HAK SOSIAL DAN HAK KEAGAMAAN

HAK SOSIAL DAN HAK KEAGAMAAN
Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas mata kuliah
“Hukum Agraria”

Disusun oleh:
1. Muhtarul Ikhwan (211616025)
2. Nia Dwi Kartika S. (211616033)
3. Rada Andriani (211616010)

Dosen pengampu: Nanang Tri Handoko, MH.

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
SEMESTER GASAL/ TAHUN AJARAN 2016/2017
BAB I

Pendahuluan
Pembangunan merupakan upaya manusia dalam mengolah dan memanfaatkan
sumber daya yang dipergunakan bagi pemenuhan kebutuhan dan peningkatan
kesejahteraan hidup yang dimanisfestasikan melalui seperangkat kebijakan publik.
Setiap negara akan memilih dan menerapkan strategi pembangunan tertentu yang
dianggap tepat untuk mewujudkan hal tersebut. Yang dimaksud dengan sejahtera

adalah situasi manakala kebutuhan dan hak dasar rakyat telah terpenuhi tidak semata
terkait dengan tingkat konsumsi (tingkat ekonomi) dan akses kepada layanan publik

yang diberikan pemerintah, tetapi juga pada kesempatan untuk berpartisipasi dan
menyampaikan aspirasi dalam kerangka pembangunan untuk kepentingan umum.
Tanah merupakan modal dasar pembangunan, hampir tak ada kegiatan
pembangunan (sektoral) yang tidak memerlukan tanah. Oleh karena itu tanah
memegang peranan yang sangat penting, bahkan menentukan berhasil tidaknya suatu
pembangunan. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di segala bidang kehidupan
terutama untuk kepentingan umum selalu membutuhkan tanah sebagai wadah untuk
diletakkannya pembangunan tersebut. Kini pembangunan terus meningkat dan tiada
henti tetapi persediaan tanah semakin sulit dan terbatas. Keadaaan seperti ini dapat
menimbulkan konflik karena kepentingan umum dan kepentingan perorangan atau
kelompok saling berbenturan. Kondisi seperti ini diperlukan upaya pengaturan
yang bijaksana dan adil guna menghindari konflik-konflik yang terjadi di masyarakat
karena hal tersebut.

BAB II
A. Hak Sosial
1. Pengertian

Hak sosial adalah hak setiap warga negara untuk mendapatkan kelayakan
dalam bidang sosial yang meliputi pendidikan, mata pencaharian, tempat
tinggal, dan sebagainya.
2. Implementasi Asas Fungsi Sosial Hak Atas Tanah Terhadap Warga Negara
(Kewarganegaraan).
Tanah merupakan salah satu bentuk karunia yang diberikan Tuhan
pada Negara kita. Untuk itulah supaya tidak timbul masalah, pemerintah
berusaha mengaturnya dengan baik. Keadaan Negara kita sebagai Negara

1

berkembang menuntut kita melakukan banyak perbaikan dan pembangunan.
Banyaknya manusia yang memerlukan tanah, tetapi tidak bertambahnya
jumlah tanah yang ada menjadi salah satu inti permasalahannya. Mau tidak
mau untuk menjalankan pembangunan, diadakan proses pengadaan tanah yang
asalnya dari tanah yang sudah dihaki oleh rakyat. Proses tersebut cukup
memakan waktu yang lama, oleh karena salah satu pihak merasa adanya
ketidak-adilan. Proses yang cukup lama ini, otomatis membuat jalannya
pembangunan menjadi tersendat. Maka itu dengan memperkenalkan pada
masyarakat akan pentingnya fungsi sosial yang dipunyai oleh seluruh hak-hak

atas tanah kiranya dapat membantu mengubah cara berpikir individual
masyarakat. Dengan prinsip ini kepentingan pribadi atas tanah tidak dibiarkan
merugikan kepentingan banyak orang (umum). Begitu juga dengan pihak
pemerintah, harus memperhatikan jumlah kerugian yang wajar, layak dan adil
untuk pemegang tanah. Dengan begitu tujuan UUPA untuk mencari
keseimbangan antara dua kepentingan rakyat (pembangunan) dan kepentingan
individu dapat segera terwujud dengan baik.
3. Penggunaan tanah atas hak sosial
a. Pembangunan Pertanian
Meskipun undang-undang pokok agraria (UUPA) mulai diberlakukan
dinegara kita tanggal 24 september 1960, peranannya dalam menunjang
keberhasilan pembanguna pertanian baru terasa setelah Repelita I
dilaksanakan.1 Hal ini dikarenakan adanya beberapa hal yang nyata-nyata
sangat mempengaruhinya, yaitu:
a.

Adanya oknum-oknum partai tertentuyang kini telah dilarang,
melakukan penghasutan-penghasutan pada para petani, terutama yang
tidak memiliki tanah untuk bergerak melakukan okupasi-okupasiliar


1 G. Kartasaputra dkk, Hukum Tanah jaminan bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tanah,
(PT. Bina Aksara, 1985), 122.
2

terhadap tanah-tanah perkebunan, tanah milik orang berada, sehingga
banyak menimbulkan kekacauan dan bahkan jatuhnya beberapa korban
b.

jiwa.
Adanya orang-orang kaya sendiri ( tuan-tuan tanah) yang melakukan
perbuatan tercela dimana mereka secara proforma telah menjual,
membagikan atau menghibahkan kepada beberapa kerabat, saudara
atau para pembantunya, padahal sesungguhnya hanya merupakan akal

c.

untuk mengelabuhi pemerintah.
Adanya kenyataan bahwa orang-orang

hanya


mengutamakan

perolehan haknya, tetapi dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban
yang ditentukan UUPAdapat dikatakan minim sekali atau terlupakan,
baik terlupakan sengaja ataupun memang tidak sengaja karena
kesulitan-kesulitan
d.

yang

dihadapinya

dalam

proses

produksi

pertanian.2

Pemerintah lebih mementingkan konfrontasi dari pada pembangunan,
karena segala dana dan kemampuan diperuntukkan konfrontasi
tersebut.
Demikianlah pengaruh-pengaruh terhadap kemurnian UUPA, demikian

kuatnya pengaruh-pengaruh negatif itu sehingga maksud dan tujuan UUPA
yang positif dalam pengaturan pertanahan di tanah air kita tidak mencapai
sasaran-sasarannya.
b. Pembangunan dari pra desa ke desa swadaya, swakarya dan swasembada
Daerah pertanian, dimana para transmigran dan penduduk setempat
telah telah menhidupkan keadaan dan suasana daerahnya atau disebut pra
desa atau juga dapat disebut sebagai cikal bakal desa. Dengan secara
gotong -royongdan penyisihan-penyisihan pendapatan dari hasil pertanian,
tujuan mereka yaitumemperbaiki rumah-rumah pendudukyang jumlahnya
hanya beberapa buah saja disesuaikan dengan perumahan transmigran yang
2 Ibid, 123.
3

telah dibangun pemerintah sebagai rumah sehat yang layak bagi kehidupan
manusia. Pengerasan jalan-jalan dikompleks transmigran dan pemagaranpemagaran batas-batas perumahan serta penanaman jenis-jenis tanaman

tahunan dipekarangan rumah masing-masingyang buahnya bermanfaat
sehingga keadaannya mulai teratur, harmonisdan penuh ke gotongroyongan.
Dari perkembangan pra desa ini karenapara warga daerah tersebut
berjuang dengan sekuat tenaga dalam usaha taninya dan segala prasarana
serta sarana kehidupan lainnya, pra desa akhirnya dapat dikembangkan
menjadi desa swadaya yang terus meningkat menjadi desa swakarya dan
swadaya.
B.

Hak Keagamaan
1. Pengertian Hak keagamaan adalah hak warga negara untuk

memiliki

kebebasan beragama dan hal-hal lain yang berhubungan dengan
pemanfaatan hak tersebut.
2. Penggunaan tanah atas hak keagamaan
a. Tanah Yayasan
Pada pinsipnya hanya warganegara Indonesia yang memiliki hubungan
sepenuhnya dengan tanah. Warga negara dan badan hukum Indonesia

mempunyai hak untuk mengerjakan dan mengusahakan tanah. Hanya orang
Indonesia yang dapat memiliki tanah dan badan hukum tidak dapat
memiliki tanah akan tetapi mempunyai hak untuk mengerjakan dan
mengusahakan tanah (Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria). Menurut Undang–undang Nomor
16 Tahun 2011 tentang Yayasan berhubungan dengan Undang Nomor 28
Tahun 2011 tentang Perubahan Undang–undang Nomor 16 Tahun 2011
tentang Yayasan,Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan
yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di

4

bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai
anggota. Kekayaan Yayasan dapat berupa uang dan/atau barang dan/atau
kekayaan lain. Barang yang dimaksud ini dapat berupa barang bergerak
maupun tidak bergerak dalam hal ini tanah.Dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-badan Hukum Yang
Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah, Yayasan sebagai suatu badan
hukum keagamaan dan sosial adalah suatu pengecualian dari Undangundang


Pokok Agraria

yang

diberikan

oleh

pemerintah.

Untuk

mendapatkan hak milik atas tanah, Yayasan terlebih dahulu harus
mempunyai surat keputusan penunjukan sebagai badan hukum yang dapat
mempunyai hak milik atas tanah. Keputusan penunjukan yang diterbitkan
oleh Kepala Badan Pertanahan ini dapat diperoleh dengan mengajukan
surat permohonan untuk menjadi badan hukum yang dapat mempunyai hak
milik atas tanah dengan melampirkan Akta Anggaran Dasar Yayasan, Surat
Pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Surat
Rekomendasi dari Departemen Agama dan Surat Rekomendasi dari

Menteri Sosial. Setelah didapatkanya surat penunjukkan maka Yayasan
baru dapat memiliki hak milik atas tanah. Perolehan hak atas tanah tersebut
dapat dilakukan yayasan melalui lembaga hibah, hibah wasiat dan lembaga
peralihan lainnya yang tidak bertentangan dengan undang-undang dan
anggaran dasar yayasan. Peralihan lainnya termasuk juga lembaga jual beli.
Selain dapat memiliki kekayaan berupa hak milik atas tanah melalui
lembaga tersebut, yayasan juga dapat memiliki tanah melalui lembaga
wakaf. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan
Undang–undang

tentang

Yayasan

berhubungan

dengan

Peraturan


Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah
Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang –undang tentang
Yayasan, menyatakan bahwa Yayasan dapat menerima kekayaan berupa
wakaf atau bertindak sebagai nazhir (penerima wakaf dari wakif). Oleh
5

karena itu perbuatan perolehannya harus tunduk pada Undang-undang
Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
● Peralihan Hak Atas Tanah Yayasan
Kekayaan Yayasan pada prinsipnya tidak dapat dialihkan kepada pihak
manapun oleh pengurus yayasan. Untuk mengalihkan kekayaan yayasan
dalam hal ini tanah milik yayasan maka pengurus yayasan harus mendapat
persetujuan dari pembina yayasan. Pengalihan harta kekayaan yayasan
kepada Pembina, Pengurus, dan Pengawas dilarang bahkan diancam pidana
paling lama 5 (lima) tahun berikut kewajiban mengembalikan harta
kekayaan yang dialihkan dan diperolehnya kepada yayasan. Akan tetapi
terhadap pengalihan harta kekayaan yayasan kepada pengurus dikecualikan
apabila pengurus bukanlah pendiri dan tidak ada hubungan atau terafliasi
dengan pendiri, pembina dan pengawas. Pengcualian ini harus dinyatakan
dalam anggaran dasar yayasan. Jadi pengalihan harta kekayaan kepada
pihak III diperkenankan

dengan persetujuan Pembina sedangkan

pengalihan kepada Pengurus diperkenankan dengan syarat dan ketentuan
sebagaimana ditentukan oleh undang-undang.

6

BAB III
Kesimpulan
Hak sosial adalah hak setiap warga negara untuk mendapatkan kelayakan
dalam bidang sosial yang meliputi pendidikan, mata pencaharian, tempat
tinggal, dan sebagainya.
Desa swadaya adalah desa yang pengaruh sifat-sifat tradisionalnya masih
kuat, pengaruh adat masing-masing Nampak jelas pada kegiatan hidup para
warganya, hubungan antar (warga ) sangat erat, pengwasan sosialdidasarkan
atas kekeluargaan.
Desa swakarya adalah dea yang setingkat lebih maju dari desa swadaya,
dimana adat masyarakat desa sedang mengalami tranmisi, pengaruh yang dari
luar sudah memasuki desa tersebut, yang mengakibatkan perubahan cara
berfikir dan bertambahnya lapangan pekerjaan dipedesaan yang berangkutan.
Desa swasembada adalah desa yang setingkat lebih maju dari desa
swakarya, dimana adat istiadat masyarakat tetap dipertahankan walaupun
ikatannya telah kendur, hubungan antar manusia bersifat rasional, mata
pencaharian penduduk sudah beraneka ragam dan bergerak kesektor tertier,
teknologi baru telah tampak benar-benar dihayati dan dimanfaatkan, baik
dibidang pertanian maupun dibidang agribisnisnya dengan produktivitasnya
yang tinggi karena diimbangi dengan prasarana desa yang cukup.
Hak keagamaan adalah hak warga negara untuk memiliki kebebasan
beragama dan hal-hal lain yang berhubungan dengan pemanfaatan hak
tersebut.

7

Daftar Pustaka
Kartasapoetra, G. Hukum Tanah jaminan UUPA atas keberhasilan pendayagunaan
tanah, PT. Bina aksara, 1985.

8