ETIKA BISNIS DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL P

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

ETIKA BISNIS DAN
TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
DISUSUN

O
L
E
H

NINDYA YUNITA (157019062)
MAGISTER ILMU MANAJEMEN
PARALEL

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ETIKA BISNIS DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

A. ETIKA

Etika adalah disiplin yang berkenaan dengan apa yang baik dan buruk, yang benar dan
yang salah, atau dengan kewajiban dan tanggung jawab moral. Etika bisnis adalah serangkaian
nilai moral yang akan membentuk perilaku perusahaan. Perusahaan menciptakan produk/jasa
tidak boleh melanggar hak kekayaan intelektual dan para pengelola perusahaan dituntut lebih
profesional dalam menjalankan bisnis melalui tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance).
Tujuan etika bisnis adalah untuk menjalankan dan menciptakan sebuah bisnis seadil
mungkin serta menyesuaikan hukum yang sudah dibuat. Selain itu, juga dimaksudkan untuk
menghilangkan ketergantungan pada sebuah kedudukan individu maupun perusahaan. Etika
bisnis ini tingkatannya lebih luas jika dibanding dengan ketentuan yang sudah diatur
berdasarkan hukum yang berlaku, bahkan jika dibandingkan dengan standar minimal dari
ketentuan hukum maka etika bisnis menjadi standar atau ukuran yang lebih tinggi. Hal ini
dikarenakan, dalam kegiatan berbisnis tidak jarang kita jumpai adanya bagian abu-abu dan
tidak diatur berdasarkan ketentuan hukum.
Dalam penerapan etika bisnis, ini adalah nilai plus atau keuntungan tersendiri bagi
sebuah perusahaan, baik dalam jangka waktu yang panjang maupun menengah. Adapun fungsi
etika bisnis diantaranya adalah dapat mengurangi dana yang diakibatkan dari pencegahan yang
kemungkinan terjadinya friksi atau perpecahan, baik dari intern perusahaan itu sendiri maupun
ekstern.
Selain itu, dalam penerapan etika bisnis ini juga berfungsi untuk membangkitkan

motivasi pekerja agar terus meningkat, melindungi prinsip dalam kebebasan berdagang atau
berniaga, serta dapat meciptakan keunggulan dalam bersaing.
Secara umum, suatu tindakan perusahaan yang kurang etis akan membuat konsumen
menjadi terpancing dan pada akhirnya muncullah sebuah tindakan pembalasan. Seperti contoh
adanya larang beredarnya suatu produk, gerakan pemboikotan, dan yang sejenisnya, maka yang
terjadi adalah penurunan nilai jual dan juga perusahaan. Hal ini tentu berbeda dengan suatu
perusahaan yang menghargai adanya etika bisnis, pasti akan mendapatkan peringkat kepuasan
yang lebih tinggi.

Prinsip Etika Bisnis:
a. Kejujuran ketika berkomunikasi dan bersikap
Kejujuran merupakan poin penting dalam menjalankan usaha sekaligus membangun
kepercayaan. Dalam berbisnis, Anda wajin bersikap jujur dalam segala hal. mulai dari
memberikan informasi dan menganalisa kekuarangan perusahaan.
b. Integritas
Seseorang yang mempimpin perusahaan mendapatkan keparcayaan dari oran lain
karena mempunyai integritas. Integritas dapat diartikan sebagai konsistensi antara
pemikiran, perkataan, dan perbuatan.
c. Memenuhi janji serta komitmen yang dibuat
Seorang pebisnis dapat dipercaya karena mampu memenuhi semua janji serta

komitmennya yang pernah dibuat. Dalam berbisnis Anda tidak boleh asal membuat
janji, tetapi saat diucapkan Anda dapat langsung memenuhinya dengan baik.
d. Loyalitas
Loyalitas merupakan hal yang penting dalam berbisnis. Hal ini agar bisnis yang Anda
jalani dapat berjalan dengan baik tanpa adanya konflik. Keloyalan dapat ditunjukan
dengan bekerja keras sesuai dengan visi misi perusahaan serta mampu membedakan
urusan kantor dengan masalah pribadi. Loyalitas juga dapat terlihat dari keseriusan
Anda mengembangkan bisnis yang dijalani.

1. MODEL ETIKA

Keyakinan kita
mengenai apa yag
benar atau salah

Sumbersumber
panduan etis

Etika
Tipe I


Tindakan kita

Etika
Tipe II

Sebuah model etika disajikan dalam gambar diatas. Sebagai mana dilihat, etika secara
pokok terdiri atas dua hubungan, yang ditunjukkan dengan panah tebal horisontal. Orang atau
organisasi dianggap etis jika hubungan-hubungan tersebut kuat dan positif. Perhatikanlah

bahwa unsur pertama dari model tersebut adalah sumber-sumber panduan etis. Seseorang bisa
menggunakan sejumlah sumber untuk menetukan apa yang benar atau salah, baik atau buruk,
bermoral atau tidak bermoral. Sumber-sumber tersebut mencakup kitab-kitab suci yang kita
gunakan. Hal tersebut juga mencakup kata hati seseorang yang dipercaya orang banyak bahwa
kata hati adalah anugrah dari tuhan juga tradisi yang berkembang dimasyarakat. Sumber lain
panduan etis adalah perilaku dan nasihat dari orang-orang yang oleh para ahli psikologi disebut
orang lain yang penting (significant others) yaitu orang tua, teman-teman, para panutan serta
para pemuka agama, klub dan asosiasi.
Perhatikanlah gambar di atas bahwa sumber-sumber panduan etis harus menciptakan
dalam kepercayaan atau keyakinan kita gambaran mengenai apa yang benar atau salah.

Sebagian besar orang akan sepakat bahwa orang akan memiliki tanggung jawab untuk
memanfaatkan sumber-sumber panduan etis tersebut. Singkatnya, para individu haru
mempedulikan apa yang benar dan apa yang salah dan tidak hanya peduli dengan apa yang
menguntungkan saja. Kekuatan hubungan antara apa yang individu atau organisasi yakini
sebagai bermoral dan benar dengan apa yang sumber-sumber panduan yang ada menyatakan
sebagai benar secara moral adalah Etika Tipe I.
Sebagai contoh, anggaplah seorang manajer bersikeras tidak mempekerjakan kaum
minoritas, lepas dari kenyataan bahwa hampir semua orang mengecam praktik tersebut. Orang
tersebut tidak etis, namun mungkin hanya dalam makna Tipe I.
Memiliki keyakinan kuat mengenai apa yang benar dan salah serta mendasarkan
keyakinan tersebut pada sumber yang tepat bisa memiliki hubungan yang lemah dengan
seseorang lakukan. Gambar di atas mengilustrasikan bahwa Etika Tipe II adalah kekuatan
hubungan antara apa yang seseorang yakini dengan bagaimana ia berperilaku.

2. MELEGISLASI ETIKA
Telah ada tiga usaha untuk melegislasi etika bisnis sejak akhir 1980-an. Yang pertama,
Procurement Integrity Act tahun 1988, melarang pengumuman informasi seleksi pemasok dan

penawaran atau proposal kontraktor. Juga, mantan karyawan yang bekerja pada posisi tertentu
dalam suatu transaksi atau kontrak pembelian melebihi $10 juta dilarang menerima kompensasi

sebagai karyawan atau konsultan dari kontraktor tersebut selama satu tahun.
Upaya kedua muncul dengan pengesahan Federal Sentencing Guidelines for
Organizations Act tahun 1992 yang menggagas program pelatihan etika yang efektif.

Undang-undang tersebut menjanjikan hukuman yang lebih ringan bagi perusahaan
pelanggar yang memiliki program-program etika yang sudah siap. Dalam undang-undang

tersebut terdapat seumlah rekomendasi berkenaan dengan berbagai standar, pelatihan etika dan
sistem untuk melaporkan pelanggaran secara anonim. Para eksekutif diharapkan bertanggung
jawab atas pelanggaran dari orang-orang ditingkat bawah organisasi. Jika para eksekutif
proaktif dalam upaya mereka mencegah kejahatan kerah-putih, hal tersebut akan mengurangi
tuntutan terhadap mereka dan mengurangi tanggung jawab hukum.
Upaya ketiga dalam melegislasi etika bisnis yaitu Corporate and Auditing
Accountability, Responsibility and Transparency Act menganggap sebagai kejahatan banyak

tindakan perusahaan yang sebelumnya diturunkan tingkat kepentingannya pada berbagai
struktur peraturan. Undang-undang tersebut berisi perlindungan terhadap pelapor kejahatan
(whistle-blower ) bagi karyawan yang menjatuhkan sanksi perdata dan pidana yang berat
kepada perusahaan-perusahaan dan personil manajerial atas tindakan buruk perusahaan yang
dicurigai.


3. KODE ETIK
Kode etik adalah pernyataan nilai-nilai yang diadopsi oleh perusahaan, para
karyawannya dan para direkturnya, dan menetapkan sikap resmi manajemen puncak berkenaan
dengan perilaku yang diharapkan. Banyak asosiasi industri telah mengadopsi kode-kode
tersebut, yang kemudian direkomendasikan kepada para anggotanya. Beberapa konsultan
berspesialisasi dalam membantu perusahaan-perusahaan memasukkan prinsip-prinsip etis
dalam budaya perusahaan mereka.
Ada banyak macam kode etik. Contoh yang sangat bagus dari kode etik adalah yang
dikembangkan oleh Society for Human Resource Management (SHRM). Ketentuan-ketentuan
utama dalam SHRM mencakup tanggung jawab profesional, pengembangan profesional,
kepemimpinan etis, keadilan dan kebenaran, konflik kepentingan dan pengguna informasi.
Topik-topik yang tercakup dalam sebuah kode etik yaitu berupa perilaku bisnis,
persaingan sehat, serta tempat kerja dan isu-isu SDM.
Untuk menjaga kode etik sebagai penerang bagi para karyawan, perusahaan-perusahaan
besar menunjuk seorang pejabat etika. Individu ini haruslah orang yang memahami lingkungan
kerja. Untuk mendapatkan keterlibatan orang-orang lain dalam organisasi, sebuah komite etika
biasanya dibentuk. Biasanya dimasukkan perawakilan-perwakilan dari departemen legal,
sumber daya manusia, kepatuhan perusahaan, komunikasi perusahaan, humas dan pelatihan.


4. ETIKA SUMBER DAYA MANUSIA
Etika sumber daya manusia adalah penerapan prinsip-prinsip etika pada hubunganhubungan dan kegiatan-kegiatan sumber daya manusia.
Manajer SDM dapat membantu mendorong budaya etis, namun itu berarti lebih dari
sekedar menempelkan poster-poster kode perilaku di dinding. Untuk itu, karena pekerjaan
utama para profesional SDM adalah berhubungan dengan orang, mereka harus membantu
memperkenalkan praktik-praktik etis ke dalam budaya perusahaan. Mereka perlu membantu
membangun lingkungan dimana para karyawan diseluruh penjuru organisasi bekerja untuk
memperkecil kesenjanga etis. Perilaku etis dari orang-orang dalam SDM bergerak jauh dalam
membangun kredibilitas organisasi secara keseluruhan.
Ada dua bidang dimana para profesional SDM bisa memiliki pengaruh besar pada etika
dan dengannya budaya perusahaan. Bidang-bidang tersebut adalah tata kelola perusahaan
(corporate governance) dan kompensasi eksekutif. SDM harus meninjau kembali dan
mempertegas kebijakan-kebijakan tata kelola organisasi dan metode-metode implementasinya
untuk memastikan tingkatan yang tinggi dari integritas dan efektivitas eksekutif. Seluruh
karyawan harus tahu apa yang etis dan tidak etis dalam bidang operasi mereka yang spesifik.
Bidang kedua dimana SDM harus berfokus adalah kompensasi eksekutif. Mungkin
dalam bidang kompensasilah para eksekutif SDM bisa memiliki pengaruh terbesar pada
perilaku perusahaan.

5. PROFESIONALISASI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

Sebuah profesi adalah pekerjaan yang dicirikan dengan keberadaan seperangkat
pengetahuan bersama dan sebuah prosedur untuk mensertifikasi para anggota.
Standar-standar kinerja ditetapkan oleh para anggota dari profesi yang bersangkutan
dan bukan oleh pihak luar; jelasnya, profesi diatur oleh dirinya sendiri (self-regulated).
Karakteristik-karakteristik tersebut diterapkan pada bidang sumber daya manusia, dan
sejumlah organisasi terkemuka melayani profesi tersebut. Di antara organisasi terkemuka
tersebut yang paling dikenal adalah Society for Human Resource Management (SHRM);
Human Resource Certification Institute (HRCI); American Society for Training and
Development (ASTD); dan Worldatwork.

a. Society for Human Resource Management (SHRM)
Organisasi profesional nasional terbesar untuk para individu yang terlibat dalam semua
bidang manajemen sumber daya manusia adalah Society for Human Resource Management
(SHRM). Tujuan dasar perkumpulan ini mencakup mendefinisikan, memelihara, memperbaiki

standar-standar prestasi dalam praktik manajemen sumber daya manusia. Keanggotaannya
terdiri 200.000 profesional dengan lebih dari 550 cabang terafiliasi di Amerika Serikat dan
anggota di lebih dari 100 negara. Ada pula sejumlah cabang mahasiswa di kampus-kampus
universitas diseluruh penjuru negara.
SHRM menerbitkan jurnal bulanan, HR magazine dan surat kabar bulanan, HR News.

Anak organisasi utama SHRM, Recruiting & Staffing Focus Area (dulunya EMA),
menawarkan informasi mendalam atas isu-isu yang berkenaan dengan penyediaan kerja dan
pemeliharaan, sementara SHRM menawarkan cakupan yang lebih luas dari isu-isu SDM.
b. Human Resource Certification Institute (HRCI)
Salah satu perkembangan paling signifikan dalam bidang MSDM adalah terbentuknya
Human Resource Certification Institute (HRCI), sebuah afiliasi dari SHRM. Didirikan pada

1976, tujuan HRCI adalah mengakui para profesional sumber daya manusia melalui suatu
program sertifikasi. Dewasa ini, ada lebih dari 80.000 profesional yang telah tersertifikasi.
HRCI menawarkan tiga sertifikasi untuk para profesional SDM yaitu PHR (Professional in
Human Resources), SPHR (Senior Professional in Human Resources ), dan GPHR (Global
Professional in Human Resources)

Sertifikasi mendorong para profesional sumber daya manusia memperbarui
pengetahuan dan keterampilan mereka secara terus menerus. Sertifikasi tersebut memberikan
pengakuan bagi para profesional yang telah memenuhi level pelatihan dan pengalaman kerja
yang diminta.
c. American Society for Training and Development (ASTD)
Didirikan pada 1944, American Society for Training and Development (ASTD) adalah
asosiasi terbesar di dunia yang didedikasikan pada pembelajaran tempat kerja dan para

profesional kinerja. Tujuh puluh ribu anggota dan mitra ASTD berasal dari lebih dari 100
negara dan ribuan organisasi. Keanggotaannya terdiri dari para individu yang memiliki minat
khusus pada pelatihan dan pengembangan. Perkumpulan ini menerbitkan jurnal bulanan T+D
Magazine. Sejumlah publikasi lainnya juga tersedia untuk membantu para anggotanya tetap

mengikuti perkembangan dalam bidang tersebut.
d. WorldatWork
WorldatWork didirikan pada 1955 sebagai American Compensation Association (ACA)
dan kini memiliki keanggotaan diseluruh dunia melebihi 23.000 orang. Organisasi ini terdiri
dari para profesional manajerial dan sumber daya manusia yang bertanggung jawab atas
penyusunan, pelaksanaan, administrasi, atau penerapan dari praktik-praktik dan kebijakankebijakan kompensasi dalam organisasi mereka. WorldarWork berfokus pada disiplin-disiplin

sumber daya manusia yang berhubungan dengan aktifitas menarik, mempertahankan, dan
memotivasi karyawan.

B. TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
Tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) adalah
kewajiban yang diimplikasikan, didorong atau dirasakan para manajer, yang bertindak dalam
kapasitas resmi mereka, untuk melayani atau melindungi kepentingan-kepentingan dari
kelompok-kelompok di luar diri mereka sendiri.
Ketika perusahaan berperilaku seolah ia adalah makhluk yang memiliki kesadaran akan
benar dan salah, perusahaan tersebut dikatakan bertanggung jawab secara sosial. Ini adalah
cara perusahaan sebagai suatu keseluruhan berperilaku terhadap masyarakat. Hal tersebut
tentunya lebih dari sekedar kata-kata yang diucapkan. Tanggung jawab sosial telah bergeser
artinya dari ‘menyenangka untuk dilakukan’ ke ‘harus dilakukan’. Semakin banyak perusahaan
menerbitkan laporan tanggung jawab sosial perusahaan yang merinci praktik-paktik
lingkungan, tenaga kerja, dan pemberian perusahaan mereka.
Tampaknya, perilaku yang bertanggung jawab secara sosial berdampak pada hasil
akhir, dalam satu studi, 82% dari perusahaan mencatat bahwa kewargaperusahaan yang baik
membantu hasil akhir.

1. ANALISIS STAKEHOLDERS DAN KONTRAK SOSIAL
Sebagian besar organisasi, baik yang mencari laba maupun nirlaba, memiliki sejumlah
besar stakeholder. Stakeholder organisasi adalah individu atau kelompok yang kepentingannya
dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan organisasi.
Masyarakat semakin menuntut tanggung jawab dewan direktur dan manajemen
organisasi untuk menempatkan kepentingan stakeholder pada urutan pertama. Namun, manajer
mungkin tidak mengakui tanggung jawab untuk mereka semua. Setiap perusahaan akan
memiliki para stakeholder yang berbeda berdasarkan misi organisasi dan fokus upaya-upaya
tanggung jawab sosialnya.
Suatu pendekatan untuk analisis stakeholder melibatkan pertimbangan mengenai
kontrak sosial. Kontrak sosial adalah sekumpulan aturan tertulis dan tidak tertulis serta asumsiasumsi mengenai pola hubungan timbal balik yang dapat diterima diantara berbagai unsur
masyarakat.
Banyak kontrak sosial yang melekat dalam adat kebiasaan masyarakat. Sebagai contoh,
dalam mengintegrasikan kaum minoritas kedalam angkatan kerja, masyarakat sudah mulai

mengharapkan perusahaan-perusahaan melakukan lebih banyak dari isu yang diminta oleh
hukum.
Beberapa ketentuan-ketentuan kontrak muncul dari praktik pihak-pihak yang
berkontrak. Seperti kontrak legal, kontrak sosial sering kali melibatkan a quid pro quo (sesuatu
dipertukarkan dengan sesuatu). Satu pihak dalam kontrak berperilaku dalam cara tertentu dan
mengharapkan pola perilaku tertentu dari pihak lainnya.
Kontrak sosial berkenaan dengan hubugan antara para individu, pemerintah, organisasiorganisasi lainnya dan masyarakat secara umum. Masing-masing hubungan ini akan dipelajari
satu persatu dalam bagian-bagian berikut ini.

Para Individu

Organisasi-organisasi lainnya
Organisasi
Pemerintah

Masyarakat

a. Kewajiban terhadap individu
Organisasi memiliki sejumlah kewajiban tertentu terhadap para karyawan mereka. Dari
perusahaan tempat bekerja, mereka mengaharapkan bayaran harian yang adil untuk suatu kerja
harian yang adil, dan mungkin lebih lagi. Banyak orang berharap dibayar jika absen karena
memberikan suara dalam pemilu, menjalankan tugas juri dan sebagainya. Sampai satu titik
dimana harapan-harapan para individu diakui sebagai tanggung jawab oleh organisasi,
harapan-harapan tersebut menjadi bagian dari kontrak sosial. Banyak individu kini
menyuarakan opini mereka dengan membeli saham dari perusahaan-perusahaan yang memiliki
reputasi sebagai perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial.
b. Kewajiban terhadap organisasi lain
Para manajer harus peduli dengan hubungan-hubungan, baik dengan organisasiorganisasi yang mirip dengan milik mereka, seperti pesaing, maupun yang sama sekali berbeda.

Perusahaan-perusahaan komersial diharapkan untuk bersaing satu sama lain pada landasan
yang terhormat, tanpa ketidakpedulian yang tidak adil atau tidak bertanggung jawab terhadap
hak-hak bersama mereka.
c. Kewajiban terhadap Pemerintah
Dalam kontrak sosial untuk setiap jenis organisasi, pemerintah adalah pihak penting.
Dibawah dukungan pemerintah, perusahaan-perusahaan dapat memiliki izin untuk
menjalankan bisnis, demikian pula dengan hak-hak paten, merek dagang, dan sebagainya.
Selain itu, organisasi-organisasi diteharapkan dapat menyadari adanya kebutuhan akan
keteraturan dan bukan kekacauan dan untuk menerima sejumlah intervensi pemerintah dalam
berbagai urusan organisasi. Mereka diharapkan bekerja dengan panduan-panduan untuk
organisasi bertata kelola seperti Equal Employment Oppurtunity Commission dan Office of
Federal Compliance Programs.

d. Kewajiban terhadap masyarakat umum
Pandangan tradisional mengenai tanggung jawab perusahaan adalah bahwa
perusahaan-perusahaan harus menghasilkan dan mendistribusikan barang-barang dan jasa-jasa
untuk mendapatkan laba. Sebagian masyarakat dapat memenuhi dengan baik kebutuhan
dasarnya akan makanan, pakaian, tempat tinggal, kesehatan, dan pendidikan. Dan sebagian
besar warga negara mampu berwisata. Perusahaan-perusahaan yang mampu mencetak laba
bisa membayar pajak-pajak kepada pemerintah dan memberikan sumbangan kepada lembagalembaga amal. Semua ini seharusnya menjadi sesuatu yang membanggakan bagi para pemilik
dan manajer perusahaan.
Perusahaan-perusahaan beroperasi atas persetujuan publik dengan tujuan dasar
memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Ketika kebutuhan-kebutuhan tersebut telah
terpenuhi secara lebih lengkap, masyarakat meminta lebih banyak kepada semua lembaganya,
terutama perusahaan-perusahaan bisnis yang besar. Isu-isu sosial yang mungkin melibatkan
perusahaan-perusahaan swasta mencakup perlindungan lingkungan, dukungan untuk
pendidikan dan pengembangan ekonomi untuk masyarakat miskin.

2. MENGIMPLEMENTASIKAN

PROGRAM

TANGGUNG

JAWAB

SOSIAL

PERUSAHAAN
Untuk mengatasi pemberitaan negatif mengenai kejahatan-kejahatan perusahaan dan
memulihkan kepercayaan, perusahaan-perusahaan kini mengadakan pemeriksaan atas
kegiatan-kegiatan tanggung jawab sosial mereka, dan bukan hanya pemeriksaan keuangan.

Pemeriksaan sosial (social audit) adalah penilaian sistematis atas kegiatan-kegiatan perusahaan
yang berhubungan dengan dampak sosial.
Beberapa perusahaan menetapkan tujuan-tujuan spesifik dalam bidang-bidang sosial.
Mereka berupaya secara formal mengukur kontribusi-kontribusi mereka terhadap berbagai
unsur dalam masyarakat dan terhadap masyarakat secara keseluruhan. Tiga jenis pemeriksaan
sosial yang saat ini mungkin digunakan:
1) Daftar kegiatan sederhana
2) Kumpulan pembelanjaan-pembelanjaan yang relevan secara sosial
3) Penentuan dampak sosial
Pemeriksaan sosial yang ideal akan bergerak lebih jauh dari sekedar penyusunan daftar
sederhana dan akan melibatkan penetuan berbagai manfaat yang nyata bagi masyarakat dari
setiap kegiatan perusahaan yang berorientasi sosial.
Langkah-langkah

berikut

ini

direkomendasikan

untuk

menyusun

dan

mengimplementasikan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR):
1) Memberikan seseorang tanggung jawab atas program tersebut dan membangun
strukturnya
2) Menetapkan penilaian mengenai apa yang saat ini perusahaan lakukan berkenaan
dengan CSR
3) Menyatakan harapan dan persepsi para pemegang saham
4) Menuliskan sebuah pernyataan kebijakan yang meliputi bidang-bidang CSR seperti isu
lingkungan, sosial, dan masyarakat
5) Menyusun sekumpulan tujuan perusahaan dan menyusun rencana tindakan untuk
mengimplementasikan kebijakan-kebijakan tersebut harus disusun
6) Menciptakan sasaran-sasaran dan indikator-indikator kinerja kunci (key performance
indicator ) kuantitatif dan kualitatif yang mencakup organisasi secara keseluruhan

dalam periode dua hingga lima tahun, bersama dengan mekanisme-mekanisme
pengukuran, pemantauan, dan pemeriksaan yang diperlukan
7) Mengkomunikasikan kepada seluruh stakeholder dan manajer dana arah CSR bagi
perusahaan
8) Menetapkan kemajuan dari program CSR.
Program CSR seharusnya bukanlah kegiatan satu waktu saja namun lebih upaya
berkelanjutan untuk memantau dan melaporkan prestasi-prestasi perusahaan dalam bidang
tanggung jawab sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Mondy, R. Wayne. Manajemen Sumber Daya Manusia . 2009. Erlangga. Jakarta
https://yudhaarifin.wordpress.com/2012/06/11/etika-bisnis-dan-tanggung-jawab-sosial/
http://bisnisi.com/pengertian-definisi-tujuan-dan-fungsi-etika-bisnis/