AKSI DAN INTERAKSI HANTU HANTU DI TELEVI

1|Aksi dan Interaksi Hantu-Hantu di Televisi

Aksi dan interaksi HANTU-hantu di televisi:
Telaah kritis terhadap program reality show mistik dan misteri

Teguh Hindarto

Televisi Indonesia tidak pernah sepi dari berbagai tayangan yang berbau
mistik dan misteri lengkap dengan kehadiran fenomena gaib dan gejala
hantu. Berbagai tayangan mistik dan misteri tersebut terbagi dalam
beberapa bentuk yaitu: film, sinetron, reality show. Sejak tayangan
“Kismis” (Kisah-kisah Misteri) di RCTI pada tahun 2003, maka sampai saat
ini berbagai tayangan reality show bergenre mistik dan misteri lainnya
bermunculan dan tetap menjadi andalan pengelola televisi untuk
meningkatkan rating dan meraup perhatian penonton.
Beberapa tayangan reality show berbalut mistik dan misteri dengan
melibatkan aktifitas paranormal dan fenomena hantu al., “Gentayangan”
(TPI/MNC dengan host Toro Margen), “Dunia Lain” (Trans TV dengan host
Harry Pantja), “Silet” (RCTI dengan host Feny Rose), “Pemburu Hantu”
(Lativi dengan melibatkan sejumlah ustadz penangkap hantu), “Percaya
Ngak Percaya” (ANTV dengan host Leo Lumanto), “Masih Dunia Lain”


2|Aksi dan Interaksi Hantu-Hantu di Televisi

(Trans 7 dengan host Rudi Kawilarang), “Indigo” (Trans TV dengan host
Vira Razak), “Dua Dunia” (Trans 7 dengan host Indah Ananta)1. Sebagian
dari program-program tersebut telah habis masa tayangnya dan tidak
diperpanjang namun sebagian lainnya masih tetap bertahan dengan
pergantian judul program atau disiarkan oleh televisi lain. Tahun 2014 ini,
stasiun televisi ANTV menayangkan program baru “Angker Banget”.
Trans 7 nampaknya yang paling banyak menampilkan tayangan reality
show bergenre mistik dan misteri. Selain dua tayangan andalan “(Masih)
Dunia Lain” dan “Dua Dunia”, Trans 7 memiliki program andalan “Mister
Tukul Jalan-Jalan” yang dipandu oleh presenter dan komedian Tukul
Arwana. Animo masyarakat begitu luar biasa terkait dengan program
reality show ini. Hal ini nampak dengan berbondong-bondongnya
masyarakat saat syuting dan pengambilan gambar di berbagai tempat
yang diyakini mistis dan angker. Hal ini terjadi dikarenakan minat
masyarakat yang masih besar terhadap berbagai fenomena mistik dan
popularitas Tukul yang menjadi daya pikat dan perekat yang
mengokohkan penerimaan masyarakat terhadap program reality show

mistik tersebut.
Mengapa Masih Diminati?
Maraknya berbagai tayangan bergenre mistik dan misteri serta fenomena
hantu yang menyelusup dalam realitas masyarakat kita melalui film layar
lebar, sinetron serta reality show dan tetap diminati masyarakat dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, kultur masyarakat. Eksistensi
mistik dan misteri masih merupakan kultur yang menonjol dalam realitas

1

9 Acara TV Program Mistis Yang Populer
http://www.infospesial.net/20754/9-acara-tv-program-mistis-yang-populer/

3|Aksi dan Interaksi Hantu-Hantu di Televisi

sosiologis kemasyarakatan. Istilah lain untuk kultur mistik di atas disebut
dengan “Mystic Society”2
Sekalipun masyarakat kita sudah memasuki Abad XXI dimana peranan
teknologi dan rasionalitas menjadi ujung tombak perubahan sosial, namun
kultur kepercayaan terhadap mistik dan misteri masih menjadi bagian

yang membentuk kepribadian dan kepercayaan masyarakat. Sebenarnya,
kepercayaan terhadap sesuatu yang bersifat mistik dan misteri serta
fenomena hantu bukan hanya milik dan bagian dari kultur masyarakat
Indonesia. Diseluruh belahan dunia bahkan negara yang sudah maju
teknologinya sekalipun kepercayaan-kepercayaan tersebut masih tetap
ada hingga sekarang. Di Amerika Serikat ada kepercayaan mengenai
aktifitas para hantu di Gedung Putih, kamp konsentrasi di Auscwitcz,
Polandia, hotel Raynham Hall di Inggris dll3.
Sekalipun berbagai bentuk kepercayaan mistik, misteri serta fenomena
hantu merupakan universal, namun bagi masyarakat di negara-negara
maju bukan lagi menjadi sebuah kultur yang mendominasi pola pikir dan
perilaku masyarakatnya. Namun berbeda dengan Indonesia. Kultur
kepercayaan kepada hantu dan roh-roh penunggu sebuah tempat tertentu
yang dinyatakan angker dan keterpesonaan dengan kekuatan gaib, masih
mendapat perhatian besar dari sebagian besar masyarakat. Kondisi
“Mystic Society” ini pula yang menjelaskan mengapa masih banyak calon
legislatif kerap memanfaatkan tempat-tempat bertuah (makam, sungai,
pohon) untuk menjadi medium memperoleh keberhasilan4.

2


Iswandi Syahputra, dll., Simulasi Mistik Dan Implosi Makna Religius Dalam
Sinetron Rahasia Ilahi Pada Stasiun Televisi TPI, Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume
7, Nomor 3, Sept-Des 2009, hal 241
3

10 Tempat Paling Misterius dan Angker di Dunia
http://indocropcircles.wordpress.com/2012/10/11/tempat-paling-angker-di-dunia/
4

Teguh Hindarto, Membaca Anomali Politik Menjelang Pemilihan Umum: Perilaku
Perdukunan di Kancah Politik

4|Aksi dan Interaksi Hantu-Hantu di Televisi

Prof. C.A. van Peurseun memetakan tahapan dan fase pertumbuhan
kebudayaan manusia menjadi “tahap mistis, tahap ontologis, tahap
fungsionil”. Beliau menjelaskan ketiga tahapan tersebut sbb:
“Yang dimaksudkan dengan tahap mistis ialah sikap manusia yang
merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib sekitarnya,

yaitu kekuasaan dewa-dewa alam raya atau kesuburan, seperti
dipentaskan dalam mitologi-mitologi yang dinamakan bangsa-bangsa
primitif…Yang dimaksudkan dengan tahap kedua atau ontologis ialah
sikap manusia yang tidak hidup lagi dalam kepungan kekuasaan mitis,
melainkan yang secara bebas ingin meneliti segala hal ikhwal.
Manusia mengambil jarak terhadap segala sesuatu yang dulu
dirasakan sebagai kepungan. Ia mulai menyusun suatu ajaran atau
teori mengenai dasar hakikat segala sesuatu (ontologi) dan mengenai
segala sesuatu menurut perinciannya (ilmu-ilmu)…Tahap ketiga atau
fungsionil ialah sikap dan alam pikiran yang makin nampak dalam
manusia modern. Ia tidak begitu terpesona lagi oleh lingkungannya
(sikap mistis), ia tidak lagi dengan kepala dingin ambil jarak terhadap
obyek penyelidikannya (sikap ontologis)” 5

Kepercayaan masyarakat Indonesia modern terhadap fenomena mistik
dan misteri bukan lagi “sisa-sisa” dari “tahapan mistis” sebagaimana
dipetakan Peurseun namun saat ini masih tetap bertahan bahkan semakin
menguat mengejawantahkan dirinya dalam struktur dan realitas
masyarakat modern yang menggunakan pemetaan Van Peurseun sebagai
“tahapan fungsionil”.

Prof. DR. H.M. Burhan Bungin, S.Sos., M.Si menegaskan mengenai kultur
mistik masyarakat sbb:

http://teguhhindarto.blogspot.com/2014/01/membaca-anomali-politikmenjelang.html
5

Prof. C.A. van Peurseun, Strategi Kebudayaan, Yogyakarta: Kanisius 1992, hal
18

5|Aksi dan Interaksi Hantu-Hantu di Televisi
“Jadi, kebiasaan masyarakat menonton tayangan mistik merupakan
cara lain yang dilakukan oleh masyarakat selama ini, meneruskan
kebiasaan menelusuri dunia mistik yang dilakukan dengan cara-cara
lain untuk menjelajahi dunia ini seperti pergi ke dukun, mendengar
tuturan-tuturan cerita mistik dari seseorang, membaca buku-buku
cerita horor, dan sebagainya. Jadi, sebenarnya kebiasaan menonton
tayangan mistik ini selain merupakan sebuah petualangan batin
seseorang, juga sebuah budaya masyarakat yang dilakukan di hampir
semua masyarakat…Dengan demikian tesis kita, bahwa sebenarnya
apa yang dilakukan oleh televisi dengan menayangkan film-film

mistik, horor dan sebagainy itu adalah sebuah refleksi sosiologis yang
digambarkan sebagaimana fenomena itu hidup dalam alam kognitif di
berbagai masyarakat”6

Kultur mayoritas masyarakat yang menjadikan kepercayaan terhadap
fenomena mistik, misteri dan fenomena hantu menjadi faktor utama yang
melanggengkan berbagai tayangan televisi khususnya reality show misteri
masih tetap diminati. Kultur ini tercermin melalui rating yang tinggi
terhadap tayangan-tayangan mistik.
Riza Primadi, Direktur Trans TV pada seminar bertajuk “Industri
Pertelevisian di Indonesia” di gedung FISIP Universitas Airlangga tahun
2003 pernah mengatakan bahwa masyarakat lebih meminati tayangan
dangdut dan hantu tinimbang acara ilmu pengetahuan seperti Discovery
Chanel. Tayangan hantu memiliki rating yang tinggi. Tayangan yang
diminati masyarakat tentu saja akan menyedot iklan dan menghidupkan
eksistensi televisi7. Terkait mengenai korelasi tayangan hantu, rating dan
iklan, Encon Rahman menjelaskan:

6


Prof. DR. H.M. Burhan Bungin, S.Sos., M.Si, Sosiologi Komunikasi: Teori,
Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Jakarta: Kencana
Prenada Group 2013, hal 333-334
7

Tayangan Mistik di Televisi Tidak Ada Nilai Positifnya

6|Aksi dan Interaksi Hantu-Hantu di Televisi
“Dewasa ini tayangan hantu telah menjadi komoditas di televisi kita.
Maraknya tayangan hantu bukan tanpa alasan. Televisi sebagai media
hiburan memiliki strategi untuk meraih untung sebanyak-banyaknya.
Beranjak dari hal itu, tayangan hantu dinilai memiliki rating tinggi
pada setiap episodenya, maka eksistensinya dipertahankan”8

Kedua, Proses keberhasilan proses konstruksi sosial oleh media televisi
melalui program-program reality show bertemakan mistik dan misteri
serta berbagai fenomena hantu. Dengan mempertimbangkan teori
“Konstruksi Sosial” dari Peter L. Berger dan Thomas Luckman dalam
bukunya, “The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociological
of Knowledge” yang menyatakan bahwa realitas yang kita alami adalah

hasil dari tindakan dan interaksi manusia secara terus menerus, maka
Prof. DR. H.M. Burhan Bungin, S.Sos., M.Si membuat sebuah rumusan
baru dalam konteks perkembangan teknologi dan media massa melalui
bukunya, “Konstruksi Sosial Media Massa: Realitas Iklan Televisi dalam
Masyarakat Kapitalistik”. Substansi “Teori Konstruksi Sosial Media Massa”
menurut Bungin sbb:
“sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga kontruksi sosial
berlangsung dengan sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas
yang terkonstruksi itu juga membentuk opini massa, massa
cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis” 9

Dengan kata lain, televisi yang menyiarkan program reality show
bertemakan mistik dan misteri serta fenomena hantu, bukan hanya
http://www.tempo.co/read/news/2003/05/14/05517464/Tayangan-Mistik-diTelevisi-Tidak-Ada-Nilai-Positifnya
8

Encon Rahman, Mencermati Tayangan Mistik Pada Layar Kaca Kita
http://enconrahman.blogspot.com/2012/09/mencermati-tayangan-mistik-padalayar.html
9


Op.Cit, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat, hal 207

7|Aksi dan Interaksi Hantu-Hantu di Televisi

mencerminkan kultur dan pola perilaku masyarakat namun mereka turut
serta melakukan proses kontruksi sosial terhadap masyarakat. Senada
dengan pernyataan Bungin, Hall dalam bukunya “Culture, the Media and
the Ideological Effect” menegaskan pesan yang sama sbb:
“Televisi berdampak pada „ketentuan dan konstruksi selektif
pengetahuan sosial, imajinasi sosial, dimana kita mempersepsikan
„dunia‟, „realitas yang dijalani‟ orang lain dan secara imajiner
merekonstruksi kehidupan mereka dan kehidupan kita melalui „dunia
secara keseluruhan‟ yang dapat dialami” 10

Bagaimana proses konstruksi sosial terjadi pada masyarakat melalui
tayangan reality show mistik dan misteri serta fenomena hantu? (1)
Televisi mengonstruksi kesadaran masyarakat melalui pembuktian bahwa
suatu lokasi tertentu yang telah dipilih memiliki aktifitas hantu dan mistik.
Pembuktian itu dilakukan dengan menggunakan peralatan modern seperti

kamera dengan infra merah (kemunculan orb atau gelembung putih,
penampakkan wajah hantu, benda bergerak sendiri). (2) Interaksi antara
peserta yang telah ditentukan dengan berbagai aktifitas hantu. Berbagai
peristiwa yang dilihat dan dialami oleh peserta yang saat itu mengalami
fenomena hantu (suara, benda jatuh, penampakkan). (3) Kesaksian pihak
ketiga (masyarakat) mengenai keangkeran sebuah tempat yang
ditentukan menjadi lokasi syuting untuk menemukan aktifitas hantu. (4)
Pendapat tokoh paranormal yang memberikan interpretasi dan penjelasan
mengenai aktifitas hantu di suatu tempat yang sudah ditentukan. Tokohtokoh paranormal ini kerap melakukan rasionalisasi terhadap berbagai
hantu dengan menggunakan istilah-istilah yang lebih ilmiah seperti,
“energi positif”, “energi negatif”, “mahluk astral”, “interaksi mahluk
astral”, “mediumisasi”, dll. (5) Tindakan penangganan oleh paranormal
(memasukkan hantu pada botol, memasukkan dan membuang mahluk
gaib dari tubuh seseorang). Penggunaan bahasa dan rasionalisasi ini turut

10

Chris Barker, Cultural Studies: Teori dan Praktek, Yogyakarta: Kreasi Wacana
2013, hal 275

8|Aksi dan Interaksi Hantu-Hantu di Televisi

memberi andil proses konstruksi sosial masyarakat yang menonton
tayangan ini untuk mengadopsi istilah-istilah tersebut dan menerapkan
dalam membaca situasi sejenis yang mereka alami. Sebagaimana
dikatakan Bungin di atas, bahwa kontruksi sosial media massa khususnya
televisi menghasilkan “pembentukan opini massa” mengenai suatu tempat
tertentu yang bersifat angker dan berbagai aktifitas yang dihubungkan
dengan para hantu. Maka hasilnya ketika ada penayangan reality show
yang bertemakan mistik, misteri dan fenomena hantu, masyarakat yang
sudah terkonstruksi dan terbentuk opininya, akan menggemari tayangantayangan tersebut sehingga melanggengkan eksistensinya
Ketiga, kompensasi kejenuhan masyarakat terhadap kegaduhan politik.
Perilaku politisi dan ahli hukum yang kerap terjerat praktik korupsi
menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat. Masyarakat merasa
dikhianati dan tidak memiliki patron untuk diteladani. Akibatnya
masyarakat melakukan kompensasi dengan menyaksikan berbagai
tayangan televisi yang lebih memberikan nuansa memberikan hiburan
penglipur lara. Tidak heran saat ini masyarakat lebih senang menonton
tayangan-tayangan yang dapat melepaskan kepenatan seperti lawakanlawakan, acara kuis dengan melibatkan goyang massal (Goyang Caesar,
Goyang Bang Jali, dll) tidak terkecuali program reality show mistik dan
misteri serta fenomena hantu. Daripada melihat kemunafikan pejabat
publik, lebih melihat perilaku hantu-hantu dan berinteraksi dengan
mereka, demikian kemungkinan logika berfikir masyarakat peminat
tayangan mistik dan misteri.
Keempat, belum maksimalnya lembaga pendidikan formal menghasilkan
individu yang rasional kritis. Lembaga sekolah dari tingkat sekolah dasar
hingga sekolah menengah atas bertanggung jawab mencerdaskan
masyarakat dan mengedepankan berfikir kritis dan rasional membaca
situasi. Berfikir kritis dan rasional bukan berarti menafikkan eksistensi
semacam dunia gaib dan mahluk-mahluk gaib. Berfikir kritis dan rasional
mendorong individu mendapatkan penjelasan rasional terhadap suatu

9|Aksi dan Interaksi Hantu-Hantu di Televisi

gejala sosial dan gejala alam.Ketiadaan pola pikir kritis dan rasional
mendorong individu menerima begitu saja kepercayaan yang berkembang
di masyarakat mengenai tempat berhantu dan aktifitas hantu yang
menimbulkan gangguan tertentu.
Adakah Nilai dan Manfaatnya?
Saya pribadi tidak melihat manfaat apapun dari tayangan reality show
bertemakan mistik dan misteri serta fenomena hantu. Kalaupun alasannya
untuk melakukan pembenaran teologis agama tertentu bahwa Tuhan
menciptakan mahluk-mahluk gaib tertentu (jin, demit, genderuwo dst)
dan melalui tayangan mistik dan misteri serta fenomena hantu seseorang
akan semakin mempercayai kebesaran Tuhan, maka pernyataan di atas
sesungguhnya bentuk sesat fikir (logical fallacy). Apa hubungannya
kebesaran Tuhan dengan eksistensi roh-roh penunggu rumah kosong,
rumah peninggalan Belanda, pabrik peninggalan Belanda, hotel yang
terbengkalaia? Bukankah kebesaran dan eksistensi Tuhan dapat
ditemukan melalui keteraturan alam semesta yang perlu ditelaah secara
rasional kritis dengan pendekatan ilmu pengetahuan? Bukankah
kebesaran dan eksistensi Tuhan dapat ditemukan melalui keindahan alam
yang terpancar melalui barisan gunung membiru dan hamparan hijau
menghias bebukitan serta gemericiknya air sungai dan air terjun yang
melemparkan air dari ketinggian?
Kalaupun alasan hiburan dipilih untuk menemukan manfaat tayangan
reality show mistik dan misteri serta fenomena hantu, maka alasan inipun
cacat logika. Bukankah orang yang terhibur adalah orang yang terbebas
dari rasa jenuh dan mengalami kesegaran berfikir? Bukankah orang yang
terhibur adalah orang yang mengalami kesenangan dan terbebas dari
kesedihan? Bukankah orang yang terhibur adalah orang yang mengalami
keterbebasan dari rasa takut yang mencekam? Apakah saat menonton
program reality show hantu lantas menimbulkan keceriaan, kegembiraan,
keberanian, kesegaran? Atau sebaliknya, terbentuk rasa mencekam, takut

10 | A k s i d a n I n t e r a k s i H a n t u - H a n t u d i T e l e v i s i

hantu, takut melewati jalan sunyi dan gelap, takut melewati rumah
kosong?
Yang mengherankan adalah saat saya membaca pernyataan Tukul,
presenter tayangan “Mister Tukul Jalan-Jalan” sbb:
“Motivasi tayangan program ini untuk menghibur.. Namun di balik itu
ada pesan positif karena memiliki edukasi sejarah. Buat saya pribadi
juga merupakan tambahan ilmu yang
nggak pernah didapat
manakala di sekolah dulu,”11

Bagaimana mungkin penayangan aksi dan interaksi dengan para hantu
dan roh-roh penunggu sebuah tempat yang ditengarai angker dan
sejumlah lokasi wisata bersejarah disebut sebagai “pesan positif karena
memiliki edukasi sejarah?”. Dimana pesan positifnya? Dan dimana nilai
edukasi sejarahnya? Jika benar program tersebut memiliki nilai “edukasi
sejarah” seharusnya lebih menekankan bobot analisis historisnya berupa
siapa yang membangun tempat tersebut, apa fungsi bangunan bersejarah
tersebut, mengapa bangunan tersebut tidak lagi dipergunakan? Dari
sepanjang penayangan yang saya amati selama ini, proses edukasi
sejarah itu tidak terjadi. Sebaliknya, yang terjadi adalah “edukasi mistis”
dimana tempat-tempat tersebut dideskripsikan sebagai tempat berhantu
dan terjadi interaksi hantu dan manusia.
Jika kita hadapkan nilai manfaat tayangan reality show hantu dengan
fungsi media komunikasi massa, pun sulit ditemukan fungsionalitasnya.
Undang-Undang No 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran pada Pasal 4 Pasal
1 dikatakan sbb:

11

Mister Tukul Jalan-Jalan Dapat Tempat Di Hati
http://poskotanews.com/2013/04/28/mr-tukul-jalan-jalan-dapat-tempat-di-hati/

11 | A k s i d a n I n t e r a k s i H a n t u - H a n t u d i T e l e v i s i
“Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunya fungsi
sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan
perekat sosial”

Tayangan reality show hantu bisa dikategorikan menghibur namun apakah
hiburan yang menyehatkan sekaligus sebagai bentuk kontrol sosial?
Selanjutnya pada Pasal 5 point c dan h dikatakan bahwa penyiaran
diarahkan untuk:
“meningkatkan kualitas sumber daya manusia
mendorong
peningkatan
kemampuan
perekonomian
rakyat,
mewujudkan pemerataan dan memperkuat daya saing bangsa dalam
era globalisasi”

Kualitas sumber daya yang bagaimana yang akan dihasilkan dari berbagai
program reality show yang mempertontonkan aktifitas hantu dan roh-roh
penunggu? Jika globalisasi ditandai dengan kemampuan penguasaan
teknologi, lalu nilai-nilai apa yang dihasilkan dari tayangan di atas untuk
mendorong daya saing di era globalisasi?
Memperhitungkan Dampak Penayangan
Apa yang kita lihat, dengar, baca dan konsumsi akan membentuk sebuah
pengaruh dalam diri kita, baik cara berfikir, sikap dalam bertindak serta
perilaku. Apa yang kita lihat, dengar, baca dan konsumsi berbanding lurus
dengan apa yang kita lakukan. Bungin Burhan menegaskan efek media
massa khususnya televisi sbb:
“Dalam dunia media informasi, sistem teknologi juga telah menguasai
jalan pikiran masyarakat, seperti yang diistilahkan dengan „theater of
mind‟. Bahwa siaran-siaran media informasi secara tidak sengaja telah
meninggalkan kesan siaran dalam pikiran pemirsanya. Sehingga suatu
saat, media informasi itu dimatikan, kesan itu selalu hidup dalam

12 | A k s i d a n I n t e r a k s i H a n t u - H a n t u d i T e l e v i s i
pikiran pemirsa dan membentuk panggung-panggung realitas di
dalam pikiran mereka”12

Dalam menelaah dampak penayangan program reality show hantu, saya
akan menggunakan beberapa perspektif al., Teori “Segitiga Konflik” Johan
Galtung, “Teori Cultivasi” dari Professor George Gerbner serta “Tipologi
Dampak Media Massa” dari McQuail.
Teori pertama meminjam Teori Sosiologi “Segitiga Konflik” Johan Galtung
bahwa sebuah sikap akan menghasilkan perilaku dan perilaku akan
menimbulkan situasi yang dalam perspektif Galtung disebut situasi konflik.
Novri Susan menjelaskan teori “Segitiga Konflik Galtung” sbb:
“Secara sederhana, sikap melahirkan perilaku, dan pada gilirannya
melahirkan kontradiksi atau situasi. Sebaliknya, situasi bisa melahirkan
perilaku. Misalnya persepsi etnis A terhadap etnis B adalah negatif,
maka muncul perilaku etnis A yang tidak kooperatif terhadap etnis B,
sehingga menimbulkan situasi yang kurang baik atau kontradiksi.
Sebaliknya, sikap etnis A akan dibalas dengan sikap dan perilaku etnis
B dalam konteks antagonistis (melawan)” 13

Tayangan mistik dan misteri serta fenomena hantu yang dikonsumsi
secara berkala tanpa sebuah perimbangan peningkatan nalar daya kritis
serta konsepsi keimanan, akan membentuk sebuah sikap tertentu
terhadap sebuah situasi dan kondisi serta tempat. Sikap tersebut berupa
rasa takut dan menganggap hantu dan roh-roh penunggu lebih berkuasa
dari manusia. Sikap tersebut akan menghasilkan perilaku perdukunan dan
praktek paranormal. Sikap dan perilaku tersebut akan menghasilkan

12

Op.Cit, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat, hal 177
13

Novri Susan, M.A., Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik
Kontemporer, Jakarta: Kencana 2009, hal 90-91

13 | A k s i d a n I n t e r a k s i H a n t u - H a n t u d i T e l e v i s i

situasi atau keadaan berupa pola pikir yang tersublimasi menjadi bagian
dari kebudayaan individu dan kolektif.
Teori kedua meminjam perspektif Dennis McQuail dalam bukunya
“McQuail‟s Mass Communication Theory” yang menjelaskan tipologi
dampak efek media massa sbb: Pertama, efek yang direncanakan
(edukasi, informasi, hiburan). Kedua efek yang tidak direncanakan. Efek
yang di luar kontrol atau kendali media massa. Ketiga, efek jangka
pendek. Efek yang dialami seketika dan dalam waktu yang cepat.
Keempat, efek jangka panjang. Efek yang mendatangkan perubahan
sosial atau justru sebaliknya berupa kerusakkan14.
Program reality show bertemakan hantu tentu saja dapat menimbulkan
efek tidak terencana baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang
sbb: Pertama, menurunnya kemampuan menganalisis sebuah persoalan
secara rasional dan kritis. Tanah tidak subur cukup dijawab dengan tanah
berhantu. Rumah tidak nyaman cukup dijawab dengan rumah berhantu.
Kedua, penglibatan diri terhadap kegiatan paranormal dan perdukunan.
Bukankah aktifitas hantu dan roh-roh penunggu kerap ditangani melalui
jasa orang yang memiliki kemampuan supranatural untuk menaklukan
hantu dan roh-roh jahat? Dengan demikian masyarakat terdorong untuk
terus menerus menggunakan jasa paranormal dan dukun untuk
menyelesaikan kasus-kasus tersebut. Ketiga, mendorong seseorang
untuk mempelajari dan memiliki kemampuan gaib untuk dapat mengatasi
gejala dan gangguan dari mahluk-mahluk gaib. Keempat, membentuk
sikap dan perilaku inferioristik terhadap hantu dan roh-roh penunggu
tempat angker. Perhatikan saja perilaku menyapa roh-roh penunggu saat
adegan reality show bertemakan mistik dan misteri serta fenomena hantu
dengan salam keagamaan tertentu seolah-olah eksistensi mereka lebih
tinggi dan lebih kuat dari manusia. Tayangan sedemikian akan

14

Op.Cit, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat, hal 321-322

14 | A k s i d a n I n t e r a k s i H a n t u - H a n t u d i T e l e v i s i

membentuk sikap dan perilaku masyarakat untuk melakukan hal yang
sama saat menghadapi situasi yang sama.
Teori ketiga adalah “Teori Kultivasi” dari Professor George Gerbner. Teori
ini menjelaskan bahwa televisi bertanggung jawab untuk membentuk dan
menumbuhkan (cultivate) konsepsi penonton mengenai realitas sosial.
Efek gabungan dari paparan televisi dalam jumlah besar oleh penonton
dari waktu ke waktu secara halus akan membentuk persepsi individu
terhadap realitas dan akhirnya bagi budaya kita secara keseluruhan.
Gerbner berpendapat bahwa media massa menumbuhkan sikap dan nilainilai yang sudah ada dalam suatu budaya. Media memelihara dan
menyebarkan nilai-nilai ini di antara anggota suatu budaya, sehingga
mengikat secara bersama-sama15. Dengan menggunakan pendekatan
teori Gerbner maka efek penayangan program reality show bertemakan
hantu akan mengkultivasi (menumbuhkan) mentalitas berfikir mistis dan
bukan mental berfikir kritis. Simak saja dalam salah satu tayangan reality
show hantu dimana presenter acara dan tokoh paranormal yang terlibat
memasukkan roh (istilah mereka adalah “mediumisasi”) dan
mengeluarkan roh-roh penunggu sebuah tempat. Terjadi proses
“mediumisasi” (rasionalisasi bahasa terhadap istilah kerasukan) dimana
seseorang akan dikuasai roh penunggu setempat dan diwawancarai serta
memberikan informasi. Yang menggelikan adalah saat orang yang
termediumisasi bertanya, “apa yang kalian lakukan di sini”, hampir selalu
jawaban yang sama terlontar baik dari presenter maupun tokoh
paranormal, “kami ingin mengetahui sejarah tempat ini pada masa
lampau”. Dan jika kita jeli, hampir semua orang yang termediumisasi rohroh penunggu setempat memberikan informasi yang berbeda-beda
bahkan kerap kontradiksi satu sama lain.

15

Cultivation Theory
http://www.utwente.nl/cw/theorieenoverzicht/Theory%20Clusters/Media,%20Cult
ure%20and%20Society/Cultivation_Theory-1/

15 | A k s i d a n I n t e r a k s i H a n t u - H a n t u d i T e l e v i s i

Sikap dan perilaku di atas akan membentuk sikap dan perilaku yang sama
terhadap penonton dan menumbuhkan (cultivate) konsepsi penonton
mengenai realitas sosial yang dihadapinya. Alih-alih menganalisis sebuah
persoalan dengan rasional dan kritis dengan melibatkan instrumen rasio
dan metodologi keilmuan untuk mendapatkan informasi historis, malah
terjebak menggunakan metodologi irasional melalui mediumisasi alias
menanyai orang yang dirasuki roh-roh tertentu.
Menjadi Audiens Aktif Alias Penonton Kritis
Dibalik berbagai kegiatan program televisi yang ditayangkan, ada berbagai
gerak dan dinamika ekonomi yang mempengaruhi dan menentukan isi
sebuah program yang dipilih dan dipublikasikan kepada masyarakat.
Hakim Syah dalam kajiannya berjudul, “Komodifikasi Khalayak Dalam
Industri Media” mengatakan,
“Membincangkan media sebagai ranah industri tentu saja tidak bisa
dilepaskan dari aspek ekonomi politik media. Ekonomi politik media
akan selalu erat bersinggungan dengan faktor produksi, distribusi dan
konsumsi”16

Hakim Syah mengutip pandangan Vincent Mosco dalam bukunya, “Political
Economy of Communication” bahwa untuk memahami ekonomi politik
media harus memiliki konsep-konsep yang terlibat di dalamnya yaitu
“komodifikasi”, “spasialisasi” serta strukturasi”17. “Komodifikasi” diartikan
sebagai pertukaran dari nilai guna (use value) ke nilai tukar (exchange
value). Dalam proses komodifikasi, terjadi relasi yang timbal balik dan
saling mempengaruhi antara media, khalayak atau audien serta iklan.
Dalam hal ini, khalayak atau audien diposisikan sebagai komoditas dan
pasar oleh industri media.
16

Hakim Syah, Komodifikasi Khalayak Dalam Industri Media: Telaah Kritis atas
Sistem Rating Media dan Implikasinya Terhadap Public Sphere, Jurnal Studi
Agama dan Masyarakat, Vol 8, Nomor 2, Desember 2011, hal 28
17
Ibid.,

16 | A k s i d a n I n t e r a k s i H a n t u - H a n t u d i T e l e v i s i

Dengan ditempatkannya khalayak sebagai komoditas dan pasar, akan
mempengaruhi isi penayangan suatu program dan bagaimana para
pengiklan merespon dengan mengeluarkan biaya besar. Instrumen
pengukur relasi interaktif ketiganya (industri media, khalayak/audien,
pengiklan) adalah “rating”. Rating didefinisikan sbb:
“Ukuran yang menunjukkan berapa individu atau rumah tangga yang
menonton atau mendengarkan suatu program televisi/radio dalam
suatu waktu tertentu”18

Semakin besar animo masyarakat terhadap sebuah tayangan maka rating
tayangan tersebut dikategorikan tinggi. Semakin tinggi rating sebuah
tayangan maka semakin banyak iklan yang ditayangkan. Semakin banyak
iklan yang ditayangkan maka semakin besar pemasukan yang diterima
oleh industri media.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa tayangan program
reality show mistik dan misteri serta fenomena hantu, mendapatkan rating
tinggi sehingga menyedot iklan yang besar yang tentunya berdampak
pada keuntungan finansial bagi keberlangsungan hidup industri media.
Namun patut disadari bahwa penonton (audien/khalayak) tayangantayangan tersebut telah menjadi komoditas dan pasar belaka bagi
kepentingan para pemilik modal belaka sebagaimana dikatakan Hakim
Syah,
“Dalam industri media, khalayak akan selalu diposisikan sebagai pasar
(konsumen) sekaligus komoditas. Sebagai komoditi, khalayak memiliki
sifat-sifat yang sama dengan komoditi lainnya: dibeli, dijual,
perishable – sewaktu-waktu juga dapat menghilang atau disingkirkan,
ketika dinilai tidak lagi berpotensi ekonomi”19

18

Ricardi S. Adnan, Pemasaran Sosial, Jakarta: Universitas Terbuka 2012, hal
6.27
19
Op.Cit.,Komodifikasi Khalayak Dalam Industri Media: Telaah Kritis atas Sistem
Rating Media dan Implikasinya Terhadap Public Sphere, hal 37

17 | A k s i d a n I n t e r a k s i H a n t u - H a n t u d i T e l e v i s i

Dengan melakukan analisis interaksi antara industri media,
khalayak/audien serta pengiklan sebagaimana dipaparkan di atas, maka
para penonton siaran televisi khususnya tayangan program reality show
mistik dan misteri serta fenomena hantu diharapkan lebih kritis dan
menjadi – meminjam istilah Chris Barker – “Audien Aktif”. Menurut Barker,
“Tradisi ini menunjukkan bahwa penonton bukanlah orang bodoh
secara kultural melainkan produsen makna aktif dalam konteks
kultural mereka sendiri”20

Dengan menjadi audien aktif maka kita bukan hanya menjadi komoditas
dan pasar bagi kepentingan pemodal yang hendak mengeruk keuntungan
semata dari berbagai program yang tidak mencerdaskan sekalipun
memiliki rating tinggi, namun audien aktif terlibat secara kritis dan
rasional dalam memberikan penilaian sebuah tayangan program di
televisi.
Jika konstruksi media mampu menggiring audien (khalayak, penonton)
untuk antusias menyaksikan reality show bertema mistik dan misteri serta
fenomena hantu, maka dengan kesadaran baru sebagai audien aktif, kita
mampu untuk mendorong media televisi untuk menyiarkan berbagai
program yang lebih menghibur namun mencerdaskan dengan tidak
menonton secara kontinu tayangan-tayangan mistik di atas.
Reality Show Hantu: Dibekukan atau Diimbangi?
Menyikapi berbagai tayangan reality show bertemakan mistik dan misteri
serta fenomena hantu yang masih mendapatkan minat besar
dimasyarakat, muncul berbagai reaksi dan tanggapan di masyarakat. Ada
yang mengusulkan agar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menegur
televisi-televisi yang menyiarkan program demikian. Ada yang
menyarankan agar dihentikan program-program tayangan berbau hantu.

20

Op.Cit., Cultural Studies: Teori dan Praktek, hal 285-286

18 | A k s i d a n I n t e r a k s i H a n t u - H a n t u d i T e l e v i s i

Melihat kultur masyarakat kita yang masih terkategori “Mistic Society”,
nampaknya masih jauh dari harapan bahwa tayangan reality show berbau
hantu akan dijauhi dan tidak diminati para penontonnya. Selama ada
koneksifitas saling menguntungkan antara industri media, audiens serta
pengiklan dibalik fenomena hantu, sehingga menjadi komoditas layak jual
yang mendatangkan keuntungan, maka jangan pernah berharap
tayangan-tayangan berbau hantu hilang dari peredaran di televisi.
Bukan upaya “pembekuan” yang diperlukan melainkan “perimbangan”.
Apa yang dimaksudkan perimbangan dalam konteks pembicaraan kita?
Industri media tidak hanya menayangkan program-program andalan
dengan rating tinggi dengan mengkomodifikasi rasa takut para penonton
namun menawarkan sejumlah tayangan andalan yang juga dapat
meningkatkan rating tinggi namun tayangan tersebut mencerdaskan
masyarakat dan menstimulasi masyarakat untuk mengeksplorasi sesuatu
yang masih misteri namun dengan kemampuan analisis rasional dan
pemanfaatan teknologi. Dengan istilah lain, televisi diharapkan
menyediakan “diversity of content” (keragaman isi tayangan). Namun
banyak pihak meragukan kemampuan industri media memperhatikan
“diversity of content” mengingat kepentingan-kepentingan pengiklan yang
hanya akan menanamkan uangnya terhadap program dengan rating tinggi
dan saat ini program dengan rating tinggi masih terkait dengan “Mistic
Society” sehingga upaya alternatif pertama ini pun disangsikan akan
berhasil.
Setidaknya jika usulan di atas tidak berhasil, pengelola suatu program
tayangan khususnya reality show hantu dapat mengimbangi tayangannya
dengan memberikan bobot yang mengimbangi aspek mistis dengan aspek
historis. Bukankah program semaca “Mister Tukul Jalan-Jalan” semula
adalah program jalan-jalan ke berbagai lokasi bersejarah? Mengapa pola
itu tidak dikembalikan untuk diangkat ke permukaan. Sehingga ketika
sebuah penayangan aspek mistis diangkat, seiring dengan itu aspek
kesejarahan tempat itu harus diangkat dengan melibatkan pendapat para

19 | A k s i d a n I n t e r a k s i H a n t u - H a n t u d i T e l e v i s i

ahli sejarah setempat dan bukan pendapat-pendapat paranormal yang
terlibat dalam tayangan tersebut.
Reality Show Hantu dan Tantangan Bagi Sejarawan dan Ilmuwan
Menghadirkan Program Pendidikan Masyarakat
Jika usulan mengenai perimbangan melalui “Diversity of Content”
dimungkinkan tidak berhasil, maka kita dapat menempuh jalan lain yaitu
menyajikan program-program yang dibiayai swasta dan lembaga-lembaga
pendidikan dengan melibatkan ilmuwan baik sejarawan, arkeolog, geolog,
vulkanolog dll.
Mengapa kita mendorong para ilmuwan di atas untuk terlibat membuat
berbagai program tayangan di televisi? Jika kita simak beberapa tayangan
misteri seperti “Mister Tukul Jalan-Jalan”, berbagai tempat yang kerap
dijadikan lokasi syuting untuk menguak aktifitas hantu dan roh-roh
penunggu, rata-rata adalah tempat bernilai bersejarah baik berupa
gedung kantor ataupun rumah pribadi serta pabrik-pabrik di zaman
Belanda. Sangat disayangkan bahwa destinasi wisata berkarakter sejarah
tadi didistorsi nilai historisnya melalui aktifitas-aktifitas mistik yang
dilakukan. Mengapa tidak dianalisis tempat-tempat tersebut dengan
menggunakan metodologi sejarah. Kapan tempat tersebut dibangun?
Siapa yang membangun? Apa fungsi tempat tersebut di masa lalu?
Mengapa tempat tersebut tidak berfungsi kembali?.
Jika kita menyimak siaran-siaran di berbagai Chanel di luar negeri seperti
History dan National Geographic, banyak program yang melakukan
analisis sejarah terhadap bangunan-bangunan kuno yang sudah tidak
dipergunakan kembali bahkan terbelngkalai. Ambil contoh program “Nazi
Megastucture” di National Geographic. Program ini pun berlatarbelakang
gedung tua di zaman Nazi baik berupa bunker, pabrik, senjata pemusnah,
kendaraan perang. Namun yang mereka lakukan bukan mencari aktifitas
“mahluk-mahluk astral” melainkan analisis historis berdirinya sebuah
gedung atau motif pembuatan benda-benda berkaliber mega struktur

20 | A k s i d a n I n t e r a k s i H a n t u - H a n t u d i T e l e v i s i

tersebut. Masih di Chanel National Geographic, ada judul program “None
of the Above” yang mengulas berbagai analisis dan penjelasan sederhana
terkait gejala-gejala fisika yang ditemui sehari-hari dalam lingkup
kehidupan di sekeliling kita. Program-program ini menawarkan sudut
pandang kritis dan analitis terhadap masa lalu dan masa kini.
Di channel televisi History ada program dengan judul “America Unearthed”
yang melibatkan penelitian geolog terhadap tempat-tempat tertentu di
Amerika dan Eropa yang masih misteri dan belum terkuak eksistensi dan
fungsinya. Ada juga program dengan judul “10 Things You Don‟t Know
About” dimana seorang sejarawan mengulas aspek-aspek perilaku tokoh
historis yang belum diketahui oleh masyarakat.
Program-program reality show bertemakan hantu yang masih diminati
masyarakat bukan semata-mata akibat masih kuatnya “Mistic Sosiety” dan
“Konstruksi Sosial” yang dilakukan media televisi belaka. Minimnya peran
para sejarawan dan ilmuwan lainnya terlibat untuk membuat programprogram mencerdaskan masyarakat dan mengimbangi tayangan-tayangan
fatalistik dan mistik secara tidak langsung menyuburkan situasi “Mistic
Society” ini.
Indonesia bukan hanya kaya sumber daya alam namun juga kaya warisan
sejarah dan benda-benda arkeologis yang seharusnya ditelaah dengan
metodologi sejarah dan arkeologis serta disajikan secara aktual kepada
masyarakat sehingga masyarakat mengetahui nilai dan makna
keberadaan tempat dan benda-benda bernilai sejarah. Situs Gunung
Padang yang akhir-akhir ini ditemukan sudah semestinya diberi perhatian
lebih dan diberikan ruang bagi para arekolog untuk memberikan analisis
dan ulasan mengenai situs baru tersebut secara berkala di televisi
sehingga membentuk pola pikir eksplorasi bagi masyarakat kita 21.

21

Gunung Padang, Mahakarya Peradaban yang Hilang
http://analisis.news.viva.co.id/news/read/401651-gunung-padang--mahakaryaperadaban-yang-hilang

21 | A k s i d a n I n t e r a k s i H a n t u - H a n t u d i T e l e v i s i

Indonesia akhir-akhir ini diketahui sebagai negeri gunung berapi (127
gunung berapi)22 yang rawan bencana kegunungapian. Seharusnya para
vulkanolog tidak hanya berkomentar terpotong-potong saat terjadi
peristiwa bencana melainkan membuat program dan tayangan yang
dibiayai lembaga-lembaga terkait untuk memberikan siaran berkala
mengenai riwayat vulkanologis sebuah gunung berapi dan peristiwaperistiwa yang pernah terjadi diseputar gunung berapi tersebut.
Penjelasan dengan menggunakan media televisi disertai visualisasi
animatis akan mendekatkan penonton untuk mencintai ilmu pengetahuan
dan pendekatan rasional terhadap fenomena alam.
Di Sangiran ditemukan situs “balung buto”, sebuah penamaan tradisionil
terhadap berbagai bentangan fosil mahluk-mahluk berukuran raksasa23.
Seberapa banyak masyarakat luas yang mengetahui keberadaan fosil-fosil
ini dan maknanya dalam konteks arkeologi dan dinamika kehidupan
modern masa kini? Jika situs “balung buto” di Sangiran ini dijadikan
konten sebuah program bertemakan sejarah dan arkeologi dan dikemas
dengan teknologi dan narasi yang memikat maka akan mendorong
masyarakat untuk berkunjung dan turut melakukan eksplorasi dan
interpretasi terhadap bentangan fosil “balung buto” tersebut.
Di Karangsambung yang kerap disebut-sebut sebagai “black boxe”nya
penelitian gejala benturan lempeng samudra dan lempeng benua24 dapat
dijadikan sebuah topik pembahasan dan penayangan di televisi sekelas
berbagai analisis di National Geographic maupun Discovery Channel.
22

Ahmad Arif, Negeri Bencana Minim Riset, Kompas 4 Maret 2014

23

Bambang Sulistyanto, Mitos Balung Buto: Tafsir Makna dan Relevansinya
Terhadap Cagar Budaya Sangiran
http://hurahura.wordpress.com/2011/07/05/mitos-balung-buto-tafsir-makna-danrelevansinya-terhadap-benda-cagar-budaya-sangiran/
24

Teguh Hindarto, Pesona Situs Geologi Karang Sambung
http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2013/02/pesona-situs-geologikarang-sambung.html

22 | A k s i d a n I n t e r a k s i H a n t u - H a n t u d i T e l e v i s i

Itu hanya beberapa contoh bagaimana sebuah tempat bersejarah
(bangunan, bentang alam, fosil, candi dll) dikemas menjadi tayangan
edukatif dan mendorong para penontonnya mencintai ilmu pengetahuan
dan bernalar rasional dalam memecahkan peristiwa masa lalu yang masih
diselimuti kegelapan.
Kalaupun industri media berkilah bahwa tayangan-tayangan bertemakan
ilmu pengetahuan kurang diminati oleh penonton dan mereka lebih
memilih dangdut dan misteri, bukan berarti industri media harus
menyerah melainkan memberdayakan salah satu kemampuannya untuk
melakukan proses konstruksi sosial agar audien menaruh minat besar
terhadap berbagai tayangan ilmu pengetahuan yang menumbuhkan minat
eksploratif.
Kiranya para sejarawan, arkeolog, sosiolog dan berbagai ilmuwan dari
berbagai disiplin ilmu bukan hanya berkiprah dan menuangkan analisis
dan karya fikirnya dalam bentuk buku-buku tebal dan diskursus di ruangruang kuliah, namun merekapun mulai berkolaborasi dengan berbagai
lembaga terkait untuk menyajikan berbagai tayangan-tayangan yang
dapat mengimbangi berbagai tayangan yang memesona masyarakat
untuk terus menerus berada dalam lingkaran “Mystic Society”. Jika
berbagai tayangan berbau mistik dan misteri serta reality show tidak
diimbangi dengan tayangan-tayangan yang lebih mengedepankan mental
eksplorasi ilmiah, bisa berbagai pendapat-pendapat pseudo ilmiah akan
bertebaran dimasyarakat kita semacam pendapat KH. Fahmi Basya bahwa
Candi Borobudur dibangun oleh tentara jin dan setan Nabi Sulaiman25.

25

Candi Borobudur Dibangun Nabi Sulaiman?
http://hurahura.wordpress.com/2010/09/08/candi-borobudur-berkaitan-denganislam/

23 | A k s i d a n I n t e r a k s i H a n t u - H a n t u d i T e l e v i s i

Teguh Hindarto, MTh.
Peminat Kajian Teologi dan Sejarah serta Fenomena Sosial
Email: [email protected]
Blog:
teguhhindarto.blogspot.com
historyandlegacy-kebumen.blogspot.com