Studi Deskriptif Mengenai Tingkat Optimisme pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Yang Mengikuti Pengobatan Alternatif di Kota Bandung.

(1)

vii

Universitas Kristen Maranatha Pada saat ini jumlah penderita diabetes mellitus tipe II semakin meningkat dan membutuhkan optimisme dalam menghadapi penyakitnya. Pengobatan alternatif yang berkembang di masyarakat semakin diminati sebagai salah satu pilihan dalam mengobati penyakit, oleh karena itu peneliti melakukan penelitian ini yang berjudul Studi Deskriptif mengenai Tingkat Optimisme pada Penderita diabetes mellitus yang menjalani Pengobatan Alternatif di Kota Bandung. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif. Pemilihan sampel menggunakan metode purpose sampling dengan jumlah responden sebanyak 30 orang.

Alat ukur yang digunakan adalah Attributional Style Questionnaire (ASQ) dari Martin E.P. Seligman (1990) merujuk pada alat ukur yang diterjemahkan oleh Drs. Paulus H. Prasetya, M.si Psikolog (1996) dan telah dimodifikasi oleh peneliti. Pengolahan data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif dengan menggunakan metode distribusi frekuensi dan tabulasi silang.

Wawancara dilakukan kepada 30 responden. Dari hasil data yang diolah, ditemukan bahwa sebanyak 60% responden penderita diabetes yang menjalani pengobatan alternatif di Kota Bandung mempunyai tingkat optimisme yang tinggi, dan sebanyak 40% mempunyai tingkat optimisme yang rendah. Penderita diabetes dengan tingkat optimisme yang tinggi menghayati bahwa keberhasilan (good situation) yang dialaminya pada saat menjalani pengobatan alternatif akan berlangsung selamanya (permanence), berpengaruh kepada aspek kehidupannya yang lain (pervasiveness), dan merupakan hasil usaha dan kerja kerasnya sendiri

(personalization).

Peneliti menyarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk mendalami hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat optimisme pada responden. Bagi penderita disarankan untuk mempunyai cara pandang dan penghayatan bahwa pengobatan alternatif yang dijalaninya akan sukses dan meningkatkan kualitas hidupnya saat ini.


(2)

viii

Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT

Nowadays the numbers of people who suffered from diabetes mellitus are raised and they need optimism to manage their illness. Alternative medication which progress in the citizen is more interesting as one of the choices, therefore researcher had done this research which titled “Studi Deskriptif mengenai Tingkat Optimisme pada Penderita Diabetes Mellitus yang menjalani Pengobatan Alternatif di kota Bandung”. This research plan is using the purpose method of sampling which involeves 30 respondents.

Attributional Style Questionnaire (ASQ) is used as tools from Martin E.P. Seligman (1990) and reffered from the tool that had traslanted by Drs. Paulus H. Prasetya, M.Si Psikolog (1996) and has modified by researcher. The tabulation of the data uses descriptive analysis using frequency ditribution and crosstabulation.

From the result of the data prosessing, it is found that 60% percents of diabetes patient respondents who are going through alternative medication in Bandung have high optimism level, and 40% percents of respondents have lower optimism level. The diabetes patient respondents who have the higher optimism level experiences that the sucessfull of the medication will continue permanently, affect to other aspcet in their life, and it is the result of their effort and hard work.

Researcher suggests to do another research to extend the relationship between the element that ifluenced the optimism level from each respondent. It is suggested for the patient to improve their point of view and appreciation that alternative medication will be successful and increase their quality of life.


(3)

ix

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI ... iii

SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN SKRIPSI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR BAGAN ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Indentifikasi Masalah ... 9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1 Maksud Penelitian ... 9

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 10

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 10

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 10


(4)

x

Universitas Kristen Maranatha

1.6 Asumsi-asumsi ... 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Optimisme ... 20

2.1.1 Definisi Optimisme ... 20

2.1.2 Explanatory Style ... 22

2.1.3 Tiga Dimensi dalam Optimisme ... 23

2.1.3.1 Permanence ... 23

2.1.3.2 Pervasiveness ... 25

2.1.3.3 Personalization ... 27

2.1.4 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Optimisme ... 29

2.1.4.1 Mother Explanatory Style ... 29

2.1.4.2 Adult Criticism: Teachers and Parents ... 31

2.1.4.3 Children’s Life Crises ... 32

2.2 Diabetes Mellitus ... 33

2.2.1 Pengertian Diabetes Mellitus ... 33

2.2.2 Pengelolaan Diabetes Melitus ... 35

2.3 Dewasa Madya ... 36

2.3.1 Perkembangan Kognitif ... 36

2.3.2 Perkembangan Sosial ... 37

2.3.3 Teori Fase Dewasa Madya ... 37

2.3.4 Tugas-tugas Perkembangan Dewasa Madya ... 39


(5)

xi

Universitas Kristen Maranatha BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian ... 42

3.2 Variabel Penelitian ... 43

3.3Definisi Operasional ... 43

3.4Alat Ukur ... 44

3.4.1 Alat Ukur Optimisme ... 44

3.4.1.1 Prosedur Pengisian Kuesioner Optimisme ... 46

3.4.1.2 Sistem Penilaian ... 47

3.4.2 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 49

3.4.2.1 Data Pribadi ... 49

3.4.2.2 Data Penunjang ... 49

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 50

3.4.3.1 Validitas Alat Ukur ... 50

3.4.3.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 50

3.5 Populasi dan teknik Penarikan Sampel ... 51

3.5.1 Populasi Sasaran ... 51

3.5.2 Karakteristik Sampel ... 51

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... 51

3.6 Teknik Analisis Data ... 51

BAB IV HASIL PENELITAIN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 53


(6)

xii

Universitas Kristen Maranatha

4.2 Pembahasan ... 75

4.2.1 Pembahasan Hasil Pengukuran Optimisme ... 75

4.2.2 Pembahasan Kaitan Antara Optimisme dengan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Optimisme ... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 99

5.2 Saran ... 100

5.2.1 Saran Untuk Penelitian Selanjutnya ... 100

5.2.2 Saran Praktis/ Guna Laksana ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 102

DAFTAR RUJUKAN ... 103 LAMPIRAN


(7)

xiii

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pikir ... 18 Bagan 3.1 Rancangan Penelitian ... 42


(8)

xiv

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL


(9)

1

Universitas Kristen Maranatha PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap orang dan masyarakat pada umumnya dalam menyokong pembangunan suatu negara. Namun, pada saat ini banyak sekali penyakit – penyakit kronis yang di derita oleh masyarakat. Khususnya diabetes mellitus, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%.

Seiring dengan perkembangan teknologi dan gaya hidup yang berubah terutama dalam masyarakat perkotaan, banyak sekali individu yang mempunyai gaya hidup yang tidak sehat seperti mengkonsumsi makanan yang tidak sehat dan jarang berolah raga sehingga menimbulkan penyakit seperti diabetes. Khususnya penyakit diabetes mellitus Menurut data WHO jumlah pengidap diabetes di Indonesia merupakan peringkat keempat dunia, yaitu berdasarkan data statistik tahun 2009 jumlah penderita diabetes sebanyak 8 juta jiwa dan diprediksi akan meningkat hingga 21 juta jiwa pada tahun 2025. (www.rumahdiabetes.com)

Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga memperkirakan jumlah penderita

diabetes melitus (DM) tipe 2 di Indonesia meningkat tiga kali lipat dalam 10


(10)

2

Universitas Kristen Maranatha Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Dr Imam Subekti SpPD-KEMD dalam seminar di Jakarta mengatakan bahwa pada tahun 2000 jumlah penderita hanya 8,4 juta orang sedangkan pada tahun 2010 mencapai 21,3 juta orang. Menurutnya, penambahan penderita terutama terjadi di kawasan urban sebagai akibat dari gaya hidup yang tidak sehat (www.antaranews.com).

Sedangkan di Jawa Barat, pada tahun 2003, penyakit diabetes mellitus di Jawa Barat menempati urutan ke -sepuluh (Dinkes Jabar, 2003). Sementara itu data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Bandung (Dalam profil kesehatan Tahun 2005, 2006, dan 2007) tentang jumlah kasus Diabetes mellitus yang terjadi di seluruh Rumah Sakit di seluruh Kota Bandung yaitu pada tahun 2005 kasus yang terjadi berjumlah 11.824, sedangkan untuk tahun 2006 mengalami peningkatan sehingga jumlahnya menjadi 27.838 atau 21,16 % kasus pada tahun 2007 berjumlah 13.506.

Diabetes mellitus merupakan penyakit yang berbahaya karena diabetes

merupakan penyebab utama kebutaan, amputasi, kanker pankreas, stroke, serangan jantung dan ginjal. Menurut Prof.Dr.Sidartawan Soegondo, dr,SpPD,KEMD dari Pusat Diabetes Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. penyakit diabetes mengganggu sistem fisiologis manusia dan kenyataan yang ditemukan di lapangan adalah penderita diabetes juga mengalami gangguan pada kondisi psikisnya. Hal ini ditandai dengan perubahan perilaku para penderita yang mudah menjadi emosi dan kurang dapat mengendalikan diri dengan baik, terutama dalam menjaga pola makan untuk mengurangi gejala diabetes. Pasien diabetes merasa bahwa penyakit ini mengganggu aktivitas keseharian penderita sehingga


(11)

Universitas Kristen Maranatha kelancaran aktivitas itu sendiri berjalan kurang baik. Perubahan kondisi psikis ini diperlihatkan antara lain pada aspek emosional penderita, misalnya muncul emosi yang labil dan sangat tergantung mood pada penderita. Kondisi ini pantas untuk ditanggapi secara serius karena pengaruh yang ditimbulkan oleh perubahan perilaku ini tidaklah hanya dialami oleh pasien tetapi juga dialami oleh anggota keluarga dan kerabat dekat.

Menurut WHO Diabetes mellitus terdiri dari 2 tipe yaitu tipe I dan tipe II. Diabetes mellitus tipe I disebut juga IDDM (Insulin dependent Diabetes Mellitus), yaitu Diabetes Mellitus tergantung Insulin yang ditandai dengan adanya gangguan produksi insulin dalam tubuh. Diabetes Mellitus tipe II disebut juga NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus), yaitu Diabetes Tidak Tergantung Insulin yang disebabkan oleh resistensi tubuh terhadap insulin (WHO,2008). Dalam penelitian ini peneliti akan mengkhususkan pada penderita DM tipe II.

Secara umum, gejala DM 2 adalah sering buang air kecil, sering merasa sangat haus, sering lapar karena metabolisme tubuh, penurunan berat badan secara tiba-tiba meski tidak ada usaha menurunkan berat badan, sering kesemutan pada kaki atau tangan, mengalami masalah pada kulit seperti gatal atau borok, jika mengalami luka membutuhkan waktu lama untuk dapat sembuh. Kondisi tersebut dapat memicu terjadinya perubahan perilaku seperti mudah tersinggung dan mudah merasa lelah.

Diabetes mellitus tidak dapat disembuhkan, oleh karenanya penderita diabetes mellitus harus mengubah pola hidupnya selama ini yaitu dengan berbagai


(12)

4

Universitas Kristen Maranatha melakukan diet (mengatur pola makan), ataupun berolah raga secara teratur. Tujuan kesembuhan penderita diabetes mellitus secara jangka panjang adalah meningkatnya kualitas hidup pasien diabetes, sedangkan tujuan untuk jangka pendek adalah hilangnya keluhan dan tanda diabetes mellitus dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat (Perkeni, 2002).

Pada penelitian ini akan dibahas mengenai pengobatan alternatif. Pengobatan alternatif adalah jenis pengobatan yang tidak dilakukan oleh paramedis atau dokter pada umumnya, tetapi oleh seorang ahli atau praktisi yang menguasai keahlian tersebut melalui pendidikan non medis (www.naturindonesia.com). Pengobatan alternatif ini dilakukan dengan banyak alasan, seperti persepsi keparahan penyakit, gejala, dan pemahaman penyakit (www.memahami-pengobatan-alternatif.blogspot.com). Alasan lain yang juga timbul adalah pengobatan medis yang dilakukan tidak memberikan hasil yang memuaskan atau pengobatan medis yang dilakukan mempunyai resiko yang tinggi seperti kerusakan hati.

Dalam menghadapi penyakit diabetes mellitus ini diperlukan optimisme mengingat penyakit ini tidak dapat disembuhkan dan penderita harus melakukan proses pengobatan selama hidupnya, baik pengobatan medis maupun terapi alternatif. Optimisme adalah sikap individu dalam menghadapi satu keadaan baik

(Good situation) maupun dalam keadaan buruk (Bad situation), Seligman (learned Optimism, 1990). Menurut Seligman individu yang optimis adalah

individu yang percaya bahwa kegagalan yang dialami hanya sementara, terjadi pada peristiwa tertentu saja dan keadaan di luar dirinya (lingkungan) yang


(13)

Universitas Kristen Maranatha merupakan penyebab dari terjadinya kegagalan tersebut. Individu yang optimistis menganggap bahwa situasi buruk yang terjadi merupakan suatu tantangan dan individu tersebut akan berusaha keras untuk menghadapinya. Dalam kaitannya dengan kesehatan, Seligman dan Buchanan (www.helping.apa.org) berpendapat bahwa individu yang memiliki sikap optimistis tidak hanya terhindar dari depresi melainkan dapat meningkatkan kesehatan fisik. Sementara itu ada pula yang mengungkapkan optimisme dan pesimisme merupakan reaksi terhadap peristiwa-peristiwa kehidupan. Ada orang yang memilih untuk bereaksi pesimistis dalam menghadapi peristiwa yang traumatis, tetapi ada pula yang menjadi optimis- bahkan bahagia- setelah dapat bertahan dari situasi tersebut.

Optimisme tidak hanya membawa individu sampai kepada perkataan – perkataan yang membuat lega hatinya, namun optimisme mengarah pada pelajaran individu dalam mengenali dirinya sendiri dan dunia, mendorong individu memiliki mental yang aktif dan mampu untuk membentuk dirinya sendiri. Dengan sikap optimistis individu diharapkan dapat mengetahui kelemahan dan kekuatan dirinya dalam menghadapi situasi apapun, sehingga individu memiliki kemampuan yang tepat untuk menentukan harapan yang sesuai dengan situasi dan kondisi.

Optimisme yang optimal bukan menyalahkan orang lain jika situasi menjadi tidak menguntungkan dan bukan pula menghindari tanggung jawab masalah. Dengan optimisme yang tinggi individu akan lebih gigih menghadapi situasi yang tidak menguntungkan serta memiliki kemampuan berjuang mengatasi masalah. Dengan bersikap optimis individu dapat mengetahui kelemahan dan


(14)

6

Universitas Kristen Maranatha kekuatan dalam diri maupun menguasai situasi sehingga individu memiliki kemampuan yang tepat dalam menentukan harapan yang sesuai dengan situasi kondisi (Martin E. P. Seligman). Optimisme memiliki pengertian adanya harapan dalam diri seseorang bahwa akan ada hasil terbaik atau kejadian di masa depan akan menjadi lebih baik (Seligman, 1990).

Optimisme dibagi ke dalam tiga dimensi yaitu Permanence (berhubungan dengan penghayatan individu mengenai jangka waktu kesembuhan yang akan didapat), Pervasiveness (berhubungan dengan penghayatan penderita mengenai pengaruh penyakitnya terhadap aspek kehidupannya yang lain) dan

Personalization (berhubungan dengan penghayatan diri mengenai penyebab dari

penyakit yang dihadapi). Dari masing – masing dimensi tersebut ditarik dalam dua kutub yang saling berlawanan yaitu good dan bad, sehingga akan menghasilkan

Permanence Bad, Permanence Good, Pervasiveness Bad, Pervasiveness Good, Personalization Bad, dan Personalization Good. Pada enam sub dimensi inilah

akan terlihat deskripsi optimisme pada penderita diabetes mellitus yang mengikuti pengobatan alternatif. Ke-enam dimensi ini berfungsi untuk mengetahui optimisme yang dimiliki penderita diabetes mellitus tipe 2.

Permanence berkaitan dengan sikap individu menghayati masalah akan terjadi dalam jangka waktu yang panjang atau pendek. Penghayatan diri ini dapat dilihat setelah melakukan pengobatan alternatif ini penderita tersebut merasa dapat meningkatkan kesehatannya dengan cepat membawa perubahan yang siginifkan terhadap tubuhnya secara cepat. Hal lain yang dapat juga dirasakan


(15)

Universitas Kristen Maranatha adalah dengan pengobatan alternatif ini penderita tidak akan lagi tergantung dengan obat – obatan dokter lagi seumur hidupnya.

Pervasiveness berhubungan dengan ruang dan seberapa luas individu

dalam memercayai luas cakupan suatu masalah yang menimpanya. Setelah menjalankan pengobatan alternatif hal yang dapat dilihat adalah penderita disadarkan bahwa penyakitnya tidak mempengaruhi aspek kehidupannya yang lain. Penderita dapat merasakan bahwa walaupun dia menderita diabetes seumur hidupnya, dengan melakukan pengobatan alternatif secara teratur penderita dapat beraktivitas seperti bisa layaknya orang sehat pada umumnya.

Dimensi terakhir adalah personalization, menurut Seligman (1990)

personalization mengontrol apa yang individu rasakan mengenai dirinya. Personalization lebih merujuk kepada pemikiran individu tentang penyebab dari

suatu keadaan yang dialaminya. Karena penyakit diabetes mellitus tipe 2 ini biasanya didapatkan dari gaya hidup individu yang kurang baik maka para penderita ini menganggap dirinya bersalah telah tidak menjaga pola makan dan pola hidupnya dengan sehat. Dengan melakukan pengobatan alternatif secara teratur dan mendapatkan hasil yang membuatnya merasa lebih sehat maka penderita menghayati bahwa penyakitnya berasal dari dirinya dan tidak menyalahkan orang lain atas penyakit yang dideritanya. Dukungan dari keluarga dan pasangan penderita mengurangi rasa bersalah dari dalam dirinya karena pola hidupnya yang salah selama ini.

Berdasarkan survey awal yang telah dilakukan kepada lima subyek, didapatkan bahwa 80% (4 orang) penderita diabetes mellitus yang menjalani


(16)

8

Universitas Kristen Maranatha pengobatan alternatif mempunyai optimisme yang tinggi dan 20% (1 orang) memiliki optimisme yang rendah. Penderita diabetes mellitus yang memiliki optimsme yang tinggi memandang bahwa keberhasilan pengobatan alternatifnya akan berlangsung dalam jangka waktu yang lama, berpengaruh terhadap aspek kehidupannya yang lain dan keberhasilannya disebabkan oleh kerja kerasnya sendiri. Sedangkan penderita diabetes mellitus yang memiliki optimisme yang rendah memandang bahwa keberhasilan pengobatan alternatif hanya bersifat sementara saja, hanya berpengaruh terhadap satu aspek kehidupannya saja, dan keberhasilannya disebabkan oleh lingkungannya.

Empat orang (80%) penderita diabetes mellitus yang rutin menjalani pengobatan alternatif merasa terapinya berhasil dan membantunya untuk dapat menjalani kegiatan sehari – hari layaknya orang sehat pada umumnya. Hal lain yang dirasakan adalah mereka dapat mengurangi intesitas pengobatan ke dokter yang membantunya untuk mengurangi biaya pengobatan. Hal ini berarti penderita diabetes mellitus memiliki dimensi pervasiveness yang tinggi.

Sebanyak 60% penderita diabetes mellitus juga mempunya optimisme dalam dimensi permanence yang tinggi. Penderita diabetes mellitus menghayati bahwa selama dia disiplin dalam menjalani pengobatannya secara terus menerus maka dia dapat beraktifitas dalam kehidupan sehari – harinya dengan bak tanpa bergantung kepada obat – obatan medis dari dokter.

Sebanyak 60% (3 orang ) penderita diabetes mellitus mempunyai optimisme yang tinggi dalam dimensi personalization yang tinggi. Hal ini didapat dari penghayatan penderita yang merasakan keberhasilan terapinya didapatkan


(17)

Universitas Kristen Maranatha dari kerja keras dan disiplin dalam menjalani terapinya selama ini, dukungan dari keluarga dan pasangan membantu penderita diabetes mellitus tetap semangat dalam menjalani pengobatannya sampai mencapai ‘kesembuhan’.

Dari pemaparan diatas dapat kita lihat optimisme dari penderita diabetes

mellitus tipe 2 yang mengikuti pengobatan alternatif. Hal ini menarik perhatian

peneliti untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penjelasan dari optimisme.

1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimanakah derajat optimisme pada yang menderita diabetes mellitus tipe 2 yang mengikuti pengobatan alternatif di kota Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat optimisme penderita diabetes mellitus tipe 2 yang mengikuti pengobatan alternatif di kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat optimisme pada wanita penderita diabetes mellitus tipe 2 yang mengikuti pengobatan alternatif di kota Bandung yang dipengaruhi oleh faktor – faktor dari mother explanatory style.


(18)

10

Universitas Kristen Maranatha 1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

a. Memberikan informasi tambahan bagi bidang ilmu psikologi di Indonesia, khususnya dalam seting klinis mengenai tingkat optimisme.

b. Memberikan informasi yang lain kepada peneliti lain yang ingin dan akan meneliti mengenai tingkat optimisme pada penderita

diabetes mellitus yang mengikuti pengobatan alternatif di kota

Bandung.

1.4.2 Kegunaan Praktis

a. Memberikan wawasan baru dan masukan kepada para penderita

diabetes mellitus yang mengikuti pengobatan alternatif mengenai

penjelasan optimismenya agar dapat membantunya menyikapi pengobatan alternatif selanjutnya di masa depan.

b. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai optimisme pada penderita diabetes mellitus tipe 2 yang mengikuti pengobatan alternatif dan membantu meningkatkan optimisme dalam aspek – aspek kehidupan yang dijalaninya.

c. Menjadi bahan acuan untuk penelitian sejenis dan dapat mendorong peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hal – hal yang berkaitan dengan masalah psikologis penderita.


(19)

Universitas Kristen Maranatha 1.5 Kerangka Pikir

Penyakit diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh masalah jumlah insulin yang kurang. Secara umum, beberapa gejala yang terjadi antara lain; sering buang air kecil, sering merasa sangat haus, sering lapar karena tidak mendapat cukup energi sehingga tubuh memberi sinyal lapar. Penurunan berat badan secara tiba-tiba meski tidak ada usaha menurunkan berat badan, sering kesemutan pada kaki atau tangan, mengalami masalah pada kulit seperti gatal atau borok, jika mengalami luka, butuh waktu lama untuk dapat sembuh, perubahan perilaku seperti mudah tersinggung, dan mudah merasa lelah.

Diabetes mellitus tidak dapat disembuhkan oleh karena itu penderita diabetes mellitus harus mengubah pola hidupnya selama ini yaitu dengan berbagai cara seperti melakukan pengobatan ke dokter, melakukan diet (mengatur pola makan), berolah raga secara teratur, ataupun melakukan pengobatan alternatif. Pengobatan alternatif ini dilakukan dengan banyak alasan, seperti persepsi keparahan penyakit, gejala, dan pemahaman penyakit. Pengobatan Alternatif adalah jenis pengobatan yang tidak dilakukan oleh paramedis atau dokter pada umumnya, tetapi oleh seorang ahli atau praktisi yang menguasai keahliannya tersebut melalui pendidikan yang lain atau non medis (www.naturindonesia.com). Selain itu, pengobatan pengetahuan, ketersediaan, dan akseptabilitas, dalam kasus pendekatan baik


(20)

12

Universitas Kristen Maranatha konvensional maupun alternatif, kemungkinan untuk mempengaruhi keputusan pasien.

Dalam menjalani pengobatan alternatif, penderita diabetes mellitus mempunyai optmisme. Optimisme adalah sikap individu dalam menghadapi satu keadaan baik (Good situation) maupun dalam keadaan buruk (Bad situation), Seligman (learned Optimism, 1990). Menurut Seligman individu yang optimis adalah individu yang percaya bahwa kegagalan yang dialami hanya sementara, terjadi pada peristiwa tertentu saja dan keadaan di luar dirinya (lingkungan) yang merupakan penyebab dari terjadinya kegagalan tersebut. Dalam kaitannya dengan kesehatan, Seligman dan Buchanan (www.helping.apa.org) berpendapat bahwa individu yang memiliki sikap optimistis tidak hanya terhindar dari depresi melainkan dapat meningkatkan kesehatan fisik. Dalam hal ini penderita diabetes mellitus yang optimis percaya bahwa kegagalan dari pengobatan alternatif yang dijalaninya saat ini dialami hanya sementara, terjadi pada satu aspek kehidupannya saja yaitu kesehatan, dan penyebabnya bukan berasal dari dirinya. Dengan sikap optimistis yang dimiliki penderita diabetes mellitus akan meningkatkan kualitas hidupnya di masa sekarang dan masa depan. Kualitas hidup yang diinginkan adalah setelah melakukan pengobatan alternatif penderita diabetes mellitus dapat melakukan kegiatan sehari – hari dengan optimal. Dengan pengobatan alternatif yang dilakukan penderita dapat melihat kekuatan dan kelemahan dalam dirinya dalam menghadapi dan mengelola penyakit diabetes mellitus. Penderita


(21)

Universitas Kristen Maranatha diabetes mellitus akan mengetahui kondisi fisiknya dan akan menentukan hal – hal apa saja yang dapat dilakukan atau kegiatan apa saja yang harus dihindari agar dapat melanjutkan hidupnya sama seperti ketika dia dalam keadaan sehat.

Sikap optimis yang dimiliki oleh penderita diabetes mellitus memiliki 3 dimensi yaitu pervasiveness, permanence, dan personalization.

Pervasiveness berhubungan dengan penghayatan penderita diabetes

mellitus tipe 2 yang menjalani pengobatan alternatif mengenai seberapa luas cakupan suatu masalah yang menimpanya. Pervasiveness berhubungan dengan sikap penderita diabetes mellitus terhadap seberapa luas masalah kesehatan yang dihadapinya dan pengaruhnya terhadap aspek kehidupannya yang lain dalam melakukan pengobatan alternatif dan dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya agar dapat beraktifitas layaknya orang normal pada umumnya. Pervasiveness memiliki dua aspek yaitu

spesific dan universal yang ditarik dalam dua kutub yang berlawanan yaitu good dan bad, sehingga diperoleh spesific good, spesific bad, universal good dan universal bad. Pada saat penderita diabetes mellitus berhasil

menjalankan kegiatan sehari – harinya seperti orang sehat pada umumnya saat menjalani pengobatan alternatif dan membuat kesimpulan yang umum dari keberhasilannya tersebut maka hal tersebut dapat dikatakan bahwa penderita memiliki Pervasiveness Good “PvG”. Sebaliknya jika penderita membuat penjelasan yang umum dari kegagalan pengobatan alternatif


(22)

14

Universitas Kristen Maranatha yang dijalaninya maka dapat dikatakan bahwa penderita diabetes mellitus memiliki Pervasiveness Bad “PvB”.

Permanence berkaitan dengan sikap penderita diabetes mellitus

yang menjalani pengobatan alternatif dalam jangka waktu pengelolaan diabetes mellitus yang akan dijalaninya. Permanence berhubungan dengan sikap penderita diabetes melitus dalam menghayati berapa lama waktu yang dibutuhkannya dalam menjalani pengobatan alternatif agar dapat memperbaiki kualitas hidupnya. Permanence memiliki dua aspek yaitu

permanence good dan permanence bad yang saling berlawanan. Ketika

penderita diabetes mellitus mengalami kegagalan dalam menjalani pengobatan alternatif dan menghayati bahwa kegagalannya tersebut akan berlangsung selamanya maka dapat dikatakan bahwa penderita memiliki

Permanence Bad “PmB”. Sebaliknya jika penderita berhasil dalam

menjalani pengobatan alternatif dan menghayati bahwa keberhasilannya akan berlangsung selamanya dan akan selalu berhasil dalam melakukan pengobatan alternatif lainnya maka dapat dikatakan bahwa penderita diabetes mellitus tersebut memilki Permanence Good “PmG”. Perilaku lain yang dapat dilihat adalah ketika dia mengalami kegagalan dalam satu program terapi pengobatan alternatif, dia tidak akan berpangku tangan namun akan terus mencoba mencari terapi lain sampai mencapai ‘kesembuhan’.

Personalization berkaitan dengan sikap individu tentang penyebab


(23)

Universitas Kristen Maranatha penghayatan penderita akan sebab kegagalan atau keberhasilan yang terjadi setelah melakukan pengobatan alternatif berasal dari dalam atau luar dirinya. Personalization dibagi kedalam dua aspek yaitu

Personalization Good dan personalization Bad. Ketika penderita diabetes

mellitus mengalami kegagalan setelah melakukan pengobatan alternatif dan menyalahkan dirinya sendiri maka dapat dikatakan bahwa tersebut memiliki Personalization Bad “PsB”. Sebaliknya jika tersebut mengalami keberhasilan setelah mengikuti pengobatan alternatif dan menghayati bahwa keberhasilan tersebut atas hasil usaha dan kerja keras dirinya maka dapat dikatakan bahwa penderita tersebut memiliki Personalization Good “PsG”.

Optimisme yang dimiliki oleh penderita diabetes mellitus dalam menjalani pengobatan alternatif memiliki faktor – faktor yang mempengaruhi optimismenya. Faktor – faktor tersebut telah dipelajari sejak masa kanak – kanak dan cenderung menetap sampai dewasa dan dijelaskan oleh explanatory style. Explanatory style adalah kebiasaan – kebiasaan penderita diabetes mellitus dalam menjelaskan kejadian – kejadian buruk yang terjadi pada dirinya. Hal tersebut menjadi penanda apakah penderita tersebut termasuk individu yang optimis atau pesimis.

Explanatory style dari penderita diabetes mellitus berasal dari penghayatan

dirinya akan posisinya di lingkungan, apakah penderita tersebut berpikir dirinya berharga dan layak untuk melakukan pengobatan alternatif.


(24)

16

Universitas Kristen Maranatha Faktor pertama adalah mother’s explanation style, yaitu cara pandang seorang ibu dan membicarakan mengenai dunia kepada anaknya, hal tersebut memberikan dampak terhadap optimisme yang dimiliki penderita sejak kecil sampai dewasa. Pada masa kanak – kanak penderita mendengar dan melakukan hal yang sama dengan ibunya. Perilaku tersebut dilakukan tanpa memperhatikan permanent atau temporary,

spesific atau pervasive dan perilaku yang ditampilkan seorang ibu benar

atau salah. Jika pada saat kanak – kanak penderita selalu mendengar ibunya membuat analisa maka hal tersebut akan terekam olehnya. Kesimpulannya jika penderita diabetes mellitus tersebut memiliki ibu dengan pandangan bahwa kejadian buruk akan berlangsung selamanya, akan berpengaruh pada aspek kehidupan lainnya, dan menyalahkan dirinya sendiri jika mengalami kegagalan maka akan membuat penderita diabetes mellitus mempunyai cara pandang yang sama dalam menjalani pengobatan alternatifnya. Jika pengobatan yang dilakukan mengalami kegagalan dalam menjalani proses pengobatan alternatif maka penderita diabetes mellitus akan menyalahkan dirinya dan cenderung akan sulit untuk meyakinkan dirinya untu mencari pengobatan alternatif lainnya karena berpikir akan selalu gagal.

Faktor kedua adalah adult criticsm yang berada di lingkungan seseorang. Anak – anak mendengarkan dengan seksama bukan hanya isi namun bentuk perkataannya, bukan hanya apa yang orang dewasa katakan namun bagaimana cara orang dewasa menyampaikannya. Anak- anak


(25)

Universitas Kristen Maranatha mempercayai kritik yang diterimanya menggunakannya sebagai bentuk

explanatory mereka sendiri. Kesimpulannya adalah ketika sedari kecil

penderita mendapatkan kritik negatif terhadap dirinya terus menerus dari keluarga, teman dan guru maka penderita tersebut akan menggunakannya saat menjalani pengobatan alternatif. Ketika sedari kecil penderita tersebut selalu mendapatkan kritik negatif maka ketika penderita tersebut mengalami kegagaan dalam suatu program terapi maka dia akan memandang dirinya sendiri negatif dan percaya bahwa kegagalan akan selalu datang walaupun dia telah mencari berbagai pengobatan alternatif lain.

Faktor ketiga adalah children’s life’s crises, yaitu segala bentuk pengalaman masa kanak – kanak yang traumatis, contohnya kehilangan dan kemiskinan maka akan mempengaruhi bentuk explanatory style. Jika pada masa kanak – kanak penderita mengalami kejadian traumatis dan mampu bangkit dari keterpurukannya maka dia akan belajar bahwa kejadian buruk hanya akan berlangsung sementara saja. Ketika penderita menjalani pengobatan alternatif dan mampu untuk menjalani kehidupan sehari – hari layaknya seperti orang sehat pada umumnya maka dia akan berpikir bahwa dia mampu bangkit mengalahkan penyakitnya. Jika penderita mengalami kegagalan pengobatan alternatif yang dilakukannya tidak cocok untuk dirinya pribadi dan percaya bahwa terapi pengobatan lain akan memberinya ‘kesembuhan’. Secara lebih singkat dapat dijelaskan dalam bagan kerangka pikir sebagai berikut:


(26)

18

Universitas Kristen Maranatha 1.1 Bagan Kerangka Pikir

Personalization bad Personalization good Permanence bad Permanence good Pervasiveness bad Pervasiveness good

Dimensi optimisme:

pervasiveness

Dimensi optimisme:

personalization

Dimensi optimisme:

permanence

penderita diabetes mellitus yang menjalani

pengobatan alernatif

optimisme Faktor – faktor yang mempengaruhi optimisme: -mother explanation style -Adult criticm


(27)

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi – asumsi

1. Penderita diabetes mellitus yang menjalani pengobatan aternatif mempunyai optimisme.

2. Optimisme dari penderita diabetes melitus yang mengikuti pengobatan alternatif mempunyai tiga dimensi yaitu: permanence, personalization, dan

pervasiveness.

3. Optimisme dari penderita diabetes mellitus tipe 2 dipengaruhi oleh faktor

mother explanatory style, adult criticms, dan children’s life crises selama

mengikuti pengobatan alternatif.


(28)

99

Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan hasil optimisme dan faktor-faktor yang mempengaruhinya yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

- Sebagian besar responden Penderita Diabetes yang menjalani pengobatan alternatif di kota Bandung yang diteliti, memiliki kecenderungan tingkat optimisme yang tinggi.

- Dimensi yang memiliki jumlah responden yang paling besar dengan tingkat optimisme yang rendah adalah dimensi Personalization bad. Hal ini berarti para responden menghayati penyakit diabetes yang terjadi pada dirinya merupakan kesalahan yang terjadi karena diri mereka sendiri.

- Dari faktor – faktor yang mempengaruhi optimisme, yang kemungkinan memiliki kaitan yang tinggi adalah faktor children life

crises berkaitan dengan dimensi personalization bad, dan pervasiveness good. Dari faktor mother explanatory style yaitu

kemungkinan berkaitan dengan pervasiveness good, pervasiveness


(29)

Universitas Kristen Maranatha faktor adult criticsm yang mempunyai kemungkinan berkaitan adalah pada pervasiveness good dan personalization bad.

5.2 SARAN

5.2.1. Saran Untuk Penelitian Selanjutnya

Untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan sebagai berikut:

1. Rentang usia responden yang beragam dapat dipersempit untuk dapat menggambarkan optimisme pada rentang usia tertentu. Hal ini sangat membantu dalam penggambaran data demografi yang lebih spesifik sehingga tidak terjadi bias.

2. Penelitian ini hanya melibatkan subyek dengan jumlah yang terbatas oleh karena itu penelitian selanjutnya disarankan untuk melibatkan ukuran sampel yang lebih besar.

3. Penelitian ini hanya menggambarkan optimisme secara deskriptif, oleh karena itu disarankan untuk memperdalam penelitian ini dengan penelitian korelasional sehingga mendapatkan gambaran yang menyeluruh mengenai hubungan optimisme dengan faktor – faktor yang mempengaruhi optimisme.

4. Peneliti selanjutnya disarankan dapat melakukan penelitian terhadap hubungan antara optimisme dengan terapi alternatif yang dilakukan, sehingga dapat dilihat apa sebetulnya dampak dari terapi


(30)

101

Universitas Kristen Maranatha yang dilakukan oleh para responden terhadap kualitas kesehatan yang dimiliki.

5.2.2. Saran Praktis/Guna Laksana

1. Berdasarkan hasil penelitian maka untuk para penderita diabetes yang melakukan pengobatan alternatif, untuk dapat meningkatkan kualitas hidup para penderita diabetes yang mempunyai tingkat optimisme rendah. keberhasilan yang terjadi dalam pengobatan alternatif dapat dihayati akan berlangsung selamanya, berpengaruh kepada aspek kehidupan yang lain dan merupakan usaha dari diri sendiri. Hal tersebut dapat membantu propes pengobatan dan meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes. 2. Lingkungan sekitar diharapkan tetap memberikan kritik positif

kepada penderita diabetes sehingga jika mengalami kegagalan penderita diabetes tidak akan menyalahkan dirinya sendiri.


(31)

102

Universitas Kristen Maranatha Gulo, W., 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo.

Hadi, Sutrisno. 1978. Metodologi Research, jilid I dan II. Yogyakarta: Yayasan Pendidikan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Nazir, Moh., 2003. Metode Penelitian, Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia

Perkeni, 2002, Pengelolaan Diabetes Mellitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: Percetakan Gramedia.

Poerwandari, E. Kristi. 1998. Pendekatan kualitatif dalam Penelitian Psikologi Jakarta: Fakultas Psikologi universitas Indonesia.

Santrock, 2005. Perkembangan Rentang Hidup, Jakarta: Percetakan Gramedia. Seligman, Martin. E.P, 1990. Learned optimism. New York: A.A. Knopf.

Sidartawan Soegondo, 1999, Diagnosis dan Klasifikasi DM Terkini. In: sidartawan, pradana, Penatalaksanaan DM Terpadu. Edisi ke-1. Jakarta: Pusat diabetes dan lipid RSUP Nasional Dr. C. Mangunkusumo Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 13-16.


(32)

103

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

www.antaranews.com

www.geocities.com/diabeteschart/hbalctest.html www.kompas.com

www.medicastore.com

www.memahami-pengobatan-alternatif.blogspot.com) www.rumahdiabetes.com


(1)

19

1.6 Asumsi – asumsi

1. Penderita diabetes mellitus yang menjalani pengobatan aternatif mempunyai optimisme.

2. Optimisme dari penderita diabetes melitus yang mengikuti pengobatan alternatif mempunyai tiga dimensi yaitu: permanence, personalization, dan pervasiveness.

3. Optimisme dari penderita diabetes mellitus tipe 2 dipengaruhi oleh faktor mother explanatory style, adult criticms, dan children’s life crises selama mengikuti pengobatan alternatif.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan hasil optimisme dan faktor-faktor yang mempengaruhinya yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

- Sebagian besar responden Penderita Diabetes yang menjalani pengobatan alternatif di kota Bandung yang diteliti, memiliki kecenderungan tingkat optimisme yang tinggi.

- Dimensi yang memiliki jumlah responden yang paling besar dengan tingkat optimisme yang rendah adalah dimensi Personalization bad. Hal ini berarti para responden menghayati penyakit diabetes yang terjadi pada dirinya merupakan kesalahan yang terjadi karena diri mereka sendiri.

- Dari faktor – faktor yang mempengaruhi optimisme, yang kemungkinan memiliki kaitan yang tinggi adalah faktor children life crises berkaitan dengan dimensi personalization bad, dan pervasiveness good. Dari faktor mother explanatory style yaitu kemungkinan berkaitan dengan pervasiveness good, pervasiveness bad, personalization good, dan personalization bad. Sedangkan pada


(3)

100

faktor adult criticsm yang mempunyai kemungkinan berkaitan adalah pada pervasiveness good dan personalization bad.

5.2 SARAN

5.2.1. Saran Untuk Penelitian Selanjutnya

Untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan sebagai berikut:

1. Rentang usia responden yang beragam dapat dipersempit untuk dapat menggambarkan optimisme pada rentang usia tertentu. Hal ini sangat membantu dalam penggambaran data demografi yang lebih spesifik sehingga tidak terjadi bias.

2. Penelitian ini hanya melibatkan subyek dengan jumlah yang terbatas oleh karena itu penelitian selanjutnya disarankan untuk melibatkan ukuran sampel yang lebih besar.

3. Penelitian ini hanya menggambarkan optimisme secara deskriptif, oleh karena itu disarankan untuk memperdalam penelitian ini dengan penelitian korelasional sehingga mendapatkan gambaran yang menyeluruh mengenai hubungan optimisme dengan faktor – faktor yang mempengaruhi optimisme.

4. Peneliti selanjutnya disarankan dapat melakukan penelitian terhadap hubungan antara optimisme dengan terapi alternatif yang dilakukan, sehingga dapat dilihat apa sebetulnya dampak dari terapi


(4)

101

yang dilakukan oleh para responden terhadap kualitas kesehatan yang dimiliki.

5.2.2. Saran Praktis/Guna Laksana

1. Berdasarkan hasil penelitian maka untuk para penderita diabetes yang melakukan pengobatan alternatif, untuk dapat meningkatkan kualitas hidup para penderita diabetes yang mempunyai tingkat optimisme rendah. keberhasilan yang terjadi dalam pengobatan alternatif dapat dihayati akan berlangsung selamanya, berpengaruh kepada aspek kehidupan yang lain dan merupakan usaha dari diri sendiri. Hal tersebut dapat membantu propes pengobatan dan meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes. 2. Lingkungan sekitar diharapkan tetap memberikan kritik positif

kepada penderita diabetes sehingga jika mengalami kegagalan penderita diabetes tidak akan menyalahkan dirinya sendiri.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Gulo, W., 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo.

Hadi, Sutrisno. 1978. Metodologi Research, jilid I dan II. Yogyakarta: Yayasan Pendidikan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Nazir, Moh., 2003. Metode Penelitian, Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia

Perkeni, 2002, Pengelolaan Diabetes Mellitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: Percetakan Gramedia.

Poerwandari, E. Kristi. 1998. Pendekatan kualitatif dalam Penelitian Psikologi Jakarta: Fakultas Psikologi universitas Indonesia.

Santrock, 2005. Perkembangan Rentang Hidup, Jakarta: Percetakan Gramedia. Seligman, Martin. E.P, 1990. Learned optimism. New York: A.A. Knopf.

Sidartawan Soegondo, 1999, Diagnosis dan Klasifikasi DM Terkini. In: sidartawan, pradana, Penatalaksanaan DM Terpadu. Edisi ke-1. Jakarta: Pusat diabetes dan lipid RSUP Nasional Dr. C. Mangunkusumo Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 13-16.


(6)

DAFTAR RUJUKAN

www.antaranews.com

www.geocities.com/diabeteschart/hbalctest.html www.kompas.com

www.medicastore.com

www.memahami-pengobatan-alternatif.blogspot.com) www.rumahdiabetes.com