PENGEMBANGAN KINERJA KEPALA SEKOLAH : Studi Tentang Pengaruh Diklat dan Kompetensi Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Kepala Sekolah Dasar Di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau.

(1)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 19

C. Rumusan Masalah ... 20

D. Tujuan Penelitian ... 21

E. Manfaat Penelitian ... 22

F. Kerangka Penelitian ... 23

G. Paradigma Penelitian ... 24

H. Hipotesis Penelitian ... 26

BAB II LANDASAN TEORITIK 27 A. Konsep Pendidikan dan Pelatihan ... 27

1. Program Pendidikan dan Pelatihan ... 30

a. Diklat Prajabatan ... 32

b. Diklat dalam Jabatan ... 33

B. Konsep Kompetensi ... 34

1. Kompetensi Kepribadian ... 40

2. Kompetensi Manajerial ... 42

3. Kompetensi Supervisi ... 54

4. Kompetensi Sosial ... 55


(2)

2. Manfaat dan Kegunaan Penilaian Kinerja ... 71

BAB III METODE PENELITIAN 76

A. Definisi Operasional ... 77

B. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 80

C. Lokasi Uji Hasil Penelitan ... 82

D. Populasi dan Sampel ... 83

1. Penentuan Populasi ... 83

2. Penentuan Sampel penelitian ... 84

E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 88

1. Penentuan Alat Pengumpulan Data ... 88

2. Penusunan Alat Pengumpulan Data ... 89

F. Tahap Uji Coba Angket ... 90

1. Validitas Rasional ... 90

2. Validitas Empirik ... 91

3. Uji Reliabilitas ... 93

G. Teknik Analisis Data ... 97

1. Penerapan Data Sesuai dengan Pendekatan Penelitian ... 97

a. Menghitung Kecendrungan Responden ... 97

b. Mengubah Skor Mentah Menjadi Skor Baku ... 99

c. Uji Normalitas Distribusi Data ... 101

d. Menguji Hipotesis Penelitian ... 103

e. Uji Signifikan ... 104

f. Uji Koefisien Determinasi ... 104

g. Analisis Regresi ... 105

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 107

A. Deskripsi Hasil Penelitan ... 107

1. Analisis Variabel X1 ... 107


(3)

1. Uji Persyaratan Analisis ... 122

a) Uji Normalitas ... 122

b) Uji Linieritas ... 125

2. Uji Hipotesis ... 127

a) Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Kinerja 127 b) Pengaruh Kompetensi Terhadap Kinerja ... 133

c) Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Kompetensi ... 139

d) Pengaruh Pendidikan Dan Pelatihan Serta Kompetensi secara bersama-sama terhadap kinerja kepala sekolah ... 145

C. Pembahasan... 150

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 159

A. Kesimpulan ... 159

B. Implikasi ... 161

C. Rekomendasi ... 163

DAFTAR PUSTAKA 166 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa pendidikan yang memadai suatu bangsa akan mengalami ketertinggalan bahkan kemerosotan pada segala bidang. Oleh sebab itu tujuan pendidikan nasional mengacu pada pembentukan pribadi yang dewasa dan berkualitas, bermutu, berilmu pengetahuan serta bertaqwa, dengan mengupayakan pendidikan dan pengelolannya dengan baik, benar, teratur, terarah dan berkesinambungan.

Dunia pendidikan merupakan satu sistem, maka dalam mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional tersebut tidak terlepas dari keterkaitan dengan sistem-sistem kehidupan lainnya. Kehidupan pemerintah, kehidupan bangsa, dan kehidupan keluarga. Apabila kehidupan-kehidupan ini tidak berjalan seperti mana yang diharapkan maka tujuan Pendidikan Nasionalpun akan terimbas pula. Sekolah juga merupakan kehidupan sebuah sistem, yang di dalamnya terdapat komponen-komponen yang saling ketergantungan, seperti kepala sekolah, guru, kurikulum, bahan ajar, siswa dan fasilitas, apabila komponen sebuah sistem tersebut terganggu atau tidak berjalan seperti mana yang diharapkan maka dapat dikatakan kehidupan lembaga tersebut akan terganggu pula.


(5)

Oleh karena itu dalam rangka perwujudan tujuan nasional tersebut, kerjasama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah serta pimpinan lembaga sangat dibutuhkan dalam membuat suatu kebijakan khusus yang ada kaitannya dengan pendidikan dan pelatihan, serta kompetensi kepala sekolah yang berpengaruh pada kinerja masing-masing jajaran organisasi, agar lembaga tersebut akan menjadi lebih baik dan bermutu.

Setiap lembaga pastilah mempunyai tujuan yang harus diwujudkan, dan harus pula mempunyai pemimpin yang dapat memenuhi tuntutan pemerintah serta sesuai pula dengan kehendak masyarakat. Begitu pula dengan lembaga pendidikan, paling tidak memunyai pemimpin yang sanggup berfungsi sebagai leader sekaligus bertanggung jawab atas ketercapaian visi dan misi lembaganya.

Seorang kepala sekolah adalah pemimpin lembaga pendidikan, diharapkan secara maksimal dapat terlibat dan lebih tanggap terhadap kebutuhan stakeholder yang muncul dalam komunitas masyarakat, bukan hanya berkaitan dengan konteks dunia kerja tetapi segala hal yang berbentuk inovasi, seperti politik, kultural, maupun pendidikan itu sendiri serta perubahan sosial yang secara langsung terkait dengan perkembangan pendidikan dan sekaligus pengembangan SDM.

Kepala sekolah merupakan instrumen kunci (key instrument) di sekolah. De Roche (1987)” mengungkapkan bahwa tidak ada sekolah yang baik tanpa kepala sekolah yang mempunyai prestasi baik, wajar saja kalau


(6)

kepala sekolah dianggap sebagai instrumen kunci bagi keberhasilan peningkatan kulaitas pendidikan di sekolah”.

Daryanto (2008:81) Yang bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan pendidikan di sekolah adalah kepala sekolah. Sebagaimana ditegaskan dalam Rapat Kerja Kepala SMA Daerah Istimewa Yogyakarta tanggal 22-23 September 2007, kegiatan-kegiatan sekolah yang menjadi tanggung jawab kepala sekolah meliputi mengatur proses belajar mengajar, mengatur kesiswaan, mengatur personalia, mengatur peralatan pengajaran, mengatur dan memelihara gedung dan perlengkapan sekolah, mengatur keuangan, serta mengatur hubungan sekolah dengan masyarakat.

Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan bagian dari manajemen dengan kata lain sebagai salah satu alat untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM. Pengembangan ini dapat dilakukan dengan cara pengamalan agama, peningkatan kesejahteraan, peningkatan pendidikan dan pelatihan, peningkatan kesehatan, peningkatan pengendalian, peningkatan kompetensi serta pengembangan kinerja dan lain-lain.

Husaini (2008: 221) Pengembangan karier meliputi evaluasi diri pencarian peluang menduduki posisi yang lebih tinggi, mengatur tujuan untuk mencapai peningkatan karier menyiapkan rencana tindakan dan melaksanakan rencana tersebut. Sedangkan posisi pengembangan SDM akan sangat bepengaruh terhadap kinerja.

Sebagai pimpinan di sekolah, kepala sekolah juga dituntut untuk memiliki managerial skill, kemampuan sebagai supervisor, dan kemampuan dalam pembinaan kurikulum sekolah. Dengan banyaknya tugas serta tuntutan kemampuan seorang kepala sekolah, maka untuk menjadi seorang kepala sekolah harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang meliputi syarat formal (jenjang pendidikan dan ijazah), pengalaman kerja dan kepribadian.


(7)

Secara tegas Permmendiknas No. 13 Tahun 2007 yang diberlakukan pada tanggal 17 april 2007 menyatakan bahwa untuk mendukung standar nasional pendidikan seseorang yang akan dingkat menjadi kepala sekolah wajib memenuhi standar kepala sekolah yang berlaku Nasional. Standar kepala sekolah dimaksud adalah sebagai mana tercantum dalam Lampiran Peratauran Menteri meliputi standar kualifikasi dan standar kompetensi yang dimiliki oleh kepala sekolah tersebut.

Berdasarkan Permendiknas No 13 Tahun 2007 mengenai standar kompetensi bagi kepala sekolah, ada lima aspek kompetensi yang harus ada dalam diri seorang kepala sekolah yakni, kompetensi kepribadian yang menyangkut integritas dan kejujuran; kompetensi sosial yang mencakup hubungan antar manusia dan hubungan baik dengan sesama, kompetensi manajerial yang terkait kemampuan kepala sekolah mengelola sekolah dan sumber daya yang ada di sekolah.

Selanjutnya kompetensi supervisi yang menuntut kepala sekolah harus dapat membimbing guru-guru serta anak didiknya dan menggunakan sumber-sumber daya yang ada di sekolah.Terakhir, kompetensi kewirausahaan di mana seorang kepala sekolah harus mampu berwirausaha namun bukan untuk mencari keuntungan, tetapi memiliki jiwa kreatif, inisiatif dan berani mengambil resiko demi pengembangan sekolahnya.

Dinas Pendidikan kabupaten atau kota merupakan instansi pemerintah yang berwenang untuk melakukan proses rekruitasi dan pengembangan kepala sekolah di wilayahnya. Baik buruknya kinerja kepala sekolah saat ia


(8)

memimpin sebuah sekolah, salah satunya ditentukan pada saat proses pengembangan, yang di dalamnya ada pendidikan dan pelatihan dalam rangka peningkatan kompetensi serta kinerja kepala sekolah itu sendiri. Tujuan dari kegitan pengembangan ini tidak lain adalah untuk mencari kepala sekolah yang berkualitas.

Di era reformasi ini, tak dapat disangkal lagi bahwa profesionalisme dan kompetensi adalah merupakan kebutuhan yang mendesak dan semakin penting dimiliki oleh setiap kepala sekolah, para pengambil keputusan atau kebijakan dan penyelinggara sistem pendidikan, baik di tingkat makro,

messo, maupun mikro. Apalagi dihadapkan dengan kebutuhan

mengakselerasikan tuntutan kebijakan otonomi daerah, yang telah memberikan peluang kepada dinas pendidikan kabupaten untuk dapat melebarkan sayapnya lebih luas, sehingga dapat lebih cepat mensukseskan kebijakan tersebut.

Implikasinya, jika paradigma baru proses serta teknik pengembangan kepala sekolah dilaksanakan secara efektif, tepat dan sesuai dengan aturan yang berlaku maka tingkat kesalahan prosedur dapat diperkecil, sehingga tujuan yang akan dicapai akan terasa bermanfaat bagi semua pihak. Selanjunya pengembangan pendidikan yang mengacu pada pendidikan dan pelatihan serta kompetensi yang dimiliki kepala sekolah akan bermuara pada peningkatan kinerjanya.

Dinas pendidikan kabupaten memang telah menempatkan para administrator tingkat kecamatan yang disebut dengan Unit Pelaksana Teknis


(9)

Dinas (UPTD), yang juga mempunyai peran strategis dalam menentukan kebijakan di tingkat kecamatan. Mengingat begitu beratnya tugas UPTD sebagai ujung tombak dalam mengemban tugas administrator maka dalam mempromosikan para kandidat kepala sekolah hendaknya harus pula mengikuti jalur serta aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah baik syarat akademik maupun syarat kemampuan.

Sebagaimana umumnya bahwa tujuan setiap organisasi, baik organisasi publik maupun organisasi swasta akan dapat tercapai dengan baik apabila semua jajaran organisasi tersebut dapat menjalankan tugasnya dengan kinerja yang dikategorikan baik pula.

Suad Husnan (1983: 67) Oleh karena itu dalam meningkatkan kinerja pegawai harus ada usaha pengembangan untuk memperbaiki efektifitas kinerja dalam mencapai hasil kerja yang telah ditetapkan. Perbaikan kinerja hanya dapat dilakukan dengan cara memperbaiki ilmu pengetahuan, keterampilan maupun sikap pegawai itu sendiri terhadap tugas-tugasnya.

Pengetahuan yang dimiliki oleh para staf dalam pelaksanaan tugas cukup mempengaruhi kinerjanya, baik itu pengetahuan umum maupun pengetahuan kejuruan yang dimilikinya. Pegawai yang kurang memiliki pengetahuan yang cukup dalam bidang kerjanya akan bekerja dengan tidak maksimal, bahkan akan terjadi pemborosan bahan, waktu dan dapat dikatakan tidak efektif dalam tugasnya. Pemborosan seperti ini cukup mengganggu dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Kebutuhan akan keterampilan juga tidak kalah pentingnya dalam melaksanakan tugas. Seseorang yang mempunyai keterampilan yang memadai akan lebih cepat menyelesaikan suatu tugas dibandingkan karyawan


(10)

atau staf yang yang kurang memiliki keterampilan. Keterampilan juga salah satu faktor penentu dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Bagi pegawai baru dalam menghadapi pekerjaan yang baru akan memerlukan tambahan keterampilan guna melaksanakan tugasnya dengan baik.

Dalam mengemban suatu tugas yang baru atau menduduki jabatan yang baru maka bukan hanya pengetahuan dan keterampilan saja yang dibutuhkan namun sikap juga mempunyai pengaruh yang tidak kalah penting dibandingkan dengan faktor-faktor lain. Oleh karena itu dalam pengembangan kinerja hendaknya beberapa faktor ini harus dipertimbangkan dengan matang sehingga tujuan organisasi atau tujuan lembaga yang telah ditetapkan akan mudah terwujud.

Dari gambaran ringkas di atas dapat dikemukakan bahwa pengembangan pegawai atau karyawan merupakan istilah yang sering dipakai baik dalam buku maupun peraktik tugas sehari-hari, seperti “pengembangan”, “ latihan,” pendidikan”. Pengembangan pegawai dapat diartikan dengan usaha untuk meningkatkan keterampilan maupun pengetahuan umum bagi pegawai serta staf agar pelaksanaan pencapaian tujuan lebih efisien. Dalam konteks ini maka istilah pengembangan akan mencakup pengertian pelatihan dan pendidikan yang merupakan sarana peningkatan keterampilan dan pengetahuan umum bagi para pegawai.

Memang dalam pengangkatan atau rekruitasi kepala sekolah, setelah diberlakukan Undang-Undang N0. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah serta disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2000 bahwa


(11)

wewenang pengangkatan kepala sekolah sepenuhnya tanggung jawab pemerintah daerah tingkat II atau dengan kata lain Bupati/Wali Kota.

Konsekuensi logis dari PP ini terhadap administrator pendidikan (kepala Sekolah) adalah tuntutan pada profesionalisme dengan menetapkan standar kompetensi dan kualifikasi pendidikan. Peningkatan profesionalisasi Administrasi pendidikan tidak hanya dilihat dari kebijakan otonomi daerah atau desentralisasi tetapi tidak terlepas dari sisi tantangan globalisasi.

Pengembangan (development) merupakan proses yang dibuat untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia, yang diperlukan untuk memecahkan berbagai macam persoalan dalam pencapaian tujuan lembaga, yang dititikberatkan pada self relization atau self development.

Dalam pengertian lainnya pengembangan tenaga administrator dikemukakan oleh Werther & Davis dalam Mukarram (1999:64) bahwa “ Pengembangan adalah kegitan yang dilakukan untuk mempersiapkan seseorang pekerja agar mampu memikul tanggung jawab dimasa yang akan datang”.

Soekijo Notoatmojo (1998)” mengatakan bahwa pengembangan sumber daya manusia baik secara makro dan secara mikro adalah merupakan bentuk investasi (human invesment)”. Pengembangan personil atau administrasi pendidikan merupakan suatu “conditio sine quanon” artinya merupakan proses yang harus ada dan terjadi dalam organisasi.

Selanjutnya menurut Fakry Gaffar (1987: 21) menyebutkan “ dalam konsep dasar pengembangan personil yang profesional mengandung dua arti atau dimensi penting yaitu: (1), dikatakan dengan usaha peningkatan kemampuan profesional yang dapat dilakukan dengan cara independen


(12)

pada pada tingkat organisasi oleh individu masing-masing; (2) dikaitkan dengan jenjang karier kepegawaian setiap personil dan hal ini harus dipolakan pada level yang lebih tinggi.

Dalam mewujudkan tataran sumber daya manusia yang berkualitas maka setiap jajaran birokrasi yang ada kaitannya dengan pendidikan dan pelatihan, baik pelatihan pendidikan dalam jabatan maupun diluar jabatan, hendaknya harus memiliki pengetahuan perencanaan strategik yang memadai serta dapat menyelaraskan dengan peraturan yang ada. Sehingga pimpinan pendidikan yang dididik dan dilatih tersebut tidak keliru memilih jenis pendidikan dan pelatihan yang diikuti sehingga tujuan dari diklat tersebut selaras dengan tujuan pendidikan nasional maupun tujuan lembaga.

Castetter (1996) “ strategic planning for human recources, recruitmen,

selestion, induction, development personel, perfomance, apprasial, employ-ment justice and continuity, information technology, compensation, and bargaining”.

Oleh karena itu dalam merencanakan pengembangan personil tidaklah mudah, ada beberapa prosedur yang harus ditempuh dan harus dipertimbangkan. Begitu eratnya rencana strategis dengan pengembangan tenaga kepandidikan khususnya pendidikan dan pelatihan kepala sekolah sehingga Castetter (1996) : 232) menyebutkan personel development is

preminet among those process desegned by the system to attract, retain, and inprove the quality and quantity of staff member needed to solve its problems to achieve its goal”.


(13)

Ada beberapa pengertian yang dapat dipedomani dari pendapat ini bahwa pengembangan administrator pendidikan termasuk kepala sekolah pada tingkat yang paling bawah yang terpenting dalam pengembangan adalah perencanaannya serta proses-proses yang dilakukan oleh sistem pendidikan yang berlaku. Selanjutnya proses atau perencanaan strategis pengangkatan para administrator pendidikan untuk menarik, mempertahankan dan sekaligus menyempurnakan kualitas sumber daya manusia, dalam rangka pencapaian tujuan yang diinginkan oleh organisasi..

Sedangkan menurut P. Siagian (2008: 183) ada beberapa manfaat dari perencanaan dan pengembangan tenaga administrasi pendidikan bagi oganisasi atau sistem yaitu :

Meningkatakan produktivitas kerja organisasi, mewujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan, terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat, meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja, memperlancar jalannya komunikasi yang efektif, menciptakan sikap keterbukaan manajemen, penyelesaian konflik secara fungsional

Kenapa pendidikan dan pelatihan dibutuhkan oleh kepala sekolah untuk dilaksanakan dengan penuh kesempurnaan tak lain harapan pemerintah maupun stakeholder dapat menjadi kepala sekolah yang serba bisa dalam segala hal seperti yang disebutkan dalam jurnal pendidikan dibawah ini.

Tujuan dari sebuah proses seleksi adalah untuk memilih individu terbaik dalam sebuah posisi kerja dari sekian banyak kandidat calon yang ada. Setelah proses seleksi atau rekruitmen tersebut selesai maka langkah penting berikutnya yang perlu dijalankan oleh administrasi personalia dinas pendidikan adalah menindak lanjuti hasil rekruitmen tersebut, dengan sebuah


(14)

program penempatan supaya program kerja tidak tertunda pelaksanaannya. Penempatan kerja berkaitan dengan penugasan dengan segera calon yang dinyatakan terpilih pada posisi yang telah ditetapkan tersebut. Langkah ini adalah untuk menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat pula.

Setelah ditempatkan calon yang terpilih maka diperkenalkan pula tentang rencana kerja yang akan dilaksanakan agar terbiasa akan program yang baru yang mungkin belum pernah dijumpai sebelumya. Selanjutnya calon terpilih dapat menandatangani semacam perjanjian tentang kerja yang akan dijalani selama menjadi pimpinan sebuah lembaga tersebut.

Selanjutnya Malayu Hasibuan (2001: 70-71) mengemukakan pengembangan personil dan administrasi pendidikan memiliki beberapa manfaat bagi organisasi atau sistem serta bagi pengguna jasa administrasi antara lain: (1) efisiensi, (2) mengurangi kerusakan, (3) mengurangi kecelakaan, (4) meningkatkan pelayanaan, (5) moral, (6) produktivitas kerja, (7) karier, (8) konseptual, (9) kepemimpinan, (10) balas jasa, dan (11) konsumen.

Sementara itu pengembangan personel juga merupakan cara yang sangat efektif untuk menghadapi beberapa tantangan untuk masa sekarang serta masa yang akan datang, agar perencanaan strategis akan menjadi suatu cara yang mungkin merupakan perjalanan suatu sistem atau perjalanan proses suatu sistem dalam mendidik dan melatih serta mengembangkan suatu stafnya.

Lebih jauh Andrew F Sikula (2001 :11) “mengatakan bahwa dalam mengimplementasikan suatu tenaga kerja manusia adalah pengadaan, pemeliharaan, penempatan, indoktrinasi, latihan dan pendidikan sumber daya manusia (human resources atau man power)”. Sedangkan implementasi


(15)

sumber daya manusia adalah : recruitment, slection, training, education,

placement, indoktrinacion, dan development.

Di lingkungan Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau tahun 2009/2010 tercatat jumlah sekolah 325 buah sekolah tingkat sekolah dasar sampai SLTA dan jumlah murid 75000 orang murid, dan 6500 orang guru yang tersebar di 8 kecamatan. Ini semua merupakan tanggung jawab Dinas Pendidikan Kabupaten dalam bidang pendidikan dan memerlukan penanganan yang serius dari semua pihak yang terkait. Diantara 325 sekolah terdapat 81 orang yang memasuki masa pensiun, dalam hal ini perlu perencanaan strategi yang tidak mudah’ mengingat tugas dan fungsi kepala sekolah mewujudkan tujuan pendidikan nasional serta dapat merumuskan tujuan lembaga.

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten juga merupakan orang nomor satu jajaran pendidikan di kabupaten juga dituntut memiliki kemampuan dalam merencanakan serta mengelola semua potensi sumber daya kependidikan yang ada. Kemampuan merencanakan dan mengelola sumber daya yang ada merupakan salah satu faktor pendukung bagi upaya pencapaian visi, misi dan tujuan selaras dengan tugas pokok dan fungsi dalam bidang pendidikan di Kabupaten Natuna khususnya.

Di samping itu, dapat kita pahami bahwa posisi Dinas Pendidikan Kabupaten Natuna sebagai leading sector atau pembangunan pendidikan pada dasarnya juga mempunyai kewajiban mengelola dan membangun sumber daya manusia pendidikan, dalam hal ini tenaga guru, kepala sekolah, dan


(16)

pengawas. Dalam kedudukan dan fungsi guru, kepala sekolah, pengawas sebagai tenaga pendidikan, mereka dituntut memiliki kemampuan intelektual yang tinggi.

Berdasarkan pendekatan strategis yang dilakasanakan oleh Pemerintah Kabupaten Natuna bahwa salah satu yang menjadi perhatian dan pendekatan tersebut adalah kesiapan untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) aparatur pemerintah daerah maupun sumber daya manusia, masyarakat di bidang pendidikan (Pendidikan Dasar, Menengah, Perguruan Tinggi, Bidang Kesehatan Dan Ketenagakerjaan).

Sebagai daerah yang kaya akan potensi sumber daya alam, maka tantangan bagi Kabupaten Natuna di masa akan datang adalah bagaimana mempersiapkan SDM yang handal dalam upaya menggerakkan roda pembangunan dengan kondisi objektif yang dimiliki oleh daerah. Adanya persamaan persepsi antara pemerintah Propinsi Kepulauan Riau dengan Pemerintah Kabupaten Natuna dalam mempersiapkan SDM yang handal merupakan landasan yang kuat bagi persaingan daerah untuk menghadapi era globalisasi yang dimulai tahun 2003 tahun konteks AFTA.

Dengan berpegang kepada konsep keilmuan administrasi pendidikan khususnya dalam aspek pengembangan personil, maka diharapkan penelitian ini mampu memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu administrasi pendidikan. Oleh sebab itu penelitian tentang pengembangan personil atau kepala sekolah yang berada di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau, diharapkan akan memberikan nuansa baru


(17)

yang berbeda dengan pengembangan yang dilakukan di sekolah maupun lembaga-lembaga pendidikan sebelumnya seperti yang banyak dikaji oleh beberapa peneliti terdahulu.

Memang pada dasarnya dalam pendidikan dan pelatihan kepala sekolah, konsep dasar kompetensi, dan kinerja kepala sekolah selalu terabaikan, padahal tanpa kompetensi yang maksimal, kepala sekolah tidak akan pernah mampu untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang telah digariskan, baik tujuan nasional pendidikan maupun tujuan lembaga itu sendiri. Konsep kompetensi kepala sekolah memang simpel dan dapat dibaca oleh semua orang namun maknanya belum tentu dipahami oleh semua orang.

Chaplin (dalam Saeful Sagala, 2009 : 124) mengemukakan kemampuan (competence) adalah kelayakan untuk melaksanakan tugas, keadaan mental memberikan kualifikasi seseorang untuk berwenang dan bertanggung jawab atas tindakannya atau perbuatannya. Keberhasilan sekolah ditentukan oleh kompetensi kepala sekolah, yaitu melakukan pengorganisasian, secara sistematis, dan komitmennya terhadap perbaikan pengelolaan sekolah dalam wewenangnya dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin.

Kepemimpinan kepala sekolah bukanlah Sekedar serangkaian kompetensi yang dibuat oleh seseorang, melainkan pendekatan atau cara kerja dengan guru-guru serta staf dalam suatu organisasi sekolah untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawab bersama. Kemampuan memahami kondisi yang seperti ini bagi kepala sekolah merupakan suatu tugas yang amat penting artinya bagi kompetensinya maupun peningkatan kinerja dari kepala sekolah, serta sekaligus melihat metode apa yang paling ampuh untuk memecahkan permasalahan yang ada. Hoy dan Miskel (1987), menegaskan bahwa” kepala sekolah yang efektif adalah kepala sekolah yang memiliki


(18)

kompetensi yang dipersyaratkan dan berusaha memanfaatkan kompetensinya untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya bagi keefektifan sekolah”.

Sergiovani (1997) dalam Sagala mengemukakan bahwa” kepala sekolah yang efektif adalah kepala sekolah yang mampu memainkan peranannya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi sebagai kepala sekolah”.

Selanjutnya menurut Sagala (2009: 125) perilaku kepemimpinan yang ditampilkan pada, perilaku yang berorientasi tugas, para kepala sekolah tidak akan melakukan pekerjaan yang sama yang pernah dilakukan oleh guru-guru, konselor dan karyawan sekolah lainnya, tetapi memfokuskan pada kegiatan menyusun perencanaan, mengatur pekerjaan mengkoordinasikan kegiatan anggota, dan menyediakan peralatan serta menyediakan bantuan teknis yang diperlukan.

Selanjutnya prilaku kepala sekolah yang berhubungan dengan menejer yang membantu para guru dan konselor memahami permasalahan dan pemecahannya. Yang terahir perilaku partisipatif, kepala sekolah melakukan pertemuan kelompok yang memudahkan partisifasi, pengambilan keputusan, memperbaiki komunikasi, mendorong kerjasama, dan memudahkan pemecahan konflik.

Setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan, kepala sekolah sudah menduduki jabatannya dengan segala kemampuan yang telah diuji atau melalui uji kompetensi maka diharapkan kepala sekolah tersebut mempunyai kinerja yang tidak mengecewakan pemerintah, lembaga atau organisasi yang dipimpinnya, serta tidak mengecewakan stakeholder maupun masyarakat yang ada disekitarnya. Menurut Husaini (2008: 456) “Kinerja berarti prestasi kerja atau dalam bahasa inggris disebut performance”. Kalau begitu kinerja bisa dikatakan indikator keberhasilan sebuah organisasi, semakin baik kinerja


(19)

pimpinan organisasi maka kemungkinan besar organisasi akan bertambah maju”.

Dalam rangka menciptakan kinerja kepala sekolah yang dapat dikatagorikan baik maka salah satu usaha pemerintah adalah menyeleksi, kandidat calon kepala sekolah sesuai dengan syarat yang telah ditentukan, kemudian ditempatkan, selanjutnya diadakan latihan diklat jabatan, baik sesudah menduduki jabatan maupun sebelum menduduki jabatan ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi, setelah mempunyai kompetensi yang memadai atau paling tidak sesuai dengan UU Sisdiknas No. 13 Tahun 2003, sehingga diharapkan dengan memiliki kompetensi yang memadai melalui pendidikan dan pelatihan baik dalam jabatan maupun diluar jabatan yang pada ahirnya, kinerja kepala sekolah akan bertambah baik.

Namun tidak demikian yang terjadi di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau. Berdasarkan observasi awal di lapangan serta pengalaman si penulis, 79 orang dari 100 orang kepala sekolah dasar telah mengikuti pendidikan dan pelatihan kepala sekolah pada 15 Nopember 2009 sampai 16 Januari 2010 dengan hasil baik. Dilanjutkan dengan pelatihan operasional kepala sekolah serta bendaharawan sekolah pada tanggal 14 sampai 27 april 2010 dengan peserta kepala sekolah dasar 80 orang juga dengan hasil baik.

Selanjutnya pada pada ahir januari 2010 dilanjutkan tes kompetensi kepala sekolah secara lisan yang diikuti oleh 60 orang kepala sekolah dan dinyatakan lulus sebanyak 50 orang kepala sekolah dasar. Yang belum lulus diadakan pembinaan selama 2 minggu, adapun materi pembinaan sekitar


(20)

kompetensi kepala sekolah. Namun kenyataan empirik yang ada dilpangan belum terdapat peningkatan kinerja kepala sekolah dengan kata lain 80 % kinerja kepala sekolah dasar serta mutunya khusus di Kabupaten Natuna berjalan di tempat. Atas dasar inilah peneliti tertarik untuk meneliti permasalahan yang ada di Kabupaten Natuna tersebut.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang disebutkan bahwa pendidikan dan pelatihan kepala sekolah serta kompetensi berpengaruh terhadap kinerja kepala sekolah, namun untuk melihat hubungan tersebut maka perlu diidentifikasi masalahnya agar analisis penelitiannya lebih jelas sebagai berikut:

1. Situasi daerah yang terpisah oleh pulau-pulau untuk tidak memungkinkan

diadakan pendidikan dan pelatihan kepala sekolah dasar secara sempurna.

2. Besarnya biaya yang dibutuhkan sehingga pemerintah daerah belum

mampu untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan secara berkala.

3. Sedikitnya sumber daya manusia yang memenuhi syarat untuk menduduki

jabatan kepala sekolah dasar.

4. Belum meratanya latar belakang akademis yang pendidikan Sarjana S1

untuk direkrut menjadi kepala sekolah.

5. Kompetensi kepala sekolah yang masih perlu peningkatan secara

berkesimbungan dalam meningkatkan efektivitas proses.

6. Kepala sekolah dasar belum mengerti benar apa yang dimaksud


(21)

7. Kepala sekolah belum mampu berinovasi.

8. Tingkat kinerja kepala sekolah dikatagorikan rendah

9. Tingginya tingkat ketergantungan kepala sekolah terhadap atasannya

sehingga kinerja sulit dikembangkan.

10. Orientasi tugas kepala sekolah dasar belum jelas sehingga kepala sekolah

masih mengira-ngira akan tugasnya.

Dari sekian banyak permasalahan yang teridentifikasi maka terdapat hal-hal yang kiranya krusial sebagai faktor masalah yaitu pendidikan dan pelatihan kepala sekolah, kompetensi yang dimiliki kepala sekolah serta kinerja kepala sekolah dasar yang berada di Kabupaten Natuna.

C. Rumusan Masalah

Berpedoman pada latar belakang masalah dan identifikasi masalah supaya penelitian lebih terarah dan terfokus maka peneliti dapat merumuskam masalahnya sebagai berikut “Seberapa besar pengaruh pendidikan dan pelatihan serta kompetensi terhadap kinerja kepala sekolah dasar di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau?” kondisi empirik yang ada di lapangan pada tahuan 2010 telah dua kali kepala sekolah dasar mengikuti pendidikan dan pelatihan bulan januari dan bulan april yaitu Diklat operasional dan Diklat Manajemen Kepala sekolah dengan jumlah peserta 80 orang kepala sekolah dasar. hasil dari Diklat tersebut dinyatakan baik. Setelah mengikuti Diklat dilanjutkan dengan tes kompetensi secara lisan, dari 60 orang peserta tes yang dinyatakan lulus sebanyak 50 orang kepala sekolah dasar. Sebenarnya Pemerintah Kabupaten Natuna telah


(22)

merencanakan kegiatan pendidikan dan pelatihan 3 kali dalam satu tahun bahkan terkadang lebih dari 3 kali, namun karena ada beberapa kendala sehingga sulit terlaksana secara maksimal.(data Dinas Pendidikan Kabupaten Natuna 4 Juni 2010, Kasi PMPTK). Namun kinerja kepala sekolah dasar di Kabupaten Natuna tetap berjalan ditempat tanpa peningkatan yang berarti.

Dari rumusam masalah tersebut maka dapat dirinci sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi pendidikan dan pelatihan kepala sekolah dasar di

Kabupaten Natuna?

2. Bagaimana kondisi empirik kompetensi kepala sekolah dasar di Kabupaten

Natuna?

3. Bagaimana kondisi empirik kinerja kepala sekolah dasar di Kabupaten

Natuna?

4. Seberapa besar pengaruh pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja kepala

sekolah dasar di Kabupaten Natuna?

5. Seberapa besar pengaruh Kompetensi terhadap Kinerja kepala sekolah

dasar di Kabupaten Natuna?

6. Seberapa besar pengaruh pendidikan dan pelatihan terhadap kompetensi

kepala sekolah dasar di Kabupaten Natuna ?

7. Seberapa besar pengaruh pendidikan dan pelatihan serta kompetensi secara

bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja kepala sekolah dasar di Kabupaten Natuna?


(23)

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini secara umum ingin mengetahui sejauh mana hubungan serta keterkaitan antar pendidikan dan pelatihan serta kompetensi terhadap kinerja kepala sekolah dasar di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau.

Secara khusus tujuan penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kondisi empirik pendidikan dan pelatihan kepala

sekolah dasar yang ada di Kabupaten Natuna

2. Untuk mengetahui kondisi empirik kompetensi kepala sekolah dasar di

Kabupaten Natuna

3. Untuk megetahui kondisi kinerja kepala sekolah dasar di Kabupaten

Natuna

4. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pendidikan dan pelatihan

kepala sekolah terhadap kinerja Kepala Sekolah Dasar di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau.

5. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kompetensi kepala sekolah

terhadap kinerja Kepala Sekolah Dasar di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau.

6. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pendidikan dan pelatihan

terhadap kompetensi kepala sekolah dasar di Kabupaten Natuna?

7. Untuk mengetahui secara deskriptif gambaran tentang seberapa besar


(24)

Sekolah terhadap kinerja kepala sekolah di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau.

Tujuan-Tujuan tersebut di atas dapat memberikan penjelasan secara jelas bahwa pendidikan dan pelatihan, kompetensi serta kinerja kepala sekolah dasar merupakan suatu rangkaian kegiatan yang tidak terpisahkan bahkan dapat berjalan seiring dalam mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.

E. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini ada beberapa manfaat yang dapat diambil baik bagi peneliti, lembaga tempat peneliti bekerja, pada lembaga akademik, maupun bagi diri pribadi peneliti diantaranya:

1. Dapat mengetahui makna yang terkandung dalam pendidikan dan

pelatihan, serta kompetensi, dan kinerja kepala sekolah dasar yang tergambar di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau.

2. Bagi peneliti dapat menambah wawasan keilmuan serta perbendaharaan

pengalaman pribadi menyangkut permasalahan yang diteliti.

3. Bagi lembaga yang diteliti merupakan pedoman dalam rangka

pembentukan lembaga yang berkualitas dan bermutu.

4. Bagi lembaga akademik dapat mengetahui sejauh mana tingkat

kemampuan mahasiswa dalam menganalisa suatu permasalahan yang baru.

5. Bagi masyarakat dapat menambah bahan bacaan dan untuk menambah


(25)

6. Bagi kepala sekolah dapat mengetahui makna pendidikan dan pelatihan, kompetensi serta kinerja dalam tugasnya.

7. Bagi semua peserta didik dapat mengetahui seorang kepala sekolah yang

memenuhi kriteria tugas secara jelas.

8. Bagi stakeholder dapat merasa puas akan jabatan kepala sekolah yang

ideal.

F. Kerangka Penelitian

Kinerja Kepala sekolah dasar (variabel Y) dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pendidikan dan pelatihan (variabel X1) dan

Kompetensi (variabel X2). Selain itu banyak faktor lain juga yang

mempengaruhi, seperti kemampuan akademik, masa kerja, pangkat, situasi tempat dan lain-lain. Hubungan antara variabel tadi dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 1.1 Kerangka Penelitian

rX.Y

r.X1.X2 Y rX1.X2

rX2.Y Pendidikan dan pelatihan

1. Pengabdian

2. Proses pendidikan dan pelatihan 3. Mutu

4. Keahlian 5. Kemampuan dan

keterampilan

UU No. 43 Th. 1999 Kinerja

1. Kualitas pekerjaan 2. Kuantitas pekerjaan 3. Supervisi

4. Kehadiran 5. Konservasi

Husaini (2008: 458)

Kompetensi

1. Keperibadian 2. Manajerial 3. Supervisi

4. Kompetensi sosial 5. kewirausahaan


(26)

G. Pradigma penelitian

Paradigma penelitian merupakan model atau bentuk yang menjadikan acuan oleh peneliti dalam rangka kegiatan penelitiannya. Bogdan dan Biklin (dalam Moleong 2008: 30) menyatakan bahwa kumpulan longgar dalam sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau posisi yang mengarahkan kerangka berfikir penelitian.

Diperkuat oleh Nasution (2003:2) Paradigma penelitian adalah suatu perangkat kepercayaan nilai-nilai suatu pandangan dengan dunia luar. Paradigma akan mengarahkan penelitian penelitian, dengan timbulnya paradigma baru dalam dunia pendidikan, maka timbul pula paradigma baru dalam dunia pendidikan, dan diikuti dengan terciptanya metoda baru dalam dunia penelitian.

Apabila kita berpedoman pada pengertian konsep di atas maka paradigma dapat dikatakan sebagai suatu perangkat pola atau alur berpikir yang didasari oleh nilai-nilai keilmuan dan pendekatan penelitian yang dipakai. Ini terjadi akibat dari pengembangan sebuah teori.

Paradigma tentang pendidikan dan pelatihan, kompetensi serta kinerja yang ada di lapangan hanya berpedoman pada latar belakang masalah, yang di dalamnya terdapat sekumpulan penomena-penomena yang berada dilapangan sehingga mempermudah peneliti menyusun suatu rancangan penelitian.

Disamping itu paradigma penelitian juga merupakan langkah-langkah serta alur berfikir peneliti dalam menjalankan peneliltian agar kegiatan


(27)

penelitian menjadi terarah, yang nantinya penelitian akan menjadi lebih efektif dan efisien. Paradigma penelitian ini terlihat jelas pada bagan berikut ini.

Gambar 2.1

Skema Paradigma Penelitian Tujuan pendidikan Nasional

UU Sisdiknas No. 20 Th 2003, PP. No. 101 Tahun 2000 dan PP. 14 Th 1994 Permendiknas no.13 th 2007

Pendidikan & Pelatihan

Kinerja kepala sekolah. Visi, dan misi sekolah

Tantangan Masa Depan

Kompetensi Kepala Sekolah

Umpan Balik

Penilaian Kinerja Kepala sekolah


(28)

H. Hipotesis Penelitian

Rumusan hipotesis perlu dibuat karena merupakan jawaban sementara dari permasalahan yang dipertanyakan, yang jawabannya masih berupa teori belum temuan di lapangan. Sugiono (2008:96) Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian yang telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan, dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan didasarkan pada teori yang relevan semata, belum berdasarkan pada fakta empiris yang diproleh dari pengumpulan data di lapangan.

Hipotesis merupakan pernyataan penjelasan, dengan kata lain prediksi hasil, pernyataan masalah dan hipotesis pada intinya sama artinya. Sedangkan hipotesis penelitian adalah pernyataan yang lebih khusus dari pada pernyataan masalah, harus jelas dan dapat diuji serta berhubungan terhadap hasil penelitian.

Sesuai dengan masalah yang telah diuraikan di atas maka dapatlah dibuat hipotesis sebagai berikut:

1. Kondisi kepala sekolah dasar di Kabupaten Natuna telah mengikuti

pelatihan, mempunyai kompetensi serta memiliki kinerja yang memadai.

2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara Pendidikan dan Pelatihan

terhadap kinerja kepala sekolah dasar di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau.

3. Terdapat pengaruh yang signifikan antara kompetensi terhadap kinerja


(29)

4. Terdapat pengaruh yang signifikan antara pendidikan dan pelatihan dan kompetensi kepala sekolah di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau.

5. Terdapat pengaruh yang signifikan antara pendidikan dan pelatihan serta

kompetensi terhadap kinerja kepala sekolah dasar di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau.


(30)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional

Peran Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor utama dalam kemajuan dan eksistensi suatu lembaga atau organisasi. Jadi sebagai seorang adiministrator hendaknya sangat memperhatikan perkembagan dari sumber daya manusia terlebih meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para staf.

Lebih jauh upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan adalah untuk mengembangkan kecekapan dan kinerja pegawai. Sumber daya manusia yang cakap dan ahli dalam bidang pekerjaannya akan memberikan kontribusi yang besara terhadap perkembangan organisasi atau lembaga.

Sikula yang dikutif oleh Munandar (1978: 22)” sebagai berikut training adalah proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir, dimana tenaga kerja non manajerial mempelajari pengetahuan dan pelatihan teknis untuk tujuan tertentu”.

Secara nasional visi pendidikan dan pelatihan tak lain adalah tertuang dalam alinia ke empat pembukaan Undang Undang Dasar 1945 ... “ membentuk suatu pemerintahan negera Indonesia yang melindungi segenap bagsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ... H.A.R Tilaar (1997:17) dalam konteks kepegawaian pendidikan dan pelatihan jabatan PNS adalah proses pembelajaran belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan.


(31)

Dalam Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2000 pasal 2 disebutkan bahwa Diklat bertujuan:

1. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan sikap untuk dapat

melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi.

2. Menciptakan aparatur yang mampu berperan, sebagai pembaharu dan

perekat persatuan dan kesatuan bangsa.

3. Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada

pelayanan, pengayom dan pemberdayaan masyarakat.

4. Menciptakan persamaan visi dan dinamika pola fikir dalam melaksanakan

tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya pemerintah yang baik.

James J. Donald (2008:126) rekruitmen merupakan salah satu usaha aktif dalam mencari calon yang potensial dengan mempengaruhi mereka agar bersedia mengisi posisi yang ada dalam sebuah lembaga atau organisasi. Sebuah makna lain dari rekruitmen adalah aktivitas-aktivitas yang terencana dalam menarik sejumlah individu berkualitas yang dibutuhkan untuk mengemban tugas yang ada pada sebuah organisasi pendidikan.

Dalam merekrut tenaga administrator harus bisa memastikan bahwa aktivitas-aktivitas yang ada di dalamnya sudah dikembangkan sedemikian rupa sebagai sebuah cara dalam menciptakan administrator yang handal dan bisa memenuhi semua pihak. Jadi kebutuhan akan rekrutmen kepala sekolah dasar yang konsisten jelas sekali merupakan hal yang sangat penting bagi


(32)

sebuah sistem sekolah dengan tujuan untuk mendapat kepala sekolah yang mempunyai kompetensi dan kinerja yang sesuai dengan jabatan yang didudukinya.

Kompetensi (competence) merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas sehingga tugas yang dibebankan terlaksana dengan baik serta sesuai dengan apa yang diharapakan semua pihak. Kompetensi kepala sekolah yang berorientasi tugas adalah, melakukan pengorgnisasian, komitmen dalam wewenang pengelolaan, kompetensi kepribadian, manajerial, supervisi, serta kompetensi sosial.

Sergiovanni dalam Syaiful Sagala (2009 : 126) ada tiga kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala sekolah yaitu, kompetensi teknis, kompetensi hubungan pribadi, dan kompetensi konseptual. Kompetensi ini akan menjadi dasar pembinaan dan pengembangan kepala sekolah diarahkan untuk menghasilkan kepala sekolah yang efektif. Dengan terpilihnya kepala sekolah yang efektif, kinerja kepala sekolah juga akan terimbas menjadi baik pula.

Kinerja secara umum dapat dikatakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya. Hikman (1990) kinerja selalu merupakan tanda keberhasilan suatu organisasi dan orang-orang yang ada di dalam organisasi tersebut. Selanjutnya Stoner dalam Husaini (2008 : 456) kinerja adalah kunci untuk mencapai sukses organisasi yang harus berfungsi secara efektif agar organisasi tersebut mendapat keberhasilan.

Selanjutnya menurut Prawiro Santono dalam Husaini (2009: 457) kinerja adalah usaha yang dilakukan dari hasil kerja yang dapat dicapai oleh


(33)

seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum sesuai dengan moral dan etika.

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah produk yang dihasilkan oleh seorang pimpinan atau staf dalam suatu waktu dan kriteria yang telah ditentukan, yang dapat berupa layanan jasa dan barang. Dengan cara membandingkan hasil dengan standar yang dibuat.

Pada perinsipnya sebuah organisasi akan menjadi baik atau bermutu apabila kinerja pemimpinnya dikatagorikan baik, dan ditunjang oleh Pendidikan dan pelatihan yang berkualitas atau sesuai prosedur, serta mendapatkan tenaga yang mempunyai kompetensi sesuai dengan apa yang diharapkan.

Ada beberapa variabel lain yang mempengaruhi pendidikan dan pelatihan kepala sekolah seperti, situasi dan kondisi tempat tugas, dana, tingkat partisifasi, serta waktu yang dibutuhkan. Sedangkan variabel yang mempengaruhi kompetensi kepala sekolah kepuasan kerja, kemampuan intelektual, keterampilan, sikap dan disiplin kerja.

B. Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini berusaha untuk mengungkapkan gejala-gejala serta pengaruh ubahan yang hasil analisisnya disajikan dalam bentuk diskripsi dengan menggunakan angka-angka statistik, jadi pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Sugiono (2008:14) “ penelitian kuantitatif


(34)

menampilkan analisis yang bersipat statistik, yang disajikan dengan angka dan bertujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan”.

Metode yang digunakan adalah metode korelasional yaitu untuk mengetahui pengaruh antara suatu ubahan dengan ubahan lainnya. Serta melihat tingkat hubungannya diantara ubahan tersebut. Sumanto (1995: 97) “ penelitian korelasional berkaitan untuk menentukan kepastian data ada hubungan antara dua variabel atau lebih dan seberapa tinggikah tingkat hubungannya yang dinyatakan dalam koopisen korelasi”.

Dalam pembahasan selain menggunakan data kuantitatif juga data dokumentasi juga menjadi pedoman sebagai penunjang data yang didapat dari penyebaran angket, sehingga data yang diperoleh akan menjadi akurat dan semakin lengkap.

Metode penelitian merupakan salah satu cara atau langkah yang digunakan untuk melakukan penelitian, seperti langkah pengumpulan data, menyortir data, menyusun data, menghitung dan menganalisis data serta mengimplementasikan data yang telah dikumpulkan. Suharsimi (1990: 134) mengidentifikasi metode penelitian merupakan cara-cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Dalam pengertian yang lain bahwa metode penelitian adalah merupakan salah satu cara yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan baru atau memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Dengan penelitian dapat menarik kesimpulan dari sebuah permasalahan. Wunarno (1994: 131) mengemukakan :

Metode merupakan penelitian cara utama yang digunakan untuk mencapai hasil atau tujuan. Atau untuk menguji serangkain hipotetsis


(35)

dengan menggunakan teknis atau alat-alat tertentu, cara utama

dipergunakan apabila setelah diadakan penelitian serta

memperhitungkan kesesuaian rumus-rumus yang digunakan.

Dari pengertian kutipan di atas bahwa suatu penelitian harus menggunakan metode yang tepat sebagai alat sehingga terdapat kesesuaian antara tujuan penelitian, karakteristik peneltian serta dapat berfungsi sebagai alat pemecahan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini hanya ingin mengetahui pengaruh antara variabel X1, X2 terhadap Y, jadi penelitian menggunakan metode deskriftif untuk menggambarkan pengaruh secara sistematis antara variabel tersebut.

Dengan metode ini dapat mengungkapkan keterkaitan pendidikan dan pelatihan serta kompetensi kepala sekolah dasar dan sejauh mana hubungannya dengan kinerja kepala sekolah dasar di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang telah dipilih adalah seluruh kepala sekolah dasar yang berada di ibukota Kecamatan Se-Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau, dengan alasan bahwa peneliti akan memberikan kontribusi sesuai dengan judul yang telah ditentukan. Kenapa dipilih kepala sekolah yang berada di ibukota kecamatan karena alam Kabupaten Natuna terdiri dari pulau-pulau dan sulit terjangkau, kalauppun terjangkau memerlukan waktu yang lama maka peneliti memilih lokasi Kepala Sekolah Dasar yang berada di ibukota kecamatan.


(36)

D. Populasi dan Sampel 1. Penentuan Populasi

Dalam melakukan diperlukan data yang benar-benar valid dan reliabel, jadi untuk mendapatkan data seperti mana yang diharapkan maka data tersebut harus memadai dan relevan dengan tujuan permasalahan, serta sumber data atau informasi dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian serta dapat menarik kesimpulan dari data tadi. Adapun sumber data dapat diperoleh dari objek penelitian, berupa manusia, peristiwa maupun gejala-gejala yang terjadi. Keseluruhan objek yang kita analisa tadi disebut populasi.

Penentuan populasi merupakan bahagian dari tahap penelitian yang amat penting, sehingga populasi akan memberikan suatu informasi data dalam penelitian, tanpa populasi dalam penelitian yang menggunakan metode kuantitatif tidak mungkin dilakukan. Sanafiah (1994 : 324) “ populasi adalah sekelompok individidu yang memiliki satu atau lebih karakteristik, umum yang menjadi pusat perhatian penelitian.” Populasi juga bisa dari semua individu yang memiliki pola kelakuan tertentu atau bagian dari kelompok.

Surya dikutip oleh Suramijaya (1990:77) “ berpendapat lain mengatakan bahwa populasi adalah sejumlah individu atau subjek yang terdapat dalamnya kelompok tertentu yang berada dalam daerah yang jelas batas-batasnya, mempunyai pola kualitas yang khas serta


(37)

mempunyai keberagaman ciri yang dapat diukur secara kuantitatif, untuk memperoleh kesimpulan dalam penelitian.

Selanjutnya menurut Sugiyono (2008: 90) mengemukakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian dapat ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini dipilih kepala sekolah yang ada di kota kecamatan sebanyak 100 kepala sekolah.

2. Penentuan Sampel Penelitian

Sugiyono (2008: 91) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimikili oleh populasi tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mempunyai kesanggupan untuk mempelajari semua yang ada pada populasi karena keterbatasan, dana, tenaga dan waktu maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi. Dalam pengabilan sampel harus sesuai dengan ketentuan dan kaidah dalam penelitian.

Riduwan (2007: 56) menyebutkan bahwa sampel adalah bagian dari populasi, sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan mewakili seluruh populasi. Dan apabila jumlah populasinya kecil, peneliti merasa ragu akan kebenaran data maka lebih baik semua populasi diapakai sebagai sampel yang diistilahkan dengan sampel jenuh. Sebaliknya bila populasinya terlalu besar maka


(38)

sebaiknya ditarik sampel saja asalkan sampelnya representatif atau dapat mewakili semua karakter populasi.

Teknik penarikan sampel menurut Taro Yamane dalam Ridwan (20007: 65) sebagai berikut:

n=

.

Keterangan: n = Jumlah Sampel N = Jumlah populasi

= Presesi yang ditetapkan

Namun peneliti tidak memakai rumus di atas mengingat jumlah sampel tersebar di pulau-pulau dan sulit terjangkau, kalaupun terjangkau memakan waktu yang lama, maka peneliti hanya menggunakan pedoman

dari Roscoe dalam merumuskan sampel. Menurut Roscoedalam bukunya

yang berjudul Research Methods for Busines (Sugiyono:74) memberikan saran-saran tentang ukuran sampel untuk penelitian seperti berikut ini:

(1)Ukuran sample yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500. (2)Bila sampel dibagi dalam kategori (misalnya: pria-wanita, pegawai negeri-swasta dan lain-lain), maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30. (3)Bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate (korelasi atau regresi ganda misalnya), maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti. Misalnya variable penelitiannya ada 5 (independent dan dependent), maka jumlah anggota sample = 10 x 5 = 50. (4)Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, yang menggunakan kelompok eksperimen dan kelompok control, maka jumlah anggota sample masing-masing kelompok antara 10 sampai dengan 20.


(39)

Selanjutnya Nasution berpendapat berkenaan dengan teknik penarikan sampel “ ... mutu penelitian tidak selalu ditentukan oleh besarnya sampel akan tetapi oleh kokohnya dasar dan teori, desain penelitian serta mutu pelaksanaan penelitian dan pengolahannya”. Diperkuat dengan pendapat Sukardi (2004: 55) menyatakan” untuk penelitian sosial, ekonomi dan politik yang berkaitan dengan masyarakat yang mempunyai karaktersitik yang heterogen, maka pengambilan sampel disamping syarat tentang besarnya sampel harus memenuhi syarat

representativenees (keterwakilan) atau mewakili semua komponen

pupulasi”. Jadi berdasarkan beberapa teori di atas maka peneliti hanya mengambil sampel 15 kali dari jumlah variabel yang diteliti, dengan rincian 15 x 3 = 45 kepala sekolah yang tersebar di delapan kecamatan se Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau.

Berdasarkan jumlah persebaran sampel yang telah dihitung maka mengingat kondisi alam di Kabupaten Natuna terdiri dari pulau-pulau dan letak sekolah dasarnya terpisah maka yang menjadi objek penenlitian adalah sekolah-sekolah yang berada di pusat kota kecamatan, dengan formula sebagai berikut:

S=

×

S = Jumlah sampel unit secara proporsional

S = Jumlah Seluruh sampel

N= Jumlah populasi


(40)

Persebaran sampel di setiap kecamatan sebagai berikut :

Kecamatan Searasan = 15/100 X 45 = 7 orang Kepala Sekolah

Kecamatan Bunguran Timuar = 20/100 X 45 = 9 orang Kepala Sekolah Kecamatan Bunguran Barat = 24/100 X 45 = 11orang Kepala Sekolah

Kecamatan Midai = 7/100 X 45 = 4 orang Kepala Skolah

Kecamatan Pulau Tiga = 12/100X 45 = 10 orang Kepala Sekolah

Kecamatan Subi = 5/100 X 45 = 2 orang Kepala Sekolah

Kecamatan Batubi Jaya = 12/100 X 45 = 5 orang Kepala Sekolah

Kecamatan Serasan Timur = 5/100 X 45 = 2 orang Kepala Sekolah Berdasarkan perhitungan persebaran sampel diatas maka untuk memudahkan peneliti dalam memilah-milah sampel tersebut maka dibuat dalam sebuah tabel sebagai berikut:

Tabel 3.1 Persebaran Sampel

No Nama Kecamatan Populasi Jumlah Sampel

1 Kecamatan Serasan 15 7

2 Kecamatan Bunguran Timur 20 9

3 Kecamatan Bunguran Barat 24 11

4 Kecamatan Midai 7 4

5 Kecamatan Pulau Tiga 12 5

6 Kecamatan Subi 5 2

7 Kecamatan Batubi Jaya 12 5

8 Kecamatan Searasan Timur 5 2


(41)

E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian.

Teknik pengumpulan data dengan teknik angket. Suharsimi (2006: 32), teknik angket yaitu cara pengumpulan data dengan mengajukan sejumlah pertanyaan-pertanyaan tertulis melalui sebuah daftar petanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Angket disebarkan pada 45 orang kepala sekolah yang tersebar di kota kecamatan di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah suatu cara untuk mengumpulkan informasi atau keterangan mengenai subjek penelitian. Dengan menggunakan teknik penyebaran angket tertutup. Adapun langkah-langkah pengumpulan data tersebut adalah:

1. Penentuan Alat Pengumpul Data

Dalam penelitian ini angket merupakan suatu alat untuk mendapatkan informasi berupa data primer, sedangkan angket yang dugunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup, yaitu suatu bentuk angket yang jawabannya sudah ada, sehingga memudahkan responden dalam memilih jawaban atas pertanyaan yang udah disediakan. Disamping angket peneliti juga menggunakan alat tes berupa tes kompetensi yang disebarkan pada kepala sekolah, ini khusus variabel X2, sedangkan variabel X1 dan Y tetap menggunakan angket berupa instrumen, John W. Best dalam Sanafiah Faisal (1988: 178)

Angket menghendaki jawaban pendek, atau jawabaan yang diberikan dengan membubuhkan tanda tertentu, disebut jenis angket tertutup, angket demikian biasanya meminta jawaban singkat dengan pola “ ya “ atau “ tidak” dan jawaban dengan


(42)

membubukan chck (√) pada item yang termuat dalam lembaran jawaban.

Adapun alasan penulis menggunakan angket dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Dapat mengumpulkan data yang relatif singkat yang diperlukan

penulis.

b. Memudahkan responden menjawab pertanyaan pada tempat yang

sudah disediakan.

c. Memudahkan dalam pengelompokkan data dan perhitungannya.

d. Adanya efisiensi dari segi tenaga, biaya, dan waktu pengumpulan data.

2. Penyusunan Alat Pengumpul Data

Dalam menyusun alat pengumpulan data, peneliti berpedoman pada lingkup variabel yang terkait. Seperti pendidikan dan pelatihan, kompetensi kepala sekolah serta kinerja kepala sekolah di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau. Dalam menyusun instrumen yang berbentuk angket langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut:

1. Memaknai ketentuan-ketentuan yang telah ada serta relevan, kemudian

mementukan indikator dari setiap variabel yang dianggap penting untuk ditanyakan, serta menetapkan teori sebagai acuan.

2. Menetapkan bentuk angket.

3. Membuat kisi-kisi butir angket dalam bentuk matriks yang sesuai


(43)

4. Menyusun pertanyaan-pertanyaan dengan disertai alternatif jawaban yang akan dipilih oleh responden dengan berpedoman pada kisi-kisi butir angket yang sudah dibuat.

5. Menetapkan kriteria skor untuk setiap item alternatif jawaban dengan

menggunakan skala Likert, yaitu skor tertinggi nilainya 5 dan skor terendah nilainya 1. Kriteria skor variabel X1, X2 dan Y pernyataan

Tabel 3.2 Skala Likert

Alternatif Jawaban Skor SS= Sanngat Setuju

ST= Setuju RR= Ragu Ragu TS = Tidak Setuju

STS = Sangat Tidak Setuju

5 4 3 2 1

F. Tahap Uji Coba Angket a. Validitas Rasional

Thorndike dan Hagen (1977: 58 ) mengemukakan “ Since the

analysis is essentiallly a rational and judgmental one, this is sometime spoken af as rationan or logical validity.’ Maksud dari pernyataan di atas

adalah proses penyusunan instrumen terlebih dahulu penulis menyusun isinya dengan menggunakan rasional dan dikonsultasikan dengan pembimbing untuk disahkan.

Arikunto dalam Akdon (2008:143) yang dimaksud dengan validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesahehan suatu alat ukur. Jika instrumen dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu valid,


(44)

sehingga instrumen itu dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya dapat diukur.

b. Validitas Empirik

Validitas suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen berdasarkan uji soba angket. Adapun rumus yang digunakan dalam uji coba angket adalah menggunakan metode belah dua atau split half method (Akdon, 2008: 148) metode belah dua menggunakan sebuah tes dan dicoba satu kali. Pada waktu membelah dua dan mengkorelasikan dua belahan baru diketahui reliabilitas setengah tes saja. Jadi dalam menentukan validitas epirik peneliti

menggunakan rumus dalam Akdon (2008:144) sebagai

berikut:

=

∑ −∑ ∑

. ∑ . ∑ ∑

Berasarkan rumus validitas empirik yang telah dibuat dapat dirancang penyusunan angketnya sebagai berikut. Variabel X1, pendidikan dan pelatihan dengan jumlah 20 item, dan variabel X2, kompetensi kepala sekolah sebanyak 80 item, sedangkan Variabel Y Kinerja kepala sekolah sebanyak 20 item, jadi jumlahnya menjadi 120 item, ini termasuk yang tidak valid. Sebagai bahan pertimbangan bahwa khusus variabel X2 peneliti menggunakan sistem uji kompetensi dengan menggunakan tes kompetensi kepala sekolah sebanyak 80 item pertanyaan, dengan bentuk soal pilihan ganda.


(45)

Dari jawaban yang diberikan oleh kepala sekolah akan dihitung skorenya dan diuji validitasnya. Data yang didapat dari uji validitas tersebut berupa data ordinal, karena data ordinal tidak terdapat di dalam skala likers maka diubah data tersebut menjadi data interval dengan rumus yang di kemukakan oleh Akdon (2008:178)

= 50 − 10(! − ! $ " )

Berdasarkan hasil perhitungan yang penulis lakukan variabel X1, Pendidikan dan Pelatihan dengan bantuan Microsoft Exel 2003 maka diperolah data dari 20 item pernyataan semua item dinyatakan valid,

dengan analisa sebagai berikut: apabila diketahui % = 0,05 dan dk =

20-2= 18 , dengan uji satu pihak maka diperoleh t-tabel = 1,73. Setelah

dihitung t-tabelnya lalu dibuat sebuah keputusan dengan

membandingkan t-hitung dengan t-tabel sehingga terdapat keputusan sebagai berikut:

Jika t-hitung > t-tabel maka item tersebut dinyatakan valid dan layak

untuk disebarkan pada responden.

Jika t-hitung < t-tabel maka item itu tidak valid jadi item tersebut tidak

layak untuk disebarkan pada responden. Untuk mengetahui hasil keseluruhan dari item yang valid khusus untuk variabel X1 dapat dilihat pada lampiran 3.5.

Khusus variabel X2 Kompetensi Kepala Sekolah, karena permintaan dari dosen pembimbing peneliti tidak menggunakan angket, tetapi memakai alat tes yang disebut dengan tes kompetensi kepala


(46)

sekolah . Dari tes kompetensi kepala sekolah dengan bentuk soal pilihan ganda dan jawabannya hanya satu yang benar maka sulit diolah dengan program Exel 2003, jadi peneliti menguji validitas dengan menggunakan Anates. Dari 80 item soal yang telah disebarkan pada 30 orang kepala sekolah maka dapat diambil kesimpulan bahwa semua item soal tes kompetensi kepala sekolah dinyatakan valid dalam penghitungan Anates disebut dengan istilah signifikan.

Selanjutnya penghitungan variabel Y Kinerja Kepala Sekolah pengolahannya sama seperti X1 menggunakan program Microsoft Exel 2003, disebarkan 30 responden denga 20 item pernyataan didapat hasil semuanya dinyatakan valid dan dapat dipergunakan untuk angket penelitian.

Berdasarkan hasil perhitungan validitas angket yang akan disebarkan maka peneliti memutuskan untuk menyebarkan angket variabel X1 dengan 20 item penyataan, 80 butir tes kompetensi kepala sekolah khusus variabel X2 serta 20 item pernyataan variabel Y. Angket dan tes kompetensi tersebut disebarkan pada 45 orang kepala sekolah yang telah dipilih sebagai sampel.

c. Uji Reliabilitas

Reliabilitas merujuk pada satu pengertian bahwa instrumen yang telah dibuat oleh penulis berupa angket dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data.


(47)

Uji reliabilitas ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keajegan atau ketepatan setiap item yang digunakan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Suharsimi Arikunto (2003:170) bahwa “reliabilitas menunjuk pada pengertian bahwa instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik”.

Instrumen yang reliabel berarti instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2005:267). Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal dapat dilakukan dengan test-retestb (stability), equivalent, dan gabungan keduanya. Secara internal reliabilitas instrumen dapat diuji dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen dengan teknik tertentu (Sugiyono, 2005:273).

Untuk menguji reliabilitas instrumen dalam penelitian, dapat digunakan Teknik Belah Dua (split half) yang dianalis dengan rumus Spearman Brown. Untuk keperluan itu, maka butir-butir instrumen dibelah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok instrumen nomor ganjil dan kelompok instrumen nomor genap. Selanjutnya skor total antara kelompok ganjil dan kelompok genap dicari korelasinya dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment:

( )( )

( )

{

2 2

}

{

2

( )

2

}

Y Y N X X N Y X XY N rxy Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ =


(48)

Kemudian hasil korelasi tersebut dimasukkan dalam rumus Spearman Brown:

b b i

r r r

+ =

1 . 2

(Sugiyono, 2008:190)

Riduwan dan Sunarto (2007:348) mengatakan:

Reriabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah dianggap baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Reiliabel artinya dapat dipercaya juga dapat diandalkan. Pengujian reliabilitas dapat dilakukan secara eksternal (stability/test retest, equivalent atau gabungan keduanya) dan secara internal (analisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen).

Dalam analisis ini apabila item dikatakan valid pasti rerliabel, namun peneliti masih menggunakan rumus serta langkah-langkah perhitungan sebagai berikut:

1. Menjumlah serta menghitung item ganjil dengan tabel perhitungan. 2. Menghitung korelasi product moment

3. Menghitung reliabilitas seluruh tes dengan rumus Spearman Brown 4. Mencari r-tabel apabila diketahui signifikansi = 0,05 dan dk=

20-2=18

5. Membuat keputusan dengan membandingkan hitung dengan r-tabel.

Langkah berikutnya menentukan keputusan sebagai berikut : Jika r-hitung > r-tabel maka reliabel.


(49)

Jika r-hitung < r-tabel maka tidak reliabel.

Berdasarkan perhitungan dengan langkah-langkah yang telah ditetapkan dengan berdasarkan angket yang disebarkan maka didapat hasil sebagai berikut, nilai r-hitung = 0,93 sedangkan nilai r-tabel = 0,84. Jadi dapat disimpulkan berdasarkan keketentuan diatas r-hitung lebih besar dari r-tabel maka item pertanyaan 20 buah setelah disebarkan pada 30 orang kepela sekolah khusus X1 (pendidikan dan pelatihan) semua item dinyatakan reliabeli.

Selanjutnya untuk variabel X2 Kompetensi kepala sekolah dengan menggunakan alat tes, sebanyak 80 item pertanyaan dengan bentuk soal pilihan ganda dan diolah dengan program “Anates” seluruh item soal dinyatakan reliabel dan cukup terandalkan untuk digunakan.

Untuk variabel Y Kinerja kepala sekolah, dapat dianalisis dengan program Microsoft Exel 2003 diperoleh hasil sebagai berikut, diperoleh angka r-hitung =0,96, sedangkan angka r-tabel 0,48. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan bahwa hasil r-hitung lebih besar dari r-tabel maka item pernyataan dinyatakan reliabel dan bisa dijadikan instrumen untuk kegunaan penelitian.

Dari beberapa perhitungan uji reliabilitas di atas baik mengitung atau menganalisa dengan Microsoft Exel maupun menggunakan anates maka dapat disimpulkan bahwa instrumen berupa pernyataan serta alat


(50)

tes kompetensi khusus varibel X2 dinyatakan reliabel, dan dapat digunakan untuk keperluan penelitian

G. Teknik Analisis Data

Instrumen yang akan digunakan terlebih dahulu di uji coba. Setelah diuji coba selanjutnya diuji validitasnya dan realibilitasnya. Apabila data telah terkumpul maka data kuantitatif itu dianalisis melalui statistik, dengan uji normalitas, uji homogenitas, uji persamaan korelasi, regresi sederhana dan korelasi ganda serta uji hipotesis. Ini dapat dilihat pada daftar lampiran. 1. Penerapan data Sesuai dengan Pendekatan Penelitian

Dalam tahapan ini dilakukan pengolahan data yang diperoleh dengan menggunakan rumus-rumus atau aturan-aturan yang ada, sesuai dengan pendekatan penelitian atau desain yang diambil. Pada tahapan ini langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Menghitung Kecenderungan Responden

Teknik ini digunakan untuk mencari gambaran kecenderungan antar variabel atau untuk menggambarkan seberapa besar pengaruh pendidikan dan pelatihan serta kompetensi terhadap kinerja kepala sekolah,sekaligus untuk menentukan kedudukan setiap indikator dengan menggunakan rumus Waighted Means Scored (WMS) yaitu:

n x

X =


(51)

X = Rata-rata skor responden

X = Jumlah skor dari setiap alternatif jawaban responden n = Jumlah responden

Kemudian mencocokkan hasil perhitungan setiap variabel dengan kriteria masing-masing, untuk menentukan dimana letak kedudukan setiap variabel atau dengan kata lain menentukan arah dari masing-masing variabel tersebut. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan WMS ini adalah sebagai berikut:

1. Menyeleksi data agar dapat diolah lebih lanjut, yaitu dengan memeriksa

jawaban responden sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

2. Menentukan bobot nilai untuk setiap kemungkinan pada setiap item

variabel penelitian dengan menggunakan skala penilaian yang telah ditentukan, kemudian menentukan skornya.

3. Menghitung skor rata-rata dari setiap variabel untuk mengetahui

kecenderungan umum dari setiap variabel penelitian

4. Menentukan kriteria pengelompokan WMS untuk skor rata-rata setiap

kemungkinan jawaban.

5. Mencocokan hasil perhitungan setiap variabel dengan kriteria

masing-masing untuk menentukan dimana letak kedudukan setiap variabel, atau dengan kata lain kemana arah kecenderungan dari masing-masing variabel tersebut.


(52)

Tabel 3.3

Tabel Konsultasi Hasil Perhitungan WMS Rentang

Nilai Kriteria

Penafsiran

Variabel X1 Variabel X2 Variabel Y

4,00 – 5,00 Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik

3,00 – 3,99 Baik Baik Baik Baik

2,00 – 2,99 Cukup Baik Cukup Baik Cukup Baik Cukup Baik

1,00 – 1,99 Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik

b. Mengubah Skor Mentah menjadi Skor Baku

Untuk mengubah skor mentah menjadi skor baku digunakan rumus yang dikemukakan oleh Sudjana (1996:104) sebagai berikut:

( )

s

x

X

T

i

=

50

+

10

i

Keterangan: Ti = Skor baku

X = Data skor untuk masing-masing responden X = Rata-rata skor responden

S = Simpangan baku (standar deviasi)

Sebelum menggunakan skor mentah menjadi skor baku, maka langkah-langkah yang harus ditempuh terlebih dahulu adalah sebagai berikut :


(53)

2)Menentukan skor tertinggi dan skor terendah

3) Menentukan rentang (R), yaitu skor tertinggi (ST) dikurangi skor

terendah (SR) dengan rumus:

R = ST - SR

4)Menentukan banyaknya kelas interval (bk) dengan menggunakan

rumus:

Bk = 1+ (3,3) log n

5) Menentukan kelas interval atau panjang kelas interval (P), yaitu

rentang dibagi banyak kelas dengan rumus:

6) Mencari rata-rata

( )

X dengan rumus :

7)Mencari simpangan baku (S) dengan rumus:

8)Mengubah skor mentah menjadi skor baku dengan rumus:

P =

bk R

= fi xi fi X .

(

)

( )

1

2 2 2

=

n

n

fixi

fixi

n

S

Ti = 50+10 

     S X X


(54)

c. Uji Normalitas Distribusi Data

Uji normalitas distribusi data digunakan untuk mengetahui dan menentukan teknik statistik apa yang akan digunakan pada pengolahan data selanjutnya. Apabila penyebaran datanya normal maka akan digunakan statistik parametrik sedangkan apabila penyebarannya tidak normal maka akan digunakan teknik statistik non parametrik. Rumus yang digunakan untuk pengujian normalitas distribusi data digunakan

Rumus Chi Kuadrat

( )

2

x :

(

)

2

2 =

i i i

E E O X

Keterangan: 2

X = Chi kuadrat yang harus dicari

i

O

= Frekuensi hasil pengamatan i

E

= Frekuensi yang diharapkan

Angka yang ditempuh dalam menggunakan Rumus Chi Kuadrat tersebut adalah sebagai berikut :

1) Membuat tabel distribusi frekuensi untuk memberikan harga-harga

yang digunakan dalam menentukan rentangan, kelas interval, panjang kelas dan mencari rata-rata/simpangan baku

2) Menentukan batas bawah dan batas atas interval


(55)

S

X

X

Z

=

i

Keterangan:

X = Rata-rata distribusi

i

X

= Skor batas kelas distribusi S = Simpangan Baku

4) Mencari luas daerah antara O dengan Z (O-Z) dari tabel distribusi Chi

Kuadrat.

5) Mencari luas tiap interval dengan cara mencari selisih luas O – Z kelas

interval.

6) Mencari frekuensi yang diharapkan (Ei) dengan cara mengalihkan luas

tiap kelas interval dengan

2

f

atau n

7) Mencari frekuensi pengamatan

( )

Oi dengan cara mengisikan

frekuensi

( )

fi tiap kelas interval sesuai bilangan pada tabel distribusi

frekuensi.

8) Mencari Chi Kuadrat

( )

2

X dengan memasukan harga-harga ke dalam

rumus :

2

2 ( )

i i i E E O

X =

9) Menentukan keberartian X dengan cara membandingkan 2 X2hitung


(56)

2

X hitung < X2tabel dan distribusi data dikatakan tidak normal apabila

2

X hitung > X2tabel.distribusi data dikatakan normal.

d. Menguji Hipotesis Penelitian

1. Analisis Korelasi

Perhitungan analisis korelasi dimaksudkan untuk mengetahui kekuatan pengaruh antara variabel serta memperlihatkan arah korelasi antara variabel yang diteliti, dengan menggunakan rumus Korelasi Product Moment yaitu:

(

)( )

(

)

{

}

{

( )

}

− − − = 2 2 2 2 i i i i i i i i xy Y Y n X X n Y X Y X n r Keterangan:

n = Jumlah responden

XY

= Jumlah perkalian X dan Y

X

= Jumlah skor item

Y

= Jumlah skor total (seluruh item)

2

X

= Jumlah skor-skor X yang dikuadratkan

2

Y

= Jumlah skor-skor Y yang dikuadratkan

Hasil uji korelasi berupa koefisien korelasi kemudian dikonsultasikan pada tabel konsultasi koefisien korelasi sebagai berikut Akdon dan Hadi (2004: 188).


(57)

Tabel 3.4 Tabel Konsultasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,80-1,000 Sangat Kuat

0,60-0,799 Kuat

0,40-0,599 Cukup Kuat

0,20-0,399 Rendah

0,00-0,199 Sangat Rendah

e. Uji Signifikansi

Uji signifikansi ini adalah untuk menentukan apakah variabel

X1,X2 tersebut signifikan terhadap variabel Y. Uji signifikansi ini

dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Sudjana (1996:455) yaitu:

2 1

2

r n r t

− − =

Keterangan:

t = Nilai yang dicari r = Koefisien korelasi n = Banyaknya populasi

Menguji taraf signifikansi yaitu dengan membandingkan harga t hitung dengan t tabel dengan tingkat kepercayaan tertentu dan dengan dk=n-2. Koefisien dikatakan signifikan atau memiliki arti apabila harga t hitung > t tabel.

f. Uji Koefisien Determinasi

Uji koefisien determinasi dilakukan untuk menyatakan besar kecilnya sumbangan variabel penelitian. Penghitungan determinasi


(1)

164

pase, sehungga dalam berinteraksi setiap individu sedang tumbuh dan berkembang akan dipengaruhi oleh lingkungan yang sulit terkendali. 3. Dari hasil penelitian dapat memberikan gambaran bahwa variabel X1

Pendidikan dan Pelatihan dengan skor jawaban responden 2,90, ini berada pada kategori cukup baik, namun masih perlu peningkatan karena ada salah satu indikator yang belum mencapai hasil yang diharapan seperti indikator tingkat keahlian setelah mengikuti pelatihan hanya mendapat nilai 2,71 ini berada pada kategori cukup. Menurut Mukaram dan Mirwansyah (1997:54) pendidikan dan pelatihan mencakup kegiatan-kegiatan yang diselinggarakan untuk meningkatkan kemampuan (kompetensi) seseorang secara menyeluruh dalam arah tertentu.

4. Untuk penelitian lebih lanjut; Perlu peningkatan lebih jauh dan mendalam tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Kinerja Kepala Sekolah dengan pendekatan yang berbeda, misalnya pendekatan kualitatif, agar dapat diketahui secara lebih cermat dan mendalam tentang faktor penentu dari Kinerja Kepala Sekolah. Dan untuk pendekatan yang sama, yakni kuantitatif, pengukuran variabel secara substantif bukan didasarkan persepsi atas suatu kondisi, perlu dikembangkan untuk memperoleh gambaran dan pemahaman yang lebih akurat.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Akdon (2007), Strategic Managemen (For Education Management). Bandung : Alfabeta.

Akdon (2008) Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk Administrasi & Manajemen. Bandung: Dewa Ruchi

Amstrong, Michael (1996). A Handbook Of Personnel Managemen Practice, (Sixth Ed) London: Kogan Limited 120 Pentonvilleoad.

Arikunto,Suharsimi. (2003). Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta :Bumi Aksara. Cetaka ke 11.

Banghart, Frank W and Trull Allbert (...). Educational Planning. New York: The Macmillan Company.

Cascio, W. F. (1992). Managing Human Resources: Produktivity, Quality of Work Life, Profits. New York: McGraw-Hill Book Company.

Castetter, William, B. (1996). The Human Resource Function in Educational Administration. New Jersey

Chis Pipho, (1979), Competence Testing: A Response ti Arthur Wise, Educator should face the fact and make minimum competence program work or they will lose public support.

C.E. Beeby (1981). Pendidikan di Indonesi. (....)

Danim Sudarman (2000), Inovasi Pendidikan. Bandung :Pustaka Setia.

Davis, Keith. (1993). Human Behavior at YY’or Organization Behavior, New Delhi: Mc Graw Hill, Canada.


(3)

Drucker, Peter F. (1997). Managing in a Time of Great Change. Terjemahan. Jakarta. PT. Alex Media Komputindo.

Fattah, Nanang (2006) Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Fernando Reimers (2009) ‘Global Competency is Imperative for Global Success”. The Chronicle of Hegher Education 55.21. Documen URL

Jason Kiker dan N, Susan Emeagwal. (2010). A. Snapshot of statis teacher Education and tarining programs”. Tersedia di www.acteon line.org _________, (2010), Teacher Recruitment and Retention,

www.acleonline.or/profiles.aspx

Jemes. J. Jones & Donald L.Walters. (2008). Human Resource Management in Education (terjemahan). Yogyakarta :Tim Kreatif QM.

J. Hunger David & Thomas L. Wheelen (2009). Manajemen Strategis (Terjemahan). Yogyakarta: Andi.

Judy Searle (2000). “ Defining Competency. Medical Education. (34). Flinders University. 263-366.

Hasibuan, SP, Malayu, (2002) Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Hoy,W,K. Dan Miskel (1987) Educational Administration, Theory, Research and Practice. New York: Random Hause.

Laura Tovey, (2007), Buil a Foundation for the list competencies, Library Technology Reports, www.techsource.ala.org.

Kasali, Renaldi (2004). Change. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Komariah Aan (2006) Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif. Bandung : Bumi Aksara.


(4)

Usman, Husaini (2008). Manajemen (Teori, Praktik & Riset Pendidikan). Jakarta : Bumi Aksara.

Nasution (2003) Metode Penelitian kuantitatif. Bandung : Transito.

Mulyono (2008). Manajemen Administrasi & Organisasi Pendidikan. Jokjakarta : AR-RUZZ Media.

Makmum. Syamsuddin Abin (1996). Analisis Posisi Pendidikan, Materi Penataran Perencanaan Pendidikan. Biro Perencanaan Pendidikan Depdikbud : Jakarta.

Makmun, Syamsudin Abin.(1996) Pengembangan dan Kinerja Tenaga Kependidikan Pedoman dan Intisari Perkuliahan. Bandung : PPS UPI.

Marwansyah dan Mukaram (2000) Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Politeknik Bandung.

Ridwan (2006) Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.

Richard J. Mirabile. (1997) “ Everything you wanted to know about competency modeling”. Training & Develolopment. 73-77.

Roger J. Plachy. (2009). When to lead? When to manege “ Acedemic research library. (63).12.S2.

___________(2009), Leading a Sea Change in Naval Education, http://www.trainingcommand.com


(5)

Rowe, Mason, Dickel and Snyder (1990) Strategic Management (A Metthodological Approach). Canada : Addison Wesley Publishing Company.

Richard J Mirabile, (1997), For Large-Scale change to Stick, it’s necessary to have the right content processes,and upport stuctures in place.

Rubin et al., (2007), The Competency movement within psychology: an historical perspective. Oct vol.38..

Sagala, Saeful (2009). Budaya dan Reinventing Organisasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Satori, Djam’an (2000). Quality Assurance, dalam Desentralisasi Pendidikan. Makalah Seminar Nasioanl UPI Bandung.

Sudarmayanti (2001). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Sutisna, Entis (2009). Pengadaan Kepala Sekolah. Jurnal Pendidikan.

Syaefudin, Udin, S. Dan Makmum, Abin, S. (2005). Perencanaan Pendidikan (Suatu Pendekatan Komprehensif). Bandung : Remaja Rosda Karya. Terry Sexton. (2010). The Seven levelsl of ledeship capasity”. tersedia di. www.

Training journal .com.

Thcano Kousoupidou (2010). “ self assesment in generalist preservice kindergarku techer education: insight on training, ability, environments, and policies”. Ares Education Policy Review III.105-III.

Undang-undang RI No. 20 Tahun (2003). Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Cv. Medya Duta


(6)

Undang - Undang RI. No 14. (2005). Tentang Guru dan Dosen. Bandung: Citra Umbara.

Vicki Espin, (2010), Emotional Intellegent Leadhership. www.trainingjournal.com.

Warren B. Newman, (1979), Comptency Testing: A Respon to Arthur Wise, Competency testing can provide helpful information to educators and the public.