Bentuk Dan Tes Kemampuan Membaca Dalam Bahasa Jepang.

Bentuk dan Tes Kemampuan Membaca dalam Bahasa Jepang

Abstrak
Renny Anggraeny

Kegiatan membaca adalah suatu aktivitas mental untuk memahami apa
yang dituturkan pihak lain melalui sarana tulisan. Penyampaian informasi melalui
sarana tulis untuk berbagai keperluan dalam abad modern ini merupakan suatu hal
yang tidak dapat ditinggalkan. Dalam dunia pendidikan aktivitas serta tugas
membaca merupakan suatu hal yang sangat penting, sebagian besar pemerolehan
ilmu dilakukan para siswa dalam bahasa Jepang adalah melalui aktivitas membaca.
Keberhasilan studi seseorang sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan
membacanya. Diadakannya tes kemampuan membaca ini dimaksudkan untuk
mengukur tingkat kemampuan kognitif siswa memahami wacana tertulis. Serta tes
yang dipergunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai
tujuan dalam kegiatan belajar mengajar, tes pengukur keberhasilan atau
kemampuan siswa ini terdiri dari 1. tes kemampuan awal, yaitu pretes, tes
prasyarat, dan tes penempatan, 2. Tes diagnostik, 3. Tes formatif dan 4. Tes
sumatif.
Sasaran penilaian dalam pembelajaran bagi pengajar diharapkan akan
dapat menjadi masukan bagi pengajar untuk memperbaiki dan menentukan

pencapaian tujuan pengajaran, sedangkan bagi siswa diharapkan untuk melihat
kembali cara belajarnya yang telah dilakukan sampai saat itu, mendalami
keberanian yang dimilikinya serta dapat menjadikan petunjuk agar dapat
mengubah cara belajarnya. Dengan diketahuinya hasil dari kegiatan belajar
mengajar yang telah dilaksanakan, bagi lembaga pendidikan pun akan menjadi
bahan untuk penentuan isi materi pembelajaran dan menjadi bahan pertimbangan
untuk memperbaiki fasilitas belajar pada waktu yang akan datang khususnya
dalam pengajaran membaca dalam bahasa Jepang.
Dalam makalah ini diuraikan tentang bagaimana bentuk tes kemampuan
membaca dalam bahasa Jepang yang disertai contoh soal dari bahan ajar ‘Dokkai’
yaitu Nihongo Chuukyuu kara manabu, yang terdiri dari tes esai dan tes objektif.
Diuraikan pula kelebihan, kelemahan dan bagaimana usaha untuk mengurangi
kelemahan dari kedua tes tersebut. Serta menguraikan pula bagaimana tingkatan
tes kemampuan membaca yang terdiri dari tingkat ingatan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis serta tingkat evaluasi.

Kata kunci: kemampuan membaca dalam bahasa Jepang, tes esai, tes objektif dan
tingkatan evaluasi

Reading Capability form and test in Japanese

Abstract

By; Renny Anggraeny

Reading activity is one of mental activity to be able to compehend what is
trying to deliver by the deliverer through writings. As the age of the world has
come to the modern, delivering information through writings media could not be
resisted. In the world of education, the activity and assignment to read is consider
as one from most important aspects. As most part of studying Japanese language
is done by reading. One ' s success is determined by the will and the ability to read.
This reading test is held to measure the ability level of the students in reading and
comprehend writing materials. This test is also intended to measure the level of
students’ success in accomplishing the purpose in learning-teaching activity. This
is consist of 1. early ability test that are pretest, prerequisite test, and placement
test, 2. Diagnostic test, 3. Formative test and 4. Summative test.
Scoring target in learning process for students is expected to be some
suggestion for the lecturer to improve and as a reference to set the goal of leaningteaching activity. Whereas for the students, they are expected to review their
learning strategy into what they have to improve the way of their learning activity.
By knowing the result of the learning-teaching activity, it can be used as the
reference for the education department to arrange the teaching material and to be

used as consideration in how to improve the quality of education in the future
especially in the Japanese Language reading-learning activity.
In this paper, I wrote about the form of the reading-ability test in Japanese
that followed with the example of the questions from the “Dokkai” teaching
material which is Nihongo Chuukyuu kara manabu, it consists of written test and
objective test. Here described the excess, weakness and the effort made to
decrease the number of weakness from those two tests. Also, it tells about the
level of reading comprehensive test which consists of: memory, comprehensive,
implementation, analisys, syntesis and evaluation test.

Keywords: reading ability on Japanese Language, Written Test, Objective Test
and Evaluation Test.

I. Pendahuluan
Dalam bidang pendidikan pada umumnya dan bidang pengajaran pada
khususnya, tes adalah sebagai alat, prosedur atau rangkaian kegiatan yang
digunakan untuk memperoleh contoh tingkah laku seseorang yang memberikan
gambaran tentang kemampuannya dalam suatu bidang ajaran tertentu. Melalui tes
diharapkan diperoleh informasi tentang seberapa banyak dan seberapa mendalam
kemampuan yang dimiliki seorang siswa dalam bidang pengajaran itu. Dalam

pengajaran bahasa, tes semacam itu dikenal sebagai tes bahasa yang sasaran
pokoknya adalah tingkat kemampuan.
Kemampuan berbahasa mengacu kepada kemampuan yang berhubungan
dengan penggunaan bahasa dalam komunikasi nyata sehari-hari. Dengan
kemampuan berbahasa, seseorang dapat mengungkapkan pikiran dan isi hatinya
kepada orang lain, yang merupakan tujuan pokok penggunaan bahasa sebagai
suatu bentuk berkomunikasi (Djiwandono, 1996: 1).
Evaluasi dalam program pembelajaran adalah salah satu kegiatan yang
dilakukan oleh pengajar atau pelaksana program pengajaran dalam rangka
pelaksanaan proses belajar mengajar, dengan tujuan untuk mengetahui
keberhasilan suatu program pembelajaran baik yang sedang dilaksanakan maupun
yang telah dilaksanakan. Oleh karena itu, evaluasi pelaksanaannya bukan hanya
pada akhir program pembelajaran saja namun dilaksanakan juga pada saat
program pembelajaran berlangsung, dan dilaksanakan secara sistemik. Dalam
makalah ini diuraikan tentang bagaimana bentuk-bentuk tes yang dapat diterapkan
dalam pengajaran, kelemahan dan kelebihan dari tes itu sendiri serta
menggambarkan bagaimana tingkatan tes kemampuan membaca yang terdiri dari
tingkat ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis serta tingkat evaluasi.

II. Pembahasan

Adapun bentuk-bentuk tes yang biasa dilakukan kepada siswa adalah:
2.1 Bentuk tes
Secara garis besar dapat dibedakan adanya dua macam bentuk tes, yaitu
tes subjektif dan tes objektif. Bentuk tes yang pertama sering juga disebut sebagai
tes bentuk esai (inggris: essay).
1. Tes Esai
Tes esai adalah suatu bentuk pertanyaan yang menuntut jawaban siswa dalam
bentuk uraian dengan mempergunakan bahasa sendiri. Dalam tes bentuk esai
siswa dituntut berpikir tentang dan mempergunakan apa yang diketahui yang
berkenaan dengan pertanyaan yang harus dijawab. Tes bentuk esai memberi
kebebasan kepada siswa untuk menyusun dan mengemukakan jawabannya sendiri
dalam lingkup yang secara relative dibatasi. Itulah sebabnya tes esai disebut juga
sebagai tes subjektif, walaupun penamaan itu juga dikaitkan dengan kegiatan
penilaiannya yang juga bersifat subjektif.
Tes subjektif memungkinkan siswa untuk menunjukkan kemampuannya
dalam

menerapkan

pengetahuan,


menganalisis,

menghubungkan,

dan

mengevaluasi informasi baru yang dihadapkan kepadanya. Tes ini menuntut siswa
untuk

dapat

menghubungkan

mengorganisasikannya

ke

dalam


fakta-fakta
koherensi

yang

dan

konsep-konsep,

logis,

dan

kemudian

menuangkan hasil pemikiran itu ke dalam bentuk ekspresi tulis.
Jawaban siswa terhadap tes esai menunjukkan kualitas cara berpikir siswa,
aktivitas kognitif dalam tingkat tinggi yang tidak semata-mata mengingat dan
memahami saja. Dalam rangka menilai cara berpikir, apa yang disimpulkan siswa
bukanlah hal penting, yang lebih dipentingkan adalah bukti cara berpikir siswa,

alasan-alasan yang meyakinkan untuk sampai pada simpulan itu. Jadi, yang
penting bukan simpulan itu sendiri, melainkan bagaimana cara untuk sampai pada
simpulan.

Sebagai alat pengukur belajar siswa, tes bentuk esai mempunyai beberapa
kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dan kelemahan yang dimaksud antara lain
dikemukakan sebagai berikut.
2.2 Kelebihan tes bentuk esai
1. Tes esai tepat untuk menilai proses berpikir yang melibatkan aktivitas
kognitif tingkat tinggi, tidak semata-mata hanya mengingat dan
memahami fakta atau konsep saja. Melalui tes esai, siswa dituntut untuk
menerapkan pengetahuan, menganalisis, menghubungkan, menilai, dan
memecahkan permasalahan sesuai dengan kemampuan cara berpikirnya
(suatu hal yang sulit dilakukan melalui tes bentuk objektif).
2. Tes esai memaksa (memberi kesempatan) siswa untuk mengemukakan
jawabannya ke dalam bahasa yang runtut sesuai dengan gayanya sendiri.
Keruntutan bahasa ini penting karena hal itu akan mencerminkan jalan
pikiran siswa. Pikiran yang jelas, runtut dan menguasai masalah akan
dapat dimanifestasikan ke dalam bahasa yang jelas dan runtut pula.
3. Tes esai memaksa siswa untuk mempergunakan pikirannya sendiri, dan

kurang memberikan kesempatan untuk bersikap untung-untungan (suatu
hal yang mungkin sekali dilakukan dalam tes objektif).
4. Tes bentuk esai mudah disusun, tidak banyak menghabiskan waktu. Oleh
karena itu, guru yang “sudah tidak lagi mempunyai banyak waktu” dapat
memilih tes bentuk esai.
2.3 Kelemahan tes bentuk esai
1. Kadar validitas dan reliabilitas tes esai rendah, dan inilah yang menurut
Ebel (1079: 98) dalam Nurgiyantoro (2001: 72) merupakan kelemahan
pokok. Rendahnya kadar validitas dan reliabilitas itu disebabkan
(a) terbatasnya sampel bahan yang diteskan yang mewakili seluruh bahan,
(b) jawaban yang diberikan siswa satu dengan yang lain bervariasi, dan (c)
penilaian yang dilakukan sangat bersifat subjektif.
2. Akibat terbatasnya bahan yang diteskan, dapat terjadi hasil yang bersifat
kebetulan. Seorang siswa yang sebenarnya tergolong mampu, mungkin
mengalami kegagalan karena bahan yang diteskan kebetulan yang kurang

dikuasai. Sebaliknya, seorang siswa yang tergolong kurang mampu,
mungkin justru memperoleh hasil yang baik karena bahan yang diteskan
kebetulan ia banyak mempelajarinya.
3. Penilaian yang dilakukan terhadap jawaban siswa tidak mudah ditentukan

standarnya. Tiap butir tes esai tentunya tidak sama persis bobotnya
sehingga skor terhadapnya harus juga tidak sama. Di samping itu, adanya
variasi jawaban siswa menyulitkan kita untuk memberikan skor yang tepat
dan memerlukan pertimbangan-pertimbangan tertentu.
4. Waktu yang dibutuhkan untuk memeriksa pekerjaan siswa relatif lama,
apalagi jika jumlah siswa cukup besar, sehingga dirasa tidak efisien.
Padahal, mengoreksi pekerjaan siswa yang berupa uraian tidak dapat
diwakilkan kepada orang lain.
2.4 Penggunaan tes esai
1. Jumlah siswa yang akan dites relatif kecil, dan alat tes itu sendiri tidak
akan dipergunakan lagi.
2. Kita bermaksud memberanikan siswa untuk mengemukakan kemampuan
berpikirnya dalam tingkatan kognitif yang tinggi dalam bentuk ekspresi
tulis.
3. Kita lebih bermaksud untuk menilai proses berpikir siswa daripada hasil
pemikirannya itu sendiri. Jadi, yang diutamakan adalah penalaran,
kejelasan, dan keruntutan cara berpikirnya.
4. Kita yakin pada kemampuan sendiri untuk bertindak sebagai pembaca
yang kritis, bukan sebagai penulis yang membayangkan jawaban seperti
dalam menyusun tes objektif.

5.

Kita mempunyai waktu yang cukup untuk memeriksa pekerjaan siswa.

2.5 Usaha mengurangi kelemahan tes esai
1. Bahan yang dipilih untuk diteskan hendaknya berupa bahan utama yang
dapat mewakili bahan lain yang tidak diteskan. Hal ini mengingat bahwa
tes bentuk esai tidak mungkin berjumlah banyak sehingga dapat mewakili
bahan secara menyeluruh.

2. Pertanyaan hendaknya yang menuntut jawaban tertentu, artinya suatu
jawaban dapat dinilai lebih tepat daripada jawaban yang lain. Pertanyaan
yang kurang mengarahkan siswa pada suatu jawaban tertentu yang tepat
sehingga dapat dijawab secara bervariasi, akan mempersulit kita untuk
memeriksa dan menentukan skor secara pasti.
3. Sebelum dilakukan penilaian, hendaklah disusun terlebih dahulu kriteria
tertentu yang dijadikan pedoman. Hal ini terutama dimaksudkan agar
pemberian skor pada setiap jawaban lebih bersifat konsisten, dan
mengurangi sifat subjektivitas penilai.
2.6 Tes objektif
Tes objektif disebut juga sebagai tes jawaban singkat (short answer test).
Sesuai dengan namanya, tes jawab singkat menuntut siswa hanya dengan
memberikan jawaban singkat, bahkan hanya dengan memilih kode-kode tertentu
yang mewakili alternatif-alternatif jawaban yang telah disediakan. Sebagai alat
pengukur hasil belajar siswa, tes objektif mempunyai beberapa kelebihan dan
kelemahan. Kelebihan dan kelemahan yang dimaksud antara lain:
2.7 Kelebihan dan kelemahan Tes Objektif
a. Kelebihan tes objektif
1. Tes objektif memungkinkan kita untuk mengambil bahan yang akan
diteskan secara lebih menyeluruh daripada tes esai. Pembuatan tes objektif
bisa relatif banyak karena dapat dikerjakan secara cepat, dan itu berarti
dapat mencakup bahan yang lebih banyak pula.
2. Tes objektif hanya memungkinkan adanya satu jawaban yang benar. Hal
itu akan menimbulkan adanya sifat objektivitas bagi siswa yang menjawab
pertanyaan dan guru atau korektor yang memeriksa pekerjaan siswa.
Keadaan ini memungkinkan terjadinya sifat reliabilitas penilaian yang
tinggi.
3. Tes objektif sangat mudah dikoreksi karena tinggal mencocokkan jawaban
siswa dengan kunci jawaban yang telah dipersiapkan. Jika guru tidak
sempat memeriksa sendiri, pekerjaan itu dapat diwakilkan kepada orang

lain. Dewasa ini, orang bahkan minta jasa komputer untuk melakukan
kegiatan koreksi tersebut, seperti yang terjadi pada tes calon mahasiswa
baru di perguruan tinggi negeri.
4. Hasil pekerjaan tes objektif dapat dikoreksi secara cepat dengan hasil yang
dapat dipercaya.
2.8 Kelemahan tes objektif
1. Penyusunan tes objektif membutuhkan waktu yang relatif lebih lama, di
samping membutuhkan ketelitian, kecermatan, dan kemampuan khusus dari pihak
guru.
2. Ada kecenderungan guru yang hanya menekankan perhatiannya pada pokokpokok bahasan tertentu saja.
3. Pihak siswa yang mengerjakan tes mungkin sekali melakukan hal-hal yang
bersifat untung-untungan. Seorang siswa mungkin tidak mengerti sama sekali
jawaban yang benar terhadap suatu butir soal, walaupun dia hanya asal menjawab
pertanyaan itu, kerjasama antarsiswa sangat mudah terjadi. Jika hal ini terjadi,
skor yang dicapai siswa belum tentu mencerminkan kemampuan yang sebenarnya.
4. Tes objektif biasanya panjang sehingga membutuhkan biaya yang besar untuk
pengadaannya. Pengadaan tes objektif juga memerlukan waktu yang agak lama,
misalnya dalam pengetikan, pemerbanyakan dan pengurutan nomor halaman.
2.9 Usaha mengurangi kelemahan tes objektif
1. Penyusunan butir-butir soal tes objektif hendaknya mendasarkan diri pada
tabel spesifikasi yang telah dipersiapkan sebelumnya. Dengan cara itu,
akan dapat diatasi kecenderungan guru yang terpusat pada pokok bahasan
tertentu dan hanya mengungkapkan tingkatan aspek kognitif yang tertentu
pula.
2. Kesulitan penyusunan tes objektif antara lain dapat diatasi dengan berlatih
secara berkesinambungan, mempelajari tes-tes objektif susunan orang lain
yang baik, dan lain-lain, bahkan harus menguasai bahan yang akan disusun
alat tesnya itu sendiri.

3. Kemungkinan adanya siswa yang bersikap untung-untungan atau bekerja
sama dapat diatasi dengan mengenakan rumus tebakan dalam penyekoran
hasil pekerjaan siswa. Akan tetapi, penggunaan rumusan tebakan itu
kadang-kadang berakibat sangat tidak menguntungkan siswa.
4. Besarnya dana yang dibutuhkan dalam pengadaan tes objektif kiranya
antara lain dapat diatasi dengan mempergunakan alat tes itu lebih dari
hanya satu kali. Tentu saja hal ini hanya dapat dilakukan jika alat tes itu
dapat dipertanggungjawabkan dari segi kesahihan dan ketepercayaan.
5. Mengingat bahwa baik tes bentuk esai maupun objektif masing-masing
mempunyai kelebihan dan kelemahan, kiranya akan lebih bijaksana jika
kita menerapkan keduanya, mungkin sekaligus mungkin berbeda waktu.
Untuk yang tidak bersamaan, misalnya tes esai dilaksanakan dalam tes-tes
dengan pertimbangan bahwa waktu lebih longgar dan cakupan bahan
belum terlalu luas, sedangkan tes objektif dilakukan pada tes sumatif.
2.10. Macam tes objektif
Jenis tes objektif yang banyak dipergunakan guru adalah tes jawaban benarsalah (true-false), pilihan ganda (multiple choise), isian (completion), dan
penjodohan (matching). Keempat macam tes objektif tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Tes benar-salah
Tes benar-salah adalah bentuk tes terdiri dari sebuah pernyataan yang
mempunyai dua kemungkinan, benar atau salah. Siswa sebagai pihak yang dites
harus memahami betul pernyataan-pernyataan yang dihadapkan kepadanya. Jika
siswa menganggap sebuah pernyataan benar, dia diminta untuk menjawab B
(benar) atau ya. Sebaliknya, jika menganggap bahwa pernyataan itu salah, dia
diminta menjawab S (salah) atau tidak.
2. Tes pilihan ganda
Tes pilihan ganda merupakan suatu bentuk tes yang paling banyak
dipergunakan dalam dunia pendidikan. Pada hakikatnya, tes pilihan ganda tidak

berbeda dengan benar-salah. Tes pilihan ganda juga memberikan pernyataan
benar dan salah pada setiap alternatif jawaban, hanya yang salah lebih dari sebuah.
Jadi, siswa juga terlibat dalam aktivitas menilai pernyataan-pernyataan (alternatif
jawaban) benar dan salah. Akan tetapi, karena pernyataan yang salah lebih banyak,
kemungkinan untuk berspekulasi untuk mendapatkan jawaban benar lebih kecil
daripada tes benar-salah.
3. Tes isian
Tes isian, melengkapi atau mnyempurnakan merupakan suatu bentuk tes
objektif yang terdiri dari pernyataan-pernyataan yang sengaja dihilangkan
sebagian unsurnya, atau yang sengaja dibuat secara tidak lengkap. Unsur yang
dihilangkan atau belum ada itu merupakan hal penting yang ditanyakan kepada
siswa. Untuk mengerjakan bentuk soal ini, siswa harus mengisikan kata atau
pernyataan tertentu yang tepat. Pernyataan itu hanya berisi satu atau beberapa kata
saja.
4. Tes penjodohan
Dalam tes bentuk penjodohan, siswa dituntut untuk menjodohkan, mencocokkan,
menyesuaikan, atau menghubungkan antara dua pernyataan yang disediakan.
Pernyataan biasanya diletakkan dalam dua lajur, lajur kiri dan lajur kanan, lajur
kiri berupa pernyataan pokok (stem) atau pertanyaan, sedangkan lajur kanan
merupakan “jawaban” atas pernyataan di lajur kiri (Nurgiyantoro, 2001: 70-91).
2.11.

Tingkatan tes kemampuan membaca

Nurgiyantoro, (2001: 253-267) menyatakan bahwa penekanan tes kemampuan
membaca adalah kemampuan untuk memahami informasi yang terkandung dalam
wacana. Kegiatan memahami informasi itu sendiri sebagai suatu aktivitas kognitif
dapat dilakukan atau dibuat secara berjenjang, mulai dari tingkat ingatan (C1)
sampai dengan tingkat evaluasi (C6). Berikut adalah tingkatan-tingkatan tes
kognitif yang dimaksud dalam tes kemampuan membaca.

1. Tes kemampuan membaca tingkat ingatan
Tes kemampuan membaca pada tingkat ingatan sekedar menghendaki siswa
untuk menyebutkan kembali fakta, definisi, atau konsep yang terdapat di dalam
wacana yang diujikan. Oleh karena fakta, definisi, atau konsep yang terdapat di
dalam wacana itu dapat ditemukan dan dibaca berkali-kali, pada hakikatnya tes
tingkat ingatan tersebut hanya sekedar mengenali, menemukan, dan memindahkan
fakta yang ada pada wacana ke lembar jawaban yang dituntut.
2. Tes kemampuan membaca tingkat pemahaman
Seperti halnya tes tingkat pemahaman pada kemampuan menyimak, tes
kemampuan membaca pada tingkat pemahaman juga menuntut siswa untuk dapat
memahami

wacana

yang

dibacanya.

Pemahaman

yang

dilakukan

pun

dimaksudkan untuk memahami isi bacaan, mencari hubungan antarhal, sebab
akibat, perbedaan dan persamaan antarhal, dan sebagainya.
3. Tes kemampuan membaca tingkat penerapan
Tes tingkat penerapan (C3) menghendaki siswa untuk mampu menerapkan
pemahamannya (C2) pada situasi atau hal yang lain yang ada kaitannya. Demikian
pula halnya dengan tes kemampuan membaca. Siswa dituntut untuk mampu
menerapkan atau memberikan contoh baru, misalnya tentang suatu konsep,
pengertian, atau pandangan yang ditunjuk dalam wacana. Kemampuan siswa
memberikan contoh, demonstrasi, atau hal-hal lain yang sejenis merupakan bukti
bahwa siswa telah memahami isi wacana yang bersangkutan.
4. Tes kemampuan membaca tingkat analisis
Tes kemampuan membaca pada tingkat analisis menuntut siswa untuk mampu
menganalisis informasi tertentu dalam wacana, mengenali, mengidentifikasi atau
membedakan pesan dan atau informasi, dan sebagainya yang sejenis. Aktivitas
kognitif yang dituntut dalam tugas ini lebih dari sekedar memahami isi wacana.
Pemahaman yang dituntut adalah pemahaman secara lebih kritis dan terinci
sampai bagian-bagian khusus.

5. Tes kemampuan membaca tingkat sintesis
Tes kemampuan membaca pada tingkat sintesis menuntut siswa untuk mampu
menghubungkan dan atau menggeneralisasikan antara hal-hal, konsep, masalah,
atau pendapat yang terdapat di dalam wacana. Aktivitas kognitif tingkat sintesis
ini berupa kegiatan untuk menghasilkan komunikasi yang baru, meramalkan, dan
menyelesaikan masalah. Aktifitas kognitif tingkat sintesis merupakan aktivitas
tingkat tinggi dan kompleks. Tes yang diberikan pun menuntut kerja kognitif yang
tidak sederhana, maka tidak setiap siswa mampu berpikir atau mengerjakan,
tugas-tugas yang dimaksud dengan baik.
6. Tes kemampuan membaca tingkat evaluasi
Tes kemampuan membaca pada tingkat evaluasi menuntut siswa untuk
mampu memberikan penilaian yang berkaitan dengan wacana yang dibacanya,
baik yang menyangkut isi atau permasalahan yang dikemukakan maupun cara
penuturan wacana itu sendiri. Penilaian terhadap isi wacana misalnya berupa
penilaian terhadap gagasan, konsep, cara pemecahan masalah, dan bahkan
menemukan dan menilai bagaimana pemecahan masalah yang sebaiknya.
Penilaian yang berkaitan dengan cara penuturan misalnya berupa penilaian
terhadap efektivitas cara penyajian masalah, hal-hal yang berkaitan dengan bahasa
misalnya masalah gaya penuturan, kejelasan, ketepatan pemilihan bentuk-bentuk
kebahasaan, dan sebagainya. Ketepatan pemilihan bentuk-bentuk kebahasaan
tersebut, baik dalam bacaan bentuk prosa, dialog maupun puisi akan menyangkut
masalah stilistika dan atau estetika. Tes tingkat evaluasi di samping memerlukan
pengetahuan yang lebih mendalam tentang masalah yang bersangkutan, juga
diperlukan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.
Berikut adalah contoh soal membaca dalam bahasa Jepang, dari bahan ajar
‘Dokkai’ yaitu Nihongo Chuukyuu kara manabu, yang terdiri dari tes esai dan tes
objektif.

I.

1. 理想

年齢



言え

外側


2. そ







前や(



)し

1. ……….








質問

答え

良く

努力

続け



大学





い質問









思い



)中身

) 生年月日

街角

II. 文

(5x1)

さい



) 日曜日

4. そし

正しく入


(







詳しく



(

(

)

大切


3.

(

言葉



(

)し

(5x2)

さい



うー











く黙





………..
うし





2. ..................................






うし

3. 外見

いえ












...............................

父さ





リカ

比べ





一人



いう
低い人



欲し

も女

うし





大統領選挙

うそ





本当



高い人




高い人


ほう



………………
いい

4.





5. 今

III. 下

ういう意味

もインターネッ
簡単



いう

情報

悪用さ

漢字

使





考え



アクセ








書い



意味

イン





ア語



さい

(10x1)



イン



ア語

意味
1. 宗教
2. 他人
3. 天職
4. 給料
5. 近所

IV. 次

文型

使





さい

(5x2)

1. ~

2. ~や

3. ~

~や



4. ~

思う



5. ~





V. 下

質問

答え

明し



さい

一度

人生



さい

(5x1)



頑張

う生









3. Simpulan
Evaluasi merupakan suatu proses yang sistematik, yang artinya penilaian
yang terdiri dari serangkaian kegiatan yang harus dilakukan melalui dan
berdasarkan peraturan-peraturan tertentu, dan selalu dihubungkan dengan tujuan-

tujuan pengajaran yang telah ditentukan. Evaluasi dalam program pembelajaran
adalah salah satu kegiatan yang dilakukan oleh pengajar atau pelaksana program
pengajaran dalam rangka pelaksanaan proses belajar atau mengajar atau
kyouikugakushuu ( 教 育 学 習 ), dengan tujuan untuk mengetahui keberhasilan

suatu program pembelajaran, baik yang sedang dilaksanakan maupun yang telah
dilaksanakan.
Tes bentuk esai maupun objektif masing-masing mempunyai kelebihan dan
kelemahan, kiranya akan lebih bijaksana jika kita menerapkan keduanya, mungkin
sekaligus atau pun mungkin berbeda waktu. Untuk yang tidak bersamaan,
misalnya tes esai dilaksanakan dalam tes-tes dengan pertimbangan bahwa waktu
lebih longgar dan cakupan bahan belum terlalu luas, sedangkan tes objektif
dilakukan pada tes sumatif.

DAFTAR PUSTAKA
Djiwandono, Soenardi M. (1996). Tes Bahasa dalam Pengajaran. Bandung: ITB.
Danasasmita, Wawan. (2009). Metodologi Pembelajaran Bahasa Jepang.
Bandung : Rizqi Press.
Kobayashi, Mina. (1998). Yokuwakaru Kyoujuhou. Tokyo : Kabushiki Kaisha.
Ngalimun. Alfulaila, Noor. (2014). Pembelajaran Keterampilan Berbahasa
Indonesia . Yogyakarta : Aswaja Pressindo.

Nurgiyantoro, Burhan. (2001). Penilaian Dalam Pengajaran Bahasa Dan Sastra .
Yogyakarta: BPFE.
Reiko, Arai. Dkk. (2003). Nihongo Chuukyuu kara manabu. Kenkyusha.
Sudijono, Anas. (1996). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta: PT Raja
Grafindo Persada.