Pengembangan Sekolah Efektif (Studi tentang Pengaruh Manajerial Kepala Sekolah terhadap Kinerja Sekolah dan Sekolah Efektifdi Kota Serang).

(1)

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN DAN KEASLIAN DISERTASI ... ii

PERSEMBAHAN ... iii

MOTTO ... iv

ABSTRAK ...v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ...xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Perumusan Masalah ...8

C. Tujuan Penelitian ...9

D. Signifikansi dan Manfaat Penelitian . ...10

E. Klarifikasi Konsep. ...11

F. Sistematika Penulisan ……….. 12

BAB II. KAJIAN TEORI A. Pengajuan Konstruk Teori Tradisi dan Modernitas ...14

B. Tradisi dan Orientasi Nilai Budaya ... 16

1.Munculnya Tradisi ...16

2. Orientasi Nilai Budaya ……….21

C. Pendidikan IPS ...29

1. Konsep Dasar Pendidikan IPS ...29

2. Tujuan Pendidikan IPS ...32

3. Karakter istik Pendidikan IPS ...36

D. Pengenalan Nilai-Nilai Modernitas dan Perkembangannya ...39

1. Modernitas ...39


(2)

E. Tarikan tradisi dan Modernitas di Kalangan Bangsawan Ternate ...46

F. Peranan Bangsawan Ternate Melestarikan Nilai-Nilai Tradisional ...55

G. Hasil Penelitian Terdahulu ……….. 58

BAB III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan, Metode, Teknik Pengumpulan Data ...67

1.Pendekatan ...67

2.Metode ...71

3.Teknik Pengumupulan data ...73

a)Observasi...73

b)Wawancara ...77

c)Studi Dokumentasi ...80

B. Instrumen dan Peran Peneliti ...81

C. Penentuan Subyek Penelitian ...83

1. Subyek Penelitian...83

2. Sumber Data...84

D. Prosedur Penelitian ...86

E. Analisis Data dan Penyajian ...87

BAB IV. PEMBAHASANA HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ...90

1. Sejarah Singkat Kota Ternate ...90

2 Kondisi Geografis dan Demografi ...93

a. Letak Geografis ...93

b. Iklim dan Tropis ...95

c. Jumlah Penduduk ...96

3. Kesultanan Ternate ...98

4. Perkembangan Islam dan Tradisinya di Ternate ...101

5. Kesultanan Ternate dalam Kekuasaan Belanda ...105

B. Temuan ...108

1. Pengenalan Nilai-nilai Modernitas di Kalangan Bangsawan Ternate ...109

2. Sikap dan Mentalitas Bangsawan Ternate Menghadapi Tarikan Tradisi dan Modernitas ...114

3. Gambaran Aktual Menegenai Tarikan Tradisi dan Modernitas di kalangan Bangsawan Ternate ...121 4. Peranan Bangsawan Ternate dalam Melestarikan Nila-nilai


(3)

Tradisional ...126

C. Pembahasan Temuan Penelitian... .131

a. Pengenalan Nilai-nilai Modernitas di Kalangan Bangsawan Ternate ...132

b. Sikap dan Mentalitas Bangsawan Ternate Menghadapi Tarikan Tradisi dan Modernitas ...138

c. Gambaran Aktual Menegenai Tarikan dan Modernitas di Kalangan Bangsawan Ternate ...155

d. Peranan Bangsawan Ternate dalam Melestarikan Nila-nilai Tradisional ...168

e. Hubungan Tarikan Tradisi dan Modernitas di Kalangan Bangsawan dalam Pendidikan IPS...173

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ...179

B. Rekomendasi ...181

DAFTAR PUSTAKA ...182


(4)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Dewasa ini, proses globalisasi sedang terjadi di Indonesia. Hal ini berpengaruh terhadap dinamika perkembangan budaya. Bangsa Indonesia diguncang berbagai masalah, terutama yang berhubungan dengan intervensi nilai-nilai modernitas terhadap nilai-nilai-nilai-nilai lokal sehingga mengancam kestabilan budaya nasional. Globalisasi sering dijadikan alasan sebagai sumber munculnya rasionalisasi, konsumerisme, dan komersialisasi budaya-budaya lokal. Globalisasi mengakibatkan masyarakat mengalami pergeseran nilai dan kehilangan identitas budaya.

Globalisasi dan modernisasi begitu kuat sehingga mampu merombak tatanan nilai-nilai kehidupan masyarakat dan komunitas lokal di Indonesia. Globalisasi juga telah membawa budaya modernitas yang sangat berbeda, bahkan cenderung ada yang berlawanan dengan budaya lokal di Indonesia. Pengaruh modernitas terhadap budaya dan tradisi sangat besar. Nmaun demikian, masyarakat mempunyai strategi tersendiri dalam merespon modernitas.

Saat ini, modernisasi yang berlangsung di Ternate dihadapkan pada tanggung jawab masyarakat terhadap nilai-nilai tradisional. Masyarakat harus mempunyai strategi merespon modernitas untuk menjaga kestabilan budaya. Dengan demikian, unsur-unsur modern mempengaruhi kebudayaan lokal yang bernilai.


(5)

2 Bangsawan Ternate dan masyarakat secara luas menunjukkan perbedaan sikap dan mentalitas dalam mempersiapkan diri menghadapi modernitas. Sejak dulu sampai sekarang, sistem sosial dan nilai-nilai budaya yang dikembangkan oleh kaum bangsawan Ternate menjadi sumber penguatan dan legitimasi kekuasaan tradisional. Oleh sebab itu, kaum bangsawan masih tetap melestarikan nilai-nilai budaya sebagai pedoman berinteraksi dengan kelompok masyarakat lain. Hal tersebut membuktikan bahwa sejak lama masyarakat Ternate telah memiliki sistem nilai-nilai tradisional yang dijunjung tinggi sampai saat ini.

Perkembangan modernitas yang dialami masyarakat Ternate menimbulkan pertentangan tradisi dan modernitas. Kedua faktor ini saling mempengaruhi sistem sehingga berimplikasi terhadap tatanan nilai-nilai budaya dan tradisi. Ketidakseimbangan pola pengembangan kebudayaan dapat menimbulkan goncangan-goncangan kebudayaan masyarakat pada masa yang akan datang. Ogrburn (1964:728)” mengungkapkan bahwa ketidakseimbangan dalam perubahan-perubahan kebudayaan dan” cultural lag” atau oleh George Simmel menyebut dengan istilah tragedi kebudayaan (George Ritzer dan Douglas, 2007). Kedua pendapat ini mengacu pada kecenderungan dari kebiasaan-kebiasaan sosial dan pola-pola organisasi sosial yang terbentuk. Akibatnya adalah perubahan sosial selalu ditandai oleh ketegangan atau goncangan antara kebudayaan materil dan nonmateril.

Proses perkembangan masyarakat Indonesia, sebagaimana digambarkan oleh Wertheim (1999: 228) bahwa pada mulanya, kota-kota pelabuhan Indonesia didominasi oleh para pangeran yang terdiri atas anggota keluarga dan pejabat.


(6)

3 Perdagangan dilakukan secara aristokrasi, dibantu para bangsawan. Kebanyakan mereka adalah orang asing dan oyang yang tetap mempertahankan kebudayaan mereka sendiri. Penyebaran elemen-elemen kebudayaan ini ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia sangat sulit. Namun, raja bersama pengikutnya mengadopsi elemen-elemen kebudayaan modernitas tersebut. Perubahan kebudayaan yang terjadi dalam masyarakat pada umumnya berdasarkan tradisi. Elemen-elemen baru hanya dapat menyebar jika disucikan oleh mereka yang dianggap sebagai pengaman tradisi.

Secara geografis di bagian Timur Indonesia khususnya Ternate dikenal sebagai salah satu kerajaan pesisir pantai. Sejak awal kehidupan masyarakat Ternate selalu terbuka terhadap pengaruh luar. Wertheim (1999:229) mengatakan bahwa kerajaan pesisir ini berhubungan dengan agama Islam yang dibawa oleh para pedagang asing. Pengaruh budaya dari dunia pedagang dan pelaut muslim internasional. Pengaruh budaya tertanam dalam kebiasaan masyarakat. Pendapat Wertheim ini sejalan dengan Salim (2002:158) bahwa reformasi agama adalah bentuk kajian pengaruh Islam atas bentuk kebudayaan lokal. Pergulatan Islam sebagai sebuah ideologi sosial yang bersifat eksternal dan asimilasi kebudayaan yang terbentuk akibat sentuhan peradaban.

Wertheim (1999:132) menjelaskan bahwa kerajaan-kerajaan di Indonesia memiliki ketergantungan pada kekuatan Belanda yang diperkuat oleh kewenangan tradisional. Perkembangan dan kemajuan kebudayaan Eropa mulai meluas pada lingkungan orang Idonesia dan Cina-Indonesia,terutama bagian dari kelas atas dan menengah perkotaan. Ketika itu, terjadi peniruan pola budaya Barat (Portugis,


(7)

4 Spanyol, Belanda, dan Inggiris) sehingga meninggalkan bekas yang tidak dapat dihapuskan dalam masyarakat Indonesia.

Kehadiran Portugis selama 57 tahun dan Spanyol selama 142 tahun di Maluku telah memperkaya kebudayaan Maluku. Pengaruh kebudayaan paling kuat terutama dalam bidang bahasa. Banyak perbendaharaan kata dalam bahasa-bahasa di Maluku (Ternate) yang berasal dari bahasa-bahasa Spanyol dan Portugis. Orang-orang di seluruh Maluku dan Maluku Utara sampai saat ini masih tetap menyebut kadera (kursi), tabako (tembakau) oras (waktu), soldado (tentara), pai (ayah), mai (ibu) dan lain-lain. Pada bidang musik, Maluku Utara diperkaya dengan musik keroncong, tari Soya-soya dan tari Dadansa (Amal, 2009: 354). Berkenaan dengan bahasa, Levi-Strauss (2007:77) mengungkapkan “bahasa merupakan fenomena sosial”. Pada awalnya bahasa diperlakukan sebagai produk kebudayaan, karena bahasa yang dipergunakan di tengah masyarakat merefleksikan kebudayaan masyarakat itu secara umum. Dengan demikian, bahasa merupakan salah satu unsur elemen kebudayaan (Levi-Strauss, 2007:92-93).

Bangsawan Ternate mengalami hambatan dalam merespon perubahan dan modernitas. Akibat terbentuknya ideologi pengultusan nilai-nilai komunal yang dilestarikan oleh kaum bangsawan Ternate dan kerabatnya secara turun-temurun. Pengultusan nilai-nilai komunal inilah merupakan sumber penguatan prinsip-prinsip yang diyakini semua golongan bangsawan dan para kerabatnya. Bangsawan Ternate dan kerabatnya masih mengalami dilema dalam menghadapi tarikan tradisi dan modernitas.


(8)

5 Perkembangan kebudayaan Barat telah lama berlangsung dalam kehidupan masyarakat, terutama bagi kehidupan bangsawan kerajaan Ternate. Kaum bangsawan sudah memiliki kesadaran secara kolektif dalam merespon kemajuan dan modernitas secara berkesinambungan. Kaum bangsawan Ternate telah diperkenalkan nilai-nilai kebudayaan baru oleh orang-orang Eropa melalui pendidikan.

Masyarakat Ternate secara luas, menunjukkan sikap dan mentalitas yang bersifat terbuka dalam menghadapi pengaruh tradisi dan modernitas. Hal ini terjadi seiring dengan dinamika masyarakat dan kebudayaannya. Saat ini masyarakat Ternate berupaya bersama meningkatan kualitas sumber daya manusia melalui lembaga lembaga pendidikan. Akumulasi masyarakat terdidik dapat membentuk kesadaran dan pemahaman terhadap perubahan dan kemajuannya secara komprehensif. Masyarakat Ternate menerima nilai-nilai baru tanpa mengabaikan nilai-nilai kebudayaan dan tradisi.

Gerakan pendidikan menjadi awal munculnya elite intelektual di kalangan bangsawan Ternate. Elite intelektual ini kemudian menjadi aktor utama dalam mencetuskan ide-ide pembaharuan dalam kehidupan masyarakat. Dengan adanya ide-ide perubahan tersebut membuat masyarakat Ternate mulai menerima proses perubahan yang turut menciptakan situasi dan suasana masyarakat yang lebih bersifat dinamis. Artinya, di dalam kehidupan masyarakat mulai muncul pemikiran-pemikiran baru baik yang dibawa oleh elite intelektual Ternate pada masa lalu maupun elite intelektual pada masa sekarang.


(9)

6 Bertolak dari gambaran di atas, dapat dikatakan bahwa setiap perubahan yang terjadi pada suatu masyarakat, pada awalnya ditimbulkan oleh hasrat dan keinginan baik individu maupun kelompok dalam suatu masyarakat yang memiliki kecenderungan untuk melakukan perubahan. Perubahan tersebut sebagai akibat akumulasi pengalaman individu dan kelompok yang memiliki pendidikan dan pengalaman organisasi sosial politik. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu saluran untuk peningkatan mutu dan kualitas hidup masyarakat untuk menjawab tatantangan dan perubahan akibat arus globalisasi dan modernisasi.

Salah satu langkahnya adalah berupaya mewujudkan suatu masyarakat atau komunitas lokal untuk menerima nilai-nilai modernitas adalah melalui pendididkan. Surherland (1983:21) menyatakan bahwa nilai-nilai tradisional sebagai warisan sejarah diperlukan dalam rangka penumbuhan identitas diri (jati diri) masyarakat lokal ketika menghadapi berbagai tantangan zaman, baik di masa kini maupun di waktu yang akan datang. Nilai-nilai tradisi adalah warisan sejarah berupa warisan nilai-nilai sosial budaya sebagai jati diri masyarakat.

Bangsawan dan masyarakat Ternate sulit melepaskan diri dari pengaruh arus modernitas. Masyarakat secara luas memiliki kecenderungan untuk menerima nilai-nilai kebudayaan baru secara selektif. Dalam mengelola nilai-nilai tradisi dan nilai-nilai modernitas masyarakat dan kaum bangsawan tetap dihadapkan pada pilihan sikap yang tidak menentu. Karena masyarakat telah mewarisi nilai-nilai tradisional sebagai pegangan dan pandangan hidup.

Fenomena yang muncul dalam masyarakat, terutama pada masyarakat lokal yaitu arus modernisasi telah menghadirkan krisis nilai-nilai budaya lokal


(10)

7 dalam masyarakat yang ditandai dengan disorientasi nilai budaya dan tradisi ke nilai-nilai baru yang menimbulkan konflik dalam masyarakat.

Permasalahan-permasalahan terlihat di seputar perkembangan masyarakat dan elite bangsawan lokal menghadapi tarikan tradisi dan modernitas. Pada wilayah-wilayah bekas kerajaan di Nusantara mulai menunjukkan identitas mereka masing-masing. Hal ini mengakibatkan kebangkitan gerakan masyarakat adat di berbagai wilayah Indonesia. Selain itu, gerakan tersebut menumbuhkan kesadaran baru pada komunitas lokal yang berbasis budaya dan tradisi setempat. Upaya kebangkitan adat merupakan suatu tindakan penguatan atau pemberdayaan masyarakat (Davidson, 2010).

Modernitas berpotensi memunculkan kesadaran baru yang mengarah pada penguatan identitas masyarakat baik di tingkat lokal, nasional, maupun global. Dalam konteks ini Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) menjadi dasar untuk mengantarkan masyarakat menuju kesadaran terhadap identitas diri dan nasional tanpa kehilangan jati diri. Ilmu pengetahuan Sosial berpotensi menjadi penghubung antara nilai-nilai ”partikularisme” dengan “universalisme” (Talcott Person dalam Dalyono, 2010: 7).

Fenton (1967) memaparkan bahwa IPS bukanlah studi yang berdiri sendiri, tetapi merupakan sekelompok bidang studi yang saling berhubungan yang meliputi Ilmu Politik, Ekonomi, Sejarah, Sosiologi, Geografi, Antropologi dan Psikologi. Tarikan tradisi dan modernitas terutama berada pada wilayah bidang studi antropologi dan sosiologi, karena inti dari antropologi dan sosiologi adalah kajian tentang kebudayaan dan perubahan sosial (Sztompka, 2007: v).


(11)

8 Pendidikan IPS, khususnya bidang studi sejarah, antropologi dan sosiologi digunakan sebagai wahana pewarisan budaya. Pendidikan IPS mengenalkan masyarakat untuk menerima nilai-nilai baru, tanpa menggeser nilai-nilai tradisional. Pendidikan IPS menjadikan nilai budaya lokal sebagai landasan. Pengenalan bentuk-bentuk budaya lokal melalui Pendidikan IPS (antropologi) dapat membentuk pemahaman peserta didik terhadap nilai-nilai budaya lokal. Masyarakat Ternate memiliki integritas nilai-nilai budaya baik nilai-nilai tradisional maupun nilai-nilai modernitas.

Fenomena ini sangat menarik untuk diteliti karena dalam nilai-nilai tradisional, seperti nilai pengabdian, kesetiaan, dan kepatutan tampaknya terjadi pergeseran nilai karena pengaruh nilai-nilai modernitas. Nilai-nilai modernitas sering digunakan oleh kaum bangsawan feodalis untuk kepentingan politik dan kekuasaan. Hal ini memunculkan perbedaan pandangan masyarakat terhadap nilai-nilai tradisional sehingga muncul pula perbedaan persepsi masyarakat terhadap nilai-nilai baru masa kini sebagai tantangan hidup.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan deskripsi latar belakang di atas, permasalahan penelitian ini yaitu bagaimanakah respon bangsawan Ternate menghadapi tarikan tradisi dan modernitas? Atas dasar permasalahan tersebut dapat dirumuskan pertanyaan penelitian berikut ini.

1. Bagaimanakah pengenalan nilai-nilai modernitas di kalangan bangsawan Ternate?


(12)

9 2. Bagaimanakah sikap dan mentalitas bangsawan menghadapi modernitas? 3. Bagaimanakah gambaran aktual mengenai tarikan tradisi dan modernitas di

kalangan bangsawan Ternate maupun masyrakat secara luas?

4. Bagaimanakah peranan bangsawan Ternate dalam melestarikan nilai-nilai tradisional ?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini yaitu menemukan informasi tentang respon masyarakat dan bangsawan Ternate menghadapi tarikan tradisi dan modernitas dalam upaya merumuskan suatu kerangka konseptual masyarakat lokal untuk kepentingan pelaksanaan proses pendidikan secara umum dan Pendidikan IPS pada khususnya di Ternate. Secara lebih spesifik penelitian ini bertujuan, antara lain sebagai berikut.

1. Mengkaji dan menganalisis tentang pengenalan nilai-nilai modernitas di kalangan bangsawan Ternate.

2. Mengkaji dan menganalisis informasi mengenai sikap dan mentalitas bangsawan menghadapi modernitas.

3. Menemukan gambaran aktual mengenai tarikan tradisi dan modernitas di kalangan bangsawan Ternate maupun masyarakat cara luas.

4. Menemukan gambaran yang jelas tentang peranan bangsawan Ternate dalam mengatasi terjadi pergeseran nilai-nilai modernitas yang dianggap mengancam pelestarian nilai-nilai tradisional?


(13)

10 D. Signifikansi dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan hasil yang dapat bermanfaat baik secara teoretis maupun praktis sebagai berikut.

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini memberi kontribusi terhadap pengembangan masyarakat sebagai subtansi kajian sejarah lokal.

b. Penelitian ini memberi sumbangan bagi pengembangan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dalam lingkup teori-teori perubahan sosial terutama sejarah dan nilai-nilai kearifan lokal yang dimiliki masyarakat Ternate pada masa lalu dan masa kini.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat dalam memelihara dan melestarikan nilai-nilai tradisional yang masih relevan dengan semangat dan tuntun pembangunan masa kini.

b. Bagi Pendidikan IPS pada khususnya, penelitian ini diharapkan dapat mendekatkan materi pembelajaran IPS pada fenomena pembelajaran IPS sesuai dengan nilai-nilai budaya lokal.

c. Sebagai bahan masukan bagi semua pengambil kebjikan Pemerintah Kota Ternate, dan organisasi kemasyarakatan dalam merumuskan kebijakan atau program kerja yang mendukung pengembangan budaya masyarakat lokal menghadapi era globalisasi dan demokratisasi yang berlangsung sekarang.


(14)

11

E. Klarifikasi Konsep

Penjelasan terhadap konsep-konsep yang dipergunakan sebagai judul penelitian ini perlu dikemukakan dengan alasan: pertama, memudahkan pemahaman tentang maksud utama penelitian ini; kedua, menjadi panduan dalam telaah terhadap temuan-temuan penelitian; dan ketiga, memudahkan peneliti untuk menyusun kesimpulan dan rekomendasi terhadap temuan-temuan penelitian.

1. Bangsawan

Bangsawan adalah keturunan orang-orang mulia dan atau kerabat yang tinggal di lingkungan raja atau sultan ( KBBI,1988:77. Bangsawan yang dimaksud dalam penelitian adalah kelompok atau golongan yang berasal keturunan dari kerajaan atau kesultanan Ternate dan juga para golongan masyarakat yang berasal dari luar yang menduduki posisi dan kedudukan dalam struktur kelembagaan kesultanan Ternate.

2. Masyarakat

“Masyarakat” dalam penelitian ini mengacu pada konsep konsep civil

society yang disampaikan oleh Dhakidae (2001) di luar terjemahan lain seperti

“masyarakat sipil” (Fakih, 1996), dan “masyarakat madani” (Madjid,2001) (dalam Samsuri, 2010:13) Adapun masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah golongan atau kelompok orang yang berada pada basis-basis kesultanan yang masih tetap dan setia menjaga atau melestarikan nilai-nilai budaya dan tradisinya.


(15)

12

3. Tradisi

Tradisi menurut istilah dalam Kanmus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,1988: 959) adalah adat kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan di masyarakat. Sedangkan tradisi menurut Soekanto (1993:520) adalah norma, harapan dan cita-cita, benda, tingkah laku sebagian unsur kebudayaan atau adat-istiadat. Dengan demikian yang dimaksud tradisi dalam penelitian ini adalah norma, pandangan hidup, dan adat kebiasaan turun-temurun yang masih tetap dijalankan masyarakat.

4. Modernitas

Istilah ”modernitas” dalam penelitian ini mengacu pada terjemahan bahasa Indonesia dari kata modern, yaitu modernitas atau modernisasi adalah proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan tuntutan masa kini (KBBI, 1988). Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan modernitas adalah sikap dan mentalitas masyarakat yang mengacu kepada bentuk-bentuk kehidupan sosial seperti pendidikan, ekonomi, budaya, politik dan demokrasi.

F. Sistematika Penulisan

Kajian disertasi disajikan dengan sistematika sebagai berikut.

Bab I bab Pendahuluan, memuat uraian-uraian tentang latar belakang

penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi dan manfaat penelitian, klarifikasi konsep untuk mempertegas judul penelitian ini, dan sistematika penulisan.


(16)

13 Bab II Kajian Teori memuat uraian studi kepustakaan untuk memperlihatkan konstruk teoretis tarikan tradsisi dan modernitas. Bab ini secara keseluruhan memaparkan aspek teoretis tentang perkembangan masyarakat dan bangsawan dalam tradisi dan modernitas.

Bab III Metode Penelitian, memuat uraian pendekatan, metode, teknik

pengumpulan data, subyek, sumber data, prosedur, dan analisis data.

Bab IV, Hasil Penelitian dan Pembahasan, memuat temuan-temuan penelitian. Pembahasan terhadap temuan penelitian menyoroti aspek-aspek penting dari penerimaan nilai-nilai tradisional dan nilai-nilai modernitas di kalangan bangsawan Ternate menghadapi perkembangan masyarakat, baik bidang sosial budaya maupun politik dan demokrasi.

Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi, memuat empat kesimpulan dan dua rekomendasi.


(17)

67

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan, Metode, Teknik Pengumpulan Data

1. Pendekatan

Penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif. Vernon Van Dyke dalam

Political Scince: A Philisophical Analysis mengatakan bahwa : An approach consits of criteria of selection-criteria employed in selecting the problems or guestions to consider and in selecting the data to bring to bear, it consists of estándar governing the incusion of qustions and data” (Dyke, 1965:114).

Pendapat di atas menunjukkan bahwa suatu pendekatan memuat kriteria pemilihan yang dipergunakan dalam menentukan masalah-masalah atau pertanyaan-pertanyaan dan data penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kriteria kualitatif. Artinya, dalam pengolahan data ini sejak mereduksi data, menyajikan data, serta memverikasi dan menyimpulkannya tidak menggunakan upaya kuantifikasi atau perhitungan-perhitungan statistik seperti lazimnya dalam penelitian kuantitatif. Akan tetapi hanya menggunakan análisis deskriptif interprtasi.

Lincoln dan Guba (1985:198) mengungkapkan bahwa pendekatan kualitatif menjadi hal yang utama dalam paradigma naturalistik bukan karena paradigma ini anti kuantitatif, melainkan karena pendekatan kualitatif lebih menghendaki manusia sebagai instrumen. Data kualitatif dapat dimanfaatkan oleh peneliti untuk kepentingan dukungan analisis.


(18)

68 Karakteristik pokok yang menjadi perhatian dalam penelitian kualitatif adalah kepedulian terhadap ”makna”. Dalam hal ini penelitian naturalistik tidak peduli terhadap persamaan dari subyek penelitian melainkan sebaliknya mengungkap tentang pandangan tentang kehidupan dari orang-orang yang berbeda-beda. Pemikiran ini didasari pula oleh kenyataan bahwa makna yang ada dalam setiap orang (manusia) berbeda-beda. Oleh karena itu, tidak mungkin untuk mengungkap kenyataan yang ada dalam diri orang yang unik itu menggunakan alat lain kecuali manusia sebagai instrumen. Lebih lanjut Guba (1985:199) menyatakan bahwa” the humen-as-instrument

is inclined toward methods the are extensions of normal human activities: looking, linstening, speaking, reading, and the like.” Dari pernyataan ini semakin jelas bahwa

keunggulan manusia sebagai instrumen dalam penelitian naturalistik karena alat ini dapat melihat, mendengar, membaca, merasa, dan sebagainya yang biasa dilakukan oleh manusia umumnya.

Bogdan dan Biklen (1982:2-3) mengistilahkan penelitian kualitatif sebagai ”umberella” dengan sejumlah strategi penelitian yang memberikan karakteristik-karakteristik tertentu. Penelitian ini disebut juga ” field research” yang seringkali digunakan oleh para antropologi dan sosiolog. Istilah ”field research” digunakan untuk membedakan proses penelitian ini dari penelitian yang dilakukan di dalam laboratorium atau penelitian lain yang tempat penelitiannya dikontrol. Dalam pendidikan, mereka menambahkan, bahwa penelitian kualitatif seringkali disebut ”naturalistik” karena para peneliti menggantungkan pada peristiwa yang secara alamiah.

Pendapat yang serupa namun sedikit berbeda juga dikemukakan Denzin dan Lincoln (1994: 2) bahwa:


(19)

69

Qualitative research is multimethods in focus, involving an interpretative, naturalistic approach to its subyect matter. This mean that qualitative researcherch study things in their natural setting, attempting to make sense of or interpret phonomena in terms of meanings bring to them. Qualitative research involves the studied use and collection of variety of empirical materials-case study, personal experience, introspective, life story, interview, observational, historical, interactional, anda visual texts-thet describe rountine and problematic moments and meaning in individuals’ live.

Pendapat tersebut tidak jauh berbeda dari defenisi yang dikemukakan oleh Creswell dalam bukunya Qualitative Inquiry and Research: Choosing Among Five

Traditions. Ia mengemukakan bahwa: “Qualitative reasearch is an inquiry prosess of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or human problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analyses words, reports detailed views of informants, and conducts the study in a natural setting” (Creswell, 1998:15).

Pernyataan ini menunjukkan bahwa banyak yang dilakukan oleh peneliti kualitatif sebagai instrumen, seperti menggambarkan temuan secara holistik, menganalisis, melaporkan pandangan subjek penelitian, dan bekerja dalam keadaan alamiah menggunakan beragam metode. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif naturalistik, peneliti harus berinteraksi secara langsung dengan para bangsawan Ternate, dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang akurat, apa adanya, melalui suatu proses observasi dan wawancara.

Sumber informasi penelitian ini adalah para bangsawan dan keluarga inti. Bangsawan ini dipilih karena dapat memberikan informasi yang cukup akurat bagi studi McMillan dan Schumacher (2001:400) dan sebagai informasi kunci. Instrumen penelitian ádalah peneliti sendiri. Adapun data penelitian dikumpulkan dengan teknik observasi atau pengamatan langsung, wawancara mendalam, dan dokumentasi.


(20)

70 Dari hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif naturalistik ini, dianalisis secara langsung setelah data diperoleh dari hasil pengamatan langsung dan wawancara yang dilakukan, sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Hurberman (1984) menyatakan bahwa ada berbagai cara untuk menganalisis data, tetapi secara garis besarnya dengan langkah-langkah sebagai berikut. (1) reduksi data (2) display data, (3) pengambilan keputusan dan verifikasi.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, data penelitian yang diperoleh di lapangan selanjutnya direduksi, yaitu dengan memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fakus penelitian. Kemudian data tersebut dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang bangsawan Ternate menghadapi tarikan tradisi dan modernitas.

Dari data yang diperoleh, selanjutnya sejak awal dicari makna atau hubungan yang terjadi dan mencoba untuk disimpulkan yang selanjutnya dari data tersebut akan saling melengkapi dan mendukung. Kebenaran data selanjutnya dianalisis dengan cara triangulasi yaitu kebenaran data tertentu dibandingkan dengan data yang diperoleh dari sumber lain yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

Adapun analisis selama pengumpulan data di lapangan, dilakukan dengan cara sebagai berikut.

a. Mempersempit fokus studi, yaitu telaah bangsawan Ternate menghadapi tarikan tradisi dan modernitas.

b. Mengembangkan pertanyaan analisis, dengan cara mencari jawaban dan menganalisisnya.


(21)

71 c. Mengembangkan pertanyaan baru untuk memperoleh jawaban yang

berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti dengan cara kontinyu. d. Mencatat beberapa komentar peneliti, sebagai catatan reflektif.

e. Melakukan penjajakan tentang ide-ide dan tema penelitian pada subjek sebagai analisis penjajakan.

f. Mengungkap kembali kepustakaan yang relevan dengan tujuan penelitian g. Menggunakan analogi dan konsep-konsep.

2. Metode

Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan, maka penelitian ini menggunakan metode kualitatif naturalistik. Hal ini berdasarkan pertimbangan, bahwa ciri utama dari studi naturalistik adalah: (1) realitas manusia tidak dapat dipisahkan dari konteks latar natural, (2) penggunaan pengetahuan tersembunyi (tacit knowledege), (3) hasil (penelitian) yang dinegosiasikan dan interpretasi antara peneliti dan subjek penelittian, (4) penafsiran atas data bersifat ideolografis atau berlaku khusus, bukan bersifat nomotetis atau mencari generalisasi, dan (5) temuan penelitian bersifat tentatif (Lincoln & Guba, 1985:187-190). Dengan menggunakan metode kualitatif naturalistik, peneliti harus berinteraksi secara langsung dengan subjek penelitian, dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang akurat, apa adanya, melalui suatu proses observasi dan wawancara (McMillan dan Schumacher, 2001:396).


(22)

72 Langkah-langkah penelitian dilakukan melalui proses selektif yang berulang, dengan maksud agar studi naturalistik dapat difokuskan pada bukti-bukti untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul.

Dalam rangka menggali dan mengidentifikasi berbagai nilai yang berkaitan dengan dilema, orientasi nilai (tradisi dan modernitas) di kalangan para bangsawan Ternate, diperlukan model analisis naturalistic inquiry. Model tersebut merupakan suatu kegiatan sintesis untuk merekonstruksi interaksi antara sumber-sumber inkuiri menuju pada rekonstruksi bermakna yang dilakukann melalui pendekatan etnografis. Melalui metode ini perhatian lebih banyak ditekankan pada masalah-masalah pokok yang akan diteliti. Pendekatan etnografi adalah deskripsi dan penafsiran suatu kelompok atau sistem budaya dan sosial. Dalam penelitian model etnografi menuntut peneliti berupaya memahami, menghayati, dan mendeskripsikan kehidupan masyarakat, menghayati interaksi dan bagaimana persepsi mereka terhadap mereka sendiri (Creswell, 1998: 58).

Sedangkan Sjamsuddin (2007:266) menjelaskan kajian etnografi memberikan deskripsi dan analisis tentang kebudayaan suatu masyarakat atau kelompok suku bangsa (ethnic group) tertentu. Uraian rinci mengenai seluruh unsur kebudayaan kelompok masyarakat atau suku itu seperti bahasa, mata pencaharian, sistem pengetahuan dan teknologi, organisasi sosial, kesenian, dan religinya.

Creswell (1998: 58) mengatakan bahwa etnografi sebagai metode penelitian digunakan untuk meneliti perilaku manusia dalam lingkungan spesifik alamiah. Mempelajari bagaimana perilaku sosial untuk dapat dideskripsikan sesuai dengan cara memandang pola perilaku dan komunikasi yang menjadi sasaran penelitian


(23)

73 sebagaimana adanya. Peneliti mengonstruksikan konsep berdasarkan proses induktif atau empirik sesuai cara memandang pola perilaku bangsawan yang menjadi sasaran. Melalui pendekatan ini perhatian lebih difokuskan pada dilema, orientasi nilai (tradisi dan modernitas) di kalangan para bangsawan Ternate.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar yang ditetapkan.

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural

setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data

lebih banyak pada observasi berperan serta (participation obsrvation), wawancara mendalam (in depth intervieu) dan dokumentasi.

a) Observasi

Alat pengumpulan data dalam penelitian naturalistik adalah observasi semi partisipatif Jorgensen (1989) menggambarkan bahwa: “Through

participant observation, it is possible to describe what goes on, who or what is involved, when and where things happen, how they occur, and why- at leats from the standpoint of participants- things happen as they do in particular situations”.


(24)

74 Artinya, melalui observasi partisipatif, dimungkinkan peneliti mendeskripsikan peristiwa, pelaku, dan objek yang terlibat, waktu,dan tempat sesuatu itu terjadi, paparan rangkaian peristiwa, dan alasan sesuatu itu terjadi – paling tidak dari sudut pandang partisipan – ketika mereka melakukan sesuatu dalam situasi tertentu. Hal yang sama dikemukakan oleh Patton (1990:203) yang menamakan ” Naturalistic observations” yang dilakukan di lapangan (fied) sebagai sejumlah cara atau jenis metode untuk mengumpulkan data melalui observasi, yakni ” partisipant observation, field

observation, qualitative observation, direct observation, or field research”,

walaupun setiap istilah ini tergantung pada kondisi dan tujuan analisis kualitatif. Istilah-istilah observasi yang dikemukakan Patton tersebut pada dasarnya memiliki karakteristik yang sama, yakni observasi untuk kepentingan pengumpulan data kualitatif.

Dengan prinsip observasi partisipatif dalam penelitian naturalistik, observasi dalam penelitian ini dilakukan terhadap kejadian atau kegiatan subyek penelitian dalam konteks yang terkait dengan fokus masalah yang diamati secara langsung maupun tidak langsung. Dengan prinsip observasi semi partisipatif, observasi dalam penelitian ini dilakukan pula pada saat wawancara berlangsung dengan subjek penelitian.

Penggunaan teknik pengumpulan data melalui observasi agar dapat memahami proses-proses budaya dan adat istiadat yang ada di lingkungan masyarakat. Tehnik ini juga digunakan untuk mengamati para bangsawan Ternate dalam hal pelaksanaan adat istiadat dalam kehidupan masyarakat sebagai


(25)

75 amanat yang harus ditaati dan dilaksanakan dari leluhur mereka. Hal-hal yang diamati adalah kondisi sosial dan budaya yang berhubungan nilai-nilai adat istiadat dalam kehidupan masyarakat Ternate yang terbagi ke dalam falsafah hidup, adat-istiadat, upacara dan selamatan (hajatan).

Pelaksanaan observasi dilakukan dimulai dengan observasi secara menyeluruh dan tidak terfokus untuk mengetahui suasana lingkungan fisik, sosial, adat istiadat dan budaya secara selintas yang ada di masyarakat. Sementara itu juga peneliti dapat membangun rapport dengan sebagian tokoh-tokoh masyarakat, pemangkut adat, dan budayawan serta para bangsawan (Glesne dan Peshkin, 1992; Spradley, 2007). Mula-mula observasi diarahkan masyarakat, khususnya masyarakat Ternate yang berada pada basis-basis kesultanan. Penggunaan kamera dan catatan lapangan membantu proses observasi ini. Hasil catatan dan gambar ini, kemudian, di samping dikembangkan menjadi deskripsi hasil penelitian dan diinterpretasikan, dijadikan pula dasar untuk melakukan wawancara mendalam tentang pola budaya dan adat istiadat yang melandasi para bangsawan dan masyarakat Ternate.

Selanjutnya pengamatan dilakukan terhadap proses-proses interaksi sosial budaya yang terjadi di lingkungan masyarakat. Pelaksanaan tradisi dan adat istiadat ini diamati antara lain bertepatan dengan prosesi perkawinan, tempat-tempat upcara adat dan acara-acara hajatan adat pada saat hari-hari besar Islam. Penggunaan kamera dan catatan lapangan tetap digunakan dalam hal ini. Hasil pengamatan ini juga dikembangkan menjadi deskripsi hasil penelitian,


(26)

76 dianalisis, dikembangkan kategorisasinya, diformulasikan, dan dijelaskan hubungan-hubungannnya. Namun, hasil pengamatan ini belum begitu terfokus. Detail dan analisisnya masih luas dan dangkal. Kategori-kategori masih konkret dan variatif. Formulasi dan eksplanasinya masih setahap jurnalistik. Hal ini membantu peneliti menemukan pola-pola permanen atau stabil yang melandasi perilaku partisipan sehari-hari. Pola-pola yang ditemukan dalam proses interaksi budaya modernitas dan tradisi-tradisi yang berlangsung dalam masyarakat inilah ditetapkan untuk mendapat observasi lebih fokus disertai wawancara mendalam.

Bersamaan dengan data-data hasil penelitian yang diperoleh dengan wawancara selintas, selanjutnya obaservasi dilakukan secara lebih terfokus dan partisipatif, antara lain lingkungan para bangsawan, tokoh masyarakat, dan pemangku adat. Untuk kepentingan ini peneliti masih melakukan pencatatan-pencatatan penting lebih terfokus dan sedapat mungkin menyeluruh pada lembar-lembar kertas catatan lapangan yang telah disiapkan. Hasil-hasil pengamatan ini kemudian dideskripsikan dan dianalisis lebih detail, lebih terfokus, dan lebih mendalam. Kategori-kategori pokoknya dideskripsikan dan diabstrasikan, proses-prosesnya dinarasikan dan dijelaskan, hubungan-hubungannya dijelaskan lebih abstrak dan argumentatif. Ada pula bagian-bagian data observasi yang sangat esensial, kritis, dan krusial yang dijadikan basis bagi kegiatan wawancara mendalam untuk kepentingan proses triangulasi. Keseluruhan data hasil observasi yang dipadukan dengan analisis hasil wawancara mendalam dijadikan dasar untuk mengembangkan simpulan-simpulan yang lebih abstrak dan formal namun masih terikat pada konteksnya,


(27)

77 atau disebut dengan contexl-bound generalization (McMillan and Schumacher, 2001).

b) Wawancara

Teknik wawancara terutama dilakukan dalam penelitian ini melalui wawancara tidak terstruktur dan mendalam. Ini dilakukan untuk memperoleh data tidak saja yang diketahui atau dialami atau disadari oleh informen tetapi termasuk juga yang bersifat lacil information. Di samping itu dapat pula diperoleh data-data yang bersifat pandangan subjektif informen (keyakinan, nilai-nilai, apresiasi, dan sikap-sikapnya) baik yang berkaitan dengan objek peristiwa di masa lalu, sedang berlangsung, dan pandangan-pandangan tentang kondisi masa depan.

Patton (1990:280) menyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam penelitian naturalistik dapat mengikuti tiga macam pilihan sebagai berikut. Wawancara percakapan informal (The informal conversation interview), ialah wawancara yang sepenuhnya didasarkan pada susunan pertanyaan spontan ketika interaksi berlangsung khususnya pada proses observasi partisipatif di lapangan. Pada saat wawancara melalui percakapan informal berlangsung terkadang orang yang diwawancarai tidak diberitahu bahwa mereka sedang diwawancarai.

Wawancara umum dengan pendekatan terarah (The general interview guide approach), ialah jenis wawancara yang menggariskan sejumlah isu yang harus digali dari setiap responden sebelum wawancara dimulai. Pertanyaan yang diajukan tidak perlu dalam urutan yang diatur terlebih dahulu atau dengan kata-kata yang dipersiapkan. Panduan wawancara memberi centang selama wawancara


(28)

78 untuk meyakinkan bahwa topik-topik yang sesuai telah terakomodasi. Peneliti menyesuaikan diri baik urutan pertanyaan maupun kata-kata untuk responden tertentu.

Wawancara terbuka yang baku (The standardized open-ended interview) meliputi seperangkat pertanyaan yang secara seksama disusun dengan maksud untuk menjaring informasi mengenai isu-isu yang sesuai dengan urutan dan kata-kata yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Fleksibilitas dalam menggali informasi dibatasi, tergantung pada sifat wawancara dan keterampilan peneliti.

Jenis wawancara yang dijelaskan di atas digunakan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari subyek penelitian dan informen sesuai dengan permasalahan yang ditanyakan, berupa pengalaman, pandangan, pendapat, maupun anggapan. Pewawancara sendiri tidak banyak melakukan intervensi dan mendesakkan pendapat sehingga informasi yang diperoleh terjamin reabilitasnya.

Wawancara dilakukan dalam penelitian ini melalui wawancara mendalam, dan pula wawancara yang digunakan untuk proses triangulasi dari pengumpulan data melalui observasi pencatatan dokumen. Data yang dicari melalui wawancara antara lain adalah mencakup pandangan-pandangan subjektif para bangsawan, tokoh masyarakat, tokoh agama, pemangku adat, tokoh budayawan lokal, dan tokoh akademisi dalam kaitannya dengan keyakinan dan nilai-nilai tradisi dan nilai-nilai budaya orang Ternate yang masih berlangsung di kalangan mereka. Adapun wawancara yang bersifat penggalian lebih lanjut dari hasil observasi lebih mengacu kepada data tentang partisipan atas pola-pola perilaku atau bentuk


(29)

79 respons yang tampak dalam proses penerimaan nilai-nilai modernitas dan pertahanan nilai-nilai tradisi pewarisan dari leluhur mereka.

Wawancara dalam penelitian ini dilakukan antara lain, pertama dengan Sultan Ternate. Dalam hal ini dijaring informasi antara lain seputar, peran lembaga kesultanan Ternate, peranserta para bangsawan dalam kehidupan masyarakat Ternate, kedudukan tradisi Ternate dalam menghadapi era modernisasi, respons masyarakat terhadap nilai-nilai modernitas. Kedua, wawancara juga dilakukan kepada para pengelola lembaga kesultanan, khususnya kepada pemangku adat seperti, Kapitalau, Jogugu, Jou Kalem, Joum Boki, Hukum Sangaji dan para dano serta anggota bansawan lain yang keseluruhannya ditetapkan secara purposive. Wawancara dalam hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran jelas tentang transisi antara tradisi dan modernitas di Ternate, pemahaman nilai-nilai tradisi oleh para pemangku adat kesultanan Ternate dan masyarakatnya.

Ketiga, wawancara juga dilakukan kepada tokoh masyarakat, tokoh agama. Dari wawancara ini diperoleh data-data berkaitan dengan sikap kecenderungan masyarakat terhadap pelaksanaan adat istiadat dan budaya Ternate, respon masyarakat terhadap nilai-nilai baru atau budaya modernitas dan tingkat partisipasi masyarakat dalam pelestarian tradisi setempat.

Keempat, wawancara juga dilakukan kepada beberapa budayawan, pemerhati sejarah lokal, dan pakar akademisi. Aspek-aspek yang dimintakan datanya kepada informen ini umumnya sejalan dengan apa yang diperoleh dari Sultan, pemangku adat, bangsawan, tokoh agama dan tokoh masyarakat, tetapi


(30)

80 dari dimensi pandangan informen ini, kecuali beberapa hal khusus yang berkaitan dengan beberapa prinsip dasar dan ideologi yang dianut oleh kerabat kesultanan Ternate.

Pelaksanaan kegiatan wawancara di atas, peneliti menggunakan alat perekam dan pencatatan agar informasi yang diperoleh dapat dijelaskan semua dan menghindari data yang terlupakan. Hasil analisis data tingkat wawancara ini sebagai tindak lanjut analisis data hasil pengamatan menghasilkan deskripsi data dan eksplanasi secara ideologis yang akan menjadi dasar pendalaman dan abstraksi lebih lanjut dalam kegiatan diskusi bersama pakar akademisi dan budayawan di Ternate. Hasil analisis data pada tingkat ini juga menghasilkan konstruksi konsep-konsep dan generalisasi menurut pandangan informen secara intersubjektif yang terkait dengan konteks budaya, psikologis, dan adat istiadat, dalam hubungannya dengan pemahaman infomen tentang dinamika budaya lokal. Konstruksi pengetahuan ini, oleh Wilson (dalam McMillan & Schumacher, 2001:16) menyebut sebagai contex-bound generalization.

c) Studi Dokumentasi

Penggunaan studi dokumentasi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mencari data pendukung bagi kepentingan deskripsi dalam penelitian ini yang datanya sudah terdapat dalam berbagai dokumen tertulis, seperti profil kota, peta kota, statistik penduduk, statistik pendidikan, struktur lembaga kesultanan, dokumen-dukemen yang terkait dengan sejarah kesultanan Ternate serta artifak lainnya. Dalam banyak hal data-data ini sebagian cenderung bersifat angka-angka kuantitatif, disamping banyak juga yang bersifat kualitatif. Di samping digunakan


(31)

81 untuk pengolahan data secara langsung, data-data dokumen ini juga diperlukan untuk kepentingan triangulasi.

B. Instrumen dan Peran Peneliti

Dalam penelitian naturalistik, peneliti berperan sekaligus sebagai instrumen (human instrumen) pengumpulan data. Lincoln Guba (1985:193-194) mengemukakan sejumlah alasan mengapa manusia (peneliti) sebagai alat pengumpul data, sebagai berikut.

(1) Responsiveness. Manusialah yang dapat merasakan dan memberikan

tanggapan terhadap petunjuk-petunjuk baik perorangan maupun lingkungan. (2) Adaptability. Daya guna manusia untuk menyesuaikan diri sangat tinggi

sehingga ia dapat mengumpulkan informasi mengenai banyak aspek pada berbagai tingkatan secara simultan.

(3) Holistik emphasis. Adanya tekanan holistik dalam dunia sekeliling

memerlukan manusia sebagai instrumen yang mampu menangkap gejala sejalan dengan konteks yang menyeluruh.

(4) Knowledge base expansion. Manusia berkemampuan menjalankan fungsi

secara simultan dalam domain pengetahuan proposional dan dalam pengetahuan yang dikumpulkan berdasarkan pengalaman (propositional and


(32)

82 (5) Processual immadiacy. Kemampuan manusia sebagai instrumen untuk

memproses data segera setelah terkumpul, segera mengembangkan hipotesis, dan menguji hipotesis dengan responden pada setuasi tertentu. (6) Opportiniteis for clarification and summarization. Manusia mempunyai

kemampuan yang unik dalam menyimpulkan data serta meminta perbaikan dan penjelasan secara langsung.

(7) Oppatunities to explore typical or idiosyncratic responses. Manusia

mempunyai kemampuan untuk menyelidiki jawaban yang tidak lazim atau aneh, bukan hanya untuk menguji validitas tetapi untuk mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi daripada oleh instrumen yang bukan manusia.

Dengan demikian, dalam penelitian ini, peneliti bertindak pula sebagai ”human instrumen”. Hal ini sesuai pendapat Bogdan dan Biklen (1982:27) bahwa ” Qualitative

research has the natural setting as the direct source of data and the researcher is key instrument”. Peneliti yang berperan sebagai instrumen utama dalam proses

pengumpulan data merupakan aspek penting dalam proses penelitian secara keseluruhan. Ia dapat memanfaatkan segala potensi dan kemampuan yang dimilikinya untuk memperoleh data dan informasi yang akurat.

Bertolak dari pendapat di atas, maka pilihan pendekatan dan metode dalam penelitian ini didasarkan atas beberapa pertimbangan berikut ini.

a) Di dalam penelitian, peneliti memiliki kedudukan yang sama dengan subyek penelitian, baik di saat melakukan wawancara dengan informen maupun di saat


(33)

83 mengamati sejumlah fenomena sesuai dengan fakus penelitian yang terjadi secara alamiah.

b) Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bersifat deskriptif. Data yang terkumpul berupa kata-kata atau uraian deskriptif meskipun tidak menutup kemungkinan berupa angka-angka. Perolehan data dilakukan melalui observasi dan wawancara.

c) Proses kerja penelitian dilakukan dengan menggunakan ”perspektif emic” dengan mengutamakan pandangan dan penderian informen penelitian terhadap situasi yang dihadapi.

d) Tingkat kepercayaan data yang diperoleh dilakukan melalui verifikasi data dengan metode dan subyek yang berbeda-beda, kemudian dilakukan penyesuaian-penyusuaian. Tindakan penyesuaian ini dilakukan mengingat kemungkinan kemajemukan realitas yang ditemukan di lapangan.

e) Kegiatan penelitian mengutamakan proses disamping hasil. Data penelitian dianalisis secara induktif untuk mendapatkan makna dan kondisi alami yang ada. f) Pemaknaan dalam penelitian kualitatif dilakukan oleh peneliti serta atas

interpretasi bersama antara peneliti dengan sumber data dan fokus masalah dalam penelitian ini.

C. Penentuan Subyek Penelitian dan Sumber Data 1. Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini, teknik penentuan subyek penelitian dimaksudkan agar peneliti dapat sebanyak mungkin memperoleh informasi yang berkaitan dengan


(34)

84 masalah yang dikaji peneliti. Meskipun demikian, pemelihan subyek penelitian tidak dimaksudkan untuk mencari persamaan yang mengarah pada pengembangan generalisasi, melainkan untuk mencari informasi secara rinci yang sifatnya spesifik yang memberikan citra khas dan unik. Tujuan lain dari penentuan subyek penelitian adalah untuk mengembangkan informasi yang diperlukan sebagai landasan dari desain yang timbul dan teori yang mendasar (grounded theory) yang muncul dari kajian ini (Lincoln Guba, 1985:201).

Ada beberapa kriteria yang digunakan dalam penetapan subyek penelitian, yakni latar (sittings) para pelaku (actors), peristiwa-peristiwa (events), dan proses (process) (Miles dan Huberman, 1984:56; Al Wasilah, 2003: 145-146). Kriteria pertama adalah latar, yang dimaksud adalah setuasi dan tempat berlangsungnya proses pengumpulan data, yakni wawancara di rumah, wawancara di kantor, wawancara formal dan informal, berkomunikasi resmi, dan berkomunikasi tidak resmi. Kriteria kedua, pelaku, yang dimaksud adalah bangsawan dan para kerabat kraton kesultanan Ternate sebagai bagian dari pelaku atau pewaris kesultanan. Kriteria ketiga peristiwa, yang dimaksud pandangan, pendapat dan penilian tentang perkembangan kebudayaan dan tradsi lokal dalam konteks globalisasi dan modernitas.

2. Sumber data

Sumber data dalam penelitian dapat dikategorikan sebagai berikut:

(a) Sumber bahan cetak, (kepustakaan), meliputi buku teks, dokumen sejarah, makalah, kliping tentang sejarah kebudayaan lokal yang diperoleh dari surat kabar, majalah ilmiah, jurnal, situs internet, dan lain-lain.


(35)

85 (b) Sumber responden (human resources), yang terdiri dari Sultan, Jogugu,

Jokalem (Kadi), akademisi, budayawan, sejarawan dan pemerhati budaya, tokoh agama, tokoh masyarakat dan pemangku adat, Tokoh masyarakat Ternate yang terdidik.

Nara sumber yang telah memberikan gagasan, pemikiran, harapan, pendapat, dan penjelasan tentang sikap bangsawan Ternate menghadapi tarikan tradisi dan modernitas adalah subyek penelitian yang dipilih secara purposive sampling serta berdasarkan prinsip snowball sampling (Lincoln dan Guba, 1985 ; dan Patton, 1982), dari berbagai kalangan berdasarakan bidang yang diminati yang terkait dengan bidang kajian sejarah dan kebudayaan Maluku Utara. Berikut ini disajikan bidang yang diminati dan kode subyek penelitian yang berhasil diwawancarai dan diobservasi dianalisis dalam laporan penelitian ini.

Tabel 3.10

Nama dan Kode Subyek Penelitian

No Nama Subyek Penelitian Subyek

Terfokus

Kode Subyek

1 Sultan A STA

2 Jogugu B STB

3 Jokalem (kadi) C STC

3 Pakar Akademisi D STD

5 Budayawan dan Sejarawan E STE

6 Tokoh agama, tokoh masyarakat dan pemangku adat

F STF

7 Tokoh masyarakat Ternate yang terdidik


(36)

86 D. Prosedur Penelitian

Penelitian dengan pendekatan studi etnografi untuk tujuan di atas menghendaki peniliti terlibat langsung dalam kegiatan penelitian untuk melakukan observasi partisipasi, wawancara mendalam serta mempelajari dokumen-dokumen yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Seluruh rangkaian prosedur kegiatan penelitian tersebut dilakukan selama 8 bulan sejak Agustus 2008 hingga Maret 2009 secara berkesinambungan. Di sini peneliti menjadi instrumen utama agar dapat mengumpulkan data seoutentik mungkin. Untuk dapat berperan seperti itu maka prosedur penelitian dilakukan menggunakan prinsip-prinsip kerja penelitian kualitatif yang antara proses pengumpulan data dan analisis datanya dilakukan secara simultan dan siklus. Untuk itu setelah memperoleh ijin penelitian, peneliti menciptakan hubungan yang harmonis atau membangun rapport terutama dengan Sultan, Jogugu, dan pada bangsawan lainnya (Gelesne dan Peshkin, 1992; Spradley, 1979). Untuk hubungan dengan para bangsawan peneliti meminta kepada petugas kesultanan. Setelah rapport dibangun dengan baik, baru peneliti melakukan pengumpulan data dan analisis data dengan berbagai teknik yang relevan dengan data yang dibutuhkan. Mengacu pada prosedur penelitian yang dirancang dapat melakukan analisis data mulai dari latar belakang sampai dengan hasil penelitian berikut ini.


(37)

87 Gambar 3.11 Bagan Prosedur Penelitian

E. Analisis Data dan Penyajian

Analisis data dan penyajian yang digunakan dalam penelitian ini, mengikuti Cresswell (1998:153-155), dilakukan dengan membuat langkah-langkah sebagai berikut:

(1)Peneliti merangkum informnasi atau tanggapan dari nara sumber yang berkaitan dengan tradisi dan modernitas. Informasi tersebut diskripsi Kajian teoritis tentang

Tarikan tradisi dan Modernitas di kalangan bangsawan Ternate

Permaslahan Penilitian

Data penilitian : - Hasil Kajian literature -Data lapangan:

o Observasi/ Servei/ Pengamatan

o Wawancara

o Studi dokumentasi

Hasil Penilitian Temuan

Analisis Data

Kesimpulan

- Metode Penelitian - TeknikPengumpulandata

Pertanyaan Penilitian

Triangulasi & Konformasi


(38)

88 disajikan dalam bentuk matrik triangulasi sebagaimana disajikan dalam Tabel 3.6

Tabel 3.12 Matriks Triangulasi

No Materi Triangulasi Narasi Triangulasi

1 Sejarah awal perkembangan masyarakat Ternate

- Perkembangan masyarakat sejak masuknya Bangsa Kolonial Belanda di Ternate

- Pengenalan pendidikan dan lembaga-lembaga sosial politik.

- Peranan elit lokal bangsawan intelekutal Ternate dalam gerakan kemerdekaan Indonesia.

2

Respon bangsawan dan masyarakat terhadap modernitas

- Pemeliharaan tradisi

- Pola kehidupan atau gaya hidup bangsawan Ternate ketika adanya penetrasi nilai-nilai baru dalam masyarakat.

- Respon bangsawan dan masyarakat terhadap politik lokal dan demokrasi ketika era otonomi daerah.

3

Tarikan tradisi dan modernitas di kaklangan bangsawan dan masyrakat

- Pemeliharaan nilai-nilai kesultanan - Akses bangsawan terhadap politik lokal - Akses bangsawan dalam jabatan publik

4

Upaya mengatasi terjadi pergeseran nilai-nilai modernitas terhadap pelestariaengn nilai-nilai tradisional

-Lembaga-lembaga pelestarian nilas-nilai sejarah dan kebudayaan lokal

-Akses pendidikan formal dan non-formal terhadap kebudayaan lokal

-Kelompok pemerhati sejarah dan budaya

5

Posisi bangsawan Ternate dalam kehidupan

masyarakat

-Kehuidupan sosial ekonomi.dan politik -Pendidikan dan kesehatan masyarakat -Budaya, tradisi dan agama..

(2) Mengelompokkan tema-tema yang relevan dalam kaitannya dengan respon bangsawan Ternate terhadap tarikan traidisi dan modernitas, sehingga pemaknaan yang relavan diharapkan dapat muncul. Langkah ini dibagi dalam kategori perkembangan masyarakat Ternate. Pengelompokkan


(39)

89 terutama ditujukan kepada pemaknaan nilai-nilai tradisional dalam perkembangan politik lokal dan demokrasi di kalangan bangsawan dan masyarakat.

(3) Menafsirkan terhadap data-data dan mencari hubungan antara dua kategori atau lebih untuk memberikan pemaknaan dari data temuan yang dipaparkan pada Bab IV.

(4) Mengembangkan generalisasi naturalistik terhadap respon bangsawan Ternate terhadap tarikan tradisi dan modernitas dan dihubungkan dengan teori-teori sebagaimana dimuat dalam Bab II. Langkah ini sebagai langkah pemotretan secara umum dalam bentuk analisis terhadap temuan-temuan penelitian pada Bab IV. Sebagai sebuah studi etnografi, maka generalisasi dibuat untuk memperjelas konteks pemaknaan dan tafsiran bangsawan dan masyarakat terhadap nilai-nilai modernitas yang sedang berlangsung sekarang.


(40)

179

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, di bawah ini dipaparkan kesimpulan sesuai dengan permasalahan penelitian sebagai berikut.

Pertama, proses pengenalan nilai-nilai modernitas di Ternate, pada

awalnya ditandai dengan kehadiran bangsa Portugis, Spanyol, Belanda, dan pendudukan Jepang membuka sekolah-sekolah rakyat di Ternate dan beberapa daerah lainnya di wilayah Maluku Utara. Pada umumnya, modernitas diperkenalkan kepada masyarakat Ternate melalui pendidikan. Selain itu, modernitas dilakukan melalui terbentuknya lembaga-lembaga sosial politik oleh tokoh-tokoh intelektual dan para bangsawan Ternate. Melalui Pendidikan (sekolah) dan lembaga-lembaga sosial politik, ide-ide baru tersalurkan kepada masyarakat Ternate. Pembentukan organisasi sosial politik dan partisipasi masyarakat, baik pada masa lalu maupun sekarang oleh para bangsawan yang demikian kuatnya merupakan perkembangan modernitas yang berlangsung di Ternate.

Kedua, bangsawan Ternate menghadapi modernitas dengan bersikap

responsif, artinya di samping menerima nilai-nilai baru, mereka juga tetap melestarikan nilai-nilai tradisi Islam yang lebih dominan dalam kehidupan masyarakat Ternate. Mengenai gaya hidup, kaum bangsawan Ternate telah mengalami transformasi budaya dan tidak lagi menonjolkan cara-cara hidup yang


(41)

180 bersifat feodalis. Ini terjadi karena sebagian besar bangsawan sudah berdaptasi dengan masyarakat luas. Bangsawan Ternate mereformasi gaya hidupnya akibat dari kemajuan pada bidang pendidikan dan ekonomi. Khusus bagi kaum bangsawan Ternate yang berpendidikan, di samping mendorong dan merespon modernitas dan kemajuan secara terbuka, mereka juga tidak melepaskan tanggung jawab mengembangkan tradisi kraton.

Ketiga, gambaran aktual mengenai tarikan tradisi dan modernitas di kalangan bangsawan Ternate dan masyarakat menunjukkan bahwa nilai-nilai kesultanan seperti pengabdian, kesetiaan, dan kepatutan masih tetap berlangsung dan dilaksanakan oleh bangsawan dan masyarakat. Bangsawan Ternate juga telah memiliki pandangan dan pemikiran yang berorientasi pada nilai-nilai modernitas. Dalam hal akses politik oleh bangsawan Ternate menunjukkan cukup meningkat perkembangannya sejalan dengan perkembangan politik era otonomi daerah. Sebagian bangsawan sering digunakan oleh elite politik lokal untuk kepentingan politik.

Keempat, bangsawan Ternate bersama tokoh masyarakat berperan dalam kegiatan pembinaan masyarakat yang sasarannya untuk peningkatan kesadaran masyarakat terhadap budaya lokal. Upaya lain dalam melestarikan nilai-nilai tradisional adalah melalui jalur pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikn nonfomal. Sementara dalam tradisi kraton Ternate yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat spritual masih tetap dilestarikan oleh para bangsawan dan rakyatnya.


(42)

181

B. Rekomendasi

Berdasarkan temuan hasil penelitian, terdapat beberapa rekomendasi yang diajukan berikut ini.

1. Untuk pengembangan materi pembelajaran dalam Pendidikan IPS

Kajian tentang tarikan tradisi dan modernitas di kalangan bangsawan lebih berorientasi pada aspek masyarakat dan kebudayaannya. Ini relevan dengan materi dan konsep pembelajaran pendidikan IPS di sekolah-sekolah. Atas dasar ini, para guru direkomendasikan untuk mengembangkan materi pembelajaran IPS yang berorientasi pada tataran lokal dan global. Dalam konteks ini, modernitas juga dapat menjadi peluang untuk melakukan revitalisasi materi IPS menjadi pembelajaran IPS yang berbasis pada masalah-masalah sosial budaya.

2. Untuk kebijakan pengembangan masyarakat lokal

Komunitas masyarakat lokal (Masyarakat Adat) Ternate yang berada pada basis-basis kerajaan lambat merespons perubahan dan kemajuan pendidikan, perlu direkomendasikan agar masyarakat lokal setempat (indigenous) diberdayakan melalui program-program pembangunan oleh pemerintah Kota Terante.


(43)

182

DAFTAR PUSTAKA

Abraham, F.M. (1991). Modernisasi di Dunia Ketiga: Suatu Teori Umum

Pembangunan. M. Rusli Karim (Penerjemah). Yogyakarta: PT. Tiara

Wacana.

Adimihardja, K. (2008). Dinamika Budaya Lokal. Bandung : CV. Indra Prahasta bersama Pusat Kajian IPBS.

Ahimsa-Putra, H.S. (2001), Strukturalisme Levi-Strauss Mitos dan Karya

Sastra. Yogjakarta: Galang Press.

Al`Allamah S. (1978). Tharikat Naqasyahbandiyah: Medan:Firma Islamiyah. Amal,M.A, dan Djafar,A. (2002). Maluku Utara Perjalanan Sejarah 1250 – 1800,

Jilid 1 Ternate: Unkhair.

Amal,M. A, (2009), Portugis & Spanyol. Jakarta: Komunitas Bambu.

Andaya Leonard Y. (1989). “Cultural State Formation Eastern Indonesia”.

Southeast Asia in The Early Modern Era .London: Cornell University

Press.

Anwar, A.M, (1995). Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia. Jakarta: Paramadina. Atjo, A. (2008). Kamus Ternate-Indonesia. Jakarta: Cekoro Trirasuandra. ---, (2001). Orang Ternate dan Kebudayaannya. Jakarta: Cekoro. Bailey, KD. (1982). Methods of Social Research. New York: The Free Press.

Bennedict, R, (1962). Pola-pola Kebujaan (penterjemah: Mertosipuro, S., dari

Pattems of Culture). Jakarta: Pustaka Rakjat.

Balandier, G, (1986). Polical Antropology (penterjemah : Y.Budisantoso). Jakarta: CV. Rajawali.

Blaugh, M., (1970). An Introduction to the Economic of Education. Allen Lane the Penguin Press. London.


(44)

183 Bagus, I.G.N. (1994). Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Bali.

Denpasar:BP.173-180.

Blau, Peter M. and Otis D. and Duncan (1967). The American Occupational

Structur, New York: John Wiley.

Banks,J.A. (1990). Teaching Strategies for the Social Studes : Inquiry, Valuing

and Decisision-Making. Ed. New York: Logman.

Barr R, Barth J., dan Shermis, S.S. (1978). The Natural of Social Studies. Palm Springs,CA: ETC Publication.

Bogdan, R.C. & Biklen, S.K. (1992). Qualitative Research for Education: An

Introduction to Theory and Motheds. Allyn and Bacon, Inc.

Massachusseets.

Berman, M. (1983). All that is Solid Melts into Air. Londion: Verso. Burke, P (2001). Sejarah dan Teori Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Cagan, J. (1997). Citizenship for the 21st Century: An Internastional Perspective

on Educatio, London: Cogan Page.

Clercq, F.A.S., (1890). Bijdragen tot de Kennes der Residentie Ternate. Leiden: Brill.

Coser, L.A. (1971). Masters of Sosiological Thought : Ideas in Historical and

Social Context. New York : Harcourst Brace Jovanovich.

---, (1998). Research Design Qualitative & Quantitaive Approaches. London: SAGE Publications.

Creswell, John W. (1998). Research Design Qualitative & Quantitaive

Approaches. London: SAGE Publications.

Crouch, H.and J.W. Morley (1993).” The Dynamics of Political Change”. Dalam J.W. Morley (ed). Driven By Growth: Political Change in the

Asia-Pacific Region. New York: M.E. Sharpe.

Danandjaja, J. (1986). Floklor Indonesia. Ilmu Gosif, Dongeng dan lalin-lain. Jakarta: Pustaka Graffiti Press.

Davidson at all. (2010). Adat Dalam Politik Indonesia. Jakarta: Kerjasama KITLV –Jakarta dan Yayasan Obor Indonesia.


(45)

184 David, M, (1994). The Conditions of Postmodernity (Cambridge : Basil

Bleackwell Ltd.

Djafar,Irza A. (2004).“Biografi Sultan Ternate Iskandar Muhammad Djabir

Sjah”. Yogyakarta: Ombak.

Djojonegoro, W, dkk (1995). Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan di

Indonesia, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Djuweng, S, et al. (1996). Konvensi ILO 169 Mengenai Bangsa Pribumi dan

Masyarakat Adat di Negara-negara Merdeka. Jakarta : ELSAM.

Dogan Hasan, Z. (1989). Froms of adjustment: Sosiocultural Impacts of

Tourisme” , Annuals of Tourism Research 16

Dove, Michael R. (Penyunting). (1988). Peran Kebudayaan Tradisional

Indonesia dalam Modernisasi. Jakarta: yayasan Obor Indonesia.

Dyke, Vernon Van, (1965). Political Scince: A Philisophical Análisis. New Cork : Priscilla McGeehun.

Enkoswara (1994). Menuju Indonesia Modern 2020. Yayasan Amal Keluarga Bandung.

Everett, M. el. al. (1981). Memasyarakatkan Ide-ide Baru. Abdullah Hanafi (Penerjemah). Surabaya: Usaha Nasional.

Fenton E, (1967). Teaching the New Social Studies in Secondary School:

Inductive Approach, Bloomington: Indiana University Press.

---, (1996). Masyarakat Sipil untuk Transformasi Sosial: Pergolakan

Ideologi LSM Indonesia. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.

--- (2007). Antropologi Structural (Penterjemah: Sjam, R.N, Dari

Antropologie Strukturale) PLON 1958) Yogyakarta: Kreasi Wacana

Fitzpatrick,D.(2010). Tanah, Adat dan Negara Di Indonesia Pasca-Suharto

Perspektif Seorang Ahli Hukum Asing, Jakarta: Kerjasama KITLV –

Jakarta dan Yayasan Obor Indonesia.

Florence,K. (1961),” Variation In Value Orientation, Cambridge: Harvard University Press.

Frassen, van F. (1978). Types of Sociopolitical Structure ini North Halmaheran


(46)

185 ---, (1987). Cour and State in Ternatan Society , dalam Masinambow

(1987) Halmatera dan Raja Ampat sebagai Kesatuan Majemuk: Studi-studi terhadap Suatu Daerah Transisi, Jakarta: LIPI.

Freire, P. (2004). Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan (terjemahan). Yogjakarta: Pustaka Pelajar.

Gafur, A.G (2005). Memahami Kultur Maluku Utara dan Nilai Identitas Bangsa, (Editor) Sukardi Syamsudin. Ternate: HPMT.

Garna, Judistira K.. (1997). Pemikiran Modern dan Ilmu Pengetahuan Social. Bandung: CV. Primaco Akademica.

Geertz, C, (1992). The Interpretation of Culture : Selected Essays. London : Hutchinson & CO Publisher, LTD. Diterjemahkan Budi Hardiman 1992. Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta : Kanisius.

Gelden, Heine, R. (1982). Konsep Tentang Negara & Kedudukan Raja di Asia

Tenggara. Deliar Noer (Penerjemah). Jakarta: Rajawali.

Giddens, A.(1984). The Constitution of Society: Outline of The Theory of

Structuration. Cambridge: Polity Press.

---(1990). The Consequences of Modernity United States of America : Polity Press.

---,(1991). Modernity and Self-Indentity: Self and Society in the Late

Modern Age. Cambridge: Polity Press.

Glesne, C. Dan Peshkin,A. (1992). Becoming Qualitative Researchers: An

Introduction, White Plains, N.Y: Longman.

Glenn, H.P. (2000). Legal Traditions of the word: Sustainable diversity in law, Oxford University Press.

Guba, Egon G & Yvonna S. Lincoln. (1985). Naturalistic Inquiry. London: Sage Publication.

Harton, R. (1982). Tradition and Modernity Revisited’ dalam M.Hollis dan S.Lukes (eds), Rationality and Relativism, Oxford.

Hagerdal, H. (2003). Kerajaan-Kerajaan Indonesia: An Alphabetic enumeration

of the former princely states of Indonesia, from the earliest time to of modern period, whit simplified geneology and order of succession’


(47)

186 Habermas, J. (2007). Kritik Atas Rasio Fungsionalisme. Nurhadi (Penerjemah).

Yogyakarta: Kreasi Wacana.

---, (1987). The Philosophical Discourse of Modernity, Cambridge. Hardiman, B.,F., (2004). Filsafat Modern-Dari Machiavelli sampai Niertzsche,

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hidayat S, (2002). Pendidikan : Faktor Terpenting Bagi Kemajuan Bangsa. Jakarta : Depdiknas.

Hasibuan, S.R, (2002). Manusia dan Kebudayaan diIndonesia Teori dan

Konsep. Jakarta: Dian Rakyat.

Ibrahim, S, I. (Ed) (1997). Life Style Ecctasy. Yogyakarta: Jalasurta.

Jalal, F. & Supriadi, D, Ed. (2001). Reformasi Pendidikan dalam Konteks

Otonomi Daerah. Yogyakarta : Adicita Karya Nusa.

James, Bank. (1995). The Government Performance and Result Act of 1993: A

Mandate for Strategic Plaining and Result Act Managemen.

Johnson, D.P. (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: Gramedia. Johntone F. (1990). ” Being the Word: Globalization and Localization”, Theory,

Culture, & Society, London: Sage Publication.

Judistira, (1992). Pengembangan Nilai-Nilai Tradisional Berbasis Religius. Yogyakarta : Kanisius.

Joan, S (1994). Human Ringhts In Criss. Philadelphia: University of Pennylvania Press.

Jorgensen, Danny L. (1989). Participant Observtion: A Methodoology for Human

Studeis. London: Sage Publication.

Joyuce P. (1991). History and Post-Modernism’ Pas and Present.

Jarolimek, John. (1993). Socil Studies in Elementary Education. 5th. Edition. NY: MMillan. Co.inc.

Klinken van G. (2010). Kembalinya Para Sultan: Pentas Gerakan Komunitarian

Dalam Politik Loka,. Jakarta: Kerjasama KITLV –Jakarta dan Yayasan


(48)

187 Koentjaraningrat,(1985). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan.

Jakarta:Gramedia.

---, (1990). Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: UI Press.

---,(2001). Pengantar Antropologi. Jakarta: Penerbit Reneka Cipta.

Kartodirdjo, S. (1991) , Modern Indonesia : Tradition and Transformation

Socio-Historical Prespective, Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

---,(1990). Kebudayaan Pembangunan Dalam Perspektif Sejarah. Yogjakarta: Gadjah Mada University Press.

Kartodirdjo, S. (1975) et al. Sejarah Nasional Indonesia, Jilid IV, Yusnar Basri, (ed.), Jakarta: Departemene dan Kebudayaan.

Kluckhohn F. (1961),” Variation In Value Orientations, Row Peterson and Company, New York.

Kayam, U. (1991). Transformasi Budaya Kita. Jakarta: Sinar Harapan. Kontowijoyo, (2006). Budaya dan Masyarakat. Yogjakarta: Tiara Wacana.

Kotambunan, H. (2004). Perjuangan Maluku Utara Membebaskan Dari

Kolonialiasme. Jakarta : PT. Gamalama Media.

Kuntoro, S.A. (1997). Menelusuri Perkembangan Pendidikan Nasional di

Indonesia: Peran Pendidikan Bagi Integritas Bangsa, Pidato

Pengukuhan Guru Besar, IKIP Yogyakarta.

Kuper,A. (1999). Culture : The Antropologissts’ Account, Cambridge. Mass: Harvard University Press.

Lauer, Robert H. (2003). Pespektif Tentang Perubahan sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Lash, S. (1987). Modernity or Modernism: Weber and contemporary social theory, dalam S. Whimster and Lash (eds), Max Weber, Rationality and

Modernity. London : Allen and Unwin.

Lakoff,S. (1996). Democracy History, Theory Practice. Colorado-the United State of America: Westview Press.


(49)

188 Leirissa R.Z.,(1996).Halmahera Timur dan Raja Jailolo Pergolakan di Laut

Seram Abad Ke-19 (Jakarta: Balai Pustaka.

--- (1999). Ternate Sebagai Bandar Jalur Sutra (Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Diroktorat Sejarah dan Nilai Nasional, Jakarta: Depdiknas.

Leslei, S. (1991). Sosiology of the Global System, Social Change in Global

Perspektive (Baltimore: The Johns Hopkins University Press.

Lincoln, Yvonna dan Guba, Egon G. (1985). Naturalistic Inquiry, London New Delhi: Sage Publication Beverly Hills.

Linton, R. (1984). The Studi of Man, Antropologi Suatu Penyeledikan tentang

Manusia. ( Firmansyah Penerjermah).Bandung : Jemmars.

Logman (1983). Dictionary of Contemporary Elinglish, Printed in Great Britain at The Pitman Press.

Lutan, R,. (2001). Keniscayaan Pluralitas Budaya Daerah, Analisis Dampak

Sistem Nilai Budaya Terhadap Eksistensi Bangsa, Bandung: Aksara.

Mangunharjana, A. (1997). Isme-isme dari A Sampai Z. Yogyakarta: Kanisius. Masinmbow, E.K.M, (1987). Halmahera dan Raja Ampat Sebagai Keatuan

Sebagai Kesatuan Majemuk Jakarta: Leknas LIPI.

Maxwell, (2008). Whot is Social Cohesien, and Why do We Care. Canadina Policy Research Network

McMillan, J. dan Schumacher, S. (2001). Research in Education A Conseptual

Inrooduction. New York: Logman.

McClelland, David C., (1961). The Achieving Society.Van Nostrand, New Yeark. Mestoko,S et al. (1979). Pendidikan di Indonesia dari Zaman ke Zaman, (Jakarta :

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan.

Miles, M.B. (1992). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang

Metode-Motode Baru. Tjetjep Rohadi (Penerjemah). Jakarta: UI Press.

Marsh, (1996). Teching Social Studies. 2nd edition. Brunswick, Victoria Prentice Hall of Australia Pty. Ltd.


(50)

189 Mudaffar, (2005). Filosofi Maluku Kie Raha: Dalam Memahami Kultur Maluku

Utara dan Nilai Identitas Bangsa dalam Moloku Kie Rahan Dalam Perspektif Budaya dan Masuknya Sejarah Islam”. (Editor) Sukardi

Syamsudin. Ternate: HPMT.

Mutakin, A., (2006). Nilai-Nilai Keagamaan Dan Politik Dalam Telaah

Sosiologis. Bandung : FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia.

Naisbitt, J., & Aburdene, P. (2000). Megatrend 2000, Jakarta: Banirupa Aksara. Neor,D. (1996). Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942)Jakarta: LP3ES Niel, R. (1984). Munculnya Elit Modern. Terjemahan oleh Zahara Deliar Noer.

Jakarta: Pustaka Jaya.

NCSS, (1994). Curriculum Standars of Social Studies Washington : NCSS.

O’nell, William F. (1981). Educational Idealogies : Contemporary Expressions of

Educatio Philisopies. CAL, Santamonica : Goodyear Publishing

Company. Diterjemahkan Mansour Fakih, (2001). Ideologi-ideoligi

Pendidikan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Ogburn, W.F (1964). Social Change with respect to culture and Orginal

Nature.New York: Viking.

Oteng, S. (1989). Administrasi Pendidikan : Dasar Teoritis Untuk Praktek

Profesional. Bandung : Angkasa.

Patton, M.Q. (1990). Qualitative Evalution Metodes. Beverly Hills: Sage Publications.

Paysey, A. (1981). Organization and Management is Scholls : Perspectives for

Practicing Teachers. London : Longman.

Philpott, S. (2003). Rethinking Indonesia : Postcolonial Theory, Authoritarianisme and Identity. Nuruddin dkk (penerjemah). Yogyakarta: LKiS.

Priyono & B. Herry. (2003). Anthony Gidden: Suatu Pengantar. Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia.


(51)

190 Pai,Y, (1990). Culural Foundation of Education. New York: McMillan Publishing

Chompany.

Putuhena, S.(1987). “Sejarah Agama Islam di Ternate” dalam Masinambow,

Halmahera dan Raja Ampat Konsep dan Strategi Penelitian Jakarta:

Leknas LIPI.

Rapar, JH. (2001). Filsafat Politik: Plato, Aristoteles, Augustianus, dan

Macheavelli. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Redfield. (1985). Masyarakat Petani dan Kebudayaan, Jakarta: Rajawali.

Rohman,A.(2010). Pendidikan Komparatif: Menuju Kearah Metode Perbandimgan Pendidikan Antar Bangsa. Yogyakarta: Laksbang

Grafika.

Ritzer, G. Douglas J. Goodman, (2007). Teori Sosiologi Modern. (Penerjemah) Alimandan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Ricklefs. M.C., (1991). Sejarah Indonesia Modern, Yokjakarta: Gadjah Mada University Press.

Salim, A. (2006). Teori Paradigma & Penelitian Sosial. Yogyaakarta: Tiara Wacana.

---. (2002). Perubahan Sosial: Sketsa Teori dan Refleksi

metodologi Kasus Indonesia. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Saifuddin, A.F. (2005). Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis

Mengenai Paradigma. Jakarta: Kencana.

Schroeder, R. (2002). Max Weber tentang Hegemoni Sistem Kepercayaan. Heru Nugroho (Penerjemah), Yogjakarta: Kanisius.

Scoller, V. R.D. (1985) Social Fondation of Education Second Edition. Englewood Cliffs, New Jersy: Prentice-Hall.Ince.

Scott Lash.,(1990). Patron Clients, and Politics: New Perpectives on Political

Clientilisme. Berkeley: University of California.

Sugiyono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Sukmono, R. (1981). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3: Yogyakarta, Kanisius.


(1)

http://www.contex.org/ICLIB/IC09/Gilmanlhtm.

Galvan, D, (2000). Isntitutional bases of ethnic Cooperation in Senegal and Central Java, Indonesia’, dalam “Adat Dalam Politik Indonesia(2010), penyunting Jamies et.al. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Howrd, R. (2006). Dilemmas of Social Democracies. (Online) Tersedia di http://www.howardrichards.org

Jacobs, H.T.M. (ed). Source and studies for the History of the Jesuits, Vol.III, A Trestise on Molucoes (1544) Probabli the preliminary version of Antonio Galvao’s last Historia and Molucas edited from Postuguise manuscript in the archive general de indie, Servilla italy.1971.

---, H.T.M (1971), Treatise on the Molucas (c.1544). Probably the preliminary version of Antonio Galvao’s lost Historia das Molucas. Institutum Historicum, S.1. Rome.

---, (1980). Monumenta Missium Societis lesu. Missiones Orientales. Documenta Malucensia. 2 vols. Rome.

Kolonial Verslag (KV), 1917.

Lertzman, D.A. (2002). Rediscosvering rites of passage: education, transformation, and the transition to sustainability. Conservation Ekology http://www.consecol.org/vol5/iss2/art30/

La Owi, O. (2010) .“ Suarakan Istemewaan Ternate”. Malut Post (25 Desember 2010).

Mudaffar, (2003). ”Sejarah Hukum Adat dan Lingkungan Hukum Adat Ternate: Suatu Pendekatan Yuridis Historis“. Makalah pada Seminar Sejarah Hari Lahirnya Kota Ternate di selenggarakan oleh Pemerintah Kota Ternate, 8 – 9 Juli, 2003.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22/2006, tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidika Dasar dan Menengah.

Sondrol, Paul, C., (1997). Paraguay and Uruguay : Modernity, Tradition and Transitio. Vol.18, No, 1, pp 109-125. Tersedia : hhtp://www.carfax.co.uk. 26 – 08- 2008.


(2)

dalam Sara-sehan/Forum Komunikasi Pimpinan FPIPS-IKIP dan Jurusan PIPS-FKIP Universitas se-Indonesia. Surabaya, 7-8 April 1993. Turang, J. (1979).” Pembangunan dan Modernisasi Guru : Pengaruh

Pelaksanaan Proyek Pembangunan Pendidikan Dalam Modernisasi Guru Sekolah Dasar Di Desa Swasembada Kota Madya Manado dan Kabupaten Minahasa”. Disertasi pada IKIP Bandung: tidak diterbitkan. Trijono, L. (1996). Globalisasi Modernitas dan Krisis Negara-Bangsa:

Tantangan Integrasi Nasional dalam Konteks Global. A. CSIS thn XXV No. 2. 96.

Tobias, J.H (1980). ”Memorie van Overgave dalam Ternate, Momorie van Overgave” J.H. Tobias, Memorie van Overgave C. Bosscher (1858), Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003 Nomor 78.

Wolanski, N. (1995). Modernization as a Form of Cultural Adaption to the Environment. New Delhi: Indira Gandhi National Centre for the Arts, New Delhi. Tersedia: http://www.ignca.nic.in/ps 05025.htm

Wright, C. (1996). Naviating New Directions for Social Studies in Newfoundland and Labrador. Canadian Social Studies, Vol. 31, No.1. hal. 16-21.

Wall, V.I. van der, (1983). De Nederlandsvhe Oudheden, in den Molluken s`gravenhage: Nijhoff, 1982: 248)


(3)

Lampiran 1 :

NARASUMBER PENELITIAN

Drs.H.Mudaffar Syah, Sultan Ternate ke-48, anggota DPRRI Periode

2004-2009 dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Provinsi Maluku Utara Periode 2009-2014, pemerhati sejarah Ternate, dan juga selalu aktif menulis buku-buku sejarah kebudayaan Ternate yang berbasis pada falsafah Jou Sengofa Ngare.

Jou Affandi Syah, salah seorang pemangku kesultanan Ternate dengan

memangku jabatan Kapita Lao. Beliau ini dalam sejarah perjalanan dan pengalaman hidupnya sungguh berbeda pandangan dengan keturunan kesultanan lainnya karena beliau dikenal sebagai seorang tokoh yang berpandangan modern.

Joum Rini Djabir Syah, pensiunan guru, salah seorang putri kraton Ternate

yang saat ini masih aktif mengkaji kembali buku-buku dan arsip daerah berbahasa Belanda yang berkaitan dengan memorial sejarah kesultanan Ternate di masa lampau.

Muhdar Mustafa,B.Sc, pensiunan, memangku jabatan sebagai Jogugu

Kesultanan Ternate yang membidangi masalah-masalah pengelolaan pemerintahan kesultanan.

Mahmud Muhammad,SH, pensiunan, memangku jabatan Hukum Sangaji

Kesultanan Ternate.

H.Ridwan Dero, SH ,PNS, memangku jabatan Joukalem, imam. Ini berkaitan

dengan urusan masalah-masalah keagamaan, sebagai salah seorang imam mesjid Sultan dan selalu aktif dalam kegiatan-kegiatan penyiaran tradisi-tradisi keagamaan, baik di mesjid maupun pada kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.

Ismunandar AIM Syah,SE, MH, anggota DPRD Kota Ternate periode

2004-2009, aktif menulis artikel di surat kabar yang terkait dengan masalah adat dan tradisi Terante serta kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan masalah politik dan kebudayaan Maluku Utara.

Drs. Jusuf Abdulrahaman, pensiunan, mantan Rektor Universitas Khairun

Ternate mantan Ketua Yayasan Pendidikan Khairun, pendiri dan salah seorang ketua Pusat Kebudayaan Maluku Utara, penyair, penulis, serta aktif dalam


(4)

Adanan Amal,SH, pensiunan,pemerhati sejarah Maluku Utara, penulis

buku-buku sejarah lokal Maluku Utara, serta kegiatan lainnya berhubungan dengan sejarah Maluku Utara.

Drs. Abjan Yahya, M.Ag, Ketua STAIN Ternate.

Dr. Gufran Ali Ibrahim,MS, Rektor Universitas Khairun, budayawan, peneliti

sosiolinguistik, aktif menulis artikel di surat kabar dan jurnal ilmiah, dan sekaligus menjadi salah satu narasumber dalam kegiatan-kegiatan seminar baik di tingkat lokal, nasional maupun Internasional.

Drs. Adam Ma’ruf, M.Si, Kakandepak Kab.Halteng, pemerhati budaya Ternate,

aktif mengkaji dan menulis tradisi-tradisi Kesultanan Ternate dan sekaligus sebagai salah seorang pengurus atau pengelola kraton Ternate.


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Peran Pengawas Sekolah dan Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru

0 8 56

PENGARUH PERSEPSI GURU TENTANG KETRAMPILAN MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA Pengaruh Persepsi Guru Tentang Ketrampilan Manajerial Kepala Sekolah Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru.

0 1 14

Kontribusi Kinerja Manajerial Kepala Sekolah Dan Kinerja Komite Sekolah Terhadap Mutu Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Jatiwangi.

0 1 11

KONTRIBUSI KINERJA MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA KOMITE SEKOLAH TERHADAP MUTU SEKOLAH DASAR NEGERI DI KECAMATAN COBLONG KOTA BANDUNG.

0 0 51

PENGARUH KEPEMIMPINAN INSTRUKSIONAL KEPALA SEKOLAH DAN IKLIM SEKOLAH TERHADAP SEKOLAH EFEKTIFDI SEKOLAH DASAR SE-KECAMATAN GEGESIK KABUPATEN CIREBON.

0 4 49

STUDI PRODUKTIVITAS SEKOLAH DASAR : Analisis Pengaruh Kinerja Kepala Sekolah, Kinerja Mengajar Guru, Budaya Sekolah, dan Supervisi Manajerial Pengawas Terhadap Produktivitas Sekolah Dasar di Kabupaten Garut.

5 13 94

PENGEMBANGAN KINERJA KEPALA SEKOLAH : Studi Tentang Pengaruh Diklat dan Kompetensi Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Kepala Sekolah Dasar Di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau.

0 5 70

PENGARUH SISTEM KOMPENSASI DAN KEMAMPUAN MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA INOVATIF GURU : Studi Tentang Pengaruh Sistem Kompensasi dan Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Inovatif Guru di Madrasah Aliyah Kota Palembang.

0 1 74

KEPEMIMPINAN SEKOLAH EFEKTIF id. ppt

2 1 13

PENGARUH KINERJA KEPALA SEKOLAH DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN TERHADAP PENGEMBANGAN SEKOLAH EFEKTIF DI MTs. SE-KOTA CIREBON - IAIN Syekh Nurjati Cirebon

0 0 24