, kekakuan
otot seluruh tubuh dan lain sebagainya. Jennngs (2005), mencatat bahwa perawat
beresikomenderita keletihan fisik kronis terutama yang dituntut untuk selalu
bekerja dengan standard an beban kerja tinggi. Fakta penelitian ini menunjukan
bahwa stres fisik merupakan stress kerja yang memiliki nilai skor mean tinggi
(53)
c. Stres psikologi
Dampak lain dari stressor kerja perawat yang bertugas di ruang IGD yang
dimanfestasikan ke dalam gejala psikologis adalah perasaan tertekan dengan
ketatnya peraturan yang harus dipatuhi (mean=1,71, sd=0,45), adalah stres kerja
yang tergolong sering dikeluhkan perawat di ruang Instalasi Gawat Darurat
RumahSakit Kota Langsa. Peraturan yang ditetapkan meskipun bertujuan baik
untuk meningkatkan kedisiplinan dankinerja perawat namun terkadang dapat
menimbulkan konflik dalam bekerja. Konflik dengan pasien menyebabkan
perawat tidak hanya harus mempunyai keahlian dalam melakukan tugasnya
namun harus mampu melakukan negosiasi agar tercapai keputusan yang
menyenangkan bagi kedua belah pihak. Sementara itu, Jennings (2005)
menyatakan bahwa perasaan mempunyai wewenang (empowerment) di tempat
pekerjaandimana perawat diberi andil untuk memutuskan hal-hal yang terait
dengan peraturan dengan memperhaika efek positif dan negatif keputusan yang
diambil serta mempertimbangkan sisi kemanusiaan berdampak pada peningkatan
perasaan autonomi dan kepercayaan diri sehingga kepuasan kerja meningkat dan
berkurangnya ketegangan akibat kerja (job strain). Sedangkan bila perawat tidak
memiliki hal tersebut, akan mudah mengalami keletihan mental,
depersonalization dan tidak dapat berprestasi dalam bekerja dimana keadaan ini
merupakan alas an sebagian besar perawat di Inggris memutuskan burnout dari
tempat kerja di negara seperti Amerika.
Pernyataan sering marah dan mengomel pada saat bekerja (mean=1,64,
(54)
merasa jenuh dan malas masuk kerja (mean=1,35 sd=0,62), mudah tersinggung
pada saat bekerja (mean=1,46 sd=0,78) merupakan gejala dari stres kerja lain
yang dialami perawat krena selalu merasa tertekan dan tidak nyaman dengan
kondiai kerja. Tekanan yang berlebihan dalam jangka waktu lama dapat
menyebabkan sebagian perawat mengalami penurunan motivasi kerja, stres psikis
yangdialihkan kedalam bentuk gejala fisik, serta tidak mampu bersosialisasi
dengan baik sehingga kinerja yang ditampilkan di tempat kerja sebatas
menjalankan kewajiban tanpa ada usaha untuk memberi kemampuan optimal
sebagai seorang perawat.
Fitzgibbon (2006), mencatat hal yang sama juga dialami perawat di
Ontario Kanada. Stres fisik dirasakan oleh perawat meningkat seiring oleh usia
sedangkan stres psikologi seperti perasaan tertekan, frustasi dan lain-lain lebih
banyak dirasakan perawat yang berusia muda, dan wanita memiliki skor stres
psikologi lebih tinggi di bandingkan dengan pria, hal ini berkaitan dengan
karakteristik jenis kelamin responden dalam penelitian ini, dimana jumlah
perawat perempuan (42,22%) lebh sedkit daripada perawat laki-laki (57,78%)
olehsebab itu, stres psikolog memliki nilai skor mean lebih rendah dibandngkan
stres kerja lain.
2.2. Pembahasan strategi koping
a. Koping berfokus pada masalah
Strategi koping yang banyak disetujui oleh perawat adalah melanjutkan
(55)
sd=0,50) hal ini disetujui karena sebagian perawat ada merasa bahwa stress yang
dialami selama ini terkait dengan ketrampilan yang kurang memadai. Pendidikan
diharapkan dapat membuka cakrawala berpikir lebih baiklagi dan kemampuan
dalam memberi asuhan keperawatan akan lebih meningkat sehingga
meminmalisasiterjadinya ketegangan dalam bekerja. Selain ketrampilan dan
pengetahuan, kerjasama dengan teman sejawat, pimpinan, pasien dan keluarga
pasien (mean=2,35 sd=0,50) diharapkan dapat mengurangikemungkinan
terjadinya konflik. Responden menganggap kerjasama akan saling membangun
pengertian sehingga mengurangi salah faham baik dalam bekerja, menjalankan
yugas dari pimpinan atau memberi pelayanan pada pasien, memahami dan
memberikan pemahaman pada keluarga pasien untuk dapat mendukung
kesembuhan pasien. Strategi koping lain yang dianggap penting dilakukan oleh
respnden dalam mengatasi stres di tempat kerja yaitu berusaha memperbaiki
kesalahan dalam pekerjaan selangkah demi selangkah (mean=2,44 sd=0,50)
perawat berusaha mencari pemecahan sebab terjadi masalah dan memperbaiki
tindakan yang telah dilakukan dengan usaha yang lebih baik lagi. Berpikir
positif terhadap masalah dalam pekerjaan (mean=2,37 sd=0,56) serta mencoba
berkonsultasi dengan pimpinan dalam menghadapi masalah pekerjaan
(mean=2,31 sd=0,55), tindakan ini dapat meningkatkan kepercayaan diri perawat
dan meningkatkan motivas kerja karena mendapatkan penyelesaian seperti yang
(56)
b. Koping berfokus pada emosi
Strategi koping yang berfokus pada emosi umumnya lebih banyak
digunakan perawat untuk mengatasi stres kerja adalah mendekatkan diri kepada
Tuhan (mean=2,73 sd=0,45) hal ini karena seluruh responden beragama islam,
sehingga merasakan manfaat dari mendekatkan diri kepada Tuhan, yaitu
responden mengaku menjadi lebih dapat menerima semua masalah dalam
pekerjaan dan mempunyai kekuatan untuk menghadapi masalah tersebut.
Berharap semua pekerjaan dapat terselesaikan dengan baik (mean=2,64 sd=0,48)
adalah hal lain yang dilakukan perawat ketika mengalami stres. Hal ini dapat
membantu perawat untuk menenangkan diri dan meredakan emosi sehingga
dapat berpikir lebih fokus lagi terhadap pekerjaan. Strategi lainnya menganggap
pekerjaan sebagai rutinitas yang harus dijalani (mean=2,24 sd=0,64) merupakan
cara perawat untuk memotivasi diri dengan berharap segala sesuatu menjadilebih
baik, walaupun penyelesaian ini bersifat sementara. Mencoba berolahraga untuk
mengatasi kejenuhan (mean=2,20 sd=0,46) merupakan strategi tepat untuk
mengatasi stres, selain meningkatkan kebugaran, olahraga dapat mengeluarkan
hormon endorphin yang bisa memberikan rasa happy dan lebih relaks.
Dukungan dari teman dan keluarga dalam menghadapi masalah pekerjaan
(mean=2,31 sd=0,47) adanya dukungan atau masukan dari orang
terdekat/keluarga dalammemahami stres kerja yang dialami, akan memotivasi
perawat berusaha seoptimal mungkin mencari penyelesaian masalah pekerjaan
(57)
Kesimpulannya secara keseluruhan strategi koping yang lebih banyak
digunakan adalah koping yang berfokus pada masalah dibandingkan koping
yang berfokus pada emosi. Koping yang berfokus pada emosi merupakan jenis
koping yang bisa digunakan untuk meredakan ketegangan dalam jangka pendek,
sedangan koping yang berfokus pada masalah mempunyai dampak yang lebih
panjang dmana hasilnya akan terlihat setelah beberapa waktu. Kopng berfokus
pada masalah menurut Atkinson (2003), lebih efektif digunakan dibandingkan
koping berfokus pada emosi. Hal ini karena koping berfous pada emosi dapat
menjadi maladaptive bila individu tidak dapat memilih jalan yang tepat, seperti
menggunakan obat-obatan. Masalah yang dihadapi tidak terselesaikan bahkan
tetap ada ketika efek dari obat telah hilang. Sebaliknya koping yang berfous
pada masalah akan melibatkan nerbagai bentuk manajemen stres yang lebih
efektif untuk memyelesaikan masalah sehingga stress yang dirasakan akan
(58)
BAB 6
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Kesimpulan
Penelitian yang dilakukan terhadap 45 perawat yang bertugas di ruang
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kota Langsa menggambarkan stres kerja
yang dialami oleh perawat, lebih banyak stres sosial (mean=1,83 sd=0,42) dengan
strategi koping yang lebih banyak digunakan yaitu koping yang berfokus pada
masalah (mean=2,44 sd0,33).
Stres kerja yang dialami perawat menurut nilai skor mean tertinggi lima
diantaranya: meliputi perasaan kesal terhadap pasien/keluarga pasien yang
cerewet (mean=2,11 sd=0,50), diikuti pimpinan yang kurang memperhatikan
kesejahteraan (mean=1,97 sd=0,56), kesal terhadap teman yang tidak
bertanggungjawab dalam bekerja dan melimpahkan pekerjaannya (mean=1,97
sd=0.50), perasaan letih dan otot kaku setelah selesai bekerja (mean=1,91
sd=0,59) serta pimpinan yang sering mengitervensi pekerjaan (mean=1,80
sd=0,55)
Langkah-langkah strategi koping yang banyak digunakan perawat menurut
nilai skor mean tertinggi lima diantaranya adalah berusaha mendekatkan diri
kepada Tuhan (mean=2,73 sd=0,45), berharap semua pekerjaan dapat
(59)
berfokus pada emosi. Melanjutkan pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilan (mean=2,55 sd=0,50), berusaha bekerjasama dengan teman
sejawat, pimpinan, pasien/keluarga pasien (mean=2,53 sd=0,50) serta mencoba
memperbaiki kesalahan dalam pekerjaan selangkah demi selangkah (mean=2,44
sd=0,50) merupakan strategi koping yang berfokus pada masalah.
2. Rekomendasi
2.1. Rekomendasi terhadap penelitian
Penelitian ini tidak membahas hubungan antara skor stres dengan strategi
koping yang digunakan perawat sehingga diharapkan pada penelitian selanjutnya
dapat mekakukan penelitian terhadap hubungan skor stres yang dialami perawat
dan strategi koping yang dipilih. Dalam penelitian ini ada beberapa keterkaitan
antara faktor demografi dan stres yang dialami perawat, seperti jenis kelamin,
usia, pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti responden. Namun belum
mengeksplorasi secara maksimal sehingga pada penelitian berikutnya diharapkan
dapat lebih menggali data-data terkait dengan stres yang dialami perawat.
Instrumen dalam penelitian mengenai stress kerja perawat, peneliti susun
berdasarkan tinjauan teoritis da pendapat ahli, tidak menggunakan instrument
yang lebih khusus untuk mengukur stress kerja, sehingga pada penelitian
selanjutnya diharapkan dapat menggunakan instrumen yang lebih spesifik dan
telah teruji untuk mengukur tingkatan stres pada perawat. Hasil penelitian ini
dapat digunakan sebagai data dasar tentang stres kerja yang lebih sering dialami
(60)
di ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kota Langsa, namun tidak
digeneralisasikan untuk seluruh perawat yang bertugas di ruang perawatan lain di
Rumah Sakit Kota Langsa.
2.2. Rekomendasi bagi praktek keperawatan
Perawat yang bertugas diruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kota
Langsa hendaknya dapat mengidentifikasi sumber-sumber yang berpotensi
menimbulkan stres kerja, sehingga dapat dilakukan upaya-upaya untuk
meminimalisasi timbulnya stress kerja yang akan berdampak pada seluruh aspek
kehidupan perawat. Selain itu perawat hendaknya selalu berupaya meningkatkan
kemampuannya di segala bidang, dengan menggunakan sarana informasi yang ada
dan tidak terpaku hanya dari pendidikan saja, sehingga memiliki wawasan yang
luas yang dapat digunakan sebagai solusi daripersoalan stress kerja.
Selanjutnya perawat dapat menbangun networking yang baik dengan
teman sejawat agar dalam menjalankan tugas terciptanya suasana saling
mendukung dan membantu. Teman sejawat dapat diberdayakan sebagai teman
melakukan brainstorming sehingga setiap permasalahan yang dihadapi dalam
lingkungan kerja dapat diselesaikan secara baik karena mendapat masukan/saran
dari berbagai sumber. Selain itu perawat juga diharapkan dapat memberi
pembelajaran yang baik pada pasien dan keluarga pasien dengan memberi
informasi tentang masalah keperawatannya, serta menghormati hak-hak pasien
(61)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2005. Manajemen Penelitian (ed.Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta.
Atkinson, D.S. (2003). Stress and Anxiety. Dikutip tanggal 8 november 2009, dari
Bayley, S.M., Steffen., and Grout., (1980). The Stress Audit : Identifying the Stressor of ICU Nursing.
BPK RSUD, (2006). Laporan Tahunan BPK RSUD Kota Langsa, Pemerintahan Kota Langsa.
Brockop, D.Y. (2000). Dasar-dasar Riset Keperawatan, Jakarta: EGC
Cooper, C. & Sutherland, (1995). Stress Prevention in the Offshore Oil and Gas Eksploration and Productivity Industri, University of Manchester, United Kingdom.
Cox, T., & Griffiths, A., (2000). Work Related Stress in Nursing: Controlling the Risk to Health, International Labour Office Geneva.
Davis, M., Eshelman. E. R.& McKey. M., (1995), Panduan Relaksasi dan Reduksi Stress, Edisi 3., Bandung: EGC.
Departemen Kesehatan RI, (1992). Undang-Undang Kesehatan, Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI, (1998). Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit, Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai, Jakarta.
Depkes RI, (2000). Paradigma Baru Pelayanan Kesehatan Indonesia, Jakarta.
Fraser, (1992). Stres dan Kepuasan Kerja, Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo.
Fitzgibbon,S.H. (2006). Work stress among nurses in Ontario. Dikutip tanggal 9
November 2009, dari
(62)
Graytoft., & Anderson. (1981). Stress Among Hospital Nursing Staff ; Its Causes and Effects in Social Science and Medicine.
Grainger, C. (1999). Stres Survival Guide: Mengatasi Stres Bagi Para Dokter, Jakarta: Penerbit Hipokrates.
Griifin, R.W. (2006). Bussines, 8th Edition. NJ: Pretice Hall
Hawari, D. (2006). Manajemen Stres, Cemas dan Depresi, Jakarta: Gaya Baru
Hidayat, Azis, Alimul, (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia; Aplikasi konsep dan Proses Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika.
Ilmi, B., (2005). Pengaruh Stres Kerja Terhadap Prestasi Kerja dan Identifikasi Manajemen Stress yang Digunakan Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Ulin Banjarmasin. Tesis Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Jennings, B.M. (2005). Work stress and burnout nurses: role of the work environment and working conditions. Dikutip pada tanggal 8 November
2009, dari
Keliat, Budi A. (1999). Penatalaksanaan Stres, Jakarta: EGC.
Kozier. (2004). Fundamentals of Nursng. New Jersey: Pearson Education.
Lam, L. T. (2002). Aggression exposure and mental health mong nurses. Dikutip
pada tanggal 8 November 2009, dari
Mc Vicar, A. (2003). Workplace stress in nursing: a literature review. Dikutip
pada tanggal 8 November 2009, dari
Menpan RI, (2001). Jabatan Fungsional Perawat dan Angka Kreditnya, keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI No. 94/Kep/M.PAN/11/2001.
Mustikasari (2002) Mekanisme koping. Dikutip pada tanggal 6 Mei 2009, dari
Mustikasari (2007) Stres, Koping dan Adaptasi. Dikutip pada tanggal 11 Mei 2009, dari http:// Mustikanurse.blogsot.com.
(63)
National Safety Council, (2004). Manajemen Stres. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam, (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan; Konsep & Praktek,
Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam, (2008). Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu
Keperawatan;Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian keperawatan, Jakarta: Salemba Medika.
Praptiningsih, S., (2006), Kedudukan Hukum Perawat dalam Upaya Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Potter, P. A. & Perry, A.G. (2005) Buku ajar Fundamental keperawatan, Jakarta: EGC.
Rasmun, (2004). Stres, Koping dan Adaptasi : Teori dan Pohon Masalah Keperawatan, Jakarta: Sagung Seto.
Rice, P.L.(1997). Stres and Health ; Principles and Practice for Coping and Wellnes, Wadsworth Inc. Belmont, California.
Selye, H. (1983). Selye’s Guide To Stress Research (vol.3).New York: Van Nostrand Reinhold company. Inc.
Sudjana, (1992). Metode Statistika. Edisi 3. Bandung:Tarsitu.
Towner, L, (2002). Managing Employee Stress (Mengelola Stres Pekerja),
Jakarta: PT Eleks Media Computindo.
Widyasari, P., (2002). Stres Kerja dan Dampaknya, Team e-psikologi.com, Informasi Psikologi Online, Jakarta.
William, T. A. (2004). Relationship between stress, job statisfaction, coping strategies, and attributional style among nurse. Dikutip pada tanggal 8
(1)
Kuesioner
Identifikasi Stres Kerja Dan Strategi Koping Perawat Yang Bertugas Di Ruang IGD RSU Kota Langsa
Kode : Tanggal : Petunjuk umum pengisian
Bapak/ibu responden diharapkan :
1. Menjawab pernyataan yang tersedia dengan memberikan tanda checklist () 2. Semua pernyataan diisi dengan satu jawaban.
3. Bila ada yang kurang dimengerti dapat ditanyakan pada peneliti.
1. Umur
Kuesioner Data Demografi
2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan 3. Suku :
Aceh Jawa
Minang Malayu Lain-lain….
4. Agama :
5. Pendidikan :
6.
SPK D III
S1 Keperawatan Lama bekerja : ……… Tahun
Islam katolik
Budha
Protestan Hindu
(2)
Berilah tanda cheklist (√) pada kolom angka yang ada disebelah kanan pada masing-masing butir pernyataan dengan pilihan
Petunjuk Pengisian Kuesioner Stres Kerja
Tidak pernah = 1 Kadang-kadang = 2 Selalu = 3
no PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN Tidak Pernah Kadang
-kadang Selalu
Stres Fisik
Saya selalu mengalami sakit kepala ketika bekerja di Rumah Sakit
Saya merasa ada gangguan tidur setelah pulang bekerja dari Rumah Sakit
Saya mudah lupa dan sulit konsentrasi setelah bekerja di Rumah Sakit
Saya merasa letih, otot kaku (kaku leher) saat/setelah bekerja di Rumah Sakit
Saya merasa tegang,gemetar, dan keringat dingin saat menghadapi pasien masuk dalam kondisi kritis
Stres Psikologi
Saya merasa tertekan dengan ketatnya peraturan yang harus dipatuhi
Saya sering marah dan mengomel pada saat bekerja
Saya merasa mudah tersinggung pada saat bekerja di Rumah Sakit
Saya merasa frustasi bila bertugas pada jadwal shiff malam Saya merasa jenuh dan malas masuk kerja
Stres Sosial
Saya sering mengalami ketegangan dalam berinteraksi dengan teman sejawat
Saya kesal menghadapi pasien/keluarga pasien yang cerewet Saya merasa pimpinan kurang memperhatikan kesejahteraan saya
(3)
Berilah tanda cheklist (√) pada kolom angka yang ada disebelah kanan pada masing-masing butir pernyataan dengan pilihan
Petunjuk Pengisian Kuesioner Koping
Tidak setuju = 1 Setuju = 2 Setuju Sekali = 3
no PERNYATAAN
PILIHAN JAWABAN Tidak
Setuju Setuju
Setuju Sekali
Koping yang berfokus pada masalah
Saya merasa perlu melanjutkan pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
Saya mencoba memperbaiki kesalahan dalam pekerjaan selangkah demi selangkah
Saya mencoba berfikir positif terhadap masalah yang saya rasakan dalam pekerjaan
Saya mencoba berkonsultasi dengan pimpinan bila mengalami masalah dalam pekerjaan
Saya berusaha bekerjasama dengan teman sejawat, pimpinan, dan pasien/keluarga pasien
Koping yang berfokus pada emosi
Saya berharap semua pekerjaan dapat terselesaikan dengan baik
Saya menganggap pekerjaan ini sebagai rutinitas yang harus dijalani
Untuk menghilangkan kejenuhan saya mencoba berolahraga dengan teratur
Saya mencari dukungan dari teman, dan keluarga bila menghadapi masalah pekerjaan
Say berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan dalam menghadapi masalah pekerjaan
(4)
JADWAL PENELITIAN
o Kegiatan
Tahun 2009
April Mei Juni Juli Agustus september
Mengajukan Judul Proposal
Menyusun Proposal
Sidang proposal
Revisi proposal
Penelitian
Pembuatan laporan penelitian
Sidang Skripsi
(5)
RENCANA ANGGARAN BIAYA PENELITIAN
A. Penelitian Proposal
1. Penelusuran literatur dan internet Rp. 125.000 2. Print literature dari internet Rp. 120.000 3. Fotocopy Literatur dari buku Rp. 100.000 4. Pengetkan dan print proposal Rp. 200.000 5. Penggandaan dan jilid proposal Rp. 80.000 6. Fotocopy transparan presentasi Rp. 50.000 B. Administrasi Penelitian
1. Registrasi mata kuliah skrips Rp. 300.000 2. Biaya izin penelitian di lokasi Rp. 75.000 C. Pengumpulan dan Analisa Data
1. Biaya penggandaan kuesioner dan
Lember prsetujuan responden Rp. 75.000 2. Biaya Transportasi Rp. 600.000 D. Penyusunan Hasil Perbaikan
1. Pengetikan dan Print perbaikan laporan Rp. 200.000 2. penggandaan dan jilid Rp. 150.000 Jumlah Rp. 1.975.000 Biaya tak terduga 10 % Rp. 200.000 Total Rp. 2.175.000 (Dua juta seratus tujuh puluh limaribu rupiah)
(6)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Rosmawar
Tempat tanggal lahir : Panton Labu, 3 Mei 1976 Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jln. Sultan mohd Daud No. 25 Gp. Daulat Kota Langsa
Riwayat Pendidikan
1. 1983-1989 : SD Negeri 4 Panton Labu 2. 1989-1991 : SMP Negeri 1 Panton Labu 3. 1991-1994 : SPK Bustanul Ulum Langsa
4. 1994-1995 : Program Pendidikan Bidan A Bustanul Ulum Langsa 5. 2002-2005 : Diploma III Prodi Keperawatan Langsa