RESIKO LITIGASI DAN KONSERVATISME. pdf

RESIKO LITIGASI DAN KONSERVATISME
Jafar Shodiq
NIM: 15919053
Email: [email protected]
Agency theory menyatakan bahwa perusahaan bisa dipandang sebagai nexus of
contract, dimana organisasi secara garis besar merupakan berbagai set kontrak (Scott,
2000:285). Banyak kontrak yang dilakukan perusahaan yang melibatkan variabel akuntansi
dalam laporan keuangan untuk memonitoring jalannya kontrak tersebut. Dengan adanya
keleluasaan bagi manajer yang diperkenankan standar akuntansi untuk memilih kebijakan
akuntansi yang tersedia, memungkinan timbulnya perilaku oportunistik manajemen berupa
pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer hanya untuk memenuhi tujuan pribadinya. Motivasi
manajer melakukan ini adalah sesuai dengan hipotesis bonus plan dalam teori akuntansi positif,
yaitu untuk meningkatkan bonus, gaji, serta manfaat lain yang akan diterimanya. Untuk itu ada
suatu pilihan prinsip akuntansi yang dapat mengurangi perilaku opportunistik manajemen ini,
yang biasa disebut dengan prinsip konservatisme akuntansi.
Konservatisme merupakan prinsip akuntansi yang jika diterapkan akan menghasilkan
angka-angka laba dan aset cenderung rendah, serta angka-angka biaya dan utang cenderung
tinggi. Kecenderungan seperti itu terjadi karena konservatisme menganut prinsip
memperlambat pengakuan pendapatan serta mempercepat pengakuan biaya. Akibatnya, laba
yang dilaporkan cenderung terlalu rendah (understatement).
Di kalangan para peneliti, prinsip konservatisme akuntansi masih dianggap sebagai

prinsip yang kontroversial. Di satu sisi, konservatisme akuntansi dianggap sebagai kendala
yang akan mempengaruhi kualitas laporan keuangan, di sisi lain konservatisme akuntansi
bermanfaat untuk menghindari perilaku oportunistik manajer berkaitan dengan kontrak-kontrak
yang menggunakan laporan keuangan sebagai media kontrak (Watts, 2003). Perkembangan
yang terjadi justru menunjukkan bahwa eksistensi praktik konservatisme akuntansi semakin
meningkat. Eksistensi konservatisme yang dipraktikkan masing-masing perusahaan bisa
berbeda karena adanya berbagai alternatif pilihan metode akuntansi. Disamping itu, disebabkan
pula oleh adanya perbedaan kondisi masing-masing perusahaan.
Apalagi dengan adanya resiko litigasi, maka dorongan untuk menerapkan konservatisme
semakin kuat. Upaya manajer untuk menjalankan fungsinya sebagai agen tidak terlepas dari
dorongan mereka yang dipengaruhi kondisi eksternal dan internal perusahaan. Kondisi
eksternal yang mendorong manajer adalah risiko litigasi, sedangkan kondisi internal yang
mendorong manajer adalah tipe strategi perusahaan. Risiko litigasi sebagai faktor kondisi
eksternal, didasarkan pada pandangan bahwa investor dan kreditor adalah pihak yang
memperoleh perlindungan secara hukum. Investor maupun kreditor dalam memperjuangkan
hak dan kepentingannya dapat melakukan litigasi dan tuntutan hukum kepada perusahaan.
Johnson et al. (2000) dan Qiang (2003) menyatakan bahwa risiko potensial terjadinya litigasi

dipicu oleh potensi yang melekat pada perusahaan berkaitan dengan tidak terpenuhinya
kepentingan investor dan kreditor.

Tuntutan litigasi dapat timbul dari pihak kreditor, investor atau pihak lain yang
berkepentingan dengan perusahaan. Bagi perusahaan, upaya untuk menghindari tuntutan dan
ancaman litigasi mendorong manajer mengungkapkan informasi yang cenderung mengarah
pada: (i) pengungkapan berita buruk dengan segera dalam laporan keuangan, (ii) menunda
berita baik, (iii) memilih kebijakan akuntansi yang cenderung konservatif. Tipe strategi
perusahaan dapat dikaitkan dengan sistem akuntansi yang diterapkannya bahkan strategi
menjadi salah satu komponen untuk melengkapi penilaian kinerja perusahaan. Beberapa studi
telah membuktikan bahwa tipe strategi yang berbeda akan menghasilkan sistem pengendalian
akuntansi yang berbeda pula, termasuk dalam hal pemilihan metode akuntansinya apakah
cenderung konservatif atau tidak.
Kondisi keuangan perusahaan yang buruk disebabkan oleh kualitas manajer yang
buruk. Sebaliknya manajer yang berkualitas baik akan mampu menangani masalah apapun
dalam perusahaan termasuk kesulitan keuangan yang sedang dihadapi perusahaan. Ketika
perusahaan menghadapi kesulitan keuangan, investor akan cenderung untuk melakukan
penggantian manajer yang tidak sanggup menangani kondisi tersebut. Tekanan ini mendorong
manajer untuk melakukan manipulasi laporan keuangan yang menjadi ukuran prestasi mereka.
Konservatisme akuntansi akan bertambah dengan adanya risiko litigasi dari kreditor. Risiko
litigasi juga mempengaruhi penerapan konservatisme akuntansi pada perusahaan yang
mengalami konflik kepentingan antara investor dan kreditor. Konflik tersebut tercermin dari
kebijakan dividen, pendanaan, dan kebijakan investasi.

Dengan adanya risiko litigasi dari kreditor, konservatisme akan semakin ditingkatkan,
karena manajer semakin takut jika kreditor menuntut perusahaan akibat tidak terpenuhinya
kontrak dengan mereka. Ketakutan ini cukup masuk akal karena dampak negatif dari proses
litigasi lebih besar dibanding dengan dampak negatif proses non-litigasi. Disamping biaya yang
dikeluarkan pasti akan lebih besar, proses litigasi akan menguras banyak energi dibandingkan
proses non-litigasi karena:
1. Kurangnya kepastian hukum karena terdapat hierarki pengadilan di Indonesia yaitu
Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung dimana jika Pengadilan
Negeri memberikan putusan yang tidak memuaskan salah satu pihak, pihak tersebut dapat
melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi atau kasasi ke Mahkamah Agung
sehingga butuh waktu yang relatif lama agar bisa berkekuatan hukum tetap.
2. Hakim yang “awam”. Pada dasarnya hakim harus paham terhadap semua jenis hukum.
Namun jika sengketa yang terjadi terjadi pada bidang yang tidak dikuasai oleh hakim, maka
hakim tersebut harus belajar lagi. Hal ini dikarenakan para pihak tidak bisa memilih hakim
yang akan memeriksa perkara. Tentunya hal ini akan mempersulit penyusunan putusan
yang adil sesuai dengan bidang sengketa. Hakim juga tidak boleh menolak untuk
memeriksa suatu perkara karena hukumnya tidak ada atau tidak jelas. Jadi tidak boleh ada
hakim yang menolak perkara. apalagi hanya karena dia tidak menguasai bidang sengketa

tersebut. Hal ini akan semakin menguras energi dari pihak yang bersengketa karena harus

ekstra keras menerangkan pokok permasalahan yang sebenarnya.
Persoalan litigasi yang dihadapi oleh manajemen perusahaan juga akan dihadapi oleh
akuntan publik sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011.
Sebagaimana telah diketahui bahwa atestasi merupakan jasa utama yang diberikan akuntan
publik untuk memberikan opini berkaitan dengan asersi yang dibuat manajemen pada laporan
keuangan yang diterbitkannya. Hasil dari jasa akuntan publik inilah yang nantinya akan
digunakan oleh publik dalam pengambilan keputusan ekonomi. Akuntan publik dalam hal ini
berperan dalam peningkatan kualitas dan kredibilitas informasi keuangan dan laporan
keuangan yang dipublikasikan oleh sebuah entitas. Akuntan publik juga merupakan penunjang
terwujudnya stabilitas sistem keuangan yang merupakan salah satu syarat terselenggaranya
pasar yang efisien. Secara spesifik, dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa tujuan
dibentuknya undang-undang ini adalah untuk melindungi kepentingan publik, mendukung
perekonomian yang sehat, efisien dan transparan, memelihara integritas profesi akuntan publik,
meningkatkan kompetensi dan kualitas profesi akuntan publik, serta melindungi kepentingan
profesi akuntan publik sesuai dengan standar dan kode etik profesi.
Dampak nyata dari penerapan Undang-Undang ini adalah akuntan publik mulai lebih
ekstra hati-hati dalam melaksanakan penugasan dan memberikan opininya. Hal ini disebabkan
adanya aturan pidana bagi pelaku tindak pidana yang tercantum dalam Undang-Undang
akuntan publik. Dengan demikian akuntan publik akan terpacu untuk bertindak secara lebih
profesional dan independen dalam menjalankan profesinya. Di sisi yang lain penerapan sanksi

pidana dalam Undang-Undang akuntan publik juga dimaksudkan untuk melindungi profesi
akuntan publik, yaitu dengan adanya kepastian hukum berkaitan dengan adanya rumusanrumusan yang jelas tentang bentuk-bentuk yang termasuk dalam kategori tindakan pidana yang
dilakukan oleh akuntan publik. Setidaknya dengan adanya Undang-Undang ini dapat
meminimalisir akuntan publik gadungan atau palsu untuk dapat beroperasi di wilayah Indonesia
dengan leluasa.

Referensi:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang akuntan publik
2. Scott, W. R. (2000). Financial Accounting Theory 6th ed. New Jersey: Prentice – Hall, Inc.
3. Watts, RL. 2003. “Conservatism In Accounting Part II: Evidence and Research
Opportunities”. Accounting Horizons, Desember Vol. 17 No. 4, 287-302.
4. Johnson, M.F., R. Kasznik, & K.K. Nelson. 2001. “The Impact of Securities Litigation
Reform on the Disclosure of Forward-Looking Information by High Technology Firms”.
Journal of Accounting Research 39 (2): 297-327.
5. Agung Deffa Nugroho Dan Siti Mutmainah. 2012. “Pengaruh Struktur Kepemilikan
Manajerial, Debt Covenant, Tingkat Kesulitan Keuangan Perusahaan, Dan Risiko Litigasi
Terhadap Konservatisme Akuntansi”. Diponegoro Journal Of Accounting Volume 1, Nomor
1, Tahun 2012, Halaman 1-13.

6. Mardiasmo, 2006, “Perwujudan Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui Akuntansi

Sektor Publik: Suatu Sarana Good Governance”. Jurnal Akuntansi Pemerintahan. Vol.2,
No. 1: 1-17.
7. Tuanakotta, Theodorus M, 2011, Berpikir Kritis dalam Auditing, Penerbit: Salemba Empat,
Jakarta.