KAIDAH KAIDAH SITE PLANNING DAN THEMATIC

KAIDAH-KAIDAH ‘SITE-PLANNING’ DAN ‘THEMATIC DESIGN’
DALAM PERANCANGAN KAWASAN PERUMAHAN YANG BERKELANJUTAN
Ir. Udjianto Pawitro, MSP., IAP., IAI.
Jurusan Teknik Arsitektur FTSP – Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung
Gedung 17 Lantai 1 – Jalan PH Hasan Mustopha 23 Bandung 40124
E-mail : udjianto_pawitro@yahoo.com / udjianto@itenas.ac.id

ABSTRAK
Perencanaan dan perancangan kawasan perumahan di perkotaan, pihak perencana perlu untuk
mengenal dan memahami landasan konseptual serta aspek teknis yang berkaitan dengan ‘siteplanning’. Pengenalan dan pemahaman terhadap landasan konseptual yang berkaitan dengan kegiatan
‘site planning’ di kawasan perumahan pada dasarnya ditujukan untuk mengungkap ‘dasar-dasar
pemikiran’ yang menjadi latar-belakang suatu kawasan perumahan direncanakan dan dirancang.
Selain hal diatas upaya mengenal dan memahami ‘thematic design’ juga diperlukan terutama untuk
melihat ‘corak’ yang memberi warna atau ciri-khas pada kegiatan perancangan di kawasan perumahan.
Pada masa sekarang ini, perancangan kawasan perumahan terutama di perkotaan, didukung oleh
adanya pendekatan ‘thematic design’ sebagai salah satu unsur yang mengangkat ‘nilai-tambah’ proses
perancangan.
Aspek teknik yang berkaitan dengan kegiatan ‘site-planning’ juga perlu diungkap, mengingat untuk
memahami ‘peta scenario’ yang diambil atau diputuskan atau dipilih dalam kegiatan perancangan
kawasan perumahan. Tujuan dari telaah atau kajian ini adalah untuk memberi masukan dan ‘nilaitambah’ yang berguna dalam proses perencanaan dan perancangan yang dilakukan perencana dalam
mewujudkan kawasan perumahan yang baik dan berkelanjutan.

Kata kunci : site-planning, thematic-design, kawasan perumahan.

ABSTRACT
Planning and design of housing in urban areas, the planners need to know and understand the
conceptual basis and technical aspects relating to 'site-planning'. Recognition and understanding of the
conceptual basis that related to site-planning 'in the housing area is basically aimed to uncover the'
premises' is the background of a residential area is planned and designed.
In addition to the above efforts to know and understand the 'thematic design' is also needed,
especially to see the 'pattern' that gives color or the hallmark of the design activity in residential areas. At
the present time, the design of housing, especially in urban areas, supported by the existence of a
'thematic design' as one element that elevates the 'value-added' of design process.
Technical aspects relating to the activities of 'site-planning' also need to be revealed, given to
understand 'scenario maps' drawn or decided or chosen in the design activities of a residential area. The
purpose of the study or review is to provide input and 'value-added' are useful in the planning and design
that made the planners in creating good and sustainable housing.
Keywords: site-planning, thematic-design, residential area.

I. PENDAHULUAN.
Dalam memasuki abad 21 pada saat sekarang ini, terlihat adanya trend bahwa pembangunan di
kawasan perkotaan berkembang sangat pesat. Banyak pakar perkotaan membuat prediksi bahwa pada banyak

wilayah di belahan dunia proses pembentukan kawasan perkotaan terlihat sangat menonjol dan dominan. Hal
diatas dapat dilihat dari pembentukan kawasan perkotaan (urban areas) yang pada periode 2010 hingga

(*) Makalah ini dipresentasikan dalam acara Seminar Nasional Sustainable Housing :Toward Low
Carbon City and Eco City, Jurusan Teknik Arsitektur FT Universitas Kristen Indonesia (UKI),
Jakarta, 26 April 2012.

2025 mencapai angka 48% hingga 53%. Dengan demikian pada era 2020-an mendatang perbandingan areal
perkotaan dibandingkan areal pedesaan adalah sekitar 53% : 47%. Dalam artian pada masa mendatang
(memasuki abad 21) pembangunan di kawasan perkotaan menjadi semakin menonjol dan dominan.
Demikian pula seiring dengan peningkatan pembangunan kawasan perkotaan yang semakin menonjol
dan dominan pada abad 21 ini, terjadi pula peningkatan akan tuntutan kualitas hidup dari masyarakat di
lingkungan kawasan perkotaan. Ketersediaan akan infrastruktur dasar yang mendukung kehidupan kawasan
perkotaan, sudah semestinya dipenuhi oleh kota - kota besar di dunia. Bahkan masyarakat kota-kota besar
pada saat sekarang ini menuntut adanya peningkatan kualitas yang lebih baik atau lebih tinggi dari kondisi
infrastruktur dasar perkotaan yang telah ada. Hal diatas dinilai wajar dan terus berkembang – yang salah satu
penyebabnya adalah tuntutan akan gaya hidup di kawasan perkotaan. (lihat Peter Hall – 2000).
Kemudian jika kita lihat dalam kenyataan salah satu bentuk pembangunan kawasan perkotaan adalah
kegiatan pembentukan kawasan perumahan di lingkungan perkotaan. Pembentukan kawasan perumahan atau
residensial district di lingkungan perkotaan, pada kenyataannya merupakan kegiatan pembangunan yang cukup

dominan dan menonjol dikarenakan pembentukan kawasan perumahan ini menggunakan areal lahan yang
cukup besar. Diperkirakan proses pembentukan kawasan perumahan di areal perkotaan mencapai angka 40%
hingga 45% dari seluruh areal perkotaan yang ada. Hal diatas dapat dimengerti karena pada kawasan
perumahan ini sebagian besar penduduk perkotaan bertempat tinggal atau berhuni.
Dalam kegiatan pembangunan atau pembentukan kawasan perumahan di lingkungan perkotaan, pada
dasarnya masalah yang dihadapi tidak dapat lepas dari kontekstual latar belakang kegiatan pembangunan
kawasan perkotaan yang muncul. Pembangunan kawasan perumahan di suatu kawasan perkotaan, apakah
konteksnya kota kecil maupun kota besar, kegiatan pembentukan kawasan perumahan yang dilakukan sudah
semestinya memperhatikan tautan atau kontekstual masalah-masalah perkotaan (the urban problems) yang
dihadapi oleh kota yang besangkutan. Semakin besar skala atau luasan suatu kota, maka pada kenyataannya
semakin kompleks masalah-masalah perkotaan yang dihadapi.
Mengenal dan memahami masalah - masalah perkotaan atau ‘urban problems’ diperlukan sebagai
kontekstual dalam perhatian dan pertimbangan pada kegiatan pembentukan dan pembangunan kawasan
perumahan Berikut dibawah ini masalah - masalah perkotaan atau ‘the urban problems’ yang penting dan
menonjol yang patut dipertimbangakan, yaitu : (a) tingkat urbanisasi yang tinggi, (b) proses urbanisme yang
sangat dinamis, (c) pengadaan infrastruktur dasar kota, (d) pengadaan sarana (fasilitas) pendukung kawasan
perkotaan, (e) potensi kegiatan ekonomi perkotaan, (f) pengadaan kawasan perumahan (residensial district)
yang mendesak, (g) kondisi lingkungan hidup yang terus menurun, (h) masyarakat miskin kota serta
pengangguran, (i) fenomena kampong kota dan pembentukan kawasan kumuh di perkotaan.
Dua hal yang cukup menonjol dan juga dianggap penting yang perlu mendapat perhatian dan berkaitan

dengan kegiatan perencanaan, penataan dan pembangunan kawasan perumahan adalah: (a) tingginya tingkat
permintaan (demand) masyarakat akan kebutuhan rumah tinggal atau perumahan, dan (b) makin menurunnya
kualitas lingkungan hidup di kawasan perkotaan, sehingga terganggunya aspek ekologis di kawasan perkotaan
akibat kegiatan pembangunan yang dilakukan. Dari dua hal diatas maka perlu kita mengenal dan
memperhatikan serta mempertimbangkan aspek lingkungan hidup dalam kegiatan perencanaan kawasan
perumahan.
Dalam makalah ini terdapat penekanan pada tiga sub topik yang dibahas secara lebih mendalam,
dimana satu sub-topik dengan sub-topik yang lain saling berkaitan dan berhubungan, yaitu: (a) site-planning
atau perencanaan tapak, (b) pendekatan ‘perancangan tematik’ atau ‘thematic design’ dan (c) pembentukan
kawasan perumahan yang berkelanjutan. Tujuan akhir dari makalah ini adalah untuk mengenal dan
memperhatikan aspek-aspek ‘site-planning’ serta penggunaan ‘perancangan tematik’ dalam kawasan
perumahan, sehingga diharapkan terdapat ‘nilai - tambah’ dalam kegiatan perencanaan dan perancangan serta
tercapai pembentukan kawasan perumahan yang lebih baik dan berkelanjutan

II. TINJAUAN PUSTAKA / TELAAH TEORITIK : ‘SITE-PLANNING’ DAN ‘THE THEMATIC
DESIGN’.
Tahapan tinjauan pustaka atau telaah teoritik dalam makalah ini meliputi tiga sub topik utama yang
terkait dengan pembahasan atau diskusi, yaitu: (a) Aspek-aspek dan Peran Perencanaan Tapak (Site-

Planning), (b) Penggunaan Perancangan Tematik (The Thematic Design), dan (c) Pembentukan kawasan

perumahan yang berkelanjutan (The Sustainable Housing).
a) Aspek-aspek ‘Site-Planning’ dan Perannya Dalam Perencanaan Kawasan Perumahan.
Site Planning atau dalam istilah bahasa Indonesia disebut ‘Perencanaan Tapak’ adalah salah satu
bentuk kegiatan yang berkaitan dengan perencanaan (menyeluruh) dari suatu tapak atau lahan atau kawasan
yang diatasnya akan didirikan sarana bangunan atau fasilitas arsitektural, seperti: bangunan atau gedung, jalan
dan jembatan, pengerasan muka lahan untuk areal parkir dan fungsi lain. Dalam site-planning pada dasarnya
terdapat ‘usaha’ atau ‘intervensi’ manusia dalam merubah bentuk asal mula lingkungan alamiah (the natural
environment) menjadi lingkungan binaan (the built environment) guna kebutuhan hidup manusia.
Pada pokoknya kegiatan site-planning difokuskan pada usaha-usaha perencanaan dan perancangan
berkait dengan tapak (lahan) dimana bangunan atau gedung akan didirikan diatasnya. Akibat adanya
perubahan yang terjadi dari lingkungan alamiah (asal-mula-nya) menjadi lingkungan buatan (hasil akhir-nya),
maka terdapat ‘perubahan-perubahan’ yang semestinya dapat diprediksi atau ditanggulangi baik secara teknisteknologis. Juga kemungkinan prediksi mengenai dampak negatif dari perubahan lingkungan alamiah yang
terjadi dilihat dari aspek ekologis (lingkungan hidup). Tujuan kegiatan site-planning dalam kegiatan
perencanaan-perancangan kawasan perumahan, meliputi: (a) tujuan aspek kegunaan / fungsional, (b) tujuan
aspek struktural dan keteknikan, serta (c) tujuan aspek estetika / keindahan pada kawasan perumahan.
Karena menyangkut proses perubahan lingkungan tapak (lahan) pada kawasan perumahan dimaksud,
maka kegiatan perencanaan tapak atau site-planning, terdapat dua aspek penting yang menjadi bahan
pertimbangan didalamnya. Kedua aspek penting pertimbangan dalam site-planning ini adalah: (a) Aspek
Alamiah atau Natural atau Ekologis (lingkungan hidup) yang bersifat fisikal, dan (b) Aspek Social-Kultural yang
bersifat non-fisikal. Aspek alamiah atau ekologis, adalah aspek-aspek pertimbangan yang dipergunakan untuk

memprediksi keadaan lingkungan hidup dari tapak (lahan) yang akan digunakan untuk keperluan hidup
manusia. Sedangkan aspek sosio-kultural adalah aspek non-fisikal yang dipertimbangkan dalam perencanaan
tapak, sehingga secara kultural manusia yang tinggal diatas lahan yang direncanakan akan merasa aman,
nyaman dan bahagia.
Jika ditelaah lebih mendalam tentang aspek-aspek penting yang menjadi pertimbangan dalam kegiatan
‘site-planning’ adalah : (1) Aspek Alamiah / Natural / Ekologis, yang terdiri dari: (a) Kondisi Tanah (Soil
Condition), (b) Kondisi Pepohonan dan Tumbuh-tumbuhan, (c) Kondisi Hidrologi (Sumber Air Bersih), (d)
Kondisi Iklim Setempat (Climate Condition), dan (e) Kondisi Topografi atau Keadaan Kelerengan Tanah.
Sedangkan (2) Aspek Sosio-Kultural yang bersifat non fisikal, terdiri dari: (f) Tinjauan tentang Aesthetic
(Keindahan) Tapak, (g) Kondisi Sejarah / Historis dari Kawasan Tapak, (h) Kondisi Tata-Guna Lahan Eksisting,
dan (i) Kondisi Physiographyc yang berkaitan dengan retriksi-retriksi perencanaan. (lihat Chiara – Koppelman 1978).
Selain menyangkut tujuan fungsional dan keteknikan, kegiatan site-planning juga melibatkan tujuan
estetika atau keindahan sehingga site-planning disebut pula seni dalam perencanaan tapak. Dari sudut
pandang keindahan, pola-pola bentuk site-planning dalam kawasan perumahan, direncanakan untuk menjadi
lingkungan yang aman, nyaman dan menarik (indah). Dalam kegiatan perencanaan tapak yang merupakan
bagian dari perancangan arsitektural kawasan, kita mengenal pola-pola bentuk site-plan, yaitu : (a) pola
‘gridiron’ atau ‘kisi-kisi’, (b) pola ’linier’ dan ‘parallel’, (c) pola ‘cul de sac’, (d) pola ‘loop’, (e) pola ‘culvelinier’, (f)
pola ‘offset’, dan (g) pola ‘court’. (lihat Todd, W Kim – 1996).
Dalam site-planning untuk pembentukan kawasan perumahan, kita mengenal skenario atau latarbelakang yang termuat dalam isitilah ‘land-use intensity’. Land-use intensity adalah istilah yang berhubungan
dengan tingkat intensitas dalam penentuan land-use atau tata guna lahan di suatu tapak atau kawasan. Dengan

memperhatikan dan mempertimbangkan aspek ‘land-use intensity’ pihak perencana kawasan perumahan akan
mengerti dan sadar berkaitan dengan ‘latar-belakang dan skenario’ yang berkaitan dengan ‘density’ (atau
tingkat kepadatan dari hunian) yang akan direncanakan. Secara umum dikenal tiga kriteria dari ‘tingkat
kepadatan hunian’ dalam kegiatan site-planning, yaitu : (a) the high denstity area (kawasan hunian dengan
kepadatan tinggi), (b) the middle density area (kawasan hunian dengan kepadatan menengah), dan (c) the low

density area (kawasan hunian dengan kepadatan rendah). Tingkat density hunian ini akan berakibat langsung
pada bentukan atau wujud dari lingkungan kawasan perumahan yang direncanakan.
b) Pengunaan Perancangan Tematik (Thematic-Design) Dalam Perancangan Kawasan Perumahan.
Pada awal tahun 1980 hingga 1995, industri property di Indonesia tumbuh dan berkembang dengan
sangat pesat. Banyak perusahaan pengembang kawasan atau developers yang muncul seiring dengan
semakin luasnya industri real-estate yang tumbuh banyak kota-kota besar di Indonesia. Dalam kurun waktu
1980 hingga 1995, diperkirakan terjadi peningkatan pembangunan kawasan perumahan atau the residensial
district yang berada di kota-kota besar di Indonesia. Selain pembangunan kawasan perumahan di kota – kota
besar seperti: Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Medan dan Makassar, pada era 1980-1995 tersebut
muncul pula kota metropolitan di Indonesia, seperti: Jabodetabek, Bandung Raya, Gebangkertosusilo, dsb.
Seiring dengan pesatnya perkembangan perusahaan real-estate dan industri property di Indonesia,
maka untuk medorong percepatan pemasaran kawasan perumahan skala besar oleh perusahaan real-estate
dibentuklah devisi marketing dan devisi perencanaan, yang keduanya meluncurkan apa yang dikenal dengan
pendekatan ‘perancangan tematik’ atau the thematic design. Munculnya pendekatan ‘the thematic design’ di

Indonesia terutama diluncurkan oleh pihak devisi marketing dalam dunia industry property dan perusahaan realestate atau perusahaan pengembang (developers). Kemudian pada akhirnya perancangan tematik tersebut
dijadikan suatu mendekatan oleh devisi perencanaan kawasan / perancangan bangunan arsitektur.
Pengertian perancangan tematik atau the thematic design adalah kegiatan perencanaan dan
perancangan bidang arsitektur yang mengangkat ‘tema-tema’ tertentu dalam aspek design-nya guna
meningkatkan nilai-tambah pada perancangan kawasan. Pada awal-mulanya, pendekatan perancangan tematik
ini digunakan atau dipakai oleh pihak perencana yang tergabung dalam perusahaan real estate atau developers
dan kemudian dijadikan alat utama mendukung aspek pemasaran dalam perusahaan real estate. Pendekatan
‘thematic design’ ini pada dasarnya mengusung atau mengungkap tema-tema tertentu guna dijadikan ‘trademark’ dan ‘nilai-jual’ kawasan perumahan yang dibangun.
‘Perancangan tematik’ dinilai cukup ampuh selain untuk mengarahkan pihak perencana di dalam
memberi corak atau tema tertentu dalam perancangan bangunan dan perencanaan kawasan, pendekatan
perancangan tematik juga diarahkan guna mendorong peningkatan aspek pemasaran dari industri property
maupun perusahaan real-estate yang ada. Iklan - iklan atau poster - poster atau baligo - baligo dibuat
sedemikian rupa menjadi lebih menarik dengan mengangkat ‘perancangan tematik’ dari kawasan perumahan
skala besar yang direncanakan. Misalnya: perumahan resort yang bernuansa alami, perumahan kota yang
high-comfort, perumahan kota baru yang bernuansa pendidikan, atau perumahan resort yang hijau dan
nyaman……
Dalam bidang arsitektur, perancangan thematic atau the thematic design, mulai diperkenalkan dan
diajarkan kepada para mahasiswa sejak tahun 1990-an hingga saat sekarang ini, yaitu di tahun ke empat
program studi S1 Arsitektur. Perancangan tematik dalam dunia arsitektur pada dasarnya merupakan langkah
lanjutan setelah para arsitek professional atau mahasiswa arsitektur mempelajari perancangan secara

typologik. Dalam kenyataannya di lapangan maupun dalam exercise akademik tidak ada kontradiktif atau
pertentangan yang mendasar dari pendekatan perancangan tematik dengan pendekatan perancangan typoligik.
Keduanya merupakan dua hal yang berbeda tetapi saling melengkapi dan mendukung, dengan tujuan
utamanya yaitu memberi nilai tambah (value-added) dalam proses perancangan arsitektur. (lihat Udjianto
Pawitro – 2002).
(c ) Pembentukan Kawasan Perumahan Yang Berkelanjutan (The Sustainable Housing).
Masalah utama yang dihadapi lingkungan perkotaan yang didalamnya terdapat kawasan perumahan di
perkotaan, adalah dua hal utama, yaitu : (a) tingginya tingkat permintaan (demand) bagi pemenuhan kebutuhan
akan rumah tempat tinggal di kawasan perkotaan, dan (b) makin rendahnya kualitas lingkungan hidup atau
aspek ekologis pada kawasan perkotaan di masa yang akan datang. Dari kedua masalah utama yang dihadapi
pihak perencana (arsitek dan district planner) yang membangun kawasan perumahan di perkotaan, mulai dari
sekarang ini diungkap berbagai macam konsep yang pada dasarnya meliputi kegiatan perencanaan,
perancangan, penataan hingga kegiatan pembangunan yang memperhatikan aspek ‘lingkungan hidup’
(ekologis).

Konsep perumahan berkelanjutan atau ‘sustainable - housing’ adalah konsep yang mempertimbangkan
adanya unsur keberlanjutan dalam bidang perumahan. Di dalam konsep ini, termasuk didalamnya termasuk
konsep perencanaan kawasan, konsep perendanaan tapak (site-planning), hingga perancangan bangunan
perumahan, juga memperhatikan aspek lingkungan hidup dan keberlanjutan baik secara social - ekonomi dan
lingkungan (ekologis). Konsep ‘sustainable housing’ adalah konsep tentang perencanaan dan pembangunan

perumahan yang mempertimbangkan aspek keberlanjutan guna mendukung terjadinya peningkatan kualitas
lingkungan hidup yang makin baik dan berlanjut (lestari) di masa depan bagi kehidupan generasi yang akan
datang.
Ada beberapa tujuan yang hendak dicapai atau dipenuhi dalam konsep ‘sustainable housing’ terutama
pada kegiatan pembangunan kawasan perumahan di lingkungan perkotaan, yaitu: (a) penataan kawasan
perumahan yang memperhatikan masalah-masalah perkotaan (the urban problems) yang muncul, (b) penataan
kawasan perumahan yang memperhatikan aspek keberlanjutan ekologis, (c) perlunya mempertahankan daya
dukung ‘lingkungan hidup’ (ekologis) bagi kawasan perumahan di perkotaan, (d) perlunya peningkatan kualitas
hidup yang lebih baik bagi masyarakat kawasan perkotaan terutama dari segi ekologis, (e) perlunya upaya
penurunan emisi karbon dan pengurangan berbagai bentuk polusi di kawasan perumahan di perkotaan, (f)
penggunaan teknologi pada bangunan guna mendukung kenyamanan penghunian, (g) penggunaan bahan
bangunan yang dapat didaur-ulang sehingga hemat bahan, serta (h) penggunaan teknologi bangunan guna
menghenat energi yang digunakan.
Salah satu bagian penting dari konsep ‘sustainable housing’ adalah penerapan ‘sustainable
architecture’, yang lebih fokus pada kegiatan perencanaan dan perancangan arsitektur atau bangunan atau
gedung. ‘Sustainable architecture’ atau dalam bahasa Indonesianya adalah ‘Asitektur Berkelanjutan’ adalah
istilah yang berkaitan dengan teknik-teknik perancangan (desain) yang sadar akan aspek lingkungan atau
ekologis. Arsitektur berkelanjutan dibingkai dalam konteks diskusi yang lebih luas atau besar yaitu masalahmasalah ‘berkelanjutan’ dilihat dari isu–isu keberlanjutan aspek social, keberlanjutan aspek ekonomi dan
keberlanjutan aspek lingkungan hidup (ekologis).
Dalam pengertian yang lebih dalam ‘Arsitektur Berkelanjutan’ adalah upaya-upaya desain atau

perancangan arsitektur yang berupaya meminimalkan dampak negatif dari kegiatan pembangunan, dengan
cara: (a) pemilihan dan efisiensi yang tepat pada bahan bangunan, (b) penggunaan teknologi bangunan untuk
menghemat energi yang digunakan, (c) penerapan prinsip-prinsip desain ekologis guna meningkatkan
kenyamanan pengguna bangunan, hingga (d) penggunaan kaidah-kaidah perencanaan dan perancangan tapak
(lahan) yang efisien dan ekologis. (lihat: www://http – arsitektur berkelanjutan /kaidah-kaidah perancangan
/html.)
Dalam perencanaan, penataan dan pembangunan kawasan perumahan atau ‘residensial district’,
perhatian dan pertimbangan yang patut diberikan didalamnya meliputi banyak aspek. Aspek-aspek
pertimbangan didalamnya antara lain meliputi: (a) aspek teknis – teknologis, (b) aspek social-budaya, (c) aspek
social-ekonomi, (d) aspek politik dan peraturan / legal, dan (e) aspek ekologis atau lingkungan hidup. Guna
mencapai tujuan dalam ‘sustainable housing’ dalam perencanaan, penataan dan pembangunan kawasan
perumahan di lingkungan perkotaan, maka ke lima aspek-aspek tersebut diatas patut mendapat perhatian dan
perlu dipertimbangkan secara seksama dan mendalam.

III. METODOLOGI PENELITIAN.
Adapun metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah menggunakan
metoda ‘analisis deskriptif’ secara topikal dengan berbasis pada dua hal utama, yaitu (1) tinjauan pustaka /
telaah teoritik dari tiga sub topik terkait, yaitu : (a) peran dari perencanaan tapak atau site planning, (b)
penggunaan perancangan tematik atau the thematic design, dan (c) pembentukan kawasan perumahan yang
berkelanjutan (the sustainable housing), dan (2) pembahasan studi kasus yaitu dua kawasan perumahan di
wilayah kabupaten Bandung Barat. Pembahasan tentang tiga sub-topik diatas dilakukan pada bagian IV – yaitu
bangian Diskusi dan Pembahasan, serta ditutup dengan bagian V yaitu bagian Penutup serta Kesimpulan.

IV. STUDI KASUS : DUA KAWASAN PERUMAHAN DI WILAYAH KABUPATEN
BANDUNG BARAT.

Pada bagian ini akan dibahas dua kawasan perumahan sebagai studi kasus, yaitu : (a) Kawasan /
Cluster Perumahan ‘Tatar-Pitaloka’ pada Kota Baru Parahiyangan di Padalarang kabupaten Bandung Barat dan
(b) Kawasan / Cluster Perumahan ‘Villa Istana Bunga‘ di Lembang kabupaten Bandung Barat. Dimana pada
kedua kasus kawasan perumahan ini diterapkan dua hal penting yang dibahas, yaitu: (1) kaidah-kaidah
‘perencanaan-tapak’ atau ‘site-planning’ pada kawasan perumahan, dan (2) penerapan perancangan tematik
atau the thematic design sebagai peningkatan nilai-tambah kawasan perumahan.
(a) Kawasan / Cluster Perumahan ‘Tatar Pitaloka’ di Kota Baru Parahiyangan – Padalarang
Kabupaten Bandung Barat.
Tatar Pitaloka adalah salah satu cluster dari delapan cluster perumahan atau kawasan dengan fungsi
hunian yang ada di Kota Baru Parahiyangan – Padalarang kabupaten Bandung Barat. Penataan site-planning
pada cluster perumahan Pitaloka ini dengan kaidah-kaidah antara lain: (a) pola bentuk site-plan adalah pola
‘gridiron’ atau kisi-kisi hingga penggunaan pola ‘curvalinier’, (b) tingkat kepadatan bangunan atau BCR di
cluster ini diperkirakan sekitar 30% hingga 40%, (c) ciri khas lainnya adalah luas kapling dibuat lebih besar
pada lokasi kapling yang bertepi danau Saguling, (d) adanya konsistensi dalam pembangunan kawasan
perumahan pada penerapan BCR, FAR dan ketinggian bangunan di seluruh kawasan.
Cluster perumahan Tatar Pitaloka ini adalah cluster perumahan yang berlokasi di dekat atau pinggir
danau Saguling, dimana kondisi kelerengan lahan atau tapak sedikit curang (sekitar 3-8 % kelerengan tanah).
Akibat lokasi cluster perumahan yang letaknya di pinggir atau di tepi danau Saguling, maka pertimbangan siteplanning di kawasan ini lebih menekankan aspek ekologis yang berkaitan dengan permukiman atau perumahan
di tepi danau. Seperti misalnya penggunaan garis sepadan danau yang cenderung lebar atau besar – guna
mengantipasi naiknya muka air danau di musim penghujan. Demikian pula dengan penanganan arsitektur
lansekap di cluster perumahan ini, diupayakan oleh pihak Town management untuk ditanami pohon-pohon
besar yang berumur panjang (awet/ tahan lama) guna meningkatkan nilai-tambah lansekap pada kawasan.
Secara perancangan tematik, kawasan perumahan di cluster Pitaloka ini direncanakan dan diberi corak
dengan tema ‘Taman bernuansa Astronomi’. Pada bagian-bagian tertentu di kawasan perumahan pada cluster
ini dibuat taman-taman lingkungan skala perumahan yang bertujuan untuk menambah kenyamanan dan
keasrian lingkungan perumahan. Sedang yang berkaitan dengan perancangan bangunan rumah, pada cluster
Tatar Pitaloka ini dibuat rumah-rumah mewah dengan luas bangunan yang besar yaitu antara 180 hingga 360
meter persegi. Pada bagian tertentu di kawasan perumahan dibangun ruko atau ‘rumah toko’ guna mendukung
kebutuhan sehari-hari di sekitar kawasan perumahan.

Photo 01 :
Kawasan Perumahan Di Cluster Tatar Pitaloka : Perancangan Perumahan dengan Tema Taman Bernuansa Astronomi.

(b) Kawasan / Cluster Perumahan ‘Villa Istana Bunga’ Di Lembang kabupaten Bandung Barat.
Kawasan atau cluster perumahan Villa Istana Bunga, merupakan kawasan perumahan dengan ciri
‘bangunan villa’ atau bangunan rumah peristirahatan yang terletak sekitar 5 km sebelah selatan kota Lembang
kabupaten Bandung Barat. Kawasan perumahan ini direncanakan pada tahap awal dengan luas areal sekitar
23 hektar yang kemudian dikembangkan hingga mencapai 43 Hektar. Lokasi dari kawasan perumahan ini pada
dasarnya berada pada ketinggian diatas 750 hingga 820 meter diatas permukaan laut, yang berfungsi sebagai
daerah resapan air hujan dan cadangan air tanah bagi kawasan kota Bandung.

Selain lokasinya yang berada di lereng pegunungan, lokasi kawasan perumahan villa ini berdekatan
dengan apa yang dikenal dengan ‘patahan geologi Lembang’, dimana pada daerah patahan ini, secara geologi
merupakan daerah yang rawan gempa bumi. Sehingga untuk perencanaan tapak (lahan) di kawasan
perumahan ini mempunyai tingkat batasan atau retriksi yang cukup tinggi. Retriksi - retriksi dalam perencanaan
kawasan perumahan dimaksud antara lain adalah: (a) tingkat BCR (Building Coverage Ratio) di kawasan ini
ditetapkan antara 20% hingga 25%, (b) jumlah lantai dan ketinggian bangunan ditetapkan antara 2 hingga 3
lantai (maksimum sekitar 12 hingga 15 meter), dan (c) secara struktural pada rancangan bangunan – perlu
diperhatikan struktur yang tahan gempa.
Dalam tahapan awal pembangunan kawasan perumahan ini, ketentuan tentang tingkat tutupan lahan
atau BCR dibuat ketat seperti apa yang telah ditentukan, yaitu: 20% hingga 25%. Tetapi dalam perkembangan
selanjutnya, dari pengamatan lapangan (hasil observasi dan survey) didapat data-data lapangan bahwa terjadi
peningkatan tingkat tutupan lahan atau BCR di kawasan tersebut yaitu menjadi sekitar 35% hingga 45%.
Secara mikro kejadian dari peningkatan tingkat tutupan lahan atau BCR yang terjadi akan berakibat pada
masalah drainase air hujan. Secara makro, kawasan perumahan ini menjadi semakin berkurang menjalankan
fungsi kawasan cadangan air tanah untuk kawasan kota Bandung.
Dari segi perancangan tematik, kawasan perumahan villa ini direncanakan dan dibangun dengan
mengangkat tema ‘perumahan villa yang nyaman dan asri di kawasan Bandung Utara’. Bentuk tipologi dari
bangunan-bangunan rumah yang direncanakan adalah ‘rumah villa’ atau ‘rumah peristirahatan’ – dimana
mempunyai ciri khas yang berbeda dengan rumah biasa. Untuk ukuran kapling rumah villa yang relatif luas
(besar), kondisi rumah villa yang dibangun mempunyai jumlah kamar yang banyak dilengkapi dengan ruang
makan bersama ataupun ruang pertemuan. Kawasan atau cluster perumahan villa ini merupakan satu-satunya
kawasan perumahan villa yang diberi ijin oleh Pemerintah kabupaten Bandung Barat – yang difungsikan
sebagai rumah peristirahatan atau perumahan ‘villa’.

Photo 02 :
Bangunan Rumah Peristirahan (Villa) dengan tingkat BCR sekitar 20% hingga 25% dari luas tapak / kapling.

V. DISKUSI DAN PEMBAHASAN.
Pada kegiatan perencanaan dan perancangan kawasan perumahan di perkotaan, terdapat banyak
tahapan perencanaan kawasan yang kurang memperhatikan kontekstual masalah-masalah perkotaan atau the
urban problems yang dihadapi. Karena itu kegiatan pembangunan kawasan perumahan di perkotaan, sebagian
terlihat ‘terpisah’, ‘terasing’ dan ‘elitis’ dari konteks masalah-masalah perkotaan yang dihadapi di lingkungan
yang lebih luas. Pengenalan dan pemahaman terhadap ‘latar-belakang’ masalah-masalah perkotaaan, pada
pokoknya dapat memberi masukan dalam proses perencanaan dan perancangan kawasan perumahan
sehingga dapat diambil solusi-solusi perancangan yang dianggap tepat atau sesuai.
Dalam tahapan perencanaan tapak atau site-planning pihak perencana kawasan cenderung belum
memperhatikan dan mempertimbangkan secara seksama dan mendalam dari aspek-aspek yang menjadi
kriteria dalam perencanaan tapak kawasan perumahan. Terdapat dua aspek penting yang menjadi
pertimbangan atau kriteria dalam tahap perencanaan tapak, yaitu: (1) Aspek Alamiah atau Natural atau
Ekologis – yang sifatnya fisikal, didalamnya meliputi : (a) Kondisi Tanah (Soil Condition), (b) Kondisi Pepohonan
atau Tumbuh-tumbuhan, (c) Kondisi Hidrologi (Sumber Air Bersih), (d) Kondisi Iklim Setempat (Climate
Condition), dan (e) Kondisi Topografi atau Keadaan Kelerengan Tanah. Serta (2) Aspek Sosio-Kultural yang
bersifat non fisikal, terdiri dari: (f) Tinjauan tentang Aesthetic (Keindahan) Tapak, (g) Kondisi Sejarah / Historis

dari Kawasan Tapak, (h) Kondisi Tata-Guna Lahan Eksisting, dan (i) Kondisi Physiographyc yang berkaitan
dengan retriksi-retriksi perencanaan.
Dalam penerapan kaidah - kaidah perencanaan tapak atau site-planning, perlu diperhatikan aspekaspek perencanaan untuk kawasan perumahan, salah satu diantara aspek penting dimaksud adalah ‘Land-Use
Intensity’. Land-use intensity adalah aspek petimbangan yang berhubungan dengan intensitas tata guna lahan
disekitar kawasan perumahan yang direncanakan. Berdasarkan pada aspek land-use intensity tersebut,
kegiatan perencanaan tapak akan memperhatikan scenario yang berkaitan dengan ‘density’ atau ‘tingkat
kepadatan penghunian’. Setidaknya dikenal tiga kategori tingkat kepadatan penghunian suatu kawasan, yaitu:
(a) the high denstity area (kawasan hunian dengan kepadatan tinggi), (b) the middle density area (kawasan
hunian dengan kepadatan menengah), dan (c) the low density area (kawasan hunian dengan kepadatan
rendah).
Berhubungan dengan penggunaan perancangan tematik atau ‘the thematic design’, sejak tahun 1980an hingga saat sekarang ini banyak pihak pengembang kawasan perumahan, berupaya untuk mengungkap
atau mengangkat tema-tema tertentu dalam perencanaan kawasan dan perancangan bangunan. Hal diatas
ditujukan selain untuk meningkatkan nilai tambah (value-added) dari kawasan perumahan yang direncanakan
secara design, juga ditujukan untuk peningkatan aspek pemasaran atau marketing – sehingga rumah-rumah di
kawasan yang direncanakan dengan mudah dan lancar dapat terjual. Tema-tema yang diangkat atau diungkap,
pada dasarnya adalah tema-tema yang menarik bagi para pengguna atau pihak konsumen perumahan.
Bagi pihak pengembang dari kawasan perumahan skala besar yang berada di perkotaan, penggunaan
desain tematik pada saat sekarang ini, bukan lagi menjadi suatu kebutuhan atau tuntutan dari pihak konsumen
perumahan, tetapi penggunaan ‘design tematik’ juga dijadikan alat promosi atau pemasaran yang paling
ampuh. Hal ini dapat dimengerti mengingat para konsumen pengguna perumahan, sudah mulai sadar dan
cukup mengerti tentang tren-trend perencanaan dan perancangan (design) arsitektural. Yang paling penting
didalam penggunaan perancangan tematik ini, adalah : (1) konsumen perumahan merasa yakin atau percaya
akan penerapan tema-tema tertentu dalam perencanaan kawasan maupun perancangan bangunan, dan (2)
tema-tema tertentu yang diangkat atau diungkap – bukan lagi sebatas ‘lipstick’ atau ‘pemanis-rupa’ guna
kepentingan marketing – tetapi sungguh - sungguh diterapkan dalam perencanaan kawasan dan perancangan
bangunan.
Secara praktek di lapangan dan secara exercise di dunia akademik, tidak ada kontradiksi atau
pertentangan yang mendasar yang membedakan antara pendekatan perancangan tematik (the thematic
design) dengan pendekatan perancangan typologik (the typologic design). Keduanya merupakan dua
pendekatan atau cara yang berbeda dengan tujuan masing-masing, namun kedua hal tersebut saling
melengkapi dengan tujuan akhirnya berupa peningkatan ‘nilai-tambah’ dalam proses perancangan arsitektural.
Saat sekarang ini penggunaan perancangan tematik sudah menjadi trend terutama bagi kegiatan perancangan
yang dilakukan para pengembang (developers) yang bergerak di dunia industri property maupun dunia real
estate.

VI. PENUTUP DAN KESIMPULAN.
Terdapat dua aspek penting yang menjadi pertimbangan atau kriteria dalam tahap perencanaan tapak
(site planning) pada kawasan perumahan, yaitu: (1) Aspek Alamiah atau Natural atau Ekologis yang sifatnya
fisikal, didalamnya meliputi : (a) Kondisi Tanah (Soil Condition), (b) Kondisi Pepohonan dan Tumbuh-tumbuhan,
(c) Kondisi Hidrologi (Sumber Air Bersih), (d) Kondisi Iklim Setempat (Climate Condition), dan (e) Kondisi
Topografi atau Keadaan Kelerengan Tanah. Serta (2) Aspek Sosio-Kultural yang bersifat non fisikal, terdiri dari:
(f) Tinjauan tentang Aesthetic (Keindahan) Tapak, (g) Kondisi Sejarah / Historis dari Kawasan Tapak, (h)
Kondisi Tata-Guna Lahan Eksisting, dan (i) Kondisi Physiographyc yang berkaitan dengan retriksi-retriksi
perencanaan.
Perlu juga untuk memperhatikan apa yang disebut sebagai ‘Land-use Intensity’ dalam kegiatan
perencanaan tapak atau site planning. Land-use intensity adalah aspek petimbangan yang berhubungan
dengan intensitas tata guna lahan di sekitar kawasan perumahan yang direncanakan. Berdasarkan pada aspek
land-use intensity tersebut, kegiatan perencanaan tapak akan memperhatikan skenario yang berkaitan dengan
‘density’ atau ‘tingkat kepadatan penghunian’. Setidaknya dikenal tiga kategori tingkat kepadatan penghunian

suatu kawasan, yaitu: (a) the high denstity area (kawasan hunian dengan kepadatan tinggi), (b) the middle
density area (kawasan hunian dengan kepadatan menengah), dan (c) the low density area (kawasan hunian
dengan kepadatan rendah).
Perancangan tematik atau the thematic design adalah kegiatan perencanaan dan perancangan bidang
arsitektur yang mengangkat ‘tema-tema’ tertentu dalam aspek design-nya guna meningkatkan nilai-tambah
perencanaan dan perancangan pada kawasan. Pada awal mulanya, pendekatan perancangan tematik ini
digunakan atau dipakai oleh pihak perencana yang tergabung dalam perusahaan real estate atau dunia industri
property. Pendekatan tematik pada mulanya dijadikan alat utama guna mendukung pemasaran dalam
perusahaan real estate yang berupaya mengembangkan kawasan perumahan skala luas di kota-kota
metropolitan. Pendekatan thematic design pada dasarnya mengusung atau mengangkat tema-tema tertentu
guna dijadikan ‘trade-mark’ dan ‘nilai-jual’ kawasan perumahan yang dibangun.
Perancangan tematik dinilai sebagai alat cukup ampuh yang bertujuan untuk mengarahkan pihak
perencana kawasan perumahan dalam memberi corak atau tema tertentu dalam kegiatan perencanaan
kawasan dan perancangan bangunan. Pendekatan perancangan tematik juga diarahkan guna mendorong
peningkatan pemasaran pada dunia real-estate dan industri property melalui pembuatan : brusur-brosur, Iklaniklan visual, poster-poster atau baligo-baligo yang dibuat sedemikian rupa dan menarik dengan mengangkat
tema-tema tertentu dalam perencanaan kawasan dan perancangan bangunan. Contoh-contoh perancangan
tematik dari kawasan perumahan skala besar di kawasan perkotaan, miisalnya: perumahan resort yang
bernuansa alami, perumahan kota yang high-comfort, perumahan kota baru yang bernuansa pendidikan, atau
perumahan resort yang hijau dan nyaman……
Guna mencapai kondisi ‘perumahan berkelanjutan’ atau ‘sustainable housing’, terdapat berbagai cara
atau solusi yang dapat dipergunakan, misalnya: (a) penataan kawasan perumahan yang memperhatikan
masalah - masalah perkotaan, (b) penataan kawasan perumahan yang memperhatikan aspek keberlanjutan
ekologis, (c) perlunya mempertahankan daya dukung ‘lingkungan hidup’ (ekologis) bagi kawasan perumahan di
perkotaan, (d) perlunya peningkatan kualitas hidup yang lebih baik bagi masyarakat kawasan perkotaan, (e)
perlunya upaya penurunan emisi karbon dan pengurangan berbagai bentuk polusi di kawasan perumahan, (f)
penggunaan teknologi bangunan guna mendukung kenyamanan penghunian, (g) penggunaan bahan bangunan
yang dapat didaur-ulang sehingga hemat penggunaan bahan, dan (h) penggunaan teknologi bangunan guna
menghemat energi yang digunakan.

DAFTAR KEPUSTAKAAN.
(1) Chiara, Joseph – Lee E Koppelman, 1978 : Site Planning Standards, Mc. Graw Hill Book, Co., New York.
(2) Kevin Lynch, 1976 : Site Planning, MIT Press, Cambridge, USA.
(3) Hall, Peter & Pfieffer, Urlich, 2002, Urban Future 21 : A Global Agenda For Twenty First Century Cities, E
and FN Spoon, Publishing Company, New York.
(4) Simonds, John O, 1963, Landscape Architecture: The Shaping of Man’s Natural Environment, Mc. Graw
Hill Book, Co., New York.
(5) Todd, Kim W, Tapak,1996 : Ruang dan Struktur, PT. Intermatra, Bandung.
(6) Udjianto Pawitro, 2002 : Pemahaman ‘Design Typologic’ Versus ‘Design Thematic’ Dalam Arsitektur.
(Makalah Pendukung), Seminar Pengalaman Desain Tematik Dalam Profesi Arsitek di Indonesia, Jurusan
Teknik Arsitektur FTSP – Institut Teknologi Nasional, Bandung.
(7) http://www.arsitektur-berkelanjutan/kaidah-kaidahperancangan/html (download 05 Maret 2012 at 15.15).