PRINSIP KESANTUNAN DALAM TUTURAN SISWA MTs :Kajian Pragmatik Tuturan Siswa MTs Santri Putri Pondok Pesantren Salafiyah Kecamatan Bangil Kabupaten Pasuruan Jawa Timur.

(1)

i DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN i

ABSTRAK ii

KATA PENGANTAR iii

UCAPAN TERIMAKASIH iv

DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR TABEL x

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian 1

1.2 Identifikasi Masalah 8

1.3 Rumusan Masalah 9

1.4 Tujuan Penelitian 9

1.5 Manfaat Peneitian 10

1.6 Asumsi 11

1.7 Definisi Operasional 12

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Pragmatik 13

2.2 Objek Kajian Pragmatik 15

2.2.1 Deikis 16

2.2.2 Implikator Percakapan 17

2.2.3 Praanggapan 18

2.2.4 Tindak Tutur 19

2.2.5 Struktur Wacana 26

2.3 Konteks Tuturan 26

2.4 Pengertian Kesantunan 29

2.5 Jenis Kesantunan 33


(2)

ii

2.7 Prinsip-prinsip Kesantunan 41

2.7.1 Prinsip Kerjasama Grice 41

2.7.2 Prinsip Kesantunan Leech 50

2.8 Skala Kesantunan 60

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian 67

3.2 Subjek dan Latar Penelitian 68

3.3 Data dan Sumber Data 71

3.4 Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data Penelitian 71

3.5 Teknik dan Prosedur Analisis Data 73

3.5.1 Antisipasi 73

3.5.2 Reduksi Data 74

3.5.3 Penyajian Data 74

3.5.4 Penarikan Kesimpulan 74

3.5.5 Instrumen Pengumpulan Data dan Pemandu Analisis

Data 76

3.5.5.1 Instrumen Pengumpulan Data 76

3.5.5.2 Pemandu Analisis Data 77

BAB IV TEMUAN ANALISIS DATA

4.1 Wujud Pemakaian Prinsip Kesantunan Tuturan Lisan Direktif dalam Interaksi Antarsantri Putri

Ponsok Pesantren Salafiyah 79

4.1.1 Tuturan Lisan Saran 79

4.1.1.1 Temuan 79

4.1.1.2 Analisis 81

4.1.1.3 Rangkuman 105

4.1.2 Tindak Tuturan Lisan Permintaan 112

4.1.2.1 Tmuan 112


(3)

iii

4.1.2.3 Rangkuman 132

4.1.3 Tindak Tutur Lisan Perintah 138

4.1.3.1 Temuan 138

4.1.3.2 Analisis 141

4.1.3.3 RANGKUMAN 152

4.2 Strategi Pemakaian Prinsip Kesantunan Tuturan Lisan Direktif dalam Interaksi Antarsantri Putri

Pondok Pesantren Salafiyah 158

4.3 Pelanggaran Maksim Prinsip Kesantunan Tuturan Lisan Direktif dalam Interaksi

Antarsantri Putri Pondok Pesantren Salafiyah 171

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Simpulan 172

5.2 Rekomendasi 176

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN 182

DAFTAR LAMPIRAN 183

A. Surat-surat Pendukung 184

1. Surat Izin Melakukan Penelitian dari Sekolah

SMPN 2 Lembang 184

2. Suat Tanda Bukti Telah Melaksanakan Enelitian

dari Pondok Pesantren Putri Salafiyah 186

3. Suat Izin Melakukan Penelitian dari UPI 187

B. Pedoman Wawancara dan Observasi 188

C. Angket Pemilihan Kegiatan 193

D. Data Tuturan 194

E. Daftar Nama Santri Putri Ponpes Salafiyah 200

F. Data Penelitian 210


(4)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Data dan sumber Data 71

Gambar Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data 73


(5)

v

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Rangkuman Hasil Analisis Pemakaian Prinsip dan Skala Kesantunan

Menurut Leech terhadap Data Tuturan Lisan Direktif ’Saran’ 106

Tabel 4. 2 Rangkuman Hasil Analisis Pemakaian Prinsip dan Skala Kesantunan

Menurut Leech terhadap Data Tuturan Lisan Direktif ’Permintaan’ 132 Tabel 4. 3 Rangkuman Hasil Analisis Pemakaian Prinsip dan Skala Kesantunan

Menurut Leech terhadap Data Tuturan Lisan Direktif ’Perintah’ 152 Tabel 4.4. Strategi Kesantunan Dalam Interakasi Antarsantri Pondok Pesantren


(6)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

A. Surat-surat Pendukung

1. Surat Izin Meakukan Penelitian dari Sekolah SMPN 2 Lembang

2. Suat Izin Melakukan Penelitian dari UPI

3. Suat Tanda Bukti Telah Melaksanakan Enelitian dari Pondok Pesantren Putri Salafiyah

B. Daftar Nama Santri Putri Pondok Pesantren Salafiyah C. Daftar Nama Ustadzah

D. Pedoman Wawancara dan Observasi E. Angket Pemilihan Kegiatan

F. Data Tuturan G. Data Penelitian

H. Riwayat Hidup Penulis


(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

Bahasa menunjukkan cerminan pribadi seseorang. Karakter, watak, atau

pribadi seseorang dapat diidentifikasi dari perkataan yang ia ucapkan. Penggunaan

bahasa yang sopan, santun, sistematis, teratur, jelas, dan lugas mencerminkan

pribadi penuturnya yang berbudi. Sebaliknya, melalui penggunaan bahasa yang

sarkasme, menghujat, memaki, memfitnah, mendiskreditkan, memprovokasi,

mengejek, atau melecehkan, akan mencitrakan pribadi yang tak berbudi.

Upaya untuk menciptakan lingkungan masyarakat yang bertutur kata

santun merupakan hal yang sangat penting karena masyarakat yang sekarang ini

tengah bergerak ke arah yang semakin maju dan modern. Setiap perubahan

masyarakat melahirkan konsekuensi-konsekuensi tertentu yang berkaitan dengan

masalah nilai dan moral. Misalnya kemajuan di bidang komunikasi melahirkan

pergeseran budaya belajar anak-anak dan benturan-benturan antara tradisi Barat

yang bebas dengan tradisi Timur yang penuh keterbatasan norma. Demikian pula

dampaknya pada nilai-nilai budaya temasuk tata cara dan kesantunan berbahasa di

kalangan generasi muda termasuk pelajar.

Dalam kondisi ini, pendidikan di sekolah dituntut untuk memiliki

kemampuan mendidik dan mengembangkan etika berbahasa santun agar siswa

dapat berkomunikasi lebih baik. Bagaimanapun berbahasa yang baik merupakan


(8)

Salah satu faktor yang menimbulkan rendahnya kualitas berbahasa antara

lain adanya perubahan situasi masyarakat yang semakin buruk dan kompleks.

Sementara pembinaan berbahasa yang berkualitas atau berbahasa santun kurang

mendapat perhatian maksimal dari berbagai lapisan masyarakat (Azis, 2001: 1).

Bahasa santun merupakan alat yang paling tepat dipergunakan dalam

berkomunikasi. Anak perlu dibina dan dididik berbahasa santun, sebab anak

merupakan generasi penerus yang akan hidup sesuai dengan zamannya. bila anak

dibiarkan berbahasa tidak santun maka tidak mustahil bahasa santun yang sudah

adapun bisa hilang dan selanjutnya lahir generasi yang arogan, kasar, dan kering

dari nilai-nilai etika dan agama. Pengamatan sementara menunjukkan bahwa

akibat dari ungkapan bahasa yang kasar dan arogan sering sekali menyebabkan

perselisihan dan perkelahian di kalangan pelajar. Sebaliknya, mereka yang

terbiasa berbahasa santun dan sopan pada umumnya mampu berperan sebagai

anggota masyarakat yang baik. Ucapan dan perilaku santun tersebut merupakan

salah satu gambaran dari manusia yang utuh sebagaimana tersurat dalam tujuan

pendidikan umum, yaitu manusia yang berkepribadian (Dahlan, 1988: 14).

Berbicara tentang kesantunan Yule (1996: 60) berpendapat bahwasannya

tidak mungkin ada konsep yang paten mengenai kesantunan dan etika dalam suatu

budaya, karena setiap bahasa yang berbeda akan mencerminkan budaya yang

berbeda. Dengan demikian, suatu budaya akan mempersepsi kesantunan secara

berbeda pula.

Pertentangan akan terjadi jika pembicara tidak menerapkan strategi


(9)

aturan-aturan kesantunan, dan mungkin itu yang disebut dengan sesuatu yang tidak

santun. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pengguna bahasa harus memilih

strategi yang tepat.

Kesantunan dan ketidaksantunan adalah dua hal yang tidak dapat

dipisahkan, karena itu adalah hal yang penting bagi pembicara maupun pendengar

untuk membangun komunikasi yang baik. Seperti yang dikatakan oleh Grice yang

juga dikutip oleh Wardhaugh dalam Asnawi (2005), kita mampu untuk

menghargai satu sama lain karena kita menyadari tujuan-tujuan bersama dalam

percakapan dan cara yang khusus untuk mencapai tujuan-tujuan ini. Untuk itu,

pembicara harus mengetahui aturan-aturan kesantunan dan masim-maksim agar

pendengar merasa nyaman berbicara dengan kita, sehingga komunikasi yang baik

dapat tercipta. Itu juga harus tepat dengan situasi dan kondisi komunikasi mereka,

sehingga sesuatu yang tidak santun yang menyebabkan ketidakharmonisan

hubungan antara mereka tidak terjadi.

Penelitian kesantunan berbahasa pernah dilakukan oleh beberapa peneliti,

antara lain: Rahardi (imperatif dalam bahasa Indonesia) 2000. Membahas 3 hal.

Pertama, imperatif dalam bahasa Indonesia memiliki dua macam perwujudan. Kedua jenis perwujudan itu mencakup (1) wujud formal, imperatif dan (2) wujud

pragmatik imperatif. Kedua, kesantunan pemakaian tuturan imperatif bahasa Indonesia dapat mencakup dua macam perwujudan, yakni (1) kesantunan

linguistik dan (2) kesantunan pragmatik. Kesantunan linguistik dimarkahi oleh

beberapa unsur, seperti misalnya (a) panjang-pendek tuturan, (b) urutan tuturan,


(10)

Ketiga, dengan menggunakan sembilan tipe wujud tuturan imperatif dapat diketahui urutan persepsi peringkat kesantunan pemakaian tuturan imperatif

dalam bahasa Indonesia. Secara berurutan, dari tipe tuturan yang paling santun

sampai dengan tuturan yang paling tidak santun, peringkat persepsi kesantunan itu

dapat disampaikan sebagai berikut: (1) tuturan imperatif dengan rumusan saran,

(2) tuturan imperatif dengan rumusan isyarat, (3) tuturan imperatif dengan

rumusan isyarat halus, (4) tuturan imperatif dengan rumusan pertanyaan, (5)

tuturan imperatif dengan rumusan permintaan berpagar, (6) tuturan imperatif

dengan rumusan pernyataan permintaan, (7) tuturan imperatif dengan rumusan

pernyataan keinginan, (8) tuturan imperatif dengan rumusan pernyataan

keharusan, dan (9) tuturan dengan rumusan imperatif.

Kuntarto (1999) meneliti tentang Strategi Kesantunan Dwibahasawan Jawa-Indonesia Kajian pada Wacana Lisan Bahasa Indonesia menemukan tiga jenis strategi kesantunan, yaitu strategi kesantunan positif, strategi kesantunan

negatif, dan strategi kesantunan off the record. Strategi kesantunan positif terdiri atas lima bentuk, yaitu bercanda, meloloh atau nglulu, menyatakan satu kelompok, memperhatikan minat, keinginan, dan kebutuhan, dan menyatakan

pujian. Strategi kesantunan negatif terdiri atas strategi menggunakan tuturan tidak

langsung, bertanya, bersikap, pesimistik, meminimalkan paksaan, menyatakan

rasa hormat, dan meminta maaf. Sementara strategi kesantunan off the record

terdiri atas strategi guyon parikena, samudana, sasmita, pasemon, dan nggutuk lor kena kidul.


(11)

Selanjutnya, Kuntarto menyimpulkan 3 teori strategi kesantunan. Pertama, ketidaklangsungan menjadi tema yang dominan dalam realisasi strategi

kesantunan Jawa Indonesia. Kedua, strategi kesantunan Jawa Indonesia khas dan memiliki bentuknya dan nilai-nilainya sendiri. Ketiga, pemilihan strategi kesantunan Jawa Indonesia dimotivasi prinsip-prinsip yang khas, yakni prinsip

hormat dan prinsip rukun.

Djajasudarma (2001) meneliti Bahasa Daerah dan Budi Pekerti

menyangkut pemahaman bahwa dengan kamampuan komunikatif, gramatikal dan

pragmatik penutur bahasa daerah memahami simbol-simbol bahasa daerah.

Bahasa daerah digunakan sebagai alat batin yang merupakan paduan akal dan

perasaan untuk menimbang baik dan buruk suatu norma kehidupan. Bahasa

daerah memiliki unsur-unsur yang mengacu kepada tingkah laku masyarakatnya

(budaya daerah). Unsur budaya yang observable mengacu kepada budaya, antara lain apa yang disebut tingkat tutur (undak-usuk), ungkapan, dan peribahasa.

Dipertimbangkan dari segi tingkat tutur dengan pemahaman budi pekerti adalah

tingkah laku (berbudaya); perangai; akhlak; watak. Penekanan makna budi pekerti

adalah alat batin (budaya non-materi) yang merupakan panduan akal dan perasaan

untuk menimbang baik dan buruk (nilai-value). Peneliti mengemukakan contoh unsur bahasa yang disebut tingkat tutur dan hubungannya dengan budi pekerti.

Tingkat tutur yang semula dianggap sebagai unsur feodalisme dan berdampak

terhadap kehidupan birokrasi di Indonesia. Perkembangan lebih lanjut unsur ini

dapat pula dianggap sebagai suatu kesantunan dalam berbahasa (berbudaya) yang


(12)

santun akan dikatakan “tidak tahu budi bahasa”. Ekspresi tersebut sebagai hasil

nyata dari tingkah laku (budaya) yang berhubungan dengan budi pekerti.

Aziz dalam penelitiannya Gaya Ki Sunda Menyatakan “Tidak” (2000) menemukan beberapa taktor kesantunan orang Sunda dalam mengemukakan

pikirannya, khususnya dalam menolak suatu pandangan atau merespons

penolakan. Reaksi menolak dan menerima ditunjukkan melalui sejumlah strategi,

baik secara langsung dan lugas maupun terselubung (tak langsung). Penolakan

secara lugas ditandai oleh pemakaian ungkapan negasi tidak bisa secara jelas

sedangkan penolakan terselubung dinyatakan dalam bentuk selain itu. Sekalipun

tidak ditemukan adanya negasi, apabila jawaban dari responden itu kita analisis,

maka jawaban itu, baik head act-nya maupun supportive moves-nya, keduanya mengindikasikan penolakan.

Hasil analisis Azis menunjukkan bahwa dalam merealisasikan pertuturan

penolakan, Ki Sunda cenderung memilih cara yang lebih lembut, tidak konfrontatif, dan senantiasa diikuti oleh ungkapan basa-basi. Menurut kacamata

orang Sunda, cara-cara tersebut adalah strategi terbaik untuk menjaga

keharmonisan komunikasi dan hubungan pribadi antara dirinya dengan mitra

tuturnya.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengkaji pragmatik

tuturan santri putri Pondok Pesantren Salafiyah Bangil Jawa Timur terkait dengan

prinsip kesantunan berbahasa dalam kehidupan sehari-hari, baik antarsantri putri

itu sendiri, santri putri terhadap ustadzah, maupun santri putri terhadap pengurus.


(13)

putri Pondok Pesantren Salafiyah Bangil Jawa Timur dalam penerapan yang

sesuai dengan prinsip kesantunan ataupun yang melanggar maksim-maksim

kesantunan.

Penulis berpendapat bahwa penelitian terhadap prinsip kesantunan dalam

tuturan siswa SMP/Mts merupakan hal yang penting dan sangat bermanfaat bila

dikaji secara mendalam. Adapun alas an penulis memilih pesantren sebagai objek

penelitian, karena pesantren merupakan pusat pendidikan yang berbasis akhlak

dan keagamaan sehingga penulis dapat mengambil model kesantunan berbahasa

untuk dikembangkan di tempat penulis bekerja.

1.2 Identifikasi Masalah

Kesantunan berbahasa menggambarkan kesopansantunan penuturnya.

Menurut Leech (1996) pada hakikatnya ada empat prinsip kesantunan berbahasa

yang harus diperhatikan yaitu (1) prinsip kesantunan dan prinsip kerja sama, (2)

penghindaran kata tabu, (3) penggunaan eufemisme, (4) penulisan kata honorifik

atau ungkapan hormat.

Menurut Keraf (2004:114) kesantunan adalah memberi penghargaan atau

menghormati orang yang diajak bicara, khusus pendengar atau pembicara. Rasa

hormat di sini tidak berarti memberikan penghargaan atau pujian melalui

kata-kata atau mempergunakan kata-kata-kata-kata yang manis sesuai dengan basa-basi dalam

pergaulan masyarakat beradab. Kesantunan diwujudkan dalam tindak berbahasa.

Tuturan atau tindak tutur melibatkan bentuk tuturan a) representatif, b) komisif,


(14)

Dalam penelitian ini penulis meneliti prinsip kesantunan tuturan

antarsantri putri pondok pesantren Salafiyah dengan memfokuskan pada tindak

tutur direktif yang berfungsi untuk membuat penutur melakukan sesuatu, seperti

saran, permintaan, dan perintah.

Adapun alasan peneliti memilih tindak tutur direktif karena tuturan

direktif yang meliputi tuturan saran, permintaan, dan perintah adalah tuturan yang

produktif dilakukan dalam kegiatan berbahasa sehari-hari, sehingga banyak

ditemukan pelanggaran maksim baik dilakukan oleh penutur maupun oleh petutur.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi di atas timbul pemikiran apa yang menyebabkan

anak kurang dapat berbahasa santun di rumah, masyarakat, dan sekolah. Untuk

mengatasi hal itu sebagai jalan keluar, banyak orang tua yang mempercayakan

anak-anaknya untuk dididik di pondok pesantren.

Bertitik tolak dari uraian di atas, penelitian ini secara lebih khusus dapat

dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimana wujud pemakaian prinsip kesantunan tuturan direktif dalam

interaksi antarsantri putri Pondok Pesantren Salafiyah?

2. Bagaimana strategi dalam penggunaan prinsip kesantunan tuturan direktif

dalam interaksi antarsantri putri Pondok Pesantren Salafiyah?

3. Adakah pelanggaran maksim prinsip kesantunan tuturan direktif yang


(15)

1.4 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini mempunyai tujuan untuk memperoleh

gambaran kesantunan berbahasa dalam interaksi antarsantri putri Pondok

Pesantren Salafiyah Kecamatan Bangil Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. Secara

rinci rumusan tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan dan mengkaji :

1) wujud pemakaian kesantunan tuturan direktif dalam interaksi antarsantri putri

Pondok Pesantren Salafiyah;

2) strategi kesantunan tuturan direktif antarsantri putri Pondok Pesantren

Salafiyah; dan

3) pelanggaran maksim prinsip kesantunan tuturan direktif yang digunakan

dalam interaksi antarsantri putri Pondok Pesantren Salafiyah.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat teoretis yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah

mendapatkan bukti penerapan teori tindak tutur dan teori pragmatik, selain itu

dapat juga untuk membantu penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan

dengan kesantunan berbahasa, khususnya kesantunan tuturan. Selain itu dapat

dijadikan sebagai bahan acuan bagi pelaksanaan kesantunan dalam tuturan di

sekolah-sekolah sehingga upaya pembinaan kepribadian siswa dapat lebih praktis

melalui aspek bahasa.

Manfaat praktis yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah

memberikan masukan sebagai bahan pembelajaran tentang pragmatik dan

kesantunan dalam tuturan kepada pihak Pondok Pesantren Salafiyah Kecamatan


(16)

dengan santri di pondok pesantren. Hasil penelitian ini bermanfaat untuk

memecahkan masalah praktik kesantunan tuturan yang dihadapi sekolah-sekolah

umum, serta memberikan jalan keluar yang jelas dalam bentuk pengembangan

prinsip kesantunan dalam tindak tutur.

Dari penelitian ini terkumpul berbagai ragam bahasa yang secara praktis

digunakan oleh santri dan dapat dianalisis dari aspek norma yang dipegang oleh

masyarakat sehingga Pondok Pesantren Putri Salafiyah dapat memiliki gambaran

nyata prinsip kesantunan dalam tuturan di kalangan para santrinya. Di samping

itu, penelitian ini dapat melahirkan strategi pendidikan prinsip kesantunan dalam

tuturan yang dapat dimanfaatkan secara praktis oleh ustadzah, perencana,

pendidikan, maupun pengelola pendidikan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

masyarakat berupa materi, metode, dan bahan pembelajaran prinsip kesantunan

dalam tuturan. Semakin santun siswa dalam bertutur kata di sekolah dan di

masyarakat, maka akan semakin aman dan nyaman kehidupan di masyarakat.

Sebaliknya, apabila siswa semakin tidak santun di sekolah dan di masyarakat,

maka akan semakin kacau kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan yang semakin

modern, percampuran budaya antarbangsa semakin terbuka. Pergeseran nilai-nilai

budaya akan terjadi setiap saat di tengah masyarakat. Untuk itu, penelitian ini

dapat memberikan gambaran nyata penggunaan bahasa yang bertata nilai, yang

digunakan santri putri di Pondok Pesantren Salafiyah. Dengan demikian,

pemahaman terhadap fenomena santri putri Pondok Pesantren Salafiyah dapat

menjadi bahan masukan sebagai ukuran perilaku tindak tutur dalam menata


(17)

1.6 Asumsi

Menurut Harimurti dalam Dhieni (1989) bahasa adalah alat penghubung

atau komunikasi antaranggota masyarakat yang bersifat arbitrer (manasuka)

digunakan masyarakat dalam rangka bekerja sama, berinteraksi, dan

mengidentifikasikan diri. Berbahasa berarti menggunakan bahasa berdasarkan

pengetahuan individu tentang adat dan sopan santun. Dalam penelitian ini asumsi

peneliti adalah sebagai berikut

1) Penggunaan bahasa yang baik dan benar mencerminkan kesantunan dan

kepribadian seseorang.

2) Penggunaan bahasa yang baik dan benar mencerminkan tingkat pendidikan

dan pengetahuan yang dimiliki seseorang.

3) Penggunaan bahasa yang baik, benar, dan santun memudahkan seseorang

berinteraksi dan bekerja sama.

1.7 Definisi Operasional

1) Prinsip kesantunan adalah azas kesopansantunan sebagai suatu perangkat

aturan yang diterapkan dan disepakati sebagai aturan perilaku sosial.

2) Tuturan adalah wujud praktik penggunaan bahasa untuk menyampaikan

maksud, menyampaian tujuan, menyampaikan informasi, menyampaikan

pikiran, dan menyampaikan makna atau fungsi tuturan Santri Putri Pondok

Pesantren Salafiah.

3) Strategi kesantunan adalah cara mengimplementasikan tindak tutur sesuai


(18)

maksim kesederhanaan, maksim permufakatan,danmaksim kesimpatian.

4) Pelanggaran maksim adalah pelanggaran pragmatik yang dilakukan santri


(19)

DAFTAR PUSTAKA

Amir, M. dkk. 1987. Etika Komunikasi Masa dalam Pandangan Islam. Jakarta: Logos.

Asnawi, 2005. Fenomena Kesantunan Berbahasa Dalam Pelayanan Publik.

Bandung : Tesis.

A.R, Syamsudin dan Vismaya S. D. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa.

Bandung : Remaja Rosda Karya.

Alisjahbana, S. Takdir. 1978. Tata Baru Bahasa Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat. Alwasilah, A.C. 1993. Pengantar Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.

Alwasilah, A.C. 1996. Pengajaran Bahasa Komunikatif Teori dan Praktek.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Alwasilah, A.C. 1997. Politik Bahasa dan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Alwasilah, A.C. 1998. Bunga Rampai Pengajaran Bahasa. Bandung: IKIP Bandung.

Alwasilah, A.C. 2000. Perspektif Pendidikan Bahasa Inggris di Indonesia dalam Konteks Persaingan Global. Bandung: Andira.

Alwasilah, A.C. 2002. Ihwal Penelitian Kualitatif Tesis S-2 Konsentrasi Pendidikan Bahasa Inggris. PPS UPI.

Alwasilah, A.C. 2002. Pokoknya Kualitatif. Jakarta : Pustaka Jaya.

Anggraeni, B. dan Handayani, D. 2002. Kesantunan Imperatif Dalam Bahasa Jawa Dialek Surabaya: Analisis Pragmatik. Surabaya: Lembaga Penelitian Universitas Airlangga.

Arifin, A. 1998. Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Badudu, J.S. 1993. Inilah Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar. Jakarta: Pustaka Gramedia Utama.

Brown, P. dan Levinson, S. 1978. "Universals in Language Usage: Politeness Phenomena". In Goody, Esther N., ed. Questions and Politness: Strategies in Social Interaction (Cambridge Papers in Social Anthopology). Cambridge: Cambridge University Press, 56-310.


(20)

Chaer, A. 1998. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Bharata Karya Aksara.

Chaer, A. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.

Dahlan, M.D. 1992. Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat. Bandung : Diponegoro.

Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Dhieni, N. 2006. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta: Universitas Terbuka.

Dhofier, Zamakhsyari. 1985. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES.

Djajasudarma, Fatimah. 1993. Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: PT Eresco.

Effendy, 0. 1984. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Greetz, C. 1972. Linguistic Etiquette Readings in the Sociology of Language. Paris : Mounton.

Hartoko, D. 1995. Memanusiakan Manusia Muda. Jakarta : Yayasan Kanisius : BPK Gunung Mulia.

Hasbullah, Drs. 1999. Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, (h1 24-27, 138-161). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hasyim, H. Farid. 1998. Visi Pondok Pesantren Dalam Pengembangan SDM: Sutudi Kasus Di pondok Pesantren Mahasiswa Al Hikam, Universitas Muhammadiyah Malang, Program Pasca Sarjana, Tesis.

Leech,G. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Terbuka.

Luthfiyatin, Ida. 2007. Kesantunan Imperatif Dalam Interaksi Antarsiswa Putri Pondok Pesantren Sunan Drajat Banjaranyar Paciran Lamongan Jawa

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Moeliono, A. M. 1991. Santun Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Moleong, L,J. 1993. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya. Mulyana, R. dkk.. 1999. Cakrawala Pendidikan Umum. Bandung: Ikatan


(21)

Mulyana. 2005. Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Muslich, Masnur. 2007. Kesantunan Berbahasa : Sebuah Kajian Sosiolinguistik.

Disertasi.

Nadar, FX. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Nana, S. dan Ibrahim. 1999. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung:

Sinar Baru.

Rahardi, R. K. 2009. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indoneisa. Jakarta: Erlangga.

Ramlan, M. 1984. Bahasa Indonesia yang Salah dan Benar. Yogyakarta: Andi Offset.

Rani, A.,dkk. 2006. Analisis Wacana: Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian.

Malang: Bayumedia Publishing.

Rianto, Yatim. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan: Suatu Tinjauan Dasar. Surabaya: SIC.

Salam, B. 1997. Etika Sosial. Rineka Cipta, Jakarta.

Sastromiharjo. A. 2007. Kreativitas Siswa Sekolah Menengah Pertama dalam Berbahasa Indonesia. Disertasi tidak dipublikasikan. Malang: Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang.

Sauri, S. 2002. Disertasi Pengembangan Strategi Pendidikan Berbahasa Santun di Sekolah. Bandung UPI.

Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik Ke Arah Memahami Metode Linguistik.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sudaryanto.1993.. Yogyakarta: Duta Wacana Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistik University Press.

Sudjana, N. dan Ibrahim. 1989. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru.

Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sumarsono. 2007. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda.

Timur. Skripsi tidak dipublikasikan. Surabaya: Program S1 Universitas Airlangga Surabaya.


(22)

Tuhusetya. S. 2008. Menjadikan Sekolah Sebagai Basis Pengembangan Bahasa Indonesia (2-Habis).

Verhaar, J.W.M. 1996. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Watt J.R. 2003. Politeness. Australia¨Cambridge University Press.

Wikipedia. 2008. Bahasa. http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa [2008]. Wikipedia. 2008. Etika. http://id.wikipedia.org/wiki/Etika. [2008]. Yule, G. 2006.

Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(23)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada Bab III ini dijelaskan pendekatan dan metode penelitian, subjek dan

latar belakang penelitian, data dan sumber data, teknik dan prosedur pengumpulan

data, dan teknik dan prosedur analisis data.

3.1Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Pendekatan penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan dan

menjelaskan wujud praktik prinsip kesantunan, strategi prinsip kesantunan dan

pelanggaran maksim dalam tuturan para Santri. Kedua kegiatan tersebut dilakukan

untuk mengetahui dan menafsirkan realita penggunaan bahasa terkait dengan

prinsip kesantunan dalam tuturan, baik dalam kegiatan formal maupun kegiatan

non formal.

Meskipun produk prinsip kesantunan dalam tuturan lisan yang dianalisis

bukan berarti kesantunan perbuatan tidak mendapat perhatian. Ketiga hal yang

dianalisis dalam prinsip kesantunan lisan, subjek penelitian dapat menggambarkan

pelanggaran-pelanggaran maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi,

maksim pelaksanaan, maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim

kesederhanaan, maksim penghargaan, maksim kemurahan hati, maksim

kecocokan dan maksim kesimpatian.


(24)

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif. Metode deskriptif adalah metode yang menjelaskan data atau objek

secara natural, objektif, dan faktual (apa adanya) (Arikunto, 1993: 310). Metode

deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan apa adanya hasil dari

pengumpulan data yang telah dilakukan oleh penulis.

Metode deskriptif dipilih oleh penulis karena metode ini dapat

memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai individu, keadaan

bahasa, gejala atau kelompok tertentu.

3.2Subjek dan Latar Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah Santri putri Pondok Pesantren yang

memiliki adat dan budaya yang beragam, yang berasal dari daerahnya

masing-masing. Melalui keragaman itulah tampak kesantunan berbahasa dalam kegiatan

tindak tutur sehari-hari.

Santri Putri Pondok Pesantren Salafiyah Bangil, berjumlah 1500 orang

yang semuanya putri, dan 250 orang Santri kalong yang tinggal di sekitar

lingkungan Pondok. Jenis pendidikan yang diikuti para Santri yang belajar di MI,

sebanyak 42%, MTs sebanyak 35% dan 23% MA. 10% dari total Santri MA

mengikuti Madrasatul Qur’an, dan semua Santri yang ada di Pondok Pesantren

Putri Salafiyah Bangil diwajibkan mengikuti Madrasah Diniyah. Asal Santri dari

Pasuruan, Gresik, Madura, Bandung, Jakarta, Cirebon, Medan, Jawa Tengah,

Malaysia, Papua, Ambon, dan Surabaya. Tenaga pendidik, Kyai 2 orang Bu Nyai


(25)

pendidikan alumni Pondok Pesantren Tebu Ireng, Pondok Pesantren Langitan,

Pondok Pesantren Lirboyo, Lasem, dan Darul Ulum Jombang. Status

kepegawaian adalah tenaga yang diangkat yayasan sebagai tenaga tetap yayasan

dan honorer.

Para tenaga pendidik dan para Ustadzah disediakan tempat atau

rumah-rumah khusus di dalam komplek Pondok Pesantren Putri Salafiyah Bangil.

Adapula beberapa orang yang tinggal di luar Pondok Pesantren karena telah

memiliki rumah sendiri. Para Ustadzah yang tinggal di kompleks Pondok

Pesantren ditugaskan menjadi pengawas disiplin dan tata tertib peraturan yang di

berlakukan di Pondok Pesantren.

Latar dalam penelitian ini adalah Pondok Pesantren Salafiyah yang berada

di Kecamatan Bangil Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. Pondok Pesantren ini

berdiri di atas tanah seluas ± 5.000 m2 dan terletak di jalan Kauman no. 274

telepon (0343) 741189.

Pendidikan yang diselenggarakan Pondok Pesantren Putri Salafiyah Bangil

terdiri atas, Madrasah Ibtida’iyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah

Aliyah (MA), dan bekerjasama dengan sekolah-sekolah formal SMP Negeri dan

SMA Negeri yang ada di sekitar Pondok.

Metode utama sistem pengajaran di lingkungan Pondok Pesantren putri

Salafiyah Bangil adalah sistem bandongan atau wetonan. Dalam sistem ini, sekelompok murid mendengarkan seorang ustadz/ustadzah yang membaca,

menerjemahkan, dan menerangkan buku-buku Islam dalam bahasa Arab.

Kelompok kelas dari sistem bandongan ini disebut halaqah yang artinya


(26)

(Dhofier, 1985: 28). Di Pondok Pesantren Putri Salafiyah Bangil para Santri yang

ada di jenjang kelas tinggi diberi kesempatan mengajar kelas yang ada di

bawahnya sebagai contoh Santri aliyah (setara SMA) mengajar Santri ibtida’iyah

(SD) sedangkan Santri penghafal Alqur’an dibimbing langsung oleh seorang

ustadzah hafidhoh.

Kesantunan di Pondok Pesantren Putri Salafiyah menjadi salah satu tujuan

pendidikan. Pendidikan kesantunan Pesantren Putri Salafiyah berpusat pada

Al-qur’an. Kesantunan berbahasa dalam Al-qur’an berkaitan dengan cara

pengucapan, perilaku, dan kosakata yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi

sebagaimana diisyaratkan dalam ayat.

...dan lunakanlah suaramu, sesungguhnya seburuk-buruknya suara adalah

suara himar (QS. Luqman 31:19)

Melunakkan suara dalam ayat di atas mengandung pengertian cara

penyampaian ungkapan yang tidak keras atau kasar sehingga misi yang di

sampaikan bukan hanya dapat dipahami, tetapi juga dapat diserap dihayati.

Adapun perumpamaan suara yang buruk digambarkan pada suara keledai, karena

binatang ini terkenal di kalangan orang Arab sebagai binatang yang bersuara keras

dan tidak enak didengar.

Dalam pergaulan sehari-hari para Santri ditekankan menggunakan bahasa

Indonesia, bahasa Arab, dan bahasa Inggris, sehingga mata pelajaran bahasa

Indonesia, bahasa Arab, dan bahasa Inggris menjadi prioritas utama. Santri-Santri

menggunakan bahasa Indonesia untuk kepentingan bergaul sehari-hari, bahasa


(27)

bahasa Inggris adalah bahasa internasional diajarkan agar Santri dapat

menggunakan bahasa Inggris untuk mengetahui perkembangan dalam dunia

modern.

3.3Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tuturan lisan direktif

siswa Pondok Pesantren, seperti saran, permintaan, dan perintah. Sumber datanya

diambil dari konversasi (percakapan) Santri yang di dalamnya terkandung prinsip

kesantunan dalam tuturan lisan beserta dengan wujud tanggapannya. Tanggapan

tersebut dapat bersifat verbal maupun nonverbal.

Gambaran konkret mengenai data dan sumber data dapat dilihat pada

bagan berikut :

Bagan 1.1 Data dan Sumber Data SUMBER DATA

konversasi atau pecakapan parasantri Putri Pondok Pesantren Salafiyah

Penerapan prinsip kesantunan yang diwujudkan dalam bentuk tuturan Santri Putri Pondok Pesantren Salafiyah

DATA

Tuturan Direktif (saran, permintaan dan perintah Santri Putri dan Ustadzah


(28)

3.4Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data Penelitian

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri atas (1) observasi,

(2) wawancara, dan (3) studi dokumentasi. Alat yang digunakan untuk

pengumpulan data berupa pedoman wawancara dan tape recorder. 1) Observasi

Observasi sebagai teknik menjaring data dalam penelitian ini dilakukan

peneliti dari belakang kelas. Hasil observasi ini akan selalu didiskusikan dengan

ustadzah sebagai upaya perbaikan dari waktu ke waktu. Salah satu dari

penampilan ustadzah yang dianggap sudah baik akan dideskripsikan di dalam

penelitian ini.

2) Wawancara

Wawancara dengan ustadzah yang mengajar bahasa Indonesia dilakukan

untuk menjaring data tentang identitas responden, persiapan pengajaran, proses

belajar mengajar, dan evaluasi pengajaran. Data diri mencakup nama, usia, jenis

kelamin, dan riwayat pendidikan. Persiapan pengajaran diantaranya mencakup

keakraban ustadzah dengan pemanfaatan buku pelajaran sebelum mengajar, dan

pendapat ustadzah tentang pentingnya kesantunan dalam konversasi bahasa

Indonesia. Proses belajar mengajar membahas bagaimana praktik pertuturan,

adakah pelanggaran-pelanggaran pragmatik pada saat proses belajar mengajar

berlangsung.

3) Studi dokumentasi

Teknik dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini difokuskan pada

dokumen yang berkaitan dengan tuturan subjek penelitian. Dokumen ini penting


(29)

Indonesia. Kemampuan pentuturan ini diperoleh melalui hasil wawancara.

Prosedur pemerolehannya dilakukan melalui wawancara dengan ustadzah dan

pendokumentasian kemampuan pertuturan subjek penelitian. Berdasarkan

dokumen dan hasil wawancara diperoleh bahwa kemampuan pertuturan subjek

penelitian dalam konversasi bahasa Indonesia termasuk kategori sedang.

Untuk mendapatkan kejelasan, di bawah ini disajikan gambaran teknik dan

prosedur pengumpulan data sebagai berikut :

Bagan 1.2 Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data PENGUMPULAN DATA

PROSEDUR

Observasi

TEKNIK Tuturan Santri Putri

Pondok Pesantren Salafiyah

Pemahaman terhadap subjek

penelitian

Dialog atau konversasi Santri Putri Pondok Pesantren Salafiyah

Wawancara

Dokumentasi Sadap rekam melalui


(30)

3.5Teknik dan Prosedur Analisis Data

Karena data penelitian ini dianalisis dari satu sumber data ke sumber data

berikutnya secara terus-menerus sampai diperoleh simpulan yang memadai,

penelitian ini menggunakan Model Alir sebagaimana yang disampaikan oleh

Miles dan Huberman dalam Sastromiharjo (2007: 25). Adapun

langkah-langkahnya sebagai berikut.

3.5.1 Antisipasi

Kegiatan ini dilakukan untuk menyiapkan butir-butir yang akan dianalisis.

Butir-butir yang dimaksud berkaitan dengan prinsip-prinsip kesantunan dalam

tuturan. Dengan demikian, wujud kegiatannya adalah mendengarkan tuturan

subjek penelitian setelah selesai pengumpulan data.

3.5.2 Reduksi Data

Kegiatan ini dilakukan untuk memilah-milah dan mengelompokkan data

yang berkurang atau berlebih. Data berasal dari jumlah subjek penelitian yang

besar. Pada saat analisis dilakukan dan telah sampai pada kondisi “titik jenuh”,

data direduksi. Kegiatan ini berlangsung selama analisis data.

3.5.3 Penyajian Data

Dalam penyajian data ini hasil reduksi dipajankan untuk dilakukan

penganalisisan. Ada dua kegiatan yang dilakukan dalam langkah ini, yaitu


(31)

pemeriksaan dan penarikan simpulan. Kode dalam analisis data terdiri atas a) Data

tuturan (mulai dari nomor urut 1 sampai … ), b) Kode tuturan dengan

membubuhkan angka arab di dalam kurung contohnya (1), (2), dan seterusnya,

dan c) Penjelasan konteks percakapan. Matrik digunakan untuk menampung data

analisis yang terdiri atas praktik tuturan lisan saran, permintaan, dan perintah;

dianalisis menurut skala kesantunan Leech. Selanjutnya hasil analisis diverifikasi

untuk memperoleh simpulan sementara. Kegiatan ini berulang hingga memenuhi

kriteria “titik jenuh”.

3.5.4 Penarikan Kesimpulan

Langkah akhir analisis ini adalah menarik kesimpulan sementara yang

berhubungan dengan representasi prinsip-prinsip kesantunan tuturan. Agar

simpulan memiliki keabsahan dilakukan triangulasi, baik melalui pelacakan yang

mendalam, wawancara mendalam, dan bahasan sejawat maupun pengkajian

secara teoretis.

Untuk mendapatkan kejelasan, di bawah ini disajikan gambaran teknik dan


(32)

Santri Putri Pondok Pesantren Salafiyah

Bagan 1.3 Teknik dan Prosedur Analisis Data

Simpulan akhir VERIFIKASI

Simpulan sementara hasil penelitian

PENYAJIAN DATA

• Pemajanan tuturan dalam matriks saran, permintaan dan perintah.

REDUKSI DATA

• Pemilahan terhadap data berlebih dan berkurang dari tuturan subjek penelitian

PENGUMPULAN DATA

• Catatan lapangan

• Menyadap dan merekam

• Wawancara awal dengan Santri dan ustadzah

tentang latar sosial dan budayanya

• Pendokumentasian kemampuan dalam penuturan

Antisipasi

Butir-butir yang dianalisis dari

tuturan

TRIANGULASI

•Pelacakan data mendalam

•Wawancara mendalam dengan siswa

•Bahasan sejawat

•Pengkajian secara teoretis.

K E G I A T A N A N A L I S I S


(33)

3.5.5 Instrumen Pengumpul Data dan Pemandu Analisis Data

Instrumen dalam penelitian ini terdiri atas instrumen pengumpul data dan

pemandu analisis data. Instrumen pengumpul data digunakan untuk memperoleh

data yang sesuai dengan rumusan masalah penelitian, sedangkan pemandu analisis

data digunakan untuk menganalisis data sesuai dengan permasalahan dalam

penelitian ini.

3.5.5.1Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpul data dalam penelitian ini berupa: 1) catatan-catatan

lapangan terkait dengan prinsip kesantunan dalam tuturan; 2) rekaman konversasi

dan dialog; 3) pedoman wawancara. Instrumen pengumpulan data tersebut

diuraikan sebagai berikut:

1) Catatan-catatan Lapangan

Instrumen catatan lapangan terkait dengan prinsip kesantunan dalam tuturan

digunakan untuk mengetahui pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan

terhadap prinsip-prinsip kesantunan dan tuturan yang dilakukan.

2) Rekaman konversasi

Sadap rekam, dilakukan tanpa sepengetahuan subjek penelitian baik dalam

kegiatan formal maupun kegiatan nonformal untuk mengetahui ada atau tidak


(34)

3) Pedoman Wawancara

Ada tiga hal yang akan diperoleh melalui kegiatan wawancara dalam

penelitian ini, yakni (1) masalah kebiasaan siswa sehari-hari dalam

berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa, terutama yang berhubungan

dengan pemakaian tuturan direktif yang bermakna saran, permintaan, dan

perintah dengan teman sebaya atau teman yang lebih tua usia atau status

pendidikannya, (2) masalah yang dihadapi siswa dalam berkomunikasi

menggunakan bahasa santun, dan (3) masalah kesantunan bertutur dalam

pandangan siswa. Penggalian butir (1), (2) dan (3) dilakukan sebelum kegiatan

analisis data. Penggalian butir (1), (2) dan (3) dilakukan sebagai upaya untuk

mendeskripsikan dan menganalisis wawancara.

3.5.5.2Pemandu Analisis Data

Pemandu analisis data berupa format-format yang sesuai dengan rumusan

masalah yang dipecahkan. Untuk permasalahan 1 dan 2 pemandu analisis data

berupa lembar analisis yang terdiri atas (1) kode data, (2) data bahasa berupa

tuturan direktif yang meliputi saran, permintaan, dan perintah sedangkan untuk

permasalahan 3 pemandu analisis data berupa lembar analisis yang terdiri atas (1)

kode data, (2) data bahasa berupa tuturan direktif yang meliputi saran, permintaan,

dan perintah sesuai dengan bagian yang dikaji, dan (3) deskripsi analisis secara

kualitatif berdasarkan aspek prinsip-prinsip kesantunan yang dikaji. Pemandu


(35)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Simpulan

Berdasarkan temuan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa

penerapan/pelaksanaan prinsip kesantunan tuturan direktif dalam interaksi

antarsantri putri Pondok Pesantren Salafiyah. Baik berupa saran, permintaan

maupun perintah pada umumnya baik.

Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai segi, seperti dari wujud pemakaian

prinsip kesantunan. Strategi dalam pemakaian prinsip kesantunan dan

pelanggaran-pelanggaran maksim.

1. Dari segi wujud prinsip kesantunan tuturan saran, permintaan dan perintah

siswa MTs santri Putri Pondok Pesantren Salafiah menunjukkan telah

menerapkan

1) Prinsip Kesantunan yaitu (1) Maksim Kebijaksanaan, (2) Maksim

Penerimaan (3) Maksim Kemurahan (4) Maksim Kerendahan Hati

(5) Maksim Kecocokan (6) Maksim Kesimpatian yang

kesemuanya menyatakan keuntungan bagi petutur.

2) Prinsip penghindaran kata tabu. Tuturan saran permintaan dan

perintah santri Putri Pondok Pesantren Salafiah halus dan sopan

dalam kegiatan bertutur sehari-hari tidak merujuk kepada kata


(36)

3) Prinsip penggunaan Eufemisme yaitu ungkapan penghalus.

Tuturan saran, permintaan dan perintah santri Putri Pondok

Pesantren Salafiah menerapkan kata-kata yang santun untuk

menghindari kesan negatif.

4) Prinsip penggunaan pilihan kata Honorifik yaitu ungkapan hormat

untuk berbicara dan menyapa orang lain. Tuturan saran, permitaan

dan printah siswa MTs santri Putri Pondok Pesantren Salafiah

dalam berbahasa jawa ternyata tidak menggunakan sapaan hormat

untuk berbicara dan menyapa orang lain karena tanpa

menggunakan sapaan hormat telah menunjukan kesantunan, justru

apabila sapaan hormat itu digunakan tuturan akan terasa tidak

santun.

2. Dari segi strategi penggunaan prinsip kesantunan tuturan siswa MTs santri

Putri Pondok Pesantren Salafiah dalam tuturan saran, permintaan dan

perintah meliputi:

1) Strategi Tidak santun dilakukan dalam kegiatan bertutur kepada

teman akrab ( antarsantri, antarustadzah,antar pengurus).

2) Strategi agak santun dilakukan dalam kegiatan bertutur pada teman

belum akrab (ustadzah kepada ustadzah, santri kepada santri,

pengurus kepada pengurus)

3) Strategi Santun dilakukan dalam kegiatan bertutur kepada : teman

yang belum dikenal (santri baru kepada santri, santri baru kepada


(37)

4) Strategi paling santun dilakukan dalam kegiatan bertutur terhadap

orang yang berstatus social lebih tinggi (santri kepada ustadzah,

santri kepada pengurus)

3. Dari segi pelanggaran maksim prinsip kesantunan tuturan siswa Santri

Putri Pondok Pesantren Salafiah baik tuturan saran, permintaan maupun

perintah hampir tidak ditemukan pelanggaran. Walaupun ada, sedikit

pelanggaran maksim prinsip kesantunan dalam tuturan, karena Pondok

Pesantren Salafiah menerapkan prinsip kesantunan dalam kegiatan

bertutur sehingga menjadi kebiasaan dalam pertuturan di lingkungan

pesantren atau santri. Kondisi demikian perlu menjadi pengetahuan dan

menjadi contoh bagi kalangan siswa di sekolah-sekolah umum.

5.2 Rekomendasi

Sehubungan dengan hasil penelitian direkomendasikan kepada pihak

Pondok Pesantren Salafiyah Bangil untuk dapat membina lebih baik lagi

pemakaian prinsip kesantunan tuturan dalam interaksi antarsantri putri Pondok

Pesantren Salafiyah melalui teladan, pemeliharaan, pendidikan, dan

pengembangan penerapan prinsip kesantunan yang ditandai dengan

memaksimalkan kebijakan/kearifan, keuntungan, rasa salut atau rasa hormat,

pujian, kecocokan, dan kesimpatian kepada orang lain dan meminimalkan hal-hal

tersebut pada diri sendiri; penghindaran pemakaian kata tabu dan kata tidak

pantas; penggunaan eufemisme atau ungkapan penghalus dan penggunaan pilihan


(38)

Strategi dalam penggunaan prinsip kesantunan tuturan direktif dalam

interaksi antarsantri putri Pondok Pesantren Salafiyah direkomendasikan agar

menggunakan strategi santun dengan menerapkan maksim kebijakan, maksim

penerimaan, maksim kemurahan, maksim kerendahan hati, maksim kecocokan,

maksim kesimpatian, menghindari kata-kata tabu, menggunakan kata-kata halus

secara tepat, dan menggunakan ungkapan hormat untuk berbicara dan menyapa

orang lain.

Perlu adanya pemikiran untuk membina penerapan prinsip kesantunan

dalam bertutur pada kalangan siswa sekolah-sekolah umum yang pada umumnya

kurang sekali memperhatikan prinsip kesantunan tersebut. Kerjasama edukatif

dilakukan dalam pembinaan akhlak bersikap, berbuat, dan bertutur antara pondok

pesantren dan sekolah-sekolah umum yang selevel perlu dirintis sehingga peran

sekolah umum dalam membangun karakter peserta didik berdaya dan berhasil

guna.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, direkomendasikan untuk

dilakukan penelitian lanjutan tentang bagaimana kesantunan bertutur itu dapat

juga diterapkan dan dibudayakan di lingkungan sekolah-sekolah umum sehingga

fenomena penggunaan tuturan pada kalangan siswa sekolah umum yang


(1)

3.5.5 Instrumen Pengumpul Data dan Pemandu Analisis Data

Instrumen dalam penelitian ini terdiri atas instrumen pengumpul data dan pemandu analisis data. Instrumen pengumpul data digunakan untuk memperoleh data yang sesuai dengan rumusan masalah penelitian, sedangkan pemandu analisis data digunakan untuk menganalisis data sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini.

3.5.5.1 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpul data dalam penelitian ini berupa: 1) catatan-catatan lapangan terkait dengan prinsip kesantunan dalam tuturan; 2) rekaman konversasi dan dialog; 3) pedoman wawancara. Instrumen pengumpulan data tersebut diuraikan sebagai berikut:

1) Catatan-catatan Lapangan

Instrumen catatan lapangan terkait dengan prinsip kesantunan dalam tuturan digunakan untuk mengetahui pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan terhadap prinsip-prinsip kesantunan dan tuturan yang dilakukan.

2) Rekaman konversasi

Sadap rekam, dilakukan tanpa sepengetahuan subjek penelitian baik dalam kegiatan formal maupun kegiatan nonformal untuk mengetahui ada atau tidak pelanggaran-pelanggaran pragmatik pada saat interaksi antarsantri dilakukan.


(2)

Ada tiga hal yang akan diperoleh melalui kegiatan wawancara dalam penelitian ini, yakni (1) masalah kebiasaan siswa sehari-hari dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa, terutama yang berhubungan dengan pemakaian tuturan direktif yang bermakna saran, permintaan, dan perintah dengan teman sebaya atau teman yang lebih tua usia atau status pendidikannya, (2) masalah yang dihadapi siswa dalam berkomunikasi menggunakan bahasa santun, dan (3) masalah kesantunan bertutur dalam pandangan siswa. Penggalian butir (1), (2) dan (3) dilakukan sebelum kegiatan analisis data. Penggalian butir (1), (2) dan (3) dilakukan sebagai upaya untuk mendeskripsikan dan menganalisis wawancara.

3.5.5.2 Pemandu Analisis Data

Pemandu analisis data berupa format-format yang sesuai dengan rumusan masalah yang dipecahkan. Untuk permasalahan 1 dan 2 pemandu analisis data berupa lembar analisis yang terdiri atas (1) kode data, (2) data bahasa berupa tuturan direktif yang meliputi saran, permintaan, dan perintah sedangkan untuk permasalahan 3 pemandu analisis data berupa lembar analisis yang terdiri atas (1) kode data, (2) data bahasa berupa tuturan direktif yang meliputi saran, permintaan, dan perintah sesuai dengan bagian yang dikaji, dan (3) deskripsi analisis secara kualitatif berdasarkan aspek prinsip-prinsip kesantunan yang dikaji. Pemandu analisis data ini tersaji pada lampiran.


(3)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Simpulan

Berdasarkan temuan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penerapan/pelaksanaan prinsip kesantunan tuturan direktif dalam interaksi antarsantri putri Pondok Pesantren Salafiyah. Baik berupa saran, permintaan maupun perintah pada umumnya baik.

Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai segi, seperti dari wujud pemakaian prinsip kesantunan. Strategi dalam pemakaian prinsip kesantunan dan pelanggaran-pelanggaran maksim.

1. Dari segi wujud prinsip kesantunan tuturan saran, permintaan dan perintah siswa MTs santri Putri Pondok Pesantren Salafiah menunjukkan telah menerapkan

1) Prinsip Kesantunan yaitu (1) Maksim Kebijaksanaan, (2) Maksim Penerimaan (3) Maksim Kemurahan (4) Maksim Kerendahan Hati (5) Maksim Kecocokan (6) Maksim Kesimpatian yang kesemuanya menyatakan keuntungan bagi petutur.

2) Prinsip penghindaran kata tabu. Tuturan saran permintaan dan perintah santri Putri Pondok Pesantren Salafiah halus dan sopan dalam kegiatan bertutur sehari-hari tidak merujuk kepada kata “kotor” dan “kasar”.


(4)

Tuturan saran, permintaan dan perintah santri Putri Pondok Pesantren Salafiah menerapkan kata-kata yang santun untuk menghindari kesan negatif.

4) Prinsip penggunaan pilihan kata Honorifik yaitu ungkapan hormat untuk berbicara dan menyapa orang lain. Tuturan saran, permitaan dan printah siswa MTs santri Putri Pondok Pesantren Salafiah dalam berbahasa jawa ternyata tidak menggunakan sapaan hormat untuk berbicara dan menyapa orang lain karena tanpa menggunakan sapaan hormat telah menunjukan kesantunan, justru apabila sapaan hormat itu digunakan tuturan akan terasa tidak santun.

2. Dari segi strategi penggunaan prinsip kesantunan tuturan siswa MTs santri Putri Pondok Pesantren Salafiah dalam tuturan saran, permintaan dan perintah meliputi:

1) Strategi Tidak santun dilakukan dalam kegiatan bertutur kepada teman akrab ( antarsantri, antarustadzah,antar pengurus).

2) Strategi agak santun dilakukan dalam kegiatan bertutur pada teman belum akrab (ustadzah kepada ustadzah, santri kepada santri, pengurus kepada pengurus)

3) Strategi Santun dilakukan dalam kegiatan bertutur kepada : teman yang belum dikenal (santri baru kepada santri, santri baru kepada ustadzah, santri baru kepada pengurus, maupun sebaliknya)


(5)

4) Strategi paling santun dilakukan dalam kegiatan bertutur terhadap orang yang berstatus social lebih tinggi (santri kepada ustadzah, santri kepada pengurus)

3. Dari segi pelanggaran maksim prinsip kesantunan tuturan siswa Santri Putri Pondok Pesantren Salafiah baik tuturan saran, permintaan maupun perintah hampir tidak ditemukan pelanggaran. Walaupun ada, sedikit pelanggaran maksim prinsip kesantunan dalam tuturan, karena Pondok Pesantren Salafiah menerapkan prinsip kesantunan dalam kegiatan bertutur sehingga menjadi kebiasaan dalam pertuturan di lingkungan pesantren atau santri. Kondisi demikian perlu menjadi pengetahuan dan menjadi contoh bagi kalangan siswa di sekolah-sekolah umum.

5.2 Rekomendasi

Sehubungan dengan hasil penelitian direkomendasikan kepada pihak Pondok Pesantren Salafiyah Bangil untuk dapat membina lebih baik lagi pemakaian prinsip kesantunan tuturan dalam interaksi antarsantri putri Pondok

Pesantren Salafiyah melalui teladan, pemeliharaan, pendidikan, dan

pengembangan penerapan prinsip kesantunan yang ditandai dengan

memaksimalkan kebijakan/kearifan, keuntungan, rasa salut atau rasa hormat, pujian, kecocokan, dan kesimpatian kepada orang lain dan meminimalkan hal-hal tersebut pada diri sendiri; penghindaran pemakaian kata tabu dan kata tidak pantas; penggunaan eufemisme atau ungkapan penghalus dan penggunaan pilihan kata honorifik atau ungkapan hormat untuk berbicara dan menyapa orang lain.


(6)

Strategi dalam penggunaan prinsip kesantunan tuturan direktif dalam interaksi antarsantri putri Pondok Pesantren Salafiyah direkomendasikan agar menggunakan strategi santun dengan menerapkan maksim kebijakan, maksim penerimaan, maksim kemurahan, maksim kerendahan hati, maksim kecocokan, maksim kesimpatian, menghindari kata-kata tabu, menggunakan kata-kata halus secara tepat, dan menggunakan ungkapan hormat untuk berbicara dan menyapa orang lain.

Perlu adanya pemikiran untuk membina penerapan prinsip kesantunan dalam bertutur pada kalangan siswa sekolah-sekolah umum yang pada umumnya kurang sekali memperhatikan prinsip kesantunan tersebut. Kerjasama edukatif dilakukan dalam pembinaan akhlak bersikap, berbuat, dan bertutur antara pondok pesantren dan sekolah-sekolah umum yang selevel perlu dirintis sehingga peran sekolah umum dalam membangun karakter peserta didik berdaya dan berhasil guna.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, direkomendasikan untuk dilakukan penelitian lanjutan tentang bagaimana kesantunan bertutur itu dapat juga diterapkan dan dibudayakan di lingkungan sekolah-sekolah umum sehingga fenomena penggunaan tuturan pada kalangan siswa sekolah umum yang cenderung tidak santun dapat diatasi.


Dokumen yang terkait

Penggunaan Sapaan dalam Tuturan Santri di Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep

2 14 28

Pengaruh metode sorogan dan bandongan terhadap keberhasilan pembelajaran (studi kasus Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan Pasuruan Jawa Timur)

45 253 84

TIPE KESANTUNAN TUTURAN JAWA PADA MASYARAKAT JAWA PESISIR

0 3 8

PERWUJUDAN TINDAK KESANTUNAN PRAGMATIK TUTURAN IMPERATIF GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN BAHASA Perwujudan Tindak Kesantunan Pragmatik Tuturan Imperatif Guru Dalam Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia Di Kelas XI SMK Negeri 8 Surakarta.

0 1 10

ANALISIS JENIS TUTURAN, IMPLIKATUR, DAN KESANTUNAN DALAM WACANA TUTUR VICKY PRASETYO Analisis Jenis Tuturan,Implikatur Dan Kesantunan Dalam Wacana Tutur Vicky Prasetyo Kajian Pragmatik.

0 3 12

ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA DALAM INTERAKSI ANTARSANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD SURAKARTA: Analisis Kesantunan Berbahasa Dalam Interaksi Antarsantri Putri Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta: Kajian Pragmatik.

0 2 15

ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA DALAM INTERAKSI ANTARSANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD SURAKARTA: Analisis Kesantunan Berbahasa Dalam Interaksi Antarsantri Putri Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta: Kajian Pragmatik.

0 1 15

STRATEGI KESANTUNAN BERBAHASA SISWA PAD TUTURAN MENOLAK DALAM BERKOMUNIKASI DENGAN GURU.

3 12 28

PERAN KH. KHOIRON HUSAIN DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN PUTRI SALAFIYAH KAUMAN BANGIL (1977-1987).

1 30 83

Kesantunan Tuturan Siswa SMP Kebon Dalem Semarang -

0 1 26